Anda di halaman 1dari 129

ASUHAN KEPERAWATAN TERHADAP PENDERITA DIABETES

MELITUS TIPE II YANG MENGALAMI KETIDAKSTABILAN KADAR


GULA DARAH DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK RELAKSASI
OTOT PROGRESIF DI DESA BANJAR AGUNG KABUPATEN TULANG
BAWANG TAHUN 2021

KARYA ILMIAH NERS

Disusun Oleh :

VENNYTA SARI

2011515069

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MITRA INDONESIA

2020/2021
HALAMAN PERSETUJUAN

Bahwa Karya Ilmiah Ners ini:


Nama : Vennyta Sari, S.Kep

NPM : 2011515069

Judul : Asuhan Keperawatan Terhadap Penderita Diabetes Melitus Tipe


II Yang Mengalami Ketidakstabilan Kadar Gula Darah Dengan
Menggunakan Teknik Relaksasi Otot Progresif Di Desa Banjar
Agung Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2021

Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing Karya Ilmiah Ners,

Dosen Pembimbing

Ns. Septi Kurniasari, M.kep.,Sp.KMB


NPP.2222280

Mengetahui,

Program Studi Ners


Ketua Ka. Prodi

Ns. Budi Antoro, S.Kep.,M.Kep


NPP.2222178
HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, adalah mahasiswa Universitas Indonsia
Lampung

Nama : Vennyta Sari

NPM : 2011515069

Program Studi : Ners

Judul KIN :Asuhan Keperawatan Terhadap Penderita Diabetes


Melitus Tipe II Yang Mengalami Ketidakstabilan Kadar
Gula Darah Dengan Menggunakan Teknik Relaksasi Otot
Progresif Di Desa Banjar Agung Kabupaten Tulang
Bawang Tahun 2021

Menyatakan bahwa hasil penelitian dengan judul diatas tersebut adalah asli karya
sendiri dan bukan plagiarisme. Dengan ini saya menyatakan untuk menyerahkan
hak cipta penelitian kepada Universitas Indonsia Lampung guna untuk
kepentingan ilmiah.
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan
dari pihak manapun.

Bandar Lampung 8 Juni 2021

Vennyta Sari
Asuhan Keperawatan Terhadap Penderita Diabetes Melitus Tipe II Yang
Mengalami Ketidakstabilan Kadar Gula Darah Dengan Menggunakan
Teknik Relaksasi Otot Progresif Di Desa Banjar Agung Kabupaten Tulang
Bawang Tahun 2021

Vennyta Sari1, Septi Kurniasari 2


Email : svennyta@gmail.com

INTISARI

Latar Belakang: Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai


dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnomalitas metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein. Diabetes Melitus disebabkan oleh penurunan
sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya. Angka kejadian
diabetes melitus di Dunia cukup tinggi. Berdasarkan laporan World Health
Organitation (WHO) (2018), diperkirakan 422 juta orang dewasa hidup dengan
diabetes, dibandingkan dengan 108 juta pada tahun 1980. Prevalensi diabetes di
dunia (dengan usia yang distandarisasi) telah meningkat hampir dua kali lipat,
meningkat dari 4,7% menjadi 8,5% pada populasi orang dewasa.
Tujuan: Melaksanakan asuhan keperawatan komprehensif terhadap penderita
diabetes melitus tipe II yang mengalami ketidakstabilan kadar gula darah dengan
menggunakan teknik relaksasi otot progresif di Desa Banjar Agung Kabupaten
Tulang Bawang
Motode: Penelitian asuhan keperawatan gerontik ini difokuskan pada pelaksanaan
pre-post terapi komplementer relaksasi otot progresif
Hasil: Hasil asuhan keperawatan terhadap tiga orang klien dengan diagnosis
medis dan masalah keperawatan yang sama. yaitu ketidakefektifan manajemen
kesehatan diri b.d konsumsi makanan beresiko meningkatkan gula darah dan
kurang aktivitas fisik. Dengan hasil evaluasi menunjukan teknik relaksasi otot
progresif dinilai dapat menurunkan kadar glukosa darah pada ketiga kasus

Kata Kunci:Diabetes Melitus Tipe II, Ketidakstabilan Kadar Gula Darah,


Relaksasi Otot Progresif

Nursing Care for Patients with Type II Diabetes Mellitus Who Experience
Unstable Blood Sugar Levels Using Progressive Muscle Relaxation
Techniques in Banjar Agung Village, Tulang Bawang Regency in 2021
Vennyta Sari1, Septi Kurniasari 2
Email : svennyta@gmail.com

ABSTRACT

Background: Diabetes Mellitus is a metabolic disorder characterized by


hyperglycemia associated with abnormalities in carbohydrate, fat and protein
metabolism. Diabetes Mellitus is caused by decreased insulin secretion or
decreased insulin sensitivity or both. The incidence of diabetes mellitus in the
world is quite high. Based on the World Health Organization (WHO) (2018)
report, an estimated 422 million adults live with diabetes, compared to 108
million in 1980. The worldwide prevalence of diabetes (with standardized age)
has almost doubled, increasing from 4, 7% to 8.5% in the adult population.
Objective: To carry out comprehensive nursing care for patients with type II
diabetes mellitus who experience unstable blood sugar levels using progressive
muscle relaxation techniques in Banjar Agung Village, Tulang Bawang Regency.
Objective: Carrying out comprehensive nursing care for patients with type II
diabetes mellitus who experience unstable blood sugar levels using progressive
muscle relaxation techniques in Banjar Agung Village, Tulang Bawang Regency
Method: This gerontic nursing care research is focused on the pre-post
implementation of progressive muscle relaxation complementary therapy
Result: The results of nursing care for three clients with the same medical
diagnosis and nursing problems. namely the ineffectiveness of self-health
management related to the consumption of food at risk of increasing blood sugar
and lack of physical activity. The evaluation results show that progressive muscle
relaxation techniques are considered to be able to reduce blood glucose levels in
all three cases.

Keywords: Type II Diabetes Mellitus, Blood Sugar Level Instability, Progressive


Muscle Relaxation

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ners tepat pada waktunya. Karya ilmiah ners merupakan salah satu
syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Proesi Ners (Ns). Tujuan disusunnya
Karya ilmiah ners ini guna memenuhi persyaratan kelulusan untuk memperoleh
gelar Proesi Ners (Ns) di Universitas Mitra Indonesia.

Dalam penyusunan Karya ilmiah ners ini penulis mengucapkan terimakasih


kepada:

1. Bapak Dr. H. Andi Surya, MM selaku ketua yayasan universitas mitra


Indonesia
2. Ibu Dr. Ir. Hj. Armalia Reny W.A., MM selaku rektor universitas mitra
Indonesia
3. Bapak Achmad Djamil,SKM.,MM.,M.Kes selaku dekan fakultas
kesehatan universitas mitra Indonesia
4. Bapak Budi Antoro, S.Kep.,Ns.M.Kep selaku ketua Program Studi Profesi
Ners Dan Keperawatan Universitas Mitra Indonesia
5. Ibu Ns. Septi Kurniasari, M.kep.,Sp.KMB selaku pembimbing Karya
Ilmiah Ners ini
6. Seluruh dosen pengajar yang telah meberikan ilmunya selama dalam
proses perkuliahan
7. Orang tua dan keluarga tercinta yang telah mendukung dalam
menyelesaikan karya ilmiah ners ini
8. Teman-teman mahasiswa Program Studi Ners yang telah membantu dalam
penyelesaian karya ilmiah ners ini
9. Responden yang bersedia meluangkan waktunya untuk membantu kami
dalam pembuatan karya ilmiah ners ini

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ners ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Bandar Lampung, 8Juni 2021

Vennyta Sari

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................
...vii
HALAMAN
PNGSAHAN................................................................................... ...ii
HALAMAN PERNYATAAN.............................................................................. ..ii
i
INTISARI...............................................................................................................iv
ABSTRACT...............................................................................................................v
KATA PENGANTAR............................................................................................ vi
DAFTAR ISI...........................................................................................................vii
DAFTAR TABEL.................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................x

BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................................5
1. Tujuan Umum............................................................................................5
2. Tujuan Khusus...........................................................................................6
C. Manfaat Penulisan.........................................................................................7
1. Bagi Pasien................................................................................................7
2. Bagi Perawat dan tenaga kesehatan...........................................................7
3. Bagi Penulis...............................................................................................7
BAB II......................................................................................................................1
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................1
A. Konsep Penyakit Diabetes Melitus...............................................................1
1. Definisi......................................................................................................1
2. Klasifikasi..................................................................................................1
3. Etiologi......................................................................................................2
4. Diagnosis...................................................................................................2
5. Patofisiologi Diabetes Militus...................................................................3
6. Manifestasi Klinis......................................................................................7
7. Komplikasi................................................................................................8
8. Penatalaksanaan.........................................................................................8
B. Teknik Relaksasi Otot Progresif.................................................................11
1. Definisi....................................................................................................11
2. Indikasi dan Kontra Indikasi Teknik Relaksasi Otot Progresif...............11
b. Kontraindikasi.........................................................................................12
3. Langkah-Langkah PMR..........................................................................12
C. Konsep Asuhan Keperawatan DM Tipe 2.....................................................22
1. Pengkajian...................................................................................................22
D. DIGNOSA KEPERAWATAN......................................................................26
1. Perencanaan Keperawatan (Intervensi)......................................................27
BAB III..................................................................................................................17
TINJAUAN KASUS..............................................................................................17
IDENTITAS KLIEN..........................................................................................17
A. RIWAYAT KEPERAWATAN..................................................................19
C. PEMERIKSAAN FISIK.............................................................................26
D. ANALISA DATA.......................................................................................43
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN SESUAI DENGAN PRIORITAS..........52
F. RENCANA KEPERAWATAN..................................................................56
G. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN......................................................63
H. CATATAN PERKEMBANGAN (EVALUASI)........................................81
I. Evaluasi Pre-Post............................................................................................91
J.Pengelolaan Pelayanan Keperawatan Pendukung Penerapan Diagnosa
Keperawatan...................................................................................................92
BAB IV..................................................................................................................93
PEMBAHASAN....................................................................................................93
A. Gambaran Lokasi Pengambilan Data..........................................................93
1. Sejarah Singkat........................................................................................93
B. Pembahasan.................................................................................................93
1. Pengkajian...............................................................................................93
2. Diagnosis Keperawatan...........................................................................95
3. Intervensi / Perencanaan..........................................................................96
4. Implementasi / Tindakan.........................................................................98
5. Evaluasi Keperawatan.............................................................................98
BAB V..................................................................................................................103
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................103
A. Kesimpulan...............................................................................................103
B. Saran..........................................................................................................104
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................106
DAFTAR TABEL
Table 2.1 Intrvensi keperawatan...............................................................29
Table 3.1 Pengkajian klien…....................................................................32
Table 3.2 Analisa Data..............................................................................41
Table 3.3 Diagnosa keprawatan................................................................49
Table 3.4 Rencana Keprawatan.................................................................53
Table 3.5 Implemntasi Keperawatan.........................................................60
Table 3.6 Catatan Perkembangan..............................................................79
Table 3.7 Pre-post GDS.............................................................................90
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Pathway Diabetes Melitus


Gambar 2.2 Mekanisme PMR Dalam Menurunan Kadar Glukosa Darah
Gambar 3.1 Genogram
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya Usia Harapan Hidup (UHH) masyarakat menimbulkan

masalah lain yaitu munculnya penyakit degeneratif atau penyakit tida menular

(PTM). PTM menunjukkan adanya kecenderungan semakin meningkat dari

waktu ke waktu dan merupakan penyebab kematian hampir 70% di dunia.

PTM merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang ke orang

seperti penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes, dan Penyakit Paru Obstruktif

Kronis (PPOK). Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,

2013, dan 2018 tampak kecenderungan peningkatan prevalensi PTM seperti

diabetes, hipertensi, stroke, dan penyakit sendi/rematik/encok. Fenomena ini

diprediksi akan terus berlanjut (Kemenkes RI, 2018).

Salah satu penyakit tidak menular yang sering diderita lansia adalah

Diabetes Melitus (DM). Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang

ditandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnomalitas

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Diabetes Melitus disebabkan oleh

penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya.

Diabetes Melitus menyebabkan komplikasi kronis antara lain komplikasi

makrovaskuler, mikrovaskular, dan neuropati (Nurarif & Kusuma, 2015).

Angka kejadian diabetes melitus di Dunia cukup tinggi. Berdasarkan

laporan World Health Organitation (WHO) (2018), diperkirakan 422 juta

orang dewasa hidup dengan diabetes, dibandingkan dengan 108 juta pada tahun
1980. Prevalensi diabetes di dunia (dengan usia yang distandarisasi) telah

meningkat hampir dua kali lipat, meningkat dari 4,7% menjadi 8,5% pada

populasi orang dewasa. Diabetes menyebabkan 1,5 juta kematian pada tahun

2012. Gula darah yang lebih tinggi dari batas maksimum mengakibatkan

tambahan 2,2 juta kematian, dengan meningkatkan risiko penyakit

kardiovaskular dan lainnya. Empat puluh tiga persen (43%) dari 3,7 juta

kematian ini terjadi sebelum usia 70 tahun. Persentase kematian yang

disebabkan oleh diabetes yang terjadi sebelum usia 70 tahun lebih tinggi di

negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah daripada di negara-negara

berpenghasilan tinggi (Kemenkes RI, 2018).

Prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia berdasarkan hasil Riset

kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 yaitu 1,1% dan meningkat pada

Riskesdas tahun 2013 menjadi 2,1% dan pada Riskesdas tahun 2018 menjadi

2,0% (Kemenkes RI, 2018), dan untuk prevalensi Diabetes Melitus (DM) di

Provinsi Lampung berdasarkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) masih

tinggi dan terjadi peningkatan. Prevalensi diabetes pada umur >15 tahun

menurut diagnosis dokter/gejala hasil dari Riskesdas tahun 2007 yaitu sebesar

0,5% dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 0,8%, kemudian meningkat

pada tahun 2018 menjadi 1,6%. Prevalensi Diabetes Melitus berdasarkan

Diagnosis Dokter pada Penduduk menurut kabupaten/kota di Provinsi

Lampung terendah terdapat di Kabupaten Tanggamus dan tertinggi di Kota

Metro, sedangkan di Kabupaten Tulang Bawang memiliki angka prevalensi

cukup tinggi yaitu sebesar 0,88% (Kemenkes RI, 2018).


Tingginya prevalensi diabetes tersebut akan berdampak pada negara dan

masyarakat. Komplikasi dari diabetes akan membawa kerugian ekonomi yang

besar bagi penderita diabetes dan keluarga mereka, sistem kesehatan dan

ekonomi nasional melalui biaya medis langsung, kehilangan pekerjaan dan

penghasilan. Termasuk komponen biaya utama adalah rumah sakit dan

perawatan rawat jalan. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mencegah

komplikasi dan kematian prematur yang bisa disebabkan diabetes (Kemenkes

RI, 2018).

Untuk mengurangi dampak tersebut, perawat memiliki peran dalam

melakukan intervensi pada pasien diabetes mellitus. Masalah keperawatan

yang sering muncul pada diabetes melitus sebagai penyebab komplikasi yaitu

risiko ketidak stabilan kadar glukosa darah. Risiko ketidak stabilan kadar

glukosa darah adalah kerentanan terhadap variasi kadar glukosa/ gula darah

dari rentang normal yang dapat mengganggu kesehatan (Nurarif & Kusuma,

2015). Intervensi yang dapat dilakukan antara lain dengan monitor tanda dan

gejala hiperglikemi, identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemi,

instruksikan pada pasien mengenai manajemen diabetes (Bulechek et, al.,

2015).

Manajeman penatalaksanaan DM dapat dilakukan dengan pengelolaan

farmakologis dan nonfarmakologis. Langkah pertama yang harus dilakukan

dalam pengelolaan DM adalah pengelolaan nonfarmakologis berupa

perencanaan makan dan latihan jasmani. Apabila dengan cara ini sasaran

pengendalian kadar glukosa darah belum tercapai, maka dapat dilanjutkan


dengan pengelolaan farmakologis dengan penggunaan obat (Waspadji, 2009;

Siswanti, 2019). Dimana penggunaan obat dapat menimbulkan efek samping,

kemudian penderita DM juga harus mengetahui tentang cara-cara terapi sesuai

dengan petunjuk dokter untuk menghindari dampak yang mungkin terjadi

seperti terjadinya hipoglikemia (Smeltzer dan Bare, 2012). Selain latihan fisik

atau senam DM pendekatan nonfarmakologi yang dapat mengontrol kadar

glukosa darah adalah relaksasi. Terapi relaksasi ini ada bermacam-macam,

salah satunya adalah relaksasi otot progresif (Progressive Muscle Relaxation

(PMR)) (Moyad & Hawks; dalam Siswanti, 2019).

Terapi komplementer relaksasi otot progresif (Progressive Muscle

Relaxation (PMR) merupakan pengobatan tradisional yang sudah diakui dan

dapat dipakai sebagai pendamping terapi konvensional medis. Selain mudah

dilakukan dan tanpa efek samping, pelaksanaannya juga dapat dilakukan

bersamaan dengan terapi medis. PMR (Progressive Muscle Relaxation)

merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dapat diberikan kepada

pasien DM untuk meningkatkan relaksasi dan kemampuan pengelolaan diri.

