Anda di halaman 1dari 51

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya kesehatan ditujukan untuk peningkatan kualitas pelayanan,

pemerataan dan jangkauan pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan

masyarakat perlu terus ditingkatkan untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat yang optimal karena terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak

semua pihak. Konsumen akan memutuskan menggunakan atau memanfaatkan

saranan pelayanan kesehatan berdasarkan perilaku faktor-faktor yang

memengaruhinya. Proses pengunaan atau pemanfaatan sarana kesehatan oleh

masyarakat atau konsumen menurut Anderson dalam Notoadmodjo (2015)

dipengaruhi oleh (1) Karakteristik predisposisi seperti jenis kelamin, umur,

tingkat pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, kesukuan, dan keyakinan (2)

Karakteristik pendukung seperti pendapatan, dukungan keluarga dan jarak, (3)

Karakteristik kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk

menggunakan pelayanan kesehatan. (Notoadmodjo, 2015)

Tingkat pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan di Puskesmas oleh

pasien menunjukkan seberapa baik kualitas pelayanan kesehatan yang

diberikan oleh petugas pelayanan kesehatan di Puskesmas sekaligus

menunjukkan tingkat kepercayaan pasien terhadap penyelenggaraan pelayanan

kesehatan di Puskesmas. Secara umum pengukuran tingkat pemanfaatan

fasilitas pelayanan kesehatan ditunjukkan dengan jumlah kunjungan pasien ke

1
fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. (Saragih, 2009). Penelitian Noviana,

Balqis dan Aisyah tentang faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan

pelayanan kesehatan di RSUD Lakipadada Kabupaten Tana Toraja yaitu faktor

yang berhubungan (p < 0,05) dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di

RSUD Lakipadada adalah dukungan keluarga sedangkan faktor yang tidak

berhubungan (p > 0,05) adalah umur, pekerjaan dan pendapatan. (Noviana,

2014)

Penelitian yang dilakukan oleh Mujahidah, Darmawansyah dan Yusran

tentang Faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumen dalam

pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Marusu Kab. Maros tahun

2013 menunjukkan bahwa perilaku konsumen terkait keluarga tidak ada

hubungan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan nilai ρ = 0,360,

sedangkan terkait motivasi dengan nilai ρ = 0,015, persepsi dengan nilai ρ =

0,042, dan sikap dengan nilai ρ = 0,049 ada hubungan dalam pemanfaatan

pelayanan kesehatan. (Mujahidah, 2013).Penelitian yang dilakukan oleh Nanik

tentang faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan Puskesmas Sumber

Rejo Kota Balikpapan 2012 mengatakan tedapat hubungan antara ketersediaan

tenanga kesehatan (p = 0,020dengan estimasi resiko 2,875), dan persepsi sakit

(p=0,008 denagn setimasi resiko3,308) dalam pemanfaatan pelayanan

kesehatan. (Wahyuni, 2012)

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Karena dari pengalaman

dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih

langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.sedangkan

2
Keluarga merupakan lingkungan terdekat seseorang, dimana sebagian besar pasien

tinggal dan berinteraksi dengan anggota-anggota keluarga lainnya yang dapat

memberi pengaruh, mendorong atau menghalangi pemanfaatan pelayanan

kesehatan. (Priyoto, 2014)

Asuransi kesehatan merupakan alat yang dapat membantu

masyarakatagar tetap dapat memelihara kesehatan tanpa harus tebebani dengan

masalah ekonomi atau keuangan sehingga kebutuhan masayarakat akan

pelayanan kesehatan dapat terpenuhi. (Priyoto, 2014). Akan tetapi persepsi

sakit juga berpengaruh dalam hal ini, dimana sesorang mengatahui persepsi

sakit dengan benar ia akan selalu memanfaatkan pelayanan kesehatan tanpa

harus mmenunggu sakitnya parah/ segera melakukan pencarian pelayanan

kesehatan. (Wahyuni 2012)

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015, Sejak tahun 2011

jumlah Puskesmas semakin meningkat, yaitu sebanyak 9.321 unit menjadi

9.754 unit pada tahun 2015. Namun demikian, peningkatan jumlah Puskesmas

tidak secara langsung menggambarkan pemenuhan kebutuhan pelayanan

kesehatan dasar di suatu wilayah. Pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan

dasar dapat dilihat secara umum oleh indikator rasio Puskesmas terhadap

30.000 penduduk. Rasio Puskesmas terhadap 30.000 penduduk cenderung

meningkat pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, namun menurun pada

tahun 2014 sebesar 1,16% dan tahun 2015 sebesar 1,15%. Provinsi dengan

rasio Puskesmas tertinggi yaitu Papua Barat sebesar 5,20 per 30.000 penduduk,

sedangkan Banten memiliki rasio terendah sebesar 0,58 per 30.000 penduduk.

Rasio Puskesmas per 30.000 penduduk belum sepenuhnya menggambarkan

3
kondisi yang sebenarnya mengenai aksesibilitas masyarakat terhadap

pelayanan kesehatan dasar (Profil Kesehatan Indonesia 2015).

Menurut data kesehatan propinsi Jawa Barat tahun 2015 Sarana

kesehatan yang terdapat di propinsi Jawa Barat Rumah Sakit Umum sebanyak

202 buah, Rumah sakit khusus sebanyak 66, Puskesmas perawatan sebanyak

176, Puskesmas non perawatan sebanyak 874. (Profil Kesehatan Jawa Barat

2015). Kabupaten Karawang sendiri memilki 17 Rumah Sakit dan 50

Puskesmas dengan. Jumlah kunjungan pasien rawat jalan ke 50 Puskesmas

yang ada di Kabupaten Karawang Jawa Barat mencapai 1.167.806 orang.

Jumlah pasien itu cukup tinggi jika dibandingkan dengan jumlah penduduk

Karawang yang mencapai sekitar 2,2 juta. Dengan demikian, hampir separuh

masyarakat Karawang selama tahun 2016 menjadi pasien rawat jalan Puskesma

didaerahnya. Untuk kunjungan rawat jalan tertinggi terjadi di enam Puskesmas,

seperti di Puskesmas Cikampek, Puskesmas Karawang Kota, Puskesmas

Tunggakjati, Puskesmas Gempol, Puskesmas Rawamerta, serta Puskesmas

Jayakerta. Kunjungan pasien rawat jalan di enam Puskesmas itu cakupannya

lebih 100 persen dari jumlah penduduk di daerah tersebut. Kondisi itu terjadi

karena banyak warga yang berasal luar daerah itu menjalani rawat jalan di

enam Puskesmas tersebut. (Profil Kesehatan kabupaten Karawang 2016).

Puskesmas Cikampek adalah Puskesmas Induk di wilayah Kecamatan

Cikampek Kabupaten Karawang. Jumlah penduduk Kecamatan Cikampek

berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik Kabupaten Karawang tahun 2015

adalah sebanyak 109.353 jiwa, yang terdiri dari 56.097 penduduk laki-laki dan

53.256 penduduk perempuan serta meliputi 22.907 Kepala Keluarga. Dengan

4
jumlah penduduk sebanyak 109.353 jiwa, kebutuhan dan tuntutan masyarakat

terhadap pelayanan pemerintahan secara umum sangat kompleks dan

memerlukan penanganan yang lebih serius serta tuntutan profesional dari para

pelaksana pemerintahan terutama di bidang kesehatan. Melihat data jumlah

kunjungan pasien di Puskesmas Cikampek dari tahun 2014 sebanyak 66.790,

tahun 2015 sebanyak 60.740 yang mengalami penurunan pada tahun 2016

sebanyak 55.338. (Profil Puskesmas Cikampek 2015).

Hal ini mengindikasikan dikarenakan dua faktor yaitu, baik faktor

internal maupun faktor eksternal. Salah satu dari faktor internal adalah

disebabkan pelayanan kesehatan belum seperti yang diharapkan oleh pengguna

jasa pelayanan kesehatan yang menyebabkan terjadinya penurunan jumlah

pasien. Dari faktor eksternal disebabkan jumlah kunjungan pasien yang sakit

pada waktu tertentu di wilayah kerja Puskesmas Cikampek meningkat.

