Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Rickets merupakan suatu sindrom klinis yang menggambarkan spektrum

kelainan metabolik dengan abnormalitas gambaran radiologis dan histopatologis yang

serupa yang disebabkan karena mineralisasi yang inadekuat atau lambat dari matriks

organik tersintesis baru (osteoid) pada tulang yang imatur sebelum fusi fisis.

Tulang yang sedang bertumbuh atau imatur rentan terhadap defisiensi

nutrisi dan mencerminkan terjaganya mekanisme homeostatik dalam memelihara

kalsium. Dua kelainan yang sering terjadi pada tulang imatur ini adalah rickets dan

hiperparatiroidisme, yang pada umumnya sekunder akibat adanya kelainan ginjal

kronis.

Rickets aktif bermanifestasi hanya pada tulang yang mengalami

pertumbuhan sehingga kelainan ini tampak pada periode pertama pertumbuhan yang

berlangsung cepat, yaitu usia antara 6 bulan dan 3 tahun. Tipe rickets yang kurang parah

dapat tidak bermanifestasi sampai usia prepubertas. Rickets dilaporkan semakin banyak

terjadi pada bayi prematur dengan berat badan lahir sangat rendah. Patogenesis hal ini

kemungkinan karena metabolik, nutrisional, dan pada beberapa kasus karena iatrogenik.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Rickest

Rickets dapat didefinisikan sebagai penyakit umum dari pertumbuhan

tulang. Yang khas di sini adalah kegagalan garam-garam calsium diendapkan

secara tepat dalam matriks tulang organik (osteoid) dan diendapkan dalam

tulang rawan pra tulang (pre-osseous) dan lempeng epiphysis dalam zona tulang

rawan yang mengalami kalsifikasi.

Terjadi deposisi normal calsium kedalam osteoid dan tulang rawan pra

tulang ini, tergantung dari dipertahankannya kadar-kadar fisiologik Calsium dan

Fosfor dalam serum, dan ini tergantung dari dari adanya keseimbangan antara

faktor-faktor absorpsi setiap elemen, dari usus halus, ekskresi oleh ginjal dan

usus halus dan kecepatan gerakan elemen-elemen tersebut kedalam dan keluar

dari tulang. Faktor – faktor yang penting mempertahankan keseimbangan ini

adalah vitamin D, hormon parathyroid, dan calsitonin. Dengan demikian jelas,

bahwa banyak macam gangguan yang dapat menimbulkan satu kelainan umum

rickets ini.

2.2 Anatomi dan Fisiologi Tulang

Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis

sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang

pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah

pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti. Tulang panjang terdiri dari :

2
epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan bagian paling atas dari tulang

panjang, metafisis merupakan bagian yang lebih lebar dari ujung tulang panjang,

yang berdekatan dengan diskus epifisialis, sedangkan diafisis merupakan bagian

tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer.

Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum,

yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses

pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang

mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah

yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang

patah.

Sel - Sel Tulang

Sel-sel tulang terdiri atas :

- Osteoblas

Osteoblas bertanggung jawab atas pembentukan tulang, terbentuk

dari sel-sel mesenkim lokal yang berbentuk sel kuboid pada permukaan

bebas dari trabekula tulang dan sistem Haversian dimana pembentukan

tulang baru terjadi. Sel osteoblas ini banyak mengandung alkali fosfatase dan

bertanggung jawab atas produksi dan mineralisasi matriks tulang.

- Osteosit

Osteosit berada pada lakuna tulang, berhubungan dengan osteosit

lainnya dan permukaan sel melalui prosesus sitoplasma. Fungsi osteosit

masih belum jelas dan diduga berperan dalam resorpsi tulang (dalam proses

osteolitik-osteolisis) dan transpor ion kalsium, di bawah pengaruh hormon

paratiroid.

3
- Osteoklas

Osteoklas merupakan mediator utama dalam proses resorpsi

tulang. Sel osteoklas adalah sel dengan inti yang banyak yang berasal dari sel

monosit dalam sumsum tulang. Apabila terjadi resorpsi matriks organik,

maka osteoklas dapat terlihat dalam suatu saluran yang disebut howsheeps

lacunae.

Struktur Tulang

Tulang imatur (woven bone) adalah tulang dengan serat-serat kolagen

yang tidak teratur baik dan sel-selnya tidak mempunyai orientasi yang khusus.

