DISUSUN OLEH:
KELOMPOK
1. Arif Yuliansyah
2. Ayu Marliani
3. Cindilia Fatriada Suci
4. Dwi Merlina
5. Riska Patmawati
6. Rosari Apriani
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Studi Kasus ini. Penulisan studi kasus ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Profesi
Ners di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Palembang.Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan studi kasus ini, sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT, berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga Proposal ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.
Penulis
viii
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL……………………………………………….. i
HALAMAN JUDUL……………………………………………......... ii
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………….. iii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………… iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS………………......... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…….. vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP……………………………………….. vii
KATA PENGANTAR………………………………………………… viii
DAFTAR ISI………………………………………………………….. ix
DAFTAR TABEL…………………………………………………….. xi
DAFTAR BAGAN……………………………………………………. xii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………….. 1
A. Latar Belakang…………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………… 4
C. Tujuan Penulis……….………………………………………… 4
D. Manfaat Penulis….…………………………………………….. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………... 6
A. Tinjauan Teori……………….…………………………........... 6
1. Definisi…………………………………………………...... 6
2. Klasifikasi………………………………………………….. 7
3. Etiologi…………………………………………………..... 9
4. Manifestasi Klinis………………………………………….. 11
5. Patofisiologi………………………………………………... 13
6. Faktor Resiko Pada Stroke………………………………… 16
7. Pemeriksaan Penunjang……………………………………. 17
8. Pemeriksaan Fisik………………………………………….. 18
9. Penatalaksanaan……………………………………………. 20
10. Komplikasi………………………………………………… 21
11. Pencegahan Stroke…………………………………………. 23
x
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pola makan di negara berkembang telah bergeser dari pola makan
tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan serat seperti sayuran,
menjadi ke pola makan kebarat-baratan dengan komposisi makanan yang
terlalu banyak mengandung lemak, gula, garam, dan mengandung sedikit
serat. Hal ini mengakibatkan banyak penduduk Indonesia terkena penyakit
degeneratif (Aru dkk, 2016)
Penyakit degeneratif telah menjadi penyebab kematian terbesar didunia
hingga saat ini. Kematian akibat penyakit degeneratif diperkirakan akan teus
meningkat diseluruh dunia. Peningkatan terbesar akan terjadi di negara-
negara berkembang dan negara miskin. Jumlah total pada tahun 2030
diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun atau naik 14 juta jiwa
dari 38 juta jiwa pada tahun ini. Lebih dari dua per tiga (70%) dari populasi
global akan meninggal akibat penyakit degeneratif (Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI, 2013)
Beberapa penyakit degeneratif yang banyak terjadi di masyarakat adalah
penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, stroke dan kanker. Penyakit
degeneratif seperti stroke juga sudah mulai ditemui tidak hanya oleh orang
yang berusia lanjut namun juga dikalangan usia muda (Indrawati dkk dalam
Aulia, 2018)
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi
pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Penyakit stroke merupakan
penyakit tidak menular yang juga menjadi salah satu masalah kesehatan yang
serius yang memiliki angka kematian yang cukup tinggi di dunia dan
menjadi penyebab kecacatan tertinggi di seluruh dunia sehingga harus
diwaspadai. Hal ini ditandai dengan tingginya angka morbiditas dan
mortalitas stroke (Bustan dalam Putrianti 2015)
Berdasarkan penyebabnya, stroke dibagi menjadi dua, yaitu stroke
iskemik atau non-haemorragic dan stroke haemorragic. Stroke iskemik terjadi
karena tersumbatnya pembuluh darah otak oleh plak (materi yang terdiri atas
protein, kalsium dan lemak) yang menyebabkan aliran oksigen yang melalui
liang arteri terhambat. Adapun stroke haemorragic adalah stroke yang
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak (Warlow et al, 2007)
Menurut Muhammad Hayyi (2010) dalam Hafid (2014), stroke
merupakan penyebab kematian nomor tiga dan penyebab kecacatan nomor
satu di seluruh dunia, sebanyak 80-85% stroke non-haemorragic. Dari situs
WHO stroke memasuki sepuluh top penyakit penyebab kematian didunia,
dimana stroke menempati urutan ketujuh (WHO, update Juni 2011 dalam
Hafid, 2014).
Prevalensi stroke bervariasi diberbagai belahan dunia. Prevalensi stroke
di Amerika Serikat adalah sekitar 7 juta (3,0%), sedangkan di Cina
prevalensi stroke berkisar antara 1,8% (pedesaan) dan (9,4% (perkotaan). Di
seluruh dunia, Cina merupakan negara dengan tingkat kematian cukup tinggi
akibat stroke (19,9% dari seluruh kematian di Cina), bersama dengan Afrika
dan Amerika Utara. Insiden stroke di seluruh dunia sebesar 15 juta orang
setiap tahunnya, sepertiganya meninggal dan sepertiganya mengalami
kecacatan permanen. Sekitar 795.000 pasien stroke baru atau berulang terjadi
setiap tahunnya. Sekitar 610.000 adalah serangan pertama dan 185.000 adalah
serangan berulang. Angka kematian akibat stroke ini mencapai 1 per 18
kematian di Amerika Serikat. Kurun waktu 5 tahun, lebih dari setengah
pasien stroke berusia > 45 tahun akan meninggal (Mutiarasari, 2019)
Di negara-negara ASEAN penyakit stroke juga merupakan masalah
kesehatan utama yang menyebabkan kematian . Berdasarkan data South East
Asian Medical Information Centre (SEAMIC) diketahui bahwa angka
kematian kasar (crude death rate) stroke terbesar terjadi di Indonesia yang
kemudian diikuti secara berurutan oleh Singapura (54,2/100.000), Brunei
(25/100.000), Filipina (20,5/100.000), Malaysia (15,9/100.000) dan Thailand
(10,9/100.000). Dari seluruh penderita stroke di Indonesia, stroke iskemik
merupakan jenis yang paling banyak diderita yaitu sebesar 52,9%, diikuti
2
secara berurutan oleh pendarahan intra serebral sebesar 38,5%, emboli
sebesar 7,2% dan pendarahan subaraknoid sebesar 1,4% (Dinata, 2013).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) bahwa
prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 7 per 1000 penduduk dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau
gejala sebesar 12,1 per 1000 penduduk. Prevalensi stroke berdasarkan
terdiagnosis tenaga kesehatan dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi
Selatan (17,9 ‰), DI Yogyakarta (16,9 ‰), Sulawesi Tengah (16,6 ‰),
diikuti Jawa Timur sebesar 16 ‰. Prevalensi stroke di Sulawesi Tengah
sebesar 16,6 ‰ lebih tinggi dibandingkan prevalensi stroke di Indonesia 12,1
‰ (Riskesdas, 2013). Berdasarkan hasil Riskesdas 2018 prevalensi penderita
stroke di Indonesia mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan hasil
Riskesdas 2013, prevalensi stroke naik dari 7 ‰ menjadi 10,9 ‰ (Riskesdas,
2018)
Prevalensi penderita stroke di Sumatera Selatan ditemukan sebesar 7 per
1000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6
per 1000 penduduk. Hal ini menunjukkan sekitar 85,7 % kasus stroke di
masyarakat telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan (Riskesdas Provinsi
Sumatera Selatan, 2007)
Berdasarkan dari data-data diatas dapat diketahui bahwa prevalensi
penderita stroke, serta angka morbiditas dan mortalitas pada kasus stroke
tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh belahan bumi mengalami
peningkatan jumlahnya. Dalam mengatasi permasalahan ini diperlukan
strategi penanggulangan stroke yang mencakup aspek promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif dengan menggunakan sistem asuhan keperawatan
yang komprehensif dan berkesinambungan. Aspek promotif antara lain
seperti tindakan penyuluhan tentang stroke, penyebab dan tanda gejala. Untuk
tindakan preventif yaitu bisa dilakukan dengan menyarankan kepada
masyarakat supaya menerapkan pola hidup sehat dan rajin cek tekanan darah.
