Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN IKM-IKK SKRIPSI 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

“PERSEPSI PASIEN TERHADAP PELAYANAN RAWAT INAP DI


KLINIK DESA HULU LANGAT, SELANGOR PERIODE JULI 2015”

OLEH:
Muhammad Saifuddin Bin Hassan

NIM
C11110874

PEMBIMBING:
Dr. dr. H. A. Armyn Nurdin, Msc

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR

1
2015

BAB I

1.1 Latar Belakang

Di negara maju maupun berkembang reformasi pelayanan kesehatan telah

lama dibicarakan. Di Amerika, meningkatkan kualitas pelayanan pasien adalah

penting dan amat dibutuhkan. Ini karena pasien sering komplen mengenai

perhatian yang jarang diberikan oleh dokter dan perawat sehingga kebutuhan

pasien diabaikan. Komunitas kesihatan masih terbelakang dalam menilai kepuasan

pasien dan hal ini membuat sistem pelayanan kesehatan harus semakin responsif

terhadap kebutuhan pasien atau masyarakat. The National Committee for Quality

Assurance (NCQA) telah melakukan usaha mengumpul data mengenai plan

kesihatan pekerja dan dari hasil survey yang dilakukan memberi afek kepada

kepuasan pasien dalam praktis medis. Ini perlu dilakukan reorientasi tujuan dari

organisasi pelayanan kesehatan dan reposisi hubungan pasien, dokter atau profesi

pelayanan kesehatan agar semakin terfokus pada kepentingan pasien. (Bleich s.n

et al. 2009)

Survei kepuasan pasien menjadi penting dan perlu dilakukan bersamaan

dengan pengukuran dimensi mutu pelayanan kesehatan yang lain. Keinginan

pasien atau masyarakat dapat diketahui melalui survei kepuasan pasien. Data yang

didapatkan dari survey tingkat kepuasan pasien terhadap layanan kesihatan oleh

tenaga medis dapat mendeteksi masalah- masalah yang terjadi sehingga masalah

tersebut dapat diselesaikan segera sebelum menjadi parah. Oleh sebab itu

2
pengukuran kepuasan pasien perlu dilakukan secara berkala dan akurat. ( Powell l,

2001)

Melalui pengukuran tersebut, diketahui sejauh mana mutu pelayanan yang

telah diselenggarakan dapat memenuhi harapan pasien. Jika belum sesuai dengan

harapan pasien, maka menjadi suatu masukan bagi organisasi pemberi pelayanan

kesehatan agar berupaya memenuhinya, begitu sebaliknya. Pasien akan selalu

mencari pelayanan kesehatan di fasilitas yang kinerja pelayanan kesehatannya

dapat memenuhi harapan atau tidak mengecewakan pasien. (Powell L, 2001)

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara

sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat.

puskesmas adalah suatu unit pelayanan kesehatan yang merupakan ujung tombak

dalam bidang kesehatan dasar. Sebuah Puskesmas dituntut untuk lebih bermutu

sesuai dengan masalah kesehatan masyarakat yang potensial berkembang di

wilayah kerjanya masing–masing. Dengan jangkauannya yang luas sampai

pelosok desa, pelayanan Puskesmas yang bermutu akan menjadi salah satu faktor

penentu upaya peningkatan status kesehatan masyrakat. Dengan semakin

berkembangnya masyarakat kelas menengah maka tuntutan untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan yang lebih bermutu juga meningkat. Sehingga untuk

menghadapi hal itu diupayakan suatu program menjaga mutu pelayanan kesehatan

dengan tujuan antara lain memberikan kepuasan kepada masyarakat. (Penyusun

T. 2014)

3
Pengguna jasa pelayanan kesehatan di Puskesmas menuntut pelayanan

yang berkualitas tidak hanya menyangkut kesembuhan dari penyakit secara fisik

akan tetapi juga menyangkut kepuasan terhadap sikap, pengetahuan dan

ketrampilan petugas dalam memberikan pelayanan serta tersedianya sarana dan

prasarana yang memadai dan dapat memberikan kenyamanan. Dengan semakin

meningkatnya kualitas pelayanan maka fungsi pelayanan di puskesmas perlu di

tingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberikan kepuasan

terhadap pasien dan masyarakat. ((Penyusun T. 2014)

Terciptanya kualitas layanan menciptakan kepuasan terhadap pengguna

layanan yang dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya terjalinnya

hubungan yang harmonis antara penyedia barang dan jasa dengan pelanggan,

memberikan dasar yang baik bagi terciptanya loyalitas pelanggan dan membentuk

suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi penyedia jasa.