Latihan ini dapat membantu mengurangi ketegangan otot, stres, menurunkan

glukosa darah, menurunkan tekanan darah, meningkatkan toleransi terhadap

aktivitas sehari-hari, meningkatkan imunitas, sehingga status fungsional dan

kualitas hidup meningkat (Smeltzer & Bare, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2017), tentang relaksasi otot

progresif terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus

tipe 2, memperlihatkan bahwa terdapat penurunan kadar glukosa darah setelah


diberi intervensi relaksasi otot progresif. Hasil rata-rata kadar gula darah pada

pasien DM sebelum intervensi relaksasi otot progresif adalah 234,47 mg/dl

dengan standar deviasi 9,84 mg/dl. Setelah intervensi relaksasi otot progresif

diperoleh rata-rata kadar gula darah sebesar 155,73 mg/dl dengan standar

deviasi 3,619 mg/dl.

Dari data RSUD Menggala daerah Bawang dengan kasus DM yang

tergolong tinggi. DM merupakan salah satu dari 10 besar diagnosis terbanyak

pada pasien rawat inap di RSUD Menggala Kabupaten Tulang Bawang.

Tercatat di tahun 2018 sebanyak 690 kasus, meningkat di tahun 2019 menjadi

878 kasus, dengan angka kematian tinggi yang disebabkan karena komplikasi

ketoasisdosis diabetikum (KAD), hipoglikemia, dan komplikasi

kardiovaskular.

Berdasarkan dari masalah yang ada maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “Asuhan keperawatan komprehensif terhadap penderita

diabetes melitus tipe II yang mengalami ketidakstabilan kadar gula darah

dengan menggunakan teknik relaksasi otot progresif di Desa Banjar Agung

Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2021”.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Melaksanakan asuhan keperawatan komprehensif terhadap penderita

diabetes melitus tipe II yang mengalami ketidakstabilan kadar gula darah

dengan menggunakan teknik relaksasi otot progresif di Desa Banjar Agung


Kabupaten Tulang Bawang berdasarkan kajian jurnal dan pendekatan

proses keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pengkajian keperawatan terhadap penderita diabetes

melitus tipe II yang mengalami ketidakstabilan kadar gula darah di Desa

Banjar Agung Kabupaten Tulang Bawang

b. Menetapkan diagnosa keperawatan asuhan keperawatan terhadap

penderita diabetes melitus tipe II yang mengalami ketidakstabilan kadar

gula darah di di Desa Banjar Agung Kabupaten Tulang Bawang

c. Menyusun perencanaan/intervensi asuhan keperawatan terhadap

penderita diabetes melitus tipe II yang mengalami ketidakstabilan kadar

gula darah dengan menggunakan teknik relaksasi otot progresif di di

Desa Banjar Agung Kabupaten Tulang Bawang

d. Melaksanakan implementasi keperawatan komprehensif terhadap

penderita diabetes melitus tipe II yang mengalami ketidakstabilan kadar

gula darah dengan menggunakan teknik relaksasi otot progresif di di

Desa Banjar Agung Kabupaten Tulang Bawang

e. Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan terhadap penderita

diabetes melitus tipe II yang mengalami ketidakstabilan kadar gula

darah dengan menggunakan teknik relaksasi otot progresif di di Desa

Banjar Agung Kabupaten Tulang Bawang


f. Melakukan analisis data untuk membandingkan hasil asuhan

keperawatan pada kedua klien serta membandingkan dengan jurnal dan

teori terkait.

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Pasien

Memperoleh wawasan serta pengetahuan tentang tindakan mandiri yang

dapat dilakukan secara continue dalam menurunkan kadar gula darah

dengan menggunakan teknik relaksasi otot progresif.

2. Bagi Perawat dan tenaga kesehatan

Dapat menjadikan rujukan dalam menerapkan intervensi mandiri

perawat dengan inovasi pada penatalaksanaan diabetes melitus dengan

masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah menggunakan menggunakan

teknik relaksasi otot progresif.

3. Bagi Penulis

Dapat menambah pengetahuan tentang teknik relaksasi otot progresif dalam

mengatasi masalah keperawatan ketidakefektifan manajemen kesehatan diri

pada pasien DM sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengembangan

dalam menerapkan intervensi mandiri perawat dengan teknik non

farmakologi.

4. Bagi Penelitian Selanjutnya


Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan dan bahan perbandingan bagi

peneliti lain yang akan meneliti lebih lanjut tentang teknik relaksasi otot

progresif dalam menurunkan kadar glukosa darah pada penderita diabetes

melitus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Diabetes Melitus


1. Definisi
Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelainan pada seseorang yang ditandai
naiknya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang diakibatkan karena
kekurangan insulin (Padila, 2012).
Berdasarkan definisi American Diabetes Association (ADA), diabetes
melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
atau keduanya (Tanto, 2014).
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa
secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Komplikasi
Diabetes Melitus dapat berupa komplikasi akut dan komplikasi kronis
jangka panjang. Komplikasi akut meliputi hipoglikemia, ketoasidosis
diabetik dan hiperosmolar non ketotik (HONK/ HHNK), sedangkan
komplikasi kronis jangka panjang meliputi komplikasi makrovaskuler,
komplikasi mikrovaskuler dan neuropati (Smeltzer dan Bare, 2012).
2. Klasifikasi
a. Klaslfikasl Klinis:
1. DM Tipe l: IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses
autoimun.
2. Tipe II: NIDDM (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan reslstensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati:
3. Gangguan Toleransi Glukosa
4. Diabetes Kehamilan
b. Klaslfikasi Reslko Statistik:
1. Sebelumnya pernah menderlta kelainan toleransi glukosa.
2. Berpotensi menderita kelainan glukosa (Nurarif & Kusuma, 2015).
3. Etiologi
a. Diabetes tipe I:
1. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
2. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans
dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes Tipe II:
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadiya resistensi
insulin. Faktor-faktor resiko :Usia (resitensi insulin cenderung meningkat
pada usia diatas 60 tahun), obesitas, riwayat keluarga (Padila, 2012).
4. Diagnosis
Kritera diagnostik WHO untuk diabetes melitus sedikitnya 2 kali
pemeriksaan:
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140mg/dl (7,8mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkomsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl (Padila, 2012).
5. Patofisiologi Diabetes Militus
a. Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang
tidak terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya,
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di eksresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat
badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia)
akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan
dan kelemahan.
Dalam keaadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan
glukosa baru dari asam-asam amino serta subtansi lain), namun pada
penderita defiensi insulin. Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu akan
terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
Keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri
abdomen. mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, dan bila
tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, .koma bahkan
kematian. Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai
kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut
dan mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis. Diit dan latihan
disertai pemantauan kadar glukosa darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting (Smeltzer dan Bare, 2012).
b. Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas dari diabetes tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonkotik (HHNK).

Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka


awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi
vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi)
(Smeltzer & Bare, 2012).
Gambar 2.1 Bagan Pathway Diabetes Melitus (Nurarif & Kusuma, 2015)
Faktor genetik
Kerusakan sel beta Ketidakseimbangan produksi Gula dalam darah tidak dapat dibaawa
Inveksi virus insulin masuk dalam sel
Pengrusakan imunologik

Glukosuria Batas melebihi ambang ginjal hiperglikemia Anabolisme protein menurun

Dieresis osmotik Vikositas darah meningkat Syok hiperglikemik Kerusakan pada antibodi

Poliuri ->RetensiUrin Aliran darah lambat Koma diabetik Kekebalan tubuh menurun

Kehilangan elektrolit dalam sel Iskemik jaringan


Resiko infeksi Neuropati sensori perifer

Dehidrasi Ketidakefektifan perfusi jar.


perifer Nekrosis luka
Klien tidak merasa sakit

Resiko shock
Kehilangan kalori
Gangrene Kerusakan integritas jaringan

Merangsang hipotalamus Sel kekurangan bahan untuk


metabolosme

Protein dan lemak dibakar BB menurun


Pusat lapar dan haus

keletihan
Polidipsia, polipagia Katabolisme lemak Pemecahan protein

Asam lemak
keton Ureum
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh

ketoasidosis
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensl
insulin
a. Kadar glukosa puasa tidak normal
b. Hipe'rglikemia berat berakibat glukosurla yang akan menjadi dieuresis
osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa
haus (polidipsia)
c. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), berat badan berkurang
d. Lelah dan mengantuk
e. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemuatan, gatal, mata kabur,
impotensi, peruritus vulva (Nurarif & Kusuma, 2015).
Keluhan umum pasien DM yaitu poliuria, polidipsia, polifagia. Namun
yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat
perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya
bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang
luas, keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan
karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati
perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim
(Padila, 2012).
Menurut Supartondo dalam Padila (2012), gejala-gejala akibat DM pada
usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Penyakit ginjal
f. Penyakit pembuluh darah perifer
g. Penyakit koroner
h. Penyakit pembuluh darah otak
i. Hipertensi (Padila, 2012).
7. Komplikasi
a. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif
akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling
sering terjadi pada diabetes adalah hipoglikemi dan ketoasidosis diabetik
(DKA).
b. Komplikasi Kronik Jangka Panjang
Komplikasi vaskular jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh-
pembuluh kecil (mikroangiopati) dan pembuluh-pembuluh sedang dan
besar (makroangiopati) merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang
kapiler retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik)
dan saraf-saraf periver (neuropati diabetik), otot-otot serta kulit.
dipandang dari sudut histokimi, lesi-lesi ini ditandai dengan peningkatan
glokoprotein. Selain itu, karena senyawa kimia dari membran dasar dapat
berasal dari glukosa, maka hiperglikemia meyebabkan bertambahnya
kecepatan pembentukan sel-sel membran dasar. Penggunaan glukosa dari
sel-sel ini tidak membutuhkan insulin. Bukti histologik mikroangiopati
sudah tampak nyata pada penderita IGT, namun manifestasi klinis
penyakit vaskular, retinopati atau nefropati biasanya baru timbul 15
sampai 20 tahun sesudah menderita diabetes melitus (Smeltzer dan Bare,
2012).
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam untuk mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah
mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadinya
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima
komponen dalam penatalaksanaan diabetes, antara lain: (Padila, 2012).
a. Diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk
mencapai tujuan berikut ini:
1. Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin,
mineral)
2. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
3. Memenuhi kebutuhan energi
4. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-
cara yang aman dan praktis.
5. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat (Smeltzer
dan Bare, 2012).
6. Kurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan
karbohidrat.
7. Jangan mengurangi jadwal makan atau menunda waktu makan karena
akan menyebabkan fluktuasi (ketidakstabilan) kadar gula darah.
8. Perbanyak makanan yang banyak mengandung serat, seperti sayuran
dan sereal.
9. Hindari minuman yang beralkohol dan kurangi konsumsi garam
(Nurarif & Kusuma, 2015).
b. Latihan
Lakukan olahraga secara rutin dan pertahankan berat badan yang ideal
(Nurarif & Kusuma, 2015). Latihan sangat penting dalam
penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar
glukosa dan mengurangi faktor risiko kardiovaskuler. Latihan akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan mernperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah
dan tonus otot diperbaiki dengan berolahraga. Latihan dengan cara
melawan tahanan (resistance training) dapat meningkatkan body mass
dan dengan dernikian menambah metabolisrne istirahat (resting
metabolic rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada diabetes karena
dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stres dan
mempertahankan kesegaran tubuh (Smeltzer dan Bare, 2012).
Progressive Muscle Relaxation adalah kombinasi latihan pernafasan
yang terkontrol dengan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok
otot. Kegiatan ini menciptakan sensasi dalam melepaskan
ketidaknyamanan dan stress (Potter & Perry, 2012).
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
(SMBG; self-monitoring of blood glucose), penderita diabetes kini dapat
mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara
optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta
hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal
yang kemungkinan akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang
(Smeltzer dan Bare, 2012).
d. Terapi
Hormon insulin disekresikan oleh sel-sel beta pulau Langerhans. Hormon
ini bekerja untuk menurunkan kadar glukosa darah postprandial dengan
mempermudah pengambilan serta penggunaan glukosa oleh sel-sel otot,
lemak dan hati. Selama periode puasa, insulin menghambat pemecahan
simpanan glukosa, protein dan lemak. Tipe pemberian insulin yang
digunakan oleh seorang pasien bervariasi menurut berbagai faktor.
Sebagai contoh, pengetahuan pasien, kemauan, tujuan yang hendak
dicapai, status kesehatan dan kemampuan keuangan, semuanya ini dapat
mempengaruhi keputusan yang menyangkut penggunaan insulin. Selain
itu, filosofi dokter tentang pengendalian kadar glukosa darah dan
ketersediaan alat serta staf pendukung dapat mempengaruhi pula
keputusan yang berkaitan dengan terapi insulin (Smeltzer dan Bare,
2012).
e. Pendidikan
Inforrnasi ini harus diajarkan kepada setiap pasien yang baru didiagnosis
sebagai penderita diabetes. Informasi yang bersifat dasar ini secara
harafiah berarti bahwa pasien harus mengetahui bagaimana "bertahan
hidup" yaitu dengan cara menghindari komplikasi hipoglikemia atau
hiperglikemia yang berat setelah pulang dari rumah sakit. Informasi yang
diberikan mencakup:
1. Patofisiologi sederhana
2. Cara-cara terapi
3. Pengenalan, penanganan dan pencegahan komplikasi akut.
4. Informasi yang pragmatis (Smeltzer dan Bare, 2012).
B. Teknik Relaksasi Otot Progresif
1. Definisi
Latihan relaksasi otot progresif mengajarkan individu bagaimana
berisitirahat dengan efektif dan mengurangi ketegangan pada tubuh.
Individu belajar untuk mendeteksi sensasi ketegangan otot lokal yang
tajam pada satu kelompok otot (misalnya otot lengan atas). Selain itu,
individu belajar untuk membedakan antara tegangan yang berintensitas
tinggi (kepalan tangan yang kuat) dan tegangan yang sangat ringan. lndividu
kemudian mempraktikkan penggunaan aktivitas ini pada kelompok otot
yang berbeda. Satu teknik relaksasi progresif aktif melibatkan penggunaan
pernapasan perut yang dalam dan pelan ketika otot mengalami relaksasi dan
ketegungan sesuai urutan yang diperintahkan. Ketika membantu klien
perawat dapat memutuskan untuk memulai deugan otototot pada wajah,
diikuti dengan otototot pada lengan, tangan, perut, tungkai, dan kaki (Potter
dan Perry, 2012).
Teknik relaksasi otot progresif adalah penggunaan teknik-teknik untuk
mendorong dan memperoleh relaksasi demi tujuan mengurangi gejala-gejala
yang tidak diinginkan. Teknik ini dilakukan dengan memfasilitasi
peregangan dan pelepasan kelompok otot yang akan menghasilkan
perbedaan sensasi (Bulecheck, dkk., 2016).
2. Indikasi dan Kontra Indikasi Teknik Relaksasi Otot Progresif
a. Indikasi
Teknik rellaksasi otot progresif merupakan salah satu intervensi
keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien DM dengan kondisi
hiperglikemia (>200 mg/dl (11,1mmol/L)) untuk meningkatkan relaksasi
dan kemampuan pengelolaan diri. Latihan ini dapat membantu
mengurangi ketegangan otot, stres, menurunkan kadar glukosa darah,
menurunkan tekanan darah, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
sehari-hari, meningkatkan imunitas, sehingga status fungsional dan
kualitas hidup meningkat (Smeltzer & Bare, 2012).
b. Kontraindikasi
Beberapa hal yang mungkin menjadi kontra indikasi latihan teknik
rellaksasi otot progresif antara lain adalah cidera akut atau
ketidaknyamanan muskuloskeletal, dan penyakit jantung berat/ akut.
Latihan PMR dapat meningkatkan kondisi rileks yang dapat
menyebabkan hipotensi, sehingga perlu memeriksa tekanan darah untuk
mengidentifikasi kecendrungan hipotensi (Snyder & Lindquist; Mashudi,
2012).
3. Langkah-Langkah PMR
Langkah-Langkah PMR menurut Bulecheck, dkk. (2016), dapat dilakukan
sebagai berikut:
a. Pilih seting lingkungan yanng nyaman.
b. Redupkan cahaya.
c. Dudukan klien di kursi malas atau kursi lain untuk mencapai
kenyamanan.
d. Instruksikan klien memakai pakaian yang nyaman dan tidak ketat.
e. Skrining adanya cidera ortopedik leher atau punggung dimana
hiperekstensi dari tuang punggung atas akan menambahkan rasa tidak
nyaman atau komplikasi.
f. Skrining peningkatan tekanan intrakranial, kerapuhan kapiler,
kecenderungan perdarahan, kesulitan kardiak akut parah dengan
hipertensi, atau kondisi lain dimana tegangan otot mungkin menyebabkan
cidera fisiologi.
g. Ilustrasikan pada pasien untuk melakukan latihan relaksasi.
h. Biarkan klien tegang selama 5 sampai 10 detik dengan melibatkan 8-16
otot utama.
i. Regangkan otot tidak lebih dari 5 detik untuk menghindari kram.
j. Ilustrasikan pada klien untuk berfokus pada sensasi yang terjadi pada otot
ketika klien menjadi tegang.
k. Ilustrasikan pada klien untuk berfokus pada sensasi yang terjadi pada otot
ketika klien rileks.
l. Cek klien secara priodik dalam rangka menjamin agar kelompok otot
menjadi rileks.
m. Tegangkan kelompok otot klien lagi jika relaksasi tidak terjadi.
n. Monitor indikator akan tidak adanya kondisi rileks, misalnya pergerakan,
pernafasan yang sulit, bicara dan batuk.
o. Instruksikan klien untuk bernafas dalam dan pelan dan melepaskan
ketegangan.
p. Kembangkan pola relaksasi bersifat personal yang membuat klien untuk
tetap fokus dan merasa nyaman.
q. Akhiri sesi relaksasi secara berangsur.
r. Berikan waktu klien untuk mengekspresikan perasaan terkait intervensi
(Bulecheck, dkk., 2016).
s. Progressive Muscle Relaxtation (PMR) diberikan pada klien selama 2
kali sehari yang dilakukan pada pagi dan sore hari selama ± 15 menit
(Siswanti, 2019).
Langkah-langkah PMR terdiri dari 15 macam gerakan dapat dijelaskan
sebagai berikut (Ramdhani & Putra, 2011; dalam Mashudi, 2012):
a. Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan
dengan cara menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.
Pasien diminta membuat kepalan ini semakin kuat sambil merasakan
sensasi ketegangan yang terjadi. Lepaskan kepalan perlahan-lahan,
sambil merasakan rileks selama ± 8 detik. Lakukan gerakan 2 kali
sehingga klien dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan
keadaan rileks yang dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan
kanan.

b. Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian


belakang. Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke
belakang pada pergelangan tangan sehingga otot-otot di tangan bagian
belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit-
langit. Lakukan penegangan ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan
keadaan rileks yang dialami. Lakukan gerakan ini 2 kali.

c. Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot bisep. Gerakan ini diawali
dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian
membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot bisep akan
menjadi tegang. Lakukan penegangan otot ± 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
d. Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Dilakukan
dengan cara mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan
menyentuh kedua telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras
ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas, dan leher. Rasakan
ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan
keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.

e. Gerakan kelima sampai ke delapan adalah gerakan-gerakan yang


ditujukan untuk melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot wajah yang
dilatih adalah otot-otot dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk
dahi dapat dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai
ototototnya terasa dan kulitnya keriput, mata dalam keadaan tertutup.
Rasakan ketegangan otot-otot dahi selama ± 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
f. Gerakan keenam ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali
dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan
di sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata. Lakukan
penegangan otot ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan
dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.

g. Gerakan ketujuh bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang


dialami oleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti
dengan menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot
rahang. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
h. Gerakan kedelapan dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar
mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan
ketegangan di sekitar mulut. Rasakan ketegangan otot-otot sekitar mulut
selama ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan
rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan
gerakan ini 2 kali.

i. Gerakan kesembilan ditujukan untuk merilekskan otot-otot leher bagian


belakang. Pasien dipandu meletakkan kepala sehingga dapat beristirahat,
kemudian diminta untuk menekankan kepala pada permukaan bantalan
kursi sedemikian rupa sehingga pasien dapat merasakan ketegangan di
bagian belakang leher dan punggung atas. Lakukan penegangan otot ± 8
detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan
perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan
ini 2 kali.
j. Gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan.
Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke muka, kemudian
pasien diminta untuk membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat
merasakan ketegangan di daerah leher bagian muka. Rasakan ketegangan
otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan
dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.

k. Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan


ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi,
kemudian punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada. Kondisi
tegang dipertahankan selama ± 8 detik, kemudian rileks. Pada saat rileks,
letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-otot menjadi
lemas. Rasakan ketegangan otot-otot punggung selama ± 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan
antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
l. Gerakan kedua belas dilakukan untuk melemaskan otot-otot dada. Tarik
nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-
banyaknya. Tahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan
di bagian dada kemudian turun ke perut. Pada saat ketegangan dilepas,
pasien dapat bernafas normal dengan lega. Lakukan penegangan otot ± 8
detik, kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan
perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan
ini 2 kali.

m. Gerakan ketiga belas bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Tarik kuat-
kuat perut ke dalam, kemudian tahan sampai perut menjadi kencang dan
keras. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
n. Gerakan keempat belas bertujuan untuk melatih otot-otot paha, dilakukan
dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha
terasa tegang. Rasakan ketegangan otot-otot paha tersebut selama ± 8
detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan
perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan
ini 2 kali.

o. Gerakan kelima belas bertujuan untuk melatih otot-otot betis, luruskan


kedua belah telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang. Gerakan ini
dilanjutkan dengan mengunci lutut, lakukan penegangan otot ± 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan
antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali
(Mashudi, 2012).
4. Pengaruh PMR terhadap Kadar Glukosa Darah
Relaksasi diketahui dapat membantu menurunkan kadar glukosa darah pada
pasien diabetes mellitus karena dapat menekan pengeluaran hormon-hormon
yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah, yaitu epinefrin, kortisol,
glukagon, adrenocorticotropic hormone (ACTH), kortikosteroid, dan tiroid.
Sistem simpatis akan mendominasi pada keadaan seseorang yang rileks dan
tenang, dominasi dari sistem saraf simpatis akan merangsang hipotalamus
untuk menurunkan sekresi Corticotropin-Releasing Hormon (CRH).
Penurunan CRH juga akan mempengaruhi adenohipofisis untuk mengurangi
sekresi hormon Adenokortikotropik (ACTH), yang melepaskan hormon
kortisol. Penurunan hormon kortisol akan menghambat proses
glukoneogenesis dan meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel (Guyton &
Hall, 2008; Sherwood, 2014; Putri, 2017).
Gambar 2.2
Mekanisme PMR Dalam Menurunan Kadar Glukosa Darah

Penatalaksanaan - Faktor genetik


DM - Inveksi virus
- Pengrusakan imunologik
P Progressive - Usia
Muscle - Kelebihan berat badan
Relaxtation
(PMR)
Kerusakan / gangguan sel beta
Respon relaksasi
Kontraksi dan
relaksasi otot
Menurunkan sekresi
CRH dan ACTH
Glukosa darah tidak bisa masuk kedalam
Penurunan H. Kortisol sel

Meningkatkan Menghambat proses Hiperglikemia


pengambilan glukoneogenesis dan
glukosa oleh otot meningkatkan pemakaian
glukosa oleh sel
Kadar glukosa darah terkontrol

Ketidak seimbangan insulin

(Sumber: Modifikasi Nurarif & Kusuma, 2015; Putri (2017); Smelzer & Bare
(2012)
C. Konsep Asuhan Keperawatan DM Tipe 2

Proses keperawatan adalah suatu proses pemecahan masalah yang


dinamis dalam usaha memperbaiki atau memelihara klien sampai ke
taraf optimal melalui pendekatan yang sistematis untuk mengenal dan
membantu kebutuhan klien (Nursalam, 2005). Dalam asuhan
keperawatan pasien dengan DM tipe 2, menggunakan pendekatan
proses keperawatan yang terdiri dari 5 tahap, yaitu: pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan (implementasi), dan
evaluasi. Proses keperawatan ini merupakan pedoman untuk
melaksanakan asuhan keperawatan dengan uraian masing-masing
sebagai berikut :

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang


dilakukan secara sistematik untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya, sehingga dapat mengindentifikasi masalah-
masalah keperawatan yang dialami pasien. Dengan tahap
pengkajian ini data dikumpulkan selengkapnya mungkin yang
diperoleh dari pasien langsung maupun keluarganya serta catatan
keperawatan, medis dan sumber-sumber lainnya.
Pengumpulan data pada klien dengan DM tipe 2 adalah:
a. Meliputi nama lengkap nama panggilan, tempat dan
tanggal lahir, jenis kelamin, status, agama, bahasa yang
digunakan, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat,
sumber dana/ biaya serta identitas orang tua.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Biasanya klien DM mempunyai riwayat hipertensi,
penyakit jantung seperti infart miokard
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke Pelayanan kesehatan atau
RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah,
dan bola mata cekung, sakit kepala, menyatakan
seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
2) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang
menderita DM.
c. Pola Kebiasaan
1) Aktifitas/istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan,
keram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur atau
istirahat.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan
istirahat atau dengan aktifitas, latergi atau
disorientasi, koma.
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, infark miokar
akut, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikaridia, perubahan tekanan darah
postural, hipertensi, nadi yang menurun atau tak ada,
disriymia, krekels, kulit panas, kering, kemerahan,
bola mata cekung.
3) Integritas ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah
finansial yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsangan
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia,
rasa nyeri/ terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK
baru/ berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat
berkembang menjadi oliguria/anuria jika terjadi
hypovolemia berat, urine berkabut, bau busuk
infeksi), abdomen keras, adanya ansietas, bising usus
lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
5) Makanan/ cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual muntah, tidak
mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa/
karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode
beberapa hari/ minggu, penggunaan diuretic (tizaid).
Tanda: Kulit kering/ berisik, turgor jelek, kekakuan/
distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid
(peningkatan kebutuhan metabolic dengan
peningkatan gula darah), bau halitosis/ manis, bau
buah (napas aseton).
6) Neurosensory
Gejala : Pusing/ pening, sakit kepala, kesemutan,
kebas kelemahan otot, paresthesia, gangguan
penglihatan.
Tanda : Disoreintesi, mengamuk, alergi, stupor/ koma
(tahap lanjut), gangguan memori, reflek tendon
menurun, kejang.
7) nyeri/keamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/ nyeri (sedang/ berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak
sangat berhati-hati
8) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/
tanpa sputum purulent (tergantung adanya infeksi/
tidak
Tanda : Batuk dengan / tanpa sputum purulent
(infeksi), frekuensi pernapasan
9) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/
ulserasi, menurunya kekuatan umum/ rentang gerak,
paresthesia/ paralysis otot termasuk otot-otot
pernapasaan (jika kadar kalium menurun dengan
cukup tajam).
d. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita kesadaran, suara bicara, tinggi
badan, berat badan dan tanda-tanda vital.
1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah
pembesaran pada keher, telinga kadang-kadang
berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi
mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur/ ganda, diplopia, lensa
mata keruh.
2) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna
kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit
didaerah sekitar ulkus dan gangrene, kemerahan
pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
3) Sistem pernapasan.
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada, pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
4) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang, takikardi/ bradikardi, hipertensi/
hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5) Sistem gastrointestinal
Terdapat poliphagi, polidipsi, mual muntah, diare,
konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan,
peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
6) Sistem urinaria
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas
atau sakit saat berkemih.
7) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan
tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya
gangren di ekstremitas.
8) Sistem neurologis
9) Terjadinya penurunn sensoris, parathesia, anatesia,
letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental,
disorientasi.
D. DIGNOSA KEPERAWATAN
Setelah pengkajian, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasikan
masalah Tujuan mengidentifikasi masalah adalah untuk merumuskan
masalah kesehatan supaya perencanaan dan tindakan spesifik dapat
disusun dan digunakan untuk mengatasi masalah tersebut.
Data yang dikelompokkan, dianalisa dan dipriositaskan masalahnya
maka ditentukan beberapa kemungkinan diagnosa keperawatan pada
klien diabetes mellitus tipe 2 menurut Doenges (2000), sebagai berikut :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif (diuresis osmotic).
b. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis atau ketidakmampuan
mengabsorpsi makanan.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan sirkulasi darah ke perifer.
d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangguan
sirkulasi, deficit cairan.
1. Perencanaan Keperawatan (Intervensi)
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam
proses keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan
pemecahan masalah dan menentukan tujuan perencanaan
untuk mengatasi masalah pasien (Doenges, 2000). Adapun kriteria
hasil tersebut harus berpedoman pada SMART yaitu:
a. Befokus pada pasien, yaitu harus menunjukan apa yang akan
dilakukan, kapan dan sejauh mana tindakan dapat dilakukan.
b. Singkat dan jelas, yaitu untuk memudahkan perawat untuk
mengidentifikasi tujuan dan rencana tindakan.
c. Dapat diobservasi dan diukur, (measurable) adalah suatu kata
kerja yang menjelaskan perilaku pasien atau keluarga yang
diharapkan akan terjadi jika tujuan telah tercapai.
d. Ada batas waktunya, batas pencapaian hasil harus dinyatakan
dalam penulisan kriteria hasil. Komponen batas waktu dibagi
menjadi 2, yaitu:
1) Jangka panjang
Suatu tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam
jangka waktu lama, biasanya lebih dari 1 minggu atau 1
bulan, kriteria hasil tersebut ditujukan pada unsur
“problem” masalah dalam diagnosa keperawatan
2) Jangka pendek
Suatu tujuan yang diharapkan bisa dicapai dalam waktu
yang singkat, biasanya kurang dari 1 minggu, kriteria
hasil tersebut ditujukan pada unsur etiologi dan symptom
dalam diagnosa keperawatan aktual ataupun resiko.
e. Realistis, yaitu harus bisa dicapai sesuai dengan saran dan
prasarana yang tersedia, meliputi biaya, perlatan, fasilitas, tingkat
pengetahuan, affek-emosi dan kondisi fisik. Ditentukan oleh
perawat dan pasien/keluarga pasien, selama pengkajian perawat
mulai melibatkan pasien/keluarga pasien dalam intervensi.
Misalnya pada waktu wawancara, perawat mempelajari apa yang
bisa dikerjakan atau dilihat pasien sebagai masalah utama,
sehingga muncul diagnosa keperawatan. Kemudian perawat dan
keluarga pasien mendiskusikan kriteria hasil dan rencana tindakan
untuk memvalidasi. Perencanaan keperawatan (intervensi) pada
pasien dengan DM, sebagai berikut :
Table 2.1 intrvensi keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi

1 Kekurangan Setelah diberikan intervensi - Pantau tanda vital, catat


volume cairan dalam waktu 3x24 jam perubahan tekanan darah
berhubungan homeotosis dapat pada perubahan posisi,
dengan kehilangan dipertahankan. kekuatan nadi perifer.
cairan aktif - Mendemontrasikan - Pantau pola nafas seperti
(diuresis hidrasi adekuat adanya pernafasan
ostomotic). dibuktikan oleh tanda kusmaul atau pernapasan
vital stabil yang berbau keton.
- Nadi perifer dapat - Kaji nadi perifer,
diraba pengisian kapiler, turgor
- Turgor kulit dan kulit dan membara
pengisian kapiler mukosa.
baik - Pantau masukan dan
- Pengeluaran urine pengeluaran, catat berat
tepat secara individu jenis urine
- Kadar elektrolit
dalam batas normal
2 Ketidakseimbangan Setelah diberikan intervensi - Tentukan program diet
nutrisi : Kurang dalam waktu x24 jam dan pola makan pasien
dari kebutuhan nutrisi kembali seimbang dan bandingkan dengan
tubuh berhubungan sesuai dengan kebutuhan makanan yang dapat
dengan faktor tubuh. dihabiskan pasien
biologis atau - Berikan makanan cair
- klien dapat mencerna
ketidakmampuan yang mengandung zat
jumlah kalori atau
mengabsorpsi makanan (nutrient) dan
nutrin yang tepat
makanan. elektrolit dengan segera
- Berat badan stabil
jika pasien sudah dapat
atau penambahan ke
mentoleransinya melalui
arah rentang biasanya
- Mendemontrasikan oral.
berat badan stabil - Timbang berat badan
atau penambahan setiap hari atau sesuai
kearah rentang dengan indikasi.
biasanya atau yang - Kolaborasi dengan ahli
diinginkan dengan diet.
nilai laboratorium
dengan batas normal.
- Anjurkan klien untuk
makan dalam porsi
sedikit tapi sering.

3 Ketidakefektifan Setelah diberikan intervensi - Kaji pucat, sianosis, kulit


perfusi jaringan dalam waktu x24 jam dingin/ lembab. Catat
perifer perfusi jaringan perifer kekuatan nadi perifer.
berhubungan kembali efektif. - Kaji tanda human (nyeri
dengan penurunan pada betis dengan posisi
- Observasi TTV
sirkulasi darah ke dorsifleksi), eritema,
dalam rentang
perifer. edema.
normal
- Pantau pemasukan dan
- Observasi
catat perubahan haluan
rangsangan pada kaki
urin.
- Observasi gula darah
- Kaji fungsi
dalam rentang
gastrointestinal, catat
normal
anoreksia,
- Ciptakan lingkungan
penurunan/tidak ada
nyaman
bising usus, mual/muntah
- Motivasi klien untuk
distensi abdomen,
menghilangkan stress
konstipasi
Pantau data laboratorium,
contoh : GDA, BUN,

- kreatinin, elektolit.

4 Kerusakan Setelah diberikan intervensi - Kaji jika, adanya


integritas jaringan dalam waktu x24 jam epitelisasi, perubahan
berhubungan diharapkan gangguana warna, edema, dan
dengan gangguan integritas kulit/ jaringan discharge, frekuensi ganti
sirkulasi, deficit dapat berkurang atau balut.
cairan. menunjukkan penyembuhan - Kaji tanda vital (TD,
- Kondisi luka Nadi, suhu, respirasi).
menunjukkan adanya - Kolaborasi pemberian
perbaikan jaringan antibiotik sesuai indikasi
- Kondisi luka tidak
terinfeksi.
2. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari


rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien
secara optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan
pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar
manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan,
penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh,
pencegahan komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh,
pemantapan hubungan klien dengan lingkungan,
implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa
aman, nyaman dan keselamatan klien.
3. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan
terencana mengenai kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan dan dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian
dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari
proses keperawatan.

