Anda di halaman 1dari 84

SKRIPSI

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI BENSON TERHADAP


KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES
MELITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
TIGO BALEH KOTA BUKITTINGGI
TAHUN 2021

MULYA ULFA KASWATI

1710142010018

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKes YARSI SUMBAR

BUKITTINGGI

2021
SKRIPSI

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI BENSON TERHADAP


KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TIGO BALEH
KOTA BUKITTINGGI
TAHUN 2021

Bidang Ilmu Keperawatan Medikal Bedah

Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)


Pada Program Studi S1 Keperawatan
STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi

MULYA ULFA KASWATI

1710142010018

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKes YARSI SUMBAR

BUKITTINGGI

2021

i
HALAMAN PERNYATAAN OROSONALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang saya kutip maupun dirujuk telah saya

nyatakan dengan benar

Nama : Mulya Ulfa Kawati

Nim : 1710142010018

Tanda tangan :

Tanggal :

ii
HALAMAN PERSETUJUAN BIMBINGAN SKRIPSI

Skripsi ini teah disetujui

Juni 2021

Oleh

Pembimbing I Pembimbing II

(Ns. Dian Anggraini, S.Kep, M.Kep, Sp.KMB) (Ns. Aulia Putri, S.Kep, M.Kep)

Mengetahui

Ka. Prodi S1 Keperawatan

(Ns. Sri Hayulita, S.Kep, M.Kep)

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Proposal ini di ajukan:


Nama : Mulya Ulfa Kaswati
Nim : 1710142010018
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap
Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus
di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh
Bukittinggi Tahun 2021”

Telah berhasil dipertahankan dihadapan dewan penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan pada program Studi S1 Ilmu Keperawatan,
STIKes Yarsi Sumbar Bukittnggi

DEWAN PENGUJI

Pembimbng I : Ns. Dian Anggraini, S.Kep, M.Kep, Sp.KMB

Pembimbing II : Ns. Aulia Putri, S.Kep, M.Kep

Penguji I : Ns. Junaidy Suparman Rustam, S.Kep, MNS

Penguji II : Reny Chaidir, S.Kp, M.Kep

Ditetapkan di : Bukittinggi
Tanggal : Augustus 2021

iv
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT. Tuhan
Yang Maha Esa atas karunia, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Teknik
Relaksasi Benson terhadap Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes
Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi”.
Shalawat beriring salam diberikan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk keselamatan didunia dan
diakhirat.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu


syarat untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan STIKes Yarsi Sumbar
Bukittinggi. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu
saya mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Ns. Junaidy S. Rustam, S.Kep, MNS selaku Ketua STIKes
Yarsi Sumbar Bukittinggi.
2. Ibu Ns. Sri Hayulita, S.Kep, M.Kep selaku Ketua Program studi S1
Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Sumbar
Bukittinggi.
3. Ibu Ns. Dian Anggraini, S.Kep, M.Kep, Sp.KMB selaku
pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan, arahan serta kritik dan saran dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Ns. Aulia Putri, S.Kep, M.Kep selaku pembimbing II yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan
sertak ritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Dosen beserta staf pengajar di Program Studi lmu Kesehatan
Yarsi Sumbar Bukittnggi yang telah memberikan ilmu

v
pengetahuan dan bimbngan serta nasehat selama menjalani
pendidkan.
6. Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua Orang Tua dan
Keluarga ku yang selalu memberikan dukungan material dan
moral serta do’a dan penyemangat dalam menyelesaikan skripsi
ini.
7. Kepada sahabatku, Ratna Julita, Wenti endika utama, dan Welly
utama yang selalu memberikan semangat dan dukungannya kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman Mahasisiwa Prodi S1 Keperawatan STIKes Yarsi
Sumbar Bukittinggi yang selalu memberikan semangat dan
dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Bukittinggi, Augustus 2021

Hormat saya

vi
PROGRAM STUDI ISLAM KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI BUKITTINGGI

Skripsi, Agustus 2021

Nama : Mulya Ulfa Kaswati


Judul skripsi : Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap Kadar
Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Di Wilayah
Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun
2021
Jumlah Halaman : Vi + 66 halaman + 2 tabel + 2 lampiran

ABSTRAK

Penyakit Diabetes Melitus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Beberapa


faktor mempengaruhi peningkatan kadar gula darah yaitu pola makan, lama
menderita dan stres. Faktor ini jika tidak dikendalikan dengan baik dapat
menyebabkan komplikasi. Salah satu intervensi pengendalian kadar gula darah
adalah Teknik Relaksasi Benson. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh Teknik Relaksasi Benson terhadap kadar gula darah pada penderita
Diabetes Melitus. Jenis penelitian menggunakan desain Quasi Eksperimen dengan
rancangan pretest – posttest control group design. Populasi pada penelitian ini
adalah pasien Diabetes Melitus dengan jumlah sampel 36 orang. Instrumen
penelitian ini terdiri dari glucometer, SOP dan Lembar Observasi. Hasil penelitian
menunjukkan kadar gula darah pretest kelompok intervensi yaitu 224,06 mg/dl
dan kelompok kontrol yaitu 222,335 mg/dl sedangkan kadar gula darah posttest
kelompok intervensi yaitu 188,665 mg/dl dan kelompok kontrol yaitu 200,89
mg/dl. Hasil analisis bivariate Independent T-test yaitu p-value (0,000).
Kesimpulan penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh Teknik Relaksasi
Benson terhadap penurunan kadar gula darah pasien Diabetes Melitus. Saran
peneliti pada puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi adalah Teknik Relaksasi
Benson sebagai salah satu uji komplementer dapat dilakukan di Puskesmas Tigo
Baleh Kota Bukittinggi sebagai intervensi secara non-farmakologis terhadap
pasien Diabetes Melitus.
Kata kunci : Teknik Relaksasi Benson, Diabetes Melitus, Kadar Gula Darah
Daftar bacaan :

vii
ISLAMIC STUDY PROGRAM OF NURSING
YARSI BUKITTINGGI HIGH SCHOOL OF HEALTH SCIENCES

Undergraduate Thesis, August 2021

Name : Mulya Ulfa Kaswati


Thesis Title : The Effect of Benson’s Relaxation Technique on Blood
Sugar Levels in Diabetes Mellitus Patients in the Tigo
Baleh Health Center Work Area, Bukittinggi City, in
2021
Number of Pages : Vi + 66 pages + 2 tables + 2 attachments

ABSTRACT

Diabetes Mellitus disease is increasing every year. Several factors affect the
increase in blood sugar levels, namely diet, length of suffering and stress. Those
factors if not controlled properly can cause complications. One kind of
intervention to control blood sugar levels is the Benson Relaxation Technique.
The purpose of the Benson relaxation study was to determine the effect of the
Benson Relaxation Technique on blood sugar levels in people with Diabetes
Mellitus. This type of research uses a quasi-experimental design with a pretest –
posttest control group design. The population in this study were patients with
Diabetes Mellitus with a sample of 36 people. The research instruments were
consisted of a glucometer, SOP and Observation Sheet. The results showed that
the pretest blood sugar level in the intervention group was 224.06 mg/dl and the
control group was 222.335 mg/dl, while the posttest blood sugar level in the
intervention group was 188.665 mg/dl and the control group was 200.89 mg/dl.
The results of the Bivariate Independent T-test analysis are p-value (0.000). The
conclusion of this study shows that there is an effect of the Benson Relaxation
Technique on reducing blood sugar levels in patients with Diabetes Mellitus. The
researcher's suggestion at the Tigo Baleh Public Health Center in Bukittinggi City
is the Benson Relaxation Technique as a complementary test can be carried out at
the Tigo Baleh Health Center in Bukittinggi City as a non-pharmacological
intervention for Diabetes Mellitus patients.

Keywords : Benson’s Relaxation Technique, Diametes Mellitus, Blood Sugar


Level
Reading list:

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .....................................
HALAMAN PERSETUJUAN BIMBINGAN SKRIPSI ........................
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................
KATA PENGANTAR ................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ...............................
ABSTRAK ...................................................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
DAFTAR TABEL ......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................
B. Rumusan Masalah ............................................................................
C. Tujuan Penelitian .............................................................................
D. Manfaat Penelitian ...........................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Diabetes Melitus .................................................................
1. Defenisi ........................................................................................
2. Klasifikasi ....................................................................................
3. Etiologi .......................................................................................
4. Epidemiologi ...............................................................................
5. Manifestasi Klinis .........................................................................
6. Komplikasi ...................................................................................
7. Penatalaksanaan ............................................................................
8. Diagnosa .......................................................................................
B. Konsep Relaksasi...............................................................................
1. Defenisi ......................................................................................
2. Relaksasi Benson...........................................................................
3. Tujuan Relaksasi Benson..............................................................
4. Prosedur Teknik Relaksasi Benson...............................................
5. Pengaruh Relaksasi Benson terhadap Kadar Gula Darah.............
C. Kerangka Teori ................................................................................

ix
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep .............................................................................
B. Hipotesa ...........................................................................................

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN


A. Jenis Penelitian .................................................................................
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...........................................................
C. Populasi dan Sampel ........................................................................
D. Kriteria Inklusi dan Ekslusi .............................................................
E. Defenisi Operasional ........................................................................
F. Instrumen Penelitian ........................................................................
G. Etika Penelitian ................................................................................
H. Metode Pengumpulan Data ..............................................................
I. Pengolahan Data dan Analisa Data ..................................................

BAB V HASIL PENELITIAN


A. Gambaran Umum Penelitian .............................................................
B. Analisa Univariat ..............................................................................
C. Analisa Bivariat ................................................................................

BAB VI PEMBAHASAN
A. Analisa Univariat ..............................................................................
B. Analisa Bivariat ................................................................................

BAB VII PENUTUP


A. Kesimpulan .......................................................................................
B. Saran .................................................................................................
C. Keterbatasan penelitian .....................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Defenisi Operasional

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Tabel 5.2 Rata-rata kadar gula darah sebelum dilakukan teknik relaksasi benson

pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Tabel 5.3 Rata-rata kadar gula darah sesudah dilakukan teknik relaksasi benson

pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Tabel 5.4 Perbedaan Kadar gula darah sebelum dan sesudah Intervensi Pada

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

xi
DAFTAR BAGAN

Skema 2.1 Kerangka Teori

Skema 3.1 Kerangka Konsep

Bagan 4.1 Tahap Pengumpulan Data

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

Lampiran 2. Curiculum Vitae

Lampiran 3. Lembar Konsul Proposal

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian

Lampiran 5. Surat Permohonan menjadi Responden

Lampiran 6. Informed Concent

Lampiran 7. SOP

Lampiran 8. Lembaran Observasi Pengukuran KGD

Lampiran 9. Master Tabel

Lampiran 10. Tabel Frekuensi

xiii
xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu perubahan gaya hidup dan pola hidup yang tren saat ini

adalah mengkonsumsi makanan yang tidak sehat yang banyak mempengaruhi

kadar gula darah seperti makan cepat saji, minuman-minuman bersoda dan

jenis makanan yang lainnya. Hal ini menjadi salah satu faktor pemicu

terjadinya penyakit Diabetes Melitus (Umar, 2017). Diabetes Melitus adalah

suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang

terjadi karena pancreas tidak mampu mensekresi insulin, gangguan kerja

insulin, ataupun keduanya. Hal ini Dapat menyebabkan kerusakan jangka

panjang dan kegagalan pada berbagai organ seperti mata, ginjal, saraf,

jantung, serta pembuluh darah apabila dalam keadaan hiperglikemia kronis

(Perkeni, 2019).

Diabetes Melitus merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang

selalu mengalami peningkatan setiap tahun di Negara-negara seluruh dunia.

Berdasarkan data WHO tahun 2018 melaporkan bahwa didunia terdapat 1,6 juta

penduduk dunia yang meninggal karena diabetes melitus (WHO, 2018).

Berdasarkan laporan statistic Organisasi International Diabetes federasi (IDF)

memperkirakan sedikitnya terdapat 463 juta orang pada usia 20-79 tahun di

dunia menderita diabetes melitus pada tahun 2019 atau setara dengan angka

prevalensi sebesar 9,3% dari total penduduk pada usia yang sama. Menurut

IDF, diabetes melitus di Indonesia berada pada peringkat ke-7 di dunia,

yaitu sebesar 10,7 juta (IDF, 2019).

1
2

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, menunjukkan

bahwa prevalensi diabetes melitus di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada

umur > 15 tahun sebesar 2%. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan

prevalensi diabetes melitus pada penduduk > 15 tahun pada hasil Riskesdas 2013

sebesar 1,5 %. Namun prevalensi diabetes melitus dari hasil pemeriksaan gula

darah meningkat dari 6,9% pada 2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018.

Berdasarkan data Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2019 melaporkan bahwa

prevalensi diabetes melitus 1,5% pada tahun 2013 dan meningkat pada tahun 2018

menjadi 1,6% (Infodatin Kemenkes RI, 2020). Kota Bukittinggi merupakan

salah satu kota yang berada di provinsi Sumatera barat. Berdasarkan data Dinas

Kesehatan Kota Bukittingi tahun 2020, kasus diabetes melitus di Kota Bukittinggi

masih tinggi dengan prevalensi 1,9% dari usia >15 tahun. Berdasarkan survey

data awal yang dilakukan pada puskesmas se-Kota Bukittinggi didapatkan

Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh pada tahun 2020 terdapat 328 kasus dengan

kunjungan penderita diabetes melitus (Laporan Tahunan Puskesmas Tigo Baleh,

2020).

