Anda di halaman 1dari 65

GAMBARAN ALBUMINURIA PADA PASIEN

DIABETES MELITUS TIPE 2 DI BEBERAPA


RUMAH SAKIT DI KOTA PEKANBARU

Skripsi

Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Riau


sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

STEPHEN CHRISTOPHER LIMBONG

NIM. 1608115022

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
GAMBARAN ALBUMINURIA PADA PASIEN DIABETES MELITUS
TIPE 2 DI BEBERAPA RUMAH SAKIT DI PEKANBARU

Skripsi

Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Riau


sebagai pemenuhan salah satu syarat
mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

STEPHEN CHRISTOPHER LIMBONG


NIM. 1608115022

Disetujui oleh:
Pembimbing I Pembimbing II

dr. Hendra Asputra, Sp.PD dr. Lucyana Tampubolon, M.Sc, Sp.PK


NIP. 19830413 201012 1 005 NIP. 19730602 200212 2 003

ii
USULAN PENELITIAN

Judul Penelitian : GAMBARAN ALBUMINURIA PADA PASIEN


DIABETES MELITUS TIPE 2 DI BEBERAPA RUMAH
SAKIT DI PEKANBARU

Cabang Ilmu : Penyakit Dalam

Data Mahasiswa

Nama : STEPHEN CHRISTOPHER LIMBONG

NIM : 1608115022

Tempat/TanggalLahir : Tandun, 14 Juni 1998

Masuk FK UNRI : 2016

Nama Penasehat Akademis : dr. Hendra Asputra, Sp.PD

Jenis Penelitian : Deskriptif

Pekanbaru, 8 Januari 2021

Mengetahui,
Wakil Dekan Bidang Akademik Mahasiswa Peneliti

Dr.dr. M. Yulis Hamidy, M. Kes, M. Pd. Ked Stephen Christopher Limbong


NIP 197109042000031001 NIM. 1608115022

iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua baik yang diikuti maupun

dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Stephen Christopher Limbong

NIM : 1608115022

Tanggal : 8 Januari 2021

Tanda Tangan :

iv
ABSTRACT

ALBUMINURIA OF TYPE 2 DIABETES MELITUS PATIENTS AT SOME

HOSPITAL IN PEKANBARU CITY

BY

Stephen Christopher Limbong

Diabetes mellitus (DM) type 2 is a prolonged metabolic disorder caused by

the pancreas not being able to produce enough insulin. Uncontrolled diabetes

mellitus will cause various complications, both microvascular and macrovascular.

Manifestation of macrovascular complications are known as coronary heart

disease, cerebral thrombosis, and gangrene. The disease of microvascular

complications that can occur in DM patient are retinopathy and nefropati diabetic

(ND). ND is marked by albumin on the urine or also called albuminuria. The study

aims to find out the albuminuria images on DM type 2 patients at multiple hospitals

in the Pekanbaru city. The design of this study is a descriptive sectional cross

sectional with total sampling method. The result of this study obtained 32 samples

of DM type 2 patients. Characteristics of type 2 DM patients are mostly women

(56.25%), the most age is 45-65 years (59.375%), the most long suffering from

diabetes is ≤5 years (62.5%), the most DM type 2 albuminuria sufferers are albumin

<30 µg / mg (62.5%), the most DM type 2 albuminuria patients were at the age of

45-65 years (59.375%), the most DM type 2 albuminuria patients were women

(56.25%), the most DM type 2 albuminuria sufferers were 2 most with long

suffering from diabetes ≤5 years (62.5%).

Keyword: Diabetes mellitus type 2, albuminuria, complications

v
ABSTRAK

GAMBARAN ALBUMINURIA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2


DI BEBERAPA RUMAH SAKIT DI KOTA PEKANBARU

Oleh:

Stephen Christopher Limbong

Diabetes melitus (DM) tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik menahun

akibat pankreas tidak dapat memproduksi cukup insulin. Diabetes melitus tidak

terkontrol akan menyebabkan berbagai komplikasi, baik mikrovaskuler maupun

makrovaskuler. Manifestasi komplikasi makrovaskuler dapat berupa penyakit

jantung koroner, trombosis serebral, dan gangren. Penyakit akibat komplikasi

mikrovaskular yang dapat terjadi pada pasien DM yaitu retinopati dan Nefropati

Diabetik (ND). ND ditandai dengan terdapatnya albumin pada urin atau disebut

juga albuminuria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran albuminuria

pada pasien DM tipe 2 di beberapa rumah sakit di kota Pekanbaru. Desain penelitian

ini adalah deskriptif cross sectional dengan metode total sampling. Hasil penelitian

ini didapatkan 32 sampel pasien DM tipe 2. Karakteristik pasien DM tipe 2 paling

banyak adalah perempuan (56,25%), usia yang paling banyak 45-65 tahun

(59,375%), lama menderita DM terbanyak ≤5 tahun (62,5%), penderita albuminuria

DM tipe 2 terbanyak kadar albumin <30 µg/mg (62,5%), penderita albuminuria DM

tipe 2 terbanyak terdapat pada umur 45-65 tahun (59,375%), penderita albuminuria

DM tipe 2 terbanyak adalah perempuan (56,25%), penderita albuminuria DM tipe

2 terbanyak dengan lama menderita DM ≤5 tahun (62,5%).

Kata kunci: Diabetes melitus tipe 2, albuminuria, komplikasi

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran albuminuria pada pasien

diabetes melitus tipe 2 di beberapa rumah sakit di kota Pekanbaru”.

Penulis menyadari penyusunan skripsi ini tidak lepas dari arahan dan

bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Prof. Dr. dr. Dedi Afandi, DFM,

Sp.FM(K) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penulisan skripsi.

2. dr. Hendra Asputra, Sp.PD sebagai pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, masukan, arahan, dan motivasi kepada penulis dalam

menyelesaikan penulisan skripsi.

3. dr. Lucyana Tampubolon, M.Sc, Sp.PK sebagai pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, masukan, arahan, dan motivasi kepada penulis dalam

menyelesaikan penulisan skripsi.

4. dr. Fatmawati, Sp.PK sebagai penguji I yang telah memberikan kritik dan saran

yang membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi

5. Dr. dr. Jazil Karimi Sp.PD-KEMD. FINASIM sebagai penguji I yang telah

memberikan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan

skripsi

6. dr. Huriatul Masdar, M.Sc sebagai supervisi yang telah memberikan kritik dan

saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi

vii
7. drg. Rita Endriani, M.Kes sebagai penasehat akademis yang telah memberikan

semangat dan motivasi kepada penulis selama menempuh pendidikan.

8. Dosen pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Riau yang telah banyak

memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis.

9. Teristimewa kepada Ayahanda Ir. Hotman Limbong dan Ibunda Dra. Debora

Dariana Naibaho, kakak Widya Octavia Limbong, S.E, M.M dan dr. Yolanda

Octora Limbong, serta abang Ivan Reinhard Limbong dan seluruh keluarga

besar tercinta yang telah mendoakan, mendidik, mencurahkan kasih sayang,

serta memberikan bimbingan moril dan materil.

10. Seluruh teman seperjuangan satu penelitian Ilmu Penyakit Dalam yang telah

bekerja sama dengan baik dan membantu kelancaran penyusunan skripsi dan

Seluruh teman angkatan 2016 Fakultas Universitas Riau yang telah

memberikan dukungan kepada penulis.

11. Sahabat-sahabat penulis Kevin Rovi Andhika, Sahwal Sahputra, Muhammad

Ikhwan Fuadi, Rizky Hikmawan, Dio Arif Alhadi, Veronica Efri Lastuti

Manurung, dan Acin Family yang telah memberikan dukungan, motivasi,

membantu, dan mendoakan penulis dalam penyusunan skripsi.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan di dalam skripsi ini. Penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan

skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan.

Pekanbaru, 8 Januari 2021

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRACT ........................................................................................................ v
ABSTRAK ........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 4
1.3.1Tujuan Umum ......................................................................... 4
1.3.2Tujuan Khusus ......................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 6


2.1 Anatomi dan Histologi Ginjal ........................................................... 6
2.1.1 Anatomi.................................................................................. 6
2.1.2 Histologi ................................................................................. 8
2.2 Definisi Nefropati Diabetik............................................................... 9
2.3 Epidemiologi .................................................................................. 10
2.4 Patofisiologi Nefropati Diabetik ..................................................... 12
2.6 Gejala Klinis Nefropati Diabetik..................................................... 14
2.7 Diagnosis Nefropati Diabetik.......................................................... 16
2.8 Tatalaksana .................................................................................... 18
2.8.1 Terapi non farmakologis ....................................................... 18
2.8.2 Intervensi Diet Pada Nefropati Diabetik ................................ 19
2.8.3 Terapi Farmakologi .............................................................. 21

ix
2.9 Kerangka Teori............................................................................... 23
2.10 Kerangka Konsep ......................................................................... 24

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 25


3.1 Desain Penelitian ........................................................................... 25
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 25
3.3 Populasi dan Sampel...................................................................... 25
3.3.1 Populasi ............................................................................ 25
3.3.2 Sampel .............................................................................. 25
3.4 Kriteria Sampel Penelitian ............................................................. 26
3.4.1 Kriteria Inklusi .................................................................. 26
3.4.2 Kriteria Eksklusi ..................................................................... 26
3.5 Variabel Penelitian ........................................................................ 26
3.6 Insturment Penelitian ..................................................................... 26
3.7 Defenisi Operasional ..................................................................... 27
3.8 Alur Penelitian .............................................................................. 28
3.9 Pengumpulan Data ........................................................................ 28
3.9.1Pengolahan Data .................................................................... 28
3.10 Analisa Data ........................................................................... 29
3.11Etika Penelitian ............................................................................. 29

BAB IV HASIL PENILITIAN ....................................................................... 30


4.1 Distribusi Frekuensi Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Pada
Beberapa Rumah Sakit di Pekanbaru Berdasarkan Umur, dan Lama
Menderita DM ............................................................................... 30
4.2 Distribusi Frekuensi Penderita Albuminuria Diabetes Melitus Tipe 2
di Beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru ................................. 31
4.3 Distribusi Frekuensi Penderita Albuminuria Diabetes Melitus Tipe 2
di Beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru Berdasarkan Umur, Jenis
Kelamin, dan Lama Menderita DM ............................................... 32

x
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................. 34
5.1 Distribusi Frekuensi Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Beberapa
Rumah Sakit Di Kota Pekanbaru Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,
dan Lama Menderita DM............................................................... 34
5.2 Distribusi Frekuensi Penderita Albuminuria Diabetes Melitus Tipe 2
di Beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru ................................. 36
5.3 Distribusi Frekuensi Penderita Albuminuria Diabetes Melitus Tipe 2
di Beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru Berdasarkan Umur, Jenis
Kelamin, dan Lama Menderita DM ............................................... 37