4. Dokumentasi Keperawatan

Pendokumentasian yang digunakan dalam kasus ini adalah


model dokumentasi POR ( Promblem Oriented Record )
menggunakan SOAPIE (subyek, obyek, analisa, planning,
implementasi, evaluasi ). Dalam setiap diagnosa keperawatan
penulis melakukan tindakan keperawatan kemudian penulis
mendokumentasikan yaitu dalam memberikan tanda tangan
waktu dan tanggal. Jika ada kesalahan dicoret diberi paraf
oleh penulis.
BAB III

TINJAUAN KASUS
A. IDENTITAS KLIEN

Table 3.1 Pengkajian klien


Data Identitas Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3
1. Nama Ny. M Ny. S Ny. l

2. Umur 58 tahun 52 tahun 47 tahun

3. Jenis Kelamin Perempuan Perempuan Perempuan

4. Suku Jawa Jawa Lampung

5. Agama Islam Islam Islam

6. Pendidikan SMA SD SMK

7. Status Perkawinan Menikah Menikah Menikah

8. Alamat
Desa banjar agung Desa banjar agung Desa banjar agung
Kab. Tulang Kab. Tulang Bawang Kab. Tulang
Bawang Bawang

9. Diagnosis Diabetes Melitus


Diabetes Melitus Tipe 2 Diabetes Melitus
Tipe 2 Tipe 2
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
 Status Kesehatan Saat ini :
Riwayat Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3
Penyakit
Keluhan Kaki sering kesemutan Sering merasa lemas Kaki sering kesemutan dan lemas
utama.
Pada saat dilakukan pengkajian Pada saat dilakukan pengkajian Pada saat dilakukan pengkajian
Riwayat tanggal 31-5-2021 pukul 07.30 WIB, tanggal 31-5-2021 pukul 11.30 WIB, tanggal 31-5-2021 pukul 13.00
Penyakit klien mengatakan akhir-akhir ini kaki klien mengatakan akhir-akhir ini WIB, klien mengatakan 2 minggu
sekarang. sering kesemutan, sekitar 2 minggu sering merasa lemas, sekitar 1 akhir-akhir ini kaki sering
yang lalu. Keluhan kesemutan hilang minggu yang lalu. Lemas terlebih kesemutan,.Keluhan kesemutan
timbul dan sering terjadi di malam jika menjelang jam makan. Keluhan hilang timbul dan sering terjadi di
hari. lemas juga disertai sering kesemutan malam hari, dan tubuh sering
yang hilang timbul. merasakan lemas

Pada pemeriksaan fisik dan tanda- Pada pemeriksaan fisik dan tanda-
tanda vital diperoleh keadaan umum tanda vital diperoleh keadaan umum
klien lemah,TD=130/70 mmhg, Nadi : klien lemah, TD=140/90 mmhg, Pada pemeriksaan fisik dan tanda-
86x/menit, Suhu : 36,8º C, Nadi : 78x/menit, Suhu : 36,5ºC, tanda vital diperoleh keadaan
Pernafasan : 20x/menit, BB: 52Kg, Pernafasan : 20x/menit, BB: 55Kg, umum klien lemah,
kesadaran composmentis GCS 15 (E4, kesadaran composmentis GCS 15 TD=120/90mmhg, Nadi :
V5, M6). (E4, V5, M6) 96x/menit, Suhu : 36,5ºC,
Pemeriksaan yang telah dilakukan : Pemeriksaan yang telah dilakukan : Pernafasan : 21x/menit, BB:
GDS= 281 mg/dL. GDS= 273 mg/dL. 55Kg, kesadaran composmentis
GCS 15 (E4, V5, M6)
Pemeriksaan yang telah dilakukan
: GDS= 231 mg/dL.

Status Klien sejak 6 tahun yang lalu telah Klien sejak 4 tahun yang lalu telah Klien sejak 2 tahun yang lalu
kesehatan terdiagnosa penyakit diabetes melitus. terdiagnosa penyakit diabetes telah terdiagnosa penyakit
dahulu Kadar gula darahnya pernah mencapai melitus. Kadar gula darahnya pernah diabetes melitus. Kadar gula
450 mg/dL dan pernah beberapa kali mencapai 400 mg/dL dan pernah darahnya pernah mencapai HI
berobat ke Puskesmas. Hal ini terjadi beberapa kali berobat ke Klinik mg/dL dan pernah beberapa kali
karena klien jarang berolah raga dan swasta. Klien mengaku jarang berobat ke Klinik swasta. Klien
memiliki pola makan yang tidak melakukan olahraga dan mengatakan mengaku jarang melakukan
terkontrol. kurang menjaga pola makannya. olahraga dan mengatakan kurang
menjaga pola makannya.
Riwayat Klien mengatakan pada saat sakit Klien mengatakan pada saat sakit Klien mengatakan pada saat sakit
obat- ringan biasa mengkonsumsi obat ringan biasa mengkonsumsi obat ringan biasa mengkonsumsi obat
obatan warung dan bila belum sembuh ia warung. Jika sakit berat klien baru ke warung. Jika sakit berat klien baru
yang pergi puskesmas atau ke Dokter. klinik. ke klinik.
digunakan Obat yang pernah di konsumsi:
Metformin tabet 2 x 500 mg Obat yang pernah di konsumsi: Obat yang pernah di konsumsi:
Resep dari dokter di Puskesmas. Metformin 2 x 500 mg Metformin 2 x 500 mg
Resep dari dokter di Klinik.

Riwayat Tidak ada Tidak ada Tidak ada


Alergi
Riwayat Klien mengatakan dahulu ayahnya Klien mengatakan Klien mengatakan
keluarga. pernah menderita penyakit yang sama Dikelurga tidak ada yang memiliki Dikelurga ada yang memiliki
hingga meninggal akibat komplikasi penyakit yang sama penyakit yang sama DM yaitu ibu
gagal ginjal.
Genogram

Gambar 3.1 Genogram

Kasus 1
Kasus 2
Kasus 3

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien
X : Meninggal

: Garis Perkawinan

: Garis Keturunan

C. PEMERIKSAAN FISIK
Observasi Klien 1 Klien 2 Kasus 3
Kesadaran Composmentis Composmentis Composmentis
TD TD=130/70 mmhg, TD=140/90 mmhg, TD=120/90 mmhg,
Nadi Nadi : 86x/menit, Nadi : 88x/menit Nadi : 88x/menit
Suhu Suhu : 36,8º C, Suhu : 36,5 º C Suhu : 36,1 º C
Pernafasan Pernafasan : 20x/menit Pernafasan : 20x/menit Pernafasan : 21x/menit
GCS GCS=15 (E=4, V=5, M=6) GCS=15 (E=4, V=5, M=6) GCS=15 (E=4, V=5, M=6)
Mata Posisi mata simetris, kelopak Posisi mata simetris, Posisi mata simetris, kelopak
mata normal, gerakan kelopak kelopak mata normal, mata normal, gerakan kelopak
mata normal , pergerakan bola gerakan kelopak mata mata normal , pergerakan bola
mata normal , konjunktiva normal , pergerakan bola mata normal , konjunktiva
ananemis, kornea normal , mata normal , konjunktiva ananemis,kornea
sklera anikterik, pupil isokor, ananemis, kornea normal , normal,sklera anikterik,pupil
fungsi penglihatan normal jika sklera anikterik, pupil isokor, fungsi penglihatan
menggunakan alat bantu isokor, fungsi penglihatan rabun, dan tidak ada tanda-
kacamata, dan tidak ada normal jika menggunakan tanda radang pada mata atau
tanda-tanda peradangan. alat bantu kacamata, dan kelopak mata.
tidak ada tanda-tanda
radang pada mata atau
kelopak mata.

Telinga Bentuk daun telinga normal, Bentuk daun telinga Bentuk daun telinga normal,
simetris, tidak ada normal, simetris, tidak ada simetris, tidak ada
Serumen yang keluar, tidak Serumen yang keluar, tidak Serumen yang keluar, tidak
ada perasaan penuh pada ada perasaan penuh pada ada perasaan penuh pada
telinga, tidak ada tinitus, telinga, tidak ada tinitus, telinga, tidak ada tinitus,
kebersihan baik, fungsi kebersihan baik, fungsi kebersihan baik, fungsi
pendengaran normal, tidak pendengaran normal, tidak pendengaran normal, tidak
menggunakan alat bantu menggunakan alat bantu menggunakan alat bantu
pendengaran. pendengaran. pendengaran

Hidung Bentuk hidung normal tidak Bentuk hidung normal tidak Bentuk hidung normal tidak
ada jejas ataupun lesi, tidak ada jejas ataupun lesi, tidak ada jejas ataupun lesi, tidak
ada deiasi hidung, tidak ada ada deiasi hidung, tidak ada deiasi hidung, tidak ada
nyeri tekan hidung, dan tidak ada nyeri tekan hidung, dan nyeri tekan hidung, dan tidak
ada pernaasan cuping hidung tidak ada pernaasan cuping ada pernaasan cuping hidung
hidung

Mulut Bentuk bibir simtris, terdapat Bentuk bibir simtris, Bentuk bibir simtris, tidak
karis gigi bagian dalam, lidah terdapat karis gigi bagian terdapat karis gigi bagian
terlihat bersih, gigi palsu - dalam, lidah terlihat kotor, dalam, lidah terlihat bersih,
gigi palsu - gigi palsu -
Leher Tidak ada jejas pada lehr, Tidak ada jejas pada lehr, Tidak ada jejas pada lehr,
tidak ada pembngkakan tidak ada pembngkakan tidak ada pembngkakan
kelenjar tiroid, tidak ada kelenjar tiroid, tidak ada kelenjar tiroid, tidak ada
pembsaran kelenjar getah pembsaran kelenjar getah pembsaran kelenjar getah
bening, jvp - bening, jvp - bening, jvp -

Thorax I= Bentuk dada simetris, I= Bentuk dada simetris, I= Bentuk dada simetris,
frekuensi napas: 20/menit, frekuensi napas: frekuensi napas: 20/menit,
tidak menggunakan otot 20/menit, tidak tidak menggunakan otot
bantu pernapasan, tidak ada menggunakan otot bantu bantu pernapasan, , tidak
sputum. pernapasan, , tidak ada ada sputum.
P= Tidak ada nyeri tekan sputum. P= Tidak ada nyeri tekan
P= Suara sonor di lapang paru P= Tidak ada nyeri tekan P= Suara sonor di lapang paru
A= Bunyi Nafas: vesikuler P= Suara sonor di lapang A= Bunyi Nafas: vesikuler
paru
A= Bunyi Nafas: vesikuler
Sistem Kardiovaskuler I= Bentuk dada Simetris, I= Bentuk dada Simetris, I= Bentuk dada Simetris,
konjungtiva ananemis konjungtiva ananemis konjungtiva ananemis
P= Murmur tidak ada, CRT< P= Murmur tidak ada, P= Murmur tidak ada, CRT< 2
2 detik CRT< 2 detik detik
P= Tidak terdapat nyeri tekan P= Tidak terdapat nyeri P= Tidak terdapat nyeri tekan
A= BJ1 dan BJ2 normal tekan A= BJ1 dan BJ2 normal
A= BJ1 dan BJ2 normal
Sistem Saraf pusat Reflek patella (+), mata Reflek patella (+), mata Reflek patella (+), mata
simetris kiri dan kanan, pupil simetris kiri dan kanan, , simetris kiri dan kanan, , pupil
isokhor, fungsi pengecapan pupil isokhor, fungsi isokhor, fungsi pengecapan
dan pengelihatan cukup baik. pengecapan dan dan pengelihatan cukup baik.
pengelihatan cukup baik.
Abdomen I:. tidak terapat jejas, odem, I: tidak terapat jejas, odem, I: tidak terapat jejas, odem,
warna kulit merata warna kulit merata warna kulit merata
A:Bising usus 12x/menit, A:Bising usus 10x/menit, A:Bising usus 13x/menit,
P: Tidak ada nyeri tekan P: Tidak ada nyeri tekan P: Tidak ada nyeri tekan
P: Timpani di 4 kuadran P: Timpani di 4 kuadran P: Timpani di 4 kuadran

Sistem Urogenitalia Keadaan genitalia bersih, Keadaan genitalia bersih, Keadaan genitalia bersih, tidak
tidak terdapat inkontenensia tidak terdapat inkontenensia terdapat inkontenensia uri,
uri, terdapat poliuri, tidak uri, terdapat poliuri, tidak terdapat poliuri, tidak
terpasang kateter urin, jumlah terpasang kateter urin, terpasang kateter urin, jumlah
urin ±1500 cc/hari, fungsi jumlah urin ±1000 cc/hari, urin ±1300 cc/hari, fungsi
defekasi baik. fungsi defekasi baik. defekasi baik.

Sistem Integumen Keadaan rambut: bersih Keadaan rambut: bersih Keadaan rambut: bersih
Kuku: bersih Kuku: bersih Kuku: bersih
Turgor kulit:anelastis, kering Turgor kulit:anelastis, Turgor kulit:anelastis, kering
Warna kulit: tidak pucat kering Warna kulit: tidak pucat
Keadaan kulit: tidak ada lesi, Warna kulit: tidak pucat Keadaan kulit: tidak ada lesi,
ulkus, gatal-gatal, dsb. Keadaan kulit: tidak ada ulkus, gatal-gatal, dsb.
lesi, ulkus, gatal-gatal, dsb.

Sistem Muskuloskletal Tidak ada fraktur dan Tidak ada fraktur dan Tidak ada fraktur dan
decubitus, kulit kering, akral decubitus, kulit kering, decubitus, kulit kering, akral
hangat, turgor kulit anelastis, akral hangat, turgor kulit hangat, turgor kulit anelastis,
tidak terdapat oedem. Klien anelastis, tidak terdapat tidak terdapat oedem. Klien
mengatakan badan terasa oedem. Klien mengatakan mengatakan badan terasa
lemas dan cepat letih bila badan terasa lemas dan lemas dan sering kesmutan,
melakukan aktifitas yang cepat letih bila melakukan klien mengeluh mudah pusing
biasa berat, tidak terdapat aktifitas yang berat, klien saat melakukan kegiatan
kelainan bentuk tulang, tonus mengeluh mudah pusing olahraga. Tidak terdapat
otot baik, kekuatan otot. saat melakukan kegiatan kelainan bentuk tulang, tonus
5 5 olahraga. Tidak terdapat otot baik, kekuatan otot.
5 5 kelainan bentuk tulang,
tonus otot baik, kekuatan 5 5
otot. 5 5
5 5
5 5

 Pola Kebiasaan Sehari-Hari (saat ini)

Pola Kesehatan Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3


Pola Nutrisi Klien mengatakan sebelum Klien mengatakan makan 3- Klien mengatakan makan 3-4
sakit klien makan 3-4 kali 4 kali sehari pada saat kali sehari pada saat sebelum
sehari dengan nasi, sayur, lauk sebelum sakut dengan sakut dengan komposisi nasi,
pauk. Saat ini klien komposisi nasi, sayur, lauk sayur, lauk pauk.
mengatakan makan tidak pauk. Saat ini klien mengatakan
terkontrol. Klien mengatakan Saat ini klien mengatakan nafsu makan tinggi. Klien
sering merasa lapar. Porsi nafsu makan tinggi. Klien mengatakan lebih sering
makan yang dihabiskan mengatakan lebih sering merasa lapar. Porsi makan
1porsi. BB saat ini: 52Kg, merasa lapar. Porsi makan dihabiskan dan tidak ada mual
TB=162cm. dihabiskan dan tidak ada muntah. BB saat ini: 70 Kg
mual muntah. BB saat ini: TB=159cm.
55 Kg TB=165cm.

Pola Cairan dan elektrolit Klien mengatakan sebelum Klien mengatakan sebelum Klien mengatakan sebelum
sakit klien minum 8-10 gelas sakit minum air putih atau sakit minum air putih atau teh
air putih (2000 cc) perhari. teh sebanyak 8-10 gelas sebanyak 8-10 gelas (2000cc)
Saat ini klien minum seperti (2000cc) perhari. perhari.
biasa yaitu 8-10 gelas air putih Saat iniklien minum gelas Saat iniklien minum gelas air
(± 2000 cc) air putih atau teh seperti putih atau teh seperti sebelum
sebelum sakit yaitu 8-10 (± sakit yaitu 8-10 (± 2000 cc).
2000 cc).

Pola Eliminasi : Klien mengatakan sebelum Klien mengatakan sebelum Klien mengatakan sebelum
Buang Air Kecil (BAK) : sakit frekuensi BAK 3-4 kali sakit klien BAK sebanyak sakit klien BAK sebanyak 3-4
sehari dengan warna urin 3-4 kali sehari, berbau khas kali sehari, berbau khas
kuning dan berbau khas (± dengan warna urin kuning dengan warna urin kuning
1000 cc). Tidak ada keluhan dengan jumlah ± 1000 cc. dengan jumlah ± 1000 cc.
saat BAK. Tidak ada keluhan saat Tidak ada keluhan saat BAK.
BAK. Saat ini klien mengatakan
Saat ini klien mengatakan Saat ini klien mengatakan lebih sering BAK hingga 5-6
lebih sering BAK. Frekuensi lebih sering BAK hingga 5- kali sehari dengan warna urin
BAK 5-6 kali sehari , yaitu 6 kali sehari dengan warna kuning dan berbau khas
sebanyak ± 1500 cc. urin kuning dan berbau khas dengan jumlah ± 1500 cc.
dengan jumlah ± 1500 cc.