Tindakan kuratif yaitu penanganan stroke yang cepat, tepat dan akurat di
rumah sakit yang maksimal dan untuk tindakan rehabilitasi yaitu pemulihan
aktivitas pasca stroke yang bisa berkolaborasi dengan tim fisioterapi (Hartini,
2015)
Tujuan utama penatalaksanaan pasien stroke meliputi tiga hal, yaitu
mengurangi kerusakan neurologik lebih lanjut, menurunkan angka kematian
dan ketidakmampuan gerak pasien (immobility) dan kerusakan neurologik
serta mencegah serangan berulang (kambuh). Untuk mendapatkan outcome
terapi yang baik pada pasien stroke yang menjalani pengobatan diperlukan
kerjasama multidisiplin ilmu antara dokter, perawat, farmasis dan tenaga
kesehatan lain, bahkan keluarga pasien (Fagan & Hess dalam Handayani,
2018)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, prevalensi penderita stroke di Indonesia
mengalami kenaikan sehingga memerlukan penanganan yang cepat, tepat dan
akurat untuk mencegah dan menghindari terjadinya kecacatan bahkan
kematian dengan menggunakan sistem asuhan keperawatan yang
komprehensif dan berkesinambungan dengan menggunakan strategi
penanggulangan stroke yang mencakup aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan studi kasus
“Bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke non
hemoragik melalui pendekatan proses keperawatan?”
C. Tujuan Penulis
1. Tujuan Umum
Agar penulis mendapatkan gambaran bagaimana pelaksanaan Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Stroke Non Hemoragik
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini diketahuinya :
a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan stroke non hemoragik
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan stroke non
hemoragik
c. Menyusun intervensi keperawatan pada pasien dengan stroke non
hemoragik
d. Melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan stroke
non hemoragik
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan stroke non
hemoragik
f. Melakukan discharge planning pada pasien dengan stroke non
hemoragik
D. Manfaat Penulis
1. Bagi STIKes Muhammadiyah Palembang
Hasil dari makalah ini diharapkan dapat meningkatkan dan
mengembangkan keilmuan serta pengetahuan sehingga dapat terus
dilakukan pembaharuan meliputi pengkajian, intervensi dan
implementasi dengan diagnosa stroke non hemoragik
2. Bagi Mahasiswa
Makalah ini berguna agar dapat memotivasi mahasiswa untuk
dilakukan pengembangan lagi tentang diagnosa stroke non hemoragik
dan dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh saat kuliah dengan
demikian diharapkan dapat membawa wawasan dan pengetahuan dalam
meningkatkan kesehatan individu maupun masyarakat.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Definisi Stroke
Stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi
akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai
arteri otak (Price & Wilson, 2006)
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,
progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan
semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik (Brunner & Suddarth, 2005).
Stroke merupakan suatu gangguan disfungsi neurologis akut yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam
beberapa jam) dengan gejala - gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan
daerah fokal otak yang terganggu (World Health Organization, 2005).
Stroke merupakan sindrom klinis akibat gangguan pembuluh darah
otak, timbul mendadak dan biasanya mengenai penderita usia 45-80
tahun, umumnya laki-laki lebih sering terkena daripada perempuan
(Rasyid, 2008).
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan
harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi
otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan
peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja
(Muttaqin, 2008).
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi
sirkulasi saraf otak (Mansjoer, 2007)
Stroke adalah suatu episode akut dari disfungsi neurologis yang
diduga disebabkan oleh iskemik atau hemoragik, yang berlangsung ≥ 24
6
jam atau sampai meninggal, tetapi tanpa bukti yang cukup untuk
diklasifikasikan (Sacco, dkk, 2013)
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
stroke adalah gangguan neurologik akibat terhentinya aliran darah otak
yang disebabkan oleh iskemia atau hemoragi yang berlangsung secara
mendadak dan harus ditangani secara cepat dan tepat.
2. Klasifikasi
Stroke dapat diklasifikasikan menurut :
a. Menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
1) Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak
pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi
dua, yaitu:
a) Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama
karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam
jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan
otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak
karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah
putamen, thalamus, pons dan serebelum.
b) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau
AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh
darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat
diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang
subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,
7
meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme
pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
Tabel 2.1
Perbedaan Perdarahan Intraserebri
dengan Perdarahan Subarakhnoid
b.
8
c. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
1) TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang
terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala
yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam
waktu kurang dari 24 jam.
2) Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang
dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan
bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa
hari.
3) Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah
menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke
komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
(Muttaqin, 2008)
3. Etiologi
Penyebab stroke menurut Muttaqin (2008):
a. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.
Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah
trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
1) Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti
koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
9
darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
c) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus).
d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan.
2) Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
3) Arteritis( radang pada arteri )
4) Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan
gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan
dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
a) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart
Desease (RHD).
b) Myokard infark
c) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan
kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan
mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
b. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan
darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi
infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
c. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum
adalah:
1) Hipertensi yang parah.
2) Cardiac Pulmonary Arrest
3) Cardiac output turun akibat aritmia
d. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah:
1) Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
2) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari stroke adalah:
a. Kehilangan motoric.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan
disfagia.
b. Kehilangan komunikasi.