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 41


6.1 Simpulan ....................................................................................... 41
6.2 Saran ............................................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 43


LAMPIRAN ..................................................................................................... 46

xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Anatomi Ginjal ................................................................................. 7

Gambar 2.2 Histologi Tubulus Kontortus Proksimal ............................................8

Gambar 2.3 Skrining Mikroalbuminuria .............................................................17

xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Nilai Rasio Albumin ...........................................................................10

Tabel 2.2 Manifestasi Klinis Berdasarkan Derajat Albuminuria .........................15

Tabel 2.3 Nilai Rasio Albumin ...........................................................................16

Tabel 2.4 Target Terapi Farmakologi .................................................................22

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 pada Beberapa
Rumah Sakit di Kota Pekanbaru Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, dan
Lama Menderita DM ..........................................................................30

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Penderita Albuminuria Diabetes Melitus Tipe 2 di


Beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru .........................................31

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Penderita Albuminuria Diabetes Melitus Tipe 2 di


Beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru Berdasarkan Umur ...........32

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Penderita Albuminuria Diabetes Melitus Tipe 2 di


Beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru Berdasarkan Jenis Kelamin.
..........................................................................................................32

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Penderita Albuminuria Diabetes Melitus Tipe 2 di


Beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru Berdasarkan Lama Menderita
DM ....................................................................................................33

xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik ...................................................46
Lampiran 2. Identitas Responden .......................................................................47
Lampiran 3. Permohonan Menjadi Responden ...................................................48
Lampiran 4. Informed Consent ...........................................................................49
Lampiran 5. Data Penelitian ...............................................................................50
Lampiran 6. Daftar Riwayat Hidup.....................................................................51

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

World Health Organization (WHO) mendefinisikan Diabetes Melitus (DM)

adalah suatu kumpulan masalah anatomi dan kimiawi yang disebabkan oleh

sejumlah faktor dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan

fungsi insulin.1 Sementara itu menurut Departemen Kesehatan (Depkes), DM

merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak dapat

memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang

diproduksi secara efektif.2

Prevalensi penderita DM berdasarkan data dari International Diabetes

Federation (IDF) terdapat 384 juta jiwa di dunia yang menderita penyakit DM pada

tahun 2013, dan diperkirakan prevalensi penderita DM akan terus meningkat

menjadi 592 juta jiwa pada tahun 2035.2 Tahun 2015, terdapat 415 juta jiwa

penderita penyakit DM di Asia Tenggara.2 IDF memperkirakan pada tahun 2040

akan terdapat peningkatan jumlah penderita penyakit DM menjadi 642 juta jiwa di

Asia Tenggara.2 Tahun 2013 Indonesia menempati urutan ke-7 untuk usia 20-79

tahun dan diperkirakan pada tahun 2030 Indonesia akan tetap berada dalam sepuluh

besar negara dengan prevalensi DM tertinggi di dunia. 3 Prevalensi DM di Provinsi

Riau berdasarkan Riskesdas 2013 terdapat 41.071 kasus pada usia >14 tahun. 2

Menurut Profil Kesehatan Riau tahun 2010 jumlah penderita diabetes melitus

terbanyak pada kelompok umur 45-54 tahun terdapat 191 kasus, kedua kelompok

1
2

umur 60-69 terdapat 120 kasus dan ketiga kelompok Umur 25-44 tahun terdapat

108 kasus.4

Diabetes melitus yang tidak terkontrol akan menyebabkan berbagai

komplikasi kronik, baik mikrovaskuler maupun makrovaskuler. Manifestasi

komplikasi makrovaskuler dapat berupa penyakit jantung koroner, trombosis

serebral, dan gangren. Penyakit akibat komplikasi mikrovaskular yang dapat terjadi

pada pasien diabetes yaitu retinopati dan Nefropati Diabetik (ND). ND ditandai

dengan terdapatnya albumin pada urin atau disebut juga albuminuria.5,6

Albuminuria adalah terdapatnya albumin dalam jumlah kecil di dalam urin.

Albuminuria dikategorikan menjadi mikroalbuminuria dan makroalbuminuria

berdasarkan jumlah ekskresi albumin urin. Albuminuria merupakan penanda klinis

terjadinya penurunan faal pada pasien diabetes melitus.7 Tingginya ekskresi

albumin atau protein dalam urin akan berguna untuk menjadi petunjuk tingkatan

kerusakan ginjal.8,9 Menurut Mardewi I dan Suastika Ketut pada pasien DM tipe 2

sebanyak 20%-40% yang mengalami mikroalbuminuria akan berkembang menjadi

proteinuria.10 Proteinuria pada ND diakibatkan karena peningkatan permeabilitas

dan kerusakan barier glomerulus, selain itu proteinuria juga disebabkan karena

penurunan reabsorpsi tubular, sehingga menyebabkan protein dapat lolos dan

masuk ke dalam urin.11 Menurut ES Harie Satria et al. ND adalah komplikasi

diabetes melitus pada ginjal juga dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.

Fungsi ginjal yang menurun akan menyebabkan penurunan Laju Filtrasi

Glomerulus (LFG).6

Nefropati diabetik merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan

pada penderita DM. Sekitar 50% gagal ginjal tahap akhir di Amerika Serikat
3

disebabkan oleh ND. Hampir 60% penderita hipertensi dan diabetes di Asia

menderita ND. Pada tahun 1981 ND merupakan penyebab kematian urutan ke-6 di

negara barat dan saat ini 25% penderita gagal ginjal yang menjalani dialisis

disebabkan karena diabetes melitus, terutama DM tipe II oleh karena DM tipe ini

lebih sering dijumpai.6

Penelitian pada orang kulit hitam di Amerika tahun 1995 mendapatkan

bahwa penyandang yang baru di diagnosis DM tipe 2 mempunyai angka kejadian

makroalbuminuria 3,8% dan mikroalbuminuria sebesar 23,4% sedangkan

penelitian di India Selatan pada tahun 1998 mendapatkan angka kejadian

mikroalbuminuria pada DM tipe 2 sebesar 36,3%.12

Tahun 1991 angka kejadian mikroalbuminuria pada DM tipe 2 sebesar

6,9%-31,3% dan makroalbuminuria 4,4%-8,6%. Penelitian di divisi ginjal

hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia dan Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo tahun

2000-2001 mendapatkan bahwa pasien yang baru pertama kali menjalankan terapi

cuci darah mempunyai angka kejadian ND sebesar 15%.12

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai gambaran albuminuria pada pasien DM tipe 2.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan

masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana gambaran albuminuria pada pasien

diabetes melitus tipe 2.


4

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran

albuminuria pada pasien diabetes melitus tipe 2 di beberapa rumah sakit di

pekanbaru.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi penderita diabetes melitus tipe 2 di

beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru berdasarkan umur.

2. Mengetahui distribusi frekuensi penderita diabetes melitus tipe 2 di

beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru berdasarkan jenis kelamin.

3. Mengetahui distribusi frekuensi penderita diabetes melitus tipe 2 di

beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru berdasarkan lama menderita

diabetes melitus.

4. Mengetahui distribusi frekuensi penderita albuminuria diabetes melitus

tipe 2 di beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru.

5. Mengetahui distribusi frekuensi penderita albuminuria diabetes melitus

tipe 2 di beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru berdasarkan umur.

6. Mengetahui distribusi frekuensi penderita albuminuria diabetes melitus

tipe 2 di beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru berdasarkan jenis

kelamin.

7. Mengetahui distribusi frekuensi penderita albuminuria diabetes melitus

tipe 2 di beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru berdasarkan lama

menderita diabetes melitus.


5

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada:

1. Peneliti

Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan di bidang

penelitian kedokteran serta memperluas pengetahuan dan wawasan

terutama mengenai gambaran albuminuria dan DM.

2. Fakultas Kedokteran Universitas Riau

Diharapkan penelitian ini dapat menambah referensi pada perpustakaan dan

dapat menjadi pembanding untuk penelitian selanjutnya.

3. Responden

Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang gambaran

albuminuria dan selanjutnya bisa digunakan sebagai pedoman dalam

penatalaksanaan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Histologi Ginjal

2.1.1 Anatomi

Ginjal (renal) berfungsi untuk mensekresikan sebagian besar produk sisa

metabolisme. Ginjalnjuganmempunyainperanannuntuknmengatur keseimbangan

air dan elektrolit di dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam-basa

darah. Produk sisa akan dibentuk menjadi urin dan melalui ureter, urin akan

mengalir menuju vesika urinaria (kandung kemih).7

Manusianmemilikin2nginjal, kiri dan kanan, masing-masing ginjal

memiliki cortex renalis dan medullanrenalis. Medullanrenalisnterdirinatas kira-kira

selusinnpiramidnrenales yang menghadap ke cortex renalis, dan memiliki papilla

renalis yang menonjol ke medial. Bagian cortex yang menonjol ke arah medulla

diantara piramid yang disebut columna renalis.7

Renal memiliki sinus, yang merupakannruangan didalam hilum renale,

berisi pelebaran ke atas ureter, yang disebutnpelvis renalis. Pelvisnrenalisnterbagi

menjadi dua atau tiga calix renalnmajornyangnmasing-masing bercabangndua atau

tiga, yang disebut dengan calix renal minor.7

Ginjal memiliki 1juta-4juta nefron, setiapnnefron terdiri atas korpus renalis,

tubulus kontortus proksimal, lengkungnhenle, tubulusnkontortus distal, dan duktus

koligentes.8

Vaskularisasinrenalnmemiliki sumber suplai darah melalui pembuluh darah

arteri yangndisebut arteri renalis. Arteri renalis berasal dari aorta, berada setinggi

vertebra lumbal II. Masing-masing arteri renalis tersebut memiliki cabang-cabang

6
7

tersendiri yang disebut arteri segmentales yang masuk dalam hilum renale dan

pelvis renalis.7

Piramid renalis divaskularisasi oleh arteri lobares yang berasal dari arteri

segmentalis, masing-masing satu untuk satu pyramid renals. Setiap arteri lobaris

memiliki cabang-cabang, cabang-cabang ini disebut arteri interlobaris. Arteri

interlobaris berjalan menuju cortex diantara piramid renal.13 Berikut gambar

anatomi ginjal manusia yang disajikan dalam gambar 2.1

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal15


8

2.1.2 Histologi

Renal memiliki korpuskel renalis berdiameter 200µm dan terdiri atas

seberkas kapiler, yaitu glomerulus, yangndikelilinginoleh kapsul epitel berdinding

ganda yang disebutnkapsula bowman. Lapisan kapsul ini disebut lapisan viseral,

lapisan ini berperan untuk menyelubungi kapiler glomerulus. Lapisan luar

membentuk batas luar korpuskel renalis dan disebut lapisan parietal kapsula

bowman. Diantara dua lapis kapsula bowman terdapat ruang urinarius, yang

menampung cairan yang disaring melalui dinding kapiler dan lapisan visceral.

