Anda di halaman 1dari 135

KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN KETIDAKSTABILAN GULA DARAH


PADA NY S DENGAN DIABETES MELITUS DAN PENERAPAN
RELAKSASI OTOT PROGRESIF DIRAWAT INAP
RSUD KOTA TANJUNGPINANG
TAHUN 2022

Peminatan Keperawatan Medikal Bedah

Yurmila Armaya Sari, S.Kep


101312046

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2022

i
KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN KETIDAKSTABILAN GULA DARAH


PADA NY S DENGAN DIABETES MELITUS DAN PENERAPAN
RELAKSASI OTOT PROGRESIF DIRAWAT INAP
RSUD KOTA TANJUNGPINANG
TAHUN 2022

Peminatan Keperawatan Medikal Bedah

LAPORAN ILMIAH AKHIR

Untuk Memperoleh Gelar Ners (Ns)


Pada Program Studi Profesi Ners Stikes Hang Tuah Tanjungpinang

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2022

ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Yurmila Armaya Sari
NIM : 102114060
Judul : Asuhan keperawatan Ketidakstabilan Gula Darah
Pada Ny. S Dengan Diabetes Mellitus dan Penerapan
Relaksasi Otot Progresif di Rawat Inap RSUD Kota
Tanjungpinang
Program Studi : Profesi Ners (Ns)
Institusi : Stikes Hang Tuah Tanjungpinang

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa KIAN yang saya tulis ini adalah
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan
pengembilan tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil tulisan
dan pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan KIAN ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan kententuan yang berlaku.

Tanjungpinang, 27 Juli 2022


Mengetahui Pembuat Pernyataan
Pembimbing

(Ns.Zakiah Rahman, S.Kep, M.Kep) (Yurmila Armaya Sari, S.Kep)

iii
PERSETUJUAN KARYA ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN KETIDAKSTABILAN GULA DARAH
PADA NY S DENGAN DIABETES MELITUS DAN PENERAPAN
RELAKSASI OTOT PROGRESIF DIRAWAT INAP
RSUD KOTA TANJUNGPINANG
TAHUN 2022

Karya Ilmiah Akhir ini telah disetujui


Tanggal, 27 Juli 2022

Oleh :

Pembimbing 1 Pembimbing 2

(Ns. Zakiah Rahman, S.Kep, M.Kep) (Ns. Ani Wahyuni, S.Kep)


NIK :11085 NIP :

Mengetahui
Kepala Program Studi Profesi Ners
Stikes Hangtuah Tanjungpinang

(Ns. Soni Hendra Sitindaon, S.Kep, M.Kep)


NIK :11069

iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN KETIDAKSTABILAN GULA DARAH PADA NY S


DENGAN DIABETES MELITUS DAN PENERAPAN RELAKSASI OTOT
PROGRESIF DI RAWAT INAP RSUD KOTA TANJUNGPINANG
TAHUN 2022

Yurmila Armaya Sari, S.Kep

102114060

Karya ilmiah ini telah diuji dan dinilai oleh panitia penguji pada program studi
Profesi ners Stikes Hangtuah Tanjungpinang pada tanggal, 27 Juli 2022

Panitia Penguji

Penuji 1 :
(Ns.Meily Nirnasari, S.Kep, M.Biomed)

Penguji 2 :

(Ns.Zakiah Rahman, S.Kep, M.Kep)

Penguji 3 :
(Ns.Ani Wahyuni, S.Kep,)

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah Subhana Wa Ta’ala, yang

telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, kepada peneliti sehingga dapat

menyelesaikan penyusunan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini dengan judul

“Asuhan keperawatan Ketidakstabilan Gula Darah Pada Ny. S Dengan Diabetes

Mellitus dan Penerapan Relaksasi Otot Progresif’’ tepat pada waktunya di tahun

2022.

KIAN ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Profesi

Ners (Ns) dalam menyelesaikan pendidikan di Stikes Hang Tuah Tanjungpinang.

Pembuatan KIAN ini tak lepas dari bimbingan dan bantuan dari semua pihak,

untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih pada:

1. Wiwiek Liestyaningrum, S.Kep, M.Kep selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

2. Ns. Yusnaini Siagian, S.Kep, M.Kep. Selaku Wakil Ketua I Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

3. Ikha Rahardiantini, S.Si, Apt, M.Farm. Selaku Wakil Ketua II Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

4. Ernawati, S.Psi, M.Si. Selaku Wakil Ketua III Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Hangtuah Tanjungpinang.

5. Ns. Soni Hendra Sitindaon, S.Kep. M.Kep Kepala Program Studi Profesi

Ners (Ns) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang

vi
6. Ns. Zakiah Rahman, S.Kep, M.Kep selaku selaku pembimbing 1 yang

telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan

yang berhubungan dengan pembuatan Karya Ilmiah Akhir ini.

7. Ns. Ani Wahyuni, S.Kep selaku pembimbing II yang telah sudi

meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan penulisan dalam

pembuatan Karya Ilmiah Akhir ini.

8. Keluarga Ny S. yang sudah memberikan izin dalam pemberian asuhan

keperawatan dengan Ketidakstabilan Kadar Gula Darah.

9. Bapak/ibu dosen dan staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah

Tanjungpinang yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan,

nasehat serta dukungan selama perkuliahan.

10. Terimakasih untuk keluarga tercinta Bapak, Ibu, Suami dan anak-anak

saya yang telah memberikan segala dukungan moral, spiritual dan

material, serta doa yang selalu dipanjatkan untuk penulis, sehingga penulis

dapat menyelesaikan KIAN ini.

11. Rekan-rekan seperjuangan Angkatan X profesi Ners Program Non regular

Stikes Hang Tuah Tanjungpinang yang telah memberikan dorongan,

bantuan dan kerja sama dalam penyusuan KIAN

12. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan KIAN ini masih jauh

dari kata sempurna, oleh karena itu peneliti mengharapkan saran ataupun

kritikan yang membangun demi kesempurnaan peneliti ini kedepannya.

Sehingga, dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.

Tanjungpinang, 27 Juli 2022

vii
Yurmila Armaya Sari, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG
27, JULI 2022

Asuhan keperawatan Ketidakstabilan Gula Darah Pada Ny. S Dengan Diabetes


Mellitus dan Penerapan Relaksasi Otot Progresif dirawat inap RSUD Kota
tanjungpinang.

ABSTARAK

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai


dengan hiperglikemia yang terus mengalami peningkatan setiap tahun. Keadaan
hiperglikemia yang berlangsung lama pada penderita DM dapat menyebabkan
kerusakan sistemik yang luas pada tubuh dan dapat berakibat fatal. Pengelolaan
DM dapat dilakukan dengan terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis,
terapi non-farmakologis salah satunya latihan relaksasi otot progresif. Relaksasi
otot progresif merupakan suatu upaya meredakan ketegangan emosional
sehingga individu dapat berpikir lebih rasional. Dengan demikian, produksi
gula hati dapat terkontrol dengan baik Tujuan dari kerya imliah ini untuk
Mengetahui asuhan keperawatan dengan latihan relaksasi otot progresif
terhadap perubahan kadar gula darah pada pasien DM di rawat inap RSUD
Kota Tanjungpinang. Metode yangdilakukan dengan cara observasi dan
pelaksanaan pemberian menurut SOP dengan hasil implementasi yang
dilakuakan selama kurang lebih 3 hari didapatkan penurunan kadar gula dara
pada Ny.S dengan hasil GDS hari 3 yaitu 278 Mg/dl Kesimpulan : Ada
pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap penurunan kadar gula darah
pada pasien diabetes melitus di rawat inap RSUD kota Tanjungpianang.
Diharapakan hasil karya ilmiah ini dapat menjadi bahan informasi dan acuan
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dalam mengatasi kadar gula darah pada
pasien Diabetes mellitus.

Kata Kunci : Diabetes Melltus, kadar Gula Darah, Relaksasi Otot Progresif

Daftar Pustaka: (2014-2022)

viii
NERS PROFESSIONAL STUDY PROGRAM
TANJUNGPINANG HANG TUAH STIKES
JULY 2022

Nursing care of Blood Sugar Instability in Ny. S With Diabetes Mellitus and Application
of Progressive Muscle Relaxation in the hospital tanjungpinang city.

ABSTRACK

Diabetes Mellitus (DM) is a metabolic disease characterized by hyperglycemia


which continues to increase every year. The state of hyperglycemia that lasts for a long
time in DM patients can cause extensive systemic damage to the body and can be fatal.
DM management can be done with non-pharmacological therapy and pharmacological
therapy, non-pharmacological therapy one of which is progressive muscle relaxation
exercises. Progressive muscle relaxation is an effort to relieve emotional tension so that
individuals can think more rationally. Thus, liver sugar production can be well
controlled. The purpose of this scientific work is to determine nursing care with
progressive muscle relaxation exercises on changes in blood sugar levels in DM
patients at the Tanjungpinang City Hospital inpatient. The method was carried out by
observing and implementing administration according to the SOP with the results of the
implementation being carried out for approximately 3 days, it was found that a decrease
in blood sugar levels in Ny.S with GDS results on day 3 was 278 Mg/dl. Conclusion:
There is an effect of progressive muscle relaxation exercises on decreasing blood sugar
levels. blood sugar in patients with diabetes mellitus in inpatient Tanjungpianang City
Hospital. It is hoped that the results of this scientific work can be used as information
and reference material in the implementation of nursing care in overcoming blood
sugar levels in hypertensive patients. There is an effect of progressive muscle relaxation
exercise on reducing blood sugar levels in patients with diabetes mellitus in inpatient
Tanjungpianang City Hospital. It is hoped that the results of this scientific work can be
used as information and reference material in the implementation of nursing care in
overcoming blood sugar levels in hypertensive patients. There is an effect of progressive
muscle relaxation exercise on reducing blood sugar levels in patients with diabetes
mellitus in inpatient Tanjungpianang City Hospital. It is hoped that the results of this
scientific work can be used as information and reference material in the implementation
of nursing care in overcoming blood sugar levels in diabetes mellitus patients.

Keywords : DiabetesMeltus, blood sugar level, progressive muscle relaxation

Bibliography: (2014-2022)

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN..........................................................................................iv
SURAT PERNYATAAN.................................................................................................v
KATA PENGANTAR....................................................................................................vi
ABSTRAK.....................................................................................................................viii
DAFTAR ISI....................................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................6
C. Tujuan Penelilitian.................................................................................................6
D. Manfaat Penilitian..................................................................................................7
BAB II TINJAUAN Teoritik.........................................................................................9
A. Konsep Dasar Medis..............................................................................................9
1. Deabetes Melitus (DM) ..................................................................................9
a. Definisi......................................................................................................9
b. Anatomi Fisiologi...................................................................................10
c. Tipe-tipe...................................................................................................12
d. Faktor Resiko...........................................................................................14
e. Etiologi ...................................................................................................17
f. Patofisiologi Diabetes Melitus.................................................................20
g. Pathway ..................................................................................................23
h. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus........................................................24
i. Penatalaksanaan Diabetes Melitus...........................................................25
j. Komplikasi Diabetes Melitus..................................................................30
B. Konsep Relaksasi Otot Progresif.........................................................................35
1. Definisi .........................................................................................................35
2. Kegunaan Relaksasi.......................................................................................36
3. Tujuan ...........................................................................................................38
4. Manfaat .........................................................................................................39
5. Prosedur Tindakan.........................................................................................39
C. Konsep Asuhan Keperawatan..............................................................................45

x
1. Pengkajian.....................................................................................................45
2. Diagnosa Keperawatan..................................................................................50
3. Intervensi Keperawatan ................................................................................51
4. Implementasi Keperawatan...........................................................................62
5. Evaluasi Keperawatan ..................................................................................62

BAB III ANALISA LAPORAN KASUS.....................................................................63


1. Pengkajian Keperawatan...............................................................................63
2. Diagnosa Keperawatan..................................................................................83
3. Intervensi Keperawatan.................................................................................84
4. Implementasi Keperawatan...........................................................................90
5. Evaluasi Keperawatan...................................................................................91
BAB IV PEMBAHASAN..............................................................................................96
1. Pengkajian...........................................................................................................96
2. Diagnosa Keperawatan........................................................................................98
3. Intervensi Keperawatan.......................................................................................99
4. Implementasi Keperawatan...............................................................................102
5. Evaluasi Keperawatan.......................................................................................104
BAB V PENUTUP.......................................................................................................107
A. Kesimpulan........................................................................................................107
B. Saran .................................................................................................................108
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................109
LAMPIRAN.......................................................................................................................

xi
xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis serius yang terjadi

karena pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang

mengatur gula darah atau glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara

efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Diabetes melitus (DM)

adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting menjadi salah satu dari

empat penyakit tidak menular yang menjadi target tindakan lanjut untuk

mengatasinya Penyakit ini terus berkembang seiring dengan peningkatan

resiko terjadinya diabetes seperti gaya hidup yang kurang aktif, pola

makan yang tidak sehat obesitas, konsumsi alkohol, genetik dan

merokok. Pada sebagian penyandang DM tipe II obat oral tidak dapat

mengendalikan keadaan hiperglikemia sehingga diperlukan penyuntikan

insulin (Depkes RI, 2018). .

Menurut WHO 2016 memperkirakan bahwa secara global, 422 juta

orang dewasa berusia diatas 18 tahun yang hidup dengan diabetes pada

tahun 2014 hal ini juga didukung oleh data dari Internasional Diabetes

Federation (IDF) menyatakan bahwa terdapat 382 juta orang (175 juta

diperkirakan belum terdiagnosis), sehingga dimungkinkan berkembang

progresif menjadi komplikasi tanpa disadari dan tanpa pencegahan. Pada

tahun 2035 jumlah tersebut akan diperkirakan naik menjadi 592 juta

orang. Sedangkan IDF ATLAS (2017), memaparkan bahwa 424,9 juta

1
2

jiwa menderita diabetes melitus dan diperkirakan akan mencapai

628,6 juta jiwa pada tahun 2045.

Internasional Diabetes Federation (IDF) tahun 2015 dari 177

juta jiwa di dunia yang menderita penyakit DM tipe 2 dan 25 tahun yang

akan datang meningkat menjadi 300 juta jiwa, prevalensi diabetes tipe 2

tahun 2016 pada penduduk Amerika Serikat yang diatas berusia 65

tahun atau lebih yaitu sekitar 10,9 juta jiwa (26,9%), sedangkan di

Indonesia jumlah pasien diabetes mellitus tipe 2 mengalami kenaikan,

dari 8,4% juta jiwa pada tahun 2017 dan diperkirakan naik menjadi

21,3% juta jiwa pada tahun 2022. Jumlah penderita pasien DM di

Indonesia sangat tinggi sehingga beradad pada peringkat 4 di dunia

setelah negara negara lainnya seperti Amerika Serikat, India, dan China

(Wild, 2018).

Selain itu Indonesia menepati peringkat ke-4 dengan penderita DM

terbanyak didunia setelah (India 31 juta jiwa), (China 20,8 juta jiwa) dan

(Amerika Serikat 17,7 juta jiwa). Pada tahun 2018 penderita diabetes

melitus diperkirakan mencapai 10,9% dari seluruh populasi. Dari seluruh

provinsi, kasus diabetes melitus tertinggi terdapat di DKI Jakarta,

Yokyajarta, dan Kalimantan Timur.

Berdasarkan data dari Dinas kesehatan Kota Tanjungpinang tahun

2021 jumlah yang menderita penyakit diabtes melitus sebanyak 1018

kasus. Selain itu Berdasarkan Studi Pendahuluan yang dilakukan di RSUD

Kota Tanjungpinang pada tahun 2022 terdapat jumlah pasien yang

menderita diabetes melitus rawat inap sebanyak 30 kasus. Sedangkan


3

pasien diabetes melitus rawat jalan sebanyak 192 kasus. Dari hasil

observasi yang dilakukan di RSUD kota Tanjun gpinang belum pernah

dilakukan penerapan latihan relaksasi otot progresif.

Penatalaksanaan penyakit diabetes dikenal dengan lima pilar

penatalaksanaan diabetes melitus, yang meliputi : mengikuti kegiatan

edukasi/penyuluhan kesehatan tentang perawatan dirinya, melakukan

pengaturan pola makan yang benar, berolah raga secara teratur, kepatuhan

konsumsi obat- obatan dan melakukan monitoring terhadap regulasi gula

darah, kadar kolesterol, tekanan darah, kelainan kaki dan sebagainya

(PERKENI, 2015).

Pilar edukasi atau pendidikan bertujuan tercapainya perubahan

perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam memelihara perilaku

sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal (Effendi, 2015). Pilar pengaturan makan yang dijalankan

penderita akan berlangsung seumur hidup dan kejenuhan dapat muncul

kapan saja, bila kepatuhan dalam menjalani proses diet pada penderita DM

rendah maka akan mempengaruhi kadar gula darah yang kemudian akan

menyebabkan komplikasi (Pratia, 2012). Pilar Berolah raga secara teratur

Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga. (Ilyas,

2017) dan Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan

meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian

insulin. Pilar kepatuhan konsumsi obat-obatan merupakan pilar yang

penting dilakukan pasien. Perencanaan makan dan olahraga yang teratur

saja, berhasil mencapai target gula darah yang baik hanya 10-20%
4

penyandang diabetes. Selebihnya membutuhkan obat hipoglikemik oral

(OHO) dan bahkan kadang-kadang memerlukan insulin (Soegondo, 2017).

Pilar monitoring terhadap regulasi gula darah, kadar kolesterol, tekanan

darah, kelainan kaki dan sebagainya. Pemantauan kadar gula darah ini

penting karena membantu menentukan penanganan medis, diit dan obat-

obatan yang tepat sehingga mengurangi resiko komplikasi yang berat, dan

dapat meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes (NPS Medicinewise

2019).

Satu diantara terapi non farmakologis yaitu berupa latihan fisik

Latihan fisik merupakan salah satu pilar penatalaksaaan DM (PERKENI

dalam Simanjuntak dan Simamora, 2017). Jalan kaki, jogging, naik turun

tangga, bersepeda merupakan alternatif pilihan yang dianjurkan bagi

penderita DM Tipe 2, tetapi dari beberapa latihan tersebut masih

menujukkan hasil yang bervariasi sehingga diberikan alternatif lain yaitu

relaksasi (Hasaini, 2015).

Terapi non farmakologis yang dapat diberikan pada penderita

diabetes mellitus tipe 2 salah satunya adalah latihan jasmani yaitu berupa

relaksasi otot progresif (Progressive Muscle Relaxation/ PMR) yang

termasuk dalam straregi fisik dalam bentuk mindbody therapy (Terapi

pikiran dan otot-otot tubuh) relaksasi otot progresif merupakan salah satu

latuhan yang mudah dilakukan secara mandiri. Teknik nrelaksasi ini lebih

unggul dibandingkan dengan teknik relaksasi lain karena memeprlihatakan

pentingana nya menahan respon sters dangan mencoba meredakan

ketegangan otot secara sadar (Ilmi dan Dewi, 2017).


5

Relaksasi otot progresif merupakan suatu upaya meredakan

ketegangan emosional sehingga individu dapat berpikir lebih rasional.

Dengan demikian, produksi gula hati dapat terkontrol dengan baik. Teknik

ini memaksa individu untuk berkonsentrasi pada ketegangan ototnya

dan kemudian melatihnya untuk relaks (Yuliani dan Hutasoit, 2013).

Selain itu, menurut Sucipto dalam Simanjuntak dan Simamora (2017),

relaksasi otot progresif bermanfaat untuk menurunkan resistensi perifer

dan menaikkan elastisitas pembuluh darah.

