Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Sebelum membahas lebih lanjut tentang induksi, perlu kita pahami dulu

pengertian dari induksi, karena selain istilah induksi juga ada istilah augmentasi atau

akselerasi persalinan. Sebagai contoh seorang ibu hamil post term (lebih dari 42

minggu), dengan hasil peeriksaan tidak ada pembukaan dan portio masih di posterior,

dokter kemudian memberikan prostaglandin dibawah forniks posterior. Kasus kedua

ada seorang ibu hamil dengan inertia uteri dengan pembukaan 5 cm, his 1 kali dalam 10

menit lama 20 detik, kemudian dokter memberikan oksitoksin drip.

Untuk kedua kasus diatas, tindakan yang dilakukan tidak tergolong sama.

Pada kasus I, tindakan yang dilakukan adalah induksi persalinan sedangkan kasus kedua

tindakan yang dilakukan adalah akselerasi persalinan atau augmentasi persalinan. Jadi

pengertian dari induksi adalah “stimulating the uterus to begin labour” atau tindakan

menstimulasi uterus agar terjadi kontraksi dan persalinan dapat dimulai. Sedangkan

Augmentation of labour : “Stimulating the uterus during labour to increase the

frequency, duration and strength of contractions” atau tindakan menstimulasi uterus

selama persalinan sehingga frekuensi, durasi dan kekuatan his meningkat dan persalinan

dapat berjalan lebih cepat.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bishop Score

Tingkat kematangan servik merupakan faktor penentu keberhasilan

tindakan induksi persalinan. Tingkat kematangan servik dapat ditentukan secara

kuantitatif dengan “BISHOP SCORE”. Nilai > dari 9 menunjukkan derajat

kematangan servik yang paling baik dengan angka keberhasilan induksi

persalinan yang tinggi Umumnya induksi persalinan yang dilakukan pada kasus

dilatasi servik 2 cm, pendataran servik 80%, kondisi servik lunak dengan posisi

tengah dan derajat desensus -1 akan berhasil dengan baik. Akan tetapi sebagian

besar kasus menunjukkan bahwa ibu hamil dengan induksi persalinan memiliki

servik yang tidak “favourable” (Skoring Bishop < 4) untuk dilakukannya induksi

persalinan.

Bishop score (nilai bishop) adalah suatu standarisasi objektif dalam

memilih pasien yang lebih cocok untuk dilakukan induksi persalinan tetak

verteks. Faktor yang dinilai yaitu:

- Pembukaan seviks

- Pendataran serviks (dengan stasion bidang hodge)

- Penurunan kepala (dengan palpasi perlimaan)

- Konsistensi serviks

- Posisi serviks

2
2.2 Penilaian Bishop Score

Skore
Faktor
0 1 2 3
Bukaan (cm) Tertutup 1-2 cm 3-4 cm Lebih Dari 5
Panjang Serviks
>4 3-4 cm 1-2 <1
(cm)
Konsistensi Kenyal Erata – Rata Lunak Lunak -
Posisi Posterior Tengah Anterior -
Turunnya kepala
(cm dari spina -3 -2 -1 +1, +2
ischiadika)
Turunnya Kepala
(dengan palpaso
4/5 3/5 2/5 1/5
abdominal perut
sistem persalinan)

2.3 Pembacaan Bishop Score

a. Hasil Penilaian Bishop Score

- Jumlah nilai pelvic 10 (matang), maka segera lahir sekitar 15 menit

- Jumlah nilai pelvic Lebih dari 7, kemungkinan persalinan pervaginam

100.

- Jumlah nilai pelvic Nilai 5-7, kemungkinan persalinan pervaginam 40-

60%.

- Jumlah nilai pelvic Lebih dari 5, kemungkinan persalinan pervaginam 0-

15%.

- Jika skor bishop lebih dari atau sama dengan 6 berarti kondisi serviks

matang dan jika kurang dari atau sama dengan 5 berarti seviks belum

matang.

Tindakan yang dilakukan jika serviks belum matang :

a. Jika Nilai skor Bishop ≤ 5 lakukan pematangan serviks terlebih dahulu.

3
b. Pematangan serviks dengan prostaglandin dan Katater Foley.

Tindakan yang dilakukan jika serviks sudah matang :

- Lakukan Amniotomi (pemecahan ketuban).