Setiap korpuskel ginjalnmemiliki kutubnvascular, tempatnmasuknya arteriol aferen

dan keluarnya arteriol eferen, dan memiliki kutub urinarius, tempat tubulus

kontortus proksimal berasal. Setelah memasuki korpuskelnrenalis, arteriol aferen

biasanya terbagi menjadi dua sampai lima cabang utama, dannsetiap cabang terbagi

lagi menjadi kapiler, yang membentuk glomerulus ginjal.14 Berikut gambar

histologi tubulus kontortus proksimal yang disajikan dalam gambar 2.2.

Gambar 2.2 Histologi Tubulus Kontortus Proksimal16


9

Lapisan parietal kapsula bowman terdiri atas epitel selapis gepeng yang

ditunjang lamina basalis dan selapis tipis serat retikulin. Pada kutub urinarius,

epitelnya berubah menjadi epitel selapis kuboid atau silindris rendah yang menjadi

ciri tubulus proksimal.14

Perkembangan pada Pada tahun 2040 lapisan parietal relatif tidak

mengalami perubahan, sedangkan lapisan visceral sangat termodifikasi, yang

disebut podosit, dan memilikinbadannsel yang menjulurkan beberapa cabang atau

prosesus primer. Setiap cabang primer menjulurkan banyak prosesus sekunder,

yang disebut pedikel, yang melapisi kapiler glomerulus.14

2.2 Definisi Nefropati Diabetik

Nefropati diabetik adalah komplikasi diabetes melitus pada ginjal yang

ditandai dengan terdapatnya albumin pada urin atau disebut juga albuminuria.5,6

Albuminuria adalah terdapatnya albumin dalam jumlah kecil di dalam urin.

Albuminuria dikategorikan menjadi mikroalbuminuria dan makroalbuminuria

berdasarkan jumlah ekskresi albumin urin.12

Albuminuria merupakan penanda klinis terjadinya penurunan faal pada

pasien diabetes melitus.7 Fungsi ginjal yang menurun akan menyebabkan

penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG).6 Tingginya ekskresi albumin atau

protein dalam urin selanjutnya akan menjadi petunjuk tingkatan kerusakan ginjal.5

Penilaian tingkat kerusakan ginjal dapat dinilai menggunakan pemeriksaan rasio

albumin urin, nilai rasio albumin urin disajikan dalam tabel 2.1.
10

Tabel 2.1 Nilai Rasio Albumin17

Kategori Nilai rujukan (µg/mg)


Normal <30
Mikroalbuminuria 30-299
Makroalbuminuria ≥300

Laju filtrasi glomerulus (LFG) merupakan suatu pemeriksaan fungsi ginjal

untuk menilai fungsi ekskresi ginjal, dengan cara menghitungnbanyaknya filtrat

yang dapat dihasilkan oleh glomerulus. Derajat penurunan nilainLFG menandakan

beratnya kerusakan ginjal.11

Pada masyarakat umum, ND lebih dikenalndengannsebutan penyakit gagal

ginjal.

2.3 Epidemiologi

Prevalensi penderita DM berdasarkan data dari International Diabetes

Federation (IDF) terdapat 384 juta jiwa di dunia yang menderita penyakit DM pada

tahun 2013 dan diperkirakan prevalensinpenderita DMnakan terus meningkat

menjadi 592 juta jiwa pada tahun 2035.2 Tahun 2015, terdapat 415 juta jiwa

penderitanpenyakitnDM di Asia Tenggara.2 Tahun 2040 IDF memperkirakan akan

terdapat peningkatannjumlahnpenderita penyakit DM menjadi 642 juta jiwa di Asia

Tenggara.2 Tahun 2013 Indonesianmenempatinurutan ke-7 dengan 2,1% jiwa

penderita DM dan diperkirakan pada tahun 2030 Indonesia akan tetap berada dalam

sepuluh besar negara dengan prevalensi DM tertinggindi dunia.3 Prevalensi DM di

Provinsi Riau berdasarkan Riskesdas 2013 terdapatn41.071 kasus pada usia >14

tahun.2 Menurut Profil Kesehatan Riau tahun 2010njumlah penderita diabetes

melitus terbanyak pada kelompok umur 45-54 tahunnterdapat 191 kasus, kedua
11

kelompok umurn60-69 terdapat 120 kasus dan ketigankelompok Umur 25-44 tahun

terdapat 108 kasus.4

Data Riskesdas pada tahun 2013, ND merupakan penyakit ginjal yang

cukup sering dijumpai di Indonesia. ND merupakan salah satu dari 12 penyakit

tidak menular yang menjadi masalah utama di Indonesia. Prevalensi ND pada umur

>15 tahun di Indonesia adalah 0,2 persen. Jumlah penderita penyakit ND di

Sumatera Barat juga sama dengan rerata prevalensi di Indonesia yaitu 0,2 %.

Mortalitas pasien ND menurut lama hidup dengan hemodialisis berdasarkan data

Kemenkes proporsi tahun 2015 terbanyak pada pasien dengan lama hidup 6-12

bulan yaitu sekitar 33%. Jika dijumlahkan proporsi pasien yang meninggal dengan

lama hidup kurang dari 12 bulan adalah sekitar 78%. 11

Penelitian pada orang kulit hitam di Amerika tahun 1995 mendapatkan

bahwa penyandang yang baru di diagnosis DM tipe 2 mempunyai angka kejadian

makroalbuminuria 3,8% dan mikroalbuminuria sebesar 23,4% sedangkan

penelitian di India Selatan pada tahun 1998 mendapatkan angka kejadian

mikroalbuminuria pada DM tipe 2 sebesar 36,3%.12

Tahun 1991 angka kejadian mikroalbuminuria pada DM tipe 2 sebesar

6,9%-31,3% dan makroalbuminuria 4,4%-8,6%. Penelitian di divisi ginjal

hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia dan Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo tahun

2000-2001 mendapatkan bahwa pasien yang baru pertama kali menjalankan cuci

darah mempunyai angka kejadian ND sebesar 15%.12


12

2.4 Patofisiologi Nefropati Diabetik

Pada perjalanan penyakit DM tipe 2 terjadi penurunan fungsi sel beta

pankreas dan peningkatan resistensi insulin yang berlanjut sehingga terjadi

hiperglikemia kronik dengan segala dampaknya. Hiperglikemia kronik juga

berdampak memperburuk disfungsi sel beta pancreas. Pada kondisi normal, sel beta

memiliki waktu hidup 60 hari. Pada kondisi normal, 0,5 % sel beta mengalami

apoptosis tetapi diimbangi dengan replikasi dan neogenesis. Seiring dengan

bertambahnya usia, jumlah sel beta akan menurun karena proses apoptosis melebihi

replikasi dan neogenesis. 18

Penyakit DM tipe 2 akan menyebabkan efek buruk terhadap beberapa organ

tubuh termasuk ginjal. Ginjal merupakannorgan tubuh yang berfungsi dalam proses

filtrasi. Pada sistem filtrasi glomerulus padanginjal terdapat tiga komponen yang

menjadi barier filtrasi glomerulus, yaitu podosit, selnendotelnkapiler, dan membran

basalis glomerulus. Pada awalnya, kerusakan podosit dianggap sebagai proses akhir

yang terjadi setelah proteinurianpada penyakit ginjal diabetes. Podosit glomerulus

dianggap sebagai pemain kunci dalam penyakit ginjal diabetes (PGD).18

Podosit berfungsi untuk menghasilkan vascular endothelial growth factor

(VEGF) yang penting dalam menjaga fenestrasinsel endotel yang normal.

Kerusakan podosit, baiknfungsional maupun struktural sudah terjadi pada fase

sangat awal dari PGD. Kerusakannpada podositndapat tidak berhubungan dengan

kedua komponen lainnya, sehingganprosesnini dapat terjadi sebelum adanya

mikroalbuminuria. Kerusakan podosit dapat terjadinsebelum adanya kerusakan

endotel glomerulus.18
13

Podosit berlokasi di luar membrannbasalis glomerulus dan terletak di bagian

proksimal saluran kemih sehingga kejadian patologis pada bagian ini dapat

terdeteksi di dalam urin. Podosit yang berdekatan dipisahkan oleh ruang yang

sempit (30-40 nm) yang dijembatani oleh sebuah membrannberpori yang disebut

slit diafragma. Membran ini memiliki pori-pori yang bebas permeabel terhadap air

dan zat terlarut dengan berat molekul kecil tetapi relatif impermeabelnterhadap

protein plasma. Pelepasan podosit dari membrana basalis glomerulus berhubungan

dengan penurunan α3β1 integrin di membrana plasma podosit yang dapat muncul

satu bulan setelah kondisi hiperglikemia. Beberapa protein yang menggambarkan

kondisi podosit, seperti nefrin, synaptopodin, podocalyxin, dan podocin mengalami

peningkatan ekskresi pada pasien diabetes.18

Nefrin berperan dalam adhesi sel dengan sel atau antara sel dengan matriks.