((Penyusun T. 2014)

Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program negara

yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia tanpa peduli status ekonomi atau usianya. Inilah prinsip

keadilan sosial yang menjadi falsafah hidup semua orang didunia. (Kesehatan, M.

2013)

Kepuasan pelanggan dapat diciptakan dengan cara memberikan pelayanan

jasa yang baik kepada pelanggan, maupun menghasilkan produk yang berkualitas

dan dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan para pelanggan. Demikian pula

4
hanya bila pelayanan prima ini dilakukan dalam organisasi non komersial maupun

pemerintah. Tidak terkecuali dalam dunia kesehatan. (Kesehatan, M. 2013)

1.2 Pertanyaan Penelitian

Belum diketahui persepsi pasien rawat inap terhadap pelayanan kesihatan

di Klinik Desa Hulu Langat, Selangor.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui persepsi pasien rawat inap terhadap pelayanan

kesihatan di Klinik Desa Hulu Langat, Selangor.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui persepsi pasien rawat inap terhadap pelayanan kesihatan di

Klinik Desa Hulu Langat, Selangor.

b. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat inap berdasarkan dimensi

daya tanggap (responsiveness) di Klinik Desa Hulu Langat, Selangor.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritik :

Dengan diketahuinya persepsi pasien rawat inap terhadap pelayanan

kesihatan di Klinik Desa Hulu Langat akan menambah ilmu pengetahuan

dalam bidang kedokteran komunitas khususnya mengenai customer

satisfication (kepuasan pelanggan) dalam pelayanan kesihatan.

5
1.4.2 Manfaat aplikatif

Dengan diketahuinya tingkat kepuasan pasien rawat inap terhadap

pelayanan kesihatan di Klinik Desa Hulu Langat maka tenaga medis akan

dapat meningkatkankan pelayanannya pada pasien.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelayanan Kesehatan

Menurut Azwar (1996) yang mengutip pendapat Levey dan Loomba,

pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau

secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat.

Menurut Azwar (1996), meskipun bentuk dan pelayanaan kesehatan

banyak macamnya, namun secara umum dapat disederhanakan menjadi dua

kategori. Bentuk dan jenis pelayanan tersebut jika dijabarkan dari pendapat

Hodgets dan Cascio (1983) adalah:

1. Pelayanan Kedokteran

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan

kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang

dapat bersifat sendiri (solo practice), atau secara bersama-sama dalam suatu

organisasi (institution), tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan

memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perorangan dan

keluarga.

2. Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan

kesehatan masyarakat (public health services) ditandai dengan cara

pengorganisasisan yang umumnya secara bersama-sama dalam satu

7
organisasi, tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan

serta mencegah penyakit, serta sasarannya terutama kelompok dan

masyarakat.

Adapun hakikat dasar penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah

untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan

kesehatan (health needs and demands), yang apabila berhasil dpenuhi akan

dapat menimbulkan rasa puas (client satisfaction) terhadap pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan.

2.1.2 Puskesmas

Menurut Rustam Efendi yang dipetik dari (Khusnawati, 2010), puskesmas

adalah suatu unit pelayanan kesehatan yang merupakan ujung tombak dalam

bidang kesehatan dasar. Sebuah Puskesmas dituntut untuk lebih bermutu sesuai

dengan masalah kesehatan masyarakat yang potensial berkembang di wilayah

kerjanya masing–masing. Dengan jangkauannya yang luas sampai pelosok desa,

pelayanan Puskesmas yang bermutu akan menjadi salah satu faktor penentu upaya

peningkatan status kesehatan masyrakat. Dengan semakin berkembangnya

masyarakat kelas menengah maka tuntutan untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan yang lebih bermutu juga meningkat. Sehingga untuk menghadapi hal

itu diupayakan suatu program menjaga mutu pelayanan kesehatan dengan tujuan

antara lain memberikan kepuasan kepada masyarakat.