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan
berbicara) atau afasia (kehilangan berbicara).
c. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau
kehilangan penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan
visual, spesial dan kehilangan sensori.
d. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang
berlawanan).
e. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier,
inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin
simtomatik dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia urinarius
dan defekasiyang berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan
neurologi ekstensif).
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak
yang terkena:
a. Pengaruh terhadap status mental : tidak sadar, bingung, lupa tubuh
sebelah
b. Pengaruh secara fisik : paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan
sensasi, gangguan penglihatan
c. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan
bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
a. Hemisfer kiri
1) Mengalami hemiparase kanan
2) Perilaku lambat dan hati-hati
3) Kelainan lapang pandang kanan
4) Disfagia global
5) Afasia
6) Mudah frustasi
b. Hemisfer kanan
1) Hemiparese sebelah kiri tubuh
2) Penilaian buruk
12
3) Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sehingga
memungkinkan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut.
(Baughman, C Diane.dkk, 2000)
5. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke
otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
(thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering atau cenderung sebagai faktor penting terhadap
otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat
beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau
terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan
edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa
hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan.
Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan
masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan
edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan
meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang
tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik
dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit
13
cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa
otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel
untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih
dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan
menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya
drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade
iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-
neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume
darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada
perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila
terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal (Muttaqin 2008)
2.1. Pathway Stroke Non Hemoragik
Faktor yang dapat dimodifikasi
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
1. Hipertensi
1. Umur
2. Hiperkolesterolemia
2. Ras
3. Diabetes militus
3. Jenis kelamin
4. Riwayat penyakit jantung
4. Genetik
Terbentuknya thrombus arterial dan emboli 5. Life style (obesitas, diet, stress)
Iskemik pada arteri serebral anterior Iskemik pada arteri serebral medial Iskemik pada arteri serebral posterior
Gangguan premotor area
Gangguan visual area
Gangguan broncha’s Gangguan gustatory Reflex batuk
Kerusakan neuromuskular motor speech area area Gangguan penglihatan
Diplopia
Terjadi atau pergerakan bola
Disatria, afasia, penumpukan mata
himplegia Hemiparesis amourasia fulgaks Disfagia sputum
Resiko
kerusakan Hambatan Hambatan Ketidak Gangguan
integritas kulit Resiko persepsi sensori
mobilitas fisik komunikasi ketidakseimbangan efektifan pola
verbal nafas penglihatan
nutrisi kurang dari
16
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi serebral
Membantu menunjukkan penyebab stroke secara spesifik, misalnya
pertahanan atau sumbatan arteri.
b. Scan Tomografi Komputer (Computer Tomography scan – CT-scan)
Mengetahui adamya tekanan normal dan adanya trombosis, emboli
serebral, dan tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan
yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan
subarakhnoid dan perdarahan intrakranial. Kadar protein total
meningkat, beberapa kasus trombosis disertai proses inflamasi.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Menunjukan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovena
(MAV).
d. Ultrasonografi doppler (USG doppler)
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis
aliran darah atau timbulnya plak) dan arteriosklerosis.
e. Elektroensefalogram (Electroencephalogram-EEG)
Mengidentifikasi masalah pada otak dan memperlihatkan daerah lesi
yang spesifik.
f. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna
terdapat pada trombosis serebral; klasifikasi parsial dinding
aneurisma ada perdarahan subarakhnoid.
g. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan cara memeriksakan
darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal, analisa gas
darah (AGD), biokimia darah, dan elektrolit.
(Batticaca, 2008)
17
8. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien stroke diperlukan pemeriksaan lain seperti tingkat kesadaran,
kekuatan otot, tonus otot, pemeriksaan radiologi, dan laboratorium
Rasyid (2007).
Pemeriksaan neurologi terdiri atas :
a. Tingkat kesadaran, dibagi menjadi 2 yaitu kualitatif dan kuantitatif
1) Kualitatif
Komposmentis (kesadaran yang normal)
Somnolen, adalah keadaan mengantuk. Kesadaran dapat
oulih penuh bila dirangsang. Biasa disebut juga letargi.
Penderita mudah dibangunkan, mampu memberi jawaban
verbal dan menangkis rangsang nyeri.
Sopor (stupor), adalah kantuk yang mendalam. Masih dapat
dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun
kesadarannya segera menurun kembali. Masih mengikuti
suruhan singkat, terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang
nyeri penderita tidak dapat dibangunkan sempurna. Tidak
diperoleh jawaban verbal dari penderita tetapi gerak
motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.
Koma ringan adalah tidak ada respon terhadap rangsang
verbal. Reflek kornea, pupil masih baik. Gerakan timbul
sebagai respon dari rangsang nyeri tetapi tidak
terorganisasi. Penderita sama sekali tidak dapat
dibangunkan.
Koma dalam atau komplit. Tidak ada jawaban sama sekali
terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya.
2) Kuantitatif (glasgow coma scale)
Pemeriksaan tingkat kesadaran adalah dengan pemeriksaan yang
dikenal sebagai Glascow Coma Scale (GCS) menurut Tarwoto
(2007) yaitu sebagai berikut:
a) Membuka Mata
Membuka spontan 4
18
Membuka dengan perintah :3
Membuka mata dengan rangsang nyeri : 2
Tidak mampu membuka mata :1
b) Kemampuan Bicara
Orientasi dan pengertian baik : 5
Pembicaraan yang kacau :4
Pembicaraan yang tidak pantas dan kasar : 3
Dapat bersuara, merintih :2
Tidak bersuara 1
c) Tanggapan Motorik
Menanggapi perintah 6
Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang 5
Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri 4
Tanggapan fleksi abnormal 3
Tanggapan ekstensi abnormal 2
Tidak ada gerakan 1
b. Kekuatan otot
Tenaga otot dinyatakan dengan menggunakan angka 0-5 (0 berarti
lumpuh sama sekali dan 5 normal).
1 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.
2 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan
pada persendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut.
3 : Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan
gaya gravitasi.
4 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
5 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi
sedikit tahanan yang diberikan.
6 : Tidak ada kelumpuhan (normal).
19
2) Saraf Optikus ( N II ) : Ketajaman penglihatan dan lapang
pandang
3) Saraf Okulomotorius ( N III ) : Mengatur gerakan kelopak
mata, kontriksi otot pada pupil dan otot siliaris dengan
mengontrol akomodasi pupil.
4) Saraf Toklear ( N IV ) : Gerakan ocular menyebabkan
ketidakmampuan melihat ke bawah dan ke samping.