- Jika 1 jam his tidak baik, lakukan pemberian oksitoksi drip.

- Jika ibu mengalami PEB, amniotomi bersamaan dengan oksitoksin drip.

2.4 Induksi Persalinan

Saat ini sudah terbukti bahwa tindakan induksi persalinan semakin

sering dilakukan. American College of Obstetricians and Gynecologists (1999)

berdasarkan resiko persalinan yang berlangsung secara cepat, tidak mendukung

tindakan ini kecuali untuk indikasi-indikasi tertentu (rumah parturien yang jauh

dari rumah sakit atau alasan psikososial). Luthy dkk (2002) : Tindakan induksi

persalinan berhubungan dengan kenaikan angka kejadian tindakan sectio caesar.

Hoffman dan Sciscione (2003) : Induksi persalinan elektif menyebabkan

peningkatan kejadian sectio caesar 2 – 3 kali lipat.

Induksi persalinan elektif pada kehamilan aterm sebaiknya tidak

dilakukan secara rutin mengingat bahwa tindakan sectio caesar dapat

meningkatkan resiko yang berat sekalipun jarang dari pemburukan out come

maternal termasuk kematian. Induksi persalinan eletif yang dirasa perlu

dilakukan saat aterm (≥ 38 minggu) perlu pembahasan secara mendalam antara

dokter dengan pasien dan keluarganya.

4
2.5 Indikasi Induksi Persalin

Tindakan induksi persalinan dilakukan bila hal tersebut dapat

memberi manfaat bagi ibu dan atau anaknya.

Indikasi :

- Ketuban pecah dini dengan chorioamnionitis

- Pre eklampsia berat

- Ketuban pcah dini tanpa diikuti dengan persalinan

- Hipertensi

- Gawat janin

- Kehamilan postterm

Kontraindikasi :

- Cacat rahim (akibat sectio caesar jenis klasik atau miomektomi intramural)

- Grande multipara

- Plasenta previa

- Insufisiensi plasenta

- Makrosomia

- Hidrosepalus

- Kelainan letak janin

- Gawat janin

- Overdistensi uterus : gemeli dan hidramnion

- Kontra indikasi persalinan spontan pervaginam :

a. Kelainan panggul ibu (kelainan bentuk anatomis, panggul sempit)

b. Infeksi herpes genitalis aktif

c. Carcinoma cervix uteri.

5
2.6 Metode Pematangan Serviks

a. Metode Dengan Medikamentosa

- Prostaglandine E2

Dinoprostone lokal dalam bentuk jelly (Prepidil) yang diberikan

dengan aplikator khusus intraservikal dengan dosis 0.5 mg. Dinoproston

vaginal suppositoria 10 mg (Cervidil). Pemberian prostaglandine harus

dilakukan di kamar bersalin. Pemberian oksitosin drip paling cepat

diberikan dalam waktu 6 – 12 jam pasca pemberian prostaglandine E2.

Efek samping : Tachysystole uterine pada 1 – 5% kasus yang mendapat

prostaglandine suppositoria.

Induksi & Akselerasu Persalinan

Dilakukan dengan menggunakan oksitosin sintetis. Induksi

persalinan dan akselerasi persalinan dilakukan dengan cara yang sama

tapi dengan tujuan yang berbeda.

a. Induksi Persalinan (induction of labour): merangsang uterus untuk

mengawali proses persalinan.

b. Akselerasi Persalinan (augmented of labour) : merangsang uterus

pada proses persalinan untuk meningkatkan frekuensi – durasi dan

kekuatan kontraksi uterus (HIS).

Pola persalinan yang BAIK adalah bila terdapat 3 HIS dalam 10

menit dengan masing-masing HIS berlangsung sekitar 40 detik. Bila

selaput ketuban masih utuh, dianjurkan bahwa sebelum melakukan

induksi atau akselerasi persalinan terlebih dahulu dilakukan Pemecahan

6
Selaput Ketuban (ARM-Artificial Rupture of Membranes atau

amniotomi).

- Prostaglandine E1

Misoprostol (Cytotec) dengan sediaan 100 dan 200 μg.