Penelitian yang dilakukan oleh Chauduri, Ray, Saldanha,

Bandopadhyay (2019) membuktikan bahwa terapi relaksasi otot progresif

tidak hanya dapat menurunkan tingkat stres tetapi juga dapat

meningkatkan kualitas hidup. Pendapat ini diperkuat dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Simanjuntak dan Simamora (2017)

membuktikan bahwa latihan relaksasi otot progresif yang dilakukan

selama 15-20 menit sebanyak 3 kali sehari selama 1 minggu dapat

membuat tubuh lebih rileks dan dapat meningkatkan sirkulasi darah.

Penelitian serupa yang dilakukan oleh Isnaini, Trihadi dan Linggardini

(2017) membuktikan bahwa terapi relaksasi otot progresif yang dilakukan

secara teratur minimal 15 menit selama 3 hari dapat meningkatkan

aktivitas otot dan meningkatkan metabolisme gula darah dalam tubuh

sekaligus meningkatkan sekresi insulin di pankreas. Penelitian yang

dilakukan oleh Hasaini (2015) membuktikan bahwa terapi relaksasi otot

progresif yang dilakukan selama 3 hari dengan frekuensi latihan satu kali

sehari selama ± 15-20 menit adalah adanya perbedaan rata-rata kadar gula
6

darah baik kadar gula darah sebelum dan setelah latihan PMR Sehingga

penerapan latihan ini merupakan salah satu latihan yang dilakukan untuk

menunkan kadar gula darah pada pasien DM.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengambil

judul yaittu Asuhan keperawatan Ketidakstabilan Gula Darah Pada Ny. S

Dengan Diabetes Mellitus dan Penerapan Relaksasi Otot Progresif di

Rawat Inap RSUD Kota Tanjungpinang tahun 2022.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan

permasalahan sebagai berikut : ‘’ Asuhan keperawatan Ketidakstabilan

Gula Darah Pada Ny. S Dengan Diabetes Mellitus dan Penerapan

Relaksasi Otot Progresif di Rawat Inap RSUD Kota Tanjungpinang’’

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah Penulis dapat memberikan

gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien diabetes

mellitus dalam berbagai aspek biologis, psikososial dan spiritual

dengan pendekatan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa

keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi ke

perawatan dalam bentuk studi kasus.


7

2. Tujuan khusus

a. Mampu melakukan pengkajian dari kasus yang telah dipilih

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan dari hasil temuan

pengkajian

c. Mampu menyusun intervensi dari tiap-tiap diagnose yang telah

dibuat .

d. Melaksanakan implmentasi terhadap intervensi yang telah

direncanakan

e. Melaksanakan evaluasi dari ilmplementasi yang telah dilakukan

f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Aplikasi

a. Bagi Ilmu Keperawatan

Diharapkan penelitian ini berguna untuk perkembangan

ilmu keperawatan dalam penggunaan tindakan non farmakologis

terutama dengan menggunakan relaksasi oto progresif pada pasien

diabetes mellitus tipe II di RSUD Kota Tanjungpinang

b. Bagi Pelayanan Keperawatan

Sebagai pengobatan non farmakologis untuk menstabilakan

kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus.


8

c. Bagi Peneliti

Menambah pengalaman dan meningkatkan wawasan ilmu

pengetahuan mengenai latihan relaksasi otot progresif sehingga

dapat menerapkan di ruangan tempat bekerja maupun memberikan

edukasi kepada pasien yang lainya.

2. Manfaat Akademik

Penelitian ini bermanfaat sebagai sember pustaka dan

referensi untuk meningkatkan pengetahuan dalam melakukan asuhan

keperawatan tentang asuhan keperawatan pada pasiin DM dengan

penerapan relaksasi otot prorgesif untuk menurunkan kadar gula darah.


BAB II
TINJAUAN TEORITIK

A. Konsep Dasar Medis

1. Diabetes Melitus (DM)

a. Definisi

Diabetes melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan

heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glikosa dalam darah

atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam

jumlah tertantu dalam darah. Glukosa dibentuk dihati dari makanan

dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas,

mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur

produksi dan penyimpananya (Brunner & Suddarth, 2013).

Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap

insulin dapat menurun atau pankreas dapat menghentikan sama

sekali produksi insulin keadaan ini menimbulkan hiperglikemia

yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti

diabetes ketoasidosis dan sindrom heperglikemi hiperosmoler

nonketotik (HNNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut

menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit

ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada saraf)

Diabetes melitus (DM) juga disertai dengan peningkatan insidens

penyakit makro vaskuler yang mencangkup infark miokard, stroke

dan penyakit vaskuler perifer (Brunner & Suddarth, 2013).

9
10

Diabetes melitus (DM) atau penyakit kencing manis

merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar

glukosa darah (gula darah) melebihi nilai normal yaitu kadar gula

darah suatu sama atau lebih dari 200 mg/dl, dan kadar gula darah

puasa diatas atau sama dengan 126mg/dl. (Brunner & Suddarth, 2013)

b. Anatomi Fisiologi

1) Anatomi

Gambar 2.1 anatomi pangkreas

2) Fisiologi

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat

mirip dengan kelenjar ludah. Panjangnya kira – kira lima belas

sentimeter, mulai dari duodenum sampai limpa, dan dilukiskan terdiri


11

atas tiga bagian. Kepala pancreas yang paling lebar, terletak

disebelah kanan rongga abdomen dan didalam lekukan abdomen, dan

yang paling praktis melingkarinya. Badan pancreas merupakan

bagian utama dalam organ itu dan letaknya dibelakang lambung

dan di depan vertebra lumbalis pertama. Ekor pancreas adalah

bagian yang runcing di sebelah kiri, dan sebenarnya menyentuh

limpa. Jaringan pancreas terdiri atas lobula daripada sel sekretori

yang tersusun mengitari saluran – saluran halus. Saluran – saluran

ini mulai dari persambungan saluran – saluran kecil dari lobula yang

terletak di dalam ekor pancreas dan berjalan melalui badannya dari

kiri ke kanan (Dwi, 2020).

Pancreas dapat disebut sebagai organ rangkap, mempunyai dua

fungsi. Fungsi eksokrin dilaksanakan oleh sel sekretori lobulanya,

yang membentuk getah pancreas dan yang berisi enzim dan

elektrolit. Cairan pencerna itu berjalan melalui saluran seksretori

halus dan akhirnya dikumpulkan oleh dua saluran, yaitu yang utama

disebut duktus Wirsungi (pancreatic duct) dan sebuah saluran lain

yaitu duktus Santorini (accessory pancreatic duct), yang masuk ke

dalam duodenum Saluran utama bergabung dalam saluran empedu di

dalam Ampula Vater (hepato pancreatic ampula). Tersebar diantara

alveoli pancreas terdapat kelompok kelompok kecil sel epitelium,

yang jelas terpisah dan nyata. Kelompok kelompok ini adalah pulau

– pulau kecil atau kepulauan Langerhans, yang bersama – sama

membentuk kelenjar endokrin. Persyarafan didapati dari saraf vagus

dan persediaan darah dari saluran kapiler besar. Kepulauan

Langerhans membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin,

yaitu sebuah hormon antidiabetika, yang diberikan dalam pengobatan


12

diabetes.Insulin adalah sebuah protein yang dapat turut dicernakan

oleh enzim pencerna protein dan oleh karena itu tidak diberikan

melalui mulut melainkan melalui suntikan subcutan. Insulin

mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan sebagai

pengobatan dalam hal kekurangan, seperti pada diabetes, insulin

memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk mengabsorpsi dan

menggunakan glukosa dan lemak. Secara klinik defisiensi insulin

mengakibatkan hiperglikemia yaitu kadar gula darah yang tinggi,

turunnya berat badan, lelah dan poliuria, disertai haus, lapar, kulit

kering, mulut dan lidah kering. Akibatnya juga ketosis dan asidosis

serta kecepatan nafas bertambah. Keadaan yang sebaliknya yaitu

hipoglikemia kadar gula darah rendah, dapat terjadi akibat

kelebihan dosis insulin, atau karena klien tidak makan makanan

sehabis suntik insulin, sehingga kelebihan insulin dalam darahnya

menyebabkan koma hipoglikemia (Dwi, 2020).

c. Tipe-Tipe

Ada beberapa tipe diabetes melitus (DM) yang berbeda

penyakit ini dibedakan berdasarkan penyebabnya, perjalan klinik

dan terapinya. Klasifikasi diabetes yang utama adalah :

1) Tipe I : Diabetes melitus (DM) tergantung insulin dependen

diabetes melitus (IDDM), Kurang lebih 5% hingga 10%

penderita diabetes melitus (DM) mengalami tipe I yaitu

diabetes melitus (DM) yang tergantung insulin pada diabetes

jenis ini, sel-sel beta pankreas yang dalam keadaan normal

menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh suatu proses


13

otoimun. Sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan

untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes melitus

(DM) tipe I ditandai dengan awitan mendadak yang biasanya

terjadi pada usia 30 tahun.

2) Tipe II : Diabetes melitus (DM) tidak tergantung Non-Insulin

Dependen Diabetes Melitus (NIDDM), Kurang lebih 90%

hingga 95% penderita Diabetes melitus (DM) tipe II yaitu

diabetes yang tidak tergantung insulin. Diabetes melitus (DM)

tipe II terjadi akibat penurunan sensivitas terhadap insulin yang

disebut resitensi insulin atau akibat penurunan jumlah produksi

insulin. DM tipe II pada mulanya diatasi dengan diet dan

latihan jika kenaikan glukosa darah tetap terjadi terapi diet dan

latihan tersebut dilengkapi dengan obat hipoglikemik oral. Pada

sebagian penyandang diabetes melitus tipe II, obat oral tidak

mengendalikan keadaan hiperglikemia sehingga diperlukan

penyuntikan insulin. DM tipe II paling sering ditemukan pada

individu yang berusia 30 tahun dan obesitas.

3) Diabetes Pada Kehamilan

Diabetes yang muncul hanya pada saat hamil disebut

juga diabetes tipe gestasi atau gestasional diabetes. Keadaan

ini terjadi karena pembentukan hormon pada ibu hamil yang

menyebabkan resitensi insulin.


14

4) Diabetes Tipe Lain

Diabetes tipe lain merupakan diabetes sekunder atau

akibat dari penyakit lain yang mengganggu produksi insulin

atau mempengaruhi kerja insulin

d. Faktor Resiko

1) Faktor Resiko yang Dapat Diubah

a) Gaya Hidup

Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang

ditunjukan dalam aktivitas sehari-hari, makanan cepat saji,

olahraga tidak teratur dan minum bersoda adalah salah satu

gaya hidup yang dapat memicu terjadinya diabetes melitus

tipe II.

b) Diet yang Tidak Sehat

Perilaku diet yang tidak sehat yaitu kurangnya

olahraga, menekan nafsu makan, sering mengkomsumsi

makanan siap saji

c) Obesitas

Obesitas merupakan salah satu faktor resiko utama

untuk terjadi penyakit diabetes melitus. Obesitas dapat

membuat sel tidak sensitif terhadap insulin (Resisten

insulin). Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka

tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila


15

lemak tubuh berkumpul, Peningkatan berat badan dan dapat

menyebabkan resiko terjadinya DM

d) Pekerjaan dan Pendidikan

Pekerjaan seseorang mempengaruhi aktifitas tingkat

fisiknya dan orang yang mempunyai pendidikan yang

tinggi akan banyak pengetahuan tentang kesehatan.

Perhitungan Berat Badan Ideal Sesuai Index Massa

Tubuh (IMT) menurut WHO (2014), yaitu:

IMT= BB (kg )/ TB (m2)

Tabel 2.1. klasifikasi Sesuai Index Massa Tubuh (IMT)

Sesuai Index Massa Tubuh (IMT) Klasifikasi Berat Badan


(BB)
< 18, 5 Kurang
18,5-22.9 Normal
22-24,9 Kelebihan
≥25,0 Obesitas
(American Diabetes Association [ADA], 2018).

e) Tekanan Darah Tinggi

Tekanan darah tinggi merupakan peningkatan

kecepatan denyut jantung, peningkatan restensi (tekanan)

dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume

aliran darah (American Diabetes Association [ADA],

2018).

f) Riwayat Diabetes Gestasional Sewaktu Hamil

Kadar gula darah yang tidak terkontrol pada kehamilan

dapat menimbulkan banyak resiko dikemudian diantaranya


16

bayi lahir berukuran besar, bayi lahir prematur, keguguran,

bayi lahir mati, tekanan darah tinggi dan kematian ibu

(American Diabetes Association [ADA], 2018).

2) Faktor Resiko yang Tidak Dapat Diubah

a) Usia

Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi

resiko tekanan diabetes tipe II. Diabetes melitus tipe II

terjadi pada orang dewasa setengah baya, paling sering

setelah usia 45 tahun (American Heart Association [AHA],

2012). Meningkatnya resiko DM dengan bertambahnya

usia dikaitkan dengan terjadinya penurunan fungsi

fisiologis tubuh.

b) Riwayat Keluarga Diabetes Melitus

Seseorang anak dapat diwarisi gen penyebab

diabetes melitus orang tua. Biasanya seseorang yang

menderita DM mempunyai anggota keluarga yang juga

terkena penyakit tersebut. Fakta menunjukan bahwa mereka

yang memiliki ibu penderita DM tingkat resiko tekanan

DM sebesar 3,4 kali lipat lebih tinggi dan 3,5 kali lipat

lebih tinggi jika memiliki ayah penderita DM. Apabila

kedua orangtuanya menderita DM, maka akan memiliki

resiko terkena DM sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi.

c) Riwayat Diabetes Pada Kehamilan


17

Mendapatkan diabetes melitus selama kehamilan

atau melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg dapat meningkatkan

resiko DM tipe II.

e. Etiologi

1) Diabetes tipe I

Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta

penkreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin

pula lingkungan (misalnya infeksi virus) diperkirakan turut

menimbulkan distruksi sel beta.

a) Faktor-Faktor Genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu

sendiri: mewarisi suatu prediposisi atau kecendrungan

genetikk kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecendrungan

genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe

antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA

merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas

antigen transplantasi dan proses imun lainnya. Sembilan

puluh lima persen pasien berkulit putih (Caucasian) dengan

diabetes tipe I memperlihakan tipe HLA yang spesifik

(DR3 atau DR4). Resiko terjadinya diabetes tipe I

meningkat tiga hingga lima kali lipat pada individu yang

memiliki salah satu dari kedua tipe HLA ini. Resiko

tersebut meningkat sampai 10 hingga 20 kali lipat pada


18

individu yang memiliki tipe HLA DR3 maupun DR4 (jika

diandingkan dengan populasi umum).

b) Fakto-Faktor Imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu

respons otoimun. Respons ini merupakan respons abnormal

diamana antibodi terarah pada jaringan noramal tubuh

dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggap seolah-olah sebagai jaringan asing. Otoantibodi

terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen

(internal) terdeteksi pada pada saat diagnosis dibuat dan

bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda

klinis diabetes tipe I. Riset dilakukan untuk mengevaluasi

efek imnosupresif terhadap perkembangan penyakit pada

pasien diabetes tipe I yang baru terdiagnosis atau pada

pasien pradiabetes (pasien dengan atibodi yang terdeteksi

terapi tidak memperlihatkan gejala klinis diabetes). Riset

lainya menyelidiki efek protektif yang ditimbulkan insulin

dengan dosis kecil terhadap fungsi sel beta.

c) Faktor-Faktor Lingkungan

Penyelidikan juga sedang dilakukan kemunngkinan

faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel

beta. Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan


19

bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses

otoimun yang menimbulkan distruksi sel beta.

Interaksi antara foktor-faktor genetik, imunologi

dan lingkungan dalam etiologi diabetes tipe I merupakan

pokok perhatian yang terus berlanjut. Meskipun kejadian

yang menimbulkan destruksi sel beta tidak dimengerti

sepenuhnya, namun pernyataan bahwa kerentanan genetik

merupakan faktor dasar yang melandasi proses terjadinya

diabetes tipe I merupakan hal yang secara umum dapat

diterima.

2) Diabetes tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi

insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih

belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang

peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu

terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan

dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor ini

adalah: Usia (resistensi insulin cendrung meningkat pada usia

di atas 65 tahun), obesitas, riwayat keluarga, dan kelompok

etnik (di Amerika Serikat, golongan hispanik serta penduduk

asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar

untuk terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan

Afro-Amerika).
20

f. Patofisiologi Diabetes Melitus

Patofisiologi Diabetes melitus tipe II

Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua

masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu:

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya

insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan

sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,

terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa

didalam sel. Resistensi insulin pada diabtes tipe II disertai

dengan penurunan reaksi intrasel ini, dengan demikian insulin

menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa

oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah

terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan

jumlah insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan

dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit

meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu

mengimbangi dan meningkatan kebutuhan akan insulin, maka

kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang

merupkan ciri khas diabetes tipe II, namun masih terdapat


21

insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah

pemecahan lemak dan produksi badan keton yang

menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi

pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang

tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainya yang

dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik

(HHNK).

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita

diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas akibat

intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selam bertahun-

tahun) dan progresif, maka diabetes tipe II dapat berjalan tanpa

terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut

seringg bersifat ringgan dan dapat mencangkup kelelahan,

iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama

sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur

(jika kadar glukosanya sangat tinggi).

Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%),

penyakit diabetes tipe II yang dideritanya ditemukan secara

tidak sengaja (misalnya, pada saat pasien menjalani

pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu konsekuensi

tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun

adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya,

kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer)

mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis ditegakkan.


22

Penaganan primer tipe II adalah dengan menurunkan

berat badan, karena resistensi insulin berkaitan obesitas.

Latihan merupakan unsur yang penting pula untuk

meningkatkan efektivitas insulin. Obat hipoglikemia oral dapat

ditambah jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan

kadar glukosa darah. Jika penggunaan obat oral dengan dosis

maksimal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa hingga

tingkat memuaskan, maka insulin dapat digunakan. Sebagian

pasien memerlukan insulin untuk sementara waktu selama

periode stress fisiologik yang akut, seperti selama sakit atau

pembedahan (Brunner & Suddrtha, 2013).


23

g. Pathway
 Faktor Genetik Ketidak seimbangan Gula Darah Tidak Dapat
h.
 Infeksi Virus Kerusakan Sel Beta Produksi Insulin Dibawa Masuk Dalam Sel
 Gangguan Imunologi

Definisi Pengetahua

Glukosa Batas Melebihi Ambang Hiperglikemia Anabolisme Protein Menurun


Ginjal

Ketidakstabilan Kadar Kerusakan Pada Antibodi


Diaresis Osmotik
Glukosa Darah
Kekebalan Tubuh Menurun
Poliuri-Retensi Urine
Vikositas Darah Meningkat Syok Hiperglikemik

Kehilangan Elektolit Dalam Sel


Aliran Darah Lambat Koma Diabetik

Dehidrasi
Iskemik Jaringan Resiko Infeksi Neuropati Perifer

Resiko Hipovolemia
Perfusi Parifer Tida Efektif Gangren Ulkus Klien Tidak Merasa Sakit
e
Merangsang Hipotalamus
Kehilangan Gangguan Integritas Kulit
Kalori
Pusat Lapar dan Haus
Sel Kekurangan Bahan Untuk Metabolisme Protein Lemak Dibakar

Sumber: Tati Murni, 2019


Polidipsia Kelemahan
Katabolisme Lemak Pemeca Protein
Polipagia
Intoleransi Aktivitas
Definisi Nutrisi Asam Lemak
24

i. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus

Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh

penyakit Diabetes Militus yaitu:

1) Pengeluaran Urin (Poliuria)

Poliuria adalah keadaan dimana volume

air kemih dalam 24 jam meningkat melebihi batas

normal. Poliuria timbul sebagai gejala Diabetes Militus

dikarnakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga

tubuh tidak sanggup untuk menguranginya dan berusaha untuk

mengeluarkan melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih

sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan

mengandung glukosa.