Pengguna jasa pelayanan kesehatan di Puskesmas menuntut pelayanan

yang berkualitas tidak hanya menyangkut kesembuhan dari penyakit secara fisik

akan tetapi juga menyangkut kepuasan terhadap sikap, pengetahuan dan


8
ketrampilan petugas dalam memberikan pelayanan serta tersedianya sarana dan

prasarana yang memadai dan dapat memberikan kenyamanan. Dengan semakain

meningkatnya kualitas pelayanan maka fungsi pelayanan di puskesmas perlu di

tingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberikan kepuasan

terhadap pasien dan masyarakat. Fungsi Puskesmas yang sangat berat dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat dihadapkan pada beberapa tantangan

dalam hal sumberdaya manusia dan peralatan kesehatan yang semakin canggih,

namun harus tetap memberikan pelayanan yang terbaik.

Kepuasan pasien dalam menilai mutu atau pelayanan yang baik, dan

merupakan pengukuran penting yang mendasar bagi mutu pelayanan. Hal ini

karena memberikan informasi terhadap suksesnya pemberi pelayanan bermutu

dengan nilai dan harapan pasien yang mempunyai wewenang sendiri untuk

menetapkan standar mutu pelayanan yang dikehendaki. Kepuasan pasien dapat

diartikan sebagai suatu sikap konsumen yakni beberapa derajat kesukaan atau

ketidaksukaanya terhadap pelayanan yang pernah dirasakan, oleh karena itu

prilaku konsumen dapat juga diartikan sebagai model perilaku pembeli (Ilyas,

1999). Selain itu Sabarguna (2004) juga bahwa, kepuasan pasien adalah

merupakan nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan.

Pengukuran tingkat kepuasan pasien mutlak, dalam upaya peningkatan mutu

pelayanan kesehatan. Melalui pengukuran tersebut, maka dapat diketahui sejauh

mana dimensi-dimensi mutu pelayanan kesehatan yang telah diselenggarakan

dapat memenuhi harapan pasien.

9
Menurut Zeithami (dalam bukunya yang berjudul “Delivering quality service

balancing customer perceptions and expectations, 1990:21-22) dalam

Sedarmayanti (200:205) menyatakan bahwa tolok ukur kualitas pelayanan dapat

diukur dari 10 sub variabel (dimensi), iaitu tangibles, reliability, responsivenss,

competence, coutesy, credibility, security, access, communications, undestanding

the customer. Namun demikian, selepas indikator-indikator daripada dimensi

tersebut digunakan untuk pengkajian secara berulang-ulang didapati berlaku

pertindihan (overlapping) antara beberapa indikator sebagai dimensi pengukuran,

iaitu antara kecakapan (competency), kesantunan (courtesy), kredibiliti

(credibility) dan keselamatan (security). Kesemua dimensi berkenaan digabung

dan disebut sebagai indikator dimensi jaminan (assurance). Selanjutnya, indikator

dimensi akses (access), komunikasi (communication), dan memahami pengguna

(understanding the customer) digabung dan disebut sebagai indikator dimensi

kesefahaman (empathy). Akhirnya, indikator dimensi pengukuran kualitas

pelayanan mengikuti sepuluh indikator dimensi tersebut diperbaiki menjadi lima

indikator dimensi yang mudah digunakan dan dikenali sebagai SERQUAL

(Service Quality), yaitu:

1. Tangibles, meliputi kewujudan bukti fizikal yang nyata seperti penampilan atau

rupa bentuk fizikal kemudahan peralatan, personel dan sistem komunikasi.

2. Reliability, meliputi kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan

dengan segera dan memuaskan.

3. Responsiveness, meliputi keinginan para pemberi pelayanan untuk membantu

pengguna dan memberikan pelayanan dengan cekap.

10
4. Assurance, meliputi kemampuan, kesopanan, sifat boleh dipercayai dan bebas

dari risiko bahaya atau ralat kesalahan perobatan.

5. Empathy, meliputi kemudahan dan kelesaan dalam menjalankan hubungan,

komunikasi yang baik dan memahami keinginan pengguna.

Metode SERQUAL tersebut telah digunakan dalam beberapa penyelidikan

dan telah memberikan peringkat kesahihan dan kepercayaan yang tinggi.

Seterusnya, dengan mengguna skala Likert, maka persepsi kualitas pelayanan

kesehatan Puskesmas sebagai variabel (variable) diukur dengan lima sub variabel

(sub-variable) dan seterusnya dikembangkan menjadi item pertanyaan. Setiap

uraian daftar pertanyaan persepsi kualitas pelayanan kesehatan Puskesmas

menyediakan lima jawaban penilaian peringkat tinggi hingga rendah seperti

”sangat baik”, ”baik”, ”sedang”, ”kurang baik” dan ”sangat tidak baik”.