Pemberian secara intravagina dengan dosis 25 μg pada fornix posterior

dan dapat diulang pemberiannya setelah 6 jam bila kontraksi uterus

masih belum terdapat. Bila dengan dosis 2 x 25 μg masih belum terdapat

kontraksi uterus, berikan ulang dengan dosis 50 μg. Pemberian

Misoprostol maksimum pada setiap pemberian dan dosis maksimum

adalah 4 x 50 μg (200 μg). Dosis 50 μg sering menyebabkan :

a. Tachysystole uterin

b. Mekonium dalam air ketuban

c. Aspirasi Mekonium

Pemberian per oral : Pemberian 100 μg misoprostol peroral

setara dengan pemberian 25 μg per vaginam.

b. Metode Dengan Mekanik

- Pemasangan kateter Foley transervikal

Tidak boleh dikerjakan pada kasus perdarahan antepartum, ketuban

pecah dini atau infeksi. Tehnik pemasangannya yaitu :

a. Pasang spekulum pada vagina

b. Masukkan kateter Foley pelan-pelan melalui servik dengan

menggunakan cunam tampon.

c. Pastikan ujung kateter telah melewati osttium uter internum

7
d. Gelembungkan balon kateter dengan memasukkan 10 ml air

e. Gulung sisa kateter dan letakkan dalam vagina

f. Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau

maksimal 12 jam

g. Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkannya dan kemudian

lanjutkan dengan infuse oksitosin.

- Dilatator servik higroskopik

Yaitu pematangan cerviks dengan batang laminaria.

Dilakukan pada keadaan dimana servik masih belum membuka.

Pemasangan laminaria dalam kanalis servikalis. 12 – 18 jam kemudian

kalau perlu dilanjutkan dengan infus oksitosin sebelum kuretase.

Gambar Pemasangan Laminaria

Keterangan Gambar

1. Pemasangan laminaria didalam kanalis servikalis

8
2. Laminaria mengembang

3. Ujung laminaria melebihi ostium uteri internum (pemasangan yang

salah)

4. Ujung laminaria tidak melewati ostium uteri internum (pemasangan

yang salah).

- Amniotomi

Pecahnya selaput ketuban (spontan atau artifisial ) akan

mengawali rangkaian proses berikut :

 Cairan amnion mengalir keluar dan volume uterus menurun.

 Produksi prostaglandine, sehingga merangsang proses persalinan

 HIS mulai terjadi (bila pasien belum inpartu) ; menjadi semakin kuat

(bila sudah inpartu)

 Perhatikan indikasi

Catatan : Pada daerah dengan prevalensi HIV tinggi, pertahankan

selaput ketuban selama mungkin untuk mengurangi resiko penularan

HIV perinatal.

 Dengar dan catat DJJ

 Baringkan pasien dengan tungkai fleksi dan kedua tungkai saling

menjauh dan kedua lutut terbuka

 Gunakan sarung tangan steril, lakukan VT dengan tangan kanan

untuk menilai konsistensi, posisi, dilatasi dan pendataran servik

 Masukkan “amniotic hook” kedalam vagina

9
 Tuntun “amniotic hook” kearah selaput ketuban dengan menyusuri

jari-jari dalam vagina.

 Dorong selaput ketuban dengan jari-jari dalam vagina dan pecahkan

selaput ketuban dengan ujung instrumen

 Biarkan cairan amnion mengalir perlahan sekitar jari dan amati

cairan amnion yang keluar.

 Setelah pemecahan ketuban, dengarkan DJJ selama dan setelah HIS

 Bila DJJ < 100 atau > 180 dpm : dugaan terjadi Gawat Janin.

 Bila persalinan diperkirakan tidak terjadi dalam 18 jam berikan

antibiotika.

 Profilaksis untuk mengurangi kemungkinan infeksi GBS pada

neonatus :

1. Penicillin G 2 juta units IV; atau Ampicillin 2 g IV, tiap 6 jam

sampai persalinan; Bila tidak ditemukan gejala infeksi pasca

persalinan, hentikan pemberian antibiotika

2. Bila setelah 1 jam tidak nampak tanda-tanda kemajuan persalinan

mulailah pemberian oksitosin infus.

3. Bila indikasi induksi persalinan adalah penyakit maternal ibu

yang berat (sepsis atau eklampsia) mulailah melakukan infuse

oksitosin segera setelah amniotomi.

Komplikasi amniotomi :

- Infeksi

- Prolapsus funikuli

- Gawat janin

10
- Solusio plasenta

Tehnik Pemberian Oksitosin Drip

- Pasien berbaring di tempat tidur dan tidur miring kiri

- Lakukan penilaian terhadap tingkat kematangan servik.