2) Timbul Rasa Haus (Polidipsia)

Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul

karena kadar glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh

merespon untuk meningkatkan asupan cairan.

3) Timbul Rasa Lapar (Polifagia)

Pasien diabetes melitus akan merasa cepat lapar dan

lemas, hal tersebut sebabkan karena glukosa dalam darah

cukup tinggi

4) Berat Badan Menurun

Berat badan menurun dikarenakan tubuh terpaksa

mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi,

maka terjadi penurunan berat badan)


25

j. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Tujuan utama terapi diabetes mencoba menormalkan

aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk

mengurani terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan

teuropatik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa

darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius

pada pola aktivitas pasien (Brunner & Suddartha, 2013).

1) Terapi Farmakologis

Pemberian terapi farmakologis harus diikuti dengan

peraturan pola makan dan gaya hidup yang sehat. Terapi

farmakologis terdiri dari obat oral dan suntikan yaitu:

a) Golongan Sulfonilurea

Mekanisme kerja golongan ini adalah merangsang

sekresi insulin di sel beta di pangkreas dengan menutup

kanak K ATP yang ada di membran sel beta, sehingga

memberikan efek merangsang untuk meningkatkan sekresi

insulin. Generasi pertama dari sulfonilurea adalah

tulbutamide dan klorpropamide. Generasi kedua dari

sulfonilurea yang umumnya digunankan adalah gliburid

atau glibenklamid glipizid. Efek samping yang umumnya

terjadi dari golongan ini adalah hipoglikemia, penambahan

berat badan, pusing.


26

Tabel 2.2 Obat Golongan Sulfonilurea

Nama obat Dosis/ tablet Frekunsi/ hari


Gliburid 2,5-5mg 1-2x sehari
Glipizid 5-10mg 1x2 sehari
Glikazid 80 mg 1x 3 sehari
Gliquidon 30 mg 1x sehari
Glimepirid 1-4mg 1x sehari

b) Golongan Meglitinid

Mekanisme kerja golongan ini sama dengan

sulfonilurea yaitu dengan menyerang insulin di sel beta di

pangkreas dengan menutup kanal K ATP yang berada di sel

beta di pankreas, sehingga sekresi insulin meningkat.

Tabel 2.3 Obat Golongan Meglitinid

Nama obat Dosis/ tablet Frekunsi/ hari


Repaglinid 0,5-2 mg 2-4x sehari
Glipizid 60-120 mg 3x sehari

c) Golongan Biquanid

Mekanisme kerja dari golongan ini adalah

menurunya produksi glukosa dihepar dan meningkatnya

sensitifitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Obat

pilihan pertama pada pasien DM tipe II. Efek samping dari

penggunana obat tersebut adalah hipoglikemia, dengan

dosis 500mg /tablet frekuensi pemakain 1-3x sehari.

d) Golongan Penghambat Alpa-glikosidase

Mekanisme kerja dari golongan ini glikosidase

sehingga memperlambat absopsi karbohidrat dan mencegah

peningkatan glukosa dijaringan tubuh, efek samping yang


27

sering terjadi flatulen malabsopsi dan diare. Golongan obat

ini adalah acarbose dengan dosis 100-500mg/tablet dengan

frekuensi 3xsehari.

e) Golongan Penghambat DPP-4 (dipeptide pepside-4)

Mekanisme kerja dengan meningkatakan sekresi

insulin dengan cara menghambat sekresi glukagon dan

meningkatkan sekresi insulin disel beta di pankreas. Efek

samping yang terjadi hipoglikemia dan gastoitestinal

Tabel 2.4 Obat Golongan Penghambat DPP

Nama obat Dosis/ tablet Frekunsi/ hari


Vidagliptin 50 mg 1-2x sehari
Sitagliptin 25-50-100 mg 1x sehari
Saxagliptin 5 mg 1x sehari
Linagliptin 5 mg 1x sehari

f) Golongan penghambat SGLT-2 (Sodium glucose

Cotransporter 2) Mekanimse kerja nya adalah menghambat

penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal. Efek

samping dari obat tersebut terjadi dehidrasi, pusing,

poliurea. Golongan ini merupakan antideibates golongan

terbaru.

Tabel 2.5 Golongan Penghambat SGLT2

Nama obat Dosis/ teblet Frekeunsi/hari


Canagliflozin 300 mg 1x sehari
Dapagliflozin 10 mg 1x sehari
Empagliflozin 2 mg 1x sehari
28

b. Terapi Non Farmakologis

1) Diet

Prinsip umum diet dan pengendalian berat badan

merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes dan

disarankan untuk mencapai tujuan yaitu dengan

memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya

vitamin, mineral), mencapai dan mempertahankan berat

badan yang sesuai, memenuhi kebutuhan energi, Mencegah

fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan

mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal

melalui cara-cara yang aman dan praktis dan menurun

kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.

2) Pendidikan Kesehatan

Pendidikan awal akan membahas pentingnya

konsentensi atau kontiunitas pada kebiasaan makan.

Hubungan antara makan dan insulin dan adanya rencana

makan yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Kemudian pendidikan tindak lanjut akan memfokuskan

pada penatalaksaaan yang lebih dalam.


29

3) Pamantauan Glukosa

Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa

darah secara mandiri penderita diabetes kini dapat

mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa

darah secara optimal. Pemantauan dapat memungkinkan

deteksi dan pencegahan hiperglikemia serta hipoglikemia

serta kemungkinan dapat mengurangi komplikasi diabetes

jangka panjang.

4) Terapi (jika diperlukan)

Sebagaimana dinyatakan sebelumnya hormon

insulin disekresikan oleh sel-sel beta pulau langerhans,

homron ini bekerja untuk menurunkan kadar glukosa

postprandial dengan memudahkan pengambilan serta

penggunaan glukosa oleh sel-sel otot.

Pada diabetes tipe I tubuh kehilangan kemampuan

untuk memperoduksi insulin dengan demikian insulin

eksogenus harus diberikan dalam jumlah tak terbatas,

sedangkan pada diabetes tipe II insulin mungkin diperlukan

pada terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar

glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia tidak berhasil

mengontrolnya.
30

5) Latihan Fisik

Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan

diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa

darah dan mengurangi faktor kardiovaskuler. Latihan akan

menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan

pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki

pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga

dapat diperbaiki dengan berolahraga. Salah satunya dengan

latihan otot progresif.

k. Komplikasi Diabetes Melitus

1) Komplikasi Akut

Komlikasi Akut pada DM meliputi:

a) Hipoglikemia

Adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan

kadar gula darah dari dalam darah dari normal (70 mg/dl)

tanda dan gejala dari hipoglikemia yaitu pusing, rasa lapar

yang berat, gemetar, berkeringat, gelisah, dan pandangan

kabur.

Hipogkemia diklasifkasikan dalam beberapa bagian

keparahan, yaitu Hipoglikemia berat yaitu pada keadaan

paien yang membutuhkan bantuan pemberian karbohidrat

dan glukagon dari orang lain, Hipoglikemia sistematik yaitu


31

apabila gula darah sewaktu < 70 mg/dl dan tanpa gejala

hipoglikemia, Hipoglikemia asimtomatik yaitu apabila gula

darah sewaktu <70 mg/dl dan tanpa gejala hipoglikemia,

Hipoglikemia realative yaitu apabila gula darah sewaktu

>70 mg/dl dengan gejala hipoglikemia dan Probable

hipoglikemia yaitu apabila gejala hipoglikemia tanpa

pemeriksaan gula darah sewaktu.

b) Ketoasidosis Diabetik

Adalah suatu perbedaan dimana menjadi

peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi dengan

disertai gejala asidosis dan plasma keton. Tanda dan gejala

dari ketoasidosis diabetik yaitu frekuensi buang air kecil

meningkat, sering haus, kelelahan, napas cepat dan berbau

keton, mual dan muntah.

Pencegahan pada keadaan ketoasidosis diabetik

meliputi: Menjaga pola makan, pemeriksaan kadar gula

darah secara rutin pemantauan pada penggunaan obat

antidiabetes oral dan obat-obatan yang lain yang dikosumsi

oleh pasien DM dan Mencukupi kebutuhan cairan tubuh

2) Komplikasi Kronik

Komplikasi Kronik terjadi karena keadaan

hiperglikemia yang menyebabkan peningkatan pembentukan

protein glikasinin enzim serta peningkatan proses glikosilasi.

Komplikasi kronik terdiri dari:


32

a) Komplikasi Mikrovaskuler

Terjadi komplikasi mikrovaskuler akibat pada

pembuluh darah kecil khususnya kapiler. Komplikasi

tersebut meliputi :

1) Rtinopati Diabetik

yaitu suatu keadaan dimana ketajaman pada

penglihatan pada mata terganggu akibat hiperglikemia

yang dapat mengakibatkan kebutaan apabila tidak

dikendalikan. Gejala-gejala retinopati adalah

penglihatan menurun, tampak bercak hitam pada

penglihatan, dan nyeri pada mata.

2) Nefropati Diabetik

yaitu penyakit yang menyerang ginjal akibat

dari diabetes yang ditandai dengan adanya

proteinuri pasien dan hipertensi. Gejala-gejala

nefropati adalah frekuensi buang air kecil

meningkat, Gatal-gatal, hilangnya nafsu makan,

insomnia, lemas, mual dan muntah, urin berbusa

3) Neuropati Diabetik

Adalah suatu gangguan pada syaraf akibat

diabetes yang ditandai dengan kesemutan, nyeri dan

mati rasa. Gejala-gejala lain dari neouropati adalah


33

gangguan keseimbangan, keringat berlebihan,

disfungsi eraksi, dan penurunan libido.

b) Komplikasi Makrovaskuler

Terjadinya komplikasi makrovaskuler ditimbulkan

akibat anterosklerosis dan pembuluh-pembuluh daerah

besar mengalami plak atheroma. Akibat dari komplikasi

tersebut meliputi:

1) Penyakit Jantung Koroner

Adalah kelainan pada jantung terjadi karena

penurunan kerja jantung dalam memompa darah dalam

keseluruhan tubuh akibat dari penumpukkan lemak

yang mengeras pada pembuluh darah pada penderita

DM. pencegahan penyakit jantung koroner pada

penderita DM tipe II meliputi yaitu menereapkan pola

makan yang sehat, melakukan olahraga secara rutin,

menurunkan berat badan, mengendalikan stress,

mengontrol tekanan darah dan istirahat yang cukup

2) Penyakit Pembuluh Darah Terapi atau PAD

Adalah gangguan pada pembuluh darah, dimana

terjadi penyumbatan pada ateri pada kaki. Gangguan

tersebut dapat menyebabkan nyeri pada saat

beraktifitas.
34

3) Edukasi perawatan kaki diberikan secara rinci pada

semua orang dengan ulkus maupun neuropati perifer

atau peripheral octrial disease (PAD) meliputi:

(a) Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk

dipasir dan di air, Periksa kaki setiap hari, dan

dilaporkan kepada dokter apabila kulit terkelupas,

kemerahan atau luka

(b) Periksa alas kaki dari benda asing sebelum

memakainya dan Selalu menjaga kaki dalam

keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan krim

pelembab pada kulit kaki yang kering.

(c) Potong kuku secara teratur, Keringkan kaki dan sela-

sela jari kaki secara teratur setelah dari kamar mandi

dan Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak

menyebabkan lipatan pada ujung-ujung jari kaki

(d) Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secara

teratur, Jika sudah ada kelainan bentuk kaki,

gunakan alas kaki yang dibuat khusus dan Sepatu

tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan

gunakan hak tinggi, Hindari penggunaan bantal atau

botol berisi air panas/batu untuk menghangat kan

kaki (Nanda, 2015).


35

B. Konsep Relaksasi Otot Progresif

1. Definisi

Relaksasi adalah metode yang terdiri dari peregangan dan rileks

dari sekelompok otot dan memfokuskan pada perasaan rileks hal ini

dapat mengurangi ketegangan otot yang biasanya meyertai nyeri.

Teknik ini didasarkan oleh keyakinan bahwa tubuh berespon pada

ansietas yang merangsang karena nyeri atau kondisi penyakitnya.

Teknik relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis. Relaksasi

progresif adalah latihan terintruktur yang meliputi pembelajar untuk

mengerutkan dan merilekskan kelompok otot.secara sistemik dimulai

dengan kelompok otot wajah dan berakhir pada otot kaki. Tindakan ini

biasa memerlukan waktu 10-15 menit dapat disertai dengan intruksi

yang mengarahkan individu untuk individu memperhatikan kelompok

otot direlaksasikan. Manfaat teknik relasasi progresif bagi pasien

diantaranya mengurangi ketegangan dan kecemasan

Terapi latihan adalah gerak tubuh, aktivitas fisik yang dilakukan

secara sistematis dengan tujuan: Memperbaiki atau menghindari

keluahan, Memperbaiki atau meningkatkan aktivitas fungsional,

Menghindari atau tindakan preventif dari adanya penurunan derajat

kesehatan dari faktor-faktor resiko, Optimalisasi statu sehat, kebugaran

atau kondisi baik


36

Menurut Herodes (2010), teknik relaksasi otot progresif adalah

teknik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi,

ketekunan, atau sugesti. Berdasarkan keyakinan bahwa tubuh manusia

berespons pada kecemasan dan kejadian yang merangsang pikiran

dengan ketegangan otot. Teknik relaksasi otot progresif memusatkan

perhatian pada suatu aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot yang

tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik

relaksasi untuk mendapatkan perasaan relaks (Herodes,2010). Teknik

relaksasi otot progresif merupakan suatu terapi relaksasi yang

diberikan kepada klien dengan menegangkan otot-otot tertentu dan

kemudian relaksasi.

Relaksasi progresif adalah memusatkan suatu perhatian pada suatu

aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian

menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksai, untuk

mendapat perasaan relaksasi (Townsend, 2010). Relaksasi progresif

merupakan kombinasi latihan pernafasan yang terkontrol dengan

angkaian kontraksi serta relaksasi otot (P. A. Potter & Perry, 2005).

Relaksasi progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang

memerlukan imajinasi dan sugesti (Davis, 2019).

2. Kegunaan Relaksasi

Ada beberapa keuntungan diperoleh dari relaksasi yaitu:

Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari reaksi

yang belebihan karena adanya stres. Masalah yang berhubungsn

dengan stres seperti hipertensi, sakit kepala, insomonia dapat diobati


37

atau diatasi dengan relaksasi, Mengurangi kecemasan, Mengontrol

antixipatory anxiety sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan,

Kelelahan aktivitas mental latihan fisik dapat diatasi lebih cepat

dengan teknik reklaksasi, Kelelahan aktivitas mental, latihan fisik

dapat diatasi lebih cepat dengan teknik relaksasi, Relaksasi

merupakan bantuan untuk menyembuhkan penyakit tertentu pasca

operasi diabetes mellitus dan lain sebaginya. Pengoptimalan

stimulasi pada muscule spindlle dan golgitendon organ lebih

maksimal karena terdapat respon inbition yang timbul oleh adanya

prinsip isometrik yang memberikan respon relaks melalui

penegangan otot dkemudian dibantu dengan ekspirasi diakhir

pelaksanaan isometric. Hal ini akan menyebabkan adhesi yang

optimal pada jaringan ikat otot (fascia dan tendon), sehingga

relaksasi yang optimal pada otot tenden terjadi kemudian nyeri

menurun.

Terjadi penurunan intesitas nyeri pada pasien pasca

pembedahan laparatomi sesudah latihan relaksasi otot progresif

didukung juga oleh teori bahwa latihan relaksasi yang dengan latihan

pernapasan yang terkontrol dan rangkaian kontraksi serta relaksasi

kelompok otot dapat menstimulasi respon relaksasi baik fisik

maupun psikologis. Respon tersebut dikarenakan terasangannya

aktivitas sistem saraf otonom parasimpatis nuclei rafe yang terletak

diseparuh bagian bawah pons dan medula sehingga mengakibatkan

penurunan metabolisme tubuh, denyut nadi, tekanan darah dan


38

frekuensi pernapasam dan peningkatan sekresi serotonin.

Latihan relaksasi otot progresif merupakan dengan teknik

pernapasan yang dilakukan secara sadar dan mengunakan diaframa,

memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang

penuh. Teknik pernapasan tersebut mampu memberikan pijatan pada

jantung yang mengantungkan akibat naik turunya diaframa,

membuka sumbatan –sumbatan dan memperlancar aliran darah

kejantung serta meningkatkan aliran darah keseluruh tubuh.

Peningkatan 02 didalam otak akan meransang peningkatan sekresi

serotonim sehingga membuat tubuh menjadi tenang dan lebih mudah

untuk tidur.

Sedangkan pada saat merelaksasikan otot, sebuah sel saraf

mengeluarkan opiate peptides atau saripati kenikmatan ke seluruh

tubuh adalah rasa sehingga yang dirasakan adalah rasa nikmat dan

tubuh menjadi rileks. Pelatihan relaksasi dapat memunculkan

keadaan yang tenang dan rileks dimana gelombang otak mulai

melambat semakin lambat akhirnya membuat seseorang dapat

beristirahat dan tidur.

3. Tujuan

Menurut Setyoadi (2011) bahwa tujuan dari relaksasi progresif

adalah

a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan


39

punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, dan laju

metabolik

b. Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.

c. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien

sadar dan tidak memfokus perhatian seperti relaks

d. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.

e. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.

f. Mengatasi insomni

g. Menurunkan kadar gula dalam darah

4. Manfaat

Menurut (Davis, 2019) relaksasi progresif memberikan hasil yang

memuaskan dalam program terapi terhadap ketegangan otot,

menurunkan ansietas, memfalisitasi tidur, depresi, mengurangi

kelelahan, kram otot, nyeri pada leher dan punggung, menurunkan

tekanan darah tinggi, fobia ringan serta meningkatkan konsentrasi.

Target yang tepat dan jelas dalam memberikan relaksasi progresif pada

keaadaan yang memiliki respon ketegangan otot yang cukup tinggi dan

membuat tidak nyaman sehingga dapat mengganggu kegiatan sehari-

hari

5. Prosedur Tindakan

Prosedur terapi relaksasi progresif

a. Persiapan

Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, serta

lingkungan yang tenangdan sunyi


40

1) Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur, dan pengisian lembar

persetujuan terapi pada klien

2) Posisikan tubuh klien secara nyaman yaitu berbaring dengan

mata tertutup menggunakan bantal dibawah kepala dan lutut

atau duduk dikursi dengan kepala ditopang, hindari posisi

berdiri

3) Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam,

dan sepatu

4) Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain yang

sifatnya mengikat ketat

b. Prosedur

Gambar 2.2
a. Gerakan 1: ditujukan untuk melatih otot tangan.

1) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.

2) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi

ketegangan yang terjadi.

3) Pada saat kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk

merasakan relaks selama 10 detik.

4) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga

klien dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot


41

dan keadaan relaks yang dialami.

5) Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.

b. Gerakan 2

Gerakan 2: ditujukan untuk melatih otot tangan bagian

belakang. Tekuk kedua lengan ke belakang pada

pergelangan tangan sehingga otot di tangan bagian belakang

dan lengan bawah

c. Gerakan 3 : ditujukan untuk melatih otot biseps (otot besar

pada bagian atas pangkal lengan).

Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan. Kemudian

membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot biseps akan

menjadi tegang

Gambar 2.3

d. Gerakan 4: ditujukan untuk melatih otot bahu supaya

mengendur.

ngkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga

menyantuh kedua telinga dan Fokuskan atas, dan leher.


42

Gambar 2.4

e. Gerakan 5 dan 6: ditujukan untuk melemaskan otot-otot

wajah (seperti otot dahi, mata, rahang, dan mulut

1) Gerakkan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis

sampai otot terasa dan kulitnya keriput.

2) Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan disekitar

mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata.

Gambar 2.5

f. Gerakan 7: ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang

dialami oleh otot rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan

menggigit gigi sehingga terjadi ketegangan disekitar otot

rahang.

g. Gerakan 8: ditujukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar

mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan

dirasakan ketegangan di sekitar mulut.


43

h. Gerakan 9: ditujukan untuk merileksikan otot leher bagian

depan maupun belakang.

1) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru

kemudian otot leher bagian depan.

2) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.

3) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian

rupa sehingga dapat merasakan ketegangan dibagian

belakang leher dan punggung atas.

Gambar 2.6

i. Gerakan 10: ditujukan untuk melatih otot leher begian depan.

Gerakan membawa kepala ke muka. Benamkan dagu ke dada,

sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian

muka.

j. Gerakan 11: ditujukan untuk melatih otot punggung Angkat

tubuh dari sandaran kursi Punggung dilengkungkan Busungkan

dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik, kemudian relaks

Saat relaks letakkan tubuh kembali ke kursi sambil

membiarkan otot menjadi lemas.

k. Gerakan 12: ditujukan untuk melemaskan otot dada Tarik


44

napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara

sebanyak-banyaknya. Ditahan selama beberapa saat, sambil

merasakan ketegangan di bagian dada sampai turun ke perut,

kemudian dilepas. Saat ketegangan dilepas, lakukan napas

normal dengan lega. Ulangi sekali lagi sehingga dapat

dirasakan perbedaan antara kondisi tegang dan relaks.

l. Gerakan 13: ditujukan untuk melatih otot perut Tarik dengan

kuat perut kedalam. Tahan sampai menjadi kencang dank

eras selama 10 detik, lalu dilepaskan bebas. Ulangi kembali

seperti gerakan awal perut ini.

m. Gerakan 14-15: ditujukan untuk melatih otot-otot kaki

(seperti paha dan betis).

1) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa

tegang.

2) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa

sehingga ketegangan pindah ke otot betis.

3) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.

4) Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali

Gambar 2.7

C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
45

Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam

pengkajian perlu dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang

diagnosa. Data tersebut harus seakurat akuratnya, agar dapat digunakan

dalam tahap berikutnya, meliputi nama pasien,umur, keluhan utama

a. amnanesa.

1) Riwayat kesehatan

a) Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada

esktremitas,luka yang sukar sembuh Sakit kepala, menyatakan

seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi,

koma dan bingung

b) Riwayat kesehatan masa lalu

Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit

jantung seperti Infark miokard

c) Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

2) Pengkajian pola Gordon

a) Pola persepsi

Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan

tatalaksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang

dampak gangren pada kaki diabetik, sehingga menimbulkan persepsi

negatif terhadap diri dan kecendurangan untuk tidak mematuhi

prosedur pengobatan dan perawatan yang lama,lebih dari 6 juta dari

penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko kaki diabetik.

b) Pola nutrisi

Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi

insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga


46

menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak

minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut

dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme

yang dapat mempengarui status kesehatan penderita. Nausea,

vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek , mual muntah.

c) Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik

yang menyebabkan pasien sering kencing(poliuri) dan pengeluaran

glukosa pada urine(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada

gangguan

d) Pola aktivitas dan latihan

Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan

istirahat dan tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan

aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan

kelemahanotot otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita

tidak mampu melakukan aktivitas sehari hari secara maksimal,

penderita mudah mengalami kelelahan

e) Pola tidur dan istirahat

Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang

luka,sehingga klien mengalami kesulitan tidur.

f) Pola kognitif

Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa

pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan


47

mengalami penurunan, gangguan penglihatan.

g) Persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita

mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh ,

lamanya perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan

menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran

pada keluarga (self esteem)

h) Peran hubungan

Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan

penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.

i) Seksualitas

Angiopati dapat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi

sehingga menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas

maupun ereksi seta memberi dampak dalam proses ejakulasi serta

orgasme Adanya perdangan pada vagina, serta orgasme menurun dan

terjadi impoten pada pria. Risiko lebih tinggi terkena kanker prostat

berhubungan dengan nefropatai

j) Koping toleransi

Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan

tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis

yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat

menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme

koping yang kontruktif/adaptif

k) Nilai kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta

luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan


48

ibadah tetapi mempengarui pola ibadah penderita.

b. Pemerikasaan Fisik

1) Pemeriksaan Vital Sign

Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan

darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau

normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami

perubahan jika terjadi infeksi.

2) Pemeriksaan Kulit

Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika

kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah

terjadi komplikasi kulit terasa gatal.

3) Pemeriksaan kepa;a dan leher

Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran

kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous

Pressure) normal 5-2 cmH2.

4) Pemerikasaan dada dan thoraks

Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan

cepat dan dalam.

5) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)

Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi

6) Pemeriksaan abdomen

7) Pemeriksaan ingunual :Sering BAK

8) Pemeriksaan Muskuloskeletal : Sering merasakan kesemutan

9) Pemeriksaan ekstermitas: Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah

bisa terasa nyeri, bisa terasa baal

10) Neurologis: GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)


49

c. Pemeriksaan penunjang

1) Kadar Glukosa Darah

Kadar gGukosa Darah Sewaktu DM Normal Mg/dl

Plama vena >200 100-120

Darah kapiler >200 80-100

Kadar Gula Darah Puasa DM Normal

Plama vena >120 110-120

Darah kapiler >100 90-100

2) Tes saring

a) GDP, GDS

b) Tes Glukosa urine

c) Kolestrol LDL

d) Kolsterol HDL

e) Trigliserida: Plasma vena

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap

pengalaman atau respon individu, keluarga pada masalah kesehatan (SDKI,


50

2017).

a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d pengunaan insulin

b. Defisit nutrisi b/d peningkatan kebutuhan metabolisme

c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan

d. Resiko hipovolemia b/d kekuranag intake cairan

e. Perfusi perifer tidak efektif b/d Hiperglikemia

f. Resiko Infeksi b.d penyakit Kronis (DM)

g. Defisit pengetahuan b/d kurang terpapar informasi


51

Tabel 2.6

INTERVENSI KEPERAWATAN

No SDKI SLKI SIKI

1 Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Setelah dilakukukan tindak keperawatan Manajemen Hiperglikemia
Kategori fisiologis 3x 24 jam diharapkan kondisi klien Definisi
Subkategori Nutrisi dan Cairan dengan Mengantifikasi dan mengelola kadar glukosa darah diatas
Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah normal
Definisi stabil pada tanda:
Variasi kadar glukosa darah naik/turun dari Luaran Utama Tindakan
rentang normal. Kesetabilan Kadar GGlukosa Darah Observasi
Penyebab  Mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
Hiperglikemia Luaran Tambahan  Mengidentifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan
1. Disfungsi Pankeras  Control Risiko insulin meningat drastis
2. Resistensi Insulin  Prilaku mempertaankan berat badan  Monitior kadar glukosa darah, jika perlu
3. Gangguan toleransi glukosa darah  Prilaku menurunkan berat badan  Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
4. Gangguan glukosa dara puasa  Status Anterpartum  Monitor input dan output cairan
 Status Intraprtum  Monitor kadar urin kadar arealisa gas darah, elektroit
Hipoglikemia  Status Nutrisi dan tekanan cairan
1. Penggunaan insulin atau obat glikemik  Status Pascapartum
oral  Tingkat Pengetahuan Relaksasi otot progresif:
2. Hiperinsulinemia (mis, insulinoma) Definisi: menggunakan teknik penanganan peregangan otot
3. Endokkrinopati (mis, kerusakan adrenal untukmerdakan ketegamngan otot ansetas, nyeri, serta
Definisi
atau pituitarI) meningjkatakan kenyamanan konsentrasi dan kebugaran.
Kadar glukosa darah berada pada tentang
4. Disfungsi hati
nominal
5. Efek agen farmakologis
Tindakan:
6. Tindakan pembedahhan Neoplasma
Kriteria hasil  Indentifikasi tempat nyaman dan tenang
7. Gangguan metabolik bawaan (mis,
gangguan penyimpanan lisosomal Meningkat:  Indicator secara berkala untuk meningkiatkan rilekd
galaktorsenia, gangguan peyimpanan  Kesadaran 1-5  Monitor tindakan rileks
glikogen)  Pusing 1-5
52

 Lelah 1-5 Edukasi:


Gejala dan Tanda Mayor  Pusing 1-5  Ajarkan memakai pakaian yang nyaman
Subjektif  Kadar glukosa dalam darah  Ajarkan relaksai otot rahang
Hipoglikemia  Kadar glukosa dalam urin  Ajurkan menegangkan oto selama 5 sampai 10 detik
1. Mengantuk untuk menghindari kram
2. Pusing  Ajurkan focus pada sensai otot rilek
Objektif  Ajurkan nafas dalam secara perlahan
1. Gangguann koordinasi
2. Kadar glukosa dalam darah rendah

Hiperglikemia
1. Lelah atau lesu

Hiperglikemia
1. Kadar glukosa darah/urin tinggi

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
1. Paipitasi
2. Mengeluh lapar

Objektif
1. Gemetar
2. Kesadaran menurun
3. Prilaku aneh
4. Sulit bicara
5. Berkeringat
53

2 Defisit Nutrisi Setelah dilakukukan tindak keperawatan Edukasi Nutrisi


Kategori Fisiologis 3x 24 jam diharapkan kondisi klien Definisi
Subkategori Nutrisi dan Cairan dengan Memberikan informasi untuk meningkatkan kemampuan
Status Nutrisi penentuan keutuhan nutrisi
Definisi Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi Asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan Manajemen Nutrisi
kebutuhan metabolisme metabolisme Definisi
Dengan kkriteria hasil : Mengidentifikasi dan mengelola apapun nutrisi yang seimbang
Penyebab  Porsi manakn meningkat (1-5)
1. Ketidakmampuan menelan makanan  Kekuatan otot menguyah meningkat Tindakan
2. Ketidakmampuan mencerna makanan (1-5) Observasi
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient  Menelan meningkat (1-5)  Indentifikasi status nutrisi
4. Peningkatan kebutuhan metabolisme  Keinginan untuk makan meningkat (1-  Indentifikasi alergi dan intoleransi makanan
5. Faktor ekonomi (mis, finansial tidak 5)  Indentifikasi makanann yang disukai
menccukupi)  Keinginan untuk meningkat nutrisi  Indentifikasike butuhan kalori dan jenis nutrient
6. Faktor psikologis (mis, stres, kenyamanan meningkat (1-5)  Indentifikasi perlunya penggunaan selang riasogastrik
untuk makan)  Porsi makan yang dihabiskan  Monitor asupan makanan
meningkat (1-5)  Monitor berat badan
Gejala Ddan Tanda Mayor  Makanan yang sehat meningkat (1-5)  Monitor hasir pemeriksaan laboraatorium
Subjektif Terupeutik
(tidak tersedia)
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlufasilitasi
menentukan pedoman diet (mis, piramida makanan)
Objektif  Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
1. Berat badan menurun minimal 10%
 Berikan makanan yang tinggi serat untuk mencegah
dibawah rentang ideal
konslipasi
 Berikan makanan yang tinggi kalori dan protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
Gejala dan Tanda Minor
 Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogatrik
Subjektif
jika asupan oral dapat dikonsumsi
1. Cepat kenyag setelah makan
Edukasi
2. Kram/nyeri abdoen
 Anjuran posisi duduk, jika perlu
3. Nafsu makan menurun
 Anjurkan diet yang diprogramkan
54

Kolaborasi
Objetif  Kolaborasi memberikan medikasi sebelum makan (mis,
1. Bising usus hiperiaktif pereda nyeri, jika perlu)
2. Otot pengunyah lemah  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
3. Otot menelan lemah kalori jenis nutrient yang dianjurkan, jika perlu
4. Membran mukosa pucat Tidakann
5. Sariawah Onbservasi
6. Serum albumin turun  Priksa status gizi staus alerg, program diet, kebutuhan
7. Rambut rontok berlebihan dankemampuan menentukankebutuhan gizi
8. Diare  Indentifikasi kemmampuan dan waktu yang dapat
menerima informasi
Kondisi Klinis Terkain Terapeutik
1. Stroke  Pesrsiapan materi dan media seperti jenis-jenis nutrisi,
2. Parkinson table makanan penukar, cara mengelola, cara menkar
3. Mobius Syndromme makkanan
4. Cerebral paisy  Sediakan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
5. Cieft lip  Berikan kesempatan untuk bertanya
6. Cleft paste Edukasi
7. Amyotropic lateral acierosis  Jelaskan pada pasien dan keluarga alergi, makananyang
8. Kerusakan neuromuscular harus dihindari , kebutuha jumlah kalori , jenis makanan
9. Luka bakar yang dibutuhkan oleh pasien
10. Kanker  Ajarakan cara melaksanakan diet sesuai program
11. Infeksi  Jelaskan hal-hal yang dilakukan sebelum memberikan
12. Penyakit Cronis makanan (mis, perawatan mulut, penggunaan gigi palsu)
 Demonstrasikan cara membersihkan mulut
 Demonstrasikan cara menngatur posisi saat makan
 Ajarkan pasiem/keluarga memonitor asupan kalori dan
makanan (mis,menggunakan buku arahan)
 Ajarkan pasien dan keluaga memantau kondisi
kekurangan nutrisi
55

3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Activity Therapy


keperawatan 3x 24 jam 1. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi Medik dalam
keperawatan: merencanakan program terapi yang tepat
1. Energy conservation 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
2. Activity tolerance dilakukan
3. Self Care : 3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
ADLs Kriteria kemampuan fisik, psikologi dan social
Hasil : 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
4. Berpartisipasi dalam aktivitas diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
fisik tanpa disertai 5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi
peningkatan tekanan darah, roda,krek
nadi, dan RR 6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
5. Mampu melakukan 7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
aktivitas sehari-hari
(ADLs) secara mandiri 8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
6. Tanda tanda vital normal
9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
7. Energy psikomotor
10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
8. Level kelemahan
9. Mampu berpindah : dengan atau 11. Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual.
tanpa bantuan alat
10. Status kardio pulmunari adekuat
11. Sirkulasi status baik
Status respirasi : pertukaran gas dan
ventilasi adekuat

4 Resiko Hipovolemia Setelah dilakukian tindakan Manajemen Hipovolemia


Definisi: keperawatan 3x 24 jam : dengan Observasi:
Beresiko mengalami penurunan krtiteria hasil:  Periksa tanda dan gejala hipovolemia ( nadi, tekanan darah, tugor
56

volume cairan intreavaskuler Meningkat: kulit, membran mukosa kering haus dan lemah).
atau intravaskuler  Kekuatan nadi 1-5  Monitor intake dan output cairan
 Tugor kulit 1-5 Teraupetik
Faktor resiko:  Edema perifer 1-5  Hitung kebutuhan cairan
 Kehilangan cairan  Output urine 1-5  Berikan asupan oral
aktif  Tekanan darah 1-5 Edukasi
 Usia lanjut  Memberan mukosa 1-5  Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Efek agen  Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
farmakologis Kolaborasi
 Kekuranagn intake  Kolaborasi pemberian cairan IV ( Nacl, RL)
cairan  Kolaborasi pemberian produk darah
Kondisi terkait  Kolaborasi pemberian cairan koloid(albumin, Plasmante).
 Luka bakar
 Diare
 Muntah
 Penyakit Addison

5 Perfusi Perifer Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi


Kategori Fisiologis keperawatan 3x 24 jam dengan Mengidentifaijasi dan merawat area local dan keterbatasan sirkulasi
Subkategori Respirasi kriteria hasil perifer
Perfusi Perifer
57

Definisi Definisi Tindakan


Penurunan sirkulasi darah pada level Kedekatan alira darah pembuluh darah Obesetvasi
kapiler yang dapat mengganggu distal untuk mempertahan kan jaringan  Periksa sirkulasi perifer (mis nadi perifer, edema ,pengisian kapiler ,
metabolisme tubuh warna dan suhu)
Ekspetasi Meningkat  Identifikasi faktor dan resiko gangguan sirkulasi (mis, diabetes
Penyebab Kriteria Hasil perokok orang tua hipertensi dan kadar kolertrol tinggi)
1. Hiperglikemia Denyut nadi perifer  Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstemitas
2. Menurunkan konsentrasi Penyembuhan luka Terapeutik
hemoglobin Warna kulit pucat  Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah
3. Peningkatan tekanan darah Edema perifer diareaketerbatasan perfusi
4. Kekurangan volume cairan Nekrosis  Hindari pengukuran tekana n darah pada ekstemitas dengan
5. Penurunan aliran artei atau vena keterbatasan perfusi
6. Kurang terpapar informasi  Hindari penekanan danpemasangan toumiquest pada area yang
tentang faktor pemberat (mis cedralakukann
rokok, gaya hidup monoton,  pencegahan infekksi
trauma, obesitas, asupan garam,  Lakukan perawatan kaki dan kuku
imobilitas)
 Lakukan interaksi
7. Kurang terpapar informasi
Edukasi :
tentang proses penyakit (mis
 Anjurkan berhenti merokok
diabetes
mellitus,hiperlipedemia)  Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurkann mengecek air maandi untuk menghindari kuit terbakar
Gejala dan Tanda Mayor  Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah
subjektif  Anjurkan minum obat mengontrol tekanan darah secara teratur
(tidak tersedia)  Anjurkan menghindari penggunaan obat penyakit bela
 Anjurkann melakukan perawatan kulit yeng dapat (mis, rendah
Objektif lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
1. Pengisian kapiler >3 detik Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis, rasa
2. Nadi perifer menurun atau tidak sakit yang tidak hilang saat istirahat)
teraba
3. Akral teraba dingin
4. Warna kulit pucat
5. Turgor kulit menurun
58

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
1. Parastesia
2. Nyeri ekstremitas (kalau dikasi
intermitren)

Objektif

1. Edama
2. Penyembuhan lua
3. Indeks ankie-brachial <0,90
4. Berikut femoral

Kondisi klinis terkait

1. Tromboflrbitis
2. Diabetes mellitus
3. Anemia
4. Gagal jantug kongestif
5. Kelainan jantung kogenital
6. Trombosis arteri
7. Varises
8. Trombosis vena dalam
Sindrom kompartemen
59

5 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan kontrol infeksi


Definisi: peningkatan resiko 3x 24 jam resiko infeksi dapat dikontrol definisi: Meminimalkan penerimaan dan transmisi agen infeksi
masuknya organisme pathogen klien menujukan:
Intervensi:
Faktor-faktor resiko: Pengetahuan klien tentang control 1. Pantau dan tanda gejala infeksi
infeksi meningkat 2. Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhdap infeksi
1. Prosedur invasive Definisi: tindakan untuk mengurangi 3. bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan setiap pasien
2. Trauma ancaman kesehatan secara actual dan 4. anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat memasuki dan
3. Kerusakan jaringan dan potensial meninggalkan ruangan pasien
peningkatan peran 5. Perlindungan infeksi
4. Ketidakcukupan pengetahuan Dengan indikator: 6. Monitoring adanya tanda gejala infeksi sitemik dan local
untuk menghindari paparan 1. Menjelaskan tanda-tanda infeksi 7. Monitoring kerentana terhadap infeksi
pathogen 2. Menerangkan cara-cara peneybaran 8. Ajarkan pasien tehnik mencuci tangan yang benar
5. Penyakir kronik penyakit tanda dan gejala 9. Intruksikan menjaga personal hygine
6. Peningkatan paparan 3. Menjelaksan aktivitas yang dapat 10. Ajarkan pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan
lingkungan meningkatkan resistensi terhadap keluarruangan
7. Tidak adekuta pertahanan infeksi 11. Batasi jumlah pengujung jika di perlukan
skunder 12. Bersihkan lingkungan
8. Tidak adekuta pertahanan
primer Perawatan luka
9. Agen farmasi Definisi: Pencegahan komplikasi luka dan peningkatan penyembuhan luka