(Notoatmojo, 2015). Empat dari 10 Desa di Kecamatan Cikampek mengalami

permasalahan bayi kurang gizi. Rendahnya tingkat perekonomian dan antusias

masyarakat terhadap program posyandu merupakan penyebab lemahnya

pemberian gizi pada anak. (Puskesmas Cikampek 2015).

Pasien sebagai konsumen dalam pelayanan kesehatan memiliki perilaku

yang dapat diasumsikan seperti konsumen dalam bidang jasa lainnya sehingga

studi perilaku konsumen dalam hal ini perlu dilakukan untuk menunjang

tercapainya pelayanan kesehatan yang berkualitas. Perilaku konsumen

pelayanan kesehatan dapat dilihat pada tindakan pembelian produk atau jasa

(rawat inap dan rawat jalan) yang dilandasi dengan keinginan dan/atau harapan

untuk produk atau jasa pelayanan kesehatan. (Safitri,2011). Keberhasilan suatu

5
Puskesmas berdasar pada azas kepercayaan yang merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi pasien terhadap pelayanan jasa kesehatan dari besarnya

tingkat kunjungan pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan dari dimensi waktu ,

yaitu harian, mingguan, bulanan dan tahunan serta mengacu pada berbagai

aspek kualitas yaitu aspek klinis atau penampilan profesi, aspek efektif dan

efisien, aspek keselamatan pasien dan aspek kepuasan pasien. Berdasarkan

latar belakang dan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang “Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Konsumen Dalam

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Cikampek Kabupaten

Karawang Tahun 2017”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka

rumusan masalah yang diangkat oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Apa saja faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumen dalam

pemanfaatan pelayanan kesehatan Di Puskesmas Cikampek Kabupaten

Karawang Tahun 2017?

2. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap petugas, dukungan

keluarga, kepemilikan asuransi dan persepsi sakit dengan perilaku

konsumen dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan Di Puskesmas

Cikampek Kabupaten Karawang Tahun 2017?

6
C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan perilaku

konsumen dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan Di Puskesmas

Cikampek Kabupaten Karawang Tahun 2017.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi pemanfaatan

pelayanan kesehatan terhadap pengetahuan, sikap petugas, dukungan

keluarga, kepemilikan asuransi dan persepsi sakit dengan perilaku

konsumen dalam di Puskesmas Cikampek Kabupaten Karawang

Tahun 2017.

b. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan perilaku

konsumen dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan Di Puskesmas

Cikampek Kabupaten Karawang Tahun 2017.

c. Untuk mengetahui hubungan sikap petugas dengan perilaku

konsumen dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan Di Puskesmas

Cikampek Kabupaten Karawang Tahun 2017.

d. Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan perilaku

konsumen dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan Di Puskesmas

Cikampek Kabupaten Karawang Tahun 2017.

e. Untuk mengetahui hubungan kepemilikan asuransi dengan perilaku

konsumen dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan Di Puskesmas

Cikampek Kabupaten Karawang Tahun 2017.

7
f. Untuk mengetahui hubungan persepsi sakit dengan perilaku

konsumen dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan Di Puskesmas

Cikampek Kabupaten Karawang Tahun 2017.

g. Untuk mengetahui variabel paling dominan yang hubungan dengan

perilaku konsumen dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan Di

Puskesmas Cikampek Kabupaten Karawang Tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi beberapa

pihak antara lain:

1. Manfaat teoritis

Sebagai bahan acuan untuk mengkaji tentang pemanfaatan pelayanan

kesehatan serta mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi

pelayanan kesehatan terutama di Puskesmas sebagai sarana pelayanan

kesehatan dasar yang merata dan terjangkau. Terutama dapat menjadi

tambahan kajian mengenai manjemen pelayanan kesehatan di

Puskesmas.

2. Manfaat Aplikatif bagi praktisi

a. Sebagai dasar pertimbangan untuk memutuskan kebijakan terkait

dengan revitalisasi puskesmas-puskesmas yang ada di wilayah kerja

kota Karawang.

b. Melakukan pelayanan di Puskesmas dengan lebih memperhatikan

faktor-faktor yang dapat berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan

8
kesehatan seperti pekerjaan, pengetahuan, sikap petugas, dukungan

keluarga dan jarak.

c. Menambah wawasan dan pengalaman serta penerapan ilmu yang di

dapat selama masa perkuliahan.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran dan faktor–faktor

yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas

Cikampek Tahun 2017, yang di laksanakan pada bulan Agustus sampai dengan

Oktober 2017. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif dengan

menggunakan desain penelitian cross sectional menggunkanan uji statistik Chi

Square dengan tingkat kepercayaan 95% dan uji regresi logistik. Variabel

dependent yang diteliti adalah pemanfaatan pelayanan kesehatan dan variabel

independent yang diteliti adalah pekerjaan, pengetahuan, sikap petugas, jarak

dan dukungan keluarga. Data yang di gunakan adalah data primer dengan cara

wawancara melalui kuesioner dan data sekunder. Sampel yang .dihitung

menggunakan rumus Lameshow sebanyak 85 responden.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah penggunaan fasilitas

pelayanan kesehatan yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat

inap, kunjungan rumah oleh petugas atau tenaga kesehatan maupun dalam

bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan layanan kesehatan tersebut.

(Departemen kesehatan replubika indonesia 2006). Pemanfaatan pelayanan

kesehatan merupakan pendayafungsian layanan kesehatan oleh masyarakat.

Menurut Levey dan Loomba yang dimaksud dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan adalah setiap upaya yang dilaksanakan secara sendiri atau bersama-

sama, dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat. Pemanfaatan pelayanan

kesehatan adalah hasil dari proses pencarian pelayanan kesehatan oleh

seseorang maupun kelompok. (Levey, Samuel, N. Paul Lomba Dalam Azwar,

Asrul.2010)

Menurut Notoatmodjo (2015), perilaku pencari pengobatan adalah

perilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau

mencari pengobatan. Perilaku pencarian pengobatan di masyarakat terutama

di Negara sedang berkembang sangat bervariasi. Pemanfaatan pelayanan

kesehatan oleh keluarga yang disebutkan dalam Muzaham yang dikutip oleh

10
Siregar, tergantung pada predisposisi keluarga mencakup karakteristik

keluarga cenderung menggunakan pelayanan kesehatan meliputi variabel

demografi, variabel sosial (pendidikan, pekerjaan, suku) serta kepercayaan

dan sikap terhadap perawatan medis, dokter, dan penyakit (termasuk stress

serta kecemasan yang ada kaitannya dengan kesehatan). (Siregar 2012)

B. Perilaku

Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang atau kosumen

terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku juga dapat dikatakan

sebagai totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil

bersama antara beberapa faktor. Sebagian besar perilaku manusia adalah

operant response yang berarti respons yang timbul dan berkembang

kemudian diikuti oleh stimulus tertentu yang disebut reinforcing stimulation

atau dengan adanya stimulasi akan memperkuat respons. Oleh karena itu

untuk membentuk perilaku perlu adanya suatu kondisi tertentu yang dapat

memperkuat pembentukan perilaku. (Notoatmodjo, 2015)

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas

organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut

pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan,

binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mempunyai aktivitas

masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada

hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain: berjalan, berbicara,

menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari

11
uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah

semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung,

maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. (Notoatmodjo, 2015)

Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2015), bahwa perilaku

merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini maka perilaku dapat

dibedakan menjadi 2 (dua) :

1. Perilaku Tertutup (Covert Behavior) Respon atau reaksi terhadap stimulus

ini terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan

sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum

dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku Terbuka (Overt Behavior) Respons terhadap stimulus ini sudah

jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah

dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. (Notoatmodjo, 2010).

Aspek-aspek perilaku terdiri dari tiga bagian, sebagai berikut:

1. Pengetahuan, adalah aspek perilaku yang merupakan hasil tahu, dimana ini

terjadi bila seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

2. Sikap, merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan tindakan atau

aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap ini

terdiri dari berbagai tingkatan seperti menerima, merespon, menghargai

dan bertanggungjawab.