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya diabetes melitus, yaitu

faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti, usia, jenis kelamin, dan

keturunan, sedangkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi yaitu pola makan,

obesitas, aktifitas fisik yang kurang, dan stress. selain faktor resiko penyebab

terjadinya diabetes melitus, faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi

peningkatan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus (Infodatin,

Kemenkes RI, 2020). Kadar gula darah pada penderita Diabetes Melitus dapat

meningkat akibat gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, maupun


3

keduanya (American Diabetes Association) (ADA, 2014). Akibat gangguan

tersebut mengakibatkan gula di dalam darah tidak dapat digunakan oleh sel

tubuh sebagai energi hingga akhirnya menyebabkan kadar gula dalam darah

cenderung lebih tinggi atau hiperglikemia (Syari’ati, 2015).

Berdasarkan penelitian Cahyati, dkk, (2020) nilai rata-rata kadar gula

darah pada 39 orang penderita diabetes melitus berjumlah 237,74 mg/dl dengan

hasil pemeriksaan terendah 170,31 mg/dl dan tertinggi 218 mg/dl. Tidak

terkontrolnya kadar gula darah dalam jangka panjang tentunya akan

menimbulkan komplikasi penyakit Diabetes Melitus, oleh sebab itu penderita

Diabetes Melitus perlu menjaga, mengendalikan atau kontrol kadar gula

(Perkeni, 2019). Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada pasien Diabetes

Melitus jika tidak diobati dengan benar maka akan menimbulkan dampak

seperti hiperglikemia, hipoglikemia, ketoasidosis diabetic (KAD),

hyperosmoral hyperglycemic state (HHS). Komplikasi yang terjadi pada pasien

dengan diabetes melitus akan mempengaruhi kualitas hidup manusia dan

meningkatkan biaya kesehatan yang cukup besar, sehingga sangat

dibutuhkan program pengendalian dan penatalaksanaan (Febrinasari dkk,

2020).

Penatalaksanaan Diabetes Melitus terbagi atas 5 pilar berdasarkan

perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni, 2015 dalam Suciana, 2019)

yaitu Edukasi, terapi nutrisi medis (TNM), latihan jasmani, terapi farmakologis,

dan termasuk pemantauan kadar gula darah dalam pencegahan Diabetes

Melitus. Salah satu pilar penatalaksanaan diabetes melitus adalah dengan

terapi farmakologis yang terbagi mejadi terapi farmakologis dan non


4

farmakologis, terapi farmakologis yaitu dengan pemberian obat dan insulin

sedangkan non farmakologis yaitu dengan peningkatan koping memberikan

informasi sensori dan prosedural, dukungan sosial, dan latihan relaksasi.

Manfaat terapi non farmakologi bagi penderita diabetes melitus antara lain

meningkatkan penurunan kadar gula darah, menurunkan strees fisik dan psikis

(Perkeni, 2015).

Diabetes melitus sering menyebabkan penderitanya menjadi rentan untuk

mengalami penurunan kualitas hidup yang tinggi maka status kesehatan yang

optimal harus dicapai dan dipertahankan. Gaya hidup yang tidak baik dapat

meningkatkan kadar gula darah penderita diabetes melitus sehingga dapat

mengakibatkan pasien mengalami gangguan stress secara fisik seperti gangguan

pengontrolan gula darah, mudah haus, mudah lapar mengeluh lelah dan megantuk.

Salah satu tindakan keperawatan yaitu dengan memberikan teknik relaksasi

benson (Juwita, 2016).

Teknik relaksasi adalah suatu teknik yang dapat membuat pikiran dan

tubuh menjadi rileks melalui sebuah proses yang secara progresif akan

melepaskan ketegangan otot di setiap tubuh dalam keadaan rileks ini, laju

pernafasan menjadi lambat, pemikiran lebih dalam pengendalian emosi serta

metabolisme lebih baik. Metabolisme lebih baik mengakibatkan kadar gula darah

dapat menurun (Purwasih, dkk 2017). Macam-macam Teknik relaksasi salah

satunya yaitu Relaksasi Benson (Firzan & Darmayanti, 2020).

Relaksasi Benson merupakan pengembangan dari metode relaksasi

nafas dalam dengan melibatkan faktor keyakinan pasien yang dapat

menciptakan suatu lingkungan yang tenang sehingga dapat membantu pasien


5

mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi (Sajili, 2020).

Relaksasi benson dapat menurunkan kadar gula darah pasien diabetes dengan

mengeluarkan hormone – hormone yang dapat meningkatkan kadar gula darah

yaitu epnefrin, kortisol, glucagon, korkostiroid dan tiroid (purwasih, dkk 2017).

Kelebihan latihan teknik relaksasi dari pada latihan yang lain adalah latihan

relaksasi lebih mudah dilakukan bahkan dalam kondisi apapun serta tidak

memiliki efek samping apapun, di samping itu kelebihan dari teknik

relaksasi lebih mudah dilaksanakan oleh pasien, dapat menekan biaya

pengobatan, dan dapat digunakan untuk mengontrol kadar gula darah dalam

tubuh (Sari & Sajili, 2020).

Herbert Benson (2008), melaporkan bahwa kombinasi teknik relaksasi dan

kekuatan keyakinan yang baik mengarah pada keberhasilan relaksasi. Unsur

keyakinan yang akan digunakan dalam intervensi adalah unsur keyakinan agama.

Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa unsur keyakinan yang dianut oleh

pasien seperti formula kata-kata atau kalimat tertentu yang dibaca berulang-ulang

termasuk dalam pelafalan kata atau kalimat yang relevan dengan setiap keyakinan

agama disertai dengan penerimaan (Cahyati, 2020).

Meditasi yang terdapat pada relaksasi Benson berupa pengulang-

ulangan kata/frase, sikap pasif merupakan hal yang essential. Mekanisme

penurunan kadar gula darah dengan relaksasi Benson terjadi melalui

penurunan stress fisik dan psikologis yang kemudian akan menurunkan

epinefrin, menurunkan kortisol, menurunkan glukagon dan menurunkan

hormon tiroid. Proses terapi relaksasi Benson bermanfaat dalam menurunkan

gula darah, dalam keadaan relaks hormon-hormon akan bekerja normal dan
6

optimal sehingga endorphin dapat diproduksi dengan baik, ditambah dengan

relaksasi pernafasan dalam dan relaksasi progresif otot (Ratnawati, dkk,

2018).

Berdasarkan hasil penelitian terkait lainnya yang mendukung adalah

penelitian dilakukan oleh Juwita, dkk (2016) tentang pengaruh terapi benson

terhadap kadar gula darah pada lansia dengan diabetes melitus didapatkan

terjadinya penurunan kadar gula darah pada kelompok perlakuan, sehingga

terbuktilah hipotesis bahwa ada pengaruh terapi relaksasi benson terhadap kadar

gula darah lansia diabetes melitus. Selain itu pada penelitian Sartika, dkk (2017)

didapatkan adanya pengaruh relaksasi benson tehadap penurunan tekanan darah

lansia penderita hipertensi. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian Cahyati, dkk

(2020) latihan relaksasi dan aromaterapi benson efektif untuk menurunkan kadar

glukosa. kondisi relaksasi akan memberikan dampak yang baik bagi penderita

diabetes melitus karena pada saat relaksasi hormone stress yang memicu

peningkatan kadar glukosa darah, tidak akan dikeluarkan oleh tubuh.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti tanggal 23 April

2021 terhadap 5 responden yang menderita Diabetes Melitus di Wilayah kerja

Puskesmas Tigo baleh Kota Bukittinggi yang dilakukan dengan wawancara,

didapatkan bahwa upaya yang sudah dilakukan dalam mengatasi diabetes melitus

adalah dengan mengkonsumsi obat diabetes melitus dan pengontrolan terhadap

pola makan. Tiga dari lima pasien mengalami stress dikarenakan karena penyakit

diabetes melitus yang baru dialaminya selama dua bulan yang lalu dan tidak ada

riwayat keturunan penyakit diabetes melitus ini, dua diantaranya mengalami stress

karena keluhan tanda dan gejala yang dialaminya serta obat diabetes. Pasien
7

diabetes melitus belum pernah melakukan metode penurunan kadar gula darah

dengan menggunakan teknik relaksasi dengan menggunakan unsur keyakinan

agama tetapi pernah melakukan unsur keyakinan agama tetapi tidak mengetahui

manfaat dari unsur keyakinan agama tersebut.

Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk

mengambil judul penelitian tentang Pengaruh teknik relaksasi benson terhadap

kadar gula darah pada pasien diabetes melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo

Baleh Kota Bukittinggi tahun 2021.

A. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap

Penurunan kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus di Puskesmas

Tigo Baleh.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya distribusi frekuensi Karakteristik Responden seperti jenis

kelamin, usia, pekerjaan, dan pendidikan pada pasien Diabetes Melitus

di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh tahun 2021.

b. Diketahuinya Rata-rata Kadar Gula Darah sebelum diberikan Terapi

Relaksasi Benson pada penderita Diabetes Melitus di Wilayah Kerja

Puskesmas Tigo Baleh tahun 2021.

c. Diketahuinya Rata-rata Kadar Gula Darah sesudah diberikan Terapi

Relaksasi Benson pada penderita Diabetes Melitus di Wilayah Kerja

Puskesmas Tigo Baleh tahun 2021.


8

d. Diketahuinya pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap Kadar Gula

Darah Pada Pasien Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo

Baleh tahun 2021.

B. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

peneliti saat melakukan penelitian khususnya penelitian di bidang

keperawatan medikal bedah yaitu tentang Pengaruh Teknik Relaksasi

Benson terhadap Penurunan kadar Gula darah pada pasien Diabetes

Melitus.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa STIKes

Yarsi Sumbar Bukittinggi dalam proses pembelajaran Pengaruh Teknik

Relaksasi terhadap Penurunan kadar gula darah pada pasien Diabetes

Melitus.

3. Bagi Lahan Penelitian

Sebagai bahan masukan bagi petugas di Wilayah Kerja Puskesmas

dalam memberikan pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga yang

menderita diabetes mellitus.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Diabetes Melitus

1. Defenisi Diabetes Melitus

Salah satu perubahan gaya hidup dan pola hidup yang tren saat ini

adalah mengkonsumsi makanan yang tidak sehat yang banyak

mempengaruhi kadar gula darah seperti makan cepat saji, minuman-

minuman bersoda dan jenis makanan yang lainnya. Hal ini menjadi salah

satu faktor pemicu terjadinya penyakit Diabetes Melitus (Umar, 2017).

Diabetes melitus (DM) ialah suatu kelompok penyakit metabolic dengan ciri

khasnya yaitu peningkatan kadar glukosa darah dalam tubuh akibat kelainan

dalam sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Perkeni, 2015).

Diabetes Melitus adalah kondisi kronis yang terjadi bila ada peningkatan

kadar glukosa dalam darah karena tubuh tidak dapat menghasilkan insulin atau

menggunakan insulin secara efektif. Insulin adalah hormon penting yang

diproduksi di pankreas kelenjar tubuh, yang merupakan transports glukosa dari

aliran darah ke dalam sel-sel tubuh di mana glukosa diubah menjadi energi.

Kurangnya insulin atau ketidakmampuan sel untuk merespons insulin

menyebabkan kadar glukosa darah tinggi, atau hiperglikemia, yang merupakan

ciri khas Diabetes Melitus (IDF, 2017).

2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut Konsensus Perkeni (2019), klasifikasi diabetes melitus dibagi

menjadi 4 kelas yaitu:

9
10

a. Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke

defisiensi insulin absolut) contohnya Autoimun dan Idiopatik, Diabetes

Melitus.

b. Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin

disertai defisiensi insulin relative sampai yang dominan defek sekresi insulin

disertai resistensi insulin).

c. Diabetes Melitus Tipe lain (D1efek genetic fungsi sel beta, Defek genetic

kerja insulin, Penyakit eksorin pancreas, Endokrinopati, karena obat atau zat

kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, Sindrom genetic lain yang

berkaitan dengan Diabetes Melitus).

d. Gestational Diabetes Melitus (GDM) Diabetes kehamilan terjadi pada

intoleransi glukosa kehamilan pertama. Jumlahnya sekitar 2-4% kehamilan.

Wanita dengan diabetes kehamilan akan mengalami peningkatan resiko

terhadap diabetes setelah 5-10 tahun melahirkan.