Intervensi
1. Periksa luka setiap kali perubahan balutan
2. Anjurkan pasien dan keluarga untuk
mengenanal tanda-tanda infeksi
60

6 Defisit Pengetahuan Tentang Setelah dilakukukan tindak Edukasi Proses Keluarga


(Spesifikkan) keperawatan 3x 24 jam diharapkan Definisi
Kategori Prilaku kondisi klien dengan kriteria hasil : Memberikan pengetahuan untuk efek gangguan proses keluarga
Subkategori Penyuluhan dan Defisit Kesehatan Komunitas
pembelajaran Luaran Utama Tindaka
 Status kesehatan komunitas Observasi
 Indentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Definisi Luaran Tambahan
Ketiadaan atau kurangnya informasi  Ketahanan komunitas Terapeutik
kognititif yang berkaitan dengan topic  Status koping komunitas  Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
tertentu  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Definisi Nutrisi  Berikan kesempatan unntuk bertanya
Penyebab Luaran Utama Edukasi
1. Keteratasan kognitif  Status nutrisi  Anjurkan mengidentifikasi dan menggunakan dukungan sosial yang
2. Gangguan funfsi kognitif ada
3. Kurang terpapar informasi Luaran Tambahan  Anjurkan orang tua terlibat dalam perawatan saat anak dirawat
4. Kurang minat dalam belajar  Berat badan  Anjurkan keluarga agar tetap terhubung dengan anggota keluarga
5. Kurang mampu mengingat  Eliminasi fekal lain (ms, telpon, kirim foto, gambar rekman suara dan video)
6. Ketidaktahuan menemukan  Fungsi gastrointestinal  Anjurkan meminimalkan gangguan rutinitas keluarga dengan
sumber informasi memfasilitasi aktifitas dari keluarga (mis, makan bersama,diskusi
 Nafsu makan
 Prilaku meningkatkan berat badan keluarga, pembuatan keputusan
Gejala dan Tanda Mayor  Ajarkan cara mengidetifikasi tipe dan gangguan proses keluarga
 Status menelan
Subjektif  Ajarkan cara mengidentifikasi perubahan peran pada proses keluarga
 Tingkat depresi
1. Menanyakan masalah yang
 Tingkat nyeri  Ajarkan strategi normalisasi masalah keluarga bersama dengan
dihadapi
anggota keluarga
Definisi Pengetahuan Referensis
Luaran Utama Kaakinen, J.R, Coehio, D.P., Steele, R., Tabacco, A., & Hanson,S,M,H.
Objektif (2015). Family Can Theory, And Research (5thed). Philadelphia: F;A.
1. Menunjukan prilaku tidak sesuai  Tingkat pengetahuan
Davs Company.
dengn anjuran’
2. Menunjukan persepsi yang keliru Luaran Tambahan
terhadap masalah  Memori
 Motuvasi
61

Gejala dan Tanda Minor  Proses informasi


Subjektif Definisi Perawatan Diri
(tidak tersedia) Luaran Utama
 Perawatan Diri
Objektif
1. Menjalani pemeriksaan yang tidak Luaran Tambahan
tepat  Fungsi Sensori
2. Menunjukan prilaku berlebihan  Koordinnasi Pergerakan
(mis, apatis, bermusuhan, agitasi,  Mobilitas Fisik
hysteria)  Motivasi
 Status Kognitif
Kondisi Klinis Terkait  Status Neurologi
1. Kondisi klinis yang baru dihadapi
 Tingkat Delirum
oleh klien
 Tingkat Keletihan
2. Penyakit akut
 Tingkat Kenyamanan
3. Penyakit kronis
 Tingkat Nyeri
Keterangan
Diagnosis ini dispesifikkan Tingkat Kepatuhan
berdasarkan topic tertentu yaitu: Definisi
1. Gaya hidup sehat Prilaku individu dan pemberi asuhan
2. Keamanan diri dalam mengikuti tahap perawatan
3. Keamanan fisik anak /pengobatan yang disepakati dengan
4. Kehamilan dan persalinan tenagasehingga hasil
5. Kesehatan mental pasca perawatan/pengobatan efektif.
persalinan
6. Kesehatan matemal prekonsepsi Ekspetasi Meningkat
7. Manajemen nyeri
8. Manajemen proses penyakit Kkriteria Hasil:

Tingkat Pengetahuan
Definisi
Perasaan yang tidak nyaman pada bagian
belakang tenggorok atau lambung yang
62

dapat menggakibatkan muntah


62

4. Implementasi keperawatan

Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan

rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna

membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan

perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati

dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
BAB III

ANALISA LAPORAN KASUS

A. Hasil Studi Kasus


1. Pengkajian Keperawatan

Unit / Ruangan : Bogenfile Tanggal Pengkajian : 27 April 2021


Kamar / No. TT : Kamar 5 Waktu Pengkajian : 14:00 WIB
Tgl. Masuk RS : 26 April 2021 Auto Anamnesa : 
Allo Anamnesa : -
I. Identifikas
a. Klien
Nama (Initial) : Ny.S
Tempat / Tgl. Lahir (Umur) :Tanjungpinang, 15 Maret 1964 (57
Tahun)
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Jumlah Anak :2
Agama / Suku : Budha/ Chines
Warga Negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat Rumah : Jl. Pelantar KUD No III Tanjungpinang
b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. D
Alamat : Jl. Gambir No. 120 Tanjungpinang
Hubungan dengan klien : Anak
c. Data Medik
1. Dikirim oleh : IGD
2. Diagnosa Medik
Saat Masuk : DM
Saat Pengkajian : DM

63
64

d. Keadaan Umum
1. Keadaan Sakit : Klien tampak sakit: ringan/ sedang /
berat/ tampak tidak sakit
Alasan : tidak bereaksi / berbaring lemah /
duduk / aktif / gelisah / posisi tubuh :
supine / pucat / sianosis / sesak nafas /
Penggunaan alat medik : Infus Nacl 20 tts/menit
2. Kesadaran
Kualitatif : Compos mentis
Kuantitatif
Coma Glasglow Scale : Respon motorik :6
Respon bicara : 5 TOTAL = 15
Respon buka mata : 4
Kesimpulan : Kesadaran Penuh
Flaping Tremor / Asterixis : Tidak terdapat Flapping Tremor
3. Tanda-Tanda Vital
a. Tekanan darah : 130/90 mmHg
MAP : 130 + 2 (90) = 103,3
3
Kesimpulan : Perfusi ginjal memadai
b. Denyut nadi : 76 x / menit
c. Pernapasan
Frekuensi : 20 x/menit
Irama : Teratur
d. Suhu : 36,1 oC
e. Jenis : Axillar
e. Pengkuran
1. Lingkar lengan atas : Tidak dikaji
2. Lingkar kulit triceps : Tidak dikaji
3. Tinggi badan : 170 cm Berat badan : 64 Kg
IMT : 22,1 Kg
Catatan : Berat badan berlebih
65

f. Genogram

57

Keterangan :
: Laki – Laki
: Perempuan
: Klien
: Meninggal
x
: Tinggal Serumah

g. Pengkajian Pola Kesehatan (11 Pola Gordon)


1. Pola Persepsi Kesehatan – Pemeliharaan Kesehatan
(Sakit berat, dirawat, kecelakaan, operasi, gangguan kehamilan /
persalinan, abortus, transfusi, reaksi alergi)
Kapan : Catatan :
Klien mengatakan sebelumnya
DM tipe 2
- tidak pernah melakukan cek
kesehatan dan klien sebelum nya
tidak mengetahui tentang
penyakitnya.
66

a. Data Subyektif
1) Keadaan sebelum sakit :
Sebelum sakit klien mengatakan tidak pernah melakukan
pemeriksaan kesehatan kepuskesmas ataupun ke rumah sakit .
2) Keadaan sejak sakit :
Sejak sakit klien mengatakan pusing, dan keringat dingin
dan badan terasa lemah
b. Data Obyektif
1) Observasi

Kebersihan rambut : Tampak bersih, rambut hitam


Kulit kepala : Tampak bersih, tidak ada luka
Kebersihan kulit : Tampak bersih
Hygiene rongga mulut : Tampak bersih
Kebersihan genitalia : Tidak dikaji
Kebersihan anus : Tidak dikaji
Tanda / Scar vaksinasi : - BCG - Campak
2. Pola Nutrisi – Metabolik
a. Data subyektif
1) Keadaan sebelum sakit :
Klien mengatakan sebelum sakit nafsu makan klien baik
dan dapat makan dengan teratur, klien mengatakan biasanya
makan 3x (pagi, siang, sore) sehari kadang lebih dan banyak
minum air putih.
2) Keadaan sejak sakit :
Sejak sakit klien mengatakan sejak sakit makan seperti
biasa dan hanya sedikit mual saja.
67

b. Data obyektif
1) Observasi :
Klien tampak berbaring lemah, mukosa bibir tampak pucat,
kulit tampak lembab, dan klien tampak tidak menghabiskan
porsi makanan yang diberikan dari rumah sakit
2) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan rambut : Tampak kotor dan sedikit berminyak
b) Hidrasi kulit : Tampak lembab
c) Palpebrae : normal
d) Mata : klien mengatakan penegeliatan
kabur
e) Conjungtiva : Tidak Anemis
f) Sclera : Tidak Ikterik
g) Hidung : Tampak simetris, tidak ada
peradangan, penciuman baik
h) Gigi geligi :M3 M2 P1 P2 P1 C1 I1 I2 I1 I2 P1 P2 P1 M1 M3
M3 M2 P1 P2 P1C1 I1 I2 I1 I2 P1 P2 P1 M1 M3

i) Gigi palsu : Klien tidak


menggunakan gigi
palsu.
j) Kemampuan mengunyah keras : Klien mampu
mengunyah keras
k) Lidah : Tampak bersih, tidak
ada luka
l) Tonsil : Tidak ada peradangan
m) Faring : Tidak ada kelainan
n) Kelenjer getah bening leher : Tidak ada pembesaran
o) Kelenjer parotis : Tidak ada pembesaran
p) Kelenjer thyroid : Tidak ada pembesaran
q) Abdomen
68

- Inspeksi : Abdomen tampak datar,


simetris kiri dan kanan.
Bentuk : Simetris
Bayangan vena : Tidak ada bayangan vena
Benjolan vena : Tidak ada benjolan vena
- Auskultasi : Peristaltik : 14 x/m
- Palpasi
Tanda nyeri umum : tidak ada nyeri abdomen
Massa : Tidak ada
Hidrasi kulit : Kulit lembab
Nyeri tekan : Tidak ada
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak terdapat pembesaran
pada pankreas
- Perkusi : Ascites : Tidak ada
r) Kelenjar limfe inguinal : Tidak teraba ada pembesaran
s) Kulit : Lembab
- Spider naevi : Tidak ada
- Uremic frost : Tidak ada
- Edema : Tidak ada
- Icteri : Tidak ada
- Tanda-tanda radang : Tidak ada
- Lesi : tampak jempol bengkak dan
merah
69

3) Pemeriksaan diagnostik
a) Pemeriksaan laboratorium :
Tabel 4.1 Tabel Pemeriksaan Laboratorium Klien
NO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
1. Hb 10,6 gr % p12-16, 14-18 gr %
2. Leukosit 15.200 mm3 4000-11000 mm3

3. Eritrosit 4,0 jt/mm3 p3-5 jt, 4-6 jt/mm3


4. Trombosit 333.000 mm3 150.000-400.000 mm3
5. GDS 415mg/dl < 200 mg/dl

4) Terapi :
Table 4.2 Tabel Terapi Obat Klien
CARA
NO TERAPI OBAT DOSIS INDIKASI
PEMBERIAN
1. Metrformin 2x1 Oral Obat yang
digunakan untuk
menurunkan kadar
gula darah
2 Levemir 1x16 u SC Obat yang
digunakan dapat
menurunkan kadar
gula darah
3 Novorapid 3x10 SC Obat yang
digunakan dapat
menurunkan kadar
gula darah
4 Ranitidin 2x1 IV Untuk menghambat
produksi asam
lambung
5. Infus NaCl 500 cc IV Cairan infus yang
digunakan sebagai
sumber elektrolit
dan air untuk nutrisi

3. Pola Eliminasi
a. Data subyektif
1) Keadaan sebelum sakit :
Klien mengatakan sebelum sakit dapat BAB dan BAK
dengan normal dan tidak ada masalah. Klien mengatakan
frekuensi BAB 1x dalam sehari tetapi kadang juga 2 hari sekali
baru BAB, sedangkan BAK lebih dari 4 kali dalam sehari.
70

2) Keadaan sejak sakit :


Sejak sakit klien mengatakan tidak ada masalah pada BAK
dan BAB.
b. Data obyektif
1) Observasi :
Tidak teraba adanya distensi abdomen. Klien mengatakan
pola BAB dan BAK selama sakit tidak ada masalah. Tampak
terpasang cateter urin.
2) Pemeriksaan fisik
a) Peristaltik usus : 14 x/m
b) Palpasi suprapublik : Kosong
c) Nyeri ketuk ginjal : Kiri :Tidak ada nyeri
Kanan : Tidak ada nyeri
d) Mulut urethra : Tidak adanya lesi/ peradangan
d) Anus : Tidak dikaji
i. Peradangan : Tidak ada peradangan
ii. Fisura : Tidak ada fisura
iii. Hemorhoid : Tidak ada hemoroid
iv. Prolapsus recti : Tidak ada diagnosti recti

3) Pemeriksaan Diagnostic
a) Pemeriksaan laboratorium :
Tabel 4.3 Tabel pemeriksaan laboratorium klien
NO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
1. SGOT 47 u/l p10-35 u/l
2. SGPT 51 u/l p10-50 u/l
3. BUN/UREA 15 mg/dl 15-38 mg/dl
4 CREATININE SERUM 2,5 mg/dl p0,51-95 mg/dl
71

4. Pola Aktivitas dan Latihan


a. Data subjektif
1) Keadaan sebelum sakit :
Klien mengatakan sebelum sakit dapat beraktivitas
seperti biasa dan secara mandiri. Klien merupakan seorang
penisunan yang banyak mengahbiskan waktunya hanya
dirumah saja.
2) Keadaan sejak sakit :
Sejak sakit klien mengatakan hanya berbaing dan
aktivitas dibantu sebagian oleh keluarga dan perawat.
b. Data objektifi
1) Observasi 0 : Mandiri
a) Aktivitas harian
- Makan :0 1 : Bantuan dengan alat

- Mandi :2
2 : Bantuan orang
- Berpakaian :0
- Kerapian :2 3 : Bantuan orang dan alat
- Buang air besar :2
- Buang air kecil :2
- Mobilisasi ditempat tidur : 0
- Ambulasi :2
b) Postur tubuh : Berbaring lemah
c) Gaya berjalan : bisa bejajalan dan di bantu
keluraga
d) Anggota gerak yang cacat : tidak ada
e) Fiksasi : Tidak ada
f) Trakheostomi : Tidak ada Trakheostomi
2) Pemeriksaan fisik
a) JVP : Tidak dikaji
Kesimpulan : Tidak dikaji
b) Capillary refill : Kembali < 3 detik
c) Thoraks dan pernapasan
72

- Inspeksi : Bentuk thoraks : Simetris, tidak ada kelainan


Stidor : Tidak ada
Dyspnea d’Effort : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
- Palpasi : vocal fremitus : sama perut kanan dan kiri
- Perkusi : Sonor
Batas paru hepar : Tidak teraba
- Auskultasi
Suara napas : Vesikuler
Suara ucapan : -
Suara tambahan : Tidak ada
d) Jantung
i. Inspeksi
Ictus cordis : Tidak terlihat adanya kelainan
Penggunaan alat pacu jantung : Tidak ada
ii. Palpasi :
Ictus Cordis : Teraba di ICS 5, línea
midclavicularis sinistra
Thrill : Negatif
iii. Perkusi :
Batas atas jantung : ICS 3, linea midclavicularis
kiri.
Batas kanan jantung : ICS 3, linea parasternalis
kanan
Batas kiri jantung : ICS 4, linea midclavicularis
kiri
iv. Auskultasi :
Bunyi Jantung II (A) : Tunggal di ICS 2 Linea
Sternalis kanan
Bunyi Jantung II (P) : Tunggal di ICS 2 Linea
Sternalis kiri
73

Bunyi Jantung I (T) : Tunggal di ICS 4 Linea


Sternalis kiri
Bunyi Jantung I (M) : Tunggal di ICS 5 Linea
Midclavicularis
Bunyi Jantung III : Irama Gallop : Negatif
Murmur : Negatif
Tempat :
Grade :
HR : 76 x/menit
e) Lengan dan tungkai :
i. Atrofi otot : Tidak ada atrofi otot
Tempat : -
ii. Rentang gerak : klien mengatakan jari tangan dan
kaki terasa kebas daan tampak
jempol kaki kanan merah dan
bengakak
Mati sendi : Tidak ada
Kaku sendi : Tidak ada
iii. Uji kekuatan otot
1 2 3 4 5
Ekstremitas atas : Kiri
Kanan 1 2 3 4 5

Ekstremitas bawah : Kiri 1 2 3 4 5

1 2 3 4 5
Kanan
iv. Refleks fisiologis : Tidak dikaji
v. Refleks patologi : Babinski:
Kiri : Positif
Kanan : Positif
vi. Clubing finger : Tidak ada
vii. Varices tungkai : Tidak ada
74

f) Columna vertebralis
i. Inspeksi : kelainan bentuk : Tidak ada
ii. Palpasi : nyeri tekan : Tidak ada
iii. Nervus Cranialis III – IV – VI : Dapat menggerakkan
bola mata
iv. Nervus Cranialis VII :Romberg test : Negatif
v. Nervus Cranialis XI: simetris antara kedua bahu,
mampu mengangkat bahu kiri
dan kanan
vi. Kaku duduk : Tidak ada kaku duduk

5. Pola istirahat dan tidur


a. Data subyektif
1) Keadaan sebelum sakit :
Klien mengatakan sebelum sakit dapat tidur secara
teratur, tidur jm 23.00 bangun jam 05.30 WIB.
2) Keadaan sejak sakit :
Sejak sakit klien mengatakan tidur seperti biasa
b. Data Obyektif
1) Observasi
a) Ekspresi wajah : mengantuk : Tidak ada
b) Banyak menguap : Tidak ada
c) Palpebrae Inferior : Tidak ada
6. Pola Persepsi Kognitif
a. Data Subyektif
1) Keadaan sebelum sakit :
Klien mengatakan tidak ada gangguan daya ingat,
konsentras namun mengalami gangguan penglihatan kabur.
2) Keadaan sejak sakit:
Sejak sakit klien mengatakan ingin cepat sembuh.
Klien juga mengatakan sejak sakit klien sering mengalami
nyeri kepala dan mata berkunang-kunang.
75

Pengkajian Nyeri (PQRST)