3. Tindakan, adalah sesuatu yang dilakukan. Suatu sikap belum terwujud

dalam tindakan. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi perbuatan yang

12
nyata diperlukan faktor pendukung dari pihak lain. Perilaku manusia

merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti keinginan, minat,

kehendak, pengetahuan, emosi, berpikir, sifat, motivasi, reaksi dan

sebagainya, namun demikian sulit dibedakan refleksi dan gejala kejiwaan

yang mana seseorang itu berperilaku tertentu. Apabila kita telusuri lebih

lanjut, gejala kejiwaan yang tercermin dalam perilaku manusia itu adalah

pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio masyarakat dan

sebagainya.(Notoatmodjo, 2015).

Notoatmodjo (2015), menyatakan bahwa faktor-faktor yang

membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut juga

determinan perilaku, yang dapat dibedakan menjadi dua yakni :

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik individu yang

bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat

emosional, jenis kelamin, dan lain-lain.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan fisik, sosial, budaya,

ekonomi, politik. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang

dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Pengetahuan
Pengalaman Persepsi
Keyakinan
PERILAKU Sikap
Fasilitas Keinginan Perilaku
Sosial Budaya Kehendak
Motivasi
Niat

Gambar 2.1 Determinan Perilaku Manusia


Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2012)

13
C. Teori Perubahan Perilaku

Menurut Priyoto (2014), perilaku kesehatan merupakan elemen yang

penting bagi kesehatan dan keberadaan manusia. Hal yang penting dalam

perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku.

Salah satu perilaku kesehatan dalam penelitian ini adalah pemanfaatan

pelayanan kesehatan di Puskesmas Cikampek. Sedangkan menurut teori

Social Learning dari Bandura perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor,

yaitu faktor lingkungan dan faktor personal. Faktor lingkungan mengacu pada

faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang yang terdapat pada lingkungan

sosial dan fisik adalah ukuran ruangan, suhu atau ketersediaan makanan

tertentu. Lingkungan dan situasi membentuk kerangka konsep untuk

memahami perilaku. (Priyoto 2014)

Faktor personal atau kognitif adalah dimana seseorang belajar tidak

hanya belajar dari pengalaman mereka sendiri juga dengan mengamati

tindakan orang lain dan hasil dari tindakan tersebut. Terdapat enam konsep

penting dalam teori ini, yaitu:

1. Reciprocal etermininism (determinan timbal balik) yang artinya

perubahan perilaku ditentukan dari interaksi antara manusia dan

lingkungan.

2. Behavioral cavability yang artinya jika seseorang akan melakukan suatu

perilaku maka orang tersebut harus tahu dan memiliki kemampuan untuk

melakukannya.

3. Expectation (harapan) merupakan sesuatu yang diharapkan seseorang

sebagai hasil dari perubahan perilaku.

14
4. Reinforcement (dorongan) merupakan tanggapan terhadap perilaku

seseorang yang dapat meningkatkan kesinambungan perilaku (Priyoto,

2014).

5. Observasi yang menjelaskan tentang kepribadian seseorang yang

berkembang melalui proses pengamatan.

6. Self efficacy (efikasi diri) yang merupakan konsep inti dalam pelaksanaan

teori kognitif sosial promosi kesehatan. Efikasi diri adalah keyakinan

bahwa seseorang dapat dengan sukses melakukan suatu perilaku.

Seseorang dengan efikasi diri yang tinggi atau lebih percaya diri terhadap

kemampuan mereka dalam melakukan perubahan perilaku akan berusaha

melakukannya dengan mudah, dengan intensitas yang lebih besar dan

lebih mantap merespon kegagalan awal daripada orang dengan efikasi diri

yang rendah. Efikasi diri juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan di

sekitarnya. Efikasi yang tinggi atau rendah dapat dikombnasi dengan

lingkungan yang responsif atau tidak responsif, sehingga akan

menghasilkan kemungkinan berperilaku. (Priyoto, 2014)

Menurut Bandura, bahwa efikasi diri yang tinggi dengan

lingkungan yang responsif akan menghasilkan tingkah laku yang sukses

melaksanakan tugas yang sesuai dengan kemampuannya, sehingga

hubungan antara efikasi diri terhadap perilaku seksual terdapat hubungan

yang signifikan (Musthofa dan Winarti, 2010). Perubahan tingkah laku

dalam sistem Bandura kuncinya adalah perubahan ekspektasi efikasi

(efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat

diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan melalui salah satu atau

15
kombinasi empat sumber yakni Pengalaman menguasai sesuatu prestasi

(performance accomplishment), pengalaman vikarius (vicarious

experience), persuasi sosial (social persuation), dan pembangkitan emosi

(emotional/psysilogical states) (Priyoto, 2014).

Teori perilaku keempat menurut Martin Fishbein dan Icek Ajzen yaitu

Theory of Reasoned Action yang dimana teori ini menghubungkan antara

keyakinan (belief), sikap (attitude), kehendak (intention) dan perilaku

(behavior). Secara sederhana teori ini mengatakan bahwa seseorang akan

melakukan suatu perbuatan apabila seseorang memandang perbuatan itu

positif dan bila seseorang itu percaya bahwa orang lain ingin agar dirinya

melakukan hal tersebut (Priyoto, 2014). Perubahan perilaku merupakan

proses yang sirkular. Model Transteoritical adalah model perubahan yang

sengaja dilakukan dan berfokus pada pengambilan keputusan individu.

Dimana orang-orang pada tingkatan yang berbeda akan membutuhkan

strategi dan pesan yang berbeda.

Tingkatan perubahan yaitu dimulai dari tahap Pre-contemplation, yaitu

langkah dimana orang-orang tidak mempunyai keinginan untuk bertindak

dimasa depan. Tahapan kedua yaitu Contemplation, dimana orang-orang

berkeinginan untuk berubah. Mereka sadar akan pentingnya mengubah

perilaku. Preparation yaitu langkah dimana orang-orang berkeinginan untuk

bertindak dimasa mendatang. Mereka mengambil keputusan penting dari

masa lalunya. Lalu tahapan selanjutnya adalah Action, langkah dimana orang

sudah memodifikasi secara spesifik antara pikiran dengan perilaku. Dan

tahapan terakhir yaitu Maintenance, suatu langkah yang mana diperkirakan

16
untuk perilaku terakhir. Ketika hasil dari maintenance positif maka akan

mengubah perilaku yang lebih baik dan akan terjadi perhentian atau

termination (Priyoto, 2014).

Teori Health Belief Model (HBM) merupakan teori perubahan perilaku

kesehatan dan model psikologis yang digunakan untuk memprediksi perilaku

kesehatan dengan berfokus pada persepsi dan kepercayaan individu terhadap

suatu penyakit (Priyoto, 2014). Health Belief Model (HBM) seringkali

dipertimbangkan sebagai kerangka utama dalam perilaku yang berkaitan

dengan kesehatan, dimulai dari pertimbangan orang mengenai kesehatan serta

digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan. Health Belief

Model (HBM) merupakan model kognitif yang berarti bahwa khususnya

proses kognitif dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. Menurut Health

Belief Model (HBM) kemungkinan individu akan melakukan tindakan

pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau

penilaian kesehatan yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit dan

pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (Machfoedz, 2006). Menurut

Priyoto (2004) Teori Health Belief Model (HBM) didasarkan atas tiga faktor

esensial, yaitu:

1. Kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari

suatu penyakit atau memperkecil risiko kesehatan.

2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah

perilaku.

3. Perilaku itu sendiri.

17
Ketiga faktor di atas dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi,

potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil kerentanan terhadap suatu

penyakit, adanya kepercayaan bahwa perubahan perilaku dapat memberikan

keuntungan, penilaian individu terhadap perubahan yang ditawarkan,

interaksi dengan petugas kesehatan, serta pengalaman untuk mencoba

perilaku yang serupa (Priyoto, 2014). Teori HBM oleh Rosenstock ini

didasarkan pada elemen persepsi seseorang, yaitu:

1. Perceived susceptibility: penilaian individu mengenai kerentanan mereka

terhadap suatu penyakit. Semakin besar risiko yang dirasakan, semakin

besar kemungkinan terlibat dalam perilaku untuk mengurangi risiko.

