Anda di halaman 1dari 28

i

ODONTEKTOMI

OLEH :

DILA RIYAN INTAN


10610010

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2013
ii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmatNYA sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan
makalah dengan judul “ODONTEKTOMI” tanpa halangan suatu apapun.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak, baik berupa bantuan moral maupun bantuan material. Untuk itu
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar -
besarnya kepada :
1. Drg. Endah Kusumastutik sebagai dosen pembimbing yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian makalah.
2. Orangtua dan teman-teman yang telah banyak membantu lewat doa dan semua
dukungannya
3. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, merupakan bagian tersendiri bagi kami apabila
diberikan saran dan kritik yang bersifat membangun, guna meningkatkan
pengetahuan dan kesempurnaan tulisan ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Kediri, 13 Desember 2013

Penyusun

ii
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I : PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................. 1
1.3 TujuanMasalah...................................................................... 1
1.4 Hipotesa................................................................................. 2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 3
2.1 Impaksi.................................................................................. 3
2.1.1 Prevalensi Impaksi........................................................ 4
2.1.2 Tanda atau Keluhan Gigi Impaksi................................ 5
2.1.3 Pemeriksaan Klinis Gigi Impaksi................................. 6
2.1.4 Gambaran umum Perawatan gigi Impaksi................... 7
2.1.5 Klasifikasi Impaksi Gigi Molar Ketiga Rahang bawah 8
2.1.6 Dampak impaksi Gigi molar Ketiga Rahang bawah
Terhadap Jaringan Sekitar........................................... 11
2.2 Pemeriksaan........................................................................... 12
2.3 Odontektomi.......................................................................... 13
2.3.1 Indikasi dan Kontra Indikasi........................................ 13
2.3.2 Persiapan Tindakan Odontektomi................................ 14
2.3.3 Teknik Odontektomi..................................................... 14
2.3.4 Teknik Odontektomi Berdasarkan Tipe Impaksi......... 16
2.3.5 Alat Odontektomi......................................................... 19
2.4 Faktor Penyulit..................................................................... 20
2.5 Komplikasi Odontektomi...................................................... 20
2.6 Intruksi Pasca Bedah............................................................. 21
2.7 Terapi Pasca Bedah............................................................... 22

iii
iv

BAB III : KONSEP MAPING..................................................................... 23


BAB IV : PEMBAHASAN........................................................................... 24
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 27

iv
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kasus gigi impaksi sering dijumpai pada praktek dokter gigi sehari-
hari. Pada prinsipnya gigi impaksi merupakan gigi yang tidak bisa tumbuh
semuanya atau sebagian karena terhalang tulang, jaringan lunak maupun
keduanya (Firmansyah, 2008).
Gigi yang demikian biasanya menimbulkan penyakit karena gigi
tersebut susah untuk dibersihkan sehingga menjadi sarang bakteri. Jika
dibiarkan maka akan terjadi infeksi dan merusak gigi sebelahnya. Gigi akan
menjadi rusak, gusi bengkak bahkan lama kelamaan bisa menjadi kista atau
tumor. Gejala-gejala yang timbul seperti migren, kepala pusing, sakit saat
buka mulut, dan telinga berdengung. Jika terjadi seperti ini harus dilakukan
pencabutan gigi impaksi yang disebut dengan odontektomi (Couldhard et al.,
2003).
Pada prinsipnya perawatan untuk gigi impaksi yaitu diawali dengan
pembukaan flap mukoperiostel untuk mencapai tulang rahang, kemudian
untuk mencapai gigi dilakukan pengasahan tulang secara konseratif (Pedersen,
1996)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan impaksi ?
2. Bagaimana pemeriksaan yang dilakukan sebelum di dilakukan
odontektomi ?
3. Apa yang dimaksud dengan odontektomi ?

1.3 Tujuan masalah


1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan impaksi.
2. Untuk mengetahui pemeriksaan yang dilakukan sebelum dilakukan
odontektomi.
3. Untuk mengetahui tentang odontektomi.