1. Provocative / Palliative
a. Apa penyebabnya :
Penyebab nyeri yang dirasakan karena sters
b. Hal-hal yang memperbaiki keadaan :
Klien mengatakan nyeri berkurang saat istirahat.
2. Quality
a. Bagaimana dirasakan :
Klien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk, selama 1-5 menit
dengan skala nyeri 3 (Ringan ).
b. Bagaimana dilihat :
Klien tampak gelisah
3. Region
a. Dimana lokasinya :
Klien mengatakan di kepala
b. Bagaimana penyebarannya :
Klien mengatakan nyeri dirasakan di kepala
4. Severity(menggangu aktivitas) :
Klien mengatakan tidak menganggu aktivitas .
5. Time (kapan mulai timbul dan bagaimana terjadinya) :
Klien mengatakan nyeri timbul saat malam hari

b. Data Obyektif
1) Observasi :
Klien tampak gelisah, klien tampak meringis menahan
nyeri, skla nyeri yang dirasakan 3 (nyeri Ringan).
2) Pemeriksaan fisik
a) Penglihatan
- Cornea : Tampak bersih
- Visus : Klien dapat melihat dengan baik
- Pupil : Isokhor kanan dan kiri
- Lensa mata : Lensa berwarna hitam
- Tekanan Intra Ocular (TIO) : Tidak ada nyeri tekan
3) Pendengaran
- Pina : Tampak
- Canalis : Tampak bersih
- Membran Tympani : Tampak utuh
- Test Pendengaran : Klien dapat mendengar dengan
baik
c) Pengenalan rasa posisi pada gerakan lengan dan tungkai : -
d) Nervus Cranialis I : Klien dapat menghirup bau
Minyak kayu putih
76

e) Nervus Cranialis II : Kien dapat membaca dengan


jarak 30 cm
f) Nervus Cranialis V (Sensorik) : Berespon terhadap
sentuhan
g) Nervus Cranialis VII (Sensorik) : Klien dapat
menggerakkan alis
h) Nervus Cranialis VIII (Pendengaran) : Klien dapat
mendengar dengan
baik dan jelas
a) Test Romberg : Tidak dikaji

7. Pola Persepsi dan Konsep Diri


a. Data Subyektif
1) Keadaan sebelum sakit :
Klien mengatakan sebelum sakit dirinya seperti biasa
apa adanya dengan tubuh yang sehat dan tidak ada
gangguan dengan konsep dirinya.
2) Keadaan sejak sakit :
Sejak sakit klien mengatakan tidak merasa putus asa
dengan penyakit yang dialaminya dan klien juga
mengatakan ingin cepat sembuh seperti dulu dan ingin
pulang kerumah.
b. Data Obyektif
1) Observasi
a) Kontak mata : Ada kontak mata saat
berbicara
b) Rentang perhatian : Baik
c) Suara dan cara bicara : Pelan dan jelas
d) Postur tubuh : Tampak berbaring lemah

2) Pemeriksaan fisik
77

a) Kelainan bawaan yang nyata : Tidak ada kelainan


bawaan
b) Abdomen : Bentuk : Simetris kiri dan kanan
Bayangan vena : Tidak ada bayangan vena
Benjolan / Massa : Tidak tampak adanya
massa
c) Kulit : Lesi pada kulit : Tidak ada lesi
d) Penggunaan protes : Hidung

8. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama


a. Data subjektif
1) Keadaan sebelum sakit :
Kien mengatakan sebelum sakit selalu berkumpul
dengan keluarganya. Klien juga mengatakan hubungan
klien dengan tetangga dan teman-temannya juga baik.
2) Keadaan sejak sakit :
Sejak sakit klien mengatakan masih sering berkumpul
dengan keluarganya yang setia menemaninya saat ia di
rawat di rumah sakit dan hubungan klien dengan perawat
ruangan juga baik.
b. Data Objektif
1) Observasi :
Selama pengkajian klien termasuk orang yang sangat
ramah, tampak sangat akrab dengan keluarganya yang
menemaninya selama dirumah sakit.
9. Pola Reproduksi – Seksualitas
a. Data subjektif
1) Keadaan sebelum sakit :
Klien mengatakan sebelum sakit alat reproduksinya tidak
ada masalah, menstruasi secara teratur.

2) Keadaan sejak sakit :


78

Sejak sakit klien mengatakan juga tidak ada masalah


pada alat reproduksinya.
b. Data obyektif
a. Observasi : Klien tampak tenang dengan kondisinya
kesehatannya yang sekarang.
2) Pemeriksaan fisik : Tidak dikaji.
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
a. Data Subyektif
1) Keadaan sebelum sakit :
Klien mengatakan sebelum sakit dulu pernah
mengalami stres/ kepikiran terhadap masalah keluarganya.
2) Keadaan sejak sakit:
Sejak sakit kien mengatakan selalu kepikiran ingin
cepat sembuh dan dapat bekerja kembali kerumah dalam
keadaan sehat.
b. Data Obyektif
1) Observasi :
Klien tampak gelisah dan berharap semoga diberi
kesembuhan dan ingin pulang kerumah.
2) Pemeriksaan fisik
a) Tekanan darah :Berbaring : 130/90 mmHg
Duduk : Tidak dikaji
Berdiri : Tidak dikaji
b) Kesimpulan : hipotensi ortostatik : Negatif
c) Heart rate : 76 x/menit
d) Kulit : Keringat dingin : Tidak ada
Basah : Tidak ada

11. Pola Sistem Nilai Kepercayaan


79

a. Data Subyektif
1) Keadaan sebelum sakit :
Klien mengatakan sebelum sakit klien selalu
melaksanakan ibadah di vihara. klien mengatakan bergama
budha. Klien percaya adanya tuhan dan klien percaya dengan
agama yang dianutnya.
2) Keadaan sejak sakit :
Klien mengatakan sejak sakit klien tidak dapat
melakukan ibadah seperti biasanya. Klien hanya berdoa
diberi kesembuhan terhadap penyakitnya dan agar diberikan
kesehatan selalu.
b. Data Obyektif
1) Obervasi :
Klien tampak percaya dengan adanya tuhan, klien tampak
berdoa agar diberikan kesembuhan terhadap penyakitnya

Mahasiswa Yang Mengkaji

(YURMILA ARMAYA SARI)

ANALISA DATA
80

Nama Klien : Ny S Ruangan/No.Bed : Bogemfile


Umur : 57 Tahun Diagnosa Medis : Dm

NO SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEMN


(DATA SUBYEKTIF DAN OBJEKTIF) (PENYEBAB) (MASALAH)
1. DS : Penggunan insulin Ketidakstabilan gula
 Klien mengatakan pusing, badan darah
terasala lemah dan keringan dingin
 Pasienmengatakan sering merasa
haus
 Pasien mengatakan sering bual air
kecil sebanyak 7 x

DO
- Klien tampak lemah
- TTV :
-TD: 130/90mmhg
-N : 76 x/i
-RR: 20 x/i
-S : 36 :
 GDS: 415 Mg/dl

DS : Hiperglikemia Ketidakefektifan
 Klien mengatakan jari tangan dan kaki perfusi jaringan perifer
terasa kebas-kebas
 Klien mengatakan penegeliatan kabur
 Klien mengatakan terasa pusing dan
lemah

DO :
- Klien tampak lemah
- TTV :
-TD: 130/90mmhg
-N : 76 x/i
-RR: 20 x/i
-S : 36
 GDS: 415 Mg/dl

3. DS : penyakit Kronis (DM) Resiko infeksi


- Klien mengatakan jempol kaki kanan
merah dan bengakka sejak satu minggu
81

yang lalu

DO :
- Tampak jempol kaki kanan merah dan
bengkak
- Leukosit: 15.200
- DGS: 415 Mg/dl

4 Ds: Kelemahan Intoleransi aktivitas


 Klien mengatakan aktifitas di bantu
keluarga’
 Klien mengatakan dadannya masih
terasa lemah
 Kien mengatakan bergerak di tempat
tidur saja
 Klien mengatakan sebelum sakit dapat
beraktivitas seperti biasa dan secara
mandiri. Klien merupakan seorang
vpenisunan yang banyak mengahbiskan
waktunya hanya dirumah saja.
 Sejak sakit klien mengatakan hanya
berbaing dan aktivitas dibantu sebagian
oleh keluarga dan perawat

Do:

 Tampak berbaring
 Tampak kondisi klien masih lemah
 Aktivitas makan di bantu keluarga

Observasi
Aktivitas harian
- Maka 0
- Mandi 2
- Berpakaian0
- Kerapian2
- Buang air besar2
- Buang air kecil2
- Mobilisasi ditempat tidur : 0
- Ambulasi 2

5 Pengkajian Nyeri (PQRST) Agen pencedra biologis Nyeri akut


Provocative / Palliative
a. Apa penyebabnya :
Penyebab nyeri yang dirasakan
82

karena sters
b. Hal-hal yang memperbaiki
keadaan :
Klien mengatakan nyeri berkurang
saat istirahat.
Quality
c. Bagaimana dirasakan :
Klien mengatakan nyeri yang
dirasakan seperti tertusuk-tusuk,
selama 1-5 menit dengan skala
nyeri 3 (Ringan ).
d. Bagaimana dilihat :
Klien tampak gelisah
Region
e. Dimana lokasinya :
Klien mengatakan di kepala
f. Bagaimana penyebarannya :
Klien mengatakan nyeri dirasakan
di kepala
Severity(menggangu aktivitas) :
Klien mengatakan tidak menganggu
aktivitas .
Time (kapan mulai timbul dan bagaimana
terjadinya) :
Klien mengatakan nyeri timbul saat malam
hari

Do:
Kien tampak sesekali meringis
Skala nyeri 3

DIAGNOSA KEPERAWATAN
83

Nama Klien : Ny. S Ruangan/No.Bed : Bogemfile


Umur : 57 Tahun Diagnosa Medis : Dm tipe 2

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NAMA JELAS


1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d penggunaan

insulin

2. Perfusi perifer tidak efektif b/d Hiperglikemia

3.
Resiko Infeksi b.d penyakit Kronis (DM) Yurmila

4
Intoleransi aktifitas b/d kelmehan

5
Nyeri akut b/d agen cedar biologis
84

INTERVENSI KEPERAWATAN

No SDKI SLKI SIKI


1 Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Setelah dilakukukan tindak keperawatan 3x 24 jam Manajemen Hiperglikemia
diharapkan kondisi klien dengan Definisi
DS : Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Mengantifikasi dan mengelola kadar glukosa darah diatas
 Klien mengatakan pusing, badan stabil pada tanda: normal
terasala lemah dan keringan dingin Luaran Utama Tindakan
 Pasienmengatakan sering merasa Kesetabilan Kadar GGlukosa Darah Observasi
haus  Mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
 Pasien mengatakan sering bual air Luaran Tambahan  Mengidentifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan
kecil sebanyak 7 x  Control Risiko insulin meningat drastis
 Prilaku mempertaankan berat badan  Monitior kadar glukosa darah, jika perlu
DO  Prilaku menurunkan berat badan  Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
- Klien tampak lemah  Status Anterpartum  Monitor input dan output cairan
- TTV :  Status Intraprtum Relaksasi otot progresif:
-TD: 130/90mmhg  Status Nutrisi Definisi: menggunakan teknik penanganan peregangan otot
-N : 76 x/i  Status Pascapartum untukmerdakan ketegamngan otot ansetas, nyeri, serta
-RR: 20 x/i  Tingkat Pengetahuan meningjkatakan kenyamanan konsentrasi dan kebugaran.
-S : 36 : Tindakan:
GDS: 415 Mg/dl Definisi  Indentifikasi tempat nyaman dan tenang
Kadar glukosa darah berada pada tentang nominal  Indicator secara berkala untuk meningkiatkan rilekd
 Monitor tindakan rileks
Kriteria hasil Edukasi:
Meningkat:  Ajarkan memakai pakaian yang nyaman
 Kesadaran 1-5  Ajarkan relaksai otot rahang
 Pusing 1-5  Ajurkan menegangkan oto selama 5 sampai 10 detik
 Lelah 1-5 untukmenghindari kram
 Ajurkan focus pada sensai otot rilek
 Ajurkan nafas dalam secara perlahan
85

2 Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam Edukasi:
dengan kriteria hasil  Jelaskan manfaat keseahtan dan olehraga
Definisi: Perfusi Perifer  Jelaskan manfaat relaksasi otot proresif
Penurunan sirkulasi pada level kapiler Definisi  Ajarkan klien relaksasi oto progresif
yang dapat menganggu metabolism Kedekatan alira darah pembuluh darah distal untuk Perawatan sirkulasi:
tubuh. mempertahan kan jaringan  Periksa sirkulasi perifer
 Indetigikasi factor resiko gangguan sirkulasi
Peyebab> hiperhlikemia. Ekspetasi Meningkat  Monitor panas kemerahan nyeri, jesenutan atau bengkak
DS : Kriteria Hasil pada ekstermitas
 Klien mengatakan jari tangan dan  Denyut nadi perifer Terauperik
kaki terasa kebas-kebas  Penyembuhan luka  Hindari pengukuran tekanan darah di daerah ekterimtas
 Klien mengatakan penegeliatan  Warna kulit pucat dengan keterbatas perfusi
kabur  Edema perifer  Lakukan perawatan kaki dan kuku
 Nekrosis  Lakukan hidrasi
DO :
- Klien tampak lemah Relaksasi otot progresif:
- TTV : Definisi: menggunakan teknik penanganan peregangan otot
-TD: 130/90mmhg untukmerdakan ketegamngan otot ansetas, nyeri, serta
-N : 76 x/i meningjkatakan kenyamanan konsentrasi dan kebugaran.
-RR: 20 x/i Tindakan:
-S : 36  Indentifikasi tempat nyaman dan tenang
 GDS: 415 Mg/dl  Indicator secara berkala untuk meningkiatkan rilekd
 Monitor tindakan rileks

Edukasi:
 Ajarkan memakai pakaian yang nyaman
 Ajarkan relaksai otot rahang
 Ajurkan menegangkan oto selama 5 sampai 10 detik
untukmenghindari kram
 Ajurkan focus pada sensai otot rilek
86

 Ajurkan nafas dalam secara perlahan

3 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 kontrol infeksi


Definisi: peningkatan resiko masuknya jam resiko infeksi dapat dikontrol klien definisi: Meminimalkan penerimaan dan transmisi agen infeksi
organisme pathogen menujukan: Intervensi:
1. Pantau dan tanda gejala infeksi
Faktor-faktor resiko: Pengetahuan klien tentang control infeksi 2. Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhdap
meningkat infeksi
1. Prosedur invasive Definisi: tindakan untuk mengurangi ancaman 3. bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan
2. Trauma kesehatan secara actual dan potensial setiap pasien
3. Kerusakan jaringan dan 4. anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat
peningkatan peran Dengan indikator: memasuki dan meninggalkan ruangan pasien
4. Ketidakcukupan pengetahuan 1. Menjelaskan tanda-tanda infeksi 5. Perlindungan infeksi
untuk menghindari paparan 2. Menerangkan cara-cara peneybaran penyakit 6. Monitoring adanya tanda gejala infeksi sitemik dan local
pathogen tanda dan gejala 7. Monitoring kerentana terhadap infeksi
5. Penyakir kronik Menjelaksan aktivitas yang dapat meningkatkan 8. Ajarkan pasien tehnik mencuci tangan yang benar
6. Peningkatan paparan lingkungan resistensi terhadap infeksi 9. Intruksikan menjaga personal hygine
7. Tidak adekuta pertahanan 10. Ajarkan pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu
skunder masuk dan keluarruangan
8. Tidak adekuta pertahanan 11. Batasi jumlah pengujung jika di perlukan
primer 12. Bersihkan lingkungan
Perawatan luka
Definisi: Pencegahan komplikasi luka dan peningkatan
penyembuhan luka
Intervensi
1. Periksa luka setiap kali perubahan balutan
2. Anjurkan pasien dan keluarga untuk
mengenanal tanda-tanda infeksi
4 Intoleransi aktovitas b/d kelemhan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x Activity Therapy
Ds: 24 jam keperawatan: 1. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi Medik
 Klien mengatakan aktifitas di bantu 12. Energy conservation dalam merencanakan program terapi yang tepat
keluarga’ 13. Activity tolerance 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
 Klien mengatakan dadannya masih 14. Self Care : ADLs mampu dilakukan
87

terasa lemah Kriteria Hasil : 3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang
 Kien mengatakan bergerak di tempat 15. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan
tidur saja disertai peningkatan tekanan darah, nadi, social
 Klien mengatakan sebelum sakit dan RR 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
dapat beraktivitas seperti biasa dan 16. Mampu melakukan aktivitas sehari- sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
secara mandiri. Klien merupakan hari (ADLs) secara mandiri diinginkan
seorang vpenisunan yang banyak 17. Tanda tanda vital normal 5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
mengahbiskan waktunya hanya
dirumah saja. 18. Energy psikomotor seperti kursi roda,krek
 Sejak sakit klien mengatakan hanya 19. Level kelemahan 6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
berbaing dan aktivitas dibantu 20. Mampu berpindah : dengan atau tanpa 7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
sebagian oleh keluarga dan perawat bantuan alat
Do: 21. Status kardio pulmunari adekuat 8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
22. Sirkulasi status baik dalam beraktivitas
 Tampak berbaring 23. Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi 9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
 Tampak kondisi klien masih lemah adekuat 10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
 Aktivitas makan di bantu keluarga penguatan
Observasi 11. Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual
Aktivitas harian
Relaksasi otot progresif:
- Maka 0
Definisi: menggunakan teknik penanganan peregangan otot
- Mandi 2
untukmerdakan ketegamngan otot ansetas, nyeri, serta
- Berpakaian0
meningjkatakan kenyamanan konsentrasi dan kebugaran.
- Kerapian2
Tindakan:
- Buang air besar2
 Indentifikasi tempat nyaman dan tenang
- Buang air kecil2
- Mobilisasi ditempat tidur : 0  Indicator secara berkala untuk meningkiatkan rilekd
- Ambulasi 2  Monitor tindakan rileks
Edukasi:
 Ajarkan memakai pakaian yang nyaman
 Ajarkan relaksai otot rahang
 Ajurkan menegangkan oto selama 5 sampai 10 detik
untukmenghindari kram
88

 Ajurkan focus pada sensai otot rilek


 Ajurkan nafas dalam secara perlahan

5 Nyeri akut b/d agen cedar biologis Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 Manajemen Nyeri
Pengkajian Nyeri (PQRST) jam nyeri dapat berkurang dengan Tingkat Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman
Provocative / Palliative nyeri sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
a. Apa penyebabnya :
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat
Penyebab nyeri yang dirasakan
karena sters yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan
b. Hal-hal yang memperbaiki atau fungsional, dengan onset mendadak atau Observasi
keadaan : lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
Klien mengatakan nyeri berlangsung kurang dari 3 bulan intensitas nyeri
berkurang saat istirahat. Kriteria Hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
Quality 1. Keluhan nyeri menurun dalam rentang (3-5) 3. Identifikasi respon non verbal
c. Bagaimana dirasakan :
2. Meringis menurun dalam rentang (3-5) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
Klien mengatakan nyeri yang
dirasakan seperti tertusuk- 3. Kesulitan tidur menurun dalam rentang(3-5) nyeri
tusuk, selama 1-5 menit dengan 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
skala nyeri 3 (Ringan ). Kontrol nyeri 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
d. Bagaimana dilihat : Definisi : Tindakan untuk meredakan pengalaman 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Klien tampak gelisah sensorik atau emosional yang tidak menyenangkan 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
Region diberikan
akibat kerusakan jaringan
e. Dimana lokasinya :
Kriteria Hasil : 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Klien mengatakan di kepala
f. Bagaimana penyebarannya : 1. Melaporkan nyeri terkontrol dalam rentang (1- Terapeutik
Klien mengatakan nyeri 3) 1. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
dirasakan di kepala 2. Kemampuan mengenali onset nyeri dalam nyeri (mis: TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik,
Severity(menggangu aktivitas) rentang (3-5) biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi,
g. Klien mengatakan tidak 3. Kemampuan mengenali penyebab nyeri dalam terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
menganggu aktivitas . 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis:
rentang(3-5)
Time (kapan mulai timbul dan
4. Kemampuan menggunakan teknik non- suhu ruangan, pencahaayn, kebisingan)
bagaimana terjadinya) :
Klien mengatakan nyeri timbul saat farmakologis dalam rentang (3-5) 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
89

malam hari strategi meredakan nyeri


Do:
Kien tampak sesekali meringis
Skala nyeri 3 Edukasi
Status kenyamanan 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Definisi : Keseluruhan rasa nyaman dan aman 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
secara fisik, psikologis, spiritual, sosial, budaya 3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
dan lingkungan 4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Kriteria Hasil : Keluhan tidak nyaman dalam 5. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
rentang (1-3) nyeri
6. Kolaborasi pemberian analgetik , jika perlu
90