2. Perceived seriousness: penilaian individu mengenai seberapa serius

kondisi dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.

3. Perceived barriers: penilaian individu mengenai besar hambatan yang

ditemui untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan, seperti

hambatan finansial, fisik, dan psikososial.

4. Perceived benefits: penilaian individu mengenai keuntungan yang didapat

dengan mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan.

5. Modifying variable (variabel modifikasi) : konstruksi utama dari persepsi

ini dapat dimodifikasi oleh variabel lain berupa karakteristik individu yang

mempengaruhi persepsi pribadi, seperti budaya, tingkat pendidikan,

pengalaman masa lalu, keterampilan, tingkat sosial ekonomi, norma dan

motivasi (Priyoto, 2014)

6. Cues to Action ( isyarat untuk bertindak): merupakan peristiwa, orang,

ataupun hal-hal yang dapat menggerakan seseorang untuk mengubah

18
perilaku mereka, yakni dapat berupa informasi dari media masa, nasihat

dari orang sekitar, maupun pengalaman pribadi atau keluarga (Priyoto,

2014).

D. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan

Konsumen akan memutuskan menggunakan atau memanfaatkan

saranan pelayanan kesehatan berdasarkan perilaku faktor-faktor yang

memengaruhinya. Proses pengunaan atau pemanfaatan sarana kesehatan oleh

masyarakat atau konsumen, dijelaskan oleh Anderson dalam Notoadmodjo

(2015) sebagai berikut:

1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristcs)

Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan kecenderungan

untuk menggunkan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini

disebabkan karena adanya ciri-ciri individu, yang digolongkan ke dalam

3 kelompok.

a. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin, status perkawinan dan

umur.

b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan,hobi, agama,

kesukuan atau ras, dan sebagainya.

c. Kepercayaan kesehatan (health belief), seperti keyakinan bahwa

pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit.

Berdasarkan pernyataan di atas Anderson percaya bahwa 1) Setiap

individu atau orang mempunyai perbedaan karakteristik, mempunyai

19
perbedaan tipe dan frekuensi penyakit, dan mempunyai perbedaan pola

penggunaan pelayanan kesehatan. 2) Setiap individu mempunyai

perbedaan struktur sosial, mempunyai perbedaan gaya hidup, dan

akhirnya mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.

3) Individu percaya adanya kemanjuran dalam penggunaan pelayanan

kesehatan.

2. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristics).

Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai

predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, ia tidak akan

bertindak untuk menggunakanya kecuali bila ia mampu

menggunakannya. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung

kepada kemampuan konsumen untuk membayar. Karakteristik

pendukung adalah sebagai keadaan atau kondisi yang membuat

seseorang mampu untuk melakukan tindkan untuk memenuhi

kebutuhannya terhadap kesehatan. Andersen membaginya ke dalam

golongan, yaitu:

a. Sumber daya keluarga, seperti penghasilan keluarga, keikutsertaan

dalam asuransi kesehtan, kemampuan membeli jasa pelayanan

kesehtan, dan pengetahuan mengenai informasi pelayanan kesehtan

yang dibutuhkan.

b. Sumber daya masyarakat, seperti: jumlah sarana kesehatan yang

ada.,jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dalam wilayan tersebut,

rasio penduduk terhadap tenaga kesehatan, dan lokasi pemukiman

penduduk. Menurut Anderson semakin banyak sarana dan jumlah

20
tenaga kesehatan maka tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan

suatu masyarakat akan semakin bertambah.

Hasil penelitian Madunde, at all (2013) menyatakan bahwa responden

yang memiliki pendapatan rendah cenderung memanfaatkan pelayanan

kesehatan (puskesmas) sebanyak 74%, dan responden yang memilik

pendapatan tinggi lebih sedikit menggunakan pelayanan kesehatan

(puskesmas) yaitu sebanyak 26%.

3. Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristics)

Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari

pengobatan akan terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan

sebagai kebutuhan. Dengan kata lain kebutuhan merupakan dasar dan

stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana

tingkat predisposisi dan pendukung itu ada. Anderson menggunakan

istilah kesakitan untuk mewakili kebutuhan pelayanan kesehatan.

Penilaian terhadap suatu penyakt merupakan bagian dari faktor

kebutuhan. Penilaian individu ini dapat diperoleh dari dua sumber yaitu:

a. Penilaian individu (perceived need), merupakan penilaian keadaan

kesehatan yang palingdirasakan oleh individu, besarnya ketakutan

terhadap penyakit dan hebatnya rasa sakit yang diderita.

b. Penilaian klinik (evaluted need), merupakan penilaian beratnya

penyakit dari dokter yang merawatnya, yang tercermin antara lain

dari hasil pemeriksaan dan penentuan diagnosis oleh dokter.

Selanjutnya Anderson percaya bahwa: Setiap individu atau orang

mempunyai perbedaan karateristik, mempunyai perbedaan tipe dan frekuensi

21
penyakit dan mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.

Setiap individu mempunyai perbedaan struktur sosial, mempunyai perbedaan

gaya hidup, dan akhirnya mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan

kesehatan. Individu percaya adanya kemanjuran dalam penggunaan

pelayanan kesehatan. (Notoadmodjo, 2015)

WHO mengemukakan beberapa faktor perilaku yang mempengaruhi

masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, yakni Pemikiran dan

perasaan (throughts and feeling), dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap,

kepercayaan- kepercayaan dan perilaku seseorang terhadap pelayanan

kesehatan. Orang penting sebagai referensi (personal reference), perilaku

seseorang itu lebih banyak dipengaruhi oleh seseorang yang dianggap

penting/berpengaruh besar terhadap dorongan penggunaan pelayanan

kesehatan. Sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga,

semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang baik positif maupun

negatif. Kebudayaan (culture), norma-norma yang ada di masyarakat dalam

kaitannya dengan konsep sehat sakit. (Aswar. 2005)

E. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa,

dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. (Notoatmodjo, 2015). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour).

22
Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan

oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari

oleh pengetahuan. Penelitian Rogers, dalam Notoadmojo (2015)

mengungkapakn bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri

orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

1. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini

sikap subjek sudah mulai timbul.

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus.

5. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan

bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila

penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di

mana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka

perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak

didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat,

yakni:

23
1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,

‘tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja

untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain :

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini

dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur

organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat

24
menggambarkan, membedakan, memisahkan , mengelompokkan, dan

sebagai

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada.

F. Sikap Petugas

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya

dapat ditafsirkan. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam

diri individu untuk berkelakuan dengan pola – pola tertentu, terhadap suatu

objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut

(Koentjaraningrat, 1983). Menurut Sarwono (1997), sikap merupakan

kecenderungan merespons (secara positif atau negatif) orang, situasi atau

objek tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional atau afektif

(senang, benci dan sedih), kognitif (pengetahuan tentang suatu objek), konatif

(kecenderungan bertindak) (Maulana, 2009).

25
Sikap tidak dapat dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari

perilaku yang tertutup. Sikap merupakan reaksi yang bersifat emosional

terhadap stimulus social. Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2015),

sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, yang menjadi

predisposisi tindakan suatu perilaku, bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap

merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu

sebgai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2015). Sikap tidak

sama dengan perilaku dan perilaku tidak selalu mencerminkan sikap

seseorang. Individu seringkali memperlihatkan tindakan bertentangan dengan

sikapnya (Maulana, 2009).

Sikap petugas berkaitan dengan cara petugas dalam memberikan

pelayanan kepada pasien, diharapkan petugas selalu memperhatikan, berusaha

membantu menyelesaikan masalah pasien dengan senang hati, bersikap

ramah, menjaga sopan santun . Dalam hal ini dokter, perawat dan petugas non

medis lainnya harus mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan

menunjukkan sikap yang baik sehingga tercipta hubungan yang baik dengan

pasien. Responden yang menilai sikap petugas cukup, dan kurang

memanfaatkan pelayanan kesehatan puskesmas lebih besar dari responden

yang memanfaatkan pelayanan kesehatan puskesmas. Responden yang

mengatakan sikap petugas cukup dan kurang memanfaatkan pelayanan

kesehatan di puskesmas memilih mengobati diri sendiri serta lebih memeilih

berobat di dokter praktek.