5) Saraf Trigeminus ( N V ): Sensasi wajah
6) Saraf Abdusen ( N VI ) : Mengatur gerakan-gerakan mata
7) Saraf Fasial ( N VII ) : Gerakan otot wajah, ekspresi wajah,
sekresi air mata dan ludah
8) Saraf Vestibulokoklear ( N VIII ): Keseimbangan dan
pendengaran
9) Saraf Glosofaringeus ( N IX ) : Reflek gangguan faringeal atau
menelan
10) Saraf Vagus ( N X ) : Kontraksi faring, gerakan simetris dan
pita suara, gerakan simetris pallatum mole, gerakan dan sekresi
visem torakal dan abdominal
11) Saraf Aksesorius Spinal ( N XI ) : Gerakan otot
stemokleidomastoid dan trapezius
12) Saraf Hipoglosus ( N XII ): Gerakan lidah.
9. Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital
dengan melakukan tindakan sebagai berikut (Muttaqin, 2008) :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
b. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
c. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
20
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan
secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan
dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
e. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
f. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan
g. Pengobatan Konservatif
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intra arterial.
3) Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
4) Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah
terjadinya/memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di
sistem kardiovaskuler.
h. Pengobatan Pembedahan yang bertujuan utama adalah memperbaiki
aliran darah serebral :
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4) Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
10. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Setyanegara (2008) :
a. Komplikasi Dini ( 0- 48 jam pertama)
1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan
akhirnya akan menimbulkan kematian.
2) Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke
stadium awal.
b. Komplikasi Jangka Pendek (1-14 hari/7-14 hari pertama)
1) Pneumonia: akibat immobilisasi lama.
2) Infark miokard
3) Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali
pada saat penderita mulai mobilisasi.
4) Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.
c. Komplikasi Jangka Panjang
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskuler lain: penyakit
vaskuler perifer.
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer &
Bare (2006) adalah:
a. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah
adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen
yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat
diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi
jaringan.
b. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah,
curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi
adekuat (cairan intrvena) harus menjamin penurunan viskositas
darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan
hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada
aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau
fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik.
Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya
akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat
mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian
trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus
serebral dan harus diperbaiki.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam
melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut.
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan dalam
perumusan diagnosa keperawatan (Doenges dkk, 1999).
26
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-
obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.
Pengkajian Fokus:
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis.
Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang
otot) Data obyektif:
Perubahan tingkat kesadaran
Perubahan tonus otot (flaksid atau spastic), paraliysis
(hemiplegia), kelemahan umum.
Gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial), polisitemia.
Data obyektif:
Hipertensi arterial
Disritmia, perubahan EKG
Pulsasi : kemungkinan bervariasi
Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3. Integritas ego
Data Subyektif:
Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,
kegembiraan
Kesulitan berekspresi diri
4. Eliminasi
Data Subyektif:
Inkontinensia, anuria
Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya
suara usus (ileus paralitik)
5. Makan/ minum
Data Subyektif:
Nafsu makan hilang
Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan
faring)
Obesitas (faktor resiko)
6. Sensori neural
Data Subyektif:
Pusing/syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA)
Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
Penglihatan berkurang
Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas
dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama)
Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan ,
gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif
Ekstremitas : kelemahan/paraliysis (kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek
tendon dalam (kontralateral)
Wajah : paralisis/parese (ipsilateral)
Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif/kesulitan berkata kata
komprehensif, global/ kombinasi dari keduanya.
Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran,
stimuli taktil
Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada
sisi ipsi lateral
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot/fasial
8. Respirasi
Data Subyektif:
Perokok (faktor resiko)
9. Keamanan
Data obyektif:
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek,
hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang
pernah dikenali
Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi
suhu tubuh
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, berkurang kesadaran diri
10. Interaksi social
Data obyektif:
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah sebuah label singkat yang menggambarkan
kondisi pasien. Berisi tentang pernyataan yang jelas mengenai status
kesehatan, masalah aktual atau resiko dalam rangka mengidentifikasi dan
menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan,
atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya
(Wilkinson, 2012).
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Mutaqqin (2008) pada pasien
stroke, yaitu :
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah
ke otak terhambat.
2. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
fisik.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak.
4. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting
berhubungan kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan dan
ketahanan, kehilangan control/koordinasi otot.
5. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat
pernapasan
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan neuromuskuler,
kelemahan, parestesia.
7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kesulitan untuk menelan makanan.
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Mutaqqin (2008)
yang sudah disesuaikan dengan NANDA (2015) pada pasien stroke, yaitu
:
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
penyumbatan aliran arteri dan vena.
Domain 4 : aktivitas istirahat, kelas 4 : respons
kardiovaskular/pulmonal (00204)
2. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan faktor
mekanik (imobilitas fisik).
Domain 11 : keamanan / perlindungan , kelas 2: cedera fisik (00047)
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
fisiologis (penurunan sirkulasi ke otak,sistem muskuloskeletal lemah).
Domain 5: presepsi/kognisi , kelas 5 : komunikasi (00051)
4. Defisit perawatan diri : hygiene, mandi atau toileting yang
berhubungan dengan kelemahan fisik.
Domain 4: aktivitas istirahat, kelas 5: perawatan diri
5. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan faktor fisiologis
(disfungsi neuromuskular)
Domain 11 :kenyamanan/perlindungan , kelas 2 : cedera fisik (00031)
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot.