Nefrin merupakan komponen fungsional utama dari membrana basalis glomerulus

di slit diafragma. Nefrin diidentifikasi berinteraksi dengan jalur sinyal untuk

mempertahankan integritas podosit. Mutasi pada protein ini dapat menimbulkan

gangguan pada podosit dan menyebabkan proteinuria.18

Manifestasi patologis ND adalahnglomerulosklerosis dengan penebalan

membrane basalis di glomerulus dan ekspansi mesangial serta peningkatan

penimbunan matriks ekstraselular (MES). Perubahanndini yang terjadi pada ginjal

diabetik adalah hipertrofi di glomerulus, hiperfiltrasinglomerulus, peningkatan

ekskresi albumin urin (EAU), peningkatan ketebalan membran basal, ekspansi

mesangial dengan penimbunan protein-protein MES seperti kolagen, fibronektin,

dan laminin. ND lanjut ditandai dengan proteinuria, penurunan fungsi ginjal,

penurunan bersihan kreatinin, glomerulosklerosis, dan fibrosis interstisial. 12


14

Derajat ekspansi mesangial sangat berhubungan dengan tingkat keparahan

proteinuria, hipertensi, dan kerusakan ginjal. Ekspansi mesangial pada

glomerulosklerosis dianggap sebagai ketidakseimbangan antara produksi protein

matriks mesangial dan degradasinya sehingga terjadi penimbunan protein matriks.

Produksi protein matriks yang berlebihan dapat disebabkan oleh hipertensi

glomerular, pembentukan sitokin-sitokinnprosklerotik seperti transforming growth

factor beta (TGF-β), angiotensin II, dan faktornnpertumbuhan lainnya. Peningkatan

konsentrasi glukosa juga dapat menghambat degradasi protein matriks melalui

proses glikosilasi non-enzimatik dan penghambatan jalur degradasi protein.

Pembentukan dan degradasi matriks sebagian diatur juga oleh interaksi sel dengan

matriks. Penelitian terbaru membuktikan bahwa patologi ginjal yang

mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi pada nefropati karena DM tipe 2

sama dengan yang terjadi pada DM tipe 1.12

Patologi pada ND inindisebabkan oleh perubahan metabolik, hemodinamik,

dan intraselular yang kompleks. Pada aspek metabolik, terdapat pembentukan

(Advanced Glycosilation Product) AGEs sebagai konsekuensi hiperglikemia dan

peningkatan jalur reduktase aldose. Advanced Glycosilation Product (AGEs) dapat

mengubah protein struktur dan disfungsi vaskuler, lesi glomerulus, proteinuria dan

bisa berakhir dengan gagal ginjal.12,6

2.6 Gejala Klinis Nefropati Diabetik

Nefropati DM disertai dengan ditemukannya albumin pada urin atau disebut

dengan albuminuria, albuminuria dikategorikan menjadi mikroalbuminuria dan

makroalbuminuria berdasarkan jumlah ekskresi albumin urin.12 Mikroalbuminuria

didefinisikan sebagai ekskresi albumin lebih dari 30 mg per hari dan dianggap
15

penting untuk timbulnya ND yang jika tidak terkontrol kemudian akan berkembang

menjadi proteinuria secara klinis dan berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi

glomerular dan berakhir dengannkeadaan gagal ginjal. Penilaian nilai normal yang

digunakan berdasarkan American Diabetes Association untuk diagnosis mikro dan

makro-albuminurianserta gejala klinis utama untuk tiap-tiap tahap, dijelaskan pada

tabel 2.2.12

Tabel 2.2 Manifestasi Klinis Berdasarkan Derajat Albuminuria12


Tahap Nilai Manifestasi klinis
albuminuria
Mikroalbuminuria 20-199 µg/menit Penurunan dan peningkatan tekanan darah
nokturnal yang abnormal
30-299 mg/24 Peningkatan trigliserida, kolesterol total
jam dan HDL serta asam lemak jenuh
Peningkatan frekuensi komponen sindrom
30-299 mg/g* metabolik
Disfungsi endothelial
Makroalbuminuria ≥200 µg/menit Hipertensi
≥300 mg/24 jam Peningkatan trigliserida,kolesterol, dan
>300 mg/g* LDL
Iskemia miokardial asimtomatik
Penuruna GFR progresif
*Sampel urin sewaktu.

Pengukuran kadar albumin dapat digunakan untuk mendefenisikan bahwa

risiko munculnya nefropati DM dan penyakit kardiovaskular terjadi pada saat nilai

ekskresi albumin urin masih berada dalam kisaran normoalbuminuria lebih sering

terjadi pada pasien penderita DM tipe 2 dengan dasarnekskresi albumin urin di atas

rata-rata.12
16

2.7 Diagnosis Nefropati Diabetik

Penelitian National kidney foundation di Amerika Serikat

merekomendasikan dalam penentuan diagnosis penyakit ginjal kronik

dikelompokkan berdasarkan penyebab, laju filtrasi glomerulus, dan kategori

albuminuria.11

Buktinklinis paling dini dari ND adalah mikroalbuminuria yang disebut

nefropati insipient. Tanpanintervensi khusus ekskresi albumin urin akan meningkat

sebesar 10-20% pertahun, sehingganakan menjadi albuminuria klinis, keadaan ini

disebut dengan nefropati overt.18 Pengenalan awal terhadap adanya perubahan pada

ginjal meningkatkan kesempatan untuknmencegah terjadinya progres dari nefropati

insipient menjadi nefropati overt.12

Pemeriksaan urinalisis dapat dilakukan setelah penderita didiagnosis

menderita DM tipe 2 untuk mengetahuinapakah sudah terdapat mikroalbumin pada

urin penderita tersebut dan nilai apakahnsudah berkembang menjadi albuminuria.12

Pada tabel 2.3 dipaparkan nilai rasio albumin, yang kemudian disesuaikan dengan

data yang didapatkan setelah melakukannpemeriksaan urinalisis.

Tabel 2.3 Nilai Rasio Albumin17

Kategori Nilai rujukan (µg/mg)


Normal <30
Mikroalbuminuria 30-299
Makroalbuminuria ≥300

Terjadinya albuminuria disebabkannkarena lapisan endotelium pembuluh

kapiler glomeruli mengalami disfungsi yang mengakibatkan peningkatan

permeabilitas membran filtrasi pada glomerus, sehingga makromolekul seperti

albumin dapat melewati membran filtrasi. Sehingga albuminuria dapat menjadi

penanda telah terjadinya disfungsi endotel.7


17

International Society of Nephrology (ISN) menganjurkan penggunaan

perbandingan albumin creatinine ratio (ACR) untuk penilaian proteinuria serta

sebagai sarana pemantauan. Pemeriksaan ACR umumnya digunakan sebagai

pengganti pemeriksaan kadar albumin urin 24 jam karena sulitnya pengumpulan

urin selama 24 jam. Pemeriksaan ACR yangndilakukan menggunakan urin

sewaktu.18

Gambar 2.3 Skrining Mikroalbuminuria12


18

2.8 Tatalaksana

Tatalaksana ditentukan setelah ditegakkannya diagnosis mikroalbuminuria

atau makroalbuminuria, dan pasien harus menjalani evaluasi lengkap termasuk

pemeriksaan untuk faktor penyebab lain, penilaian fungsi ginjal, dan ada atau

tidaknya hubungan dengan faktor komorbid lainnya.12

Laju filtrasi glomerulus merupakan salah satu parameter terbaik dalam

menilai fungsi ginjal pada pasien DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria dan

makroalbuminuria.12

Pemeriksaan retinopati juga sangat penting untuk diperiksa karena sering

terjadi pada penderita DM dan merupakan salah satu tanda dari nefropati DM.

Beberapa penelitian terhadap pasien DM tipe 2 menjelaskan bahwa retinopati DM

merupakan tanda adanya perkembangan nefropati DM.12

2.8.1 Terapi non farmakologis

Pada pengelolaan pasien DM harus direncanakan terapi non farmakologis

dan pertimbangan terapi farmakologis. Hal yang paling penting pada terapi non

farmakologis adalah monitor sendiri kadar glukosa darah dan edukasi berkelanjutan

tentang penatalaksanaan diabetes pada pasien. Latihan jasmani secara teratur (3-4

kali seminggu selama 30 menit/ kali), merupakan salah satu pilar dalam

pengelolaan DM.18

Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan

berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin sehingga akan memperbaiki

kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan adalah berupa latihan

jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, joging, dan

berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status


19

kesegaran jasmani. Untuk penderita yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani

bisa ditingkatkan. Sementara bagi penderita yang sudah mengalami komplikasi

DM, intensitas latihan jasmani dapat dikurangi.18

Terapi nutrisi medis dilaksanakan dalam beberapa tahap. Pengenalan

sumber dan jenis karbohidrat, pencegahan dan penatalaksanaan hipoglikemia harus

dilakukan terhadap pasien. Terapi nutrisi medis ini bersifat individu. Secara umum,

terapi nutrisi medis meliputi upaya-upaya untuk mendorong pola hidup sehat,

membantu kontrol gula darah, dan membantu pengaturan berat badan. 18

2.8.2 Intervensi Diet Pada Nefropati Diabetik

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan antara lain :

 Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil dibandingkan kebutuhan kalori

pada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BBI dan pria sebesar 30 kal/kg

BBI.

 Umur

Untuk pasien usia di atas 40 tahun: kebutuhan kalori dikurangi 5% (untuk

dekade antara 40 dan 59 tahun), dikurangi 10% (untuk usia 60 s/d 69 tahun), dan

dikurangi 20% (untuk usia di atas 70 tahun).

 Aktivitas Fisik

Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.

Penambahan 10% dari kebutuhan kalori basal diberikan pada pasien dalam

keaadaan istirahat total, penambahan 20% dari kebutuhan kalori basal diberikan

pada pasien dengan aktivitas fisik ringan, penambahan 30% dari kebutuhan kalori

basal diberikan pada pasien dengan aktivitas fisik sedang, dan penambahan 50%
20

dari kebutuhan kalori basal diberikan pada pasien dengan aktivitas fisik sangat

berat.18

 Berat Badan

Pada pasien dengan obesitas, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20-30%

dari kebutuhan kalori basal (tergantung pada derajat obesitas yaitu apakah obes I

atau obes II). Pada pasien dengan underweight, kebutuhan kalori ditambah sekitar

20-30% dari kebutuhan kalori basal.18

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan

penyandang diabetes melitus. Cara yang paling umum digunakan adalah dengan

memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal

(BBI), ditambah atau dikurangi dengan beberapa faktor koreksi. Faktor koreksi ini

meliputi jenis kelamin, umur, aktivitas, dan berat badan. 18

Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dilakukan dengan menggunakan rumus

Brocca yang dimodifikasi yaitu:

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus

dimodifikasi menjadi :

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

Dari hasil perhitungan kalori total yang didapatkan dengan menggunakan

rumus Brocca dan memperhitungkan faktor koreksi, kalori total ini dibagi dalam 3

porsi besar untuk waktu makan utama yaitu makan pagi (20%), siang (30%), dan

sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%). Sisanya, dibagi untuk waktu

makan selingan di antara tiga waktu makan utama tersebut. Untuk meningkatkan

kepatuhan pasien, sedapat mungkin perubahan porsi dan pola makan ini dilakukan
21

sesuai dengan kebiasaan pasien sebelumnya. Untuk pasien diabetes yang mengidap

penyakit lain, terapi nutrisi disesuaikan dengan penyakit penyertanya. 18

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembatasan asupan protein

hewani dapat mengurangi hiperfiltrasi dan tekanan intraglomerular dan juga dapat

memperlambat perkembangan penyakit ginjal, termasuk glomerulopati diabetic.