Tulang matur (lamelar bone) adalah tulang dengan serat kolagen yang teratur,

tersusun secara paralel membentuk lapisan yang multipel disebut lamelae

dengan sel osteosit di antara lapisan-lapisan tersebut. Tulang matur terdiri dari

dua struktur yang berbeda bentuknya, yaitu :

1. Tulang kortikal yang bersifat kompak

2. Tulang trabekular yang bersifat spongiosa

Mineral Tulang

- Kalsium

Kalsium merupakan mineral esensial bagi kelangsungan fungsi dan

proses fisiologis normal sel misalnya pada proses penghantaran impuls saraf

dan kontraksi otot. Konsentrasi normal kalsium dalam darah dan cairan

ekstraseluler antara 8,8 – 10,4 mg/100 ml. Umunya kalsium terikat dengan

protein dan sebagian dalam bentuk ion yang efektif untuk metabolisme sel

dan proses homeostasis tubuh. Untuk mencukupi kebutuhan kalsium tubuh,

makanan sehari-hari harus mengandung kalsium sebanyak 400-800 mg di

4
mana sebanyak 50% akan masuk ke dalam sirkulasi yang absorbsinya dari

intestinal dimungkinkan oleh adanya metabolit vitamin D. Eksresi kalsium

dalam urin bervariasi antara 100-400 mg/24 jam dan bila kadar kalsium

darah berkurang, tubuh akan berusaha mengimbangi dengan jalan

meningkatkan reabsorpsi klsium pada tubulus ginjal sehingga akibatnya

ekskresi akan berkurang.

- Fosfor

Diperlukan untuk berbagai proses metabolisme yang penting.

Konsentrasi fosfor di dalam darah hampir seluruhnya dalam bentuk ion

fosfat inorganik sebanyak 2,8 – 4 mg/100 ml. Ekskresi fosfat sangat efisien,

tapi sebanyak 90% diresorpsi kembali ke dalam tubulus proksimalis ginjal di

bawah pengaruh hormon paratiroid.

- Hormon paratiroid

Hormon paratiroid berperan dalam regulasi metabolisme kalsium

tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan konsentrasi kalsium

ekstraseluler. Efek hormon paratiroid pada tubulus renalis adalah

menurunkan reabsorbsi fosfor dan meningkatkan reabsorbsi kalsium

sehingga ekskresi fosfor meningkat dan ekskresi kalsium berkurang pada

urin. Pada tulang, hormon paratiroid akan meningkatkan resorpsi tulang

oleh sel osteoklas dan pelepasan kalsium serta fosfat dalam darah.

- Kalsitonin

Kalsitonin diproduksi oleh sel C tiroid dan mempunyai fungsi yang

berlawanan dengan hormon tiroid.

5
- Vitamin D

Vitamin D berfungsi dalam remodeling tulang serta mobilisasi

kalsium dari usus halus dan tulang. Secara alamiah vitamin D yang aktif

dalam tubuh dalam bentuk vitamin D3 (kolekalsiferol) yang berasal dari dua

sumber yaitu langsung dari diet dan secara tidak langsung terjadi dari

perubahan prekusor vitamin D3 pada kulit di bawah pengaruh sinar ultra

violet. Kebutuhan sehari – hari tubuh terhadap vitamin D sebesar 400 IU.

2.3 Epidemiologi Rickets

Vitamin D-deficiency rickets merupakan penyakit yang sering terjadi

pada abad lalu, namun sekarang sangat jarang dijumpai di negara maju. Penyakit

ini kadang-kadang djumpai pada bayi dengan berat badan rendah sesuai masa

kehamilan. Di negara berkembang, vitamin Ddeficiency rickets masih

merupakan penyakit yang umum dijumpai.

6
Adapun di negara maju, vitamin D-resistdant rickets merupakan

kelainan tulang metabolik yang paling sering dijumpai. Kelainan ini merupakan

kelainan yang diturunkan dengan pola pewarisan x-linked dominant pada dua

pertiga kasus, dan lebih banyak diderita anak perempuan daripada anak laki-laki.

Sebuah data menyebutkan bahwa rickets di Turki dan di Afrika banyak

disebabkan oleh defisiensi kalsium, sedangkan pada anak ras Afrika-Amerika

terjadinya rickets dapat disebabkan paparan sinar matahari yang inadekuat.

Rickets aktif bermanifestasi hanya pada tulang yang mengalami

pertumbuhan sehingga kelainan ini tampak pada periode pertama pertumbuhan

yang berlangsung cepat, yaitu usia antara 6 bulan dan 3 tahun terutama dibawah

18 bulan. Tipe rickets yang kurang parah dapat tidak bermanifestasi sampai usia

prepubertas. Rickets dilaporkan semakin banyak terjadi pada bayi prematur

dengan berat badan lahir sangat rendah. Patogenesis hal ini kemungkinan karena

metabolik, nutrisional, dan pada beberapa kasus karena iatrogenik.