Domain 4: aktivitas istirahat, kelas: aktivitas olahraga (00085)
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmapuan makan
Domain 2 : nutrisi , kelas 1 : makan (00002)
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan yang membutuhkan berbagai pengetahuan dan keterampilan
seperti pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan pasien, nilai dan kepercayaan pasien, batasan praktik keperawatan, peran-
peran dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan serta memilih
dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan, menulis instruksi keperawatan dan bekerja sama dengan
tingkat kesehatan lain (Reeder, 2011). Rencana tindakan keperawatan pada pasien stroke menurut Nursing Outcome Classification
(2016) dan Nursing Intervention Clasification (2016) adalah :
Tabel 2.2
Nursing Care Planning Teoritis
32
yang ditandai dengan: Terapi oksigen
Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai 1. Bersihkan jalan nafas dari sekret
dengan kemampuan menunjukkan 2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
perhatian, konsentrasi dan orientasi 3. Berikan oksigen sesuai intruksi
Memproses informasi 4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem humidifier
Membuat keputusan dengan benar 5. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian oksigen
Menunjukkan fungsi sensori motori 6. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
cranial yang utuh : tingkat kesadaran 7. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
mambaik, tidak ada gerakan-gerakan 8. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktifitas dan
involunter tidur
33
3 Hambatan komunikasi verbal NOC : NIC :
berhubungan dengan gangguan fungsi sensori Pengaturan komunikasi
fisiologis (penurunan sirkulasi 1. Monitor kecepatan bicara, tekanan, kecepatan, kuantitas, volume
ke otak,sistem muskuloskeletal Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dan diksi
lemah). ... x 24 jam, diharapkan klien mampu untuk 2. Monitor proses kognitif dan fisiologi terkait dengan kemampuan
berkomunikasi lagi dengan kriteria hasil: bicara
Dapat menjawab pertanyaan yang 3. Instrusikan pada pasien untuk bicara pelan
diajukan perawat 4. Kolaborasi bersama keluarga dan ahli terapis bahas patologis untuk
Dapat mengerti dan memahami pesan-pesan mengembangkan rencana agar bisa berkomunikasi secara efektif
melalui gambar 5. Ijinkan pasien untuk sering mendengar suara pembicaraan
Dapat mengekspresikan perasaannya secara dengan cara tepat
verbal maupun nonverbal 6. Libatkan keluarga untuk membantu memahami
/memahamkan informasi dari / ke klien
7. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
8. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam komunikasi dengan
klien
9. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
10. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap interaksi dengan
klien
11. Programkan speech-language teraphy
12. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi dengan klien
34
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian,
untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu
untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
35
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
36
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
...x24 jam nutrisi kurang teratasi dengan kriteria 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
hasil : 5. Berikan substansi gula
Albumin serum 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
Pre albumin serum untuk mencegah konstipasi
Hematokrit 7. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli
Hemoglobin gizi)
Total iron binding capacity 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
Jumlah limfosit 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan perubahan pigmentasi
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
9. Monitor mual dan muntah
10. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
11. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
12. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
13. Monitor kalori dan intake nutrisi
14. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan
cavitas oral
15. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
37
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS / BIODATA
Nama :Tn “A” Jenis Kelamin : Laki – laki
Umur : 66 Tahun Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam Penanggung Jawab Biaya : Istri
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Suku / Bangsa: Indonesia :
Alamat : Pangkalan balai, banyuasin
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama Pusing, Kaki kanan sulit di gerakkan dan badan terasa
lemah
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengatakan aktivitasnya terganggu
Riwayat Masuk Rumah Sakit Pasien mengatakan rajin control ke rumah sakit untuk
memeriksakan penyakit yang di derita nya tapi
sejak satu tahun terakhir pasien jarang
memeriksakan kondisi nya karena masa pandemi
covid 19
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengatakan sebelumnya tidak mempunyai
penyakit seperti apa yang di alaminya sekarang
Riwayat Penyakit Keluarga Pasien mengatakan keluarga nya tidak ada yang
memiliki penyakit seperti apa yang di alami klien
saat ini
6 Mata
- Kebiruan (Lingkaran mata)
- Perdarahan mata, Ruptur:………, Lokasi:…………..
- Anemia - Ananemia - Ikterik
Respon pupil: - - Anisokor
- RC - Midriasis - Miosis
- Lain-lain : ………………………………….. -
Masalah Keperawatan : Tidak ada -
7 Telinga
- Cairan, Warna: Kuning jumlah:…………….
- Lecet/kemerahan/laserasi
- Benda asing, berupa:…………………….
- Lain-lain :
…………………………………..
Masalah Keperawatan : Tidak ada
8 Hidung
- Cairan, Warna: ……………., jumlah:
…………….
- Lecet/kemerahan/laserasi
- Benda asing, berupa:…………………….
- Lain-lain :
…………………………………..
Masalah Keperawatan : Tidak ada
9 Leher
- Penetrasi benda asing Nyeri tekan
- Deviasi trakea Distensi Vena Jugularis
- Bengkak Kebiruan sekitar leher
- Lain-lain:
Krepitiasi ……………………..
Masalah Keperawatan: Tidak
ada Masalah
10 Dada/Paru
- Simetris Asimetris - Bengkak
- Ekspansi dinding dada meningkat/turun
- Luka tusuk Luka sayat Ukuran:…….., Lokasi
RR: 23 x/menit, teratur
Penggunaan otot dinding dada
B- BJ
Suara Jtg : - JI II - Murmur - Gallop
- Saat
Nyeri dada aktivitas Tanpa aktivitas
- Skala nyeri: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
Karakteristik nyeri: Skala : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
- spt terbakar - spt tertimpa benda berat
- Menjalar - spt ditusuk-tusuk
- Lain-lain :
……………………
Masalah Keperawata: Tidak
ada masalah keperawatan
11 Abdomen
Dinding abd: Simetris - Tidak simetris
- Perdarahan/bengkak - Laserasi/jejas/lecet
- Luka tusuk - Luka sayat Ukuran: …………
- Distensi abdomen - Teraba keras & tegang
- Nyeri tekan, skala nyeri: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
BU: 9 x/mnt, teratur/tidak teratur
Lain-lain :
……………………
Masalah Keperawatan:
Tidak Ada Masalah
12 Genetalia
Simetris - Asimetris
- Benjolan, ukuran:……, lokasi: ……
- Darah pd rektum, BAB: 1x/hr, Warna: Kuning, Jumlah:..
- Nyeri tekan, skala nyeri: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
BAK: 3 x/hr, warna: kuning, jumlah: 250 cc
- Lain-lain : ……………………
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah
13 Ekstremitas
- Kelainan bentuk - Perdarahan - Bengkak Edema
- Jejas/luka/laserasi, Ukuran:……………, Lokasi:……..
- Keterbatasan
Jari-jari hilang gerak
- Fraktur, Lokasi:……… Kaku sendi
- Nyeri, Skala: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
- Kekuatan otot (1-5) 4 4
5 4
Lain-lain : pasien
mengatakan tanggannya
- kram
Masalah Keperawatan:
Intoleransi Aktivitas dan
Risiko jatuh
14 Kulit
- Ada luka Dekubitus, Ukuran:……., Lokasi:…….