26
Responden yang menilai sikap petugas kesehatan kurang, kurang

memanfaatkan pelayanan kesehatan puskesmas lebih besar dari responden

yang memanfaatkan pelayanan kesehatan puskesmas. Pada hasil penelitian

responden yang menyatakan sikap petugas kurang dan masih mau

memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskesmas karena terdesak oleh sakit,

seperti pasien BPJS yang harus meminta rujukan di puskesmas. Ada juga

responden yang merasa dokter, perawat, dan petugas non medis lainnya mau

mendengarkan keluhan mereka, memberi nasehat untuk kesembuhan

penyakitnya. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lilipory (2008),

bahwa ada hubungan antara perhatian yang tulus dan bersifat individual

kepada pasien dan berupaya memahami keinginan konsumen dalam

pelayanan kesehatan. Pasien yang diperlakukan kurang baik dan kurang

mendapat perhatian cenderung untuk mengabaikan saran dan nasehat dari

petugas kesehatan atau tidak mau berobat ketempat tersebut lagi.

. Selanjutnya oleh penelitian yang dilakukan oleh Lidya (2012),

menyatakan bahwa ada hubungan antara perhatian yang tulus dan bersifat

individual kepada pasien dan berupaya memahami keinginan konsumen

dengan kualitas pelayanan kesehatan. Menurut Robert dan Prevost (Ramlah,

2004) menyatakan bahwa bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan,

kualitas/mutu pelayanan lebih terkait dengan ketanggapan petugas memenuhi

kebutuhan pasien dan kelancaran komunikasi antara petugas dan pasien.

Pelanggan institusi jasa pelayanan kesehatan akan merasakan kalau dokter

dan paramedis sudah melayani dengan baik ditinjukkan oleh sikap dan

perilaku positif staf yang akan membantu para pengguna pelayanan kesehatan

27
mengatasi keluhan sakitnya. Menurut Riduwan(2004), pengukuran sikap

dapat dilakukan dengan menggunakan skala sikap. Skala pengukuran yang

digunakan oleh peneliti untuk menyatakan tanggapan dari responden terhadap

setiap pertanyaan yang diberikan adalah dengan menggunakan Skala Likert.

Menurut Sugiyono (2004) Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap,

pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang

fenomenasosial. Dalam penelitian fenomenasosial ini telah ditetapkan secaras

pesifik oleh peneliti yang selanjutnya disebut sebagaivariabel penelitian,

dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi

indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak

untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa pernyataan atau

pertanyaan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert

mempunyai gradasi dari sangat positif sampai negatif yang dapat berupa kata-

kata antara lain:

1. Untuk pernyataan yang sifatnya positif, jawaban “Sangat setuju (SS) “:

Skor 4, “Setuju(S)” : Skor 3, “Tidak setuju (TS)” : Skor 2, “Sangat tidak

setuju” (STS) : Skor 1.

2. Untuk pernyataan yang sifatnya negatif, jawaban “Sangat setuju (SS) “:

Skor 1, “Setuju(S)” : Skor 2, “Tidak setuju (TS)” : Skor 3, “Sangat tidak

setuju” (STS) : Skor 4.

28
Hasil ukur sikap dapat di interpretasikan menjadi:

1. Sikap positif jika skor T ≥ mean (T ≥50)

2. Sikap negatif jika skor T < mean (T <50)

Skor T dihitung degan menggunakan rumus:

T = 50 + 10 X – X

Keterangan:

X = Skor responden pada skala sikap yang hendak di ubah menjadi skor

X = Mean skor kelompok

S = Deviasi standar kelompok

H. Dukungan keluarga

Menurut Friedman dukungan keluarga terdiri dari Friedman 2010 :

1. Dukungan Pengaharapan

Dukungan pengharapan merupakan dukungan yang terjadi bila ekspresi

yang positif diberikan kepada individu. Individu mempunyai seorang

yang dapat diajak bicara tentang masalahnya, terjadi melalui ekspresi

pengharapan positif individu kepada individu lain, penyemangat, dan

persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang.

2. Dukungan Nyata

Dukungan ini merupakan penyediaan dukungan jasmaniah seperti

pelayanan kesehatan, bantuan finansial dan material berupa nyata, benda

atau atau jasa tersebut sehingga dapat memecahkan masalah praktis

termasuk di dalamnya bantuan langsung seperti saat seseorang memberi

29
uang, menyediakan transportasi dan lain-lain. Dukungan nyata sebagai

sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.

3. Dukungan Informasi.

Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi bersama termasuk

didalamnya memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat,

pengarahan, saran atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh

seseorang. Individu yang akan memafaatkan pelayanan di puskesmas,

keluarga akan berupaya memecahkan permasalahan berupa dukungan

informasi. Dalam hal ini keluarga sebagai penghimpun informasi dalam

memberikan dukungan informasi.

4. Dukungan Emosional

Dukungan emosional memberikan individu rasa nyaman dan

memberikan semangat dalam pelaksanaan tindakan individu yang

memberi penguatan akan rasa dimiliki atau dicintai. Yang termasuk

dalam dukungan emosional ini adalah ekspresi dari empati, kepedulian

dan perhatian kepada individu dari suami. (Friedman, 2010)

I. Kepemilikan asuransi

Dalam hidup ini, manusia tidak bisa secara mutlak terhindar dari

bahaya baik itu sakit, kecelakaan, bencana alam, tindakan kriminal bahkan

kematian. Beberapa diantaranya membawa dampak berupa kerugian

ekonomi. Salah satucara yang dapat dilakukan untuk menghadapi

kemungkinan kerugian itu adalah melalui sistem asuransi(HIAA, 2000).

Asosiasi Asuransi Kesehatan Amerika (HIAA) mendefinisikan asuransi

kesehatan sebagai : “…Plan of risk management that, for a price, offers the

30
insured an opportunity to share the costs of possible economic loss through

an entity called an insured.” Esensi asuransi adalah mendistribusikan

resiko/bahaya, (HIAA, 2000). Jadi asuransi pada dasarnya adalah suatu

menajemen resiko, dimana kepada para pesertanya ditawarkan kesempatan

untuk bersama-sama menanggung kerugian ekonomi yang mungkin timbul,

dengan cara membayar premi kepada perusahaan asuransi. Asuransi

kesehatan merupakan salah satu upaya untuk mendekatkan akses masyarakat

kecil ke pelayanan kesehatan. Seperti diketahui, selama ini biaya kesehatan di

Indonesia relatif belum terjangkau sebagian besar masyarakat Indonesia

Kecenderungan meningkatnya biaya pemeliharaan kesehatan menyulitkan

akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya.

Keadaan ini terjadi terutama pada keadaan dimana pembiayaannya harus

ditanggung sendiri (out of pocket) dalam sistim tunai (fee for service).

Kepemilikan asuransi kesehatan memberikan dampak positif terhadap

penggunaan/akses fasilitas kesehatan (Hidayat, et al, 2004). Dalam artikel

khususnya, Newacheck, et al (1998) menyatakan bahwa efek asuransi

memberikan hasil statistik yang signifikan meskipun beberapa variabel yang

berpotensi sebagai comfounding, seperti pendapatan keluarga dan status

kesehatan anak-anak telah dikontrol. Anak-anak yang tidak mempunyai

asuransi mempunyai angka kunjungan (kontak dengan dokter) yang lebih

rendah dibandingkan dengan anak yang mempunyai asuransi. Hal ini

disimpulkan dari penelitiannya terhadap anak-anak di bawah usia 18 tahun,

dengan menggunakan data National Health Interview Survay tahun 1993-

1994. Hasil yang sama juga diperoleh Szilagyi, et al (2004) bahwa seperti

31
halnya pada penggunaan bivariat, hasil analisis dengan multivariat

mengindikasikan bahwa peningkatan-peningkatan akses terhadap pelayanan

kesehatan tidak disebabkan oleh faktor demografi atau faktor-faktor

pelayanan kesehatan yang pernah diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa

asuransi meningkatkan akses, kesinambungan dan kualitas pelayanan

kesehatan.

