Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

PEMERIKSAAN KULTUR MYCOBACTERIUM


TUBERCULOSIS

Disusun Oleh:
Nirmala Yeli
11.2017.059

Dokter Pembimbing :

dr. Endah S, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD TARAKAN

PERIODE 11 Juni – 18 Agustus 2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat yang telah diberikan-
Nya, sehingga referat ini dapat diselesaikan. Referat dengan judul “PEMERIKSAAN
KULTUR MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS” ini ditujukan untuk memenuhi
sebagian dari persyaratan akademik guna menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam di RSUD TARAKAN. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan,
bantuan dan doa dari berbagai pihak, referat ini tidak akan dapat diselesaikan tepat
pada waktunya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pengerjaan referat
ini, yaitu kepada :

1. Dr. Antonius Ritchi Castilani, Msi., DFM selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Ukrida.
2. Dr. Ernawaty Tamba, MKM, selaku Manajer Program Studi Sarjana
Kedokteran.
3. Dr. Endah S, Sp.P, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan banyak masukan kepada penulis.
4. Semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan referat ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca akan sangat
bermanfaat bagi penulis. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.

Jakarta, 19 Juni 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………. 1
KATA PENGANTAR……………………………………………………...…... 2
DAFTAR ISI……….…………………………………………………....……… 3
BAB I : PENDAHULUAN…………………………………..…….…………… 4
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA………………...……………..…….……….. 6
1. Tuberkulosis…………………………………..…….…………………... 6
2. Definisi…………………………………..…….………………………... 6
3. Biomolekuler M.Tuberculosis…………………………………..…….… 6
4. Patogenesis…………………………………..…….………………...….. 7
5. Gejala Klinis………………………...…..…….……………………….... 8
6. Pemeriksaan Bakteriologik…………………………………..…..……… 9

BAB III : KESIMPULAN …………………………………..………………… 13


DAFTAR PUSTAKA…………………………………..…….…………………. 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah utama
kesehatan. Pada tahun 1993, WHO menyatakan TB menjadi keadaan darurat
kesehatan masyarakat global, dimana diperkirakan 7-8 juta kasus TB dan 1.3 -
1.600.000 kematian akibat TB terjadi setiap tahun. TB merupakan penyebab kematian
utama kedua dari penyakit infeksi setelah HIV di seluruh dunia. Dalam laporan
WHO, kasus TB paru terbanyak dijumpai di Afrika (30%) dan Asia (55%), dengan
India dan Cina mencakup 35% dari semua kasus dunia. Laporan WHO tahun 2004
menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta
adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB
terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat
dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.1 Di Afrika hampir 2
kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk. Diperkirakan
angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan
WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat
di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per
100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000
penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus
TB yang muncul. Sedangkan Indonesia menduduki peringkat kedua terbanyak setelah
India dari enam negara yang menyumbang 60% dari total kejadian TB, kondisi tahun
2010 ditemukan 235 jumlah kasus TB per 100.000 penduduk.1 Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2013 melaporkan, TB paru masih menjadi
masalah kesehatan yang ada di Provinsi ini, ditemukan prevalensi sebesar 210 kasus
per 100.000 penduduk atau 106,67 % dari target 225 per 100.000 penduduk pada
tahun 2011. Berdasarkan angka prevalensi TB ini, setiap tahun diperkirakan terdapat
lebih dari 7.600 penderita TB dan kematian lebih dari 1.000 orang.
Kemampuan mendeteksi secara akurat infeksi M.tuberculosis sangat penting.
Cara yang tepat untuk mendeteksi infeksi M.tuberculosis akan mempercepat
diagnosis dini pada pasien yang secara klinis pasien tuberkulosis dan segera diikuti