Pola Istirahat Tidur Klien mengatakan sebelum Klien mengatakan sebelum Klien mengatakan sebelum
sakit klien tidur siang 2-3 sakit klien biasanya tidur sakit klien tidur siang 2-3
jam/hari dan pada malam 7-8 siang selama 2-3jam/hari jam/hari dan pada malam 7-8
jam. Saat ini klien tidur seperti dan pada malam 7-8 jam . jam. 1 minggu Saat ini klien
biasa 7-8 jam pada siang dan Saat ini klien tidur 4-5 jam tidur 3-5 jam pada malam hari
malam hari tanpa kendala. pada malam hari saja karena terbangun bila kekamar mandi
sering BAK dimalam hari.
Mata klien tampak merah
dan sembab serta sering
menguap akibat kurang
tidur.
Pola Personal Hygine Klien mengatakan sebelum Klien mengatakan sebelum Klien mengatakan sebelum
sakit klien mandi 2x/hari sakit klien mandi 2x/hari, sakit klien mandi 2x/hari
dengan menggosok gigi, menggunakan sabun dan dengan menggosok gigi,
menggunakan sabun dan shampo serta menggosok menggunakan sabun dan
shampo. gigi. shampo.

Saat ini klien mandi seperti Saat ini klien tetap mandi Saat ini klien mandi seperti
biasa. 2x/hari, menggunakan biasa.
sabun dan shampo serta
menggosok gigi.
Pola Aktivitas Klien mengatakan sebelum Klien mengatakan sebelum Klien mengatakan sebelum
sakit klien beraktivitas tanpa sakit klien beraktivitas sakit klien beraktivitas tanpa
ada kendala. Klien tidak tanpa ada kendala. Klien ada kendala. Klien tidak
pernah melakukan olah raga. jarang melakukan olah raga, pernah melakukan olah raga.
terkadang hanya 1 kali
Saat ini klien beraktifitas dalam seminggu. Saat ini klien beraktifitas
seperti biasa. seperti biasa.
Saat ini klien beraktifitas
seperti biasa.
 Aspek Psiko-Sosial-Spiritual
Aspek Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3

Psikologis Orang yang terdekat dengan Orang yang terdekat dengan Orang yang terdekat dengan
pasien adalah anak perempuan pasien adalah suaminya yang pasien adalah anak. Klien
kedua yang tinggal satu tinggal satu rumah. Klien tidak memiliki masalah
rumah. Klien tidak memiliki tidak memiliki masalah psikologis. Klien tidak dapat
masalah psikologis. Klien psikologis. Klen mengerti menyebutkan tanda dan
tidak dapat menyebutkan tanda bahwa diabetes merupakan gejala penyakit dan program
dan gejala penyakit dan penyakit gula darah yang pengobatan. penyakitnya.
program pengobatan. dan klien disebabkan karena Harapan k1ien pada saat ini
bertanya-tanya tentang kekurangan hormon insulin. dan akan datang yaitu klien
penyakitnya. Klien mengatakan sudah mengatakan berharap untuk
Klien mengatakan kondisi saat sering sakit-sakitan karena kesembuhan penyakitnya.
ini sudah semakin tua dimana semakin tua. Klien
ia menyadari bahwa kondisi mengatakan berharap untuk
kesehatan akan menurun. selalu sehat.
Harapan k1ien pada saat ini
dan akan datang yaitu klien
mengatakan berharap untuk
kesembuhan penyakitnya.
Sosial: Sumber keuangan klien adalah Sumber keuangan klien Sumber keuangan klien
dari anak keduanya. Klien adalah dari bekerja sebagai adalah dari suami bekerja
mengatakan waktu luang diisi petani. Klien mengatakan sebagai petani. Klien
dengan membantu pekerjaan waktu luang diisi dengan mengatakan waktu luang
rumah seperti memasak, kumpul dengan tetangga dan diisi dengan kumpul dengan
mengurus cucu. Klien sesekali jalan-jalan keliling tetangga dan sesekali jalan-
mengatakan tidak mengikuti kampung di sore hari. Klien jalan keliling kampung di
organisasi apapun. Klien mengatakan tidak mengikuti sore hari. Klien mengatakan
mengatakan senantiasa organisasi apapun. Klien tidak mengikuti organisasi
berhubungan dengan keluarga mengatakan senantiasa apapun. Klien mengatakan
di rumah. Selain itu, klien berhubungan dengan senantiasa berhubungan
mengatakan sering dikunjungi keluarga di rumah. Klien dengan keluarga di rumah.
tetangga seusianya. mengatakan tetangganya Klien mengatakan
sering datang kerumah. tetangganya sering datang
kerumah.
Spiritual: Klien megatakan teratur Klien megatakan teratur Klien megatakan teratur
melakukan ibadah sesuai melakukan ibadah shalat dan melakukan ibadah shalat dan
dengan keyakinannya. Klien mengaji. Klien mengatakan mengaji. Klien mengatakan
mengatakan selalu berdoa jika selalu berdoa jika selalu berdoa jika
ingin menyelesaikan masalah menghadapi masalah apapun. menghadapi masalah apapun.
yang dihadapi. Selain itu, klien Klien mengatakan selalu Klien mengatakan selalu
mengatakan selalu berusaha berusaha dan berdoa agar berusaha dan berdoa agar
dan berdoa agar selalu sehat. selalu diberi kesehatan dan selalu diberi kesehatan dan
Klien tampak sabar dan umur panjang. Klien tampak umur panjang. Klien tampak
tawakal. sabar dan tawakal sabar dan tawakal
menghadapi penyakitnya ini. menghadapi penyakitnya ini.

D. ANALISA DATA

Table 3.2 Analisa Data


Data Etiologi Masalah
Kasus 1
DS:
- Klien mengatakan akhir-akhir ini kaki sering Konsumsi makanan beresiko Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri
kesemutan, sekitar 2 minggu yang lalu. meningkatkan gula darah
- Keluhan kesemutan hilang timbul dan sering
dan kurang aktivitas fisik
terjadi di malam hari.
- Klien mengatakan makan tidak terkontrol.
- Klien mengatakan tidak pernah melakukan
olah raga.
- Klien mengatakan badan terasa lemas dan
cepat letih bila melakukan aktifitas yang biasa
berat
DO:
- GDS= 281 mg/dL.

DS: Gangguan neurosensori dan Risiko jatuh


- Klien mengatakan mengalami gangguan pengelihatan
peglihatan pada siang dan malam di kedua
matanya dimana pengelihatan remang-remang
- Klien pemah jatuh sekali, pada malam hari di
kamar tidur.
- Klien mengatakan lebih sering BAK.

DO:
- Klien mengalami postural hypertensi
- Klien memakai alat bantu kacamata.
- Visus 1/6

DS: Kurang informasi Defisit pengetahuan


- Klien tidak mengetahui tentang bagaimana
mengatasi penyakitnya

DO:

- Klien tidak dapat menyebutkan tanda dan


gejala penyakit dan program pengobatan
- Klien sering bertanya-tanya tentang
penyakitnya

Data Etiologi Masalah


Kasus 2
DS:
- Klien mengatakan akhir-akhir ini sering Konsumsi makanan beresiko Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri
merasa lemas, sekitar 1 minggu yang lalu. meningkatkan gula darah
- Lemas terlebih jika menjelang jam makan.
dan kurang aktivitas fisik
Keluhan lemas juga disertai sering kesemutan
yang hilang timbul
- Klien mengatakan nafsu makan tinggi.
- Klien mengatakan lebih sering merasa lapar .
- Klien mengatakan jarang melakukan olah
raga.
- Klien mengatakan badan terasa lemas dan
cepat letih bila melakukan aktifitas yang berat
- Klien mengeluh mudah pusing saat melakukan
kegiatan olahraga.

DO:
- GDS= 273 mg/dL.
DS: Deuresis osmotic Risiko kekurangan volume cairan
- Klien mengatakan lebih sering BAK dan
sering haus
- Frekuensi BAK 5-6 kali sehari

DO:
- Mukosa kering
- Turgor anelastis
- Poliuri, polidipsi, polifagi

DS: Poliuri Gangguan pola tidur


- Klien mengatakan saat ini hanya tidur 4-5 jam
pada malam hari saja karena sering BAK
dimalam hari.

DO:
- Mata klien tampak merah dan sembab
- Klien tampak sering menguap
Data Etiologi Masalah

Kasus 3

DS: Konsumsi makanan beresiko Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri


- Klien mengatakan akhir-akhir ini kaki meningkatkan gula darah
sering kesemutan.
dan kurang aktivitas fisik
- Keluhan kesemutan hilang timbul dan sering
terjadi di malam hari.
- Klien mengatakan makan tidak terkontrol.
- Klien mengatakan tidak pernah melakukan
olah raga.
- Klien mengatakan badan terasa lemas dan
cepat letih

DO:
- GDS= 231 mg/dL.
DS Gangguan neurosensori dan Risiko jatuh
- Klien mengatakan mengalami gangguan pengelihatan
peglihatan pada siang dan malam di kedua
matanya dimana pengelihatan remang-remang
- Klien mengatakan pernah terpleset

DO:
- Klien memakai alat bantu kacamata.

DS Poliuri Ganguan pola tidur


- Klien mengatakan 1minggua saat ini hanya
tidur 3-5 jam pada malam hari saja karena
sering BAK dimalam hari.

DO:
- Klien tampak sering menguap
- Mata klien tampak lesu
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN SESUAI DENGAN PRIORITAS

Table 3.3 diagnosa keprawatan


Data Masalah Etiologi
Kasus 1
DS:
- Klien mengatakan akhir-akhir ini kaki sering Ketidakefektifan manajemen Konsumsi makanan beresiko
kesemutan, sekitar 2 minggu yang lalu. kesehatan diri meningkatkan gula darah
- Keluhan kesemutan hilang timbul dan sering
dan kurang aktivitas fisik
terjadi di malam hari.
- Klien mengatakan makan tidak terkontrol.
- Klien mengatakan tidak pernah melakukan olah
raga.
- Klien mengatakan badan terasa lemas dan cepat
letih bila melakukan aktifitas yang biasa berat

DO:
- GDS= 281 mg/dL.
- Saat makan tampak porsi makan berlebih.
Kasus 2
DS: Konsumsi makanan beresiko
- Klien mengatakan akhir-akhir ini sering merasa Ketidakefektifan manajemen meningkatkan gula darah
lemas, sekitar 1 minggu yang lalu. kesehatan diri
dan kurang aktivitas fisik
- Lemas terlebih jika menjelang jam makan.
Keluhan lemas juga disertai sering kesemutan
yang hilang timbul
- Klien mengatakan nafsu makan tinggi.
- Klien mengatakan lebih sering merasa lapar .
- Klien mengatakan jarang melakukan olah raga.
- Klien mengatakan badan terasa lemas dan cepat
letih bila melakukan aktifitas yang berat
- Klien mengeluh mudah pusing saat melakukan
kegiatan olahraga.

DO:
- GDS= 273 mg/dL.
- Saat makan tampak porsi makan berlebih.
Kasus 3
DS: Ketidakefektifan manajemen Konsumsi makanan beresiko
- Klien mengatakan akhir-akhir ini kaki sering kesehatan diri meningkatkan gula darah
kesemutan.
dan kurang aktivitas fisik
- Keluhan kesemutan hilang timbul dan sering
terjadi di malam hari.
- Klien mengatakan makan tidak terkontrol.
- Klien mengatakan tidak pernah melakukan olah
raga.
- Klien mengatakan badan terasa lemas dan cepat
letih

DO:
- GDS= 231 mg/dL.
F. RENCANA KEPERAWATAN
Table 3.4 Rencana Keprawatan

Diagnosis Keperawatan Intervensi Keperawatan Tujuan/NOC

Kasus 1
Ketidakefektifan manajemen kesehatan Setelah dilakukan asuhan - Pantau kadar gula darah
diri b.d konsumsi makanan beresiko keperawatan seama 3x 24 jam - Pantau tanda dan gejala dari
meningkatkan gula darah diharapkan: hiperglikemia: polyuria,
polydipsia, polyphagia,
dan kurang aktivitas fisik. - Melakukan tindakan untuk
kelemahan, letargi, malaise,
mengurangi faktor risiko
kekaburan penglihatan, atau
meningkat
Ditandai dengan: sakit kepala
- Menerapkan program
- Pastikan intake cairan oral
DS: keperawatan meningkat
- Aktivitas hidup sehari-hari - Pantau status cairan (input dan
- Klien mengatakan akhir-akhir ini kaki
efektif memenuhi tujuan output)
sering kesemutan, sekitar 2 minggu yang
kesehatan meningkat - Identifikasi penyebab pasti
lalu.
- Verbalisasi kesulitan dalam hiperglikemia
- Keluhan kesemutan hilang timbul dan
menjalankan program - Antisipasi kondisi ketika
sering terjadi di malam hari.
kesehatan menurun meningkat kebutuhan insulin bertambah
- Klien mengatakan makan tidak
- Guladarah normal - Instruksikan pasien mengenai
terkontrol. - Tidak ada gula urine pencegahan dan manajemen
- Klien mengatakan tidak pernah - Tidak ada keton urine untuk hiperglikemia (teknik
melakukan olah raga. relaksasi otot progresif)
- Klien mengatakan badan terasa lemas - Pertahankan pemantauan kadar
(SLKI, 2019)
dan cepat letih bila melakukan aktifitas gula darah secara mandiri
yang biasa berat - Ulas catatan gula darah
bersama pasien dan keluarga
DO: - Anjurkan pasien dan keluarga
- GDS= 281 mg/dL. tentang manajemen diabetes
- Saat makan tampak porsi makan selama sakit, termasuk
berlebih. penggunaan insulin dan / atau
agen oral, pemantauan asupan
cairan, penggantian
karbohidrat, dan kapan harus
mencari bantuan profesional
kesehatan, yang sesuai
- Fasilitasi ketaatan diet dan
latihan
(SIKI, 2019)

Kasus 2
Ketidakefektifan manajemen kesehatan Setelah dilakukan asuhan - Pantau kadar gula darah
diri b.d konsumsi makanan beresiko keperawatan seama 3x 24 jam - Pantau tanda dan gejala dari
meningkatkan gula darah diharapkan: hiperglikemia: polyuria,
polydipsia, polyphagia,
dan kurang aktivitas fisik. - Melakukan tindakan untuk
kelemahan, letargi, malaise,
mengurangi faktor risiko
Ditandai dengan: kekaburan penglihatan, atau
meningkat
DS: sakit kepala
- Menerapkan program
- Klien mengatakan akhir-akhir ini sering - Pastikan intake cairan oral
keperawatan meningkat
merasa lemas, sekitar 1 minggu yang - Aktivitas hidup sehari-hari - Pantau status cairan (input dan
lalu. efektif memenuhi tujuan output)
- Lemas terlebih jika menjelang jam kesehatan meningkat - Identifikasi penyebab pasti
makan. Keluhan lemas juga disertai - Verbalisasi kesulitan dalam hiperglikemia
sering kesemutan yang hilang timbul menjalankan program - Antisipasi kondisi ketika
- Klien mengatakan nafsu makan tinggi. kesehatan menurun meningkat kebutuhan insulin bertambah
- Klien mengatakan lebih sering merasa - Guladarah normal - Instruksikan pasien mengenai
lapar . - Tidak ada gula urine pencegahan dan manajemen
- Klien mengatakan jarang melakukan - Tidak ada keton urine untuk hiperglikemia (teknik
olah raga. relaksasi otot progresif).
- Klien mengatakan badan terasa lemas - Pertahankan pemantauan kadar
dan cepat letih bila melakukan aktifitas (SLKI, 2019) gula darah secara mandiri
yang berat - Ulas catatan gula darah
- Klien mengeluh mudah pusing saat bersama pasien dan keluarga
melakukan kegiatan olahraga. - Anjurkan pasien dan keluarga
tentang manajemen diabetes
DO: selama sakit, termasuk
- GDS= 273 mg/dL. penggunaan insulin dan / atau
Saat makan tampak porsi makan berlebih. agen oral, pemantauan asupan
cairan, penggantian
karbohidrat, dan kapan harus
mencari bantuan profesional
kesehatan, yang sesuai
- Fasilitasi ketaatan diet dan
latihan

(SIKI, 2019)

Kasus 3

Ketidakefektifan manajemen kesehatan Setelah dilakukan asuhan - Pantau kadar gula darah
diri b.d konsumsi makanan beresiko keperawatan seama 3x 24 jam - Pantau tanda dan gejala dari
meningkatkan gula darah diharapkan: hiperglikemia: polyuria,
polydipsia, polyphagia,
dan kurang aktivitas fisik. - Melakukan tindakan untuk
kelemahan, letargi, malaise,
mengurangi faktor risiko
Ditandai dengan: kekaburan penglihatan, atau
meningkat
DS: sakit kepala
- Menerapkan program
- Klien mengatakan akhir-akhir ini kaki - Pastikan intake cairan oral
keperawatan meningkat
sering kesemutan. - Pantau status cairan (input dan
- Aktivitas hidup sehari-hari
- Keluhan kesemutan hilang timbul dan output)
efektif memenuhi tujuan
sering terjadi di malam hari. - Identifikasi penyebab pasti
kesehatan meningkat
- Klien mengatakan makan tidak - Verbalisasi kesulitan dalam hiperglikemia
terkontrol. menjalankan program - Antisipasi kondisi ketika
- Klien mengatakan tidak pernah kesehatan menurun meningkat kebutuhan insulin bertambah
melakukan olah raga. - Guladarah normal - Instruksikan pasien mengenai
- Klien mengatakan badan terasa lemas - Tidak ada gula urine pencegahan dan manajemen
dan cepat letih - Tidak ada keton urine untuk hiperglikemia (teknik
relaksasi otot progresif).
DO: - Pertahankan pemantauan kadar
(SLKI, 2019)
- GDS= 231 mg/dL. gula darah secara mandiri
- Ulas catatan gula darah
bersama pasien dan keluarga
- Anjurkan pasien dan keluarga
tentang manajemen diabetes
selama sakit, termasuk
penggunaan insulin dan / atau
agen oral, pemantauan asupan
cairan, penggantian
karbohidrat, dan kapan harus
mencari bantuan profesional
kesehatan, yang sesuai
- Fasilitasi ketaatan diet dan
latihan