2.4 Etiologi Rickets

Rickets dapat terjadi secara kongenital ataupun akuisita. Berbagai

faktor yang turut berperan dalam terjadinya rickets yaitu metabolisme vitamin D

yang meliputi asupan, hidroksilasi pada hepar dan ginjal, dan resistansi organ

terhadap kerja hormon. Penyebab yang biasa dijumpai antara lain yaitu:

malnutrisi, paparan sinar matahari yang kurang, status malabsorpsi yang

melibatkan pankreas, usus halus dan hepar, serta hidroksilasi yang abnormal.

Penyebab terjadinya rickets pada anak yang berusia kurang dari 6

bulan yaitu antara lain karena hipofosfatasia, dimana hipofosfatasia atau

7
hipokalsemia ini merupakan penyebab rickets pada osteopetrosis yang berat.

Rickets juga banyak terjadi pada bayi prematur, dimana gambaran radiologis

rickets ditemui pada sekitar 55% bayi dengan berat lahir kurang dari 1000 gram.

Rickets juga banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer dan faktor-faktor

prenatal lain yaitu hiperparatiroidisme maternal, defisiensi vitamin D maternal,

insufiensi renal maternal. Sedangkan pada anak yang berusia lebih dari 6 bulan,

rickets lebih banyak disebabkan karena defisiensi nutrisi (nutritional rickets),

kelainan pada hepar yang meliputi penyakit hepar kronis dan terapi

antikonvulsan, malabsorbsi, insufisiensi tubular ginjal serta penyakit ginjal

kronis.

2.5 Patofisiologi Rickets

Rickets dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti yang telah

disebutkan di atas. Pada kasus defisiensi vitamin D (asupan nutrisi, paparan

sinar matahari yang kurang, gangguan pembentukan pada hepar dan ginjal),

akan terjadi gangguan absorbsi kalsium dan fosfat di usus halus, penurunan

reabsorbsi kalsium dan fosfat di ginjal serta gangguan mineralisasi tulang secara

langsung. Sebagai akibatnya terjadi mineralisasi yang terlambat atau adekuat

pada matriks organik tulang yang baru tersintesis (osteoid) pada tulang yang

imatur karena gangguan deposisi kalsium dan fosfat pada tulang.

2.6 Gejala Klinis Rickets

Pada bayi baru lahir dengan berat badan lahir yang sangat rendah atau

bayi yang membutuhkan alimentasi parenteral, sering dijumpai osteopenia dan

8
fraktur. Pada bayi yang berumur kurang dari setahun, kejang hipokalsemia dapat

merupakan manifestasi awal terjadinya rickets. Pada bayi yang lebih besar dan

pada anak-anak, rickets bermanifestasi dengan pelebaran metafisis tulang

panjang, costochondral junctions yang prominen (rachitic rosary), flaring

dinding thoraks anterior bawah, frontal bossing, dan kadang-kadang dijumpai

craniotabes. Setelah anak mulai belajar berjalan dan terdapat tumpuan berat

badan, dapat terjadi adanya genu valgum atau genu varum (lebih sering

dijumpai). Juga dapat dijumpai bengkoknya tibia ke arah anterior (saber shin).

Anak akan lebih lambat dalam belajar duduk, berdiri dan berjalan

daripada anak normal. Juga dapat terjadi gambaran coxae varae yang dapat

diikuti dengan terjadinya skoliosis. Pada gigi juga dapat dijumpai erupsi gigi

yang terlambat, hipoplasia enamel dengan karies dentis. Manifestasi sistemik

rickets meliputi kelemahan otot, gangguan pergerakan dan pertumbuhan,

anoreksia, dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi pada pasien dengan

defisiensi vitamin D.

2.7 Pemeriksaan Penunjang Rickets

a. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi turut berperan dalam menilai rickets, dan

dapat dilakukan dengan pemeriksaan foto polos, CT scan, magnetic

resonance imaging (MRI), skintigrafi, bone scan dan ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan foto polos

Perubahan radiologis pada rickets diilustrasikan dengan baik pada

tulang panjang. Meskipun terjadi perubahan pada tulang secara umum,

9
namun lokasi pertama dan paling nyata dijumpai dimana pertumbuhan

tulang berlangsung sangat cepat seperti pergelangan tangan, lutut,

costochondral junction, femur distal dan proksimal, tibia proksimal,

humerus proksimal dan radius distal.

Pada rickets, terjadi osifikasi yang abnormal yang menyebabkan

retardasi tulang dan osteopenia. Gambaran radiografi paling awal pada

rickets yaitu pelebaran lempeng epifisis disepanjang aksis longitudinal

tulang yang diikuti dengan penurunan densitas tulang pada sisi metafisis

lempeng epifisis. Seriring dengan perkembangan penyakit, pelebaran

lempeng epifisis akan semakin bertambah dan zona kalsifikasi provisional

menjadi ireguler. Selanjutnya tampak gambaran fraying dan iregularitas pada

tulang spongiosa pada metafisis.

Pada foto polos dapat dijumpai tampak gambaran yang khas yaitu

sebagai berikut: di kepala dapat tampak gambaran frontal bossing, wormian

bones, maupun craniotabes; pada genu dapat tampak genu varum maupun

genu valgum; pada tibia akan tampak saber shin, pada pelvis dapat dijumpai

gambaran triradiate pelvis serta epifisi caput femur yang mengalami slipped;

pada thorax dapat dijumpai gambaran rachitic rosary dan pectus carinatum.

Selain itu juga dapat dijumpai fraktur greenstick, skoliosis, keterlambatan

erupsi gigi dan hipoplasia enamel gigi.

b. Pemeriksaan radiologi lain

Pemeriksaan CT scan dapat membantu mengevaluasi adanya

fraktur dan menilai densitas tulang. Pemeriksaan MRI merupakan

pemeriksaan yang optimal untuk melihat pelebaran epifisis dengan

10
meningkatnya sinyal T2, menghilangnya zona kalsifikasi provisional serta

mendeteksi Looser’s zone. Lebar epifisis normal berkisar 0,9-1,9 mm,

sedangkan pada rickets dapat melebar menjadi 2,5-3 mm. Pemeriksaan

skintigrafi dapat memperlihatkan cortical infractions yang kemudian akan

berkembang menjadi Looser’s zones. Pemeriksaan bone scan menggunakan

technetium 99m methylene diphosphonate (MDP) dapat menunjukkan

adanya area peningkatan uptake bilateral dan simetris, yang akan

memperlihatkan inital flare up setelah terapi awal. Pemeriksaan

ultrasonografi dapat membantu mengevaluasi epifisis caput femur yang

mengalami slipped serta berperan dalam mengevaluasi ginjal.

c. Pemeriksaan laboratorium

Hasil laboratorium pada pasien rickets dapat bervariasi sesuai

dengan derajat defisiensi vitamin D yang terjadi. Sebagian besar pasien

dengan rickets mempunyai kadar kalsium total yang normal atau rendah,

kadar fosfat yang rendah, serta peningkatan fosfatase alkali dan konsentrasi

hormon paratiroid. Pada kasus defisiensi vitamin D, dapat terjadi penurunan

kadar vitamin D aktif yang sangat rendah, biasanya kurang dari 5 ng/mL.

Meskipun demikian kadarnya tidak turun dengan ekstrim pada pasien rickets

akibat defisiensi kalsium atau yang telah mendapat terapi vitamin D ataupun

mendapat paparan sinar matahari yang cukup.

2.8 Diagnosis Banding Rickets

Terdapat beberapa kelainan yang mempunyai kemiripan dengan

rickets berdasarkan gambaran radiologis. Diagnosis banding rickets yang

11
dibahas berikut ini adalah osteogenesis imperfekta, non accidental injury, dan

skurvi.

1. Osteogenesis imperfekta

Osteogenesis imperfekta merupakan kelainan kongenital yang

relatif jarang, dan bermanifestasi sebagai peningkatan fragilitas tulang dan

osteoporosis, juga dengan kelainan gigi, sendi serta kulit yang tipis. Kelainan

ini terjadi karena abnormalitas kolagen tipe I, sehingga terdapat kelainan

pada sklera, kornea, sendi dan kulit. Terdapat empat tipe osteogenesis

imperfekta yang didasarkan pada gangguan kolagen spesifik yang terjadi.

2. Non accidental injury (NAI)

Non accidental injury (NAI) disebut juga sebagai Child abuse,

battered child syndrome, shaken baby syndrome dan sebagainya. Trauma

tulang merupakan temuan yang paling sering dijumpai pada studi pencitraan

anak dengan NAI. Pola trauma skeletal meliputi subperiosteal new bone

formation, fraktur metafisis atau classic metaphyseal lesion (CML),

pemisahan epifisis, dan fraktur pada diafisis.

Temuan pada tulang yang paling sering berhubungan dengan NAI

yaitu classic metaphyseal lesion (CML), yang disebut juga metaphyseal

corner fracture dan bucket handle fracture. CML terjadi pada sekitar 20%

kasus fraktur akibat NAI dan biasanya dijumpai multipel. Faktur ini lebih

sering terjadi pada ekstremitas bawah dan paling sering dijumpai di sekitar

lutut.18 Secara patologis fraktur meluas mendatar melalui spongiosa primer.