3. Etiologi Diabetes Melitus

Penyebab yang berhubungan dengan resitensi insulin dan gangguan

sekresi insulin pada Diabetes Melitus menurut Tandra (2018) diperkirakan

karena :

a. Faktor Genetik (keturunan)

Faktor genetic dapat langsung mempengaruhi sel beta dan mengubah

kemampuannya untuk mengenali dan menyebarkan rangsangan sekretoris

insulin. Keadaan ini meningkatkan kerentanan individu tersebut terhadap

faktor-faktor lingkungan yang dapat mengubah integritas dan fungsi sel beta
11

pancreas. Berdasarkan hasil penelitian (Isnani & Ratnasari 2018) didapatkan

bahwa orang yang memiliki riwayat DM pada keluarga berpeluang 10,938

kali lebih besar menderita Diabetes Melitus daripada orang yang tidak

mempunyai riwayat DM pada keluarga karena risiko seseorang untuk

menderita DM dua lebih besar jika orang tersebut mempunyai orang tua yang

menderita DM.

b. Obesitas

Kegemukan juga merusak kemampuan sel beta untuk melepas insulin

saat terjadi peningkatan glukosa darah. Obesitas menyebabkan respons sel beta

pankreas terhadap peningkatan glukosa darah berkurang, selain itu resptor

insulin pada sel diseluruh tubuh termasuk di otot berkurang jumlah dan

keaktifannya (kurang sensitif). Menurut penelitian (Isnani & Ratnasari 2018),

didapatkan bahwa obesitas dapat terjadinya penyakit pada pasien DM sebesar

54,7% disebabkan karena meningkatnya asam lemak dalam sel dan akan

menyebabkan terjadinya resistensi insulin.

c. Usia

faktor usia mempengaruhi penurunan pada semua system tubuh, tidak

terkecuali system endokrin. Penambahan usia menyebabkan kondisi resistens

pada insulin yang berakibat tidak stabilnya level gula darah sehingga

banyaknya kejadian diabetes melitus salah satu diantaranya adalah karena

faktor perubahan usia yang secara degenerative menyebabkan penurunan

fungsi tubuh. Menurut penelitian (Isnani & Ratnasari 2018), didapatkan umur

pada kelompok kasus usia antara 51-60 tahun 22 responden (41,5%), umur 46-

50 tahun 13 responden (24,5%) dan usia diatas 61 tahun 9 responden (16,9%).


12

Umur kurang dari 45 tahun 9 responden (17%). Peningkatan usia menyebabkan

perubahan metabolisme karbohidrat dan perubahan pelepasan insulin

dipengaruhi oleh glukosa dalam darah dan terhambatnya pelepasan glukosa

yang masuk kedalam sel karena dipengaruhi oleh insulin.

d. Tekanan darah

Seseorang yang beresiko menderita Diabetes Melitus adalahn yang

mempunyai tekanan darah tinggi yaitu tekanan darah 140/90 mmHg. Pada

umumnya penderita Diabetes Melitus juga menderita hipertensi. Banyak

faktor yang berpengaruh pada peningkatan tekanan darah. Pada Diabetes

Melitus faktor tersebut adalah resistensi insulin, kadar gula darah plasma,

obesitas selain faktor lain pada system otoregulasi pengaturan tekanan darah.

Menurut penelitian (Isnani & Ratnasari 2018), didapatkan bahwa

hubungan tekanan darah dengan diabetes melitus tidak signifikan karena

penyakit diabetes melitus cenderung lebih tinggi diantara pasien hipertensi,

didapatkan jumlah penyakit penderita hipertensi lebih sedikit daripada yang

tidak memiliki hipertensi untuk terkena penyakit DM.

e. Aktifitas fisik

Aktifitas fisik yang kurang menyebakan resistensi insulin pada Diabetes

Melitus. Individu yang aktif memiliki insulin dan profil glukosa yang lebih

baik daripada individu yang tidak aktif. Berdasarkan hasil penelitian (Isnani &

Ratnasari 2018), didapatkan bahwa pasien DM yang melakukan aktivitas fisik

dapat menurunkan kadar gula darah sebesar 41,5%. Sedangkan yang tidak

melakukan aktivitas fisik sebesar 58,5%. Aktifitas juga akan menimbulkan


13

lancarnya peredaran darah serta akan menurunkan kemungkinan terkena DM

samapi 50%.

f. Stress

Stress memicu reaksi biokimia tubuh melalui 2 jalur yaitu neural dan

neuroendokrin. Reaksi pertama respon stress yaitu sekresi system saraf

simpatis untuk mengeluarkan norepinefrin yang mengakibatkan peningkatan

frekuensi jantung. Kondisi ini menyebabkan glukosa darah meningkat guna

sumber energy untuk perfusi. Bila stress menetap akan melibatkan

hipotalamus pituitari. Hipotalmus mensekresi corticotropin releasing faktor

yang menstimulasi pituitary anterior untuk memproduksi Adrenocortocotropic

hormonr (ACTH) kemudian ACTH menstimulasi pituitary anterior untuk

memproduksi glukokortukoid, terutama kortisol. Peningkatan kortisol

mempengaruhi peningkatan glukosa darah melalui glukoneogenesis,

katabolisme protein dan lemak. Menurut penelitian Afnenda, (2020)

didapatkan bahwa 17,9% mengalami stress berat.

4. Epidemiologi

Diabetes Melitus merupakan salah satu jenis penyakit metabolic

yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di Negara-negara seluruh

dunia. Berdasarkan data WHO tahun 2018 melaporkan bahwa didunia

terdapat 1,6 juta penduduk dunia yang meninggal karena diabetes melitus

(WHO, 2018). Berdasarkan laporan statistic Organisasi International Diabetes

federasi (IDF) memperkirakan sedikitnya terdapat 463 juta orang pada usia

20-79 tahun di dunia menderita diabetes melitus pada tahun 2019 atau

setara dengan angka prevalensi sebesar 9,3% dari total penduduk pada usia
14

yang sama. Menurut IDF, diabetes melitus di Indonesia berada pada

peringkat ke-7 di dunia, yaitu sebesar 10,7 juta (IDF, 2019).

Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018,

menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus di Indonesia berdasarkan

diagnosis dokter pada umur > 15 tahun sebesar 2%. Angka ini menunjukkan

peningkatan dibandingkan prevalensi diabetes melitus pada penduduk > 15 tahun

pada hasil Riskesdas 2013 sebesar 1,5 %. Namun prevalensi diabetes melitus dari

hasil pemeriksaan gula darah meningkat dari 6,9% pada 2013 menjadi 8,5% pada

tahun 2018. Sumatera Barat memiliki prevalensi total Diabetes Melitus

sebanyak 1,3% dimana Sumatera Barat berada di urutan 14 dari 33

Provinsi yang ada di Indonesia.

Berdasarkan umur penderita terbanyak dalam rentang usia 56-64

tahun dengan prevalensi 4,8% (Kemenkes RI, 2013). Kementrian kesehatan

Republik Indonesia (Kemenkes, 2009) menyatakan bahwa secara epidemiologi,

diperkirakan bahwa dalam 2030 prevalensi diabetes mellitus di Indonesia

mencapai 21,3 juta orang. Penyebab kematian akibat diabetes mellitus pada

kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaann menduduki rangking ke-2 yaitu

14,7% dan daerah pedesaan diabetes mellitus menduduki rangking ke-6 yaitu

5,8%. Perkiraan jumlah ini menjadi kenyataan bila tidak dicegah sejak dini

minimal mengontrol gula darah. Hal ini juga akan meningkat morbiditas di

Negara Indonesia.
15

5. Patofisiologi

Patofisiologi diabetes mellitus dapat diawali dari penurunan jumlah

insulin yang menyebabkan glukosa sel menurun atau tidak ada sama sekali,

sehingga energy di dalam sel untuk metabolisme seluler berkurang, kondisi

tersebut di respon tubuh dengan meingkatkan kadar glukosa darah. Respon

tersebut antara lain sensasi lapar, mekanisme lipolysis dan gluconeogenesis. Jika

respon tersebut terjadi berkepanjangan maka tubuh mengalami penurunan protein

jaringan dan menghasilkan benda keton. Kondisi ini dapat mengakibatkan ketosis

dan ketoasidosis (Daniels, 2012 dalam Rini, 2017).

Hiperglikemi meyebabkan gangguan pola aktivitas leukosit dan

menimbulkan respon inflamatorik sehingga menyebabkan viskositas darah

meningkat dan membentuk thrombus terutama pada mikrovaskuler, hal ini

mengakibatkan terjadinya kerusakan pada pembuluh darah mikro sebagai gejala

gangguan sirkulasi di jaringan perifer (jokela, 2009). Kadar glukosa tinggi yang

berkepanjangan dapat mengakibatkan gangguan jalur metabolism polio/alcohol

sehingga meningktkan sorbitol. Kadar sorbitol yang tinggi mengakibatkan

gangguan kondusi impuls syaraf sehingga terjadi gangguan neuropati diabetic

(Fauci, 2009).

Kadar glukosa yang tinggi juga dapat merusak membrane kapiler nefron

pada ginjak akibat angiopati. Kerusakan nefron yang progresif akan berujung

pada glomerulosklerosis. Kerusakan ini terjadi akibat beban yang berlebih kadar

gula darah sehingga membran glomerulus kehilangan daya filtrasinya (Smeltzer,

2010). Rendahnya produksi insulin atau rendahnya uptake insulin oleh sel-sel

tubuh dapat menimbulkan gangguan metabolic berupa peeningkatan asam lemak


16

darah, kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein. Jika hal ini terjadi secara terus-

menerus maka akan memicu terjadinya angiopati yang dapat menimbulkan

komplikasi pada retina, ginjal, jantung coroner dan stroke (Smeltzer, 2010).

1. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus

Menurut penelitian Derek, dkk (2017) orang yang mederita diabetes juga

akan mengalami dampak secara fisik dan psikologis. Salah satu dampak

psikologis yang terjadi pada pasien diabetes melitus yaitu mengalami stress,

cemas, takut, sering merasa sedih, merasa tidak ada harapan, tidak berdaya, tidak

berguna dan dan putus asa. Permasalahan emosional yang sering dialami pasien

diabetes melitus antara lain penyangkalan terhadap penyakitnya sehingga mereka

tidak patuh dalam menerapkan pola hidup yang sehat, mudah marah dan frustrasi

karena banyaknya pantangan atau merasa telah mejalani berbagai terapi tetapi

tidak terjadi perubahan kadar gula darah yang membaik, takut terhadap

komplikasi dan resiko kematian, jenuh meminum obat atau bahkan mengalami

depresi (Semiardji, 2009). Salah satu upaya untuk mengatasi dampak psikologis

pasien diabetes melitus yaitu dengan cara pemberian teknik relaksasi benson

yang bisa dilakukan oleh pasien diabetes melitus jika mengalami masalah

terhadap psikologisnya (Nugroho 2012).

Relaksasi Benson merupakan pengembangan dari metode relaksasi

nafas dalam dengan melibatkan faktor keyakinan pasien yang dapat

menciptakan suatu lingkungan yang tenang sehingga dapat membantu

pasien mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi. Relaksasi

Benson bekerja dengan cara mengalihkan fokus seseorang terhadap stress,


17

kecemasan, nyeri dan rasa tidak nyaman dengan cara menciptakan suasana

nyaman serta tubuh yang rileks maka tubuh akan meningkatkan proses

analgesia endogen hal ini diperkuat dengan adanya kalimat yang memiliki

efek menenangkan (Wahyu, 2018).

Gejala-gejala penyakit Diabetes Melitus yang terjadi pada penderitanya

anatara lain, polyuria, polidipsi, polifagia, serta penurunan berat badan tiba-tiba

yang tidak diketahui penyebabnya. Selain hal-hal tersebut, gejala penderita DM

lain adalah keluhan lemah badan dan kurangnya energy, kesemutan di tangan

atau kaki, gatal, mudah terkena infeksi bakteri atau jamur, penyembuhan luka

yang lama, dan pandangan mata mengabur. Namun beberapa kasus, penderita

DM tidak menunjukkan adanya gejala (Febrinasari, dkk 2020).

6. Komplikasi Diabetes Melitus

Adapun komplikasi diabetes mellitus menurut Febrinasari, dkk (2020)

yaitu sebagai berikut:

1) Komplikasi diabetes Melitus yang Akut

Terdapat 3 macam komplikasi diabetes mellitus akut yaitu:

a. Penyebab hipoglikemia

Hipoglikemia merupakan kondisi turunnya kadar gula darah yang

drastis akibat terlalu banyak insulin dalam tubuh, terlalu banyak

mengonsumsi obat penurun gula darah, atau terlambat makan. Gejalanya

meliputi penglihatan kabur, detak jantung cepat, sakit kepala, gemetar,

keringat dingin, dan pusing. Kadar gula darah yang terlalu rendah bisa

menyebabkan pingsan, kejang, bahkan koma.


18

b. Ketoasidosis diabetic (KAD)

Ketosiadosis diabetik adalah kondisi kegawatan medis akibat

peningkatan kadar gula darah yang terlalu tinggi. Ini adalah komplikasi

diabetes melitus yang terjadi ketika tubuh tidak dapat menggunakan gula

atau glukosa sebagai sumber bahan bakar, sehingga tubuh mengolah lemak

dan menghasilkan zat keton sebagai sumber energi. Kondisi ini dapat

menimbulkan penumpukan zat asam yang berbahaya di dalam darah,

sehingga menyebabkan dehidrasi, koma, sesak napas, bahkan kematian,

jika tidak segera mendapat penanganan medis.

c. Hyper osmolar hyperglycemic state (HHS)

Kondisi ini juga merupakan salah satu kegawatan dengan tingkat

kematian mencapai 20%. HHS terjadi akibat adanya lonjakan kadar gula

darah yang sangat tinggi dalam waktu tertentu. Gejala HHS ditandai

dengan haus yang berat, kejang, lemas, dan gangguan kesadaran hingga

koma.