- Sianosi
Echymosis Ptechie Pucat s
- Lembab Kering
- Turgor Turgor
cepat lambat
kembali kembali
- Luka bakar
- Gatal-gatal/pruritus
- Insisi operasi, Ukuran:…………….., Lokasi:
……………
- Nyeri, Skala: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
- Lain-lain :
……………………
Masalah Keperawatan: Tidak
ada masalah
Urine Warna :
kuning tua
Kejernian :
keruh
Berat jenis :
1.025
Ph : 6,5
d. PCI 3 STENT
VII. PENATALAKSANAAN
a. Ventilasi Mekanik (Ventilator) - Mode :
- RR :
- TV :
- IPL:
- PEEP:
- Fi O2:
- Peak Pressure:
- ETT: Diameter/kedalaman :
b. Cairan - RL 500 ml gtt 15 x/m
- Drip Nicardipine gtt 5x/m
c. Therapi - Omz 1x1 vial
- Apidra x 10 unit
- Sansulin 1x 10 unit
- Neurodex 1x1 tab
- Nicardipine 2 amp dalam NS
100cc gtt 10x/m
-
Penurunan kesadaran
DO :
- Pasien tampak sulit
beraktivitas Risiko cidera
- RR : 23x/m
- SpO2 : 99
X. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko jatuh b.d kelemahan otot
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan anatra suplai dan kebutuhan, dan tirah
baring ditandai dengan keletihan dan respon tekanan darah abnormal terhadap
aktivitas
(bahaya) menjaga
keselamatan
fisik,)
dirinya
3. singkirkan
bahan
berbahaya
dari
lingkungan
jika
diperlukan
4. gunakan
peralatan
perlindungan
5. monitir
lingkungan
terhadap
terjadinya
perubahan
status
keselamatan
2 ntoleransi NOC : toleransi terhadap NIC : 1. terapi medic
aktivitas Terapi aktifitas yang tepat
aktivitas b.d Diharapkan setelah dilakukan 1. pertimbangkan dapat
tindakan ...x24 jam , klien kemampuan klien memungkinkan
ketidakseimb mengalami intoleransi aktivitas dalam berpastisipasi pemulihan
yang baik, dengan kriteria : melalui aktivitas tingkat
angan anatra Indikator A t spesifik aktivitas
suplai dan 1. saturasi 4 5 2. pertimbangkan 2. .menelaah
oksigen kotmitmen klien kemampuan
kebutuhan, ketika untuk meningkatkan aktivitas klien
beraktivitas frekuensi dan jarak 3. pemenuhan
dan tirah 2.frekuensi 4 5 aktivitas aktivitas dapat
penapasan 3. bantu klien terpenuhi
baring ketika mengidetifikasi sesuai dengan
beraktivitas aktivitas yang keinginan
ditandai diinginkan 4. memberikan
3. kemudahan 4 5
dengan berafas ketika 4. bantu klien untuk penguatan dan
beraktivitas menegmbangkan motivasi pada
keletihan dan 4. tekanan 4 5 motivasi klien agar
darah sistolik 5. bantu dengan mampu
respon ketika aktivitas fisik secara melakukan
beraktivitas teratur ( misalnya, aktivitas
tekanan darah abulasi , 5. memberikan
5. tekanan 4 5
darah distolik transfer/berpindah, aktivitas yang
abnormal
ketika berputar, dan dapat membuat
terhadap melakukan kebersihan diri) klien
aktivitas sesuai dengan menjalankan
aktivitas Ket : kebutuhan aktivitas
1. sangat terganggu
2.banyak terganggu
3. cukup terganggu
4. sedikit terganggu
5. tidak terganggu
XIII. FORMATIMPLEMENTASI KEPERAWATAN
(misalnya,
bahaya fisik,)
3. Menyingkirka
n bahan
berbahaya
dari
lingkungan
jika
diperlukan
4. Menggunakan
peralatan
perlindungan
5. Memonitir
lingkungan
terhadap
terjadinya
perubahan
status
keselamatan
BAB IV
PEMBAHASAN
.
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan
verifikasi, komunikasi dan dari data tentang pasien. Pengkajian ini didapat
dari dua tipe yaitu data subyektif dari persepsi pasien tentang masalah
kesehatan mereka dan data obyektif yaitu pengamatan/pengukuran yang
dibuat oleh pengumpul data (Potter, 2013).
Teknik pengumpulan data dengan metode wawancara, observasi, dan
pemeriksaan fisik. Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Nurarif, 2015).
Pada langkah pertama ini penulis melakukan pengkajian pada Tn “A”
secara berkesinambungan. Pengkajian dilakukan dengan mengumpulkan
semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan Tn “A” secara
lengkap. Data pada pengkajian diperoleh dengan cara melakukan wawancara
langsung dan observasi dengan Tn “A” dengan cara anamneses dan
pemeriksaan fisik. Dalam proses pengumpulan data tidak ditemukan kendala
karena keluarga klien dan klien sangat kooperatif dalam menjawab semua
pertanyaan yang diajukan serta mau mengikuti serangkaian pemeriksaan.
Asuhan keperawatan yang diberikan pada Tn “A” dimulai pada tanggal
28 Maret 2021 di Ruang ICU Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Dari
data pengkajian didapatkan bahwa pasien mengeluh Pusing, Kaki kanan sulit
di gerakkan dan badan terasa lemah
74
Berdasarkan hasil dari pemeriksaan CT Scan diperoleh data bahwa
klien mengalami lacunar infact lobus parietal sinistra dan tidak terdapat
pendarahan, dan ini berarti klien akan mengalami kerusakan pada hemisfer
kiri otak klien.
Stroke jenis apapun akan menyebabkan defisit neurologis yang berbeda
beda tergantung kepada daerah otak yang terganggu aliran darahnya dan
fungsi daerah otak yang mengalami iskemia tersebut. Gejala yang timbul
dapat berupa hemiparesis, hemihipestesi, gangguan berbicara (afasia), bicara
pelo, hemianopsia, gangguan fungsi intelektual dan lain-lain (Misbach, 2011
dalam Prayoga, 2016). Riset menunjukkan bahwa anatomi dan histologi
antara hemisfer kiri dan hemisfer kanan memiliki struktur yang berbeda.
Perbedaan ini membuat adanya spesialisasi fungsi dari masing-masing
hemisfer dan apabila terjadi kerusakan maka kerusakan yang ditimbulkannya
juga akan menunjukkan dominansi yang berbeda pula (Pasiak, 2009 dalam
Prayoga, 2016).
Adapun menurut Hedna et al (2013) dalam Prayoga (2016) terdapat
perbedaan kebutuhan metabolisme pada masing-masing hemisfer, lesi
hemisfer kiri memiliki metabolisme tingkat sel yang lebih tinggi sehingga
memicu blood flow dihemisfer kiri lebih cepat, hal ini menyebabkan hemisfer
kiri memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami penurunan fungsi dan
memberikan pengaruh terhadap neuroplasticity pada kejadian stroke. Selain
itu terdapat pula perbedaan pada lapisan tunika intima media dan kecepatan
aliran darah pada arteri cerebralis hemisfer kiri. Hal tersebut yang sampai saat
ini menjadi dugaan penyebab terjadinya perbedaan outcome antara stroke
iskemik lesi hemisfer kiri dan lesi hemisfer kanan.