4
2
penatalaksanaan yang tepat. Deteksi dengan pengecatan BTA dipilih tentu karena hal
ekonomis, namun keterbatasan BTA yang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor luar
seperti kualitas pengecatan dan keahlian pemeriksa mengakibatkan ketepatan
pemeriksaan ini dipertanyakan. Adapun standar terbaik dalam pemeriksaan TB adalah
kultur bakteri. Membiakkan M. tuberculosis dinilai sebagai sebuah standar
pemeriksaan untuk kasus tuberkulosis. Sensitivitas dari kultur jauh lebih baik
dibanding BTA dengan hanya 10-100 organisme / mL specimen. Media pertumbuhan
M. tuberculosis sendiri mirip dengan media yang digunakan untuk kultur spesies
Mycobacteria lain dan umumnya menggunakan media cair maupun media padat.
Media padat yang biasanya digunakan berbahan dasar telur seperti halnya media
Lowenstein Jensen (LJ) atau berbahan dasar agar seperti medium Middlebrook
7H10.2
Dikarenakan Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi menular dan
merupakan kegawatdaruratan pada masyarakat saat ini, sehingga memerlukan
kemampuan untuk mendeteksi secara akurat infeksi M.tuberculosis guna
mendiagnosis dini pasien yang secara klinis pasien tuberkulosis dan segera diikuti
penatalaksanaan yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi yang semakin
berat, maka dari itu bagi penulis, tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan
wawasan dan pengetahuan mengenai biomolekuler mycobacterium tuberkulosis,
gejala klinis serta pemeriksaan bakteriologik pada pasien TB, selain itu bagi
perguruan tinggi penulisan ini bertujuan untuk menambahkan referensi di Fakultas
Kedokteran UKRIDA, dan bagi masyarakat penulisan ini bertujuan untuk
memberikan informasi dan penjelasan kepada masyarakat mengenai pentingnya
mengenali gejala klinis dan pentingnya dilakukan pemeriksaan kultur pada kasus
tuberkulosis sehingga pasien mendapatkan penanganan yang tepat dan sesuai.
Mengingat pembahasan mengenai tuberkulosis sangatlah luas, maka dalam penulisan
ini batas masalah yang dipilih adalah seputar biomolekuler mycobacterium
tuberkulosis, gejala klinis serta pemeriksaan bakteriologik pada pasien TB.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tuberkulosis

1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex yang dapat menyerang paru dan organ
tubuh lainnya.

2. Biomolekuler M.Tuberculosis
Morfologi dan Struktur Bakteri
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan
panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan
lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah
asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut
cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam
mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan
dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh
jembatan fosfodiester.3 Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut
adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding
sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan
asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan
zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol.
 Komponen antigen
ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan
protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan
menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens
dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang
memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam mendiagnosis TB.
Ada juga yang menggolongkan antigen M. tuberculosis dalam kelompok antigen
yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya
dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 a, protein MTP 40 dan
lain lain.4

6
Biomolekuler
Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan
kandungan guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah
diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok.
Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu ada
(conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang
menyandi antigen protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan
seperti elemen sisipan.5 Gen pab dan gen groEL masing masing menyandi protein
berikatan posfat misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock
protein) seperti protein 65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen
16SrRNA (rrs) menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi
RNA polimerase. Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile.
Lebih dari 16 IS ada dalam mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen
seperti IS (IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik
PCR dan RFLP.6

3. Patogenesis

Secara patogenesis, perjalanan tuberkulosis ada dua yaitu tuberkulosis primer


7,8
dan tuberkulosis post primer.

Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang
di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer mungkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis
regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini selanjutnya
dapat mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
a. Sembuh tanpa meninggalkan bekas 

b.
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis fibrotik,

kalsifikasi di hilus atau kompleks Ghon 


7
c.
Meluas dan menyebar secara perkontinuitatum, limfogen, bronkogen

maupun hematogen. 