1
2

1.4 Hipotesa
Adanya prosedur yang tepat untuk menegakkan suatu diagnosa dan perawatan
bedah mulut khususnya pada perawatan odontektomi.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Impaksi
Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi ke dalam lengkung rahang pada
kisaran waktu yang diperkirakan. Suatu gigi mengalami impaksi akibat gigi
tetangga, lapisan tulang yang padat, atau jaringan lunak yang tebal dan
menghambat erupsi. Karena gigi impaksi tidak erupsi, maka akan tertahan seumur
hidup pasien kecuali dilakukan pembedahan untuk mengeluarkannya. Namun,
harus diingat bahwa tidak semua gigi yang tidak erupsi dinyatakan mengalami
impaksi. Jadi, diagnosis impaksi membutuhkan pemahaman tentang kronologi
erupsi, serta faktor-faktor yang mempengaruhi potensi erupsi (Peterson dkk.,
2004).
Umumnya, suatu gigi mengalami impaksi akibat panjang lengkung gigi yang
kurang adekuat dan ruangan erupsi lebih kecil dibandingkan dengan panjang total
lengkung gigi. Gigi-geligi yang seringkali mengalami impaksi adalah gigi molar
tiga rahang atas dan bawah, gigi kaninus rahang atas dan premolar rahang bawah.
Gigi molar tiga paling sering mengalami impaksi karena merupakan gigi yang
paling terakhir erupsi, ruangan erupsi yang dibutuhkannya kurang adekuat.
Sejumlah penelitian mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi potensi
erupsi gigi molar tiga. Dua faktor yang dinyatakan paling ‘prognostik’ adalah
angulasi gigi molar tiga dan ruang yang tersedia untuk erupsi (Miloro, 2004).
Erupsi gigi molar tiga akan selesai pada usia 20-24 tahun. Namun, satu atau
beberapa gigi M3 mengalami kegagalan erupsi pada 1:4 orang dewasa. Menurut
SOP Odontektomi 2 beberapa penelitian longitudinal, gigi yang terlihat
mengalami impaksi pada usia 18 tahun memiliki kesempatan sebesar 30-50%
untuk erupsi sempurna pada usia 25 tahun. Dalam serangkaian penelitian di
Swedia, prevalensi impaksi ditemukan sebesar 45,8% (Anonim, 1997)

3
4

2.1.1 Prevalensi Impaksi


Umumnya gigi yang sering mengalami impaksi adalah gigi posterior dan
jarang pada gigi anterior. Namun gigi anterior yang mengalami impaksi terkadang
masih dapat ditemui. Pada gigi posterior, yang sering mengalami impaksi adalah
sebagai berikut :
1. Gigi molar tiga (48 dan 38) mandibula
2. Gigi molar tiga (18 dan 28) maksila
3. Gigi premolar (44,45,34 dan 35) mandibula
4. Gigi premolar (14,15,24 dan 25) maksila (Hidayat, 2007).
Sedangkan gigi anterior yang dapat ditemui mengalami impaksi adalah
sebagai berikut:
1. Gigi caninus maksila dan mandibula (13,23,33,dan 43)
2. Gigi incisivus maksila dan mandibula (11,21,31,dan 41
Untuk mengetahui ada atau tidaknya kemungkinan suatu gigi mengalami
impaksi atau tidak sangatlah penting mengetahui masa erupsi masing-masing gigi
pada setiap lengkung rahang. Gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor,
menurut Berbagai penyebab gigi terpendam antara lain :
a. Kausa Lokal, merupakan faktor local yang dapat menyebabkan terjadinya
gigi impaksi adalah :
1. Abnormalnya posisi gigi
2. Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut
3. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
4. Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi
5. Gigi desidui persistensi (tidak mau tanggal)
6. Pencabutan prematur pada gigi
7. Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa disekitar gigi
8. Penyakit yang menimbulkan nekrosis tulang karena inflamasi atau
abses.
9. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-
anak (Hidayat, 2007).
b. Kausa Umur, Faktor umur dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi
walaupun tidak ada kausa lokal antara lain :
5

1. Kausa Prenatal
a) keturunan 
b) miscegenation
2. Kausa Postnatal
a) ricketsia 
b) anemi
c) syphilis congenital
d) TBC
e) gangguan kelenjar endokrin
f) malnutrisi
3. Kelainan Pertumbuhan
a) cleido cranial dysostosis
b) oxycephali
c) progeria
d) achondroplasia
e) celah langit-langit (Hidayat, 2007).
2.1.2 Tanda Atau Keluhan Gigi Impaksi
Ada beberapa orang yang mengalami masalah dengan terjadinya gigi
impaksi. Dengan demikian mereka merasa kurang nyaman melakukan hal-hal
yang berhubungan dengan rongga mulut. Tanda-tanda umum dan gejala terjadinya
gigi impaksi adalah :
a. Inflamasi, yaitu pembengkakan disekitar rahang dan warna kemerahan
pada gusi disekitar gigi yang diduga impaksi
b. Resorpsi gigi tetangga, karena letak benih gigi yang abnormal sehingga
meresorpsi gigi tetangga
c. Kista(folikuler)
d. Rasa sakit atau perih disekitar gusi atau rahang dan sakit kepala yanglama
(neuralgia)
e. Fraktur rahang (patah tulang rahang) (Tetradis, 2002).
6