Fraktur dapat meluas parsial atau komplit menyeberangi metafisis. Fraktur

seperti ini paling sering terjadi pada femur distal, tibia dan fibula proksimal

12
dan distal, humerus proksimal, serta lebih jarang dijumpai pada siku,

pergelangan tangan, femur proksimal. Fraktur terjadi dengan torsi dan traksi

ekstremitas yang terjadi karena bayi direbut di lengan atau kaki.

Fraktur juga dapat terjadi setelah akselerasi dan deselerasi

ekstremitas yang tiba-tiba karena bayi diguncangkan dengan hebat dan

direbut di thorax. Fraktur terjadi pada thorax bayi, terutama pada costa

posterior. Terdapat temuan-temuan pada NAI yang mempunyai spesifisitas

tinggi, sedang dan rendah, yang dapat membantu menyingkirkan adanya

NAI. Temuan dengan spesifisitas yang tinggi diantaranya adalah classic

metaphyseal lesion, fraktur costa terutama aspek posterior, fraktur yang tidak

biasa, misalnya pada vertebra, acromion.

3. Skurvi

Skurvi disebabkan oleh defisiensi vitamin C atau asam askorbat,

biasanya terkait diet. Pada kelainan ini terjadi gangguan jaringan ikat untuk

menghasilkan kolagen sehingga terdapat defek produksi osteoid oleh

osteoblas dan berkurangnya ossifikasi endokhondral tulang.

2.9 Penatalaksanaan Rickets

Vitamin D-deficiency rickets dapat dicegah ataupun diterapi dengan

pemberian vitamin D 500 IU setiap hari, serta dipastikan juga pasien mendapat

paparan sinar matahari yang adekuat. Sedangkan pada vitamin D-resistant

rickets diberikan terapi vitamin D dosis tinggi yaitu antara 50.000-100.000 IU,

serta dapat diberikan juga terapi fosfat yang disesuaikan dengan kadarnya dalam

13
serum. Penatalaksaan ortopedik juga dapat dilakukan sesuai dengan kondisi

klinis pasien.

14
BAB III

KESIMPULAN

Rickets adalah penyakit yang menyebabkan tulang tidak tumbuh dengan kuat,

mudah terjadi fraktur, dan deformitas. Etiologi dari rickets adalah Defisiensi vitamin D,

Insufisiensi ginjal kronik, Insufisiensi tubulus renalis. Tatalaksana rickets adalah :

 Pemberian obat-obatan untuk mengontrol penyakit, sehingga tidak terjadi

deformitas tambahan akibat rekurensi penyakit.

 Pemasangan bidai pada deformitas torsional, genu varum, dan genu valgum.

 Osteotomi pada deformitas yang menetap, yang tidak efektif dengan pengobatan

lokal dan obat-obatan.

Diagnosis rickest antara lain adalah : Osteogenesis imperfekta, Osteogenesis

imperfekta merupakan kelainan kongenital yang relatif jarang, dan bermanifestasi

sebagai peningkatan fragilitas tulang dan osteoporosis, juga dengan kelainan gigi, sendi

serta kulit yang tipis. Diagnosis banding lain Non accidental injury (NAI), Skurvi

15
DAFTAR ISI

1. Babyn P. Metabolic bone disorders. In: Daldrup HE, Gooding CA, editor.

Essentials of pediatric radiology. Cambridge University Press; 2010. Pp 256- 66.

2. Haller JO, Slovis TL, Joshi A. Pediatric radiology. 3rd ed. Springer-Verlag

Berlin Heidelberg.2005. pp193-4.

3. Bonakdarpour A. Systematic approach to metabolic disease of bone. In:

Bonakdarpour A, editor. Diagnostic imaging of musculoskeletal diseases: a

systematic approach. Springer; 2010.pp 15-50.

4. Rudolph CD, Rudolph AM. Rudolph’s pediatrics. 21st ed. The McGraw-Hill

companies inc. 2003. Pp2156-62.

5. Donelly LF, Jones BV, O’Hara SM, Anton CG, Benton C, Westra SJ, et al.

Diagnostic imaging pediatrics. 1st ed. Amirsys Inc; 2005.

6. Hodler J, Von Schulthess GK, Zollikofer CI, editor. Muskuloskeletal diseases.

Springer Verlag Italia; 2009.

7. Weissleder, Wittenberg, Harisinghani, Chen. Primer of diagnostic imaging. 5th

ed. Elsevier Mosby. 2011.pp335-6.

16

Anda mungkin juga menyukai