Tuberkulosis Post-Primer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian
setelah infeksi primer, yang biasanya muncul di usia 15-40 tahun. Bentuk
tuberkulosis inilah yang menjadi masalah utama pada kesehatan masyarakat
karena menjadi sumber penularan. Dimulai dari sarang dini yang umumnya
berlokasi di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior, mengadakan
invasi ke parenkim dan tidak ke hilus paru. Awalnya berbentuk sarang
pneumonik kecil, yang dapat mengalami suatu keadaan :
a. Diresorbsi dan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat. 

b. Sarang meluas, tetap segera mengalami penyembuhan berupa fibrosis dan

perkapuran. Sarang dapat aktif kembali membentuk jaringan keju dan
bila 
dibatukkan menimbulkan kaviti. 

c. Kaviti awalnya berdinding tipis kemudian menjadi tebal, yang akan

mengalami nasib :
- Meluas dan menimbulkan sarang pneumonik baru 

- Memadat dan membungkus diri disebut tuberkuloma. Tuberkuloma

dapat mengapur dan sembuh, tetapi dapat aktif kembali dan mencair

yang menimbulkan kaviti baru 

- Menyembuh dengan membungkus diri ( Open healed cavity) yang

akhirnya mengecil.

4. Gejala Klinis
Gejala klinis TB dibagi atas 2 golongan, yaitu gejala respiratorius berupa
batuk, batuk darah, sesak napas, dan nyeri dada. Gejala respiratoris ini sangat
bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung
dari luasnya lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila
bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka mungkin pasien tidak ada
gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi akibat adanya iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak keluar. Sedangkan gejala
sistemik berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia dan penurunan berat
badan.9

8
Pada awal perkembangan penyakit sulit menemukan kelainan pada
pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan fisis dapat dijumpai antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diapragma dan mediastinum.

5. Pemeriksaan Bakteriologik10

a. Bahan Pemeriksaan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage / BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus / BJH)

b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan


Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS) :
 Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan) : dahak dikumpulkan
pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang,
suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi
pada hari kedua.
 Pagi (keesokan harinya) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari
kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri
kepada petugas di sarana pelayanan kesehatan. 

 Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3
hari berturut-turut.

Bahan pemeriksaan / spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan /


ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih
dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas,
spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi)
sebelum dikirim ke laboratorium.

9
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di
gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat
ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen
dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak
sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis
identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan
laboratorium. Bila lokasi fasilitas laboratorium berada jauh dari klinik/ tempat
pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui
jasa pos.

c. Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:


 Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat
bagian tengahnya
 Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian
tengah dari kertas saring sebanyak + 1 ml
 Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada
satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak
 Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang
aman, misal di dalam dus
 Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam
kantong plastik kecil
 Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan
melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
 Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal
pengambilan dahak
 Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat
laboratorium.

d. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain :


Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat
dilakukan dengan cara :

10
Mikroskopik dan Biakan.
Pemeriksaan mikroskopik :
 Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
 Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya
untuk screening)

lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :


 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif
 1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian
 bila 1 kali positif, 2 kali negatif ® BTA positif
 bila 3 kali negatif ® BTA negatif

Scala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung


Disease) :
 Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
 Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
 Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut + (1+)
 Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
 Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pemeriksaan biakan kuman :


Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah
dengan cara :
 Egg base media : Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh
 Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan
dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other
than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan
beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji

11
nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta
melihat pigmen yang timbul.

Dalam beberapa tahun terakhir mulai dikembangkan beberapa cara untuk


mengetahui pertumbuhan kuman yang lebih cepat dan lebih dini. Beberapa
diantaranya adalah :
 BACTEC dikembangkan berdasarkan generasi karbon dioksida radioaktif
yang berasal dari substrat asam palmitat. Cara ini telah banyak digunakan
karena pertumbuhan kuman dapat dideteksi dalam 5-10 hari. Dengan
menambahkan NAP (β nitro α acetylamine β hidroxy propiophenone) dapat
membedakan kuman TB dari mikobakteri lain.
 MGIT(Mycobacteria growth indicator tube) berdasarkan fluoresensi pada
pertumbuhan kuman. Tabung gelas berisi media Middelbrook 7H9 yang telah
dimodifikasi bersama dengan fluoresence quenching – based oxygen sensor
dan ditanam di dasar tabung. Pertumbuhan kuman dengan cara ini dapat
dideteksi dalam 7 – 12 hari. Telah dibuat sistim baru yang sepenuhnya
otomatis, yaitu BACTEC 
MGIT 960 system. 