2.1.3 Pemeriksaan Klinis Gigi Impaksi


Ada banyak penderita gigi terpendam atau gigi impaksi. Terkadang diketahui
adanya gigi impaksi pada seseorang diawali karena adanya keluhan, namun tidak
semua gigi impaksi menimbulkan keluhan dan kadang-kadang penderita juga
tidak mengetahui adanya kelainan pada gigi geliginya. Untuk mengetahui ada atau
tidaknya gigi impaksi dapat diketahui dengan pemeriksaan klinis, meliputi :
a) Keluhan - keluhan yang ditemukan dapat berupa :
1. Perikoronitis dengan gejala-gejala rasa sakit di region tersebut,
pembengkakan, mulut bau (foeter exore), pembesaran limfe-node sub-
mandibular 
2. Karies pada gigi tersebut. Dengan gejala ; pulpitis, abses alveolar yang
akut. Hal yang sama juga dapat terjadi bila suatu gigi mendesak gigi
tetangganya, hal ini dapat menyebabkan terjadinya periodontitis.
3. Pada penderita yang tidak bergigi. Rasa sakit ini dapat timbul karena
penekanan protesa sehingga terjadi perikonitis.
4. Parastesi dan neuralgia pada bibir bawah, terjadinya parastesi atau
neuralgia pada bibir bawah mungkin disebabkankarena tekanan pada
n.mandibularis. Tekanan pada n.mandibularis dan dapat juga
menyebabkan rasa sakit pada gigi premolar dan kaninus (Tetradis,
2002).
b) Pemeriksaan Ekstra Oral, pada pemeriksaan ekstra oral yang menjadi
perhatian adalah adanya pembengkakan, adanya pembesaran limfenode
(KGB), adanya parastesi.
c) Pemeriksaan Intra Oral, pada pemeriksaan intra oral yang menjadi
perhatian adalah :
1. Keadaan gigi,erupsi atau tidak 
2. Adanya karies,perikoronitis
3. Adanya parastesi
4. Warna mukosa bukal, labial dan gingival
5. Adanya abses gingival
6. Posisi gigi tetangga,hubungan dengan gigi tetangga
7. Ruang antara gigi dengan ramus (pada molar tiga mandibula)
7

d) Pemeriksaan Ro-Foto, pada pemeriksaan yang berdasarkan radiografi yang


menjadi perhatian yakni dental foto (intra oral), oblique, occlusal foto/bite
wing (Tetradis, 2002).
2.1.4 Gambaran Umum Perawatan Gigi Impaksi
Secara umum sebaiknya gigi impaksi dicabut baik itu untuk gigi molar tiga,
caninus, premolar, incisivus namun harus diingat sejauh tidak menyebabkan
terjadinya gangguan pada kesehatan mulut dan fungsi pengunyahan disekitar
rahang pasien maka gigi impaksi tidak perlu dicabut. Pencabutan pada gigi
impaksi harus memperhatikan indikasi dan kontraindikasi yang ada. Indikasi dan
kontra indikasi pencabutan meliputi:
a. Indikasi, yang termasuk dalam indikasi pencabutan yakni :
1. Pencabutan Preventif/Propilaktik. Pencabutan preventif ini
sangatlah penting yaitu untuk mencegah terjadinya patologi yang
berasal dari folikel atau infeksi yang timbul akibat erupsi yang
lambat dan sering tidak sempurna, serta pada kondisi tertentu dapat
mencegah terjadinya kesulitan pencabutan nanti jika gigi itu
dibiarkan lebih lama dalam lengkung rahang, misalnya karena
celah ligamentum mengecil atau tidak ada adalah indikasi
pencabutan bagi gigi yang impaksi.
2. Pencabutan patologis dan mencegah perluasan kerusakan oleh gigi
impaksi. Pencabutan karena pencegahan terjadinya patologi dan
mencegah perluasan kerusakan dalam lengkung rahang karena
adanya gigi yang impaksi juga menjadi indikasi pencabutan pada
gigi yang impaksi. Adapun tindakan pencegahan itu meliputi :
a) Pencegahan penyakit periodontal
b) Pencegahan caries dental
c) Pencegahan perikonitis
d) Pencegahan resorpsi akar
e) Pencegahan munculnya kista odontogenik dan tumor
f) Pencegahan terjadinya fraktur rahang karena gigi impaksi
Ada banyak referensi tentang indikasi pencabut gigi impaksi,
namun secara umum pencabutan selalu diindikasikan oleh dua hal diatas,
8