(SIKI, 2019)
G. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Table 3.5 Implemntasi Keperawatan

Diagnosa 1-06-2021 2-06-2021 3-06-2021


Keperawatan
Kasus 1
Ketidakefektifan Implementasi Implementasi Implementasi
manajemen
kesehatan diri

07.30 Melakukan kontrak dengan 08.00 WIB Melakukan kontrak 08.00 WIB Melakukan kontrak
WIB klien. dengan klien. dengan klien.
R/ klien bersedia menjadi R/ klien kooperatif R/ klien kooperatif
pasien kelolaan 08.30 08.30
WIB Memantau kadar gula WIB Memantau kadar gula
07.45 Melakukan pengkajian dan darah darah
WIB memantau kadar gula darah R/ GDS=268 mg/dL R/ GDS=259 mg/dL
R/ GDS=278 mg/dL 09.00 09.00
WIB Memantau tanda dan WIB Memantau tanda dan
Mengidentifikasi penyebab gejala dari hiperglikemia: gejala dari
08.00 pasti hiperglikemia polyuria, polydipsia, hiperglikemia:
WIB R/ klien mengatakan makan polyphagia, kelemahan, polyuria, polydipsia,
tidak terkontrol dan tidak letargi, malaise, polyphagia,
pernah berolahraga kekaburan penglihatan, kelemahan, letargi,
atau sakit kepala malaise, kekaburan
Memantau tanda dan gejala R/ klien mengatakan penglihatan, atau sakit
dari hiperglikemia: masih lemas dan banyak kepala
polyuria, polydipsia, kencing namun sudah R/ klien mengatakan
polyphagia, kelemahan, mulai mengontrol porsi masih lemas dan
08.15 letargi, malaise, kekaburan makannya banyak kencing
WIB penglihatan, atau sakit namun sudah mulai
kepala Memantau status cairan mengontrol porsi
R/ klien mengatakan masih (input dan output) 09.30 WIB makannya
lemas, banyak makan dan R/ input: 2300 cc/hari
banyak kencing 09.30 WIB R/output: 2300 cc/hari Memantau status
cairan (input dan
Memantau status cairan Memastikan intake cairan 09.45 output)
(input dan output) oral WIB R/ input: 2300 cc/hari
R/ input: 2300 cc/hari R/ intake cairan sesuai R/output: 2300
09.45 dengan output cc/hari
Memastikan intake cairan WIB
oral Menginstruksikan pasien 10.00 WIB Memastikan intake
08.30 R/ intake cairan sesuai mengenai pencegahan dan cairan oral
WIB dengan output manajemen untuk R/ intake cairan
hiperglikemia dengan
10.00 WIB teknik relaksasi otot sesuai dengan output
Mengajarkan manajemen progresif.
09.00 hiperglikemi dengan teknik Menginstruksikan
R/ klien koperatif
WIB relaksasi otot progresif. pasien mengenai
R/ klien kooperatif 10.30 WIB pencegahan dan

Menganjurkan pasien dan manajemen untuk


Menginstruksikan pasien keluarga tentang hiperglikemia dengan
09.30 mengenai pencegahan dan manajemen diabetes teknik relaksasi otot
WIB manajemen untuk 10.30 WIB selama sakit, termasuk progresif.
hiperglikemia dengan penggunaan insulin dan / R/ klien koperatif
teknik relaksasi otot atau agen oral,
progresif. pemantauan asupan
R/ klien kooperatif cairan, penggantian Menganjurkan pasien
karbohidrat, dan kapan dan keluarga tentang
10.00 harus mencari bantuan manajemen diabetes
Mempertahankan
WIB profesional kesehatan, selama sakit,
pemantauan kadar gula
darah secara mandiri yang sesuai termasuk penggunaan
12.00 WIB insulin dan / atau
R/ klien koperatif R/ klien koperatif
agen oral,
pemantauan asupan

Memfasilitasi ketaatan cairan, penggantian


12.00 diet dan latihan. karbohidrat, dan
WIB kapan harus mencari
Mengajarkan pasien untuk R/ klien mulai mengatur
10.30 bantuan profesional
menafsirkan kadar glukosa pola makannya.
WIB kesehatan, yang
darahnya
Klien belum melakukan sesuai
R/ klien koperatif ROP secara mandiri.
R/ klien koperatif

Mengulas catatan gula


10.45 Memfasilitasi
darah bersama pasien dan
WIB ketaatan diet dan
keluarga
latihan.
R/ klien koperatif
R/ klien mulai
mengatur pola
11.00
Menganjurkan pasien dan makannya.
WIB
keluarga tentang Klien mengatakan
manajemen diabetes selama akan melakukan
sakit, termasuk penggunaan olahraga dan latihan
11.30 insulin dan / atau agen oral, ROP mandiri.
WIB pemantauan asupan cairan,
penggantian karbohidrat,
dan kapan harus mencari
bantuan profesional
kesehatan, yang sesuai

R/ klien koperatif

Memfasilitasi ketaatan diet


dan latihan.

R/ klien mulai
merencanakan mengatur
pola makannya.

12.00 Klien mengatakan akan


WIB berolahraga dan melakukan
latihan ROP secara
mandiri.
Kasus 2 1-06-2021 2-06-2021 3-06-2021

11.30 Melakukan kontrak dengan 11.30 WIB Melakukan kontrak 11.30 WIB Melakukan kontrak
WIB klien. dengan klien. dengan klien.
R/ klien bersedia menjadi R/ klien kooperatif R/ klien kooperatif
pasien kelolaan
11.45 WIB Memantau kadar gula 11.45 WIB Memantau kadar gula
11.45 Melakukan pengkajian dan darah darah
WIB memantau kadar gula darah R/ GDS=241 mg/dL R/ GDS=216 mg/dL
R/ GDS=264 mg/dL
12.00 WIB Memantau tanda dan 12.00 WIB Memantau tanda dan
Mengidentifikasi penyebab gejala dari hiperglikemia: gejala dari
12.00 pasti hiperglikemia polyuria, polydipsia, hiperglikemia:
WIB R/ klien mengatakan makan polyphagia, kelemahan, polyuria, polydipsia,
tidak terkontrol dan jarang letargi, malaise, polyphagia,
berolahraga kekaburan penglihatan, kelemahan, letargi,
12.15 WIB atau sakit kepala 12.15 WIB malaise, kekaburan
Memantau tanda dan gejala R/ klien mengatakan penglihatan, atau sakit
dari hiperglikemia: lemas berkurang dan kepala
12.15 polyuria, polydipsia, masih banyak kencing. R/ klien mengatakan
WIB polyphagia, kelemahan, Klien mulai mengontrol lemas berkurang dan
letargi, malaise, kekaburan jumlah porsi makannya. masih banyak
penglihatan, atau sakit kencing. Klien mulai
kepala Memantau status cairan mengontrol jumlah
R/ klien mengatakan masih (input dan output) porsi makannya.
lemas, banyak makan dan R/ input: 2200 cc/hari
banyak kencing R/output: 2200 cc/hari Memantau status
cairan (input dan
Memantau status cairan Memastikan intake cairan output)
(input dan output) 12.30 WIB oral 12.30 WIB R/ input: 2200 cc/hari
R/ input: 2300 cc/hari R/ intake cairan sesuai R/output: 2200
dengan output cc/hari
12.30 Memastikan intake cairan 13.00 Menginstruksikan pasien 13.00
WIB oral WIB mengenai pencegahan dan WIB Memastikan intake
R/ intake cairan sesuai manajemen untuk cairan oral
dengan output hiperglikemia dengan R/ intake cairan
13.00 teknik relaksasi otot sesuai dengan output
WIB Mengajarkan manajemen 13.30 WIB progresif. 13.30 WIB
hiperglikemi dengan teknik R/ klien koperatif Menginstruksikan
relaksasi otot progresif. pasien mengenai
R/ klien kooperatif pencegahan dan
13.30 Menganjurkan pasien dan manajemen untuk
WIB Menginstruksikan pasien keluarga tentang hiperglikemia dengan
mengenai pencegahan dan manajemen diabetes teknik relaksasi otot
manajemen untuk 14.00 selama sakit, termasuk 14.00 progresif.
hiperglikemia dengan WIB penggunaan insulin dan / WIB R/ klien koperatif
teknik relaksasi otot atau agen oral,
progresif. pemantauan asupan
14.00 R/ klien kooperatif cairan, penggantian Menganjurkan pasien
WIB karbohidrat, dan kapan dan keluarga tentang
harus mencari bantuan manajemen diabetes
Mempertahankan
profesional kesehatan, selama sakit,
pemantauan kadar gula
yang sesuai termasuk penggunaan
darah secara mandiri
14.30 WIB 14.30 WIB insulin dan / atau
R/ klien koperatif
R/ klien koperatif agen oral,
pemantauan asupan
cairan, penggantian
Memfasilitasi ketaatan
Mengajarkan pasien untuk karbohidrat, dan
14.30 14.50 diet dan latihan. 14.50
menafsirkan kadar glukosa kapan harus mencari
WIB WIB WIB
darahnya R/ klien mulai mengatur bantuan profesional
pola makannya. kesehatan, yang
R/ klien koperatif
Klien telah melakukan sesuai
Mengulas catatan gula
14.50 latihan ROP mandiri. R/ klien koperatif
darah bersama pasien dan
WIB
keluarga

R/ klien koperatif Memfasilitasi


15.00 15.00
ketaatan diet dan
WIB WIB
latihan.
Menganjurkan pasien dan
R/ klien mulai
keluarga tentang
mengatur pola
manajemen diabetes selama
15.00 makannya.
sakit, termasuk penggunaan
WIB insulin dan / atau agen oral, Klien telah
pemantauan asupan cairan, melakukan latihan
penggantian karbohidrat, ROP secara mandiri.
dan kapan harus mencari
bantuan profesional
kesehatan, yang sesuai

R/ klien koperatif

15.00 15.00
WIB WIB
Memfasilitasi ketaatan diet
dan latihan.

R/ klien mulai mengatur


15.00 pola makannya.
WIB
Klien mengatakan akan
melakukan latihan ROP
secara mandiri.

Kasus 3 1-06-2021 2-06-2021 3-06-2021


16.00 WIB Melakukan kontrak dengan 16.00 WIB Melakukan kontrak 16.00 Melakukan kontrak dengan klien.
klien. dengan klien. WIB R/ klien kooperatif
R/ klien bersedia menjadi R/ klien kooperatif
pasien kelolaan Memantau kadar gula darah
16.15 WIB 16.15 WIB Memantau kadar gula R/ GDS=217 mg/dL
Melakukan pengkajian dan darah 16.15
memantau kadar gula darah R/ GDS=242 mg/dL WIB Memantau tanda dan gejala dari
R/ GDS=245 mg/dL hiperglikemia: polyuria,
16.30 WIB 16.30 WIB Memantau tanda dan polydipsia, polyphagia,
Mengidentifikasi penyebab gejala dari hiperglikemia: kelemahan, letargi, malaise,
pasti hiperglikemia polyuria, polydipsia, 16.30 kekaburan penglihatan, atau sakit
R/ klien mengatakan polyphagia, kelemahan, WIB kepala
makan tidak terkontrol dan letargi, malaise, R/ klien mengatakan lemas
16.35 WIB jarang berolahraga 16.35 WIB kekaburan penglihatan, berkurang dan masih banyak
atau sakit kepala kencing. Klien mulai mengontrol
Memantau tanda dan gejala R/ klien mengatakan jumlah porsi makannya.
dari hiperglikemia: lemas berkurang dan 16.35
polyuria, polydipsia, masih banyak kencing. WIB Memantau status cairan (input
polyphagia, kelemahan, Klien mulai mengontrol dan output)
letargi, malaise, kekaburan jumlah porsi makannya. R/ input: 2200 cc/hari
penglihatan, atau sakit R/output: 2200 cc/hari
kepala Memantau status cairan
R/ klien mengatakan masih (input dan output)
lemas, banyak makan dan R/ input: 2200 cc/hari Memastikan intake cairan oral
banyak kencing R/output: 2200 cc/hari R/ intake cairan sesuai dengan
output
16.35 WIB Memantau status cairan 16.35 WIB Memastikan intake cairan
(input dan output) oral Menginstruksikan pasien
R/ input: 2300 cc/hari R/ intake cairan sesuai mengenai pencegahan dan
16.35WIB 16.35WIB dengan output manajemen untuk hiperglikemia
Memastikan intake cairan Menginstruksikan pasien 16.35 dengan teknik relaksasi otot
oral mengenai pencegahan WIB progresif.
R/ intake cairan sesuai dan manajemen untuk R/ klien koperatif
16.40WIB dengan output 16.40WIB hiperglikemia dengan
teknik relaksasi otot 16.35WIB
Mengajarkan manajemen progresif. Menganjurkan pasien dan
hiperglikemi dengan teknik R/ klien koperatif keluarga tentang manajemen
relaksasi otot progresif. diabetes selama sakit, termasuk
R/ klien kooperatif 16.40WIB penggunaan insulin dan / atau
16.40WIB 16.40WIB Menganjurkan pasien dan agen oral, pemantauan asupan
Menginstruksikan pasien keluarga tentang cairan, penggantian karbohidrat,
mengenai pencegahan dan manajemen diabetes dan kapan harus mencari bantuan
manajemen untuk selama sakit, termasuk profesional kesehatan, yang
hiperglikemia dengan penggunaan insulin dan /
teknik relaksasi otot atau agen oral, sesuai
progresif. pemantauan asupan 16.40WIB
R/ klien koperatif
R/ klien kooperatif cairan, penggantian
karbohidrat, dan kapan
17.00 WIB 17.00 WIB harus mencari bantuan Memfasilitasi ketaatan diet dan
Mempertahankan
profesional kesehatan, latihan.
pemantauan kadar gula
yang sesuai
darah secara mandiri R/ klien mulai mengatur pola
R/ klien koperatif makannya.
17.00WIB R/ klien koperatif 17.00WIB
17.00 Klien telah melakukan latihan
Memfasilitasi ketaatan WIB ROP secara mandiri.
Mengajarkan pasien untuk
diet dan latihan.
menafsirkan kadar glukosa
darahnya R/ klien mulai mengatur
pola makannya.
R/ klien koperatif 17.00WIB
Klien telah melakukan
Mengulas catatan gula
17.10 17.10 latihan ROP mandiri.
darah bersama pasien dan
WIB WIB
keluarga

R/ klien koperatif
17.10
Menganjurkan pasien dan
WIB
keluarga tentang
manajemen diabetes
selama sakit, termasuk
penggunaan insulin dan /
atau agen oral, pemantauan
asupan cairan, penggantian
karbohidrat, dan kapan
17.10 17.10
harus mencari bantuan
WIB WIB
profesional kesehatan,
yang sesuai

R/ klien koperatif

17.10
Memfasilitasi ketaatan diet
WIB
dan latihan.

R/ klien mulai mengatur


pola makannya.

Klien mengatakan akan


melakukan latihan ROP
secara mandiri.

H. CATATAN PERKEMBANGAN (EVALUASI)


Table 3.6 Catatan Perkembangan

Dx HARI 1 HARI 2 HARI 3


Kasus 1 S: S: S:
- Klien mengatakan makan tidak terkontrol - Klien mengatakan masih lemas dan - Klien mengatakan masih lemas dan
dan tidak pernah berolahraga banyak kencing namun sudah mulai banyak kencing namun sudah mulai
- Klien mengatakan masih lemas, banyak mengontrol porsi makannya mengontrol porsi makannya
makan dan banyak kencing - Klien mulai mengatur pola makannya. - Klien dapat mengatur pola
- Klien belum melakukan latihan PMR makannya.
O: secara mandiri. - Klien belum melakukan latihan
- TD= 150/90 mmhg PMR secara mandiri.
- Post GDS =270 mg/dL O:
- Kadar gula darah pada deviasi sedang - TD= 140/80 mmhg O:
(skala 2) - GDS=260 mg/dL - TD= 140/80 mmhg
- Kelaparan yang berlebih pada tingkat - Kadar gula darah pada deviasi sedang - GDS=248 mg/dL
sedang (skala 3) (skala 3) - Kadar gula darah pada deviasi
- Malaise pada tingkat sedang (skala 3) - Kelaparan yang berlebih pada tingkat sedang (skala 3)
- Penurunan glukosa darah pada tingkat sedang (skala 3) - Kelaparan yang berlebih pada
sedang (skala 3) - Malaise pada tingkat sedang (skala 3) tingkat ringan (skala 4)
- Penurunan glukosa darah pada tingkat - Malaise pada tingkat sedang (skala
A: sedang (skala 3) 3)
- Masalah ketidakefektifan manajemen - Penurunan glukosa darah pada
kesehatan diri teratasi sebagian A: tingkat sedang (skala 3)
- Masalah ketidakefektifan manajemen -
P: kesehatan diri teratasi sebagian
Lanjutkan Intervensi: A:
- Lakukan manajemen hiperglikemia - Masalah ketidakefektifan manajemen
dengan teknik relaksasi otot progresif. P: kesehatan diri teratasi sebagian
- Pantau kadar gula darah Lanjutkan Intervensi:
- Pantau tanda dan gejala dari - Lakukan manajemen hiperglikemia P:
hiperglikemia: polyuria, polydipsia, dengan teknik relaksasi otot Lanjutkan Intervensi:
polyphagia, kelemahan, letargi, malaise, progresif. - Laanjutkan scara mandiri
kekaburan penglihatan, atau sakit - Pantau kadar gula darah manajemen hiperglikemia dengan
kepala - Pantau tanda dan gejala dari teknik relaksasi otot progresif.
- Pantau status cairan (input dan output) hiperglikemia: polyuria, polydipsia,
- Pastikan intake cairan oral polyphagia, kelemahan, letargi,
- Anjurkan pasien dan keluarga
- Instruksikan pasien mengenai malaise, kekaburan penglihatan,
tentang manajemen diabetes
pencegahan dan manajemen untuk atau sakit kepala
selama sakit, termasuk
hiperglikemia. - Pantau status cairan (input dan
penggunaan insulin dan / atau agen
- Anjurkan pasien dan keluarga tentang output)
oral, pemantauan asupan cairan,
manajemen diabetes selama sakit, - Pastikan intake cairan oral
penggantian karbohidrat, dan
termasuk penggunaan insulin dan / atau - Instruksikan pasien mengenai
kapan harus mencari bantuan
agen oral, pemantauan asupan cairan, pencegahan dan manajemen untuk
profesional kesehatan, yang sesuai
penggantian karbohidrat, dan kapan hiperglikemia.
harus mencari bantuan profesional - Anjurkan pasien dan keluarga
kesehatan, yang sesuai tentang manajemen diabetes selama
- Fasilitasi ketaatan diet dan latihan. sakit, termasuk penggunaan insulin
dan / atau agen oral, pemantauan
asupan cairan, penggantian
karbohidrat, dan kapan harus
mencari bantuan profesional
kesehatan, yang sesuai
- Fasilitasi ketaatan diet dan latihan.