 MB – Redox (Heipha Diagnostica 
Biotest) merupakan cara manual
berdasarkan reduksi terhadap garam tetra zolium di dalam media cair .
 MB/Bact System (Organon) berdasarkan deteksi warna karbon dioksida,
diproduksi oleh kuman yang tumbuh dalam sistim tertutup secara otomatis
(automated equipment – based colorimetric detection). 

 ESP Culture System III (Trek Diagnostics) berdasarkan deteksi terhadap
perubahan tekanan dalam media kultur yang tertutup rapat selama proses
pertumbuhan kuman secara otomatis.
 Phage – based tests atau uji mikobakteriofag sangat menjanjikan karena
relatif mudah dilaksanakan, walaupun masih memerlukan infrastruktur seperti
dalam biakan kuman, waktu yang diperlukan hanya sekitar 2 hari .

12
BAB III
KESIMPULAN

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi


Mycobacterium tuberculosis complex yang dapat menyerang paru dan organ tubuh
lainnya. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan
panjang 1 – 4 mm. Secara patogenesis, perjalanan tuberkulosis ada dua yaitu
tuberkulosis primer dimana kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas
akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang
disebut sarang primer atau afek primer. Dan tuberkulosis post-primer dimana
tuberkulosis postprimer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah infeksi
primer, yang biasanya muncul di usia 15-40 tahun. Gejala klinis TB dibagi atas 2
golongan, yaitu gejala respiratorius berupa batuk, batuk darah, sesak napas, dan nyeri
dada. Sedangkan gejala sistemik berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia
dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisis dapat dijumpai antara lain suara
napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan
paru, diapragma dan mediastinum. Adapun standar terbaik dalam pemeriksaan TB
adalah kultur bakteri. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari
dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage / BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi
(termasuk biopsi jarum halus / BJH).

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Mishra, Vashishth., Saranjit Singh, Rajesh Bareja, Rahul Kumar Goyal,


Rabindra Nath Behara. Evaluation of Various Techniques Among Clinically
Suspected Patients of Pulmonary Tuberculosis with and without The Presence
of HIV Infection. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS)
e-ISSN: 2279- 0853, p-ISSN: 2279- 0861.Volume 13, Issue 8 Ver. IV (Aug.
2014), PP 68-71.
2. Babady, N. Esther., Nancy L, Wengenack. 2012. Clinical Laboratory
Diagnostics for Mycobacterium tuberculosis. Dalam buku Understanding
Tuberculosis – Global Experiences and Innovative Approaches to the
Diagnosis. Rijeka, Croatia : Intech Publisher

3. Besara GS, Chatherjee D. Lipid and carbohydrate of Mycobacterium
tuberculosis. In: Bloom BR. Tuberculosis. Washington DC, ASM Preess,
1994;285-301
4. I Wayan Putra, EddySurjanto, Suradi TYA. Nilai Diagnostik Pemeriksaan
Reaksi Rantai Polimerase Pada Tuberkulosis Paru Sputum Basil Tahan Asam
Negatif. 2008:136-144.
5. Andersen AB, Brennan P. Proteins and antigens of Mycobacterium
Tuberculosis. In: In: Bloom BR. Tuberculosis. Washington DC, ASM Preess,
1994;307-32.
6. Rosilawati ML. Deteksi Mycobacterium tuberculosis dengan reaksi berantai
Polimerasa / Polymerase Chain Reaction (PCR). Tesis Akhir Bidang Ilmu
Kesehatan Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
Jakarta, 1998.
7. Arto Yuwono Soeroto. Tuberkulosis. Kompendium Tatalaksana Penyakit
Respirasi & Kritis Paru. Jilid I. Perpari. 2012 : 129-141.
8. Price SA, Standridge MP. Tuberculosis paru. In: Hartanto H, Susi N,
Wulansari P M DA. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: ECG; 2005.

14
9. Zulkifli Amin, Asril Bahar. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I ed. VI : Jakarta. Interna Publishing 2014 : 863-872.
10. Pedoman Penatalaksanaan TB (Konsensus TB). Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Tuberkulosis Di Indonesia. PDPI. 2006.

15

Anda mungkin juga menyukai