- Lakukan penilaian denyut nadi, tekanan darah dan his serta denyut

jantung janin.

- Catat semua hasil penilaian pada partogram

- 2.5 - 5 unit Oksitosin dilarutkan dalam 500 ml Dekstrose 5% dan

diberikan dengan dosis awal 10 tetes per menit.

- Naikkan jumlah tetesan sebesar 10 tetes permenit setiap 30 menit

sampai tercapai kontraksi uterus yang adekuat.

- Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi > 60 detik atau lebih dari

4 kali kontraksi per 10 menit) hentikan infus dan kurangi

hiperstimulasi dengan pemberian:

a. Terbutalin 250 mcg IV perlahan selama 5 menit atau

Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan RL 10 tetes permenit.

b. Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat setelah jumlah

tetesan mencapai 60 tetes per menit:

- Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml

dekstrose 5% dan sesuaikan tetesan infuse sampai 30 tetes per

menit (15mU/menit).

- Naikan jumlah tetesan infuse 10 tetes per menit setiap 30 menit

sampai kontraksi uterus menjadi adekuat atau jumlah tetesan

mencapai 60 tetes per menit.

11
Jika masih tidak tercapai kontraksi uterus adekuat dengan

konsentrasi yang lebih tinggi tersebut maka:

- Pada multipgravida : induksi dianggap gagal dan lakukan sectio

caesar.

- Pada primigravida, infuse oksitosin dapat dinaikkan konsentrasinya

yaitu :

a. 10 Unit dalam 400 ml Dextrose 5% (atau PZ) , 30 tetes permenit

b. Naikkan jumlah tetesan dengan 10 tetes permenit setiap 30

menit sampai tercapai kontraksi uterus adekuat.

c. Jika sudah mencapai 60 tetes per menit, kontraksi uterus masih

tidak adekuat maka induksi dianggap gagal dan lakukan Sectio

Caesar.

Jangan berikan oksitosin 10 Unit dalam 500 ml Dextrose 5%

pada pasien multigravida dan atau penderita bekas sectio caesar.

12
BAB III

KESIMPULAN

Bishop score (nilai bishop) adalah suatu standarisasi objektif dalam memilih

pasien yang lebih cocok untuk dilakukan induksi persalinan tetak verteks. Faktor yang

dinilai yaitu:

- Pembukaan seviks

- Pendataran serviks (dengan stasion bidang hodge)

- Penurunan kepala (dengan palpasi perlimaan)

- Konsistensi serviks

- Posisi serviks

Hasil Penilaian Bishop Score yaitu dengan melihat :

- Jumlah nilai pelvic 10 (matang), maka segera lahir sekitar 15 menit

- Jumlah nilai pelvic Lebih dari 7, kemungkinan persalinan pervaginam 100.

- Jumlah nilai pelvic Nilai 5-7, kemungkinan persalinan pervaginam 40-60%.

- Jumlah nilai pelvic Lebih dari 5, kemungkinan persalinan pervaginam 0-15%.

- Jika skor bishop lebih dari atau sama dengan 6 berarti kondisi serviks matang dan

jika kurang dari atau sama dengan 5 berarti seviks belum matang.

Induksi kehamilan dilakukan dengan tujuan untuk membantu jalannya

persalinan, terdapat dua macam cara induksi persalinan yaitu induksi secara

farmakologis dan mekanik.

13
Tinjauan Pustaka

1. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta.: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo. 2002.
2. Panay N, Dutta R. Obstetry and Gynaecology. First Ediion. Edinburgh : Mosby.
2004.
3. Anonim. Inducing Labor. [online]. Cited on August 21st 2009. [3 screens].
Available at http://www.marchofdimes.com
4. James K.D, McEwan A. Obstetcrics Infocus. Edinburg : Elsevier Churchil
Libingstone.
5. Goh J, Flynn M. Examination Obstetrics & Ginaecology. Second Edition.
Sidney : Churchill Livingstone.
6. Driscoll K, Meagher D. Active Management of Labour. The Dublin Experience.
Edinburgh : Mosby.
7. Crane J. Induction of Labor At Term. Canada : SOGC Clinical Practice
Guaidline.

14

Anda mungkin juga menyukai