Kasus 2 S: S: S:
- Klien mengatakan makan tidak terkontrol - Klien mengatakan lemas berkurang - Klien mengatakan lemas
dan jarang berolahraga dan masih banyak kencing. berkurang dan masih banyak
- Klien mengatakan masih lemas, banyak - Klien mulai mengontrol jumlah porsi kencing.
makan dan banyak kencing makannya. - Klien mulai mengontrol
- Klien mulai mengatur pola makannya. - Klien mulai mengatur pola makannya. jumlah porsi makannya.
- Klien mengatakan akan latihan PMR - Klien telah melakukan latihan PMR - Klien dapat mengatur pola
secara mandiri. secara mandiri. makannya.
- Klien telah melakukan latihan
O: O: PMR secara mandiri.
- TD= 130/90 mmhg - TD= 120/80 mmhg
- GDS=251 mg/dL - GDS=230mg/dL o O:
- Kadar gula darah pada deviasi sedang - Kadar gula darah pada deviasi ringan - TD= 120/80 mmhg
(skala 3) (skala 4) - GDS=207 mg/dL
- Kelaparan yang berlebih pada tingkat - Kelaparan yang berlebih pada tingkat - Kadar gula darah pada deviasi
sedang (skala 3) sedang (skala 3) ringan (skala 4)
- Malaise pada tingkat sedang (skala 3) - Malaise pada tingkat ringan (skala 4)
- Kelaparan yang berlebih pada
- Penurunan glukosa darah pada tingkat - Penurunan glukosa darah pada tingkat
tingkat ringan (skala 4)
sedang (skala 3) sedang (skala 3)
- Malaise pada tingkat ringan
(skala 4)
A:
- Penurunan glukosa darah
- Masalah ketidakefektifan manajemen A:
pada tingkat sedang (skala 3)
kesehatan diri teratasi sebagian - Masalah ketidakefektifan manajemen
kesehatan diri teratasi sebagian
(40 P:
A:
(41 Lanjutkan Intervensi: P:
- Masalah ketidakefektifan
- Lakukan manajemen hiperglikemia Lanjutkan Intervensi:
manajemen kesehatan diri
dengan teknik relaksasi otot progresif. - Lakukan manajemen hiperglikemia
teratasi sebagian
- Pantau kadar gula darah dengan teknik relaksasi otot
- Pantau tanda dan gejala dari
hiperglikemia: polyuria, polydipsia, progresif P:
polyphagia, kelemahan, letargi, malaise, - Pantau kadar gula darah Lanjutkan Intervensi:
kekaburan penglihatan, atau sakit - Pantau tanda dan gejala dari - Laanjutkan scara mandiri
kepala hiperglikemia: polyuria, polydipsia, manajemen hiperglikemia
- Pantau status cairan (input dan output) polyphagia, kelemahan, letargi, dengan teknik relaksasi otot
- Pastikan intake cairan oral malaise, kekaburan penglihatan, progresif.
- Instruksikan pasien mengenai atau sakit kepala - manajemen untuk
pencegahan dan manajemen untuk - Pantau status cairan (input dan hiperglikemia.
hiperglikemia. output) - Anjurkan pasien dan keluarga
- Anjurkan pasien dan keluarga tentang - Pastikan intake cairan oral tentang manajemen diabetes
manajemen diabetes selama sakit, - Instruksikan pasien mengenai selama sakit, termasuk
termasuk penggunaan insulin dan / atau pencegahan dan manajemen untuk penggunaan insulin dan / atau
agen oral, pemantauan asupan cairan, hiperglikemia. agen oral, pemantauan asupan
penggantian karbohidrat, dan kapan - Anjurkan pasien dan keluarga cairan, penggantian
harus mencari bantuan profesional tentang manajemen diabetes selama karbohidrat, dan kapan harus
kesehatan, yang sesuai sakit, termasuk penggunaan insulin mencari bantuan profesional
- Fasilitasi ketaatan diet dan latihan. dan / atau agen oral, pemantauan kesehatan, yang sesuai
asupan cairan, penggantian
karbohidrat, dan kapan harus
mencari bantuan profesional
kesehatan, yang sesuai
- Fasilitasi ketaatan diet dan latihan.

Kasus 3 S: S: S:
- Klien mengatakan makan tidak terkontrol - Klien mengatakan lemas berkurang - Klien mengatakan lemas
Klien mengatakan masih lemas, banyak dan masih banyak kencing. berkurang dan masih banyak
kencing, saat malam - Klien mulai mengontrol jumlah porsi kencing.
- Klien mulai mengatur pola makannya. makannya. - Klien mulai mengontrol
- Klien mengatakan akan latihan PMR - Klien mulai mengatur pola makannya. jumlah porsi makannya.
secara mandiri. - Klien telah melakukan latihan PMR - Klien dapat mengatur pola
secara mandiri. makannya dan olahraga.
O: - Klien telah melakukan latihan
- TD= 120/70 mmhg O: PMR secara mandiri.
- GDS=240 mg/dL - TD= 130/80 mmhg
- Kadar gula darah pada deviasi sedang - GDS=238mg/dL o O:
(skala 3) - Kadar gula darah pada deviasi ringan - TD= 120/80 mmhg
- Kelaparan yang berlebih pada tingkat (skala 4)
- GDS=216 mg/dL
sedang (skala 3) - Kelaparan yang berlebih pada tingkat
- Kadar gula darah pada deviasi
- Malaise pada tingkat sedang (skala 3) sedang (skala 3)
ringan (skala 4)
- Peningkatan glukosa darah pada tingkat - Malaise pada tingkat ringan (skala 4)
- Kelaparan yang berlebih pada
sedang (skala 3) - Peningkatan glukosa darah pada
tingkat ringan (skala 4)
tingkat ringan (skala 4)
- Malaise pada tingkat ringan
A: (skala 4)
- Masalah ketidakefektifan manajemen - Peningkatan glukosa darah
kesehatan diri teratasi sebagian A: pada tingkat ringan (skala 4)
- Masalah ketidakefektifan manajemen
P: kesehatan diri teratasi sebagian
Lanjutkan Intervensi: A:
- Lakukan manajemen hiperglikemia P: Masalah ketidakefektifan
dengan teknik relaksasi otot progresif. o Lanjutkan Intervensi: manajemen kesehatan diri teratasi
- Pantau kadar gula darah - Lakukan manajemen sebagian
- Pantau tanda dan gejala dari hiperglikemia dengan teknik
hiperglikemia: polyuria, polydipsia, relaksasi otot progresif P:
polyphagia, kelemahan, letargi, malaise, - Pantau kadar gula darah o Lanjutkan Intervensi:
kekaburan penglihatan, atau sakit - Pantau tanda dan gejala dari
kepala hiperglikemia: polyuria, - Laanjutkan scara mandiri
- Pantau status cairan (input dan output) polydipsia, polyphagia, manajemen hiperglikemia
- Pastikan intake cairan oral kelemahan, letargi, malaise, dengan teknik relaksasi otot
- Instruksikan pasien mengenai kekaburan penglihatan, atau progresif.
pencegahan dan manajemen untuk sakit kepala - Anjurkan pasien dan keluarga
hiperglikemia. - Pantau status cairan (input dan tentang manajemen diabetes
- Anjurkan pasien dan keluarga tentang output) selama sakit, termasuk
manajemen diabetes selama sakit, - Pastikan intake cairan oral penggunaan insulin dan / atau
termasuk penggunaan insulin dan / atau
agen oral, pemantauan asupan cairan, - Instruksikan pasien mengenai agen oral, pemantauan asupan
penggantian karbohidrat, dan kapan pencegahan dan manajemen cairan, penggantian
harus mencari bantuan profesional untuk hiperglikemia. karbohidrat, dan kapan harus
kesehatan, yang sesuai - Anjurkan pasien dan keluarga mencari bantuan profesional
- Fasilitasi ketaatan diet dan latihan. tentang manajemen diabetes selama kesehatan, yang sesuai
sakit, termasuk penggunaan insulin
dan / atau agen oral, pemantauan
asupan cairan, penggantian
karbohidrat, dan kapan harus
mencari bantuan profesional
kesehatan, yang sesuai
- Fasilitasi ketaatan diet dan latihan.
I. Evaluasi Pre-Post
GDS

No Nama Hari 1 Hari 2 Hari 3

pre test post test pre test post pre test post test
test

1 Ny.M 278 270 268 260 259 248


mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl

2 Ny.S 264 251 241 230 216 207


mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl

3 Ny.I 245 240 242 238 217 216


mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl

Setelah dilakukan aplikasi terapi ROP terhadap penurunan kadar gula darah
pada masyarakat yang mengalami diabetes militus yang dilakukan pada tanggal
1-3-06- 2021. Hasil pengukuran GDS menunjukkan hasil sebagai berikut:

Table 3.7 pre-post GDS


J.Pengelolaan Pelayanan Keperawatan Pendukung Penerapan Diagnosa
Keperawatan
Rencana tindak lanjut yang dapat dilakukan untuk masalah Ketidakefektifan
manajemen kesehatan diri pada pasien diabetes militus tipe II yaitu dengan
melakukan terapi relaksasi otot progresif yang dapat dilakukan untuk membantu
mnurunkan kadar gula dalam darah . Sehingga dapat meningkatkan kesehatan
individu.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Gambaran Lokasi Pengambilan Data


1. Sejarah Singkat
Banjar Agung adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Tulang Bawang,
Lampung, Indonesia. Kecamatan Banjar Agung berjarak ±24 km dari kota
Kabupaten, Kecamatan Banjar Agung terletak di Jalur Lintas Timur dari kota
Bandar lampung menuju Palembang, berbatasan dengan Kecamatan Banjar
Margo dan way Kenanga di sebelah utara, Kecamatan Banjar Baru di sebelah
selatan, Kecamatan Lambu Kibang disebelah barat dan disebelah timur
berbatasan dengan Kecamatan Gedung Aji. Kondisi geografis kecamatan ini
terletak pada ketinggian 30 M dari permukaan air laut, dan memiliki kontur
tanah yang terdiri dari tanah datar dan bergelombang dengan rincian 70% datar
sampai berombak dan 30% berombak sampai berbukit, dngan populasi 42,667
Jiwa jiwa, luas 9.772,00 km².
B. Pembahasan
Berdasarkan pembahasan kasus yang dilaporkan dan akan membandingan hasil
tinjauan kasus pada klien yang mengalami diabetes melitus dengan masalah utama
ketidakefektifan manajemen kesehatan diri dan melakukan tindakan keperawatan
berdasarkan tinjauan kepustakaan yang ada. Pengamatan kasus ini merupakan
kenyataan yang terjadi pada klien sedangkan tinjauan kepustakaan merupakan
konsep dasar dari teori asuhan keperawatan pada klien diabetes melitus.
Pembahasan ini menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi lima
tahap yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
1. Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan penulis pada 31-06-2020
terhadap tiga orang klien dengan diagnosis medis dan masalah keperawatan
yang sama yaitu klien atau dengan kasus diabetes melitus dengan masalah
ketidakefektifan manajemen kesehatan diri diperoleh hasil:
Berdasarkan konsep tori Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelainan
pada seseorang yang ditandai naiknya kadar glukosa dalam darah
(hiperglikemia) yang diakibatkan karena kekurangan insulin (Padila, 2012).
Hal ini di tandai Masalah utama yang sama ditemukan pada ketiga klien yaitu
ketidakefektifan manajemen kesehatan diri dimana ketiga klien Klien
mengatakan makan tidak terkontrol dan mengatakan tidak pernah melakukan
olah raga dan Keluhan lemas juga disertai sering kesemutan maka dalam
keluhan utama yan terjadi pada kasus 1,2 dan kasus 3 tidak terdapat
kesenjangan baik pada kedua klien maupun secara teori karena
ketidakefektifan manajemen kesehatan diri pada penderita diabetes melitus
dapat menyebabkan gula dalam darah tidak dapat dibaawa masuk dalam sel
sehingga terjadi hiperglikemi.
Berdasarkan gejala lain yang ditemukan pada kasus 2 dan kasus 3
adalah poliuri atau pengeluaran urine yang berlebih, hal ini telah sesuai
dengan teori dimana hal tersebut disebabkan karena adanya hiperglikemi
mengakibatkan kadar glukosa diambang yang melebihi ambang ginjal
sehingga mengakibatkan glukosuria yang
menyebabkan terjadinya deuresis osmotik dimana pengeluaran urin lebih
banyak. Hal ini sesuai dngan pendapat teori yang mnyatakan tanda dan gejala
diabetes militus antara lain adalah poliuria, dimana hiperglikemia berat
berakibat glukosuria yang menjadi deuresis osmotik yang meningkatkan
pengeluaran urin (poliuria) (Nurarif & Kusuma, 2015).
Berdasarkan pengetahuan tentang penyakit diperoleh data kesenjangan
atau perbedaan antara kasus 1,2 dan kasus 2 dimana pada kasus 1 memiliki
masalah kurangnya pengetahuan tentang penyakit diabetes melitus, sedangkan
pada kasus 2 dan 3 sudah cukup mengerti tentang diabetes melitus. Di dalam
teori disebutkan juga bahwa memang penderita diabetes perlu mengetahui hal-
hal yang berkaitan dengan penyakitnya. Adapun yang terjadi pada kasus 1
dimana memiliki keterbatasan pengetahuan tentang diabetes melitus
sedangkan kasus 2 da 3 tidak, hal tersebut dapat disebabkan karena tingkat
pendidikan kedua klien berbeda dan usia sehingga penyerapan informasi yang
diperoleh pun dapat berbeda Menurut Smelzer & Bare, (2013).Penderita
diabetes harus mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan penyakitnya.
Inforrnasi ini harus diajarkan kepada setiap pasien yang baru didiagnosis
sebagai penderita diabetes. Informasi yang bersifat dasar ini secara harafiah
berarti bahwa pasien harus mengetahui bagaimana bertahan hidup" yaitu
dengan cara menghindari komplikasi hipoglikemia atau hiperglikemia yang
berat setelah pulang dari rumah sakit.
Berdasarkan data kualitas tidur diperoleh kesenjangan atau perbedaan
antara kasus 1, 2 dan kasus 2 dimana pada kasus 2 dan 3 mengalami gangguan
pola tidur akibat poliuri sedangkan pada kasus 1 tidak mengalaminya. Hal ini
karena setiap orang dapat berbeda dalam respon terhadap masalah penyakit,
kemungkinan pada kasus 1 sudah lebih terbiasa dengan kondisinya tersebut
kerena lebih lama mengalami DM dibandingkan kasus 2 dan 3 sehingga
poliuri tidak menggganggu kualitas tidurnya.hal ini ssuai dngan tori Pasien
diabetes mellitus datang kerumah sakit dengan keluhan utama yang berbeda-
beda. Pada umumnya seseorang datang kerumah sakit dengan gejala khas
berupa polifagia, polidipsia dan poliuria. Perawat dapat mencegah atau
potensi masalah (Nurarif & Kusuma, 2015).
2. Diagnosis Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian, penulis melakukan analisis data kemudian
ditegakan diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan data senjang yang
diperoleh terhadap pasien dengan diabetes melitus.Diagnosis utama yang
muncul pada pasien dengan diabetes melitus dalam penelitian ini adalah
ketidakefektifan manajemen kesehatan diri b.d konsumsi makanan beresiko
meningkatkan gula darah dan kurang aktivitas fisik. Perawat mendiagnosis
masalah kesehatan, menyatakan risiko, dan kesiapan untuk promosi kesehatan.
Diagnosis berfokus masalah tidak boleh dipandang lebih penting daripada
diagnosis risiko. Kadang-kadang diagnosis risiko dapat menjadi diagnosis
dengan prioritas tertinggi bagi pasien.
Pada ketiga kasus didapatkan diagnosa keperawatan yang sama yaitu
manajemen kesehatan diri b.d konsumsi makanan beresiko meningkatkan gula
darah dan kurang aktivitas fisik. Penegakan diagnosis utama ini sesuai dengan
hasil pengkajian yang didapatkan pada kasus 1, 2 maupun 3 maupun teori yang
ada, dimana ditandai dengan keluhan yang hampir sama antara kedua klien
antara lain; klien mengatakan sering merasa kesemutan, makan tidak terkontrol,
tidak pernah atau jarang melakukan olah raga, badan terasa lemas, nilai GDS
diatas nilai normal, serta makan dalam porsi berlebih.
Hal ini sesuai dengan teori Smeltzer dan Bare (2012), bahwa pada penderita
diabetes diarahkan untuk mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap
harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui
cara-cara yang aman dan praktis. Menurut Nurarif & Kusuma (2015), langkah-
langkah yang harus dilakukan antara lain mengurangi konsumsi makanan yang
banyak mengandung gula dan karbohidrat dan melakukan olahraga secara rutin
dan pertahankan berat badan yang ideal.