adapun indikasi lain pencabutan adalah usia muda, adanya penyimpangan


panjang lengkung rahang dan membantu mempertahankan stabilisasi hasil
perawatan ortodonsi, kepentingan prostetik dan restoratif.
b. Kontraindikasi. Pencabutan gigi impaksi juga tergantung pada
kontraindikasi yang muncul, ada pasien- pasien tertentu yang tidak
dapat dilakukan pencabutan dengan berbagai pertimbangan, adapun
kontraindikasi pencabutan gigi impaksi adalah :
1. Pasien dengan usia sangat ekstrim, telalu muda atau lansia
2. Compromised medical status
3. Kerusakan yang luas dan berdekatan dengan struktur yang lain
4. Pasien tidak menghendaki giginya dicabut
5. Apabila tulang yang menutupi gigi yang impaksi sangat
termineralisasi dan padat
6. Apabila kemampuan pasien untuk menghadapi tindakan
pembedahan terganggu oleh kondisi fisik atau mental tertentu
(Tetradis, 2002).
2.1.5 Klasifikasi Impaksi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah
Gigi molar ketiga rahang bawah impaksi dapat diklasifikasikan dengan
beberapa cara, yaitu klasifikasi menurut George Winter, klasifikasi menurut Peli
dan Gregory, klasifikasi berdasarakan kedalaman relatif gigi molar ketiga rahang
bawah terhadap gigi molar kedua, serta klasifikasi berdasarakan posisi sumbu
panjang gigi molar ketiga rahang bawah impaksi terhadap gigi molar kedua
(Alling, 1993; Pederson, 1996; Fuss, 2003)
1. Klasifikasi menurut George Winter
Klasifikasi ini dilakukan dengan cara melihat hubungan antara posisi gigi
molar ketiga rahang bawah impaksi, terhadap gigi molar kedua rahang
bawah melalui pemeriksaan radiografik. Klasifikasi ini membagi gigi
molar ketiga impaksi menjadi 8 kelas (Pederson, 1996; Fuss, 2003), yaitu
:
a. Kelas I posisi vertikal
b. Kelas II posisi mesioangular
c. Kelas III posisi horisontal
9

d. Kelas IV posisi distoangular


e. Kelas V posisi bukoangular
f. Kelas VI posisi linguangular
g. Kelas VII posisi inverted
h. Kelas VIII posisi unjusual
2. Klasifikasi menurut Pell dan Gregory
Klasifikasi yang telah dibuat oleh George Winter dimodifikasi oleh Pell
dan Gregory, dengan melibatkan tiga aspek pengamatan dari gigi molar
ketiga rahang bawah impaksi, yaitu berdasarkan ruang anatomis antara sisi
posterior gigi molar ketiga terhadap molar kedua dengan sisi anterior ramus
mandibula, kedalaman relatif gigi molar ketiga terhadap gigi molar kedua,
serta berdasarkan posisi sumbu panjang gigi molar ketiga terhadap gigi molar
kedua. Dengan cara ini gigi impaksi diklasifikasikan menjadi 3 kelas
(Pederson, 1996; Fuss, 2003), sebagai berikut:
a. Kelas I, yaitu apabila terdapat ruang yang cukup pada sisi distal gigi
molar kedua bagi gigi molar ketiga rahang bawah untuk erupsi.
b. Kelas II, yaitu apabila terdapat kekurangan ruang bagi gigi molar
ketiga rahang bawah untuk erupsi, karena ruang antara sisi posterior
gigi molar kedua dengan sisi anterior ramus asenden mandibula lebih
sempit, daripada lebar mesiodistal mahkota gigi molar ketiga rahang
bawah yang akan erupsi.
c. Kelas III, yaitu apabila tidak terdapat ruang sama sekali bagi gigi
molar ketiga rahang bawah untuk erupsi, sehingga mahkota gigi molar
ketiga rahang bawah impaksi terletak di dalam ramus mandibula.
10