2.1.2 Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu layanan adalah merujuk pada tingkat kesempurnaan layanan

kesehatan, yang satu pihak menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai

dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, dan di lain pihak tata cara

penyelenggaraannya sesuai dengan standar kode etik dan standar pelayanan

profesi yang telah ditetapkan. (Imbalo, P. 2007)

Menurut Samsi Jacobalis, (1989). Kualitas pelayanan kesehatan mencakup

empat dimensi yaitu: aspek profesi, efektivitas, effisiensi, keamanan dan kepuasan

pasien.

11
Aspek mutu pelayanan kesehatan secara keseluruhan dapat dilihat pada:

1. Penampilan keprofesian atau aspek klinis (Tangiable)

Tangiable adalah bukti langsung berupa fasilitas fisik, perlengkapan, sarana

dan penampilan pegawai. Aspek ini menyangkut SDM (dokter, perawat dan

tenaga lain) yang terkait dengan sikap, perilaku, pengetahuan dan

pengalamannya.

2. Efektifitas dan efisiensi (Realibility)

Realibility atau kehandalan yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang

dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. Hal ini menyangkut

pemanfaatan sumber daya yang ada.

3. Daya tanggap (Responsiveness)

Responsiveness atau daya tanggap yaitu keinginan para karyawan dalam

memberikan pelayanan dengan tanggap. Aspek ini menyangkut keamanan dan

keselamatan pasien, perlindungan dari resiko yang sekecil-kecilnya terhadap

pasien.

4.Jaminan (Assurance)

Assurance adalah jaminan mencakup pengetahuan, keterampilan, kemampuan,

kesopanan dan sikap dapat dipercaya dari para karyawan, bebas dari bahaya,

resiko dan keragu-raguan. Dalam hal ini menyangkut baik fisik, mental, sosial

pasien seperti kebersihan lingkungan, kemampuan, keramahan, kecepatan

pelayanan dan perhatian petugas terhadap pasien.

12
Mutu atau kualitas pada umumnya dapat diukur namun mutu jasa

pelayanan agak sulit diukur, karena umumnya bersifat subyektif, sebab

menyangkut kepuasan seseorang, bergantung pada persepsi, latar belakang, sosial

ekonomi, norma, pendidikan, budaya, bahkan kepribadian seseorang. (Imbalo, P.

2007)

2.1.2 Persepsi Pasien

Persepsi pasien atau pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa

seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya

terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya.

Kepuasan pasien merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam

mengevaluasi mutu layanan suatu rumah sakit. Ada empat aspek mutu yang dapat

dipakai sebagai indikator penilaian mutu pelayanan suatu saran kesehatan, yaitu

tampilan keprofesian yang ada di rumah sakit (aspek klinis), efisiensi dan

efektivitas penyelenggaraan layanan berdasarkan pemakaian sumber daya, aspek

keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien, aspek kepuasan pasien yang

dilayani.

Saat ini masalah ketidakpuasan terjadi di negara berkembang maupun di

negara maju. Ada berbagai macam pengertian yang diberikan oleh pakar tentang

kepuasan. Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan

kinerja/hasil yang dirasakan dengan harapannya. Kepuasan dapat diartikan

sebagai perbedaan antara harapan dan kinerja yang dirasakan.

Merkurious dkk, menyebutkan bahwa mengukur kepuasan pasien dapat

digunakan sebagai alat untuk evaluasi kualitas layanan kesehatan, evaluasi

13
terhadap konsultasi intervensi dan hubungan antara perilaku sehat dan sakit,

membuat keputusan administrasi, evaluasi efek dari perubahan organisasi

pelayanan, administrasi staf, fungsi pemasaran dan formasi etik kedokteran.

Ada dua dimensi kepuasan pasien, yaitu dimensi pertama adalah kepuasan

yang mengacu hanya pada penerapan standar dan kode etik profesi yang meliputi

hubungan dokter-pasien, kenyamanan layanan, kebebasan menentukan pilihan,

pengetahuan dan kompetensi teknis, efektivitas layanan dan keamanan tindakan.