Pada penderita ND, pembatasan asupan protein dapat mempengaruhi laju filtrasi

glomerulus.19 Beberapa penelitian menyatakan bahwa mengganti daging sapi

dengan daging ayam dapat mengurangi ekresi albumin urin hingga 46% dan

menurunkan kolesterol total pada pasien DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria. Hal

ini berkaitan dengan rendahnya jumlah lemak jenuh dan tingginya asam lemak tak

jenuh pada daging ayam jika dibandingkan dengan daging sapi. Pada fungsi endotel

asam lemak tak jenuh memiliki efek untuk menurunkan ekskresi albumin urin.18

Pembatasan asupan protein pada penderita ND direkomendasikan sebesar

0,8 kg/hari. Pada tahap lebih lanjut, jika nilai GFR menurun pembatasan asupan

protein diturunkan menjadi 0,6 kg/hari.19

2.8.3 Terapi Farmakologi

Blokade RAS dengan obat-obatan ACE-inhibitor atau angiotensinII reseptor

blocker (ARB) memberi keuntungan pada fungsi ginjal. Obat-obatan ini berfungsi

menurunkan ekskresi albumin urin dan laju progresivitas mikroalbuminuria. Suatu

metaanalisis dari 12 penelitian dengan 698 orang pasien DM tipe 1 non hipersensitif

dengan mikroalbuminuria menunjukkan bahwa terapi ACE-inhibitor menurunkan

risiko progresivitas makroalbuminuria sebesar 60% dan meningkatkan

kemungkinan regresi menjadi normalbuminuria. Obat-obatan ARB juga efektif

dalam menurunkan makroalbuminuria menjadi mikroalbuminuria pada pasien DM


22

tipe 2.12 Berikut dipaparkan pada tabel 2.4 target terapi farmakologi pada pasien

DM tipe 2 dengan albuminuria.

Tabel 2.4 Target Terapi Farmakologi12

Terapi Target
Mikroalbuminuria Makroalbuminuria
Ace inhibitor dan/atau Penurunan albuminuria Proteinuria seminimal
ARB dan diet rendah atau kembali menjadi mungkin atau <0,5 g/24
protein (0,6-0,8 normoalbuminuruia jam
g/kgBB/hari) Stabilisasi GFR Penurunan GFR
<2ml/menit/tahun
Obat-obatan Tekanan darah <130/80
antihipertensi atau 125/75 mmHg+

Kontrol glukosa ketat HbA1c <7%


Statin Kolesterol LDL ≤100
mg/dl
Asam asetil salisilat Pencegahan thrombosis
Hindari merokok Pencegahan
perkembangan
aterosklerosis
23

2.9 Kerangka Teori

Diabetes Melitus

Komplikasi

Akut Kronik

Makroangiopati
 KAD Mikroangiopati
 Koma Hiperglikemi
Hiperosmolar
 Hipoglikemi
Retinopati Neuropati Nefropati
Diabetetik Diabetetik Diabetetik
 Atherosklerosis
 Stroke
 Kelainan Pembuluh
Darah Perifer Albuminuria

Makrolbuminuria Mikroalbuminuria
24

2.10 Kerangka Konsep

Diabetes Melitus

Umur Lama DM

Komplikasi Kronis

Mikroangiopati

Albuminuria

Makroalbuminuria Mikroalbuminuria
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian merupakan jenis penelitian deskriptif dan menggunakan

metode pendekatan penelitian Cross Sectional. Dalam penelitian ini jenis data yang

dipakai adalah jenis data primer dan sekunder yang didapatkan dari hasil

pemeriksaan laboratorium.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari november 2018 hingga september 2019. Lokasi

penelitian bertempat di Balai Pauh Janggi Gedung Daerah Kota Pekanbaru yang

beralamat di Jl. Diponegoro no 23, Pekanbaru dan Laboratorium Prodia.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah penderita DM dari beberapa rumah sakit

di Pekanbaru diantaranya RSUD Arifin Achmad, RS Awal Bros, RS Ibnu Sina, dan

RS Prima yang menderita penyakit DM tipe 2.

3.3.2 Sampel
Sampel penelitian ini adalah pasien Diabetes Mellitus (DM) yang hadir

dalam acara penelitian, yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Cara

pemilihan sampel pada penelitian ini adalah total sampling.

25
26

3.4 Kriteria Sampel Penelitian

3.4.1 Kriteria Inklusi


Adapun kriteria inklusi yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah

sebagai berikut:

1. Menderita penyakit diabetes melitus (DM) tipe 2

2. Bersedia mengikuti tes pemeriksaan

3.4.2 Kriteria Eksklusi

Adapun kriteria eksklusi yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah

sebagai berikut:

1. Tidak sedang memiliki penyakit infeksi saluran kemih.

2. Tidak sedang memiliki penyakit hipertensi

3.5 Variabel Penelitian

1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Lama menderita DM tipe 2

4. Kadar albuminuria.

3.6 Insturment Penelitian

Instrumen penelitian terdiri dari data primer (data yang dikumpulkan sendiri

oleh peneliti) dan data sekunder (pengumpulan data diperoleh dari orang lain atau

tempat lain dan bukan dilakukan oleh peneliti sendiri).Penelitian ini menggunakan

data primer berupa hasil pemeriksaan laboratorium urin.


27

3.7 Defenisi Operasional

Variabel Definisi Cara Pengukuran Skala Interpretasi


Data

Umur Umur adalah batasan yang Hasil pengisian data Ordinal 1. 18 - 44 tahun
menunjukkan lamanya kehidupan
2. 45-65 tahun
seseorang dan dihitung sejak lahir
sampai saat dilakukan penelitian 3. >65 tahun

Jenis kelamin Jenis kelamin adalah jenis biologis Hasil pengisian data Nominal 1. Laki-laki
pasien 2. Perempuan

Kadar Kadar albuminuria adalah kadar Imunoturbidimetri Ordinal Normal :<30 µg/menit
albuminuria albumin yang terdapat pada urin pasien
Mikroalbuminuria :30-299 µg/menit
dari hasi pemeriksaan urinalisis
menggunakan urin sewaktu yang Makroalbuminuria : ≥300µg/menit
dilakukan, dan diperiksa oleh
Laboratorium Prodia Pekanbaru.

Lama Rentang waktu seseorang terdiagnosis Hasil pengisian data Ordinal DM akut (<5 tahun)
menderita diabetes melitus tipe 2 sampai waktu DM kronik (>5 tahun)
DM tipe 2 data pengambilan sampel
28

3.8 Alur Penelitian

Pasien Diebetes Kriteria Inklusi Melakukan


Melitus dan Eksklusi Inform Consent

Penyajian Analisis Mengambil Sampel


Data Data Urin Sewaktu

3.9 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti

dari responden dengan cara mengisi lembar data diri yang disediakan, melakukan

observasi, dan pemeriksaan laboratorium.

3.9.1 Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul, maka data yang sudah terkumpulkan diolah

melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1. Editing

Proses untuk memeriksa kelengkapan semua data yang diperoleh.

2. Coding

Proses memberikan kode pada variabel penelitian agar mempermudah dalam

pengolahan data.

3. Entry data

Merupakan proses memasukan data ke dalam computer dengan menggunakan

Program SPSS untuk selanjutnya dapat dilakukan analisa.


29

4. Cleaning Data

Proses memeriksa semua data yang telah dimasukan ke dalam Program SPSS

agar tidak terjadi kesalahan pemasukan data.

5. Saving

Menyimpan data untuk siap dianalisis.

3.10 Analisa Data

Data-data yang telah didapatkan dikelompokkan sesuai dengan parameter

yang ingin diketahui kemudian diolah secara manual serta disajikan secara

deskriptif dalam bentuk narasi, diagram dan tabel untuk menarik kesimpulan.

3.11 Etika Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan setelah lulus kaji etik dan mendapatkan

pernyataan lulus kaji etik dengan nomor surat B/175/UN.19.5.1.1.8/UEPKK/2019

Fakultas Kedokteran Universitas Riau.


BAB IV

HASIL PENILITIAN

Penelitian telah dilakukan di Gedung Pauh Janggi dan Laboratorium Prodia

Sudirman serta Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad pada tanggal 18

November 2018 dan 15 September 2019. Subjek penelitian diambil dari 5 rumah

sakit di Pekanbaru dari total 30 Rumah Sakit yang ada di Kota Pekanbaru. Lima

Rumah Sakit tersebut dipilih karena merupakan populasi terjangkau dari penelitian

dan bersedia memberikan data Poli pasien DM tipe 2 untuk dijadikan sempel

penelitian. Subjek yang didapat sebanyak 32 orang yang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi, subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut

4.1 Distribusi Frekuensi Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Beberapa


Rumah Sakit di Pekanbaru Berdasarkan Umur, dan Lama Menderita
DM

Distribusi frekuensi pasien DM tipe 2 pada beberapa Rumah Sakit di Kota

Pekanbaru dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 pada Beberapa
Rumah Sakit di Kota Pekanbaru Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,
dan Lama Menderita DM

Karakterikstik Pasien Jumlah (n) Persentase (%)


Umur
18-44 tahun 6 18,75
45-65 tahun 19 59,375
>65 tahun 7 21,875
Jenis kelamin
Laki-laki 14 43,75
Perempuan 18 56,25
Lama menderita DM
≤5 tahun 20 62,5
>5 tahun 12 37,5
Total 32 100

30
31

Pada tabel 4.1 didapatkan bahwa kelompok umur pasien DM tipe 2 yang

terbanyak adalah umur 45-65 tahun yaitu sebesar 59,375%. Jenis kelamin terbanyak

adalah perempuan yaitu sebesar 56,25% dan berdasarkan lama menderita DM yang

terbanyak terdapat pada kelompok ≤5 tahun sebesar 62,5%.