2) Komplikasi Diabetes Melitus Kronis

a. Gangguan pada mata (retinopati diabetik) Tingginya kadar gula darah

dapat merusak pembuluh darah di retina yang berpotensi menyebabkan

kebutaan. Kerusakan pembuluh darah di mata juga meningkatkan risiko

gangguan penglihatan, seperti katarak dan glaukoma. Deteksi dini dan

pengobatan retinopati secepatnya dapat mencegah atau menunda

kebutaan. Penderita diabetes dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan

mata secara teratur.


19

b. Kerusakan ginjal (nefropati diabetik) Kerusakan ginjal akibat DM disebut

dengan nefropati diabetik. Kondisi ini bisa menyebabkan gagal ginjal,

bahkan bisa berujung kematian jika tidak ditangani dengan baik. Saat

terjadi gagal ginjal, penderita harus melakukan cuci darah rutin ataupun

transplantasi ginjal

c. Kerusakan saraf (neuropati diabetik) Diabetes juga dapat merusak

pembuluh darah dan saraf di tubuh terutama bagian kaki. Kondisi ini

biasa disebut dengan neuropati diabetik, yang terjadi karena saraf

mengalami kerusakan, baik secara langsung akibat tingginya gula darah,

maupun karena penurunan aliran darah menuju saraf. Rusaknya saraf

akan menyebabkan gangguan sensorik, yang gejalanya dapat berupa

kesemutan, mati rasa, atau nyeri.

2. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Menurut perkeni (2019), Penatalaksanaan Diabetes Melitus terdiri dari:

a. Penatalaksanaan secara umum

1) Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan

kualitas hidup penyandang diabetes meliputi:

a) Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki

kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.

b) Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas

penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.

c) Tujuan akhir pengelolahan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas

Diabetes Melitus.
20

2) Langkah-langkah penatalaksanaan Umum:

Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:

(1) Riwayat Penyakit

(a) Gejala yang dialami oleh pasien.

(b) Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa

darah.

(c) Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung

coroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk

penyakit DM dan endokrin lain).

(d) Riwayat penyakit dan pengobatan

(e) Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan dan status ekonomi.

(2) Pemeriksaan fisik

(a) Pengkuran tinggi dan berat badan.

(b) Pengukuran tekanan darah, nadi, rongga mulut, kelenjer tiroid,

paru dan jantung.

(c) Pemeriksaan kaki secara komprehensif

(3) Evalusai laboratorium

(a) HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun pada pasien

yang mencapai sasaran terapi dan yang memiliki kendali

glikemik stabil, dan 4 kali dalam 1 tahun pada pasien dengan

perubahan terapi atau yang tidak mencapai sasaran terapi.

(b) Glukosa pada puasa dan 2 jam setelah makan.

(4) Penapisan komplikasi


21

Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang

baru terdiagnosis DMT2 melalui pemeriksaan:

(a) Profil lipid dan kreatinin serum.

(b) Urinalisis dan albumin urin kuantitatif.

(c) Elektrokardiogram.

(d) Foto sinar-X dada

(e) Funduskopi dilatasi dan pemeriksaan mata secara komprehensif oleh

dokter spesialis mata atau optometris.

(f) Pemeriksaan kaki secara komprehensif setiap tahun untuk mengenali

faktor risiko prediksi ulkus dan amputasi: inspeksi, denyut pembuluh

darah kaki, tes monofilament 10g, dan Ankle Brachial Index (ABI).

b. Penatalaksanaan secara khusus

Menurut Perkeni, (2019) Penatalaksana DM dimulai dengan pola

hidup sehat, dan bila perlu dilakukan intervensi farmakologis dengan obat

antihiperglikemia secara oral dan suntikan.

a) Edukasi

Edukasi merupakan tujuan promosi hidup sehat, sehingga harus

dilakukan sebagai upaya pencegahan dan merupakan bagian yang

sangat penting bagi pengelolaan glukosa darah pada kasus Diabetes

Melitus secara holistik.Edukasi secara individu dan pendekatan

berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan prilaku

yang berhasil. Adapun prilaku yang diinginkan antara lain adalah :

1. Mengikuti pola makan sehat

2. Meningkatkan kegiatan jasmani


22

3. Menggunakan obat diabetes pada keadaan khusus secara aman dan

teratur.

4. Melakukan pemantaun glukosa darah mandiri (PGDM) dan

memanfaatkan data yang ada.

b) Terapi Nutrisi Medis (TNM)

Salah satu pilar pengelolaan diabetes yaitu dengan terapi nutrisi

atau merencankan pola makanan agar tidak meningkatkan indeks

glikemik kasus Diabetes Melitus. Faktor yang dapat berpengaruh

terhadap respon glikemik makanan yaitu cara memasak, proses

penyiapan makan, bentuk makanan serta komposisi yang terdapat pada

makanan (karbohidrat, lemak dan protein), yang dimaksud dengan

karbohidrat adalah gula, tepung dan serat. Jumlah kalori yang masuk

dari makanan yang berasal dari karbohidrat lebih penting daripada

sumber atau macam karbohidratnya (Utomo, 2011). Dengan komposisi

yang dianjurkan (Perkeni, 2015) yaitu :

1. Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45%-65% total asupan energy.

2. Lemak

Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak

diperkenankan melebihi 30% total asupam energy.

3. Protein

Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energy.

c) Latihan jasmani
23

Latihan jasmani merupakan salah satu pilar pengelolaan

Diabetes Melitus. Latihan jasmani merupakan suatu gerakan yang

dilakukan oleh oto tubuh dan anggota gerak tubuh lainnya yang

memerlukan energi disebut dengan latihan jasmani. Latihan jasmani

yang dilakukan setiap hari dan teratur (3-4 kali seminggu selama

kurang lebih 30-45 menit). Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan

dengan umur dan status kesegaran jasmani.

d) Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi diberikan secara bersamaan dengan

terapi nutrisi yang dianjurkan serta latihan jasmani. Terapi

farmakologi terdiri atas obat hipoglikemik oral (OHO) dapat dibagi

menjadi 5 yaitu :

1. Pemicu sekresi insulin (insuli secretagogue) : sulfriturea dan

glirid

2. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin dan

tiazolidindon

3. Penghambat absorbs glukosa di saluran pencernaan : penghambat

glucosidase alfa.

4. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

5. Penghambat SGLT-2 (Sodiumglucose Co-transporter 2)

e) Pemantauan Glukosa Darah Mandiri

Pemantaun Glukosa darah mandiri (PGDM) merupakan

pemeriksaan glukosa darah secara berkala yang dapat dilakukan

oleh kasus Diabetes Melitus yang telah mendapatkan edukasi dari


24

tenaga kesehatan terlatih. PGDM dapat memberikan informasi

tentang variabilitas glukosa darah harian seperti glukosa darah

setiap sebelum makan, satu atau dua jam setelah makan, atay

sewaktu-waktu pada kondisi tertentu. Penelitian menunjukkan

bahwa PGDM mampu memperbaiki pencapaian kendali glukosa

darah, menurunkan morbiditas, mortalitas serta menghemat biaya

kesehatan jangka panjang yang terkait dengan komplikasi akut

maupun kronik (Perkeni, 2019).

3. Diagnosa Diabetes Melitus

Diagnosis dini penyakit Diabetes Melitus sangat menentukan

perkembangan penyakit Diabetes Melitus pada penderita. Seseorang yang

menderita Diabetes Melitus tetapi tidak terdiagnosis dengan cepat mempunyai

resiko yang lebih besar menderita komplikasi dan kesehatan yang memburuk

(WHO,2016).

Diagnosis Diabetes Melitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar

glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan

glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil

pengobatan dapat dilakukan dengan glucometer. Diagnosis tidak dapat

ditegakkan atas dasar adanya glukosuria (Perkeni, 2019).

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.

Kecurigaan adanya Diabetes Melitus dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik

Diabetes Melitus seperti dibawah ini:


25

1) Keluhan klasik Diabetes Melitus berupa poliuria, polifagia, dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2) Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Kriteria diagnosis Diabetes Melitus menurut Perkeni (2015) adalah sebagai

berikut:

a. Pemeriksaan glukosa plasma puasa > 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak

ada asupan kalori minimal 8 jam.

b. Pemeriksaan glukosa plasma> 200 mg/dl 2-jam setelah tes Toleransi Glukosa

Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.

c. Pmeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl dengan keluhan klasik.

d. Pemeriksaan HbA1c > 6,5% dengan menggunakan metode yang

terstandarisasi oleh National Glychaemoglobin Standarization Program

(NGSP).

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria

Diabetes Melitus digolongkan kedalam kelompok prediabetes yang meliputi

toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

1. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) : hasil pemeriksaan glukosa plasma

puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam

<140 mg/dl.

2. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) hasil pemeriksaan glukosa plasma 2-

jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa<100

mg/dl

3. Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT.


26

4. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan

HbA1c yang meunjukkan angka 5,7-6,4%.

B. Konsep Relaksasi

1. Teknik Relaksasi

a. Defenisi Teknik Relaksasi

Relaksasi adalah suatu teknik yang dapat membuat pikiran dan tubuh

menjadi rileks melalui sebuah proses yang secara progresif akan melepaskan

ketegangan otot di setiap tubuh (Potter & Perry, 2010). Teknik relaksasi

berguna dalam berbagai situasi, misalnya nyeri, cemas, kurangnya

kebutuhan tidur, stress, serta emosi yang ditunjukkan. Relaksasi memelihara

reaksi tubuh terhadap respon fight or flight, penurunan respirasi, nadi, dan

jumlah metabolic, tekanan darah dan energy yang digunakan (Potter &

Perry, 2010).

b. Macam-macam Teknik Relaksasi

1) Napas dalam

Latihan pernapasan terdiri atas latihan dan praktik pernapasan

yang dirancang dan dijalankan untuk mencapai ventilasi yang lebih

terkontrol (Smeltzer & Bare, 2009).

2) Relaksasi Otot Progresif

Relaksasi otot progresif merupakan teknik relaksasi yang

terdiri atas penegangan dan pelepasan otot tubuh secara berurutan

dan individu yang melakukan teknik ini dapat merasakan

perbedaanya. Relaksasi progresif sangat baik dilakukan bila pasien


27

dalam posisi berbaring pada bantalan yang lunak atau lantai dan di

ruang yang tenang (Smeltzer & Bare, 2009).

3) Biofeedback

Biofeedback merupakan terapi perilaku yang dilakukan dengan

memberikan individu informasi tentang respon fisiologis. Terapi ini

untuk menghasilkan relaksasi dalam dan sangat efektif untuk

mengatasi ketegangan otot dan nyeri kepala. Teknik ini merupakan

teknik yang digunakan untuk membiasakan perilaku otomatis

manusia (Smeltzer & Bare, 2009).

4) Relaksasi Benson .

Relaksasi benson atau relaksasi religious merupakan

pengembangan dari respon relaksasi yang dikembangkan oleh

benson, dimana relaksasi ini merupakan gabungan antara relaksasi

dengan keyakinan agama yang dianut. Relaksasi benson merupakan

pengembangan metode respon relaksasi pernafasan dengan

melibatkan faktor keyakinan pasien, yang dapat menciptakan suatu

lingkungan internal sehingga dapat membantu pasien mencapai

kondisi kesehatan dan kesejahteraan yang lebih tinggi.

2. Relaksasi Benson

Menurut Purwanto dalam Riyani, (2016) dalam metode meditasi terdapat

juga meditasi yang melibatkan faktor keyakinan yaitu meditasi transcendental.

Meditasi ini dikembangkan oleh Mahes Yogi dengan mengambil objek meditasi
28

frase atau mantra yang di ulang-ulang secara ritmis dimana frase tersebut

berkaitan erat dengan keyakinan agama yang dianut. Respon relaksasi yang

melibatkan keyakinan yang dianut akan mempercepat terjadinya keadaan rileks

dengan kata lain kombinasi respon relaksasi dapat melibatkan keyakinan akan

melipat gandakan manfaat yang didapat dari respon relaksasi.

Menurut (Benson dalam Riyani, 2016) penggunaan frase yang bermakna

dapat digunakan sebagai fokus keyakinan, sehingga dipilih kata yang memiliki

kedalaman keyakinan. Dengan menggunakan kata atau frase dengan makna

khusus akan mendorong efek yang menyehatkan. Semakin kuat keyakinan

seseorang bercampur dengan respon relaksasi, maka semakin besar pula efek

relaksasi yang didapat. Pilihan frase yang dipilih sebaiknya singkat untuk

diucapkan dalam hati saat mengambil dan menghembuskan nafas secara normal.

Teknik relaksasi ini berguna dalam berbagai situasi, misalnya nyeri, cemas,

kurangnya kebutuhan tidur, stress serta emosi yang ditunjukkan, dengan

relaksasi memelihara reaksi tubuh terhadap respon flight or flight, penurunan

respirasi, nadi, dan jumlah metabolik, tekanan darah dan energy yang digunakan

(Sajili, 2019).