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DAN EVALUASI

Hari/Tanggal : Selasa, 27-29 April 2021 Ruangan : Bogenfile


Nama Klien : Ny. S Diagnosa : DM
Umur : 57 Tahun

NO TANGGAL JAM DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI TTD


KEPERAWATAN NAMA
JELAS
1 27/04/21 08:00 I 1. Manajemen Hiperglikemia S:
Memberikan edukasi tentang penyakit klien klien mengatakan sebelumnya tidak
pernah cek kesehatan
Hasil: klien belum memahami tentang Dan tau-tau gulanya sudah tinggi
penyakitnya
08:10 O:
2. cek GDS Puasa: klien tampak baring Gds 357
Hasil: GDS: 357 Mg/dl Mg/dl

3. tindakan kolaborasi pemberian obat A:


- metformin Masalah belum teratasi
08:15
- Lavemir
- Novorapid P:
intetervensi dilanjutkan
4. memberikan dan menjelaskan tindakan - Manajemen hiperglikemia
non farmakologi ke pasien tentang - Relaksasi otot progresif
08:30 Relaksasi otot progresif:
Definisi: menggunakan teknik penanganan
peregangan otot untukmerdakan
ketegamngan otot ansetas, nyeri, serta
meningjkatakan kenyamanan konsentrasi
91

dan kebugaran.
Hasil:
Klien mau melakukan teknik ROP dank lien
tampak rileks

27/04/21 09:00 II 1. Menjelaskan kepada pasien tentang tanda S:


dan gejala pasien DM Klien mengatakan klien
Hasil: sebelumnya tidak memahami tanda
Klien memahami dank lien mengatakan dan gejala penyakit yang
klien memang sering makan minumj dan dialaminya klien juga mengataklan
kencing, klien juga mengatakan kakinya klien sering lapar haus dan kecing,
terasa kebas dan kesemutan klien juga mengatakan
kakinyasering kebas pandangan
kabur.
Cek GDS : 346 Mg/dl
12:00 O:
GDS: 346 Mg/dl

A:
Masalah belum teratasi

P:
Intervensi dilanjutkan
27/04/21 13;15 III 1. Menjelaskan kepda klien tentang S:
tanda_tanda resiko infeksi kepada klien Klien mengatakan klien memhami
merah, bengkak, demam, yang disampaikan perawat
Hasil: klien mengatakan jempolnya sudah
13:20 agak kemerahan dan bengkak namun klie O: tampak jempol kaki bengkak
tidak demam dan merah

2. menjelaskan kepada klien agar selalu A:


memakai sandal dan menghindarai Masalah belum teratasi
terjadinya luka
92

P:
Intervensi dilanjutkan
27/04/21 13:30 IV 1. mengkaji kekuatan otot S:
Hasil : ambulasi dibantu keluarga klien klien mengatakan aktivitas dibantu
tampak lemah kekuatan otot 5:5 keluarga
2. mengajarkan teknnik relaksasi otot klien mengatkan masih terasa
progresif lemah
hasil klien mengatakan masih kemah dan O:
mau istirahat namun klien akan klien tampak berbaring
melakukannnya secara mandiri di sore hari A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi di lanjutkan

27/4/21 14:00 V 1. Mengkaji lokasi nyeri S:


Hasil: Klien mengatakan nyeri bagian
Klien mengatakan pusing nyeri kepala kepala hilang timbul
seperti di tusuk-tusk Klien mengatakan nyeri seperti di
Klien mengtakan skla nyeri 3 myeri ringan tusuk-tusuk
2. memberikan teknik relaksasi nafas dalam Klien mengatakan skala nyeri 3
untuk mengurangi nyeri kepala O:
Hasil : klien mengtakan sedikit lebih rileks Tampak klien sesekali megang
dan nyeri berkurang kepala
Tampak klien meringisi
A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi lanjutkan
Manajemen nyeri
93

2 28/04/21 08:00 I 1. Melakukan cek GDS S:


Hasil: GDS: 298 Mg/dl Klien mengtakan badanya sudah
terasa membaik, klien mentakan
3. Tindakan kolaborasi pemberian obat akan selalu minum obat dan
- metformin melaukuan teknik relaksasi otot
- Lavemir progresif secara mandiri
- Novorapid
O:
4. Memberikan dan menjelaskan tindakan Gds :298 Mg/dl
non farmakologi ke pasien tentang Klien tampak duduk
Relaksasi otot progresif:
Definisi: menggunakan teknik penanganan A: Masalah teratasi sebagaian
peregangan otot untukmerdakan
ketegamngan otot ansetas, nyeri, serta P: intervensi di lanjutkan
meningjkatakan kenyamanan konsentrasi - ROP
dan kebugaran - Manajem hiperglikemia
Hasil:
Mengevaluasi kepada pasien apakah sudah
memahami tindakan yang dilakukan yang
sudah diajarkan kepada klien tentang ROP

5. Memberikan edukasi agar pasien dapat


melakukan ROP dengan mandiri
94

28/04/21 13:00 II 1. Mengajarkan relaksasi otot progresif S:


kepasien Klien mengatakan sudah
Hasil: melakukan ROP yang sudah
Klien dapat melakukan dan rileks diajarkan perawat

2. memebrikan edukasi kepada klien jika O:


kaki terasa kebas agar dapat melakukan Klien tmapak duduk dan melakukan
ROP ROP yang diajarkan
Hasil: klien memahami
A:
Masalah teratasi

P:
intervensi dilanjutkan
28/04/21 13:20 III 1. Melakukan cek jempol kaki pasien S:
Hasil: tidak ada push bengkak dan merah Klien mengatakan jempol kakinya
hanya bengkak dan merah saja
namun, kien mengatkan akan selalu
2. mengajurkan klien agar selalu mamakai memakai alas kaki karena takut
alas kaki agar terhindar dari luka diabetikum luka
Hasil: klien memhami yang diajarkan
perawat O:
Klien tampak duduk

3. Tindakan kolaborasi pemberian obat A:


- metformin Masalah teratasi
- Lavemir
- Novorapid P;
95

Intervensi dihentikan

28/4/21 13:30 IV 1. Mengajarkan klien latihan mandiri otot S:


progresig K klien mengatakan badansudah
Hasil klien dapat melakukan merasa enakan klien mengatkan
Klien mengatakan sudah enakan dan tampak sudah dapat duduk, klien
duduk mengatakan sudah dapat makan
Klien dapat melakukan secara mandiri sendiri dan melakukan relaksasi
2. mengajarkan keluarga klien tentang otot progresif di bantu keluarga
latuhan relaksasi otot progresif O:
Hasil: keluarga dapat melakukan gerakan Klien tampak duduk
aktif mandiri A:
Masalah teratasi sebagaian
P:
Intervensi lanjutkan
28/4/21 14;00 V 1. mengkaji nyeri klien S:
Hasil: klien mengatakan nyeri hilang timbul Klien mengatakan sejak minum
2. kolaborasi pembeian paracetamol obat paracetamol nyeri berkurang
menghilangkan nyeri O:
Hasil: klien mengatkan sejak minum obat Klien tampak rileks
paracetamol nyeri berkurang A:
Dan sudah tidak merasakan nyeri kepala Masalah teratasi
lagi. P:
Intervensi lanjutkan kolaborasi
pemberian analgetik jika nyeri .

29/04/21 08:00 I,II.III,IV 1. Melakukan cek GDS: S:


Hasil: 276 Mg/dl Klien mengatkan klien sering
melakukan ROP yang sudah
96

2. Mengajarkan klien kembali tentang ROP diajakan sebelum tidur, klien


Hasil: Klien sudah dapat melakukan seca mengatakan kondisinya sudah santa
mandiri, klien mengatakan nyaman dan membaik dan tidak pusing lagi.
rileks saat melakukan terapi ROP
O:
Gds : 276 Mg/dl klien tampak
berbaring
3. Tindakan kolaborasi pemberian obat
- metformin A:
- Lavemir Masalah teratasi
- Novorapid
P:
4. Melakukan cek pada jempol kaki intervensi dilanjutkan di rumah
Hasil: tampak kaki sudah tidak bengkak dengan melaukan ROP secara
mandiri
5. Melakukan ROM Aktif dan kembali
mengajarkan ROP
Klien melakukan rom dan Melakukan ROP
secara mandiri .
97
97

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pembahasaan
Pada bab ini akan membahas mengenai kesenjangan yang terdapat pada

teori dan kasus yang didapatkan dalam melakukan Asuhan keperawatan

Ketidakstabilan Gula Darah Pada Ny. S Dengan Diabetes mellitus dan penerapan

relaksasi otot progresif di Rawat Inap RSUD Kota Tanjungpinang selama ± 3 hari

perawatan. Melalui asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnose,

intervensi, implmentasi, dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan.

Mengumpulkan data pengkajian yang komperensif membutuhkan informasi

dan berbagai sumber selain mengunakan pertanyaan langsung. Perawat dapat

mengumpulkan data melalui pengamatan prilaku nonverbal klien maupun isi

pembicaraan klien dan dapat memberikan data yang berhubungan dengan

identitas, harga diri, tekanan, dan pola koping. (Potter dan Perry, 2013)

Bedasarkan pengkajian yang dilakukan Penulis mendapatkan data dari

hasil pengkajian dengan tindakan Asuhan Keperawatan pada Pasien yang

bernama Ny. S umur 57 tahun, jenis kelamin perempuan alamat jalan delima

No 16 B, masuk ke RS tanggal 27-29 April 2021 dimulai pada pukul 08:00

pagi dengan diagnosa medis diabetes mellitus. Seluruh data yang di peroleh

dari hasil pengkajian menjadi data subjektif dan data objektif untuk

mempermudah penyusun dalam melakukan analisa data dan menegakan

diagnosa keperawatan

97
98

Selama penulis melakukan pengkajian pada klien dan keluarganya,

penulis tidak menemukan kesulitan dalam pengambilan data karena klien dan

keluarganya sangat kooperatif dalam memberikan informasi kesehatan.

Kemudian penulis memperoleh data dari hasil pengkajian karena sikap klien

terbuka dan saling percaya kepada penulis, dan faktor pendukung lainya

adalah pengumpulan data yang telah tersedianya format pengkajian dari

institusi sehingga penulis dapat melakukan pengkajian sebagai pedoman

untuk memperoleh data dan informasi yang lebih akurat.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan merupakan respon individu terhadap

rangsangan yang timbul dari diri sendiri maupun luar (lingkungan) Sifat

diagnosis keperawatan adalah (1) berorintasi pada kebutuhan dasar manusia

(2) mengambarkan respon individu terhadap proses, kondisi dan situasi sakit

dan (3) berubah bila respon individu juga berubah. Unsur dalam diagnose

keperawatan meliputi problem, etiologi, dan symptom (Nursalam, 2018).

Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus diabetes mellitus

dalam terori yaitu:

a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d pengunaan insulin

b. Defisit nutrisi b/d peningkatan kebutuhan metabolisme

c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan

d. Resiko hipovolemia b/d kekuranag intake cairan

e. Perfusi perifer tidak efektif b/d Hiperglikemia

f. Resiko Infeksi b.d penyakit Kronis (DM)

g. Defisit pengetahuan b/d kurang terpapar informasi


99

Sedangkan Diagnosa Keperawatan yang muncul pada Teoritis tidak

jauh berbeda pada diagnose yang muncul pada kasus dilapangan adapun

diagnose keperawatan yang muncul pada kasus yaitu:

a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d penggunaan insulin

b. Perfusi perifer tidak efektif b/d Hiperglikemia

c. Resiko Infeksi b.d penyakit Kronis (DM)

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi Keperawatan adalah suatu proses perencanaan dengan

tujuan mengubah atau memanipulasi stimulus fokal, konteksual, dan residual,

pelaksanaannya juga ditunjukan kepada kemampuan klien dalam

menggunakan koping secara luas, suapaya stumulus secara keseluruahan

dapat terjadi pada klien. Tujuan intevensi keperawatan adalah mencapai

kondisi yang optimal dengan menggunakan koping yang kontruktif.

Tujuan jangka panjang harus dapat mengambarkan penyelesaian

masalah adaptif dan ketersediaan energi untuk memenuhi kebutuhan tersebut

(mempertahankan, pertumbuhan, dan reproduksi). Tujuan jangka pendek

harus dapat mengidentifikasi harapan prilaku klien setelah manipulasi

stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Pengembangan krikteria standar

intervensi keperawatan yang ditetapkan penetapan keberhasilan suatu asuhan

keperawatan didasarkan pada perubahan prilaku dari criteria hasil yang

diharapkan (Nursalam, 2018)

Suatu perencanaan yang dilakukan sintesis pengetahuan, pengalam

sikap berfikir kritis dan standar. Satandar professional sangat penting untuk

dipertimbangkan saat mengembangkan suatu rencana keperawatan membuat


100

praktik berbasis bukti atau etika untuk memilih intervensi keperawatan yang

efektif. Tujuan dan Hasil mengembangkan rencana keperawatan individual

untuk setiap diagnosis keperawatan. Bekerja secara kolaborasi dengan klien

untuk menentukan harapan-harapan nyata terkait perawatan dan dalam

menentukan tujuan apa yang harus di capai. Setelah tujuan dibuat

pertimbangkan bagimana menentukan criteria hasil yang harus mencerminkan

perubahan perubahan (Potter&Perry, 2010)

Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan pengunaan insulin

Tujuan dari diagnosa adalah Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Luaran

Utama Kesetabilan Kadar Glukosa Darah Luaran Tambahan Control Risiko

Prilaku mempertaankan berat badan Prilaku menurunkan berat badan Status

Nutrisi dengan hasil Kadar glukosa darah berada pada tentang nominal setelah

dilakukan intervensi diharapkan kadar glukosa darah normal dengan dilakuka

Tindakan Observasi identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia Identifikasi

kemungkinan penyebab hipoglikemia berikan karbohidrat sederhana, jika

perlu Berikan karbohidrat yang kompleks dan protein sesuai diet sesuai

dengnan penelitia yang dlukakukan oleh Elviana (2019) hasil penelitrian

tentang salah satiu terapi non farmakologi latihan otot progresif dapat

menurkan kadar gu;a darah pada pasien dm dibuktikan dengna hasil penelitian

ini menunjukkan perbedaan rata-rata kadar GDP pada kelompok perlakuan

dan kelompok kontrol memiliki perbedaan yang bermakna dengan

menggunakan uji t berpasangan dengan nilai rata-rata selisih GDP 32,267

mg/dl (p value= 0,000 <0,05).


101

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Avianti, Desmarianti dan Rumahorbo (2016), yang

membuktikan bahwa relaksasi otot progresif yang dilakukan dalam kurun

waktu tiga hari berturut-turut sebanyak dua kali dalam sehari selama 25- 30

menit efektif untuk menurunkan kadar gula darah pada pasien dengan DM

tipe 2 yang erat kaitannya dengan menurunnya tingkat stres dan psikologi

yang dialami pasien. Penurunan kadar gula darah setelah dilakukan relaksasi

otot progresif dikarenakan latihan relaksasi otot progresif akan menghambat

jalur umpan balik stres dan membuat tubuh pasien rileks dan dapat

melepaskan hormon endorphin yang dapat menenangkan sistem syaraf.

Sistem parasimpatis akan mendominasi pada keadaan seseorang yang rileks

dimana beberapa efek yang ditimbulkan adalah menurunkan kecepatan

kontraksi jantung dan merangsang sekresi hormon insulin. Dominasi sistem

saraf parasimpatis akan merangsang hipotalamus menurunkan sekresi

corticotrophin releasing hormone (CRH)

Penurunan CRH akan mempengaruhi adenohipofisis untuk

mengurangi sekresi hormon adenokortikotropik (ACTH). Keadaan ini dapat

menghambat korteks adrenal untuk melepaskan hormon kortisol. Penurunan

hormon kortisol akan menghambat proses glukoneogenesis dan meningkatkan

pemakaian glukosa oleh sel, sehingga kadar gula darah yang tinggi akan

menurun dan kembali dalam batas normal (Guyton & Hall, 2007 dalam

Dafianto, 2016).

Relaksasi otot progresif juga dapat mempengaruhi perubahan impuls

syaraf pada jalur aferen ke otak dimana aktivasi menjadi inhibisi. Hipofisis

anterior diinhibisi sehingga ACTH yang menyebakan sekresi kortisol


102

menurun sehingga proses glukoneogenesis, katabolisme protein dan lemak

yang berperan dalam penurunan kadar gula darah (Sudoyo dalam Hasaini,

2015).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Isnaini, Trihadi dan Linggardini

(2017), dengan dilakukannya terapi relaksasi otot progresif secara teratur

selama 3 hari dengan durasi 15 menit dapat meningkatkan aktivitas otot dan

meningkatkan metabolisme glukosa dalam tubuh serta meningkatkan sekresi

insulin oleh pankreas. Keuntungan dari melakukan relaksasi otot progresif

diantaranya yaitu dapat menurunkan ansietas, penggunaan oksigen oleh tubuh,

meningkatkan metabolisme termasuk metabolism glukosa dalam darah,

pernapasan, ketegangan otot, tekanan darah sistol dan diastole, kontraksi

ventrikel premature dan meningkatkan gelombang alpa dalam otak.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi Keperawatan merupakan komponen dari proses

keperawatan adalah kategori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang

diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan

keperawatan yangdilakukan dan diselesaikan. Semua tahap dalam proses

keperawatan hubungan terapetik antara klien dan perawat merupakan pusat ari

fase implementasi. Perawat mengembangkan tujuan dan kriteria hasil

kemudian mempertimbangkan intervensi keperawatan dan meningkatkan dan

membantu klien mencapai hasil dan tujuan. pertimbangkan diagnosis

keperawatan dan intervensi keperawatan yang sesuai dengan diagnosis.

Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan untuk memberikan pelayanan

kesehatan yang maksimal (Poter&Perry, 2010).


103

Impelemtasi yang dilakukan selama 3 hari pada tanggal 27-29 April

2021 pada Ny. S adala dengan melakukan dan mengajarakan teknik relaksasi

otot progresif kepada klien. Pada hari Pertama perawat melakuan cek GDS

dengan hasil GDS, 346 Mg/dl . kemudian melaukan terapi farmakologi

dengan meberikan obat kepada klien, sedangkan pada hari kedua, melakukan

cek GDS dengan hasil 298 Mg/dl dan mengajarkan klien Kembali agar dapat

melakukan relaksasi otot progresif dengan hasil klien tanpak rileks dan

nyaman. Pada hari ketiga melakuka implmentasi dengan cek GDS dengan

hasil 276 Mg/dl Hal ini menunjukan da perubahan dan penurun GDS pasie

dari 346 turun menjadi 276.