J. Persepsi Sakit

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peritiwa atau pengalaman-

pengalaman yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan

menafsirkannya. Persepsi masyarakat tentang sakit yang notabene merupakan

konsep sehat sakit masyarakat berbeda pada tiap kelompok masyarakat. Dua

orang atau lebih secara patologis menderita suatu jenis penyakit yang sama.

Bisa jadi orang kesatu merasa lebih sakit dari yang lain, dan bahkan orang

yang satunya lagi tidak merasa sakit. Hal ini disebabkan karena evaluasi atau

persepsi mereka yang berbeda tentang sakit. (Notoatmodjo, 2015)

Pada kenyataannya di dalam masyarakat sendiri terdapat beraneka

ragam konsep sehat-sakit yang tidak sejalan dan bahkan bertentangan dengan

konsep sehat-sakit yang diberikan oleh pihak provider atau penyelenggara

pelayanan kesehatan disebabkan adanya persepsi sakit yang berbeda antara

masyarakat dan provider. Ada perbedaan persepsi yang berkisar antara

pengertian penyakit (disease) dan rasa sakit (illness). Dari batasan kedua

pengertian atau istilah yang berbeda tersebut tampak adanya perbedaan

32
konsep sehat-sakit yang kemudian akan menimbulkan permasalahan konsep

sehat-sakit di dalam masyarakat.

Secara objektif seseorang terkena penyakit, jika salah satu organ

tubuhnya terganggu fungsinya namun dia tidak merasa sakit atau merasakan

sesuatu di dalam tubuhnya, tetapi dari pemeriksaan klinis tidak diperoleh

bukti bahwa ia sakit. Hal ini menimbulkan konsep sehat masyarakat, yaitu

bahwa sehat adalah orang yang dapat bekerja atau menjalankan pekerjaannya

sehari-hari .Dan konsep sakit masyarakat, dimana dirasakan oleh seseorang

yang sudah tidak dapat bangkit dari tempat tidur, dan tidak dapat

menjalankan pekerjaannya sehari-hari. Persepsi masyarakat terhadap sehat-

sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan kedua pokok

pikiran tersebut akan mempengaruhi atas dipakai atau tidaknya fasilitas

kesehatan yang disediakan. (Notoatmodjo, 2015).

Pelayanan kesehatan didirikan berdasarkan asumasi bahwa

masyarakat membutuhkannya. Misalnya, Puskesmas yang didirikan di

tengah-tengah masyarakat dengan berbagai macam pelayanan yang

diasumsikan akan dapat mengatasi masalah kesehatan yang ada di masyarakat

tersebut. Namun kenyataannya masyarakat baru mau mencari pengobatan

(pelayanan kesehatan) setelah benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa. Itulah

sebabnya maka rendahnya penggunaan Puskesmas dapat disebabkan oleh

persepsi masyarakat tentang sakit yang berbeda dengan konsep provider.

(Notoatmodjo, 2015).

Faktor - faktor yang mempengaruhi persepsi tentang sakit seperti ciri-

ciri demografi dan struktur sosial akan mempengaruhi persepsi. Variabel

33
umur dan jenis kelamin digunakan sebagai indikator fisiologis yang berbeda,

dengan asumsi bahwa perbedaan derajat kesehatan, derajat kesakitan sedikit

banyak akan berhubungan dengan variabel tersebut. Selain itu, individu yang

berbeda suku bangsa, pekerjaan, dan tingkat pendidikan juga mempunyai

kecenderungan yang tidak sama dalam mengerti dan bereaksi terhadap

kesehatannya. (Notoatmodjo, 2015). Selain faktor-faktor diatas, pengetahuan

dan pengalaman masyarakat tentang sakit juga mempengaruhi persepsi

mereka tentang sakit. Pengetahuan masyarakat tentang sakit akan

mempengaruhi pembentukan konsep sehat – sakit seseorang. (Maulana,

2009). Suatu gejala dan apakah seseorang dengan gejalanya akan

didefinisikan sakit juga sangat dipengaruhi oleh sejauh mana gejala ini lazim

di dalam pengalaman seseorang.

Pada saat orang sakit atau anaknya sakit, ada beberapa tindakan atau

perilaku yang muncul, antara lain :

1. Didiamkan saja (no action), artinya sakit tersebut diabaikan dan tetap

menjalankan kegiatan sehari-hari. Alasannya antara lain bahwa kondisi

yang demikian tidak mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari.

Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apa pun gejala

yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Tidak jarang pula

masyarakat memprioritaskan tugas-tugas lain yang dianggap lebih

penting daripada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti

bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan

kehidupannya. (Notoatmodjo, 2015)

2. Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment

34
atau self medication). Pengobatan sendiri ini ada 2 cara yakni cara

tradisional, dan cara modern. Untuk masyarakat pedesaan khususnya,

pengobatan tradisional masih menduduki tempat teratas dibandingkan

dengan pengobatan-pengobatan yang lain. Pada masyarakat yang masih

sederhana, masalah sehatsakit adalah lebih bersifat budaya daripada

gangguan-gangguan fisik. Identik dengan itu pencarian pengobatan pun

lebih berorientasi kepada sosial budaya masyarakat daripada hal-hal yang

dianggapnya masih asing.

3. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas

pelayanan kesehatan, yang dibedakan menjadi dua, yakni fasilitas

pelayanan kesehatan tradisional dan fasilitas atau pelayanan kesehatan

modern atau professional (Puskesmas, Poliklinik, dokter atau bidan

praktik swasta, rumah sakit, dan sebagainya).(Notoadmojo, 2015)

35
I. Kerangka Teori

Predisposing Enabling Need Health


Services Use

Demografic Family Perceived


(Age, Sex) Resourch (Symptoms
(Income, diagnose)
Health
s Social Assurance)
Structure
(Etnicity, Evaluated
Education, Community (Symptons
Occupation of Resource diagnose)
(Health
Head Family)
facility and
personal)
Health Belief

Gambar 2.2 Kerangka teori: faktor – faktor yang berhubungan dengan


pemanfaatan pelayanan kesehatan dasar oleh masyarakat menurut Andersen
(1974) dalam Notoadmojo (2012)

J. Kerangka konsep

Variabel Independent

Pengetahuan

Variabel
Sikap petugas Dependent

Dukungan Pemanfaatan
keluarga pelayanan
kesehatan
Kepemilikan
Asuransi
Persepsi Sakit

Gambar 2.3
Kerangka Konsep : Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

36
K. Hipotesa

1. Ho : Tidak ada hubungan pengetahuan dengan perilaku konsumen dalam

pemanfaatan pelayanan kesehatan Di Puskesmas Cikampek Kabupaten

Karawang Tahun 2017.

Ha : Ada hubungan pengetahuan dengan perilaku konsumen dalam

pemanfaatan pelayanan kesehatan Di Puskesmas Cikampek Kabupaten

Karawang Tahun 2017.

2. Ho : Tidak hubungan sikap petugas dengan perilaku konsumen dalam

pemanfaatan pelayanan kesehatan Di Puskesmas Cikampek Kabupaten

Karawang Tahun 2017.

Ha : Ada hubungan sikap petugas dengan perilaku konsumen dalam

pemanfaatan pelayanan kesehatan Di Puskesmas Cikampek Kabupaten

Karawang Tahun 2017.

3. Ho : Tidak ada hubungan dukungan keluarga dengan perilaku konsumen

dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan Di Puskesmas Cikampek

Kabupaten Karawang Tahun 2017.

Ha : Ada hubungan dukungan keluarga dengan perilaku konsumen

dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan Di Puskesmas Cikampek

Kabupaten Karawang Tahun 2017

4. Ho : Tidak ada hubungan kepemilikan asuransi dengan perilaku

konsumen dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan Di Puskesmas

Cikampek Kabupaten Karawang Tahun 2017.

37
Ha : Ada hubungan kepemilikan asuransi dengan perilaku konsumen

dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan Di Puskesmas Cikampek

Kabupaten Karawang Tahun 2017.