4.2 Distribusi Frekuensi Penderita Albuminuria Diabetes Melitus Tipe 2 di


Beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru

Distribusi frekuensi penderita albuminuria diabetes melitus tipe 2 pada

beberapa rumah sakit di Kota Pekanbaru dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Penderita Albuminuria Diabetes Melitus Tipe 2 di


Beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru

Kadar Albumin(µg/mg) N %
<30 20 62,5
30-299 5 15,625
≥300 7 21,875
Total 32 100

Pada tabel 4.2 didapatkan bahwa distribusi frekuensi penderita albuminuria

diabetes melitus tipe 2 di beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru yang terbanyak

ditemukan pada kadar albumin <30, yaitu sebanyak 20 orang (62,5%).


32

4.3 Distribusi Frekuensi Penderita Albuminuria Diabetes Melitus Tipe 2 di


Beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru Berdasarkan Umur, Jenis
Kelamin, dan Lama Menderita DM

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Penderita Albuminuria Diabetes Melitus Tipe 2 di


Beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru Berdasarkan Umur
Distribusi 30-299 ≥300
<30
Albuminuria DM (Mikroalbu (Makroalbum Total
(Normal)
Tipe 2 Bedasarkan minuria) inuria
Umur N (%) n (%) n (%) N (%)
18-44 2 33,33 2 33,33 2 33,33 6 100
45-65 14 73,68 2 10,53 3 15,79 19 100
>65 4 57,14 1 14,28 2 28,57 7 100
Total 20 62,5 5 15,625 7 21,875 32 100
Pada tabel 4.3 didapatkan bahwa penderita albuminuria DM tipe 2 di

beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru berdasarkan umur, pada kategori normal

persentase terbesar terdapat pada kelompok umur 45-65 tahun (73,68%), pada

kategori mikroalbuminuria persentase terbesar terdapat pada kelompok umur 18-44

tahun (33,33%), dan persentase terbesar pada kategori makroalbuminuria terdapat

pada kelompok umur 18-44 tahun (33,33%). Pasien albuminuria DM tipe 2

berdasarkan umur terbanyak terdapat pada kelompok umur 45-65 yang berjumlah

19 orang (59,4%).

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Penderita Albuminuria Diabetes Melitus Tipe 2 di


Beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru Berdasarkan Jenis Kelamin
Distribusi 30-299 ≥300
<30
Albuminuria DM (Mikroalbu (Makroalbu Total
(Normal)
Tipe 2 Bedasarkan minuria) minuria
Jenis Kelamin N (%) n (%) n (%) N (%)
Laki-laki 7 50 4 28,57 3 21,43 14 100
Perempuan 13 72,22 1 5,55 4 22,22 18 100
Total 20 62,5 5 15,625 7 21,875 32 100

Pada tabel 4.4 didapatkan bahwa penderita albuminuria DM tipe 2 di

beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru berdasarkan jenis kelamin, pada kategori

normal persentase terbesar terdapat pada jenis kelamin perempuan sebesar


33

(72,22%), pada kategori mikroalbuminuria persentase terbesar terdapat pada jenis

kelamin laki-laki sebesar (28,57%), dan persentase terbesar pada kategori

makroalbuminuria terdapat pada jenis kelamin perempuan sebesar (22,22%).

Pasien albuminuria DM tipe 2 berdasarkan jenis kelamin terbanyak terdapat pada

jenis kelamin perempuan yang berjumlah 18 orang (56,25%).

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Penderita Albuminuria Diabetes Melitus Tipe 2 di


Beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru Berdasarkan Lama
Menderita DM
Distribusi 30-299 ≥300
<30
Albuminuria DM (Mikroalbu (Makroalbu Total
(Normal)
Tipe 2 Bedasarkan minuria) minuria
Lama Menderita DM n (%) n (%) n (%) n (%)
≤5 tahun 13 65 3 15 4 20 20 100
>5 tahun 7 58,33 2 16,67 3 25 12 100
Total 20 62,5 5 15,625 7 21,875 32 100

Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa penderita albuminuria DM tipe 2 di

beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru berdasarkan lama menderita DM, pada

kategori normal persentase terbesar terdapat pada lama menderita DM ≤5 tahun

(65%), pada kategori mikroalbuminuria persentase terbesar terdapat pada lama

menderita DM (15%), dan persentase terbesar pada kategori makroalbuminuria

terdapat pada lama menderita DM >5 tahun (25%). Pasien albuminuria DM tipe 2

berdasarkan lama menderita DM terbanyak terdapat pada kelompok lama menderita

≤5 tahun yang berjumlah 20 orang (62,5%).


BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Distribusi Frekuensi Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Beberapa


Rumah Sakit Di Kota Pekanbaru Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,
dan Lama Menderita DM

Pasien DM tipe 2 pada penelitian ini jumlah terbanyak terdapat pada

kelompok usia 45-65 tahun, yaitu sebanyak 19 orang (59,375%). Penelitian ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ambianti et al. di RSUD Kota

Yogyakarta dimana kelompok usia terbanyak yang menderita DM tipe 2 adalah usia

45-65 tahun yaitu 76 orang (48,1%).20 Penelitian juga sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Pardede et al. bahwa kelompok usia terbanyak yang menderita

DM tipe 2 adalah usia 45-65 yaitu sebanyak 36 orang (70,6%).1

Faktor risiko DM tipe 2 salah satunya merupakan usia >45 tahun.17 Orang

dengan usia ≥45 tahun memiliki risiko 9 kali lebih tinggi untuk terjadinya DM tipe

2 dibandingkan dengan yang berumur <45 tahun. 21 Pada kondisi normal, sel beta

memiliki waktu hidup 60 hari. Pada kondisi normal, 0,5 % sel beta mengalami

apoptosis tetapi diimbangi dengan replikasi dan neogenesis. Seiring dengan

bertambahnya usia, jumlah sel beta akan menurun karena proses apoptosis melebihi

replikasi dan neogenesis. Hal ini menjelaskan usia tua lebih rentan terhadap

terjadinya DM.18

Pada penelitian ini pasien DM tipe 2 terbanyak adalah pasien dengan jenis

kelamin perempuan, yaitu sebanyak 18 orang (56,25%). Hasil penelitian ini sejalan

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Trisnadewi et al. dimana pasien

berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan pasien yang

34
35

berjenis kelamin laki-laki, yaitu 44 orang (55%).22 Penelitian yang dilakukan

Srywahyuni et al. juga mendapatkan bahwa pasien berjenis kelamin perempuan

lebih banyak yaitu 13 orang (81,3%).23

Teori yang menjelaskan bahwa perempuan lebih banyak menderita DM

dibandingkan laki-laki, disebabkan karena perempuan melakukan aktivitas fisik

yang kurang aktif dibandingkan laki-laki. Aktivitas fisik yang aktif diketahui dapat

meningkatkan sensitifitas insulin, sehingga menyebabkan laki-laki lebih sedikit

menderita DM dibandingkan perempuan.24

Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa karakteristik pasien DM tipe 2

berdasarkan lama menderita DM paling banyak terdapat pada kelompok dengan

lama menderita DM ≤5 tahun, yaitu sebanyak 20 orang (62,5%). Hasil penelitian

ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Janitra dan Sandika yang di RSI

Sultan Agung Semarang, ditemukan 50 pasien (74,6%) dari total 67 pasien dengan

lama menderita DM ≤ 5 tahun.25 Sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan

oleh Pardede et al. dimana untuk tiap kategori pada lama menderita DM sama

besarnya yaitu sebesar 17 pasien (33,3%) dari 51 pasien.1 Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa sebagian besar responden merupakan pasien yang terdiagnosis

DM ≤ 5 tahun. Risiko terjadinya komplikasi DM semakin besar seiring dengan

bertambahnya lama menderita DM.26,27 Hasil penelitian pada tabel 4.1, didapatkan

lama menderita DM terbanyak pada kelompok ≤5 tahun, sehingga apabila

dilakukan pengontrolan glukosa darah maka risiko komplikasi masih

memungkinkan dapat dicegah. Diperlukan motivasi dan dukungan keluarga untuk

mendorong pasien mengontrol gula darah sehingga risiko komplikasi dapat

dicegah.
36

5.2 Distribusi Frekuensi Penderita Albuminuria Diabetes Melitus Tipe 2 di


Beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru

Hasil yang didapatkan pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa pasien

albuminuria DM tipe 2 dengan kadar albumin <30 sebanyak 20 orang, kadar

albumin 30-299 sebanyak 5 orang, dan kadar albumin ≥300 sebanyak 7 orang.

Kesimpulan dari hasil ini adalah pasien albuminuria DM tipe 2 dengan kadar

albumin <30 merupakah jumlah terbanyak. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Cendra et al. yang mendapatkan distribusi pasien albuminuria

DM tipe 2 terbanyak terdapat pada kategori normal dengan kadar albuminuria <30

yang berjumlah 16 pasien (47,06%) dari 34 pasien. 28 Penelitian ini juga sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Elfiani et al. yang mendapatkan pasien

dengan kategori kadar albuminuria <30 merupakan jumlah terbanyak, yaitu

terdapat 25 pasien (41,7%) dari total 60 pasien.29 Albuminuria terjadi karena lapisan

endotelium pembuluh kapiler glomeruli mengalami disfungsi yang mengakibatkan

peningkatan permeabilitas membran filtrasi pada glomerus, sehingga

makromolekul seperti albumin dapat melewati membran filtrasi.7 Secara klinis

albuminuria merupakan petanda awal terjadinya disfungsi endotel pembuluh darah

ginjal, tanpa intervensi khusus ekskresi albumin urin akan meningkat sebesar 10-

20%.18 Pengukuran kadar albumin dapat digunakan sebagagai langkah awal

memprediksi terjadinya komplikasi pada pasien DM berdasarkan nilai ekskresi

albumin.12
37

5.3 Distribusi Frekuensi Penderita Albuminuria Diabetes Melitus Tipe 2 di


Beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru Berdasarkan Umur, Jenis
Kelamin, dan Lama Menderita DM

