Anda di halaman 1dari 32

PERAWATAN ORTODONTI

PADA PASIEN MALOKLUSI KELAS I TIPE 1 DAN 3


DENGAN KEBIASAAN MENGGIGIT KUKU

LAPORAN KASUS MALOKLUSI

Pembimbing :
drg. Yuniar Zen, Sp.Ort

Disusun oleh:
Andreas Julianto Gozali
041051700001

UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
JAKARTA
2020
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


A.Latar Belakang ............................................................................ 4
B.Rumusan Masalah ....................................................................... 4
C.Tujuan Penulisan ......................................................................... 4
D. Manfaat Laporan ........................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 5


A.Perawatan Ortodonti .................................................................... 5
B. Maloklusi .................................................................................... 5
C.Maloklusi kelas I tipe I ............................................................... 6
D.Maloklusi kelas I tipe 3 ............................................................... 7
E.Alat ortodonti lepasan .................................................................. 8

BAB III LAPORAN KASUS ....................................................................... 10

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................. 21

BAB V KESIMPULAN .............................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 24

ii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Klasifikasi Maloklusi Angle ........................................................ 5
Gambar 2. Foto ekstraoral pasien .................................................................. 12
Gambar 3. Foto intraoral pasien..................................................................... 13
Gambar 4. Radiografi sefalometri.................................................................. 17
Gambar 5. Radiografi panoramik................................................................... 18
Gambar 6. Desain Alat ortodonti lepasan....................................................... 19
Gambar 7. Alat Ortodonti Lepasan ................................................................ 20
Gambar 8. Alat ortodonti lepasan dipasang pada model kerja....................... 20
Gambar 9. Model typodont sebelum dilakukan aktivasi oklusal (kiri)........... 21
Gambar 10. Model typodont setelah dilakukan aktivasi oklusal (kanan)......... 21
Gambar 11. Model typodont sebelum dilakukan aktivasi labial (kiri)............. 21
Gambar 12. Model typodont setelah dilakukan aktivasi labial (kanan)............ 21
Gambar 13. Model typodont sebelum dilakukan aktivasi bukal kanan (kiri)... 22
Gambar 14. Model typodont setelah dilakukan aktivasi bukal kanan (kanan). 22
Gambar 15. Model typodont sebelum dilakukan aktivasi bukal kiri (kiri)....... 22
Gambar 16. Model typodont setelah dilakukan aktivasi bukal kiri (kanan)..... 22

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Odontogram ...................................................................................... 14
Tabel 2. Inklinasi aksial gigi-gigi ................................................................... 15
Tabel 3. Analisis ruang ................................................................................... 16
Tabel 4. Analisis skeletal ................................................................................ 18

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perawatan ortodonti adalah salah satu tindakan yang dilakukan di bidang
kedokteran gigi yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan yaitu secara estetik,
fungsional, dan psikologis dengan cara memperbaiki crowding, gigi yang protusif,
inklinasi dari gigi rahang atas terhadap rahang bawah, overjet, overbite, diastema, dan
rotasi gigi yang akan menghasilkan hubungan oklusi yang baik. 1 Perawatan ortodonti
yang dilakukan pada kasus maloklusi kelas I tipe 1 dan 3 bertujuan untuk mengurangi
tingkat keparahan dari maloklusi untuk menghasilkan oklusi yang lebih layak dan
tentunya untuk mencegah maloklusi yang tetap bertahan pada periode gigi pemanen. 2
Maloklusi adalah salah satu kelainan yang sering dijumpai pada rongga mulut.
Pada pasien maloklusi, terdapat keadaan menyimpang dari oklusi normal dan relasi
abnormal pada suatu gigi ke gigi-gigi lainnya. 6 Pengertian maloklusi menurut World
Health Organization (WHO) pada tahun 2013 yaitu maloklusi didefinisikan sebagai
suatu anomali dentofasial yang mengacu pada oklusi abnormal, terganggunya
hubungan kraniofasial, yang dapat mempengaruhi estetik, fungsi pengunyahan, bicara
serta harmonitas fasial, dan psikososial individu. 7
Klasifikasi maloklusi Angle dibagi menjadi kelas I, II, dan III. Maloklusi kelas
I adalah cusp mesiobukal dari molar pertama pemanen rahang atas terletak pada
groove bukal dari molar pertama pemanen rahang bawah. Pada pasien maloklusi
kelas I yang terdapat ketidakteraturan pada gigi, seperti crowding anterior, protusif
insisivus atas, crossbite, mesial drifting, deepbite, diastema, dan lain-lain. Prevalensi
maloklusi pada anak bervariasi, tergantung kelompok etnik, dan umur. 8