5. Ho : Tidak ada hubungan persepsi sakit dengan perilaku konsumen dalam

pemanfaatan pelayanan kesehatan Di Puskesmas Cikampek Kabupaten

Karawang Tahun 2017.

Ha : Ada hubungan persepsi sakit dengan perilaku konsumen dalam

pemanfaatan pelayanan kesehatan Di Puskesmas Cikampek Kabupaten

Karawang Tahun 2017.

L. Penelitian terkait

Penelitian Noviana, Balqis dan Aisyah tentang faktor yang

berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di RSUD Lakipadada

Kabupaten Tana Toraja yaitu faktor yang berhubungan (p < 0,05) dengan

pemanfaatan pelayanan kesehatan di RSUD Lakipadada adalah dukungan

keluarga sedangkan faktor yang tidak berhubungan (p > 0,05) adalah umur,

pekerjaan dan pendapatan. Penelitian yang dilakukan oleh Mujahidah,

Darmawansyah dan Yusran tentang Faktor yang berhubungan dengan

perilaku konsumen dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas

Marusu Kab. Maros tahun 2013 menunjukkan bahwa perilaku konsumen

terkait keluarga tidak ada hubungan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan

dengan nilai ρ = 0,360, sedangkan terkait motivasi dengan nilai ρ = 0,015,

persepsi dengan nilai ρ = 0,042, dan sikap dengan nilai ρ = 0,049 ada

hubungan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Penelitian yang

38
dilakukan oleh Nanik tentang faktor yang mempengaruhi pemanfaatan

pelayanan Puskesmas Sumber Rejo Kota Balikpapan 2012 mengatakan

tedapat hubungan antara ketersediaan tenanga kesehatan (p = 0,020dengan

estimasi resiko 2,875), dan persepsi sakit (p=0,008 denagn setimasi

resiko3,308) dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.

The research is also done by Al Johara A. Al Hussyen by title Factors

affecting utilization of dental health services and satisfaction among

adolescent females in Riyadh City Results: Of 600 questionnaires distributed,

531 were complete and suitable for analysis. Nearly three quarters of the

students visited the dentist more than once during the last 2 years. A bout

75% had their treatment in private dental clinics and 63% made their visits

for routine treatment. The quality of dental care was found to be the most

encouraging factor for utilization of dental services, whereas, far geographic

location of the dental clinics was the most discouraging factor. For those who

received treatment in the government clinics, the most discouraging factor

was post operative complications (P <0.0001), while the most encouraging

factor was the availability of friendly staff (P <0.0001). The high cost of

dental care was the most discouraging factor for utilizing the dental services

for those who visited private clinics (P < 0.0001), while the high quality of

dental care was the most encouraging factor (P < 0.009). Students who made

their visits because of pain highly considered modern clinics and those

recommended by friends as highly encouraging factors (P <0.002), while

they considered the high cost of dental care as discouraging factor for using

39
Fitsum girma1, challi jira and belaineh girma in research health

services utilization and associated factors in jimma zone, south west ethiopia

using the methods a crosssectional using logistic regression; sex (or=0.23),

marital status (or=8.1), household income (or=0.70), socioeconomic status

(or=3.5), presence of disabling health problem (or=3.3), presence of an

illness episode (or=28.3), perceived transport cost (or=3.6), perceived

treatment cost (or=0.15) and distance to the nearest health center or hospital

(or=2.9) were found to be predictors of utilization of health care.

Conclusions: it has been shown that utilization level was not satisfactory.

Thus, we recommend that the level of health service utilization should be

improved by improving predictors of health care use like physical

accessibility,

40
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan berdasarkan permasalahan yang sudah

dikemukakan pada bab sebelumnya yaitu menganalisis faktor –faktor yang

mempengaruhi perilaku konsumen dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan

di Puskesmas Cikampek. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu pendekatan analisis kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk

menganalisis faktor- faktor yang berpengaruh melalui hasil kuesioner yang

disebarkan kepada responden.Pengumpulan data dilakukan dengan metode

observasi, metode wawancara mendalam, dan dokumentasi. (Sopiyudin,

2006)

B. Waktu Dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Oktober 2017 di

Puskesmas Cikampek Kabupaten Karawang. Pemilihan lokasi didasarkan atas

pertimbangan bahwa di Puskesmas tersebut merupakan salah satu Puskesmas

dengan jumlah pasien terbanayk di wilayah Karawangserta sebagai

Puskesmas rujukan untuk wilayah Cikampek sehingga akan mempermudah

untuk terpenuhinya jumlah sampel serta dalam pengumpulan data yang

dibutuhkan dapat tersedia dengan cukup.

41
C. Rancangan penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode cross sectional.

Metode cross sectional ialah suatu penelitian yang mempelajari dinamika

korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan

observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time

approach). Artinya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan

pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat

pemeriksaan. Penelitian cross sectional ini sering juga disebut penelitian

transversal dan sering digunakan untuk penelitian epidemiologi. (Sopiyudin,

2006)

D. Subjek Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisata yang terdiri atas objek atau

subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang memeriksaakan kesehatan

di Puskesmas Cikampek. Adapun jumlah populasi pasien yang diperoleh

dari data Puskesmas Cikampek pada bulan Mei di ruang balai pengobatan

umum tahun 2017 sebanyak 731 orang. Kriteria inklusi pada penelitian ini

adalah yang bersedia menjadi responden penelitian.

a. Kriteria Inklusi

1) Pasien yang bersedia untuk dilakukan wawancara

2) Pasien yang dapat berkomunikasi dengan baik

42
3) Laki laki dan perempuan pasien usia ≥ 15 th

4) Pendidikan dari SD (Sekolah Dasar) hingga Sarjana atau Megister

5) Pasien yang sedang berobat rawat jalan

b. Kriteria Eksklusi

1) Pasien yang menolak untuk dilakukan wawancara

2) Terdapat keadaan yang mengganggu kemampulaksanaan

3) Pasien usia < 15 th

4) Pasien dalam keadaan sakit berat dan sedang di rawat inap

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Untuk

menghitung besar sampel berdasarkan perkiraan besar sampel menurut

rumus Lameshow yaitu :

n = Z2α.2 P (1- P)N

d2(N-1)+ Z2α.2 P (1- P)

Keterangan :

n = jumlah sampel

z = skor z pada kepercayaan 95% = 1,96

p = maksimal estimasi = 0,5

d = alpha (0,10) atau smpling error = 10%

N = jumlah populasi pada bulan Mei 2017 (731)

Melalui rumus diatas, maka jumlah sampel yang akan diambil adalah

n = Z2α.2 P (1- P) N
d2(N-1)+ Z2α.2 P (1- P)
n = 1,962 . 0,5 (1- 0,5) 731

43
0,102(731-1)+ 1,962 . 0,5 (1- 0,5)
n = 702,05
8,26 n = 84,994
Sehingga jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian ini

sebanyak 85 orang. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik

sampling acidental, artinya teknik pengambilan sampel secara

nonprobability sampling berdasarkan kebetulan, yaitu pasien yang

secara kebetulan / insidental bertemu dengan peneliti yang dapat

digunakan sebagai sampel, bila subjek tersebut telah memenuhi

kriteria inklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti selama periode

penelitian hingga jumlah sampel terpenuhi sesuai dengan perhitungan

jumlah sampel yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012)

E. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel adalah pengertian variabel (yang

diungkap dalam definisi konsep) tersebut, secara operasional, secara praktik,

secara nyata dalam lingkup obyek penelitian/obyek yang diteliti. Variabel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel

terikat.

1. Variabel bebas (Independent Variable)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi, yang

menyebabkan timbulnya atau berubahnya variabel terikat. Variabel bebas

yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap petugas,

dukungan keluarga, kepemilikan asuransi danpersepsi sakit.

44
2. Variabel terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi karena adanya

variabel bebas. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pemanfaatan pelyanan kesehatan.