Berdasarkan tabel 4.3 distribusi penderita albuminuria DM tipe 2

berdasarkan umur terbanyak didapatkan pada rentang umur 45–65 tahun dengan

jumlah 19 orang (73,68%). Hasil ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Sardi dan Pusparini , yang mendapatkan kelompok umur terbanyak

pada pendertita albuminuria DM tipe 2 merupakan kelompok umur 50-59 tahun

dengan jumlah 15 orang (37,5%).30 Pada penelitian yang dilakukan oleh Noviany,

didapatkan jumlah penderita DM dengan kadar albuminuria normal tertinggi pada

usia 41-70 tahun. Hal ini serupa dengan penelitian ini yang mendapatkan kasus DM

dengan kadar albumin normal angka tertinggi berada pada rentang usia 45-65 tahun

sebanyak 14 orang (73,68%). Sedangkan dengan penderita DM mikroalbuminuria

penelitian ini terlihat berbeda dengan dilakukan oleh Noviany, mikroalbuminuria

pada penelitian ini terbanyak terdapat pada rentang umur 18-44 tahun sebanyak 2

orang (33,33%) sedangkan penelitian yang dilakukan Noviany mendapatkan

mikroalbuminuria terbanyak pada rentang umur 61-70 tahun berjumlah 6 orang

(40%). Makroalbuminuria pada penelitian ini terbanyak pada rentang umur 45-65

tahun sebanyak 3 orang (15,79%), sedangkan pada penelitian Noviany didapatkan

hanya sebanyak 1 pasien (25%) dengan umur 75 tahun.31

Diabetes melitus merupakan penyakit degeneratif tidak menular dimana

umur merupakan salah satu faktor resiko terhadap terjadinya komplikasi.32

Bertambahnya usia dapat menyebabkan terjadinya pengerasan dan penurun fungsi

pada sel endotel pembuluh darah sehingga mudah untuk terjadi angiogenesis, yang

mana angiogenesis ini merupakan faktor kunci yang menyebakan terjadinya


38

penyakit vaskuler pada pasien DM.25 Risiko intolerasi glukosa juga meningkat

seiring dengan meningkatnya usia.17 Penelitian yang dilakukan oleh Rana et al.

kelompok usia >45 tahun memiliki risiko DM tipe 2 yang lebih tinggi karena

perubahan proses metabolisme lemak, menurunnya aktivitas fisik dan kemampuan

kompensasi sel beta pankreas dalam menghadapi resistensi insulin, hal ini

mempengaruhi tingkat keparahan albuminuria pada penderita DM tipe 2 seiring

dengan bertambahnya usia.33 Peningkatan konsentrasi glukosa dapat menghambat

degradasi protein matriks dan berpengaruh terhadap tingkat keparahan

albuminuria.12 Kontrol gula darah yang ketat dianjurkan untuk dilakukan oleh

penderita DM dengan usia >45 tahun, serta diperlukannya peran aktif serta

dukungan oleh lingkungan dan keluarga.

Hasil yang didapatkan pada tabel 4.4 distrbusi penderita albuminuria DM

tipe 2 berdasarkan jenis kelamin terbanyak terdapat pada jenis kelamin perempuan

dengan kategori normal yang berjumlah 13 orang (72,22%). Pada kategori

mikroalbuminuria persentase terbanyak terdapat pada jenis kelamin laki-laki yang

berjumlah 4 orang (28,57%), dan persentase terbanyak pada kategori

makroalbuminuria merupakan penderita dengan jenis kelamin perempuan yang

berjumlah 4 orang (22,22%). Sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan

oleh Noviany, dimana pada penelitian tersebut jenis kelamin perempuan merupakan

persentase terbesar pada kategori normal dengan 10 orang penderita (66,7%), pada

kategori mikroalbuminuria persentase terbanyak terdapat pada jenis kelamin laki-

laki yang berjumlah 10 orang (50%), tapi terdapat perbedaan pada kategori

makroalbuminuria dimana pada penelitian yang dilakukan Noviany, persentase


39

terbesar pada kategori makroalbuminuria adalah jenis kelamin laki-laki dengan

jumlah 1 orang (5%).31

Diabetes melitus merupakan penyakit degeneratif tidak menular. Penyakit

DM yang berlangsung lama akan menyebabkan efek buruk terhadap beberapa

organ tubuh termasuk ginjal..32 Tingkat keparahan DM tipe 2 di pengaruhi oleh

beberapa faktor, salah satunya aktivitas fisik, Teori yang menjelaskan bahwa

perempuan lebih banyak menderita DM dibandingkan laki-laki, disebabkan karena

perempuan melakukan aktivitas fisik yang kurang aktif dibandingkan laki-laki.

Aktivitas fisik yang aktif diketahui dapat meningkatkan sensitifitas insulin,

sehingga menyebabkan laki-laki lebih sedikit menderita DM dibandingkan

perempuan.24 Meningkatkan sensitivitas insulin dapat mengontrol kadar gula darah

yang berlebih sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya komplikasi salah

satunya albuminuria.1

Berdasarkan tabel 4.5 distribusi penderita albuminuria DM tipe 2

berdasarkan lama menderita terbanyak terdapat pada kategori normal dengan lama

DM ≤5 tahun dengan jumlah 13 orang (65%). Pada kategori mikroalbuminuria

persentase terbanyak terdapat pada lama menderita >5 tahun dengan jumlah 2 orang

(16,67%) dan pada kategori makroalbuminuria, persentase terbanyak terdapat pada

lama menderita >5 tahun dengan jumlah 3 orang (25%). Penelitian ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Rikarni et al. dimana didapatkan bahwa

terdapat hubungan positif antara lama DM dengan kadar albumin. 34 Dalam

penelitian Rikarni et al. juga dijelaskan bahwa mikroalbuminuria merupakan tahap

awal dari perjalanan nefropati diabetik. Hubungan antara lama DM dengan

albuminuria sangat berpengaruh terhadap timbulnya nefrofati diabetik.34


40

Diabetes melitus yang berlangsung ≤ 5 tahun sejak diagnosis ditegakkan,

juga merupakan tahap reversible pada DM, dimana kadar albumin yang didapatkan

dari hasil pemeriksaan urinalisis masih tampak normal. 12 Durasi penyakit DM yang

lama mempengaruhi risiko komplikasi pada DM. Tingkat keparahan diabetes

merupakan faktor yang sangat memengaruhi terjadinya komplikasi pada DM selain

dari durasi penyakit atau lama menderita. Akan tetapi jika lama menderita DM

diimbangi dengan pola hidup yang sehat maka kualitas hidup yang baik akan

tercipta, sehingga komplikasi jangka panjang bisa dicegah atau ditunda.35 Dengan

pengendalian glukosa darah yang ketat, biasanya kelainan fungsi maupun struktur

ginjal akan normal kembali.12 Faktor-faktor yang berhubungan dengan

pengendalian kadar glukosa darah pada pasien DM adalah kepatuhan minum obat,

kontrol tekanan darah, olahraga, kepatuhan diet, pengetahuan mengenai penyakit

pasien, asupan lemak dan dukungan postif keluarga terhadap penyakit pasien.18
BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran albuminuria pada pasien

diabetes melitus di beberapa rumah sakit di Kota Pekanbaru didapatkan simpulan

sebagai berikut :

1. Distribusi frekuensi penderita DM tipe 2 berdasarkan umur terbanyak

terdapat pada kelompok umur 45 -65 tahun sebesar 59,375%.

2. Distribusi frekuensi penderita DM tipe 2 berdasarkan berdasarkan jenis

kelamin terbanyak terdapat pada jenis kelamin perempuan sebesar 56,25%.

3. Distribusi frekuensi penderita DM tipe 2 berdasarkan berdasarkan lama

menderita DM terbanyak terdapat pada kelompok ≤5 tahun sebesar 62,5%..

4. Distribusi frekuensi penderita albuminuria DM tipe 2 terbanyak terdapat

pada pasien dengan kadar albumin <30, yaitu sebesar 62,5%.

5. Distribusi frekuensi penderita albuminuria DM tipe 2 berdasarkan umur

terbanyak terdapat pada umur 45-65 tahun sebesar 59,375%.

6. Distribusi frekuensi penderita albuminuria DM tipe 2 berdasarkan jenis

kelamin terbanyak terdapat pada jenis kelamin perempuan sebesar 56,25%.

7. Distribusi frekuensi penderita albuminuria DM tipe 2 berdasarkan lama

menderita DM terbanyak terdapat pada kelompok pasien dengan lama

menderita ≤5 tahun sebesar 62,5%.

41
42

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Diharapkan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama meningkatkan penyuluhan

mengenai DM terutama pada kelompok usia >45 tahun serta memberikan

dukungan kepada pasien yang terdiagnosis DM untuk rutin mengontrol

gula darah.

2. Diharapkan pasien melakukan pola hidup sehat, dengan melakukan

olahraga dan melakuan diet, dan diharapkan keluarga memberikan

dukungan kepada pasien.

3. Diharapkan pasien rutin melakukan pemeriksaan urinalisis, sehingga dapat

mengontrol kadar albumin pada pasien.

4. Penelitian analitik lebih lanjut diperlukan untuk meneliti hubungan setiap

variabel dengan penyebab terjadinya albuminuria pada pasien DM tipe 2

pada beberapa Rumah Sakit di Kota Pekanbaru.


DAFTAR PUSTAKA

1. Pardede TE, Rosdiana D, Christianto E. Gambaran pengendalian diabetes


melitus berdasarkan parameter indeks massa tubuh dan tekanan darah di poli
rawat jalan penyakit dalam RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Jom FK.
2017;4(1):1–14.

2. InfoDATIN Pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta;


2014.

3. Suryani, Rosdiana D, Christianto E. Gambaran status gizi pasien diabetes


melitus tipe 2 di bangsal penyakit dalam Rsud Arifin Achmad Provinsi Riau.
Jom Fk. 2016;3(1):1–12.

4. Artanti P, Masdar H, Rosdiana D. “Angka kejadian diabetes melitus tidak


terdiagnosis pada masyarakat Kota Pekanbaru.” Jom FK. 2015;Vol 2
No.(9):1–6.

5. Rivandi J, Yonata A. Hubungan diabetes melitus dengan kejadian gagal


ginjal kronik. J Major

6. ES HS, Decroli E, Afriwardi A. Faktor risiko pasien nefropati diabetik yang


dirawat di bagian penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang. J Kesehat
Andalas.

7. Raharjo KP, Yuwono A, Wydiamala E. Korelasi antara proteinuria dan


framingham risk score dalam penilaian risiko cardiovascular disease. Berk
Kedokt. 2017;13(1):91.

8. Utara US, Utara US. Gambaran distribusi diabetes mellitus dengan


komplikasi gagal ginjal pada lansia di rumah sakit St Elisabeth tahun 2012-
2016. 2017;

9. Lubis HR. Penyakit ginjal diabetik. In: Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014. hal. 2104–7.

10. Mardewi I, Suastika K. Hubungan status nutrisi dengan derajat proteinuria


pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik di
RSUP Sanglah. E-Jurnal Med Udayana. 2016;5(6):1–6.