Dimensi kedua adalah kepuasan yang mengacu pada penerapan persyaratan

pelayanan kesehatan, yang meliputi ketersedian, kewajaran, keterjangkauan,

efisiensi dan mutu layanan kesehatan.

2.2 Kerangka teori

Berdasarkan tinjauan kepustakaan di atas, berikut ini disajikan kerangka


teori Hendric L Blum dari penelitian mengenai “Persepsi pasien rawat inap
terhadap pelayanan kesihatan di Klinik Desa Hulu Langat, Selangor.”

14
2.3 Kerangka konsep

Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada skema berikut :

15
efisiensi
pelayanan

sarana Kepuasan daya


kesehatan pasien tanggap

assurance

16
2.4 Variabel Penelitian

Pada penelitian ini secara umum variabel yang diteliti dibagi atas 2 bagian

yaitu :

2.4.1.1 Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pelayanan Kesehatan di

Klinik Desa Hulu Langat, Selangor berdasarkan persepsi pasien terhadap

pelayanan rawat inap di Puskesmas tersebut.

2.4.1.2 Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel independen dalam penelitian ini adalah persepsi pasien yang

terdiri dari : Tangiable, Realibility, Responsiveness, dan Assurance

2.5 Hipotesis

Hipotesis Nol (H0):

1. Tidak ada hubungan antara efisiensi pelayanan kesihatan terhadap


persepsi pasien terhadap pelayanan rawat inap di Klinik Desa Hulu
Langat, Selangor periode 6 sampai 13 Juli 2015.
2. Tidak ada hubungan antara sarana kesehatan terhadap persepsi pasien
terhadap pelayanan rawat inap di Klinik Desa Hulu Langat, Selangor
periode 6 sampai 13 Juli 2015.
3. Tidak ada hubungan antara daya tanggap tenaga medis terhadap
persepsi pasien terhadap pelayanan rawat inap di Klinik Desa Hulu
Langat, Selangor periode 6 sampai 13 Juli 2015.
4. Tidak ada hubungan antara kepastian pasien terhadap persepsi pasien
terhadap pelayanan rawat inap di Klinik Desa Hulu Langat, Selangor
periode 6 sampai 13 Juli 2015.

17
Hipotesis Alternatif (Ha):
1. Adanya hubungan antara efisiensi pelayanan kesihatan terhadap
persepsi pasien terhadap pelayanan rawat inap di Klinik Desa Hulu
Langat, Selangor periode 6 sampai 13 Juli 2015.
2. Adanya hubungan antara sarana kesehatan terhadap persepsi pasien
terhadap pelayanan rawat inap di Klinik Desa Hulu Langat, Selangor
periode 6 sampai 13 Juli 2015.
3. Adanya hubungan antara daya tanggap tenaga medis terhadap persepsi
pasien terhadap pelayanan rawat inap di Klinik Desa Hulu Langat,
Selangor periode 6 sampai 13 Juli 2015.
4. Adanya hubungan antara kepastian pasien terhadap persepsi pasien
terhadap pelayanan rawat inap di Klinik Desa Hulu Langat, Selangor
periode 6 sampai 13 Juli 2015.

BAB III
18
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan satu bentuk rancangan penelitian analitik

observasional menggunakan desain cross sectional untuk melihat adanya

hubungan antara efisiensi pelayanan kesihatan, sarana kesehatan, daya tanggap

tenaga medis, kepastian pasien terhadap persepsi pasien rawat inap di Klinik Desa

Hulu Langat dan pada satu waktu yang bersamaan dengan menggunakan

instrument penelitian berupa kuesioner. Pengambilan data dilakukan dengan cara

meminta responden mengisi kuesioner yang telah dipersiapkan.

3.2 Populasi Dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap yang

berkunjung dan mendapat pelayanan kesehatan di Klinik Desa Hulu Langat,

Selangor 3.3 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap dan mendapat

pelayanan kesehatan di Klinik Desa Hulu Langat, Selangor saat periode penelitian

tanpa melihat pasien tersebut baru pertama kali datang atau sudah pernah datang

berobat.

n = Zα2 x PQ
d2
dimana :

n Dimana:

n: Besar sampel penelitian

Zα : deviat baku alpha

19
P : proporsi kategori variabel yang diteliti

Q : 1-P

d: presisi

Zα: 1,96

P: 0,18

Q: 0,82

d: 0,1%

1,96∗0,5 ( 1−0,50 )
n=
0,12

n=¿3,8416 x 0,25/ 0,01


n=96.04

Batas kemaknaan adalah p < 0,05 dengan interval kepercayaan 95%.