3. Tujuan Relaksasi Benson

Tujuan dari relaksasi secara umum adalah untuk mengendurkan

ketegangan yaitu jasmaniah yang pada akhirnya megakibatkan mengendurkan

ketegangan jiwa. Teknik ini dilakukan dapat bersifat respiratori yaitu dengan

mengatur aktivitas bernafas atau bersifat otot. Latihan relaksasi pernafasan

dilakukan untuk mengatur mekanisme pernafasan yaitu pada irama dan


29

intensitas yang lebih lambat dan dalam. Keteraturan dalam bernafas terutama

irama yang tepat dapat menyebabkan tubuh menjadi rileks (Wiramihardja, 2006

& Handayati, 2016).

4. Prosedur Teknik Relaksasi Benson.

Langkah-langkah Relaksasi Benson menurut Datak (2008), dalam

Oktavia, (2017), adalah :

a. Membentuk suasana sekitar tenang, menghindarkan dari kebisingan.

b. Mengambil posisi tidur terlentang atau duduk yang dirasakan paling nyaman.

c. Memejamkan mata dengan pelan tidak perlu untuk dipaksakan sehingga tidak

ada tegangan otot sekitar mata.

d. Merelaksasikan tubuh untuk mengurangi ketegangan otot, mulai dari kaki

sampai ke wajah.

e. Lemaskan kepala, leher, dan pundak dengan memutar kepala dan

mengangkat pundak perlahan-lahan.

f. Menarik nafas dalam melalui hidung, dan juga mulut tetap tertutup, hitungan

sampai 3 tahan selama inspirasi.

g. Kemudian hembuskan lewat bibir seperti meniup dan ekspirasi secara

perlahan dan lewat sehingga terbentuk suara hembusan tanpa

mengembungkan dari pipi.

h. Membaca kalimat-kalimat sesuai keyakinan, misalnya jika beragama islam

membaca istigfar atau mendengarkan Murattal Al-Quran.

i. Membuka mata. Bila sudah selesai tetap bebaring dengan tenang beberapa

menit.
30

5. Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap Kadar Gula Darah.

Relaksasi Benson mengurangi stress sehingga memiliki dampak positif

pada kadar gula darah menurunkan pada penderita Diabetes Melitus. Relaksasi

Benson memiliki keunggulan selain metodenya yang sederhana karna bertumpu

pada usaha nafas dalam yang diselingi dengan permohonan kepada Tuhan Yang

Maha Kuasa, teknik ini juga dapat dilakukan kapan saja tanpa membutuhkan

ruangan yang sangat khusu (Yosep 2007, dalam Aryana & Novitasari, 2013).

Kondisi stress menyebabkan produksi berlebih pada kortisol, kortisol

adalah suatu hormone yang melawan efek insulin dan menyebakan kadar gula

darah tinggi, jika seorang mengalami stress berat yang dihasilkan dalam

tubuhnya, maka kortisol yang dihasilkan akan semakin banyak, ini akan

megurangi sensitivitas tubuh terhadap insulin. Kortisol merupakan musuh dari

insulin sehingga membuat kadar glukosa lebih sulit untuk memasuki sel dan

meningkatkan gula darah (Watkins 2010, dalam Juwita,dkk, 2016).

Proses pernafasan pada relaksasi benson merupakan proses masuknya O2

melalui saluran nafas kemudian masuk ke paru dan diproses ke dalam tubuh,

kemudian selanjutnya diporoses dalam paru-paru tepatnya di bronkus dan di

edarkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh vena dan nadi untuk memenuhi

kebutuhan akan O2. Apabila O2 dalam untuk tecukupi maka manusia berada

dalam konsisi seimbang. Kondisi ini akan menimbulkan keadaan rileks secara

umum pada manusia dan diteruskan ke Hipotalamus (Taylor 2001 dalam

Aryana & Novitasari, 2013).


31

Relaksasi tersebut dapat menurunkan kadar glukosa darah pada pasien

diabetes dengan menekan kelebihan pengeluaran hormone-hormon yang dapat

meningkatkan kadar glukosa darah yaitu : epinefrin, kortisol, glucagon,

adrenocoticotropic hormone (ACTH), kortikosteroid, dan tiroid (Smeltzer,dkk,

2008, Greinstein & Wood, 2010). Mekanisme penurunan kadar gula darah

melalui relaksasi, yaitu dengan cara menekan pengeluaran epinefrin sehingga

menghambat konversi glikogen menjadi glukosa, menekan pengeluaran kortisol

dan menghambat metabolism menjadi glukosa, sehingga asam amino, laktat,

dan pirufat tetap disimpan di hati dalam bentuk glikogen sebagai energy

cadangan. Menekan pengeluaran glukogon sehingga dapat mengkonversi dalam

hati menjadi glukosa, menekan ACTH dan glukokortikoid pada korteks adrenal

sehingga dapat menekan pemebentukan glukosa baru oleh hati, disamping itu

lipolysis dan katabolisme karbohidrat dapat ditekan, yang dapat menurunkan

kadar glukosa darah (Smeltzer, dkk, 2008 & Donelly, 2014).

Menurut penelitian yang dilakukan juwita, dkk (2016) populasi dalam

penelitian adalah semua lansia penderita Diabetes Melitus. Proses penelitian

dilakukan selama 20 menit dan dilakukan selama 1 minggu. Hasil penelitian

didapatkan adanya penurunan kadar gula darah pada responden ini dibuktikan

dengan adanya lebih rendahnya kadar gula darah pada pasien diabetes melitus.

Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan (Ulum, 2015).

Sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh Ratnawati, dkk (2017)

pentingnya meditasi yang terdapat pada relaksasi benson berupa pengulang-

ulangan kata/frase, sikap pasif merupakan hal yang esensal. Mekanisme

penurunan kadar gula darah dengan relaksasi benson melalui penurunan stress
32

fisik dan psikologis yang akan menurunkan epinefrin, kortisol, glucagon dan

hormone tirod. Terapi relaksasi benson termodifikasi menggunakan paduan dari

meditasi, relaksasi pernafasan dalam dan relaksasi progresif otot dilengkapi

dengan music.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Cahyati, dkk (2020) penurunan kadar

glukosa darah dengan olahraga dan diet merupakan terapi utama pada pasien

Diabetes Melitus, namun selain itu teknik relaksasi dapat mengurangi tingkat

stress dan cemas, yang pada akhirnya akan berdampak baik dalam menurunkan

kadar glukosa dalam darah.


33

A. Kerangka Teori
DM

Hiperglikemi
(Kadar gula darah )

Tidak terkontrolnya gula


Stress, kecemasan dan rasa
darah
tidak nyaman

Komplikasi
Penatalaksanaan diabetes
melitus 1. Komplikasi diabetes
melitus akut yaitu :
a. Hipoglikemia
b. Hiperglikemia
Farmakologi Non farmakologi c. Ketoasidosis
diabetic (KAD)
d. Hyper osmolar
hyperglycemic state
Teknik Relaksasi (HHS)
2. Komplikasi diabetes
1. Nafas Dalam
melitus kronis
2. Relaksasi otot progresif
a. Retinopasti diabetic
3. Biofeedback
b. Nefropati diabetic
4. Relaksasi Benson c. Neuropati diabetic

Teknik Relaksasi Benson

pengembangan metode respon relaksasi


pernafasan dengan melibatkan faktor
keyakinan dan menciptakan lingkungan
yang tenang.

Menurunkan hormone epinefrin, kortisol,


glucagon,ACTH, kortikosteroid, dan tiroid.

Terjadinya Penurunan kadar gula darah

Tabel 2.2 Sumber : Heru (2008), Santoso (2014),Smeltzer, dkk, 2008),

(Greinstein & Wood, 2010).


34

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang hubungan

atau kaitan antara konsep-konsep atau variable-variabel yang akan diamati atau

diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2012).

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang

hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Variabel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah variable independen dan variabel

dependen.

Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi atau

variabel lain atau disebut sebagai variable stimulus yang menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2014). Variabel bebas

pada penelitian ini adalah Teknik Relaksasi Benson.

Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh

variabel lain atau menjadi akibat dari adanya variabel bebas dan sering disebut

sebagai variabel output, kriteria, atau konsekuen. Variabel terikat pada

penelitian ini adalah kadar gula darah pada pasien Diabetes Melitus.

34
35

Variabel independen variabel dependen

Kadar gula darah pada


Teknik Relaksasi Benson
pasien Diabetes Melitus

Skema 3.1 Kerangka Konsep

B. Hipotesa

Hipotesa adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul

(Hasdianah, dkk 2015). Hipotesis pada penelitian ini adalah:

Ha : Adanya pengaruh teknik relaksasi Benson terhadap kadar gula

darah sesudah dilakukan pada pasien Diabetes Melitus di Wilayah Puskesmas

Tigo Baleh Kota Bukittinggi 2021.

Ho : Tidak ada pengaruh teknik relaksasi Benson terhadap kadar gula

darah sesudah dilakukan pada pasien Diabetes Melitus di Wilayah Puskesmas

Tigo Baleh Kota Bukittinggi 2021.


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang dilakukan menggunakan desain Quasi-eksperimen

dengan rancangan pretest – posttest control group design. Rancangan ini

mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan melibatkan dua kelompok

subjek. Dua kelompok tersebut yaitu kelompok kontrol dan kelompok yang

diperlakukan dengan intervensi. Kelompok intervensi diamati pada saat

sebelum dan sesudah diberikan intervensi, sehingga perbedaan antara kondisi

awal (pre-test) dan setelah (post-test) intervensi serta perbandingan dengan

kelompok kontrol pada percobaan dapat terlihat (Dharma, 2011).

Pada desain penelitian memberikan perlakuan (Teknik relaksasi Benson)

pada kelompok intervensi sedangkan kelompok kontrol (pembanding) tidak

diberikan perlakuan seperti kelompok intervensi. Pengaruh dinilai dengan cara

membandingkan nilai rat-rata pretest dan posttest pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol (Notoatmodjo, 2012).

Berikut skema Pretest-Post test control group desaign menurut Dharma,

(2011) :

R1 : Q1 X1 Q2

R
R2 : Q1 X0 Q2

36
37

Keterangan :

R : Responden penelitian

R1 : Responden kelompok perlakuan

R2 : Responden kelompok kontrol

Q1: Pre test pada kedua kelompok sebelum perlakuan

Q2 : Post test setelah perlakuan

X1: Intervensi pada kelompok perlakuan

X0 : Tanpa ada intervensi pada kelompok kontrol

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Puskesmas Tigo Baleh tahun 2021.

2. Waktu penelitian

Waktu Penelitian ini telah dilakukan pada bulan 12 juli – 11 augustus

tahun 2021.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik

tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2011). Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh pasien diabetes melitus di Wilayah Keeja Puskesmas Tigo

Baleh di Bukittinggi dengan jumlah populasi di tahun 2020 sebanyak 328

orang.
38

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut (Sugiyono, 2014). Untuk menentukan ukuran besar sampel pada

penelitian ini, peneliti menggunakan rumus besar sampel penelitian

menggunakan rumus Lameshow menurut Ariawan (1998) yaitu :

N . z2 . p . q
n=[ ]
d ( N −1 )+ z2 . p . q

¿¿

315,0112
¿[ ]
17,3104

= 18, 19 dibulatkan menjadi 18 responden

n = ukuran sampel/ jumlah responden

N = ukuran populasi

Z = 1,96 (Deviat baku alfa, kesalahan tipe 1 ditetapkan sebesar 5%)

P = perkiraan proporsi, proporsi tidak diketahui (0,5)

q = 1-p (0,5)

d = tingkat kesalahan yang dipilih 5% (0,5)

Jumlah sampel yang di teliti pada penelitian ini tanpa ada drop out.

Perhitungan yang dilakukan mendapatkan besar sampel sejumlah 36

responden yaitu pasien Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo

Baleh Kota Bukittinggi pada tahun 2021 yang memenuhi sarat Inklusi.

D. Kriteria Inklusi dan Ekslusi


39

1. Kriteria Inklusi

Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setia

anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Nursalam, 2016).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Bersedia menjadi responden

b. Pasien yang mendapatkan pengobatan antihiperglikemia oral.

c. Pasien berumur ≥ 35 tahun.

2. Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil

sebagai sampel (Notoadmojo, 2012). adapun kriteria ekslusi pada penelitian

ini adalah :

a. Pasien diabetes melitus yang tidak mampu memahami dan diajak

komunikasi.

b. Pasien yang mempunyai gangguan pendengaran berdasarkan keterangan

catatan medis.

c. Pasien yang mengalami gangguan mental.

d. Pasien yang hipoglikemia.

E. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah mengartikan variabel secara operasional

berdasarkan pada karakteistik yang diamati baik secara observasi maupn

pengukuran tehadap suatu objek (Hidayat, 2014). Dibawah ini pada (Tabel

4.1) adalah defenisi-defenisi operasional berkaitan dengan variabel-variabel

penelitian.
40

Tabel 4.1 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat ukur Skala ukur Hasil ukur


Operasional
1. Independent Teknik relaksasi Standart - -
Terapi dengan cara Operating
Relaksasi menggabungkan Procedure
Benson teknik respons (SOP),
relaksasi dengan Glukometer
system keyakinan dan lembar
yang dianut Obeservasi
individu atau faith
factor (terfokus
pada ungkapan
tertentu berupa
nama tuhan, atau
kata bermakna
menenangkan)
diucapkan berulang
kali dengan ritme
teratur disertai
sikap pasrah serta
melibatkan focus
pemikiran
2. Dependen Kadar gula darah Glucometer Rasio Nilai
kadar gula pada pasien kadar gula
darah pada diabetes di Wilayah darah
pasien Kerja Puskesmas sewaktu
diabetes Tigo Baleh
melitus Bukittinggi diukur
sebelum intervensi
dan setelah
intervensi

F. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian adalah alat yang digunakan untuk megumpulkan data

dalam suatu penelitian. Instrument penelitian adalah alat yang dipakai untuk

memperoleh, mengelola dan menginterprestasikan informasi dari para

responden yang dilakukan dengan pola pengukuran yang sama ( Nasir, 2011).

Instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah instrument

fisiologis. Instrument fisiologis adalah instrument yang digunakan untuk

mengukur atribut fisik dengan alat ukur terstandarisasi (Dharma, 2011).

Instrument fisiologis tersebut adalah glucometer, gula darah stik, jarum (blood
41

lancet), kapas alcohol, handscoen dan meteran glukosa dengan SOP,

kemudian Lembar Observasi pengukuran kadar gula darah yang berisi umur,

jenis kelamin, pekerjaan, kadar gula darah pre test dan post test dan lama

penderita, penjelasan tentang SOP dapat diketahui oleh sumber (Benson &

Proctor, 2000 dalam Solehati, 2015).

G. Etika Penelitian

Etika penelitian menurut Sajili (2019) :

1. Informed Consent.

Bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan

memberikan lembar persetujuan, diberikan sebelum penelitian dilakukan

jika responden bersedia maka harus menandatangani lembar persetujuan,

jika responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak

responden.

2. Anominity (Tanpa Nama)

Masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan responden

penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencatumkan nama

responden pada lembar atau ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan dan hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Memberikan jaminan hasil, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya, secara informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahsiaannya

oleh peneliti (Hidayat, 2012).


42

H. Metode pengumpulan data

Peneliti memulai proses belajar data dengan meminta surat pengantar dari

STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi kepada Kesbangpol Bukittinggi, setelah itu

peneliti mengantar surat dari Kesbangpol kebagian Dinas kesehatan kota

Bukittinggi, lalu peneliti megantar surat kebagian puskesmas Tigo Baleh

Bukittinggi. Peneliti meminta izin kepada kepala ruangan (Karu) di

puskesmas. Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti mengobservasi untuk

menentukan atau memilih sampel yang berdasarkan kriteria inklusi dan

eksklusi.

Setelah responden menentukan informasi barulah peneliti mulai

melakukan penelitian dengan melakukan observasi sesuai dengan Standar

Operasional Prosedur (SOP) yang telah disediakan, selanjutnya peneliti

megukur responden dengan alat Glukocek. Data yang sudah lengkap

kemudian diolah degan menggunakan computer dan menganalisis data yang

telah diolah.selanjutnya tahap penyusunan laporan dan penyajian hasil

penelitian. Setelah penelitian selesai dilaksanakan, kemudian disusun dalam

sebuah laporan penelitian yang akan dipertanggung jawabkan kepada peneliti

Permohonan izin pelaksanaan penelitian didapatkan dari STIkes Yarsi Bukittinggi

Permohonan yang diperoleh dikirim ketempat Kesbangpol Bukittinggi


43

Permohonan yang diperoleh dikirim ke tempat DINKES kota Bukittinggi

Permohonan yang diperoleh dikirim ke tempat penelitian puskesmas Tigo Baleh


Bukittinggi

Peneliti menjelaskan kepada responden tentang tujuan, manfaat penelitian dan prosedur
pengumpulan data

Peneliti meminta persetujuan kepada responden untuk menandatangani informed consent


sebagai betuk persetujuan bersedia menjadi responden

Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol

Melakukan pengukuran kadar gula


Melakukan pengukuran kadar gula
darah (pre test) sebelum dilakukan
darah (pre test) pada hari pertama
teknik relaksasi Benson dengan
dengan alat ukur glucometer.
alat ukur glukometer

Melakukan intervensi teknik


relaksasi Benson dengan durasi 15- Melakukan pengukuran kadar gula
20 menit selama 3 hari berturut- darah (post test) dengan alat ukur
turut dalam sehari dilakukan satu glucometer pada hari terakhir.
kali intervensi.

Melakukan pengukuran kadar gula


darah (post test) setelah dilakukan
teknik relaksasi Benson dengan alat
ukur glucometer pada hari terakhir.
44

Hasil kadar gula darah pre test dan post test di catat di lembar observasi

Gambar 4.1 bagian prosedur pengambilan data penelitian

I. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan salah satu langkah yang penting. Hal ini

disebabkan karena data yang diperoleh langsung dari penelitian masih mentah,

belum memberikan informasi dan belum siap untuk disajikan. Untuk itu agar

memperoleh hasil yang berarti serta kesimpulan yang baik, diperlukan

pengolahan data yang dilakukan melalui 4 tahapan :

a. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data

yang diperoleh atau dikumpulkan

b. Coding

Coding adalah kegiatan pemberian kode numeric (angka) terhadap

data yang terdiri atas beberapa kategori.

1) Umur

3 = 36-45

4 = 46-55

5 = 56-64

2) Jenis kelamin

1 = laki-laki

2 = perempuan

3) Pendidikan
45

2 = SMP

3 = SMA

4 = PT

4) Pekerjaan

1 = tidak bekerja

2 = PNS

3 = Wiraswasta

4 = Swasta

5 = Lain-lain

5) Lama menderita

1 =< 5 tahun

2 = 6-10 tahun

3 = > 10 tahun

c. Entry data

Kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam

master tabel atau data base computer, kemudian mebuat distribusi

frekuensi sederhana atau bisa juga membuat tabel kotogensi

d. Cleaning data

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry

apakah ada kesalahan atau tidak.

J. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa Univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik

masing-masing variabel yang diteliti. Untuk data numeric digunakan nilai


46

mean, median dan standar deviasi. Pada hasil univariat didapatkan distribusi

frekuensi karakteristik responden berdasarkan : Jenis kelamin, usia dan

lama menderita diabetes melitus.

2. Analisa Bivariat

Analisa Bivariat adalah data yang dilakukan pada dua variabel yang

diduga mempunyai hubungan atau korelasi (Notoatmodjo, 2012). Analisis

bivariat dilakukan uji normalitas yaitu dengan uji Shapiro Wilk untuk

menentukan sebaran data pada sebuah kelompok berdistribusi normal, jika

didapatkan hasil berdistribusi normal dengan nilai signifikan lebih besar

(>0,05), serta uji stastistic yang digunakan yaitu Independen t-test yaitu

untuk menguji beda mean 2 kelompok independen (2 kelompok yang

berbeda). Analisa Bivariat akan menguraikan perbedaan rata-rata kadar gula

darah sebelum dan sesudah diberikan perlakuan teknik relaksasi Benson

pada kelompok intervensi dan perbedaan rata-rata kadar gula darah sebelum

dan sesudah pada kelompok control tanpa perlakuan, dengan tingkat

kepercayaan 95% atau nilai p = 0,05. Untuk melihat hasil kemaknaan

perhitungan statistic digunakan batasan bermakna α = 0,05 dimana nilai p ≤

0,05 maka hasil uji statistic bermakna, artinya Ha diterima. Jika nilai p >

0,05 maka secra stastic disebut tidak bermakna, artinya Ha ditolak.


BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Penelitian

Penelitian tentang “ Pengaruh teknik relaksasi Benson terhadap Kadar gula

darah pada pasien Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh

Kota Bukittinggi Tahun 2021”. Penelitian ini telah dilakukan terhadap 2

kelompok, yaitu intervensi dan control sebanyak 36 orang penderita di

wilayah Kerja Pusekesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi pada tanggal 28 juli-

3 augustus 2021 selama 3 hari berturut-turut dan dilakukan selama 15 menit

dalam satu hari kepada masing-masing responden.

Puskesmas tigo baleh adalah salah satu puskesmas di 8 kelurahan yaitu

Kelurahan Belakang Balok, Kelurahan Sapiran, Kelurahan Birugo, Kelurahan

Aur Kuning, Kelurahan Pakan Labuah, Kelurahan Kubu Tanjuang, Kelurahan

Ladang Cakiah dan Kelurahan Parit Antang.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat glucometer untuk

pemeriksaan kadar gula darah sebelum dan sesudah diberikan perlakuan pada

kelompok intervensi dan pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah tanpa

diberi perlakuan yang berjumlah 36 orang yang dipilih sesuai kriteria inklusi

yang telah ditetapkan.

47
48

Tabel 5.1 Karakteristik Responden Pasien Menderita Diabetes Melitus di

Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Tahun 2021.

Karakteristik Kelompok Jumlah


Responden Eksperimen Control
n % n %
Umur
36 - 45 Tahun 4 22,2 5 27,8
46 – 55 Tahun 5 27,8 7 38,9
56 – 65 Tahun 9 50,0 6 33,3

Jenis Kelamin
Laki-laki 7 38,9 7 38,9
Perempuan 11 61,1 11 61,1

Pendidikan
SMP 4 22,2 -
SMA 10 55,6 13 72,2
PT 4 22,2 5 27,8

Pekerjaan
Tidak Bekerja 2 11,1 2 11,1
PNS 2 11,1 2 11,1
Wiraswasta 3 16,7 3 16,7
Swasta 5 27,8 5 27,8
dll 6 33,3 6 33,3

Lama Menderita
< 5 Tahun 7 38,9 11 61,1
6-10 Tahun 9 50,0 6 33,3
< 10 Tahun 2 11,1 1 5,6

Jumlah 18 100 18 100

Berdasarkan tabel 5.1 di atas dapat diketahui gambaran karakteristik

kelompok eksperimen dan kontrol yaitu: pada kelompok eksperimen

mayoritas berjenis perempuan begitu juga dengan kelompok kontrol dengan

responden yaitu 50,0% (11 orang), dari segi usia pada kelompok eksperimen

berusia 56 – 65 tahun keatas dengan responden 50% (9 orang) sedangkan pada

kelompok kontrol berusia 46-55 tahun dengan responden 38,9% (7 orang),

pada kelompok eksperimen dan kontrol mayoritas masih bekerja dengan


49

responden 88,9% (32 orang), dan sebanyak 55,6% (10 orang) tamatan SMA

pada kelompok eksperimen pada kelompok kontrol sebanyak 72,2% (13

orang) tamatan SMA dan lama menderita Diabetes Melitus pada kelompok

eksperimen yaitu 6-10 tahun dengan responden 50% (9 orang) pada kelompok

kontrol < 5 tahun dengan responden 61,1% (11 orang) .

B. Analisa Univariat

Analisis Univariat dilakukan guna melihat statisitik deskriptif meliputi

mean, standar deviasi, median, dan nilai minimum, nilai maksimum untuk dua

pengukuran (sebelum dan sesudah pemberian teknik relaksasi Benson).

Tabel 5.2 Rata-Rata Kadar Gula Darah Sebelum Dilakukan Teknik

Relaksasi Benson Pada Kelompok Eksperimen Dan Kelompok

Control Pasien Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo

Baleh Tahun 2021.

Kelompok N Rata-rata Standar Minimal- 95% CI


Deviasi Maksimum
Eksperime 18 224,06 31,351 170-279 208,47-
n 239,65
Control 18 222,33 29,330 169-271 207,75-
236,92

Berdasarkan tabel 5.2 diatas, dapat dilihat analisa rata-rata kadar gula

darah sebelum intervensi pada kelompok eksperimen adalah 224,06 mg/dl,

dengan standar deviasi 31,351, Kadar gula darah terendah 170 mg/dl dan

kadar gula darah tertinggi 279 mg/dl. Dari hasil estimasi interval dapat

disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kadar gula darah sebelum

intervensi pada kelompok eksperimen adalah 208,47 – 239,65 mg/dl.


50

Rata – rata kadar gula darah sebelum intervensi pada kelompok kontrol

adalah 222,33 mg/dl, dengan standar deviasi 29,330. Kadar gula darah

terendah 169 mg/dl dan kadar gula darah tertinggi 271 mg/dl. Dari hasil

estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kadar gula

darah sebelum intervensi pada kelompok kontrol adalah 207,75-236,92 mg/dl.

Tabel 5.3 Rata-Rata Kadar Gula Darah Sesudah Dilakukan Teknik

Relaksasi Benson Pada Kelompok Eksperimen Dan Kelompok

Control tanpa perlakuan Pasien Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja

Puskesmas Tigo Baleh Tahun 2021.