3. Klasifikasi berdasarkan kedalaman relatif gigi molar ketiga rahang bawah


terhadap gigi molar kedua
Berdasarkan kedalaman relatif gigi molar ketiga rahang bawah terhadap gigi
molar kedua, gigi molar ketiga rahang bawah impaksi diklasifikasikan menjadi 3
(Alling, 1993; Fuss, 2003), yaitu :
a. Posisi A, yaitu apabila permukaan oklusal gigi molar ketiga rahang
bawah impaksi terletak sama dengan atau permukaan oklusal gigi
molar kedua rahang bawah.
b. Posisi B, yaitu apabila permukaan oklusal gigi molar ketiga rahang
bawah impaksi terletak diantara permukaan oklusal dengan garis
servikal gigi molar kedua rahang bawah.
c. Posisi C, yaitu apabila permukaan oklusal gigi molar ketiga rahang
bawah impaksi terletak di bawah garis servikal gigi molar kedua
rahang bawah.
4. Klasifikasi berdasarkan posisi sumbu panjang gigi molar ketiga rahang
bawah impaksi terhadap gigi molar kedua
Berdasarkan posisi sumbu panjang gigi molar ketiga rahang bawah
impaksi terhadap gigi molar kedua, gigi molar ketiga rahang bawah
impaksi diklasifikasikan menjadi 5 posisi (pederson, 1996), yaitu :
a. Mesioangular
b. Vertikal
11

c. Distoangular
d. Horizontal
e. Inverted

2.1.6 Dampak Impaksi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah Terhadap


Jaringan Sekitar
Gigi molar ketiga rahang bawah impaksi selain dapat menimbulkan kelainan
patologis pada gigi itu sendiri, juga dapat menimbulkan berbagai kerusakan pada
jaringan sekitarnya (Alling, 1993), seperti:
1. Perikoronitis, yaitu keradangan yang mengenai gingiva di sekeliling
mahkota gigi yang impaksi sebagian. Perikoronitis merupakan masalah
klinis yang paling sering timbul akibat gigi molar ketiga rahang bawah
impaksi. Perikoronitis dapat menyebar ke tulang pada bagian mesial atau
distal dari gigi molar ketiga, serta dapat menyebar ke gigi molar kedua
sebelahnya (Peterson, 1992; Alling, 1993; Obimakinde, 2009).
2. Karies pada gigi di depannya, karena daerah sekitar gigi molar ketiga
rahang bawah impaksi, merupakan tempat akumulasi plak dan debris
makanan yang sulit dibersihkan, sehingga gigi molar kedua rahang bawah
menjadi rentan terhadap akumulasi bakteri yang menyebabkan karies gigi.
Karies gigi pada gigi molar kedua tersebut sering terjadi pada permukaan
distal khususnya di daerah servikal. Insiden karies ini pada umumnya
tinggi, karena berhubungan dengan posisi gigi impaksi molar ketiga
terhadap gigi molar kedua, pembentukan poket periodontal, serta adanya
kesulitan untuk mempertahankan kebersihan mulut (Peterson, 1992;
Tetsch, 1992; Howe, 1993).
3. Kelainan Periodontal. Gigi molar ketiga rahang bawah yang impaksi
sebagian juga sering menimbulkan poket periodontal, atau resesi gingival
pada sisi distal gigi molar kedua rahang bawah. Hal ini diawali dengan
adanya suatu pseudo poket yang terbentuk di antara mahkota gigi molar
ketiga yang impaksi sebagian, dengan gingival yang menutupi sebagian
mahkotanya (Tetsch, 1992; Alling, 1993; Obimakinde, 2009).
4. Pada beberapa kasus, gigi molar tiga yang dibiarkan dalam keadaan
impaksi dapat menyebabkan terbentuknya kista dan menyebabkan
12

kerusakan yang lebih luas pada rahang dan gigi tetangganya. (Alling,
1993)

2.2 Pemeriksaan
Gigi impaksi dapat menimbulkan gangguan ringan sampai serius jika gigi
tersebut tidak erupsi. Tidak semua gigi impaksi menimbulkan masalah klinis yang
signifikan, namun setiap gigi impaksi memiliki potensi tersebut. Gigi yang tidak
erupsi akan menimbulkan rasa nyeri jika terjadi infeksi. Saat pemeriksaan,
ketiadaan gigi, karies atau mobilitas gigi tetangga harus diperhatikan. Terjadinya
infeksi dapat dilihat dari pembengkakan, pengeluaran pus, trismus, dan pelunakan
limfonodus servikal regional (Coulthard dkk., 2003).
Pemeriksaan radiografik harus didasarkan pada penelusuran riwayat dan
pemeriksaan klinis. Pemeriksaan radiografik sangat penting sebelum pembedahan
dilakukan namun tidak perlu dilakukan saat pemeriksaan awal, jika terdapat
infeksi atau gangguan lokal lainnya. Pemeriksaan radiologis gigi impaksi harus
dapat menguraikan hal-hal berikut ini (Coulthard dkk., 2003) :
a. Tipe dan orientasi impaksi serta akses untuk mencapai gigi
b. Ukuran mahkota dan kondisinya
c. Jumlah dan morfologi akar
d. Tinggi tulang alveolar, termasuk kedalaman dan densitasnya
e. Lebar folikuler
f. Status periodontal dan kondisi gigi tetangga
g. Hubungan atau kedekatan gigi-geligi rahang atas dengan kavitas nasal
atau sinus maksilaris
h. Hubungan atau kedekatan gigi-geligi rahang bawah dengan saluran
interdental, foramen mentale, batas bawah mandibula.
Jenis radiografi yang dapat digunakan, antara lain:
a. Periapikal, tomografi panoramik atau oblique lateral dan CT scan untuk
gigi molar tiga rahang bawah
b. Tomografi panoramik (atau oblique lateral, atau periapikal yang adekuat)
untuk gigi molar tiga rahang atas.
13