1
Klasifikasi maloklusi kelas I tipe 1 Proffit yaitu berdasarkan kebutuhan
ekstraksi gigi. Pada arch length discrepancy kurang dari 4 mm, ekstraksi jarang
sekali diindikasikan, kecuali pada kasus protusi parah pada gigi insisif,
ketidaksesuaian secara vertikal. Pada banyak kasus dengan arch length discrepancy
kurang dari 4 mm, crowding dapat dikoreksi tanpa ekspansi rahang dengan cara
slicing. Pada arch length discrepancy 5-9 mm, dapat dikoreksi dengan atau tanpa
ekstraksi, yaitu tergantung karakterisitik jaringan keras dan jaringan lunak pasien dan
bagaimana posisi final dari gigi insisivus akan dikoreksi, beberapa gigi dapat
ditentukan untuk diekstraksi. Perawatan tanpa ekstraksi biasanya membutuhkan
ekspansi transversal melewati gigi premolar dan molar, dan dibutuhkan waktu
tambahan apabila gigi posterior dibutuhkan pergerakan ke distal untuk menambah
arch length. Pada arch length discrepancy sepanjang 10 mm atau lebih, ekstraksi
hampir selalu diperlukan. Untuk kasus pasien seperti ini, panjang crowding hampir
sama dengan panjang mesiodistal gigi yang diekstraksi. Pilihan gigi yang akan
diekstraksi yaitu empat gigi premolar pertama. Gigi insisivus dan caninus tidak
diekstraksi karena factor estetik, sedangkan gigi molar berfungsi penting untuk
mastikasi.18
Maloklusi kelas I tipe 3 atau disebut juga crossbite anterior didefinisikan
sebagai kondisi abnormal relasi labiolingual dari gigi inci, yaitu satu atau lebih gigi
insisivus rahang atas terletak lebih palatal dibandingkan insisivus bawah. 11
Akan tetapi, perlu dibedakan dengan pseudo kelas III, pada crossbite anterior,
hubungan molar adalah neutro-oklusi sedangkan pada pseudokelas III hubungan
molar mesioklusi, yang berarti dapat dibedakan pada kelas I tipe 3 cusp mesiobukal
molar pertama pemanen atas terletak pada groove bukal molar pertama bawah
pemanen. Crossbite anterior merupakan maloklusi yang menghasilkan inklinasi
abnormal satu atau lebih gigi pada maksila. 12
Pada kasus pasien crossbite jika mungkin perlu dilakukan perawatan segera 10,
karena dapat terjadi komplikasi antara lain temporomandibular disorder, kesulitan

2
membuka mulut, karies gigi, periodontitis, rasa sakit pada tulang alveolar, dan
komplikasi lainnya yang berhubungan dengan efek dari occlusal interference. Pada
penderita crossbite, terdapat hambatan menuju oklusi yang seharusnya saat pasien
mengunyah makanan, menelan, bicara, dan beraktivitas sehingga dapat menyebabkan
kerusakan pada temporomandibular joint. Hal tersebut terjadi karena jika ada
occlusal interference, tekanan oklusi yang salah akan menyebabkan kerusakan,
sedangkan pada oklusi gigi-geligi yang tepat dan harmonis tidak akan terdapat
hambatan. Akibat dari temporomandibular disorder adalah kesulitan saat membuka
mulut lebar, rasa sakit pada temporomandibular dan tulang alveolar. Crossbite juga
dapat menyebabkan kesulitan saat menyikat gigi karena sulit dijangkau oleh sikat
sehingga mengakibatkan karies, periodontitis, dan lain-lain. 21
Pada maloklusi kelas I tipe 3 dengan kebiasaan menggigit kuku, maloklusi akan
berkurang atau terkoreksi secara spontan tanpa dilakukan perawatan. Pada kasus ini
disebabkan oleh kebiasaan buruk menggigit kuku, sehingga dengan menghentikan
perilaku habitual tersebut diharapkan crossbite akan berkurang dan terkoreksi. 20
Perawatan ortodonti pada pasien maloklusi periode gigi campur dapat dikoreksi
3
secara efektif dengan menggunakan alat ortodonti lepasan ataupun cekat, tetapi
piranti yang dipilih pada kasus ini adalah dengan alat lepasan karena alat ortodonti
lepasan dapat diberikan pada kasus sederhana atau mudah, sedangkan piranti
ortodonti cekat dapat digunakan untuk semua kasus, termasuk kasus sulit. Alat
ortodonti lepasan mempermudah pasien untuk membersihkan alat sehingga dapat
meningkatkan kebersihan gigi dan mulut pasien yang masih usia kecil rentan terjadi
penyakit gigi dan mulut yang berhubungan dengan buruknya oral hyginie seperti
karies dan periodontitis. Selain itu, alat ortodonti lepasan mempunyai keuntungan
yaitu relatif lebih mudah dan efektif, tetapi tergantung dari kerjasama pasien untuk
mencapai keberhasilan yang diinginkan. 4
Alat ortodonti lepasan adalah alat berfungsi mengkoreksi maloklusi yang dapat
dilepas dan dipasang sendiri oleh pasien. Pada kasus ini alat ortodonti lepasan yang