Kelompok n Rata-rata Standar Minimal- 95% CI


Deviasi Maksimum
Eksperime 18 188,665 26,353 144-230 175,56-
n 201,77
Control 18 200,89 29,031 149-245 186,45-
215,33

Berdasarkan tabel 5.2 diatas, dapat dilihat analisa rata-rata kadar gula

darah sesudah intervensi pada kelompok eksperimen adalah 188,665 mg/dl,

dengan standar deviasi 26,353, Kadar gula darah terendah 144 mg/dl dan

kadar gula darah tertinggi 230 mg/dl. Dari hasil estimasi interval dapat

disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kadar gula darah sesudah intervensi

pada kelompok eksperimen adalah 175,56-201,77 mg/dl.

Rata – rata kadar gula darah sesudah pada kelompok kontrol tanpa

diberikan perlakuan adalah 200, 89 mg/dl, dengan standar deviasi 29,031.

Kadar gula darah terendah 149 mg/dl dan kadar gula darah tertinggi 245

mg/dl. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini
51

rata-rata kadar gula darah sesudah pada kelompok kontrol tanpa diberikan

perlakuan adalah 186,45-215,33 mg/dl.

C. Analisa Bivariat

Analisa bivariate dilakukan untuk melihat perbandingan penurunan kadar

gula darah antara kelompok intervensi dan kelompok control sebelum dan

sesudah diberikan perlakuan.

Tabel 5.4 perbedaan kadar gula darah sebelum dan sesudah Intervensi

pada kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol pasien

penderita Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo

Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2021.

Pengukuran N Mean Standar P value


Deviasi
Eksperimen
-sebelum 18 224,06 31,351
-sesudah 18 188,665 26,353

Kontrol 0,000
-sebelum 18 222,335 29,330
-sesudah 18 200,89 29,031

Penelitian ini dilakukan Uji normalitas yaitu Uji Shapiro Wilk untuk

menentukan sebaran data pada sebuah kelompok berdistribusi normal, hasil

data yang didapatkan penelitian ini berdistribusi normal dengan nilai

signifikan lebih besar (>0,05), oleh karena itu uji statistik yang digunakan

yaitu uji parametric Independen T-tes untuk melihat perbedaan rata-rata kadar

gula darah pada kedua kelompok yang berbeda yaitu kelompok intervensi dan

kelompok kontrol.
52

Data dianalisa dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 5%) atau nilai p=

0,05. Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistic digunakan batasan

kemaknaan α = 0,05, sehingga nilai Sig(2-tailed) p ≤ 0,05 maka hasil uji

statistic bermakna, berarti ada perbedaan kadar gula darah sebelum dan

sesudah dilakukan Teknik Relaksasi Benson pada pasien penderita diabetes

melitus (Ho ditolak, Ha diterima).

Terlihat rata-rata perbedaan rata-rata kadar gula darah sebelum dan

sesudah diberikan perlakuan teknik relaksasi benson pada kelompok intervensi

dan kelompok kontrol tanpa perlakuan. Hasil uji statistic dieperoleh p = 0,000

dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kadar gula darah sebelum dan

sesudah diberikan perlakuan teknik relaksasi pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol tanpa perlakuan.


BAB V1

PEMBAHASAN

A. Analisa Univariat

Hasil analisa pada tabel 5.2 didapatkan rata-rata kadar gula darah sebelum

intervensi pada kelompok eksperimen adalah 224,06 mg/dl, dengan standar

deviasi 31,351. Rata-rata kadar gula darah sebelum pada kelompok kontrol

adalah 222,335 mg/dl dengan standar deviasi 29,330. Hal ini menunjukkan

kadar gula darah sebelum diberikan perlakuan pada kedua kelompok cenderung

tinggi.

Hasil ini tidak jauh beda dengan penelitian yang dilakukan Utomo, dkk

(2012) di Semarang, yang diketahui kadar gula darah sebelum melakukan

teknik relaksasi Benson yaitu 226,21 mg/dl dengan standar deviasi 14,68 mg/dl

dan rata-rata kadar gula darah sesudah kelompok Eksperimen yaitu 212,45

mg/dl dengan standar deviasi 16,36 mg/dl. Penelitian Tamrin, dkk (2020)

didapatkan rata-rata kadar gula darah sebelum pada kelompok kontrol 176,25

mg/dl dengan standar deviasi 8,77 mg/dl dan rata-rata kadar gula darah pada

kelompok kontrol yaitu 163,55 mg/dl dengan standar deviasi 8,402 mg/dl.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa peningkatan

kadar gula darah juga diepengaruhi oleh faktor usia. Penderita yang berusia

lebih dari separuh responden berusia >45 tahun berjumlah 77,8% (27 orang).

Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

Ratnawati (2018) di wilayah Puskesmas Limo Depok, yang meneliti tentang

karakteristik pasien Diabetes melitus, hasil penelitiannya menyatakan bahwa

dari 72 responden sekitar 72,2% (52 orang) berusia >45 tahun, penelitian yang

53
54

sama dilakukan oleh Hestiana (2017) di Puskesmas Tlogosari Wetan

menyatakan tingkat diabetes melitus paling banyak pada usia 45 – 65 tahun

berjumlah 65,1% (28 orang). Penelitian yang dilakukan Imelda (2018) yang

mendapatkan hasil penelitian kelompok umur terbanyak penderita diabetes

melitus adalah rentang 50-59 tahun (59,4%). Pada penelitian Kekenusa, dkk

(2020) mendapatkan hasil penelitian berupa kelompok umur >45 tahun yaitu

sebanyak 56,2%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Trisnawati

(2013) bahwa adanya hubungan signifikan pada kelompok umur lebih dari 45

tahun yang lebih beresiko menderita DM tipe 2.

Menurut Imelda mengatakan bahwa usia mempengaruhi kadar gula darah

penderita diabetes melitus karena manusia mengalami perubahan fisiologis

yang secara menurun dengan cepat terutama pada fungsi pancreas sebagai

penghasil insulin. Bertambahnya usia maka terjadi penurunan fungsi dan

integrasi mulai mengalami penurunan, kemampuan untuk mobilisasi dan

aktivitas sudah mulai berkurang sehingga muncul beberapa penyakit yang

menyebabkan status kesehatan menurun dan bertambahnya usia juga

mengalami penurunan fungsi pendengaran, penglihatan dan daya ingat seorang

pasien sehingga pasien usia lanjut akan lebih sulit menerima informasi dan

akhirnya salah paham mengenai instruksi yang diberikan oleh petugas

kesehatan.

Peningkatan usia menyebabkan perubahan metabolisme karbohidrat dan

perubahan pelepasan insulin yang dipengaruhi oleh glukosa dalam darah dan

tehambatnya pelepasan glukosa yang masuk kedalam sel karena dipengaruhi

oleh insulin. Faktor usia mempengaruhi penurunan pada semua sistem, tidak
55

terkecuali sistem endokrin. Penambahan usia menyebabkan kondisi resistensi

pada insulin yang berakibat tidak stabilnya level gula darah sehingga banyak

kejadian DM yang menyebabkan penurunan fungsi tubuh.

Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa dari 36

responden yang dilakukan peneliti didapatkan mayoritas berjenis kelamin

perempuan berjumlah 22 orang (61,1%). Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Rita (2018) di wilayah Puskesmas Nanggalo

Padang mengatakan bahwa lebih dari separuh mengalami Diabetes Melitus

berjenis kelamin perempuan berjumlah 80,4% (37 orang) dengan 46 responden.

Penelitian yang sama dilakukan oleh Hestiana (2017) di Puskesmas Tlogosari

Wetan yang meunjukkan bahwa penderita diabetes melitus di dominasi berjenis

kelamin perempuan yaitu berjumlah 63,4% (26 orang) lebih tinggi

dibandingkan laki-laki. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Rosfiati (2018)

mengatakan jenis kelamin menunjukkan bahwa pasien DM banyak terjadi pada

perempuan yaitu sebanyak 63 orang (63,6%). Menurut hasil penelitian

Wahyudi (2019) di Puskesmas Pahandut Palangakaraya menunjukkan

mayoritas responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 28 orang (60,9%).

Hasil ini sesuai dengan penelitian Marisa (2015) di Puskesmas Jayabaru Kota

Banda Aceh yang menunjukkan bahwa jumlah menderita DM pada perempuan

sebanyak 87,7% dan lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

Demikian juga dengan Penelitian Umar, dkk (2017), yang meneliti tentang

diabetes melitus di RS. Pancaran kasih Manado, hasil penelitian meyebutkan

Abahwa 75 responden sebagian besar berjenis kelamin perempuan terbanyak

berjumlah 70,7% (53 orang) memiliki kadar gula darah yang tinggi. Menurut
56

Usman (2020) menyatakan bahwa perempuan lebih tinggi terkena penyakit

diabetes melitus karena perempuan memiliki hormone estrogen dan

progesterone yang dapat mempengaruhi respon insulin sehingga kadar glukosa

dalam darah pada perempuan penderita diabetes melitus menjadi tidak

terkontrol.

Jadi dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin peremuan beresiko tinggi

mengalami diabetes melitus dikarenakan perempuan memiliki hormone

estrogen dan progesterone sehingga kadar gula darah pada pasien diabetes

melitus tidak terkontrol.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di peroleh bahwa tingkat pendidikan

terbanyak adalah SMA berjumlah 72,2% (23 orang). Penelitian ini sejalan

dengan penelitian Yosmar (2018), menunjukkan bahwa tingkat pendidikan

pada pasien Diabetes Melitus mayoritas SMA berjumlah 76,6% . hal ini sama

dengan penelitian Arimbi (2020) di Puskesmas Rejosari diperoleh tingkat

pendidikan terbanyak yaitu SMA berjumlah 31,4% (11 orang) dengan 35

responden. Berdasarkan hasil penelitian Rahma (2018), menyatakan bahwa

terdapat pengaruh faktor resiko tingkat pendidikan terhadap risiko terkena

penyakit diabetes melitus tipe 2, tingkat pendidikan yang tinggi biasanya akan

memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan, sedangkan tingkat pendidikan

rendah memliki pengetahuan penyakit diabetes melitus cenderung kurang.

Pendidikan seseorang akan mempengaruhi pola pikir kognitif, hal ini

dikarenakan dipengaruhi oleh faktor informasi yang didapatkan selama masa

pendidikan dan pengalaman yang dialami seseorang (Mubarak, dkk, 2003).


57

Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang rendah pada pasien diabetes

melitus dapat mengakibatkan kurang pengetahuan tentang pendidikan penyakit

diabetes melitus.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui gambaran karakteristik responden

memiliki pekerjaan yaitu lebih dari separuh 89,9% ( 32 orang). Hasil penelitian

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmatia (2020) bahwa dari

18 responden 12 orang yang bekerja yang mengalami peningkatan kadar gula

darah 66,6%. Pemantauan kadar gula darah pasien diabetes melitus secara

teratur merupakan bagian yang penting dari pengendalian diabetes melitus.

Menurut penelitian Rahmatia mengatakan bahwa penderita Diabetes Melitus

yang memiliki pekerjaan lebih beresiko terkena penyakit DM dikarenakan

karena pola makan dan stress akibat bekerja.

Dari hasil penelitian yang dilkaukan di peroleh bahwa lama menderita

terbanyak <5 tahun berjumlah 61,1 %. Hal ini sejalan dengan penelitian

Rahmatia (2020) tentang diabetes melitus di puskesmas kassi-kassi kota

Makassar bahwa dari 18 responden sebagian besar 61,1 % (11 orang). Hal ini

sama dengan penelitian Usman (2019) mengatakan lama menderita diabetes

melitus baru berjumlah 50,9% (28 orang). Hal ini sesuai dengan penelitian

Krismanita (2017) bahwa lama menderita <5 tahun berjumlah 54% (27 orang).

Lama menderita diabetes dengan kategori baru dapat mengakibatkan rasa

khawatir dengan kondisinya. Karena keluhan –keluhan yang dialaminya setiap

hari membuat tidak nyaman dan dapat mengakibtkan komplikasi. Menurut

penelitian Fatimah (2015) mengatakan bahwa lama menderita kurang dari 5


58

tahun disebakan karena terjadinya resistensi insulin penyebab terjadinya yaitu

karena obesitas dan kurangnya aktivitas fisik.

B. Analisa Bivariat

Hasil analisis didapatkan rata-rata kadar gula darah sesudah diberikan

perlakuan teknik relaksasi benson pada kelompok intervensi yaitu 224,2 mg/dl

dengan standar deviasi 31,351. Rata-rata kadar gula darah sesudah pada

kelompok kontrol tanpa perlakuan 222,3 mg/dl dengan standar deviasi 29,330.

Hasil ini menunjukkan terdapat penurunan kadar gula darah setelah diberikan

perlakuan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tanpa diberikan

perlakuan.

Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Dewi, dkk

(2020) di Puskesmas Buleleng, diketahui rata-rata kadar gula darah sesudah

kelompok eksperimen yaitu 206,72 mg/dl mg/dl dengan standar deviasi sesudah

intervensi 33,981 mg/dl. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang

dilakukan Juwita, dkk (2016) di Posyandu Lansia Matahari Surabaya, diketahui

kadar gula darah sesudah kontrol tanpa perlakuan sebesar 257 mg/dl dengan

standar deviasi sebelum kontrol tanpa perlakuan 71,56 mg/dl. Hal ini

menunjukkan terdapat penurunan kadar gula darah sebelum dan sesudah

diberikan teknik relaksasi benson pada kelompok intervensi, sedangkan pada

kelompok kontrol juga mengalami penurunan tanpa diberikan perlakuan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan penurunan kadar gula

darah pada penderita diabetes melitus disebabkan faktor usia, lama menderita

dan pekerjaan. Pada usia 56 sampai dengan 64 tahun termasuk kategori usia
59

lanjut dini, sehingga dengan dilakukan relaksasi benson dapat memberikan

perasaan tenang dan bahagia sehingga mencegah terjadinya stress pada usia

lanjut. Hal ini sejalah dengan penelitian Juwita, dkk (2016) yang mengatakan

bahwa relaksasi benson dapat menghasilkan frekuensi gelombang alpha pada

otak yang bisa menimbulkan perasaan bahagia, senang, gembira, dan percaya

diri sehingga dapat menekan pengeluaran hormone kortisol, epinefrin dan

neropinefrin yang merupakan Vasokontriksi kuat pada pembuluh darah.

Penurunan kadar gula darah juga didapatkan peneliti karena faktor lama

menderita dan pekerjaan, penderita diabetes melitus yang lama menderita sering

melakukan pemeriksaan kadar gula darah dan mendapatkan pendidikan

kesehatan untuk mengontrol kadar gula darah responden. Dari hasil penelitian

didapatkan juga beberapa responden yang masih bekerja dan memiliki aktivitas

sehari-hari yang dilakukan. Hal ini sejalan dengan penelitian Cahyati ,dkk

(2020) faktor yang mempengaruhi penurunan kadar gula darah yaitu kepatuhan

terhadap diet, aktivitas fisik dan pemeriksaan kadar gula darah rutin.

Menurut penelitian Faktor yang mempengaruhi penurunan kadar gula

darah yaitu obat-obatan dan pemberian non farmakologis. Pada penelitian ini

seluruh responden mengkonsumsi obat secara teratur. Hal ini sejalan dengan

penelitian dengan penelitian Mutmainah & Puspita (2014) yang menunjukkan

bahwa sebagian besar (88,2%) penderita diabetes melitus mengkonsumsi obat

farmakologis dan non farmakologis. Hal ini menujukkan bahwa obat-obatan

farmakologis dan non farmakologi merupakan faktor yang mempengaruhi kadar

gula darah. Hal ini disebakan dosis harus sesuai dengan takaran yang

dibutuhkan penderita. Jika dosis terlalu rendah dan tinggi maka akan timbul
60

komplikasi kronis lebih dini. Hal ini sejalan dengan penelitian,bahwa non

farmakologis dapat menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus.

Menurut penelitian Ulum (2015) mengatakan bahwa Relaksasi benson

dapat membuat perasaan tenang pada penderita Diabetes Melitus sehingga dapat

menurunkan kadar gula darah. Teknik relaksasi benson merupakan

pengembangan dari metode relaksasi nafas dalam dengan melibatkan faktor

keyakinan pasien yang dapat menciptkan suatu linkungan yang tenang sehingga

dapat membantu pasien mencapai kondisi dan kesejahteraan lebih tinggi. Hasil

penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sajili (2020) bahwa teknik

relaksasi dapat menurunkan kadar gula darah penderita diabetes melitus. Pada

penelitian ini telah dilakukan perlakuan teknik relaksasi benson pada kelompok

intervensi. Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa 18 responden yang

melakukan teknik relaksasi benson yang dilakukan secara teratur 1 kali sehari

dengan durasi 15-20 menit melakukan teknik relaksasi benson selama 3 hari,

sehingga setelah 3 hari pelaksanaan teknik relaksasi benson tersebut berdampak

pada penurunan kadar gula darah responden. Sedangkan pada kelompok kontrol

tanpa perlakuan juga mengalami penurunan kadar gula darah tetapi tidak

sebanyak dengan kelompok intervensi.

Kelebihan teknik relaksasi Benson adalah latihan relaksasi lebih mudah

dilakukan bahkan dalam kondisi apapun serta tidak memiliki efek apapun dan

lebih mudah dilakukan oleh pasien, dapat menekan biaya pengobatan, dan dapat

digunakan untuk mengontrol kadar gula darah dalam tubuh. Kekurangan teknik

relaksasi Benson yaitu memerlukan waktu yang relative lama karena dilakukan

berulang-ulang selama 15-20 menit. Oleh karena itu untuk memperoleh efek
61

tersebut teknik relaksasi benson dilakukan 3 hari berturut-turut (Sari & Sajili,

2020).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahman (2018) yang

menunjukkan bahwa terdapat penurunan kadar gula darah pada responden

setelah dilakukan relaksasi benson pada kelompok intevensi. Penelitian yang

sama dilakukan oleh Cahyati (2020) yang menunjukkan relaksasi benson

berpengaruh tehadap penurunan kadar gula darah pada kelompok intervensi

dengan p value 0,001. Hal ini berarti bahwa Teknik relaksasi benson dapat

digunakan sebagai salah satu cara pengobatan non farmakologis untuk

menurunkan kadar gula darah yang dialami responden. Pada kondisi ini terjadi

perubahan impuls saraf pada jalur afern ke otak dimana aktifitas inhibisi.

Perubahan impuls saraf ini menyebabkan perasaan tenang baik fisik maupun

metal seperti berkurangnya denyut jantung, menurunkan kecepatan metabolisme

tubuh dalam hal ini menurunkan kadar gula darah (Price, 2015).

Berdasarkan hasil uji Independent t-test diperoleh hasil p value 0.000

sehingga p ≤ 0.05 artinya terdapat hubungan yang signifikan antara relaksasai

benson terhadap kadar gula darah pada pasien diabetes melitus di wilayah Kerja

Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian

Juwita (2016) didapatkan penurunan rata-rata kelompok eksperimen dan kontrol

tanpa perlakuan yaitu p = 0,000 ada perbedaan nilai kadar gula darah setelah

dilakukan relaksasi benson. Hal ini sama dengan penelitian Rahmatia (2020)

didapatkan hasil pada kelompok intervensi yang diperoleh nilai p = 0,001 lebih

kecil dari 0,005 yang berarti ada hubungan yang signifikan anatar penurunan

kadar gula darah pada penderita DM tipe 2. Menurut penelitian Ulum (2015)
62

mengatakan bahwa Relaksasi benson dapat membuat perasaan tenang pada

pendeita Diabetes Melitus sehingga mencegah terjadinya stress lansia

Berdasarkan hasil penelitian, adanya perbedaan kadar gula darah sebelum

dan sesudah dilakukan teknik relaksi Benson dengan cara menekan pengeluaran

epinefrin sehingga menghambat konversi glikogen menjadi glukosa, sehingga

asam amino, laktat, dan piruvat tetap disimpan dihati dalam betuk glikogen

sebagai energy cadangan. Teknik relaksasi benson dilakukan secara rutin , maka

dapat menekan ACTH dan Glukokortikoid pada korteks adrenal sehingga dapat

meekan pembentukan glukosa baru oleh hati, disamping itu lipolysis dan

katabolisme karbohidrat dapat ditekan yang dapat meurunkan kadar gula darah

(Smeltzer, dkk, 2008 & Donelly, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada perbedaan kadar gula

darah antara sebelum dan sesudah perlakuan (Teknik relaksasi Benson) dengan

hasil p = 0,000. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rahman

(2016) tentang pengaruh teknik relaksasi benson terhadap kadar gula darah pada

pasien DM tipe II, diketahui bahwa ada pengaruh teknik relaksasi besnon

terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita DM tipe II, selisih rata-rata

pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapatkan (0,000). Penelitian

ini sejalan dengan penelitian Rasubala (2017) menunjukkan hasil uji statistic

didapatkan nilai P value 0,000 (lebih kecil alpha 0,05), maka terdapat pengaruh

Teknik relaksasi Benson terhadap nyeri pada pasien post operasi di RSUP teling

Manado.

Dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok mengalami penurunan kadar

gula darah, namun demikian ditemukan pada kelompok intervensi lebih banyak
63

terjadi (224,06 – 188,669) dibandingkan dengan kelompok kontrol (222,335 –

200,89). Dan setelah dilakukan uji statistic Independen T-test diperoleh nilai p =

0,000 artinya ada pengaruh teknik relaksasi benson terhadap kadar gula darah

pada pasien Diabetes Melitus di wilayah kerja puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi Tahun 2021.


BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti tentang

pengaruh teknik relaksasi benson terhadap kadar gula darah pada pasien

diabetes melitus di wilayah kerja puskesmas tigo baleh kota bukittinggi tahun

2021 maka diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Rata-rata kadar gula darah sebelum melakukan teknik relaksasi benson

pada kelompok intervensi adalah 224,06% mg/dl.

2. Rata-rata kadar gula darah sesudah melakukan teknik relaksasi benson

pada kelompok intervensi adalah 188,67% mg/dl

3. Rata-rata kadar gula darah sebelum melakukan teknik relaksasi benson

pada kelompok kontrol adalah 222,33% mg/dl

4. Rata-rata kadar gula darah sesudah melakukan teknik relaksasi benson

pada kelompok kontrol adalah 200,89 mg/dl

5. Ada perbedaan kadar gula darah sebelum dan sesudah melakukan teknik

relaksasi benson pada penderita diabetes melitus di wilayah kerja

puskesmas tigo baleh kota bukittinggi tahun 2021 (p =0,000).

64
65

B. Saran

Dari hasil penelitian ini penulis mempunyai beberapa saran yaitu sebagai

berikut :

1. Bagi responden

Diharapkan dapat menjadikan teknik relaksasi benson sebagai

pengobatan non farmakologis dan mengendalikan kadar gula darah

penderita diabetes melitus, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik,

maka sebaiknya responde mampu mengendalikan fakktor yang dapat

meningkatkan kadar gula darah seperti pola makan baik, rajin melakukan

aktifitas fisik, berat badan normal dan tidak mengalami stres.

2. Bagi institusi penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber

kepustakaan untuk mengembangkan ilmu keperawatan dan menambah

literature tentang pengobatan non farmakologis untuk mengendalikan

kadar gula darah pada penderita diabetes melitus.

3. Bagi institusi pelayanan

Agar dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan perawat dalam

memberikan teknik relaksasi benson sebagai pengobatan non farmakologis

untuk mengendalikan kadar gula darah penderita diabetes melitus.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan banyak pembatasan sehingga masalah

menjadi focus pada apa yang akan diteliti dan tidak melebar luas. Namun,

dalam penulisan skripsi tentu masih banyak kekurangan. Keterbatasan

yang di alami peneliti selama melakukan penelitian adalah kelemahan


66

pada metode food recall yaitu keakuratnya bergantung pada kemampuan

kognitif pasien dan kejujurannya. Selanjutnya, keterbatasan waktu, maka

penelitian ini hanya melibatkan 36 responden. Jumlah responden yang

banyak tentunya akan memberikan generalisasi yang lebih baik.


STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) RELAKSASI BENSON

Pengertian Pengembangan dari respon relaksasi yang dikembangkan


oleh Benson, dimana relaksasi dengan keyakinan agama
yang dianut
Tujuan 1. Memberikan ketenangan dan rileks pada tubuh
2. Mencegah terjadinya stress yang diakibatkan
kadar gula darah tidak terkontrol
3. Menurunkan kadar gula darah pada pasien
Diabetes Melitus
Kebijakan Semua pasien Diabetes Melitus
Petugas Perawat
Peralatan Lembar observasi
Prosedur Pelaksanaan A. Tahap Pra-Interaksi
1. Memberikan salam terapeutik.
2. Meyediakan lingkungan yang tenang
3. Memvalidasi kondisi pasien
4. Menjaga privasi pasien
5. Memilih doa untuk memfokuskan perhatian saat
relaksasi
B. Tahap Kerja
1. Posisikan klien dengan posisi duduk yang paling
nyaman
2. Instruksikan pasien memejamkan mata
3. Instruksikan pasien agar tenang dan
mengendorkan otot-otot tubuh dari ujung kaki
sampai dengan otot wajah dan rasakan rileks
4. Instruksikan kepada pasien agar menarik nafas
dalam lewat hidung, tahan 3 detik lalu
hembuskan lewat mulut disertai dengan
mengucapkan doa atau kata yang sudah dipilih
5. Instruksikan pasien untuk membuang pikiran
negative dan tetap focus pada nafas dalam dan
doa atau kata-kata yang diucapkan
6. Lakukan selama kurang lebih 15 menit
7. Instruksikan pasien untuk mengakhiri relaksasi
dengan tetap menutup mata selama 2 menit, lalu
membukanya dengan perlahan
C. Tahap Eliminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Lakukan kontrak pertemuan selanjutnya
3. Akhiri dengan salam
LEMBAR OBSERVASI

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI BENSON TERHADAP

KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TIGO BALEH

KOTA BUKITTINGGI TAHUN 2021

Inisial :

Umur :

Jenis kelamin :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Lama menderita :

MONITORING KADAR GULA DARAH


Tangga Pre Post

Anda mungkin juga menyukai