c. Parallax film (dua periapikal atau satu periapikal dan satu film oklusal)
untuk gigi kaninus rahang atas
d. Radiografi periapikal dan true occlusal untuk gigi premolar dua rahang
bawah; radiografi panoramik juga dapat digunakan jika radiografi
periapikal tidak dapat menggambarkan seluruh gigi yang tidak erupsi.

2.3 Odontektomi
Menurut (Pederson, 1996) odontektomi adalah tindakan pembedahan
untuk mengeluarkan gigi yang tidak dapat dilakukan dengan ekstraksi biasa
atau pembedahan yang diindikasikan untuk gigi yang impaksi atau tertanam di
bawah tulang atau mukosa.
2.3.1 Indikasi dan Kontraindikasi Odontektomi
a. Indikasi untuk perawatan odontektomi antara lain:
1. Adanya impaksi gigi yang terlihat mendesak gigi molar kedua
2. Tejadi maloklusi gigi
3. Terdapat keluhan ras sakit atau pernah merasa sakit
4. Bila terjadi infeksi (focus selulitis)
5. Sebagai tindakan pencegahan dari terjadinya infeksi karena erupsi
yang terlambat dan abnormal, serta mencegah berkembangnya
folikel menjadi keadaan patologis (kista odontogenik dan
neoplasia)
6. Akan mengganggu perawatan di bidang konservasi atau pembuatan
mahkota gigi pada gigi molar kedua
7. Diperkirakan akan mengganggu perawatan orthodonsia dan
pembuatan protesa.
b. Kontraindikasi untuk perawatan odontektomi, antara lain:
1. Pasien tidak menghendaki giginya dicabut
2. Panjang akar belum mencapai sepertiga atau dua pertiga
3. Bila tulang yang menutupi gigi yang tertanam terlalu banyak
4. Bila tulang yang menutupi sangat termineralisasi dan padat yaitu
pada pasien berusia lanjut.
(Danudiningrat, 2006).
14

2.3.2 Persiapan Tindakan Odontektomi


Dalam mempersiapkan tindakan odontektomi perlu diperhatikan adalah
melakukan rontgen foto. Dengan adanya foto rontgen maka akan
didapatkan informasi tentang:
1. Bentuk , jumlah, ukuran gigi serta bentuk akar
2. Posisi akar atau mahkota dengan gigi tetangga atau struktur lain
3. Klasifikasi impaksi gigi
4. Posisi bukal atau lingual gigi impaksi
5. Hubungan akar gigi impaksi dengan struktur anatomis penting di
dekatnya.

2.3.3 Teknik atau Penatalaksaan Tindakan Odontektomi

Gambar a. Insisi envelope [amplop] seringkali digunakan untuk membuka


jaringan lunak mandibula dalam pencabutan gigi impaksi molar tiga:
Perluasan insisi keposteriorharus divergen ke arah lateral agar tidak terjadi
perlukaan saraf lingual (Anonim,2009).

Gambar b. Insisi envelope dibuka


ke arah lateral sehingga tulang yang menutupi gigi impaksi terbuka.
15
16

Gambar c. Jika digunakan flap tiga-sudut, insisi pembebas dibuat pada


aspek mesial gigi molar dua (Anonim,2009).

Gambar d.
Saat flap
jaringan dibuka pada insisi pembebas, akan diperoleh lapangan pandang
yang lebih luas, terutama pada aspek apikal daerah pembedahan
(Anonim,2009).

Gambar e. Setelah jaringan lunak dibuka, tulang yang menutupi


permukaan oklusal gigi dibuang menggunakan bur fissure atau chisel
tangan (Anonim,2009).
17

Gambar f. Kemudian, tulang pada aspek bukal dan distal gigi impaksi
dibuang menggunakan bur (Anonim,2009).
2.3.4 Teknik odontektomi berdasarkan tipe impaksi gigi
a) Impaksi vertical

Jika gigi yang


terbentuk tidak erupsi sempurna menembus batas gusi. Tulang pada aspek
bukal dan distal mahkota dibuang, dan gigi dipotong menjadi bagian
mesial dan distal. Jika akar gigi bengkok, menyatu atau tunggal, bagian
distal mahkota dipotong seperti dalam impaksi mesioangular. Aspek
posterior mahkota diungkit terlebih dahulu menggunakan Cryer
elevatorsampai ke titik pengeluaran pada sisi distal gigi (Anonim,2009).
18

Elevator
digunakan
untuk mengangkat aspek mesialgigi dengan gerakan putar dan ungkit
(Anonim,2009).
b) Impaksi mesio angular
Impaksi mesioangular merupakan tipe yang sering ditemukan (43%
kasus). Gigi menjorok ke depan, mengarah ke depan mulut.

Dalam
pencabutan impaksi mesioangular, tulang pada sisi bukal dan distal
dibuang agar mahkota gigi dan batas servikalnya terlihat. Aspek distal
mahkota dipotong. Terkadang, perlu dilakukan pemotongan seluruh gigi
menjadi dua bagian, bukanhanya memotong bagian distal mahkota saja
(Anonim,2009).
19

Setelah bagian distal mahkota dikeluarkan, diinsersikan elevator


kecilpada titikungkit di aspek mesial gigi molar tiga, dan gigi dikeluarkan
menggunakan gerakan putar dan ungkit (Anonim,2009).

c) Impaksi horizontal
Rencana pemotongan untuk impaksi horizontal tergantung pada
pengambilan awal mahkota dan diikuti penggeseran akar baik satu persatu
atau langsung seluruhnya kea rah ruang yang terbentuk dari pengambilan
mahkota. Biasanya mehkota lebih baik diambil dengan dua tahap
pemotongan pertama adalah melintang pada garis servikal, sedangkan
tahap kedua (aksial atau longitudinal) adalah sejajar sumbu panjang gigi.
Belahan mahkota lingual dipatahkan dan diungkit kea rah lingual dengan
menggunakan elevator, sedangkan sisa mahkota yang tertinggal digeser
kea rah ruang yang ada dan dikeluarkan. Akar superior terbedah dan dibuat
titik kaitan pada permukaan superior. Elevator diinsersikan dan kemudian
ditarik ke anterior (mesial). Hal ini cenderung menggeser akar ke anterior
kea rah ruang yang sebelumnya ditempati oleh mahkota. Apabila akar
tidak bisa bergerak sebagai satu unit, maka akar superior dipisahkan dari
20

yang inferior dan kemudian akan dikeluarkan satu persatu (Pedersen,


1996).

Gambar 2.8 Pencabutan gigi impaksi horizontal. A dan B. Alternatif


pengeluaran mahkota. A, mahkota langsung dikeluarkan seluruhnya
sesudah pemotongan pada garis servikal. B. gigi dikeluarkan sebagai
segmen bukal dan lingual sesudah dilakukan pemisahan servikal dan
longitudinal. C. Pergeseran akar superior dan inferior ke anterior sebagai
satu unit. D. Akar dipisahkan dan dikeluarkan secara terpisah.
2.3.5 Alat Odontektomi
1. Elevator :
21

a. elevator lurus : Untuk mengetes anastesi, memisahkan perlekatan


epitel, mengungkit ujung akar dan frakmennya.
b. Elevator bengkok : untuk menggeser gigi dan frakmen akarnya
menjauhi titik tumpu dari alat ini
2. Needle holder : untuk penjahitan digunakan needle holder. Instrumen ini
dipegang dengan ibu jari dan jari manis memegang cincin sedangkan
telunjuk ditempatkan sepanjang tangkai.
3. Roun bur/tappered fissure : digunakan untuk memecah gigi dan untuk
pembuatan lubang kaitan untuk elevator
4. Benang jahit : benang jahit dibagi menjadi yang bisa diabsorbsi dan yang
tidak bisa diabsorbsi. Secara umum jahitan yang terletak pada permukaan
luar tubuh menggunakan bahan non absorbsi sedangkan yang terletak
dibawah kulit menggunakan yang dapat di absorbsi. Tipe bahan non
absorbsi yang menonjol adalah sutera, katun, nilon. Benang polyglycolic
acid yang dapat diasorbsi.
5. Bone file : digunakan untuk menghaluskan permukaan dan tepi tulang
6. Scalpel : digunakan untuk insisi jaringan lunak dan biasanya
menggunakan handle scalpel sebagai pegangan.
7. Spuit disposible : digunakan untuk penyuntikan obat, irigasi saline dari
alat rotasi, dan daerah-daerah pembedahan serta untuk aspirasi lesi
tertentu
(Pedersen, 1996)

2.4 Faktor Penyulit Tindakan Odontektomi

Terdapat faktor-faktor yang mempersulit tindakan pembedahan odontektomi,


diantaranya:
1. Lengkung akar yang abnormal, baik dalam arah mesial, distal, atau
berbentuk seperti kait
2. Bentuk anatomi, misalnya akar terpisah akar terpisah atau mengalami fusi
3. Gigi mengalami anklylosis dan hipersementosis
4. Keadaan gigi impaksi dengan kanalis mandibularis
5. Gigi yang terletak pada zona yang dalam
22

6. Ketebalan tulang yang ekstrim, khususnya pada pasien tua


7. Akses yang sulit ke daerah operasi, seperti Orbicularis oris yang kecil,
ketidakmampuan pasien membuka mulut lebar, lidah yang besar dan tidak
terkontrol gerakannya, penderita sensitive terhadap benda asing yang
masuk ke rongga mulut (Pedersen, 1996)

2.5 Komplikasi Odontektomi


Dalam pembedahan odontektomi ada komplikasi yang terjadi ada komplikasi
pada saat pembedahan dan komplikasi pasca bedah.
Pada komplikasi pada saat pembedahan, biasanya terjadi:
1. Perdarahan
2. Tertekan/putusnya nervus alveolaris inferior
3. Fraktur akar
4. Fraktur processus alveolaris lingual
5. Fraktur tulang rahang bagian lingual
6. Fraktur mandibula terutama daerah angulus
7. Trauma pada gigi tetangga
8. Rusaknya tumpatan atau mahkota pada gigi molar kedua di samping molar
ketiga yang dilakukan odontektomi
9. Masuknya gigi/sisa akar gigi ke dalam submandibula. Space, kanalis
mandibularis atau spasia region lingual
10. Syok anafilaktik
11. Patahnya instrument
12. Alergi obat (obat anastesi, antibiotik, analgesik). Pada komplikasi pasca
bedah, biasanya akan terjadi:
13. Terjadi pembengkakan
14. Terjadi perdarahan sekunder
15. Terjadi dry socket
16. Infeksi pada jaringan lunak maupun tulang
17. Adanya memar pada jaringan lunak ekstraoral dan dapat meluas sampai
ke region leher dan dada di region odontektomi atau bilateral
18. Terjadi trismus
19. Adanya facial abses
23

20. Terjadi emphysema


21. Terdapat luka di daerah sudut bibir (Gary, 1989)

2.6 Instruksi Pasca Odontektomi


Setelah dilakukan pembedahan, dokter gigi perlu menginstruksikan kepada
pasien untuk melakukan hal-hal seperti berikut:
1. Gigit tampon sekitar 10-30menit, tampon diganti dengan tampon steril
sampai beberapa kali
2. Tidak mengisap-isap luka
3. Tidak diperkenakan kumur
4. Fungsi kunyah dikurangi
5. Jaga kebersihan luka
6. Menjaga kebersihan mulut dengan tetap menggosok gigi dan dihindari
untuk berkumur keras
7. Hindari makan dan minum panas
8. Tidak diperkenakan merokok
(Pedersen, 1996)

2.7 Terapi Pasca Bedah


1. Penderita diminta kontrol 3 hari sekali sampai luka operasi menyembuh.
2. Setiap penderita datang kontrol dapat dilakukan pembersihan luka operasi
dengan melakukan irigasi memakai cairan antiseptic ringan ( mis. H2O2
3%), atau kalau ada dressing perlu diganti yang baru
3. Setelah 3 hari pasca bedah dapat melakukan sikat gigi dengan hati-hati
pada daerah luka.
4. Jahitan diangkat setelah 7-10 hari dengan dilihat dulu apakah luka insisi
sudah bertaut kembali atau belum. Pada region tertentu tepi luka sudah
menyatu atau menutup dengan baik dapat diangkat sedangkan yang belum
menutup ditunggu sapai terbukti sudah melekat satu sama lain.
Obat-obat yang diberikan adalah :
1. Analgesik (bila diperlukan diberi sedative)
Obat ini selalu dibutuhkan karena rasa sakit pasca bedah akan selalu
didapatkan dari berbagai macam tingkatan rasa sakit.
24

2. Anti inflamasi
Biasanya dari golongan ensim
3. Antibiotika terutama derivate pinisilin. Sebaiknya diberikan bila
memang diindikasikan dan bukan merupakan suatu yang rutin
terutama diperkirakan bila terjadi komplikasi pasca bedah.

Anda mungkin juga menyukai