Outcome atau tanda dan gejala yang akan muncul pada pasien yang
mengalami stroke iskemik pada hemisfer kiri antara lain klien akan
mengalami hemiparase tubuh bagian kanan, perilaku lambat dan hati-hati,
kelainan lapang pandang kanan, disfagia global, afasia dan klien akan mudah
mengalami frustasi (Darpianur, 2011)
Dari hasil pengkajian pada Pusing, Kaki kanan sulit di gerakkan dan
badan terasa lemah keluhan yang muncul sesuai dengan tanda dan gejala
74 stroke iskemik pada
yang muncul apabila klien mengalami
75
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti
tentang masalah klien serta pengembangan yang dapat dipecahkan atau
diubah melalui tindakan keperawatan menggambarkan respon actual atau
potensial klien terhadap masalah kesehatan. Respon aktual dan potensial klien
didapatkan dari data pengkajian dan catatan medis klien. Diagnosa
75
keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi untuk mencapai hasil
yang diharapkan (Potter dan Perry, 2011).
Berdasarkan teori yang ada menurut (Muttaqin, 2008) yang sudah
disesuaikan dengan NANDA (2015) untuk kasus pasien stroke non
hemoragik terdapat tujuh diagnosa keperawatan yang mungkin muncul.
Setelah dilakukan pengumpulan data pada Tn “A” dan dilakukan analisa,
penulis menemukan ada tiga diagnosa keperawatan yang muncul dan sesuai
dengan teori.
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
penyumbatan aliran arteri dan vena.
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah penurunan
oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman nutrisi ke jaringan
serebral pada tingkat kapiler (NANDA, 2015). Diagnosa ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral muncul karena adanya infact pada lobus parietal
bagian sinistra, sehingga perfusi jaringan yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat menjadi terganggu. Ini dibuktikan dengan hasil CT
Scan : lacunar infact lobus parietal sinistra dan tidak terdapat pendarahan.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik
atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (NANDA,
2015). Hambatan mobilitas fisik terjadi karena adanya penurunan
kekuatan otot. Pada diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik, data
subjektif yang didapatkan adalah keluarga pasien mengatakan bahwa
badan klien terasa lemah dan sulit untuk menggerakkan kaki dan tangan
kanan. Data objektif yang didapatkan adalah klien tampak tidak dapat
melakukan mobililisasi tempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM secara
mandiri serta hasil dari pemeriksaan kekuatan otot pada ekstremitas kanan
atas bernilai 1 dan kekuatan otot pada ekstremitas kanan bawah bernilai 2.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ismiati, Theresia T
(2019) yang berjudul “Pengaruh Akupresur Terhadap Peningkatan
Kekuatan Otot Dan Activities Of Daily Living (Adl) Pada Pasien Stroke
Non Hemoragik Di Unit Stroke RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda”
76
menunjukkan hasil bahwa intervensi akupresur mempengaruhi kekuatan
otot dan ADL secara bermakna. Pengaruh akupresur terhadap kekuatan
otot ditunjukkan dengan nilai parameter estimate 2,380 untuk kekuatan
otot kanan dengan nilai p=0,002 (<0,05) dan odds rasio 16,86. Nilai
parameter estimate untuk kekuatan otot kiri adalah 1,875 dengan nilai p =
0,039 (<0,05) dan odds rasio 6,5. Pengaruh akupresur terhadap ADL
ditunjukkan dengan nilai parameter estimate -3,303 dengan nilai p = 0,000
(<0,05) dan odds rasio 4,2.
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis
(penurunan sirkulasi ke otak)
Hambatan komunikasi verbal adalah penurunan, perlambatan, atau
ketidakmampuan untuk menerima, memproses, mengirim, dan/atau
menggunakan sistem simbol (NANDA, 2015). Pada diagnosa keperawatan
hambatan komunikasi verbal, data subjektif yang didapatkan adalah
keluarga pasien mengatakan bahwa lidah klien terasa berat dan sulit untuk
berbicara. Data objektif yang didapatkan adalah hasil pemeriksaan GCS
E4 Vx (afasia global) M5 serta hasil dari CT Scan klien menunjukkan
bahwa klien mengalami lacunar infact lobus parietal sinistra dan tidak
terdapat pendarahan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yunica (2019) yang
berjudul “Terapi AIUEO Terhadap Kemampuan Berbicara (Afasia
Motorik) Pada Pasien Stroke” dengan menggunakan uji Paired t-test
menunjukkan hasil bahwa ada pengaruh terapi AIUEO terhadap
kemampuan berbicara (afasia motorik) pada pasien stroke di RSU Kertha
Usada dengan nilai nilai p (0,000) < α (0,05).
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah semua rencana keperawatan untuk
membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini ke status yang diuraikan
dalam hasil yang diharapkan (Potter, 2010).
Menurut Asmadi (2011), sebelum menentukan intervensi keperawatan
harus ditentukan tujuan dilakukan tindakan sehingga rencana tindakan dapat
diselesaikan dengan metode smart yaitu spesifik adalah rumusan tujuan yang
harus jelas dan khusus, Measurable adalah tujuan yang dapat diukur,
Achierable adalah tujuan yang dapat diterima, dicapai dan ditetapkan
bersama klien, rasional adalah tujuan dapat tercapai dan nyata dan time harus
ada target waktu.
Pada tahap perencanaan Asuhan Keperawatan Tn “A” dengan stroke non
hemoragik, penulis menggunakan hierarki maslow yaitu dengan melihat
kebutuhan dasar manusia. Adapun prioritas masalah dalam studi kasus ini
adalah :
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penyumbatan aliran arteri dan vena
Intervensi yang direncanakan berdasarkan Nursing Intervention Outcomes
adalah berikan informasi kepada keluarga, catat respon pasien terhadap
stimuli, monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology terhadap
aktivitas, monitor intake dan output cairan, monitor suhu dan angka WBC,
kolaborasi pemberian antibiotik, posisikan pasien pada posisi semifowler
dan minimalkan stimuli dari lingkungan
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
Intervensi yang direncanakan berdasarkan Nursing Intervention Outcomes
adalah monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan, konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
ambulasi sesuai dengan kebutuhan, kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan, dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs ps, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan.
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis
(penurunan sirkulasi ke otak)
Intervensi yang direncanakan berdasarkan Nursing Intervention Outcomes
adalah monitor kecepatan bicara, tekanan, kecepatan, kuantitas, volume
dan diksi, monitor proses kognitif dan fisiologi terkait dengan kemampuan
bicara, ijinkan pasien untuk sering mendengar suara pembicaraan dengan
cara tepat, libatkan keluarga untuk membantu memahami /memahamkan
informasi dari / ke klien, gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam
komunikasi dengan klien, berikan arahan / perintah yang sederhana setiap
interaksi dengan klien dan programkan speech-language teraphy.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan adalah
kategori dari perilaku keperawatan di mana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
mengikuti komponen perencanaan keperawatan (Potter, 2013).