Menurut beberapa jurnal yang didapatkan Widianingsih (2018) bahwa

pemberian teknik relaksasi otot progresif pada pasien DM tipe 2 dapat

menurunkan kadar gula darah dengan sangat cepat. Teknik relaksasi otot

progresif yang dilakukan pada pasien DM yang mengalami ketegangan

pada otot-otot tertentu dengan latihan nafas dalam maka diharapkan

hasilnya adalah terjadinya penurunan ketegangan pada otot diikuti dengan

penurunan kadar gula dalam darah, (Damayanti Santi, 2015).

Penelitian junaidi mengalami penurunan kadar gula darah dengan

pendekatan dan sosialisasi baik secara langsung ataupun tidak akan dapat

menurunkan kadar gula darah pasien DM tipe 2. Berdasarkan respon tubuh

manusia yang mengalami kecemasan dan gangguan pikiran akan

mengakibatkan ketegangan pada otot kemudian relaksasi yang diberikan

diharapkan dapat menurunkan ketegangan dengan cara latihan nafas dalam

dan relaksasi otot tertentu (Junaidin, 2018).


104

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi Keperawatan merupakan suatu perencanaan dengan tujuan

merubah atau memanipulasi stimulus fokal, kontekstual, dan residual.

Pelaksanaan juga ditujukan kepada kemampuan klien dalam menggunakan

koping secara luas, supaya stimulus secara keseluruhan dapat terjadi pada

klien (Nursalam,2018)

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang

mengambarkan dari seluruh prses keperawatan. Tindakan yang penulis

berikan kepada Ny.S dapat mencapai tujuan dan criteria hasil yang diharapkan

sesuai dengan diagnose keperawatan. pada hari ke dua dan tiga penulis

melakukan implementasi keperawatan dan evaluasi yang diharapkan dan

didapatkan oleh penulis didapatkan yaitu:

Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan pengunaan insulin

dengan hasil evaluasi yang didaptkan menurut jurnal yang dilakukan oleh

Junarti (2020) Penatalaksanaan pengobatan dan penanganan penderita

diabetes melitus tipe 2 difokuskan kepada pola makan, gaya hidup dan

aktivitas fisik. Pada penderita diabetes melitus tipe 2, pengontrolan kadar

gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan

berat badan, dan berolah raga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang

diharapkan, maka pemberian obat tablet diabetik akan diperlukan. Bahkan

pemberian suntikan insulin turut diperlukan apabila tablet diabetik tidak

berhasil mengatasi pengontrolan kadar gula darah (Rudi & Suli, 2013).

Latihan otot progresif merupakan salah satu intervensi keperawatan yang

dapat diberikan kepada pasien DM untuk meningkatkan relaksasi dan

kemampuan pengelolaan diri. Latihan ini memberikan tegangan pada suatu


105

kelompok otot, dan menghentikan tegangan tersebut kemudian memusatkan

perhatian terhadap bagaimana otot tersebut menjadi rileks, merasakan

sensasi rileks, dan ketegangan menghilang. Latihan ini dapat membantu

mengurangi ketegangan otot, stres, menurunkan tekanan darah,

meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, meningkatkan

imunitas, sehinga status fungsional dan kualitas hidup meningkat.13 Tujuan

dari relaksasi otot progresif yaitu dapat menurunkan ketegangan otot,

kecemasan, nyeri leher dan punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi

jantung, dan laju metabolik, mengurangi disritmia jantung dan kebutuhan

oksigen, meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar

dan tidak memfokuskan perhatian serta relaks, meningkatkan rasa kebugaran

dan konsentrasi, memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress,

mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, irritabilitas, spasme otot, fobia

tingan, gagap ringan, membangun emosi positif dari emosi negatif (Akbar et

al, 2018).

Hasil penelitian dilakukan oleh Puspitasari (2020) dengan topik

penelitian yang berjudul pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap

kadar glukosa darah dan ankle brachial index diabetes mellitus II, dengan

hasil penelitian yaitu Terdapat perbedaan yang signifikan nilai kadar gula

darah sebelum dan setelah dilakukan tindakan (pvalue 0,000) dengan hasil

penelitian yaitu berdasarkan hasil Wilcoxon t-test menunjukkan hasil pada

kelompok intervensi Signifikan bahwa latihan progresif dapat menstabilkan

kadar gula darah pada pasien diabteres mellitus.


106

B. Keterbatasan

1. Peneliti hanya melakukan teknik relaksasi otot progresif dengan 10

langkah karena keterbatasaan dalam melakukan adalah peneliti

mengunakan APD lengkap

2. Peneliti melewati langkah yang berhubungan dengan pernafasan

seperti langkah no 6 dikarnakan pasien mengunakan masker

sehingga peneliti hanya mengedukasi langkah tersebut

3. Di zaman covid 19 kesulitan melakukan secara intensive karena

untuk meminimalkan resiko terjadinya penyebaram covid 19 yang

ada di ruangan sehingga keterbatasaan waktu dalam

melakukannya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Setelah penulis menguraikan semua BAB mengenai asuhan keperawatan

pada klien dengan diabetes mellitus yang dimulai dari pengkajian sampai dengan

tahap evaluasi, maka penulis dapat menarik kesimpulan dengan tahapan dengan

proses keperawatan, yaitu :

1. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena

pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah

atau glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan

insulin yang dihasilkannya.

2. Dalam melakukan pengkajian pada klien DM yang harus diperhatikan yaitu

keluhan utama klien, kaji riwayat riwayat kesehatan sekarang, riwayat

kesehatan dahulu, kemudian riwayat kesehatan keluarga. Selama penulis

melakukan pengkajian penulis tidak ada terdapat kesulitan, karena sudah

terjalin hubungan yang baik antara penulis dan klien serta keluarganya.

3. Sebelum penulis merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan, tentunya

masalah berdasarkan prioritas. Diagnosa keperawatan ditegakkan berdasarkan

kebutuhan klien, apakah masalah tersebut actual, potensial, atau beresiko.

4. Untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien, perlu disusun beberdoa rencana

keperawatan atau intervensi keperawatan agar dapat teratasi dengan prioritas

masalah yang telah ditemukan. Saat pengkajian bertujuan untuk mengatasi

masalah tersebut.

107
5. Dalam melakukan implementasi keperawatan terhadap klien diusahakan

tindakan disesuaikan dengan perencanaan yang telah disusun sebelumnya,

dengan cara kerjasama antara perawat, klien dan keluarga.

108
109

6. Evaluasi keperawatan dilakukan dengan cara membandingkan antar hasil yang

diperoleh dengan tujuan yang ditetapkan dalam rencana tindakan keperawatan

atau intervensi keperawatan

B. Saran

1. Untuk Institusi Pendidikan

Untuk institusi pendidikan sangat berperan penting dalam menciptakan

bakat-bakat yang unggul dalam bidang masing-masing. Dalam hal ini dibidang

keperawatan, sehingga dapat membimbing para tenaga kesehatan terutama

perawat dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terutama pada

pasien diabetes mellitus

2. Untuk Rumah Sakit

Rumah sakit sebagai pusat kesehatan masyarakat sebaiknya dapat

memberikan pelayanan yang baik kepada semua pasien yang datang tanpa

melihat status ekonomi seseorang, memberikan pendidikan kesehatan pada

klien, seperti mempertahankan pola hidup yang sehat, makan makanan yang

bergizi, meminimalkan aktivitas serta istirahat yang cukup.

3. Untuk Mahasiswa

Diharapkan kepada calon perawat dalam melaksanakan pengkajian asuhan

keperawatan, sebaiknya lebih meningkatkan pendekatan serta hubungan saling

percaya, sehingga tercapainya suatu tujuan sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam melaksanakan rencana asuhan keperawatan diharapkan terjalin kerja

sama yang baik antara perawat dengan klien. Perawat hendak membuat

rencana tindakan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan klien dan

memprioritaskan masalah tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Adinda, dkk (2018). Relaksasi Otott Progresif Diakses pada Tanggal 12 Juli 2022 dari
Http:// ejoernal.undiop.ac.id Pukul 12:40
Aboyans. 2012. Nilai ABI pada pasien Diabetes Melitus Tipe II. http// jurnal
keperawatan.
Ahmad. 2015. Pengaruh Senam Diabetes Melitus Terhadap Relaksasi Otott Progresif.
http// jurnal keperawatan volume 1.
American Diabetes Association (ADA), 2012. Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care volume 35 Supplement 1 pp. 64-71
American Diabetes Association (ADA). (2018). American Diabetes Association
Standar of medical care in diabetes-2018 diakses pada tanggal 12 Juli 2022Dari
https://diabetesed.net Pukul 12:30
Amalia F, 2013. Hubungan Lamanya Menderita Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2
Terhadap Tingkat Depresi Pada Pasien Poli Penyakit Dalam RSD Dr. Soeban
di Jember
Anani, S. 2012. Hubungan antara Perilaku Pengendalian Diabetes kadar Glukosa
Darah pasien Rawat jalan Diabetes mellitus (Studi Kasus di RSUD
Arjawinangun Kabupaten Cirebon). Medicine Journal Indonesia Vol.20
No.4:466-478 .
Aulia, 2017. Relaksasi Otott Progresif Pada Pasien Diabetes Melitus). Diakses pada
tanggal 13 Juli 2022 dari Http:// ejoernal.undio\p.ac.id Pukul 12:50
Arisfa, 2015. Konsep Relaksasi Otott Progresif pdf konsep DM & ROP diakses pada
tanggal 15 Juli 2022 Pukul 13:00
Arikunto, 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka cipta
Arisman. 2011. Pengaruh Relaksasi Otot Progresif) pada pasien DM. Jurnal
Keperawatan. STIKES Harapan Bangsa. Purwokerto
Bhandary B, Rao S & Sanal., 2013. The Effect of Perceived Stress and Family
Functioning on People with Type 2 Diabetes Mellitus. Journal of Clinical and
Diagnostic Research. Vol. 7(12), pp. 2929-2931
Black & Hauks, 2014. Konsep perifer Arteri Disiase. Jurnal Keperawatan vol 7 No 2
hal 4-8.
Brunner & Sudrath. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Edisi 12. Jakarta :
EGC
Depkes RI,2018 Konsep Diabetes Melitus. Diakses pada tanggal 15 Febuari 2020 dari
Http:// Dekses RI.ac.id jam 12:40
Hidayat. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Diabetes Melittus. Jurnal Ilmiah Ilmu
Keperawatan.

110
111

Inartry, dkk (2017) Pengaruh Senam Kaki Diabetes Militus tipe II. Jurnal Keperawatan
vol 5 No 1 (hal 1-3)
Internasional Diabetes Feredation (IDF). (2017). IDF DIABETES ATLAS eighth
edition 2017. Diabetesatlas.org diakses pada tanggal 12 febuari 2020 jam 12:40
Irwan. 2010. Hubungan Faktor Resiko Umur, Jenis Kelamin, Kegemukan dan
Hipertensi dengan Kejadian Diabetes Mellitus tipe II di Wilayah Kerja
Puskesmas Mataram. Jurnal Kesehatan. Denpasar. Media Bina Ilmiah. Volume
8, No 1, Februari 201
Medical Record 2021 Jumlah Penderita Diabetes Melitus di RSUD Kota
Tanjungpinang
Medical Record 2022 Jumlah Penderita Diabetes Melitus di RSUD Kota
Tanjungpinang
Nanda. 2015. Diganosis Keperawatan, Defenisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10.
Jakartan :EGC
SDKI, 2019. Standar Diagnisa keperawatan Indonesia. Edisi 1. Cetakan II Jakarta: DPP
PPNI
SLKI, 2019. Standar Liuran Keperawatan Indonesia. edisi 1. Cetakan II Jakarta: DPP
PPNI Edisi I
SIKI, 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. edisi 1. Cetakan II Jakarta:
DPP PPNI Edisi 1.
112

Lampiran 1:

SOP TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF

Pengertian Relaksasi progresif adalah teknik yang dilakukan dengan dan


tanpa adanya ketegangan otot dengan manipulasi pikiran
yang dapat mengurangi komponen fisologis dan emosional
stress (Potter & perry, 2010).
Tujuan Menurunkan kadar glukosa darah
Kebijakan Dilakukan pada klien diabetes mellitus dengan hiperglikemia
Persiapan Ruangan/tempat yang nyaman

Prosedur PRA INTERAKSI


1. Mencuci tangan

INTERAKSI
Orientasi

1. Memberi salam sesuai waktu


2. Validasi kondisi klien saat ini
3. Menyampaikan tujuan dan kontrak waktu kegiatan
113

Kerja
1. Melatih otot tangan
a. Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan
selama 10 detik
b. Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi
ketegangan yang terjadi
c. Pada saat kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk
merasakan rileks selama 20-50 detik.
d. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga
klien dapat membedakan perbedaan antara ketegangan
otot dan keadaan rileks yang dialami.
e. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.

2. Melatih otot tangan bagian belakang


Tekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan
tangan sehingga otot di tangan bagian belakang dan
lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit-
langit. Lakukan selama 10 detik, kemudian lepaskan dan
rileks selama 20-50 detik.
114

Melatih otot biseps (otot besar


pada bagian atas pangkal
lengan)
a. Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.
b. Kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga
otot biseps akan menjadi tegang. Lakukan selama 10
detik
c. Lepaskan dan rileks selama 20-50 detik

3. Melatih otot bahu supaya mengendur


a. Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu
akan dibawa hingga menyantuh kedua telinga. Lakukan
selama 10 detik, kemudian lepaskan dan rileks selama 20-
50 detik.
b. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan
yang terjadi di bahu, punggung atas, dan leher.

4. Melemaskan Otot-Otot Wajah (Seperti Otot Dahi, Mata,


Rahang, dan Mulut).
a. Gerakkan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan
alis sampai otot terasa dan kulitnya keriput. Lakukan
selama 10 detik, kemudian lepaskan dan rileks selama 20-
50 detik.
115

b. Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan


disekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan
mata. Lakukan selama 10 detik, kemudian lepaskan dan
rileks selama 20-50 detik.

5. Mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot rahang


Katupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi sehingga
terjadi ketegangan disekitar otot rahang. Lakukan selama
10 detik, kemudian lepaskan dan rileks selama 20-50
detik.

6. Mengendurkan otot-otot sekitar mulut


Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan
dirasakan ketegangan di sekitar mulut. Lakukan selama
10 detik, kemudian lepaskan dan rileks selama 20-50
detik.
116
117

7. Merileksikan otot leher bagian depan maupun belakang


a. Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru
kemudian otot leher bagian depan.
b. Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.
c. Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian
rupa sehingga dapat merasakan ketegangan dibagian
belakang leher dan punggung atas.
d. Lakukan selama 10 detik, kemudian lepaskan dan rileks
selama 20-50 detik.

8. Melatih otot leher begian depan


a. Gerakan membawa kepala ke muka.
b. Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan
ketegangan di daerah leher bagian muka.
c. Lakukan selama 10 detik, kemudian lepaskan dan rileks
selama 20-50 detik.

9. Melatih otot punggung


a. Angkat tubuh dari sandaran kursi.
118

b. Punggung dilengkungkan.
c. Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik,
kemudian relaks selama 20-50 detik.
d. Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil
membiarkan otot menjadi lemas.

10. Melemaskan otot dada


a. Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan
udara sebanyak-banyaknya.
b. Ditahan selama 10 detik, sambil merasakan ketegangan
di bagian dada sampai turun ke perut, kemudian dilepas
dan rileks selama 20-50 detik.
c. Saat ketegangan dilepas, lakukan napas normal dengan
lega.
d. Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan
antara kondisi tegang dan relaks.

11. Melatih otot perut


a. Tarik dengan kuat perut kedalam.
b. Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10
detik, lalu dilepaskan bebas dan rileks selama 20-50
detik
c. Ulangi kembali seperti gerakan awal perut ini.
119

12. Melatih otot-otot kaki (seperti paha dan betis)


a. Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa
tegang.
b. Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa
sehingga ketegangan pindah ke otot betis.
c. Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas dan
rileks selama 20-50 detik
d. Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.

Terminasi
1. Evaluasi hasil : kemampuan klien untuk melakukan
teknik ini
2. Memberikan kesempatan pada klien untuk memberikan
umpan balik dari terapi yang dilakukan
3. Tindak lanjut : menjadwalkan latihan terapi relaksasi otot
progresif
4. Kontrak : waktu dan tempat untuk kegiatan selanjutnya.
Dokumentasi
1. Mencatat waktu pelaksanaan tindakan
2. Mencatat perasaan dan respon pasien setelah diberikan
tindakan (Rosdiana & Cahyati, 2021).
120

Lampiran 2
LEMBAR KONSULTASI KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Nama : Yurmila Armaya Sari


NIM : 102114060
Judul KIAN : Asuhan Keperawatan Ketidakstabilan Gula Darah
Pada Ny. S Dengan Diabetes Melitus Dan Penerapan
Relaksasi Otot Progresif Di Rawat Inap RSUD Kota
Tanjungpinang
Pembimbing 1 : Ns. Zakiah Rahman, S.Kep, M.Kep

No Tanggal Topik Hasil Konsultasi Paraf


Bimbingan Pembimbing
1 8 Juli 2022 Judul Konsul judul
ACC Judul
2 10 Juli 2022 Bab I 1. Tambahkan Data WHO
terbaru
2. Tambakan TAK
3 16 Juli 2022 Bab I 3. Perbaiki tujuan umum
dan khusu
4. Lanjut babII &III
4 19 Juli 2022 Bab II&III 5. Tambahkan Skizofrenia
6. Tambahkan intervensi
7. Perbaiki analisa data
8. Perbaiki implmentasi
5 21 Juli 2022 Bab II & III 9. Perbaiki SP HDR
10. Tambahkan rasional
11. Lanjut Bab IV & V
6 23 Juli 2022 Bab IV& V 12. Tambahkan 3 jurnal
13. Perbaiki saran
14. Daftar pustaka di
rapikan
7 25 Juli 2022 Bab IV & V 15. Tambahkan kesimpulan
16. Perbaiki daftar pustaka
sesuai panduan
8 27 Juli 2022 BAB I-V ACC Maju sidang
KIAN
121

LEMBAR KONSULTASI KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Nama : Yurmila Armaya Sari


NIM : 102114060
Judul KIAN : Asuhan Keperawatan Ketidakstabilan Gula Darah
Pada Ny. S Dengan Diabetes Melitus Dan
Penerapan Relaksasi Otot Progresif Di Rawat Inap
RSUD Kota Tanjungpinang
Pembimbing 2 : Ns. Ani Wahyuni, S.Kep

No Tanggal Topik Hasil Konsultasi Paraf


Bimbingan Pembimbing
1 8 Juli 2022 Judul Konsul judul
ACC Judul
2 12 Juli 2022 Bab I 1. Sesuaikan panduan

3 13 Juli 2022 Bab I 2. Perbaiki tulisan

4 15 Juli 2022 Bab II&III 3.Tambahkan Skizofrenia


4.Tambahkan intervensi
5.Perbaiki analisa data
6.Perbaiki implmentasi
5 18 Juli 2022 Bab II & III 7.Perbaiki SP HDR
8.Tambahkan diagnose
yang lebih terperinci
9. Lanjut Bab IV & V
6 20 Juli 2022 Bab IV& V 10. Tambahkan 3 jurnal
11. Perbaiki saran
12. Daftar pustaka di
rapikan
7 24 Juli 2022 Bab IV & V 13. Tambahkan kesimpulan
14. Perbaiki daftar pustaka
sesuai panduan
8 26 Juli 2022 Daftar ACC Maju sidang
pustaka KIAN

Anda mungkin juga menyukai