Definisi operasional variable penelitian merupakan penjelasan dari

masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian terhadap indikator-

indikator yang membentuknya. Definisi operasional penelitian ini dapat

dilihat pada table berikut ini :

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Definisi Cara Cara


Variabel Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur Ukur
Variabel Pemanfaatan Setiap upaya Kuesione Wawancar 0= Tidak Ordinal
Dependen Pelayanan untuk r a memanfaatk
Puskesmas memelihara, an (Jika
meningkatka x<mean/me
n, mencegah dian)
dan 1=
menyembuhk Memamfaat
an penyakit kan (Jika
perorangan x>mean/me
atau keluarga dian)
di Puskesmas
Cikampek

Variabel Pengetahuan Pengetahuan Kuesione Wawancar 0= Ordinall


Independen responden r a Pengetahua
mengenai n rendah
tujuan dan (Jika
manfaat x<mean/me
puskesmas, dian)
jenis

45
pelayanan 1=
puskesmas, Pengetahua
cara berobat n baik ( Jika
dipuskesmas, x>mean/me
dan cara dian )
menggunaka
n pelayanan
kesehatan
dipuskesmas.

Sikap petugas Cara petugas Kuesione Wawancar 0= Negatif: Ordinal


dalam r a jika
memberikan skor<50
pelayanan 1= Positif
kepada jika skor T
pasien T≥50

Dukungan Partisipasi Kuesione Wawancar 0= Tidak Ordinal


keluarga keluarga r a endukung(Ji
terdekat ka
dalam x<mean/me
pemanfaatan dian)
fasilitas 1=
persalinan Mendukung
yang (Jika
memadai, x>mean/me
baik secara dian)
moril
maupun
material,
sehingga
secara
psikologis
dan fisiologis
dapat
terpenuhi
semua
kebutuhanny
a
dan merasa
nyaman
karena
kehadiran
dari anggota
keluarganya.

46
Kepemilikan Kepemilikan Kuesione Wawancar 0= Tidak Ordinal
asuransi jaminan r a ada (Jika
kesehatan x<mean/me
responden dian)
yang dapat 1= ada (Jika
di x>mean/me
manfaatkan dian)
di
Puskesmas

Persepsi Persepsi Kuesione Wawancar 0= Negatif : Ordinal


Sakit responden r a jika skor
terhadap <50
konsep 1= Positif
penyakit, jika skor
tindakan T≥50
yang
dilakukan
jika sakit dan
kebutuhan
segera untuk
memanfaatka
n pelayanan
kesehatan
untuk seluruh
keluargannya
.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data primer

yang diperoleh dari lembar kuesioner dengan lima variabel penelitian dan

data sekunder. Adapun variabel/bagian yang termasuk didalam kuesioner

penelitian yaitu:

1. Bagian 1 : Kuesioner identitas pasien

2. Bagian 2 : Pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas

3. Bagian 3 : Kuesioner pengetahuan

4. Bagian 4 : Kuesioner sikap petugas

47
5. Bagian 5 : Kuesioner jarak

6. Bagian 6 : Kuesioner dukungan keluarga

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis

kepada responden untuk dijawabnya (Sugiono, 2014). Kuesioner yang baik

harus diuji validitas dan realibenya. Menurut Ghozali (2006) uji validitas

digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu

kuesioner dikatakan valid jika pernyataan pada kuesioner mampu untuk

mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.

Teknik uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik analisis faktor dengan bantuan software SPSS. Teknik uji yang

digunakan adalah teknik korelasi melalui koofisiensi korelasi product

moment. Skor dari setiap item pertanyaan diuji dengan skor keseluruhan

item. Jika korelasi koofisien itu positif, maka item tersebut valid.

Sedangkan jika negatif maka item tersebut tidak validdan akan dikeluarkan

dari koesioner atau diperbaiki. Agar memperoleh yang signifikan, maka

dilakukan uji korelasi dengan membandingkan rhitung dengan rtabel.

Keputusan pengujian validitas responden adalah jika nilai r dibandingkan

dengan nilai r tabel dengan dk=n-2 dan taraf sebesar5%, item pertanyaan

dikatakan valid jika rhitung < rtabel. (Sugino, 2011)

Menurut Ghozali (2006) reliabilitas adalah alat untuk

mengukursuatu kuesioneryang merupakan indikator dari variabel. Suatu

kuesioner dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap pernyataan

kuesioner konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Cara yang digunakan

48
untuk menguji reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini adalah uji statistic

Alpha Cronbach. kriteria penilaan uji reliabilitas menurut Ghozali (2006 )

adalah : Suatu konstruk atau variabel dinyatakan reliabel jika memberikan

nilai Cronbach Alpha > 0,6.

G. Metode Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan dicek tentang kelengkapan data,

dalam pengumpulan tidak ditemukan kekurangan maka tidak dilakukan

pendataan ulang, kemudian di edit dan diberi kode sebelum dimasukan

dalam komputer. (Notoadmojo. 2012)

2. Analisis Data

a. Analisis univariat

Analisis ini digunakan hanya untuk memperoleh gambaran

distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti, baik

variabel dependen maupun variabel independen. Data yang terkumpul

kemudian dianalisis. Analisis data dilakukan dengan distribusi

frekuensi persentase dengan menggunakan komputer.

b. Analisis bivariat

Analisis ini digunakan untuk menganalisis hubungan dua

variabel, yaitu variabel dependen dan variabel independen yang

keduanya merupakan variabel kategorik. Uji yang digunakan dalam

analisis ini adalah uji statistik Chi Square dengan tingkat kepercayaan

95%. Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik, maka

49
digunakan batas kemaknaan 0,05. Artinya jika P value ≤ 0,05 maka

hasilnya bermakna Ho ditolak (ada hubungan antara kedua variabel).

Begitu pula sebaliknya, jika P value > 0,05 maka hasilnya bermakna

Ho diterima (tidak ada hubungan antara kedua variabel).

Hubungan sebab-akibat antara faktor risiko dan efek diperoleh

secara tidak langsung, yakni dengan menghitung risiko relatif yang

dinyatakan sebagai rasio odds (odds ratio). Odds adalah perbandingan

antara peluang terjadinya sesuatu dengan peluang untuk tidak

terjadinya sesuatu. Rasio odds menunjukan besarnya faktor risiko

yang diteliti terhadap terjadinya penyakit (efek). Rasio odds yang

sama dengan 1 msenunujukan bahwa benar faktor risiko yang diteliti

ternyata tidak merupakan faktor risiko untuk terjadinya efek. Rasio

yang lebih besar dari 1 menunjukan bahwa benar faktor tersebut

menyebabkan efek, sedang rasio odds yang kurang dari 1

menunjukkan bahwa faktor yang diteliti tersebut bukan merupakan

risiko, melainkan bersifat protektif. Dalam penelitian ini perlu

diperhatikan interval kepercayaan rasio odds.( Notoadmojo. 2012)

c. Analisis multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk melihat variabel

independen yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen.

Analisis multivariat yang digunakan adalah regresi linier Regresi

Linier Berganda Dalam regresi berganda merupakan pengembangan

dari regresi sederhana. Dalam regresi berganda, jumlah variabel yang

dianalisis adalah lebih dari satu variabel independen (X). Menurut

50
Sugiyono (2008:277), kegunaan regresi berganda oleh peneliti, bila

peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik-turunnya)

variabel dependen (Y), bila dua atau lebih variabelindependen sebagai

faktor prediktor dimanipulasi (dinaik-turunkan nilainya).

Dan persamaan yang digunakan adalah:

Y= a + b1X1+ b2X2+ b3X3

Keterangan:

Y= variabel dependen

a = nilai konstanta (harga Y jika X = 0)

b1;b2; b3= nilai arah sebagai penentu ramalan (prediksi) atau koefisien

prediktor

X1; X2; X3= variabel independen

Hipotesis:

Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan.

Ha : Ada pengaruh yang signifikan.

Dasar pengambilan keputusan:

1) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai

probabilitas Sig atau (0,05 Sig) maka Ho diterima dan Ha ditolak,

artinya tidak signifikan.

2) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai

probabilitas Sig atau (0,05 Sig) maka Ho ditolak dan Ha diterima,

artinya signifikan.

51

Anda mungkin juga menyukai