Dengan perhitungan berdasarkan rumus di atas, didapatkan nilai n =96.04 yang
jika dibulatkan menjadi 96 responden.

3.4 Cara Pengumpulan Sampel

Cara pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Accidental sampling

yaitu sampel yang diambil adalah pasien rawat jalan yang ditemui pada saat

penelitian berlangsung tanpa melihat pasien tersebut baru pertama kali datang atau

sudah pernah datang berobat.

3.4.1 Kriteria Seleksi

20
1. Kriteria Inklusi

a. Terdaftar sebagai pasien rawat inap di Klinik Desa Hulu Langat, Selangor

periode 6- 13 Juli 2015.

b. Responden yang bisa berkomunikasi dengan baik.

c. Responden tidak dalam keadaan gawat darurat.

d. Bersedia ikut serta dalam penelitian.

2. Kriteria Eksklusi :

a. Pasien rawat jalan Klinik Desa Hulu Langat, Selangor

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah berupa kuisioner yang dipergunakan untuk

pengumpulan data.

3.6. Manajemen dan Analisis Data


3.6.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak
pemerintah dan Kementerian Kesehatan Negeri Selangor. Setelah itu dilakukan
pengamatan dan pencatatan langsung kedalam daftar tilik yang telah disediakan.

3.6.2. Teknik Pengolahan Data


Pengolahan data hasil penelitian dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
3.6.2.1. Pemeriksaan data (Editing)
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau
kuisioner, kelengkapan data, diantaranya kelengkapan identitas, lembar kuesioner,
dan kelengkapan isian kuesioner sehingga apabila terdapat ketidaksesuaian dapat
dilengkapi segera oleh peneliti.

21
3.6.2.2. Pemberian kode (Coding)
Peneliti mengklasifikasi jawaban-jawaban yang ada menurut macamnya.
Klasifikasi dilakukan dengan jalan menandai masing-masing jawaban yang ada
dengan kode berupa angka, kemudian dimasukan kedalam tabel sehingga mudah
dibaca.

3.6.2.3. Tabulating
Peneliti mempersiapkan tabel dengan kolom dan barisnya, menghitung
banyaknya frekuensi, memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel-tabel
sesuai kriteria dengan tujuan agar data dapat tersusun rapi, mudah dibaca dan
dianalisa.

3.6.2.4. Entry data


Memasukan data yang telah ditabulasi ke dalam program komputerisasi
yaitu program SPSS 16.0.

3.6.3. Analisis Data


Analisis data penelitian merupakan media untuk menarik kesimpulan dari
seperangkat data hasil pengumpulan. Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat
dilakukan dengan tujuan melihat gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari
variabel independen dan variabel dependen. Sedangkan analisis bivariat bertujuan
untuk melihat hubungan antara dua variabel tersebut. 26
Analisis hubungan antar variabel atau perbedaan prevalens antar kelompok
yang diteliti dilakukan setelah melakukan validasi dan pengelompokkan data.
Pada studi cross-sectional, analisis yang dilakukan dapa berupa suatu uji hipotesis
ataupun analisa untuk memperoleh risiko relatif. Estimasi risiko relatif dinyatakan
dengan Rasio Prevalens (RP). Rasio prevalens memberikan gambaran peran
faktor risiko terhadap terjadinya efek atau penyakit, dengan cara membandingkan
antara prevalensi penyakit (efek) pada kelompok dengan risiko dengan prevalensi

22
efek pada kelompok tanpa risiko. RP dihitung dengan cara sederhana
menggunakan tabel 2x2 seperti yang terlihat pada tabel 4.1. 26

Tabel 4.1 Tabel 2x2

a= subjek dengan faktor risiko yang mengalami efek


b= subjek dengan faktor risiko yang tidak mengalami efek
c= subjek tanpa faktor risiko yang mengalami efek
d= subjek tanpa faktor risiko yang tidak mengalami efek

Rasio Prevalens (RP) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :26

a/(a+b) = proporsi (prevalens) subyek yang mempunyai faktor risiko yang


mengalami efek
c/(c+d) = proporsi (prevalens) subyek tanpa faktor risiko yang mengalami efek

Rasio prevalens harus selalu disertai dengan Interval Kepercayaan (IK)


yang dikehendaki. Interval Kepercayaan menunjukkan letak rasio prevalens yang
diperoleh dari populasi terjangkau bila sampling dilakukan berulang-ulang dengan
cara yang sama.