3. Intervensi / Perencanaan
Pada intervensi keperawatan dalam penelitian ini lebih diutamakan
penyelesaian masalah pada diagnosis utama yaitu manajemen kesehatan diri b.d
konsumsi makanan beresiko meningkatkan gula darah dan kurang aktivitas
fisik. Berdasarkan teori PPNI (2019), intervensi yang dilakukan antara lain:
a. Pantau kadar gula darah.
b. Pantau tanda dan gejala dari hiperglikemia: polyuria, polydipsia, polyphagia,
kelemahan, letargi, malaise, kekaburan penglihatan, atau sakit kepala.
c. Pantau keton dalam urine.
d. Pantau tekanan darah ortostatik dan nadi
e. Kelola insulin (seperti ketentuan)
f. Pastikan intake cairan oral
g. Pantau status cairan (input dan output)
h. Pertahankan akses IV.
i. Identifikasi penyebab pasti hiperglikemia.
j. Antisipasi kondisi ketika kebutuhan insulin bertambah.
k. Kurangi latihan ketika kadar gula darah melebihi 250 mg/dL atau terdapat
keton dalam urine.
l. Instruksikan pasien mengenai pencegahan dan manajemen untuk
hiperglikemia seperti pemberian terapi komplementer seperti teknik relaksasi
otot progresif.
m. Pertahankan pemantauan kadar gula darah secara mandiri.
n. Ajarkan pasien untuk menafsirkan kadar glukosa darahnya.
o. Ulas catatan gula darah bersama pasien dan keluarga.
p. Instruksikan untuk melakukan test keton dalam urine.
q. Anjurkan pasien dan keluarga tentang manajemen diabetes selama sakit,
termasuk penggunaan insulin dan / atau agen oral, pemantauan asupan
cairan, penggantian karbohidrat, dan kapan harus mencari bantuan
profesional kesehatan, yang sesuai.
r. Fasilitasi ketaatan diet dan latihan.
Pada penelitian ini, intervensi yang dilakukan terhadap masalah keperawatan
pada kasus 1,2 dan 3 relatif hampir sama dan telah disesuaikan dengan teori
yang ada, karena pada klien 1,2 dan 3 memiliki masalah yang sama yaitu
ketidakefektifan manajemen kesehatan diri. Penatalaksanaan dalam upaya
menangani masalah keperawatan pada kasus 1, 2 dan 3 difokuskan terhadap
tindakan mandiri keperawatan yaitu instruksikan pasien mengenai pencegahan
dan manajemen untuk hiperglikemia seperti pemberian terapi komplementer
seperti teknik relaksasi otot progresif.
Hal ini sesuai dengan teori Bulecheck, dkk. (2016), bahwa teknik relaksasi otot
progresif adalah penggunaan teknik-teknik untuk mendorong dan memperoleh
relaksasi demi tujuan mengurangi gejala-gejala yang tidak diinginkan. Teknik
ini dilakukan dengan memfasilitasi peregangan dan pelepasan kelompok otot
yang akan menghasilkan perbedaan sensasi.

4. Implementasi / Tindakan
Tahapan selanjutnya setelah peneliti membuat intervensi keperawatan adalah
melakukan implementasi/ tindakan keperawatan terhadap klien. Pada penelitian
ini, tindakan keperawatan telah dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang
telah dibuat berdasarkan diagnosis keperawatan utama yaitu manajemen
kesehatan diri b.d konsumsi makanan beresiko meningkatkan gula darah dan
kurang aktivitas fisik dan berfokus pada pelaksanaan tindakan keperawatan
mandiri yaitu pemberian terapi komplementer seperti teknik relaksasi otot
progresif.
Progressive Muscle Relaxtation (PMR) diberikan pada klien selama 2 kali
sehari yang dilakukan pada pagi dan sore hari selama ± 15 menit. Peneliti
mengajarkan teknik tersebut pada pagi hari hingga klien memahami secara baik
dan pada sore hari klien melakukan PMR secara mandiri.
Menurut peneliti, implementasi yang telah dilakukan dalam waktu 3x24 jam
tidak ada perbedaan pada kedua klien. Hal ini dikarenakan peneliti bertujuan
untuk membandingkan efektifitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada
kedua klien kasus 1, 2 dan kasus 3 yang di fokuskan pada penatalaksanaan
keperawatan komperhensif dengan teknik relaksasi otot progresif dan juga
karena kedua kasus memang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan
diagnosis utama yang sama sehingga penatalaksanaan yang dilakukan juga
sama. Implementasi yang diberikan pada asuhan keperawatan ini difokuskan
pada implementasi keperawatan secara mandiri yaitu dengan PMR, dimana
PMR sebagai salah satu penatalaksanaan dalam mengurangi risiko
ketidakstabilan kadar glukosa darah.
5. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan selama 3x24 jam dengan evaluasi
kemudian akan disesuaikan dengan kriteria hasil NOC. Tujuan dikatakan
tercapai jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah
ditentukan. Tujuan tercapai sebagian jika klien menunjukkan perubahan pada
sebagian kriteria yang telah ditetapkan. Tujuan tidak tercapai jika klien hanya
menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat
timbul masalah baru. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh PPNI (2019),
kriteria hasil untuk masalah manajemen kesehatan diri meliputi:
a. Melakukan tindakan untuk mengurangi faktor risiko meningkat
b. Menerapkan program keperawatan meningkat
c. Aktivitas hidup sehari-hari efektif memenuhi tujuan kesehatan meningkat
d. Verbalisasi kesulitan dalam menjalankan program kesehatan menurun
meningkat
e. Gula darah normal
f. Tidak ada gula urine
g. Tidak ada keton urine
Berdasarkan hasil evaluasi kadar glukosa dari hari pertama hingga hari ke-tiga
adalah sebagai berikut:

GDS

No Nama Hari 1 Hari 2 Hari 3

pre test post pre test post pre test post


test test test

1 Ny.M 278 270 268 260 259 248


mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl

2 Ny.S 264 251 241 230 216 207


mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl

3 Ny.I 245 240 242 238 217 216


mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl

Hasil evaluasi selama 3 hari terhadap masing-masing klien kasus 1, 2 dan kasus
3, dengan memberikan tindakan keperawatan teknik relaksasi otot progresif.
Berdasarkan hasil evaluasi tindakan keperawatan kepada kedua klien diketahui
bahwa tindakan teknik relaksasi otot progresif terbukti dapat menurunkan kadar
glukosa darah pada kedua klien dengan cara penggunaan glukosa yang lebih
maksimal pada saat melakukan gerakan, dan juga respon relaksasi yang
mencegah diproduksinya hormon stres (kortisol) sehingga menghambat proses
pembentukan glukosa baru dari hati dan meningkatkan pemakaian glukosa oleh
sel, dengan demikian kadar glukosa dapat menurun.
Hal ini sesuai dengan jurnal penelitian yang dilakukan oleh Putri (2017),
tentang relaksasi otot progresif terhadap penurunan kadar gula darah pada
pasien diabetes mellitus tipe 2, memperlihatkan bahwa terdapat penurunan
kadar glukosa darah setelah diberi intervensi relaksasi otot progresif. Hasil
rata-rata kadar gula darah pada pasien DM sebelum intervensi relaksasi otot
progresif adalah 234,47 mg/dl dengan standar deviasi 9,84 mg/dl. Setelah
intervensi relaksasi otot progresif diperoleh rata-rata kadar gula darah sebesar
155,73 mg/dl dengan standar deviasi 3,619 mg/dl.
Selain itu, sesuai dengan kriteria hasil yang ditetapkan, baik pada kasus 1
menunjukan tujuan tercapai sebagian karena klien menunjukkan perubahan
pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan. Dimana pada klien 1 diperoleh
data subjetif klien mengatakan lemas dan banyak kencing berkurang dan sudah
dapat mengontrol porsi makannya. Klien dapat mengatur pola makannya dan
klien melakukan teknik relaksasi otot progresif saat pagi hari namun mulai
melakukan teknik relaksasi otot progresif secara mandiri di sore hari pada hari
ke 3. Kemudian data objektif diperoleh GDS=248 mg/dL. Kadar gula darah
pada deviasi ringan (skala 4), kelaparan yang berlebih pada tingkat tidak ada
(skala 5), malaise pada tingkat ringan (skala 4), dan peningkatan glukosa darah
pada tingkat ringan (skala 4).
Sedangkan pada kasus 2 menunjukan tujuan tercapai karena klien menunjukkan
perubahan pada seluruh kriteria yang telah ditetapkan. Pada klien 2 diperoleh
data subjetif klien mengatakan tidak lagi lemas, banyak makan dan banyak
kencing sudah jauh berkurang. Klien dapat mengatur pola makannya. Klien
telah melakukan teknik relaksasi otot progresif pagi dengan didampingi perawat
dan sore hari secara mandiri. Kemudian data objektif diperoleh GDS=207
mg/dL, kadar gula darah pada tidak ada deviasi (skala 5), kelaparan yang
berlebih pada tingkat tidak ada (skala 5), malaise pada tingkat tidak ada(skala
5) dan peningkatan glukosa darah pada tingkat tidak ada (skala 5).
Seangkan pada kasus 3 menunjukan tujuan tercapai sebagian karena klien
menunjukkan perubahan kriteria yang telah ditetapkan. Klien mengatakan
lemas berkurang dan masih banyak kencing, mulai mengontrol jumlah porsi
makannya, dan dapat mengatur pola makannya dan olahraga, serta melakukan
latihan PMR secara mandiri GDS=216 mg/dL Kadar gula darah pada deviasi
ringan (skala 4), kelaparan yang berlebih pada tingkat tidak ada (skala 5),
malaise pada tingkat ringan (skala 4), dan peningkatan glukosa darah pada
tingkat ringan (skala 4).

Menurut peneliti, pada hasil evaluasi kasus 1 menunjukan tujuan sebagian


tercapai sedangkan kasus 2 dan 3 menunjukan tujuan tercapai, perbedaan
tersebut dapat disebabkan karena pada saat implementasi klien 1 walaupun
sudah baik dalam menerapkan pola makan namun teknik relaksasi otot
progresif tidak dilakukan secara maksimal dan baru melakukan olahraga pada
hari ke 3, sedangkan pada klien 2dan 3 pola makan sudah baik dan dalam
menerapkan teknik relaksasi otot progresif rutin dilakukan secara mandiri sejak
hari pertama.
Menurut Sherwood (2014), relaksasi diketahui dapat membantu menurunkan
kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus karena dapat menekan
pengeluaran hormon-hormon yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah,
yaitu epinefrin, kortisol, glukagon, adrenocorticotropic hormone (ACTH),
kortikosteroid, dan tiroid. Sistem simpatis akan mendominasi pada keadaan
seseorang yang rileks dan tenang, dominasi dari sistem saraf simpatis akan
merangsang hipotalamus untuk menurunkan sekresi Corticotropin-Releasing
Hormon (CRH). Penurunan CRH juga akan mempengaruhi adenohipofisis
untuk mengurangi sekresi hormon Adenokortikotropik (ACTH), yang
melepaskan hormon kortisol. Penurunan hormon kortisol akan menghambat
proses glukoneogenesis dan meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel. Selain
itu, menurut Smeltzer dan Bare (2012), latihan yang menyebabkan kontraksi
dan relaksasi otot akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot. Sirkulasi darah dan tonus otot diperbaiki
dengan latihan. Semua efek ini sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat
menurunkan kadar glukosa dan mengurangi faktor risiko kardiovaskuler

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pada pengkajian penulis melakukan metode pengumpulan data, wawancara,

observasi, pemeriksaan fisik. Pada klien 1,2 dan klien 3 ditemukan masalah

keperawatan yang sama yaitu ketidakefektifan manajemen kesehatan diri.

2. Pada diagnosa keperawatan klien 1, 2 dan 3 ditegakan diagnosis utama yang

sama yaitu ketidakefektifan manajemen kesehatan diri b.d konsumsi makanan

beresiko meningkatkan gula darah dan kurang aktivitas fisik. Kemudian

diagnosis yang berbeda pada klien 1,2 dan 3 dikarenakan masalah yang
ditemukan berbeda, yaitu pada klien 1 ditemukan diagnosis keperawatan

risiko jatuh b.d gangguan neurosensori dan pengelihatan dan defisit

pengetahuan b.d informasi yang minim, sedangkan pada klien 2 ditemukan

diagnosis risiko defisit volume cairan b.d deuresis osmotik dan gangguan pola

tidur b.d poliuri. sedangkan pada klien 3 ditemukan diagnosis risiko jatuh b.d

gangguan neurosensori dan pengelihatan dan gangguan pola tidur b.d poliuri

3. Intervensi disusun sesuai dengan intervensi yang telah dibuat dilandasan teori

pada pasien selama 3x24 jam. Intervensi yang dilakukan terhadap masalah

keperawatan pada klien 1,2 dan 3 relatif hampir sama dan telah disesuaikan

dengan teori yang ada.

4. Implementasi ini dilakukan dalam waktu 3x24 jam, dengan memfokuskan ke

penatalaksanaan keperawatan secara mandiri yaitu dengan teknik relaksasi

otot progresif. Tidak ada perbedaan pada kedua klien karena keduanya

memang memiliki karakteristik yang hampir sama.

5. Evaluasi diskala dari tujuan dan kriteria hasil yang diterapkan. Hasil evaluasi

terhadap penatalaksanaan keperawatan secara mandiri yaitu dengan teknik

relaksasi otot progresif dinilai dapat 100


menurunkan kadar glukosa darah pada

kedua kasus. Sedangkan jika evaluasi asuhan keperawatan secara keseluruhan

sesuai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan, pada kasus 1 menunjukan

tujuan tercapai sebagian karena klien menunjukkan perubahan pada sebagian

kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan pada kasus 2 dan 3 menunjukan


tujuan tercapai karena klien menunjukkan perubahan pada seluruh kriteria

yang telah ditetapkan.

B. Saran

1. Klien.

Klien dapat melakukan manajemen diabetes yang tepat yaitu melakukan pola

makan yang baik dan juga rutin dalam melakukan teknik relaksasi otot

progresif agar kadar glukosa darah terkontrol.

2. Perawat

Pada penelitian ini perawat dapat melakukan asuhan keperawatan sesuai

dengan SOP yang berlaku sesuai dengan kondisi klien. Selain itu, perawat

dapat melakukan peyuluhan kesehatan terhadap keluarga dan klien yang

mengalami diabetes terutama tentang teknik relaksasi otot progresif.

3. Peneliti selanjutnya.

Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian pada pasien diabetes melitus

dengan masalah keperawatan yang berbeda serta melakukan penelitian dengan

jenis kelamin dan usia yang berbeda dengan jumlah sampel yang lebih banyak

dengan waktu yang lebih lama.


DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., et.al. 2016. Nursing Interventions Classification Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta: Macomedia.

Kemenkes RI. 2018. Infodatin Diabetes. Jakarta: Pusdatin Kemenkes RI.

Kemenkes RI. 2018. Profil Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2018. Jakarta: Pusat
Data dan Informasi Kemenkes RI.

Kemenkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta: Kemenkes RI.

Mashudi. 2012. Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kadar Glukosa


Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah
Raden Mattaher Jambi. Jurnal. Tidak diterbitkan. Dalam
http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/JHS/article/view/916

Moorhead, Sue. et.al. 2016. Nursing Outcome Classification Edisi Bahasa Indonesia.
Jakarta: Macomedia.

Nurarif A.H & Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Padila. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Potter & Perry. 2012. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik. 4th ed. EGC: Jakarta.

PPNI. 2019. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Putri. 2017. Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada
Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal. Tidak diterbitkan. Dalam
https://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/IJNHS/article/view/2312/0.
Rusmana. 2019. Standar Prosedur Operasional Pemeriksaan Gula Darah. Dalam
https://www.academia.edu/38052964/STANDAR_PROSEDUR_OPERASIONAL
_PEMERIKSAAN_GULA_DARAH
Siswanti. 2019. Pengaruh Progresive Muscle Relaxation (PMR) Terhadap
Perubahan Kadar Glukosa Darah (KGD) Pada Pasien Deabetes Melitus (DM).
Jurnal. Tidak diterbitkan. Dalam
https://ejr.stikesmuhkudus.ac.id/index.php/jikk/article/download/640/393.

Smeltzer & Bare. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Tanto, Crist, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta Media Aesculapius.

Veratamala, Arinda. 2019. Macam-Macam Tes Gula Darah yang Mungkin Perlu
Anda Lakukan. Dalam https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/diabetes-kencing-
manis/macam-macam-tes-gula-darah/, diakses

Anda mungkin juga menyukai