Dalam melakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, penulis tidak
mempunyai hambatan, hanya saja tidak semua intervensi dilakukan karena
keterbatasan waktu dan tempat. Implementasi yang dilakukan yaitu :
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penyumbatan aliran arteri dan vena
a. Memberikan informasi kepada keluarga
b. Mencatat respon pasien terhadap stimuli
c. Memonitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology terhadap
aktivitas
d. Memonitor intake dan output cairan
e. Memonitor suhu dan angka WBC
f. Berkolaborasi dalam pemberian antibiotik
g. Memposisikan pasien pada posisi semifowler
h. Meminimalkan stimuli dari lingkungan
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
a. Memonitoring mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
b. Berkonsultasi dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
c. Mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
d. Melatih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
e. Mendampingi dan membantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps
f. Mengajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan.
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis
(penurunan sirkulasi ke otak)
a. Memonitor kecepatan bicara, tekanan, kecepatan, kuantitas, volume
dan diksi, monitor proses kognitif dan fisiologi terkait dengan
kemampuan bicara
b. Mengijinkan pasien untuk sering mendengar suara pembicaraan
dengan cara tepat
c. Melibatkan keluarga untuk membantu memahami/memahamkan
informasi dari / ke klien
d. Menggunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam komunikasi
dengan klien
e. Memberikan arahan / perintah yang sederhana setiap interaksi dengan
klien
f. Memprogramkan speech-language teraphy.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang
rencana keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalah kesehatan
actual, mencegah kekambuhan dari masalah potensial dan mempertahankan
status kesehatan. Evaluasi terhadap tujuan asuhan keperawatan menentukan
tujuan ini telah terlaksana (Potter, 2010).
Kelompok mengevaluasi apakah perilaku atau respon klien mencerminkan
suatu kemajuan atau kemunduran dalam diagnose keperawatan. Pada evaluasi
kelompok menyesuaikan dengan teori yang ada yaitu SOAP yang berarti S
adalah subjektif yaitu keluhan utama klien, O adalah objektif hasil
pemeriksaan dan juga observasi perawat, A adalah perbandingan data dengan
teori dan P adalah perencanaan yang akan dilakukan (Asmadi, 2011).
Evaluasi keperawatan yang didapatkan yaitu antara lain: pada diagnosa
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penyumbatan
aliran arteri dan vena didapatkan masalah teratasi sebagian dimana klien tidak
mengalami ortostatik hipotensi, tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan
intrkranial, tingkat kesadaran membaik dan tidak ada gerakan-gerakan
involunter, klien mampu untuk memproses informasi yang diberikan, namun
tekanan systole dan diastole klien belum berada dalam rentang yang
diharapkan.
Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot didapatkan masalah teratasi sebagian dimana
terdapat peningkatan dalam aktivitas fisik sesuai kemampuan klien, klien
mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas namun kekuatan otot ekstremitas
kanan klien masih lemah dan klien masih belum bisa untuk memperagakan
alat bantu mobilisasi.
Dan pada diagnosa hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan
gangguan fisiologis (penurunan sirkulasi ke otak) didapatkan masalah teratasi
sebagian dimana klien dapat mengerti dan memahami perintah yang diberikan
serta mampu untuk melaksanakan perintah yang diberikan, klien juga dapat
mengekspresikan perasaannya secara non verbal namun kemampuan
berbicara belum efektif dalam mengeluarkan suara.
82
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil asuhan keperawatan yang menggunakan teknik
wawancara dan observasi yang dilaksanakan pada Tn “A” dengan stroke non
hemoragik dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Data yang akurat diperoleh dengan melakukan pengkajian secara
menyeluruh menggunakan teknik wawancara, observasi dan pemeriksaan
fisik. Pengkajian pada Ny S dengan Stroke Non Hemoragik difokuskan
pada pemeriksaan Neurologi, Glascow Coma Scale (GCS) dan kekuatan
otot. Pada pengkajian didapatkan pasien mengeluh badan terasa lemah,
kaki dan tangan kanan tidak bisa digerakkan serta lidah terasa berat dan
tidak bisa bicara 2 jam pasca kejadian klien terjatuh di kamar mandi.
Berdasarkan dari pengkajian fisik diperoleh data nilai GCS klien E4 Vx
afasia global) M5, kekuatan otot pada ekstremitas kanan atas bernilai 1
dan kekuatan otot pada ekstremitas kanan bawah bernilai 2, serta dari
pemeriksaan neurologi didapakan hasil bahwa semua nervus dalam
keadaan baik.
2. Sesuai dengan data yang diperoleh saat pengkajian penulis dapat
menentukan beberapa diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan
yang muncul pada Tn “A” adalah :
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penyumbatan aliran arteri dan vena ditandai dengan hasil CT Scan
menunjukkan terjadinya lacunar infact lobus parietal sinistra dan
tidak terdapat pendarahan
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot ditandai dengan hemiparase dekstra, kekuatan otot ekstremitas
atas dekstra 1 dan kekuatan otot ekstremitas bawah dekstra 2
c. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
fisiologis (penurunan sirkulasi ke otak) ditandai dengan GCS E4 Vx
(afasia global) M5.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
ACC/AHA 2006 Guidelines for the Management of Patients With Valvular Heart
Disease.
https://www.ahajournals.org/doi/pdf/10.1161/circulationaha.106.176857
Aulia, Destanul dkk. 2018. Hubungan Gaya Hidup, Riwayat Penyakit dan
Ekonomi Dengan Kejadian stroke Pada Suku Mandailing Di RSUD Kota
Padangsidimpuan Tahun 2017. SEL Jurnal Penelitian Kesehatan Vol. 5 No.2,
November 2018, 50-58.
Brunner & Suddarth. (2005). Keperawatan Medikal Bedah (edisi 8). Jakarta :
EGC Darpianur, Winda. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Stroke.
https://weenbee.files.wordpress.com/2011/09/askep-stroke.pdf
Dinata, C. A et al. 2013. Gambaran Faktor risiko dan Tipe Stroke pada Pasien
Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan
Periode 1 Januari 2010 – 31 Juni 2012. Jurnal Kesehatan andalas. 2013;2(2)
http://jurnal.fk.unand.ac.id. Diakses tanggal 1 Mei 2020.
Hafid, Muh. Anwar. 2014. Hubungan Riwayat Hipertensi Dengan Kejadian Stroke
Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar 2012. Jurnal Kesehatan
Volume VII No. 1/2014.