23
Interprestasi hasil Rasio Prevalensi (RP) : 26
1. Bila RP = 1 maka variabel yang diduga menjadi faktor risiko tidak ada
pengaruhnya terhadap terjadinya efek, atau dengan kata lain bersifat netral.

2. Bila RP > 1 dengan rentang interval kepercayaan 95% tidak mencakup angka 1,
berarti variabel yang diduga menjadi faktor risiko ternyata benar merupakan
faktor risiko terjadinya penyakit.

3. Bila RP < 1 dengan rentang interval kepercayaan 95% tidak mencakup angka 1,
maka variabel yang diteliti merupakan faktor protektif, bukan faktor risiko.

4. Bila interval kepercayaan rasio prevalens mencakup angka 1, maka berarti


populasi yang diwakili oleh sampel tersebut masih mungkin nilai prevalensnnya =
1. Hal ini berarti bahwa dari data yang ada belum dapat disimpulkan bahwa faktor
yang dikaji benar-benar merupakan faktor risiko atau faktor protektif.

Pengujian statistik untuk data proporsi dapat dilakukan dengan


menggunakan uji Chi Square pada program SPSS. Uji Chi Square merupakan uji
hipotesis non parametrik. Syarat uji Chi Square yaitu : 23
1. Merupakan analisis data kategorikal.

2. Data merupakan frekuensi (bukan proporsi/persentase)

3. Menghitung besar perbedaan antara nilai pengamatan (observed frequencies)


dengan nilai harapan (expected frequencies).

4. Besar sampel cukup, tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai expected
frequencies kurang dari satu.

5. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai expected frequencies kurang dari 5,
lebih dari 20% dari keseluruhan sel. Uji Fisher adalah uji hipotesis untuk proporsi
dua kelompok dengan jumlah subyek yang sedikit. Bila syarat uji Chi Square
tidak terpenuhi, baris/kolom sel dimampatkan (digabung) tetapi bila tetap tidak
memenuhi syarat gunakan uji lainnya (Fisher’s exact test untuk tabel 2x2 atau uji
binomial untuk tabel 1x2).

24
3.7 Definisi Operasional

Definisi operasional sebagai batasan-batasan dalam penelitian ini adalah :

a) Tangiable (bukti fisik)

Merupakan tanggapan pasien yang dinilai dari pertanyaan yang ada pada

kuisioner yang menyangkut wujud langsung yang meliputi penampilan fisik.

Kriteria Objektif :

Dengan menggunakan skala Likert maka skor jawaban dari responden

dikalikan dengan jumlah soal. Adapun nilai tiap jawaban adalah sebagai berikut :

sangat baik bernilai 5, Baik bernilai 4, Cukup Baik bernilai 3, Kurang Baik

bernilai 2, dan Tidak Baik bernilai 1. Dengan menggunakan skala Likert dimana

skor tertinggi jawaban responden (X) = jumlah pertanyaan x skor jawaban

tertinggi = 5 x 5 = 25 dan skor terendah 5 x 1 = 5.

Jadi kriterianya :

Sangat memuaskan jika jawaban responden bernilai 21-25

Memuaskan jika jawaban responden berada pada nilai 16-20

Cukup memuaskan jika jawaban responden berada pada nilai11-15

Kurang memuaskan jika jawaban responden berada pada nilai 6-10

Tidak memuaskan jika jawaban responden bernilai 5

b) Realibility (kehandalan)

Merupakan tanggapan pasien yang dinilai dari pertanyaan yang ada pada

kuisioner yang menyangkut kehandalan sistem pelayanan yang diberikan oleh

dokter dan paramedis lainnya.

25
Kriteria Objektif :

Dengan menggunakan skala Likert maka skor jawaban dari responden

dikalikan dengan jumlah soal. Adapun nilai tiap jawaban adalah sebagai berikut :

sangat baik bernilai 5, Baik bernilai 4, Cukup Baik bernilai 3, Kurang Baik

bernilai 2, dan Tidak Baik bernilai 1. Dengan menggunakan skala Likert dimana

skor tertinggi jawaban responden (X) = jumlah pertanyaan x skor jawaban

tertinggi = 5 x 5 = 25 dan skor terendah 5 x 1 = 5.

Jadi kriterianya :

Sangat memuaskan jika jawaban responden bernilai 21-25

Memuaskan jika jawaban responden berada pada nilai 16-20

Cukup memuaskan jika jawaban responden berada pada nilai11-15

Kurang memuaskan jika jawaban responden berada pada nilai 6-10

Tidak memuaskan jika jawaban responden bernilai 5

c) Responsiveness (ketanggapan)

Merupakan tanggapan pasien yang dinilai dari pertanyaan yang ada pada

kuisioner yang menyangkut keinginan dan kesediaan memberikan pelayanan yang

tanggap.

Kriteria Objektif :

Dengan menggunakan skala Likert maka skor jawaban dari responden

dikalikan dengan jumlah soal. Adapun nilai tiap jawaban adalah sebagai berikut :

sangat baik bernilai 5, Baik bernilai 4, Cukup Baik bernilai 3, Kurang Baik

bernilai 2, dan Tidak Baik bernilai 1. Dengan menggunakan skala Likert dimana

26
skor tertinggi jawaban responden (X) = jumlah pertanyaan x skor jawaban

tertinggi = 5 x 5 = 25 dan skor terendah 5 x 1 = 5.

Jadi kriterianya :

Sangat memuaskan jika jawaban responden bernilai 21-25

Memuaskan jika jawaban responden berada pada nilai 16-20

Cukup memuaskan jika jawaban responden berada pada nilai11-15

Kurang memuaskan jika jawaban responden berada pada nilai 6-10

Tidak memuaskan jika jawaban responden bernilai 5

d) Assurance (Jaminan)

Merupakan tanggapan pasien yang dinilai dari pertanyaan yang ada pada

kuisioner yang menyangkut kemapuan dokter dalam memberikan

jaminan/kepastian.

Kriteria Objektif :

Dengan menggunakan skala Likert maka skor jawaban dari responden

dikalikan dengan jumlah soal. Adapun nilai tiap jawaban adalah sebagai berikut :

sangat baik bernilai 5, Baik bernilai 4, Cukup Baik bernilai 3, Kurang Baik

bernilai 2, dan Tidak Baik bernilai 1. Dengan menggunakan skala Likert dimana

skor tertinggi jawaban responden (X) = jumlah pertanyaan x skor jawaban

tertinggi = 5 x 5 = 25 dan skor terendah 5 x 1 = 5.

27
Jadi kriterianya :

Sangat memuaskan jika jawaban responden bernilai 21-25

Memuaskan jika jawaban responden berada pada nilai 16-20

Cukup memuaskan jika jawaban responden berada pada nilai11-15

Kurang memuaskan jika jawaban responden berada pada nilai 6-10

Tidak memuaskan jika jawaban responden bernilai 5

28
DAFTAR PUSTAKA

AZWAR A. 1996. Menjaga Kualitas Pelayanan Kesehatan. Pustaka Sinar


Harapan, Jakarta

BLEICH S.N, OZALTIN E, MURRAY CJL. 2009. How Does Satisfaction With
The Health-Care System Relate to Patient Experience. Bull World Health
Organization.
EFENDI R, ARIFIN A, DARMAWANSYAH. 2013. Hubungan Mutu Pelayanan
Kesehatan Dengan Kepuasan Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Aeng Towa
Kabupaten Takalar. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin.

IMBALO, P. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Dasar-Dasar Pengertian


dan Penerapan Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC.

KESEHATAN, M. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan
Nasional. Jakarta : Kementerian Kesehatan.

PENYUSUN T. 2014. Buku pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional


dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

POWELL L, 2001 Patient Satisfaction Survey for Critical Access Hospital.


Mountain States Group, Inc. Ohio.
SUSWARDJI E, MARTINI MN, MELIANA R. 2009. Pengaruh Pelayanan
Puskesmas Terhadap Kepuasan Pasien Puskesmas Adiarsa Karawang Timur.
Jurnal Manajemen volume 9.
SANTOSA H. 2007. Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan
Kesehatan Di Puskesmas Binjai Kota. Departemen Kependudukan dan
Biostatiska Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.
WARE JE, AVERY AD, STEWART A.L. 1998. The Measurement and Meaning
Of Patient Satisfaction. Department of Health, Education, and Welfare,
Washington DC.

29

Anda mungkin juga menyukai