11. Padang MD. Hubungan protein urin dengan laju filtrasi glomerulus pada
penderita penyakit ginjal kronik dewasa di RSUP Dr.M.Djamil Padang.
2017;7(4):469–74.

12. Hendromartono. Nefropati diabetik. In: Setiati Siti, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014. hal. 2388–96.

13. Snell Richard S. Struktur renal. In: Hartanto Huriawati, editor. Anatomi
Klinik. Edisi 6. Jakarta; 2006. hal. 250–4.

43
44

14. Junqueira Luiz Carlos. Sistem perkemihan. In: Dany Frans, editor. Histologi
Dasar Teks dan Atlas. Edisi 10. Jakarta; 2007. hal. 369–71.

15. Sugiharto L, editor. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 23. Jakarta; 2012.
167 hal.

16. Hartanto H, editor. Histologi dasar junqueira. Edisi 12. Jakarta; 2011.

17. Soelistijo S, Novida H, Rudijanto A, Soewondo P, Suastika K, Manaf A, et


al. Konsesus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe2 di
Indonesia. Perkeni. 2015. 82

18. Decroli E. Diabetes Melitus. Alexander K, Pradwi EY, Prima DG, Afdol R,
editor. Vol. 66, Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas. Padang; 2012. 22-25 hal.

19. Association AD. Nephropathy in diabetes. Diabetes Care. 2004;27(suppl


1):s79–83.

20. Abror NA, Andayani TM, Sulistiawaty E. Analisis biaya penyakit diabetes
melitus sebagai pertimbangan perencanaan pembiayaan kesehatan. J Farm
Galen 2019;5(1):73–83.

21. Kurniawaty, Evi; Yanita B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan


kejadian diabetes melitus tipe 2. Majority. 2016;5(2):27–31.

22. Trisnadewi NW, Adiputra IMS, Mitayanti NK. Gambaran pengetahuan


pasien diabetes melitus dan keluarga tentang manajemen diabetes melitus
tipe 2. Bali Med J. 2018;5(2):22–45.

23. Srywahyuni R, Waluyo A, Azzam R. Perbandingan senam tai chi dan senam
diabetes mellitus terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien diabetes
mellitus tipe 2. Rika. 2019;1(February):1–9.

24. Ekpenyong CE, Akpan UP, Ibu JO, Nyebuk DE. Gender & age factor type 2
dm. Diabetol Croat. 2012;41(1):17–28.

25. Janitra FE, Sandika D. Hubungan kontrol glukosa darah dengan penurunan
vaskularisasi perifer pada pasien diabetes mellitus. J Keperawatan dan
Pemikir Ilm. 2018;4(3):18–22. Tersedia pada: jurnal.unissula.ac.id

26. Taufik R, Rustam R, Rivaldy V, Bachtiar H. Korelasi antara nilai ankle


brachial index dengan derajat kaki diabetes klasifikasi wagner di RSUP Dr
M.Djamil Padang. Maj Kedokt Andalas. 2015;38(3):181.

27. Roifah I. Analisis hubungan lama menderita diabetes mellitus dengan


kualitas hidup penderita diabetes mellitus. J Ilmu Kesehatan. 2017;4(2):7.

28. Cendra S, Moeis E, Langi Y. Gambaran kadar albuminuria pada subjek


diabetes melitus dengan dan tanpa penyakit jantung koroner. 2014;2(2).
45

29. Elfiani E, Halim R, Hakir MH. Hubungan antara kadar tgf-b1 dengan kadar
albumin dalam urin pasien dm tipe 2 dengan nefropati diabetik. Jambi Med
J “Jurnal Kedokteran dan Kesehatan.” 2019;7(1):73–81.

30. Sardi KP, Pusparini P. Hubungan antara hipertensi dengan albuminuria pada
usia 40-70 tahun. J Biomedika dan Kesehatan. 2019;2(1):3–9.

31. Noviany R. Korelasi albuminuria dengan derajat hipertensi. 2013;1:52.

32. Sahid Q. Hubungan lama diabetes melitus dengan terjadinya gagal ginjal
terminal di rumah sakit dr. Moewardi Surakarta. 2012;7:1–25.

33. Harsari RH, Fatmaningrum W, Prayitno JH. Hubungan status gizi dan kadar
glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2. 2018;6(2):2–6.

34. Rikarni, Lillah, Yoesri. Hubungan kadar fibrinogen plasma dan


mikoralbuminuria pada penderita diabetes melitus tipe 2. J Indonesia.
2006;21(3):261–5.

35. Nur Lailatul Lathifah. Hubungan durasi penyakit dan kadar gula darah
dengan keluhan subyektif penderita diabetes melitus. J Berk Epidemiol.
2017;Volume 5, 2017:231–9.
46

Lampiran 1
47

Lampiran 2

IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Jenis kelamin :

Umur :

Alamat :

No. hp :

Lama menderita DM :
48

Lampiran 3
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth;
Calon Responden

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : dr. Dani Rosdiana, SpPD- FINASIM


NIDN : 0027127508
Program Studi : Kedokteran Klinik FK Universitas Riau
Alamat : Jl. Kopi No.10 Tangkerang Labuai Pekanbaru
No. HP/Tlp : 081354532178

Sebagai ketua Tim Penelitian bermaksud mengadakan penelitian dengan


judul “PROFIL KOMPLIKASI MAKROVASKULER, MIKROVASKULER,
GANGGUAN KESEHATAN MENTAL, DAN POLIMORFISME rs1800896
PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI BEBERAPA RUMAH SAKIT DI
KOTA PEKANBARU 2018-2019”

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendapatkan gambaran pasien


Diabetes Melitus dan komplikasinya di Riau khususnya wilayah Pekanbaru
dan sekitarnya. Data tersebut akan bermanfaat bagi pelayanan pasien dan
masyarakat di masa mendatang sehinggapartisipasi Anda dalam penelitian ini dapat
menjadi sumbangsih dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Dalam penelitian ini, Saudara akan dilakukan wawancara medis yang akan
dipandu oleh tim peneliti, beberapa pemeriksaan fisik ya006Eg diperlukan
dan pengambilan sampel darah dengan cara disuntik dilengan dan urin.
Proses ini memakan waktu kurang lebih 3 jam. Manfaat langsung yang akan
diterima oleh responden adalah mendapatkan pemeriksaan menyeluruh
secara gratis, Buku saku Penatalaksanaan DM dan penyuluhan. Jika
ditemukan kelainan dari pemeriksaan, responden berhak mendapatkan
konsultasi dengan dokter.

Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan pada saudara
sebagai responden, kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan
hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

Apabila saudara menyetujui, maka dengan ini saya mohon kesediaan Saudara
untuk menandatangani lembaran persetujuan yang saya berikan.
Atas perhatian saudara sebagai responden saya ucapkan terima kasih.

Pekanbaru, 2 Agustus 2019

dr. Dani Rosidiana, SpPD


49

Lampiran 4

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Inisial :
……………………………………………………..
Umur :
……………………………………………………..

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa setelah memperoleh informasi baik


secara lisan dan tulisan mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh dr. Dani
Rosdiana, SpPD-FINASIM dan Tim. Informasi tersebut telah saya pahami
dengan baik mengenai manfaat, tindakan yang akan dilakukan, keuntungan dan
kemungkinan ketidaknyamanan yang mungkin akan dijumpai, maka saya setuju
untuk berpartisipasi dalam penelitian tersebut.
Saya setuju / tidak setuju (*) data genetis saya digunakan untuk penelitian sejenis
terkait diabetes mellitus di kemudian hari. Saya setuju / tidak setuju (*) data genetis
saya digunakan untuk penelitian lain di kemudian hari.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan penuh kesadaran
dan tanpa keterpaksaan dari pihak manapun.

Pekanbaru,....................2019
Yang menyatakan,

(……………………….)

(*) Coret salah satu yang tidak sesuai


50

Lampiran 5
DATA PENELITIAN

Karakteristik Responden
No Lama
Jenis Umur Rasio Albumin
No. Lab DM
Kelamin (tahun) (µg/mg)
(tahun)
1 1909150013 L 51 10 9.22
2 1909150014 P 39 5 1,110.38
3 1909150015 L 69 15 2.81
4 1909150017 P 15 2 243.93
5 1909150018 L 44 5 19.18
6 1909150019 L 57 13 35.72
7 1909150020 P 67 4 7.55
8 1909150023 P 73 3 13.41
9 1909150025 P 58 3 28.69
10 1909150026 P 57 3 3.57
11 1909150027 P 64 5 11.48
12 1909150028 P 46 2 12.76
13 1909150029 P 56 6 22.06
14 1909150030 L 54 13 92.30
15 1909150031 L 29 2 65.14
16 1909150032 P 54 3 3.79
17 1909150033 P 49 11 14.37
18 1909150034 P 54 2 7.67
19 1909150035 P 66 9 18.37
20 1909150036 L 42 3 413.27
21 1909150037 L 44 3 10.47
22 1909150038 L 56 1 11.17
23 1909150039 P 55 6 3.8
24 1909150040 L 49 16 1,873.80
25 1909150041 P 63 1 4,294.52
26 1909150042 L 47 7 16.64
27 1909150043 P 70 10 1,317.35
28 1909150047 P 69 2 5.41
29 1909160008 L 60 5 11.51
30 1909160027 P 59 7 815.75
31 1909160030 L 68 5 104.10
32 1909200013 L 66 2 1,155.72
51

Lampiran 6
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS
 IdentitasDiri
Nama : Stephen Christopher Limbong
NIM : 1608115022
Tempat/tanggallahir : Tandun, 14 juni 1998
Agama : Katholik
Alamat : Jl. Bukit Barisan Gg.SMA No.10 Pekanbaru
Email : christolimbong@gmail.com

 Identitas Orang Tua


Ayah : Hotman Limbong
Ibu : Debora Dariana Naibaho
Alamat : Jl. Bukit Barisan Gg.SMA No.10 Pekanbaru

B. PENDIDIKAN
 SDN 002 Sail, lulus tahun 2009
 SMP N 1 Pekanbaru, lulus tahun 2012
 SMA N 8 Pekanbaru, lulus tahun 2015
 Fakultas Kedokteran Universitas Riau, masuk tahun 2016

Anda mungkin juga menyukai