Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang

Pelayanan kefarmasian merupakan bagian dari pelayanan kesehatan, dimana


peran tenaga kefarmasian dalam pelayanan kesehatan bertugas dan bertanggung jawab
dalam memberikan informasi terkait cara pemakaian obat yang rasional (Arimbawa &
Wijaya, 2014). Pada Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas memiliki standar yang telah
ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan, secara garis besar meliputi pengelolaan
Sediaan Farmasi, Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik. Agar
kegiatan tersebut berjalan dengan baik, harus didukung oleh sumber daya manusia,
sarana, dan prasarana yang kompeten dan layak (Permenkes No. 74, 2016). Pelayanan
kefarmasian memiliki hubungan terhadap kepuasan pasien, hal ini telah dibuktikan
dengan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Teling Atas Kota Manado (Kawahe et
al., 2015).
Kepuasan menurut Kotler & Keller, (2016) adalah perasaan yang muncul
(senang atau kecewa) pada seseorang setelah membandingkan kesan atas hasil kinerja
dan harapan. Apabila hasil kinerja yang didapatkan dibawah harapan seseorang, maka
pasien kurang puas. Jika hasil kinerja yang didapat sesuai dengan harapan, maka pasien
merasa puas, dan bila hasil kinerja melebihi ekspektasi suatu harapan, maka pasien
akan sangat puas dan senang. Menurut Parasuraman, et al (1988) untuk melihat
kepuasan seseorang terhadap pelayanan, terdapat lima dimensi yang meliputi
reliability (kehandalan), responsiveness (ketanggapan), confidence/assurances
(keyakinan/jaminan), emphaty (empati), tangible (penampilan). Kelima dimensi
tersebut juga menjadi tolak ukur kepuasan pasien pada penelitian yang dilakukan di
RSUD Dr. Murjani Sampit (Novaryatiin et al., 2018).
Dimensi kehandalan (reliability) merupakan kemampuan memberikan
pelayanan kefarmasian yang sesuai seperti yang dijanjikan, dengan akurat dan
terpercaya. Memberikan pelayanan kefarmasian secara profesional dengan baik,
cermat, dan tanggap terhadap masalah yang dialami pasien merupakan satu dimensi

1
2

ketanggapan (responsiveness). Pada dimensi keyakinan (assurances), dilihat dari


sejauh mana pelayanan kefarmasian memberikan jaminan kualitas obat dan
pengetahuan petugas farmasi dalam meyakinkan pasien. Memberikan perhatian yang
lebih kepada pasien secara personal dan memahami kebutuhan mereka menunjukkan
bahwa petugas farmasi berempati (emphaty) terhadap pasien. Sedangkan pada dimensi
penampilan atau fasilitas berwujud (tangible) mengacu pada bentuk fisik sarana dan
prasarana fasilitas farmasi di Puskesmas (Nikmatuzaroh, 2014).
Variabel sarana dan prasaran dalam playanan kesehatan merupakan salah satu
variabel yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien (Ristiani, 2017). Pada saat pasien
menebus obat juga terdapat pengaruh positif terhadap kepuasaan pasien ketika petugas
farmasi memberikan informasi obat (Sulistyawati et al., 2012). Hasil penelitian oleh
Arimbawa (2014), diketahui bahwa kecepatan pelayanan berkaitan dengan kepuasan
pasien dan memberikan hubungan yang paling kuat dibandingkan dengan dimensi
mutu pelayanan kefarmasian lainnya. Penelitian yang dilakukan Rahmawati (2016)
menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pasien terhadap keramahan petugas farmasi
sangat penting, merasa dihargai dan diperhatikan oleh petugas farmasi membuat pasien
ingin kembali apabila dibutuhkan jika sakit. Selain itu, pasien akan menuruti saran dan
nasehat dari petugas farmasi, dengan demikian tujuan pengobatan akan tercapai.
Pelayanan kefarmasian tersebut, berhak didapatkan oleh pasien agar merasa puas, baik
itu pasien secara umum maupun pasien BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan merupakan badan hukum yang terbentuk untuk
menyelenggarakan program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Pelayanan kesehatan
secara menyeluruh juga berhak diberikan kepada pasien BPJS Kesehatan. Dalam hal
ini juga termasuk pelayanan kefarmasian yang berada di Puskesmas yang telah bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan (Permenkes No. 1, 2014).
Jumlah peserta JKN (BPJS Kesehatan) yang mengakses fasilitas layanan
kesehatan setiap tahun mengalami peningkatan. Sejak 2014 dari 92,3 juta jiwa hingga
agustus 2019 mencapai 277,9 juta jiwa. Untuk mencapai UHC (Universal Health
Coverage) Kemenkes mengupayakan peningkatan peserta JKN, kemudahan akses
terhadap pelayanan kesehatan, kelengkapan alat kesehatan, dan pemerataan tenaga
3

medis terutama di daerah terpencil, kepulauan, dan perbatasan. Puskesmas dalam hal
ini diposisikan sebagai garda terdepan untuk menjaga kesehatan masyarakat sebelum
dirujuk ke Rumah Sakit. Hingga saat ini terdapat 249 puskesmas baru yang sudah
dibangun (Kemenkes, 2019).
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat dan
perseorangan tingkat pertama yang harus tersedia pada setiap kecamatan (Permenkes
No. 75, 2014). Puskesmas Arjowinangun adalah satu dari tiga puskesmas berada di
wilayah Kecamatan Kedungkandang Kota Malang. Berdasarkan hasil laporan tahun
2017 jumlah kunjungan pasien rawat jalan sebanyak 49.447 jiwa dan mengalami
penurunan pada tahun 2018 menjadi 26.183 jiwa (Dinkes, 2018). Penurunan jumlah
pasien dan belum pernah dilakukannya penelitian pada Puskesmas Arjowinangun
menjadi alasan dipilihnya Puskesmas Arjowinangun sebagai tempat penelitian
dilakukan.
1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana tingkat kepuasan pasien BPJS Kesehatan terhadap pelayanan
kefarmasian di Puskemas Arjowinangun?
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien BPJS
Kesehatan terhadap pelayanan kefarmasian di Puskemas Arjowinangun
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Menilai kepuasan pasien BPJS Kesehatan terhadap pelayanan kefarmasian
berdasarkan dimensi kehandalan
b. Menilai kepuasan pasien BPJS Kesehatan terhadap pelayanan kefarmasian
berdasarkan dimensi ketanggapan
c. Menilai kepuasan pasien BPJS Kesehatan terhadap pelayanan kefarmasian
berdasarkan dimensi jaminan
d. Menilai kepuasan pasien BPJS Kesehatan terhadap pelayanan kefarmasian
berdasarkan dimensi empati
4

e. Menilai kepuasan pasien BPJS Kesehatan terhadap pelayanan kefarmasian


berdasarkan dimensi penampilan
f. Mengetahui tingkat prioritas perbaikan terhadap pelayanan kefarmasian
yang diberikan kepada pasien BPJS Kesehatan
1.4.Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap beberapa


pihak antara lain:

1. Bagi peneliti
Sebagai sarana mengaplikasikan ilmu dalam bidang pelayanan kefarmasian
di puskesmas yang diperoleh selama perkuliahan di Jurusan Farmasi
2. Bagi instansi kesehatan
Sebagai bahan evaluasi dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan
kualitas Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
3. Bagi institusi
Sebagai acuan bagi peniliti selanjutnya dan menambah referensi
kepustakaan.
4. Bagi masyarakat
Sebagai pasien, masyarakat yang berobat nantinya akan merasa puas dan
senang terhadap Pelayanan Kefarmasian yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai