Anda di halaman 1dari 22

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pusat kesehatan masyarakat atau yang sering disebut puskesmas
adalah unit pelaksanaan teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggung jawab penggunaan menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional standart wilayah kerja
puskesmas merupakan satu kecamatan. Apabila di satu kecamatan terdapat
lebih dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar
puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah yaitu
desa/kelurahan atau dusu/rukun warga (RW). (RI, 2006)

Standart pelayanan kefarmaasian merupakan tolak ukur yang


digunakan sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan kefarmasian dalam
menyelenggarakan penggunaan pelayanan kefarmasian. Standar peleyanan
kefarmasian di puskesmas bertujuanm untuk meningkarkan mutu pelayanan
kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian serta
melindungi pasien dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka
keselamatan pasien (patient safety). Pelayanan kefarmasian adalaah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung penggunaan jawab kepada pasien
yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksude mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Standar
penggunaan kefarmasian di puskesmas yaitu meliputi standar pengelolaan
sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai serta standar pelayanan
farmasi klinik. (permenkes no 74, 2016)

Tingkat kepuasan pasien merupakan perasaan pasien yang timbul


dari kinerja layanan kesehatan yang diperoleh setelah membandingkan
dengan apa yang dirasakan dan menilai kualitas pelayanan yang baik tidak
terbatas pada kesembuhan penyakit secara fisik, tetapi juga terhadap sikap,
2

pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam memberikan pelayanan,


komunikasi, informasi, sopan santun, tepat waktu, tanggap dan tersedianya
sarana serta lingkungan fisik yang memadai.(Kapoh, 2018)
Dalam menentukan tingkat kepuasan pasien terdapat lima dimensi
utama yaitu Reliability (kehandalan) merupakan kemampuan tenaga
kefarmasian yang memberikan pelayanan resep sesuai dengan yang
diharapkan pasien, Responsiveness (ketanggapan) adalah kemampuan
kecepatan tenaga kefarmasian memberikan pelayanan resep, Assurance
(jaminan) adalah kemampuan kompetensi tenaga kefarmasian menanamkan
kepercayaan dan keyakinan kepada pasien, Empathy (empati) adalah
keramahan tenaga kefarmasian memberikan pelayanan kepada pasien tanpa
memandang status sosialnya, Tangible (tampilan fisik) adalah fasilitas atau
sarana fisik yang dapat dilihat atau dirasakan pasien terkait pelayanan yang
didapat dibandingkan dengan harapannya. Pengukuran kepuasan pasien
tersebut dikenal dengan model service quality (SERVQUAL).(Prihartini et
al., 2020)
Kualitas pelayanan kefarmasian di puskesmas memiliki hubungan
yang erat dengan kepuasan pasien. Jika kenyataan dalam pelayanan
kesehatan melebihi harapan maka pasien akan menggunakan pelayanan
kesehatan tersebut kembali. Berdasarkan pada uraian diatas dan
berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan Greey Cendi Else
Bunet, 2020 tentang “analisis kepuasan pasien rawat jalan terhadap mutu
pelayanan kefarmasian di puskesmas tanawangko” menyatakan bahwa
penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata kepuasan pasien sebesar (-
0,38) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada Tingkat Kepuasan Pasien
Rawat Jalan Di Puskesmas Tanawangko terdapat pada rentan negatif yang
diartikan bahwa pasien tersebut belum cukup puas, sehingga kenyataan
yang diterima lebih rendah dibandingkan dengan yang diharapkan. Banyak
kasus tentang pelayanan kefarmasian di puskesmas yang belum optimal hal
ini disebabkan oleh kurangnya keaktifan pelayanan petugas di instalasi
3

farmasi serta kurangnya pemahaman pasien dan masyarakat.(Ratulangi,


2020)

Puskesmas Mirit adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan


masyarakat yang ada di daerah Kota Kebumen, yang berlokasi di Desa
Tlogodepok Kecamatan Mirit. Puskesmas Mirit memberikan pelayanan
kefarmasian untuk pelayanan rawat inap dan rawat jalan, puskesmas mirit
juga melayani pelayanant kesehatan berdasarekan beberapa kategorii yaitu
JKN (KIIS, ASKES, BPJS). Puskesmas mirit mempunyai 22 Desa Binaan
dengan jumlah penduduk 54,394 dan untuk jumlah kunjungan rawat jalan
beserta pustu yaitu sebanyak 4,450 pasien/bulan. Tingkat kepuasann pasien
terhadap pelayanant kefarmasian dapat di pengaruhi oleh sarana dan
prasarana di instalasi farmasi, keramahan dan kepeduliaan petugas farmasi,
kecepatann pelayaanan resep dan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE).
Penelitian ini dilakukan karena tidak adanya penelitian yang sama terkait
dengan gambaran kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di
puskesmas mirit.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di
puskesmas mirit, ada beberapa permasalahan dalam pelayanan kefarmasian
di puskesmas mirit sehingga perlu dilakukannya penelitian ini, diantaranya
yaitu pada kecepatan pelayanan resep dan penyerahan obat yang diberikan
secara bersamaan dengan penyerahan obat pasien lain, resep dibiarkan
menumpuk mengakibatkan resep pasien dengan antrian awal harus
menunggu penggunaan resep pasien lain untuk mendapatkan obat, sehingga
penerimaan obat menjadi terhambat dan membutuhkan waktu tunggu yang
lama. Kemudian masalah terkait tidak tersedianya fasilitas seperti pengeras
suara dan kartu antrian pada saat penyerahan obat, terlebih pada pasien
yang mempunyai masalah pendengaran yang kurang baik atau pasien yang
sudah lansia akan kesulitan saat dipanggil untuk pengambilan obat, dan
masalah terkait pemberian komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
4

terhadap pasien setelah penyerahan obat, pemberian KIE setelah


penyerahan obat dirasa belum maksimal karena akan terganggu disebabkan
oleh banyaknya pasien yang menebus penggunaan obat sehingga dalam
pemberian KIE belum memuaskan. Dari masalah tersebut yang mendasari
peneliti untuk dapat melakukan penelitian tentang “Gambaran Tingkat
Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Pelayanan Kefarmasian Di
Puskesmas Mirit Kabupaten Kebumen”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan yaitu bagaimana gambaran tingkate kepuasan pasien rawat
jalan terhadap pelayanan kefarmasian di puskesmas mirit kabupaten
kebumen yang ditinjau dari lima dimensi kehandalan, ketanggapan, jaminan,
empati dan tampilan fisik?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Tingkat Kepuasan Pasien Rawat
Jalan Terhadap Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas Mirit
Kabupaten Kebumen
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui gambaran tingkat kepuasann pasien rawat
jalan terhadap pelayanane kefarmasian di puskesmas mirit kabupatrn
kebumen berdasarkan lima dimensi dalam penilaian mutu pelayanan
yaitu reliability (kehandalan), assurance (jaminan), tangibles
(tampilan fisik), emphaty (kepedulian), responsiveness
(ketanggapan).
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Dapat bermanfaat untuk Menambah ilmu pengetahuan tentang
pelayanan kefarmasian dan kepuasaan pasien yang berobat di
puskesmas mirit kabupaten kebumen.
5

1.4.2 Bagi puskesmas


Diharapkan bermanfaat sebagai masukan agar dapat memperbaiki
dan meningkatkan kualitas kinerja pelayanan kefarmsian di
puskesmas mirit dimasa mendatang
1.4.3 Bagi masyarakat
Dapat membantu masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang
lebih baik dan efektif sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh
puskesmas
1.5 Keaslian Penelitian
Berdasarkan pencarian pustaka yang sudah dilakukan, penelitian ini
penggunaan belum pernah dilakukan. Penelitian yang sebelumnya mengenai
gambaran tingkat kepuasan pasien rawat jalan terhadap pelayanan
kefarmasian antara lain:
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Nama Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian Perbedaan


Peneliti, Penelitian dan
Tahun Persamaan
Penelitian dengan
Penelitian
ini
1. Greey Cendi Analisis penelitian Berdasarkan Tempat dan
Elsa Bunet, Kepuasan Pasien deskriptif penelitian yang waktu
2020 rawat Jalan Pengumpulan dilakukan, penelitian
terhadap Mutu data diperoleh rata-rata
Pelayanan menggunakan kepuasan pasien
Kefarmasian Di kuesioner sebesar (-0,38)
Puskesmas shingga
Tanawangko disimpulkan bahwa
tingkat kepuasan
pasien rawat jalan
6

di Puskesmas
Tanawangko
terdapat pada
rentan negatif yang
artinya pasien tidak
puas. Kenyataan
yang diterima lebih
rendah
dibandingkan
dengan harapan.
2. Prihartini et Kepuasan Pasien Penelitian ini Hasil tingkat Tempat dan
al., 2020 Rawat Jalan merupakan kepuasan waktu
terhadap analisis lanjut pelayanan penelitian
Pelayanan dari penelitian kefarmasian di RS
Kefarmasian di Distribusi, yaitu 90,9% dan di
Rumah Sakit dan Ketersediaan, puskesmas 96,6%.
Puskesmas di 11 Serta Persentase terbesar
Provinsi di Pelayanan Obat pasien rawat jalan
Indonesia dan Vaksin di RS dan
dalam puskesmas adalah
Menghadapi pada kelompok
Jaminan umur 40-59 tahun,
Kesehatan jenis kelamin
Semesta 2019. perempuan,
Penelitian pendidikan
tersebut lanjutan, dan tidak
menggunakan bekerja/ ibu rumah
desain studi tangga. Ada
komparatif perbedaan yang
potong lintang bermakna pada
yang kelompok umur,
dilaksanakan jenis kelamin, dan
7

terhadap pasien pendidikan pasien


rawat jalan di rawat jalan antara
beberapa RS RS dan puskesmas.
Kabupaten/Kot Tidak ada
a dan hubungan yang
puskesmas bermakna antara
pada bulan karakteristik (umur,
Februari- jenis kelamin,
November pendidikan,
2017. pekerjaan) pasien
rawat jalan dengan
kepuasan
pelayanan
kefarmasian di RS
maupun
puskesmas.
3. Stevani et al., Tingkat Jenis penelitian hasil penelitian Tempat
2018 Kepuasan Pasien ini adalah yang diperoleh penelitian
Terhadap penelitian dapat disimpulkan dan waktu
Pelayanan deskriptif bahwa tingkat penelitian
Kefarmasian Di dengan kepuasan pasien
Puskesma Doi- menggunakan terhadap pelayanan
Doi Kecamatan koesioner kefarmasian di
Pujananting sebagai Puskesmas Doi-
Kabupaten Barru instrument Doi Kecamatan
pengumpulan Pujananting
data Kabupaten Barru
termasuk dalam
kategori puas
dengan presentase
jawaban responden
sebesar 69,93%..
8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas
2.1.1 Definisi Puskesmas
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
menggunakan No 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Puskesmas, antara lain disebutkan puskesmas adalah unit pelaksana teknis
dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.(permenkes no 74, 2016)
Pusat Kesehatan Masyarakat atau selanjutnya disebut Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan penggunaan kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif penggunaan dan
preventif, sehingga dapat mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah
kerjanya.(Permenkes No 75, 2014)
2.1.2 Tugas puskesmas
Tugasa puskesmas yaitu bertanggung jawab dalam menggerakan
pembangunanm kesehatan disuatu wilayah dan dapat memeberikan pelayanan
kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat secara
merata tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan
kepercayaan diwilayah.(Permenkes No 75, 2014)
2.1.3 Fungsi Puskesmas
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Puskesmas menyelenggarakan dua
fungsi utama yaitu upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama.(Permenkes No 75, 2014)
2.1.3.1 Menyelenggaraan UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) tingkat
pertama di wilayah kerjanya.
UKM adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah
kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. Upaya
kesehatan masyarakat tingkat pertama meliputi :
9

2.1.3.1.1 Pelayanan kesehatan lingkungan


2.1.3.1.2 Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana
2.1.3.1.3 Pelayanan gizi; dan
2.1.3.1.4 Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakitt
2.1.3.1.5 Promosi kesehatanm
2.1.3.2 Menyelenggaraan UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan) tingkat
pertama di wilayah kerjanya, UKP merupakan kegiatan pelayanan
kesehatanm yang diberikan untuk meningkatkan, mencegah,
menyembuhkan penyakit, mengurangi penderita penyakit dan dapat
memulihkan kesehatan perseorangan (Permenkes No. 75 tahun 2014 :
II : 4 dan 5).
UKP (upaya kesehatan perseorang) tingkat pertama yaitu :
2.1.3.2.1 Rawat jalan
2.1.3.2.2 Pelayanan gawat darurat
2.1.3.2.3 Pelayanan satu hari (one day care)
2.1.3.2.4 Home care; dan/atau
2.1.3.2.5 Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan
kesehatan.(Permenkes No 75, 2014)
2.2 Pelayanan Kefarmasian Puskesmas
2.2.1 Pengertian Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu kegiataan pelayanan langsung
dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah penggunaan dan
menyelesaikan penggunaan masalah obat dan masalah yang berhubungan
dengan kesehatan. Penggunaan Kebutuhan pasien dan masyarakat akan
peningkatan mutu pelayanan kefarmasian, mengakibatkan perlu adanya
perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented)
menjadi paradigma baru yang berorientasi penggunaan pada pasien (patient
orinted) dengan filosofi pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care).
Pelayanan Kefarmasian menurut Permenkes RI No 74 Tahun 2016 yaitu suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab penggunaan kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan Kefarmasian di
Puskemas memiliki peran penting yaitu dalam peningkatan mutu pelayanan
10

kesehatan terhadap masyarakat penggunaan. Ada tiga fungsi pokok pelayanan


kefarmasian di puskesmas penggunaan yaitu sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasant sehat, penggunaan pusat pemberdayaan
masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi
penggunaan pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan
perorangan. Pelayanan Kefarmasiant merupakan kegiatan terpadu, tujuannya
yaitu untuk mengidentifikasi, mencegahs dan menyelesaikan masalah obat dan
maslah yang berhubunganm dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan
masyarakat akan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian, mengharuskan
adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drugs
oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patients
oriented ) dengan filosofi pelyanan kefarmasian (pharmaceuticals care).
(permenkes no 74, 2016)
2.2.2 Standar Pelayanan Kefarmasian
Standar Pelayanan Kefarmasian menjadi tolak ukur yang digunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan kefarmasian dalam menyelenggarakan
peleyanan kefarmasian. Standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
mempunyai tujuan yaitu untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian,
menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian, dan penggunaan
melindungi pasien dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka
keselamatan pasien (patient safety)
2.2.2.1 Standar Pelayanan kefarmasian mempunyai 2 (dua) kegiatan yaitu
meliputi:
2.2.2.2.1 kegiatan yang berupa pengelolaan sediaan obat farmasi dan
bahan medis habis pakai
2.2.2.2.2 kegiatan pelayanan farmasi klinik.
2.2.2.2 Pengelolaan sediaan obat farmasi dan bahan medis habis pakai,
meliputi:
2.2.2.3.1 Perencanaan
2.2.2.3.2 Permintaan
2.2.2.3.3 Penerimaan
2.2.2.3.4 Penyimpanan
2.2.2.3.5 Pendistribusian
2.2.2.3.6 Pengendalian
11

2.2.2.3.7 Pelaporan, pencatatan, pengarsipan


2.2.2.3.8 Pemantauan dan evaluasi
2.2.2.4 Pelayanan farmasi klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan penggunaan bagian dari
Pelayanan Kefarmasian dipuskesmas yang berlangsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang
diinginkan untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan
farmasi klinik mempunyai tujuan yaitu, meliputi:
2.2.2.4.1 Memberikan pelayanan kefarmasian penggunaan yang dapat
menjamin efektivitas, keamanan dan efisiensi obat dan bahan
medis habis pakai
2.2.2.4.2 Meningkatkan mutu serta memperluas cakupan Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas.
2.2.2.4.3 Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka
meningkatkan penggunaan Obat secara rasional
2.2.2.4.4 Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan
kepatuhan pasien yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.
2.2.2.5 Pelayanan farmasi klinik meliputi:
2.2.2.5.1 Pengkajian dan pelayanan Resep
2.2.2.5.2 Pelayanan informasi obat (PIO)
2.2.2.5.3 Konseling
2.2.2.5.4 Visite pasien (khusu puskesmas rawat inap)
2.2.2.5.5 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
2.2.2.5.6 Pemantauan Terapi Obat (PTO)
2.2.2.5.7 Evaluasi Penggunaan Obat (Permenkes No 30 Tahun, 2014)

2.1 Kepuasan Pasien


2.3.1 Definisi
Kepuasan pasien merupakan hasil penggunaan penilaian pasien
terhadap kinerja pelayanan kesehatan yang didapatkan pasien setelah
membanding dengan apa yang diharapkan. Tingkat Kepuasan yaitu
merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah
membandingkan antara harapan dan pelayanan yang diterimanya terhadap
12

suatu jasa atau produk. Salah satu model yang banyak dipakai untuk mengukur
kepuasan pasien adalah model SERVQUAL (Service Quality) dengan cara
membuat survey penilaian kepuasan pasien.(Prihartini et al., 2020)
2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien
2.3.2.1 Kualitas pelayanan, pasien akan merasa senang dan puas apabila
pelayanan yang diterima sesuai dan melebihi dengan apa yang
diharapkan.
2.3.2.2 Kualitas produk dan jasa, pasien akan merasa sangat puas apabila
produk dan jasa yang diterima menenuhi kualitas yang menjadikan
lebih baik
2.3.2.3 Harga, semakin mahal harga perawatan maka pasien akan semakin
terjamin dalam pelayanan yang baik
2.3.2.4 Biaya, dalam menerima produk dan jasa pasien tidak peru
mengeluarkan biaya tambahan untuk mendapatkan jasa pelayanan
2.3.2.5 Faktor emosional, pasien merasa lebih baik dan bangga terhadap
dokter dan puskesmas yang dipandang

2.3.1 Penilaian Mutu Pelayanan


Terdapat 5 dimensi servqual dalam menentukan kualitas pelayanan, yakni
sebagai berikut:
2.3.6.1 Bukti nyata (tangible) merupakan fasilitas atau sarana fisik yang dapat
dilihat atau dirasakan pasien terkait pelayanan yang didapat
dibandingkan dengan harapannya
2.3.6.2 Kehandalan (reliability) merupakan dimensi yang mengukur
kemampuan tenaga kefarmasian memberikan pelayanan resep yang
sesuai dengan harapan pasien.
2.3.6.3 Ketanggapan (responsiveness) merupakan dimensi yang berhubungan
dengan kecepatan tenaga kefarmasian untuk dapat memberikan
pelayanan resep kepada pasien
2.3.6.4 Jaminan (assurance) merupakan dimensi yang berhubungan dengan
kompetensi tenaga kefamasian untuk dapat menanamkan keyakinan
dan kepercayaan kepada pasien yaitu meliputi kemampuan dalam
ketrampilan, pengetahuan terhadap produk, kesopanan pelayanan,
keamanan serta ketrampilan tenaga kefarmasian dan dapat
13

menanamkan rasa kepercayaan pasien terhadap pelayanan dan jasa


yang ditawarkan
2.3.6.5 Empati (emphaty) merupakan suatu kesediaan tenaga kefarmasian
dalam mengerti, menolong, memberikan perhatian tulus, peduli dan
merasakan apa yang dirasakan pasien
(Prihartini et al., 2020)
2.3.2 Dimensi Pengukuran Kepuasaan Pasien
Kotler dan Keller (2012: 140) yang dikutip uci herdianti (2020) dalam
mempertahankan pasien merupakan hal penting daripada memikat pasien.
Maka dari itu, terdapat 5 dimensi untuk mengukur kepuasan konsumen yaitu
sebagai berikut:
2.3.7.1 Membelik lagi
2.3.7.2 Memberikan penggunaan rekomendasi dan mengatakan hal-hal yang
baik tentang perusahaan kepada oranglain
2.3.7.3 Kurang memperhatikan penggunaan merek dan iklan produk pesaing
2.3.7.4 Membeli produk lain dari perusahaan yang sama
2.3.7.5 Menawarkan ide produk dan jaa kepada perusahan
(Kualitas et al., 2020)
2.3.3 Metode Pengukuran Kepuasan Pasien
Menurut kolter dan keller yang dikutip uci herdianti (2020), yang
digunakan pada perusahaan dalam mengukur dan memantau tingkat kepuasan
pelanggannya dan pelanggan pesaing. Ada empat metode pengukuran
kepuasan pelanggan, antara lain:
2.3.8.1 Sistem Keluhan dan Saran
Pada suatu perusahaan yang berorientasi pada pelanggan perlu adanya
memberikan kesempatan yang luas pada para pelanggannya untuk
menyampaikan saran, pendapat dan keluhan, dibutuhkan media, yaitu
dengan menyediakan kotak saran yang diletakan pada tempat yang bisa
terjangkau oleh masyarakat, kartu komentar yang bisa di isi langsung
ataupun dikirimkan pada via pos tertentu pada masing-masing tempat
dan lain-lain. Informasi dan masukan dari para pelanggan ini yang
akan memberikan masukan dan ide-ide bagi perusahaan agar dapat
memperbaiki hal-hal yang tidak sesuai dengan pelanggan sehingga
dapat menghadapi permasalahan yang ada dengan lebih cepat dan
14

tanggap kedepannya dan lebih mengerti apa yang dikeluhkan


pelanggan
2.3.8.2 Ghost Shopping (Mystery Shopping)
Merupakan cara yang dapat digunakan perusahaan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan dengan cara menggunakan jasa orang
lain atau ghost shopper untuk dapat berpura-pura sebagai pelanggan
potensial, pembeli pontesial akan menwarkan produk dari perusahaan
dan dari produk pesaing, mereka akan melaporkan apa yang menjadi
kelemahan dan kelebihan produk perusahan dan produk pesaing dalam
pembelian produk-produk tersebut, hal lain yang dapat diketahui yaitu
ghost shopper juga dapat mengamati cara penanganan keluhan yang
ada baik dari perusahan yang bersangkutan maupun dari perusahaan
pesaing.
2.3.8.3 Lost Customer Analysis
Penyedia jasa yang mengevaluasi dan menghubungi para
pelanggannay atau mencaritahu apa penyebab dari pelanggannya telah
berhenti membeli produk atau telah pindah pemasok, sehingga
perusahaan dapat memahami penyebab mengapa pelanggan tersebut
berpindah ke tempat lain. Pemantauan pada customer lost rate sangat
penting karena peningkatan tersebut menunjukkan kegagalan
perusahaan dalam memberikan yang terbaik untuk pelanggannya.
2.3.8.4 Survey Kepuasan Pelanggan
Pada riset menunjukan dalam mengetahui tentang kepuasan pelanggan
ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu dengan cara melalui
telepon, survei langsung, email, kantor pos, website, wawancara
langsung (kuisioner). Dari cara tersebut perusahaan akan memperoleh
penilaian, saran dan tanggapan langsung (feedback) terhadap
pelanggan serta memberikan kesan positif kepada pelanggan (Kualitas
et al., 2020)
15

2.2 Kerangka Teori

Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas

pengelolaan sediaan obat farmasi Pelayanan farmasi klinis


dan bahan medis habis pakai

1. Pengkajian dan
a. Pemilihan pelayanan resep
b. Perencanaan 2. Penelusuran
riwayat
Kebutuhan Kualitas pelayanan
penggunaan obat
c. Pengadaan 3. Rekonsiliasi Obat. a. Reability
4. Pelayanan (kehandalan)
d. Penerimaan
Informasi Obat b. Reponsiveness
e. Penyimpanan (PIO). (ketanggapan)
f. Pendistribusian 5. Konseling c. Assurance
6. Visite (jaminan)
g. Pemusnahan dan d. Tangibles
7. Pemantauan Terapi
penarikan Obat (PTO) (tampilan fisik)
8. Monitoring Efek e. Emphaty
h. Pengendalian dan
Samping Obat (kepedulian)
i. Administrasi (MESO)
9. Evalauasi
penggunnaan obat
(EPO) Kepuasan Pasien
10. Dispensing sediaan
steril
11. Pemantauan obat
dalam darah
(POKD)
16

Skema 2.4 Kerangka Teori

2.3 Kerangka Konsep

Pelayanan Kefarmasian
1. Pengkajian dan
pelayanan resep
2 Penelusuran riwayat
penggunaan Obat. Tingkat Kepuasan :
3 Rekonsiliasi Obat. 1. Sangat puas = 5
4 Pelayanan Informasi
2. Puas = 4
Obat (PIO).
5 Konseling 3. Cukup puas = 3
6 Visite 4. Tidak puas = 2
7 Pemantauan Terapi
Obat (PTO) 5. Sangat tidak puas = 1
8 Monitoring efek
sampling obat (MESO)
9 Evaluasi penggunaan
obat (EPO)
10 Disepensing sediaan
steril
11 Pemantauan
penggunaan kadar obat
dalam darah (PKOD)

Skema 2.5 Kerangka konsep


17

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain atau Rancangan Penelitian


Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan melihat
tingkat kepuasaan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di Puskesmas Mirit
Kabupaten Kebumen.
3.2 Tempat dan Waktu
3.2.1 Tempat
Tempat penelitiian dilakukan di Puskesmas Mirit Kabupaten Kebumen
3.2.2 Waktu
Waktu penelitian dilakasanakan pada bulan januari sampai maret 2021
3.3 Populasi dan sampel
Populasi dan sampel dalam penelitian ini yaitu berdasarkan kriteria inklusi dan
eksklusi, kriteria tersebut adalah:
3.3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.3.1.1 Kriteria Inklusi
3.3.1.1.1 Pasien yang berobat dan mendapatkan pelayanan
kefarmasian di Puskesmas Mirit Kabupaten Kebumen
3.3.1.1.2 Pria dan wanita yang berusia diatas 17 tahun
3.3.1.1.3 Pasien dapat membaca, menulis dan berbahasa indonesia
dengan baik
3.3.1.1.4 Pasien yang bersedia menjadi responden
3.3.1.2 Kriteria Eksklusi
3.3.1.2.1 Pasien anak-anak dan lansia
18

3.3.1.2.2 Pasien yang tidak dapat membacat/buta huruf


3.3.1.2.3 Pasien yang menggunakan mengisi jawaban tidak lengkap
dan mengisi lebih dari 1 (satu) jawaban
3.3.1.2.4 Pasien yang menolak mengisi kuisioner

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive


sampling yang merupakan salah satu teknik sampling non random dengan
menetapkan ciri-ciri khusus untuk mendapatkan hasil yang diharapkan.

Pengambilan sampel berdasarkan pada perhitungan dengan rumus Slovin, yaitu:

N
n=
1+ N . e ²

Keterangan :

n = Jumlah sampel minimum

N = Jumlah populasi yang diketahui

e = Error of magrin/besaran kesalahan yang ditetapkan atau diharapkan=0,1 (10%)

65 × 24 hari kerja = 3.120 pasien/bulan

6.240
¿ 2
1+ 6.240. ( 0,1 )

6.240
¿
1+ 62,4

= 98,4

= 98 Responden

3.4 Variabel Penelitian


Variabel dalam penelitian adalah variabel bebas yaitu pelayanan kefarmasian di
puskesmas Mirit Kabupaten Kebumen dan variable terikatnya yaitu tingkat
kepuasan pasien diukur pada dimensi Bukti nyata (tangible), Kehandalan
(reliability), Ketanggapan (responsiveness), Jaminan (assurance), Empati
(emphaty)
3.5 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
19

Variable Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
Jenis Kelamin Merupakan gender Kuisioner, bagian 1. Laki-laki Ordinal
dengan perbedaan 1 Data 2. perempuan
bentuk, sifat Demografik
manusia pasien
Umur Usia/umur Kuisioner, Data 1. 17-25 tahun Nominal
responden pada Demografik 2. 26-35 tahun
saat dilakukan pasien 3. 36-45 tahun
penelitian yaitu 17 4. 46-65 tahun
- <65 Tahun 5. >65 tahun
Pendidikan Jenjang pendidikan Kuisioner¸ Data 1. SD Ordinal
formal terakhir Demografik 2. SMP
yang pernah pasien 3. SMA/SMK
ditempuh 4. Diploma
5. Sarjana
Pekerjaan Suatu kegiatan atau Kuisioner, Data 1. Pelajar/ Ordinal
aktivitas sehari-hari Demografik Mahasiswa
dalam mencari pasien 2. Ibu rumah
nafkah tangga
3. Wirausaha
4. petani
Jenis pasien Status pasien Kuisioner, Data 1. Umum Ordinal
dipelayanan Demografik 2. BPJS
kesehatan pasien
Kepuasan perasaan Bukti nyata Skala penilaian Ordinal
pasien/keluarga (tangible), tingkat kepuasan
pasien yang Kehandalan 1. Sangat puas = 5
ditumbul dari (reliability),
2. Puas =4
kinerja pelayanan Ketanggapan
3. Cukup puas = 3
yang diberikan oleh (responsiveness),
4. Tidak puas = 2
tenaga farmasi Jaminan
5. Sangat tidak
(assurance),
Empati
puas =1

(emphaty)
20

Bukti nyata Penampilan secara Kuisioner Skala penilaian Ordinal


(Tangible) fisik pada ruang tingkat kepuasan
farmasi berupa 1. Sangat puas = 5
kebersihan
2. Puas =4
ruangan,fasilitas
3. Cukup puas = 3
dan peralatan
4. Tidak puas = 2
farmasi serta
5. Sangat tidak
kerapihan
berpakaian petugas
puas =1

Kehandalan Pengukuran Kuisioner Skala penilaian Ordinal


(reliability) kemampuan tingkat kepuasan
tenaga 1. Sangat puas = 5
kefarmasian 2. Puas =4
dalam 3. Cukup puas = 3
memberikan 4. Tidak puas = 2
pelayanan resep 5. Sangat tidak
yang sesuai puas =1
dengan harapan
pasien
Ketanggapan Kecepatan tenaga Kuisioner Skala penilaian Ordinal
(responsivene kefarmasian tingkat kepuasan
ss) dalam 1. Sangat puas = 5
memberikan 2. Puas =4
pelayanan resep 3. Cukup puas = 3
dan informasi 4. Tidak puas = 2
obat 5. Sangat tidak
puas =1

Jaminan Petugas farmasi Kuisioner Skala penilaian Ordinal


(assurance) terampil dalam tingkat kepuasan
menanamkan 1. Sangat puas = 5
kepercayaan
2. Puas =4
kepada pasien
3. Cukup puas = 3
terhadap pelayanan
4. Tidak puas = 2
21

informasi obat atau 5. Sangat tidak


pelayanan puas =
kefarmasian yang 1
diberikan.
Empati Kemampuan tenaga Kuisioner Skala penilaian Ordinal
(emphaty) kefarmasian untuk tingkat kepuasan
dapat mengerti, 1. Sangat puas = 5
menolong, peduli
2. Puas =4
pada keadaan
3. Cukup puas = 3
pasien dan
4. Tidak puas = 2
memberikan
5. Sangat tidak
perhatian secara
khusus atau
puas =

individual serta 1
dapat
mendengarkan
keluhan yang
dirasakan oleh
pasien tanpa
memanda status
sosial

3.6 Instrumen Penelitian


Instrumen pada menelitian, yaitu:
3.6.1 Kuisioner
3.6.2 Alat tulis
3.6.3 SPSS versi 16
3.7 Teknik Pengumpulan Data
3.7.1 Menentukan lokasi penelitian
3.7.2 mengurus surat izin penelitian atau pengantar dari Program Studi Farmasi
STIKes Muhammadiyah Gombong dan membuat proposal
3.7.3 Penggumpulan data dengan cara memberikan pertanyaan terhadap
responden melalui kuisioner
22

3.7.4 Kuisioner tersebut berisi penggunaan tentang tingkat kepuasan pasien


rawat jalan terhadap pelayanan kefarmasian di puskesmas mirit kabupaten
kebumen
3.7.5 Kemudian pembagian tersebut kuisioner kepada responden dan
menjelaskan tata cara pengisian kuisioner dengan pengawasan langsung
terhadap peneliti selama pengisi
3.7.6 Kuisioner yang telah diisi kemudian dilakukan penggunaan perhitungan
data dan analisis analisis data
3.8 Teknik analisis data
Pengumpulan data menggunakan kuisioner, hasil yang didapatkan dari
kuisioner kemudian di analisis secara deskriptief yaitu berdasarkan
penggunaan skala likert dengan melakukan perhitungan penggunaan skor
tertinggi dan terendah terhadap indikator penilaian mutu kepuasan pasien .
Penilaian mutu kepuasan pasien dalam pelayanan kefarmasian penggunaan
dapat diukur pada lima dimensi yaitu reliability (kehandalan), assurance
(jaminan), tangibles (tampilan fisik), emphaty (kepedulian), responsiveness
(ketanggapan). Penilaian yang diberikan untuk jawaban pertanyaan
berdasarkan pada tingkat jawaban yang didapatkan dari responden adalah:
1. Sangat Puas =5
2. Puas =4
3. Cukup puas =3
4. Tidak Puas =2
5. Sangat Tidak Puas = 1

Rumus Perhitungan % tingkat kepuasan ¿


∑ skor perolehan x 100 %
∑ skor maksimum

Skala penilaian tingkat kepuasan pasien menurut (Stevani et al., 2018)


yaitu:
1. Skor 75 - 100% untuk sangat puas
2. Skor 50 - 74% untuk puas
3. Skor 24 – 49% untuk kurang puas
4. Skor 1 – 24 % untuk tidak puas

Anda mungkin juga menyukai