3
digunakan adalah plat akrilik, Adam clasp pada kedua gigi molar pertama tetap, s
spring pada gigi yang crossbite, posterior bite raiser dan expansion screw.14
Posterior bite raiser digunakan untuk memisahkan oklusi rahang atas dan rahang
bawah agar spring dapat menggerakan gigi yang mengalami crossbite melewati
bidang oklusi ke posisi yang tepat. 15,16

B. Rumusan Masalah
Bagaimana perawatan ortodonti maloklusi kelas I tipe 1 dan 3 pada pasien
pasien dengan kebiasaan menggigit kuku?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui perawatan
perawatan ortodonti maloklusi kelas I tipe 1 dan 3 pada pasien pasien dengan
kebiasaan menggigit kuku.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari laporan kasus ini adalah untuk memberi pengetahuan yang lebih
kepada mahasiswa klinik mengenai perawatan yang benar dalam hal kasus maloklusi
kelas I tipe 1 dan 3 pada pasien pasien dengan kebiasaan menggigit kuku.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Perawatan ortodonti
Perawatan ortodonti merupakan salah satu perawatan di bidang kedokteran
gigi yang dilakukan pada pasien maloklusi yang terindikasi yang bertujuan untuk
memperoleh fungsi estetik dan fungsional yang baik yaitu setelah pasien terbebas dari
maloklusi akan mendapat keuntungan dari oklusi yang benar dan stabil, seperti
memudahkan pembersihan gigi geligi, jaringan periodontal yang lebih terhindar dari
sisa makanan, mengurangi risiko kerusakan jaringan keras dari oklusi yang tidak
benar, serta penampilan fasial yang lebih baik, dengan tindakan mengkoreksi
maloklusi pasien dengan piranti ortodonti yang dipasang pada pasien yang akan
memberikan sejumlah gaya pada gigi yang maloklusi selama durasi waktu tertentu
dan menggerakan gigi ke posisi yang benar. 19

B. Maloklusi
Maloklusi merupakan sebuah keadaan yaitu terjadi ketidakselarasan dari gigi
pada suatu rahang atau oklusi yang tidak tepat antara rahang atas dan rahang bawah,
yaitu menyimpang dari normal. Maloklusi dapat didefinisikan sebagai suatu
ketidaksesuaian hubungan rahang yang menyimpang dari normal. Maloklusi dapat
menyebabkan tampilan wajah yang buruk, resiko karies, penyakit periodontal,
perubahan pada bicara, mastikasi, disfungsi sendi temporomandibula dan nyeri
orofasial. 6
Klasifikasi maloklusi yang paling sering digunakan adalah klasifikasi
maloklusi Angle, karena relatif sederhana dalam penerapannya. Angle berpendapat
molar pertama permanen maksila adalah kunci oklusi dan bahwa molar atas dan
bawah harus terkait sehingga mesiobuccal cusp molar pertama atas berada di groove
bukal molar bawah. Berdasarkan relasi molar satu permanen mandibular dan maksila,

5
Angle mengklasifikasikan maloklusi kedalam tiga kelas utama yaitu kelas I, II, dan
III. 17
Maloklusi Kelas I Angle atau dapat disebut juga neutroklusi adalah relasi
mesio-distal gigi molar pertama normal yaitu cusp mesiobukal gigi molar pertama
atas berada pada lekuk bukal gigi molar pertama bawah. Maloklusi kelas I Angle juga
antara lain dibagi menjadi 5 tipe, yaitu tipe 1 (crowding), tipe 2 (protusif), tipe 3
(crossbite anterior), tipe 4 (crossbite posterior), dan tipe 5 (mesial drifting).
Maloklusi Kelas II Angle kondisi yaitu rahang bawah berada lebih ke anterior
daripada maksila dibagi menjadi dua divisi yaitu divisi 1 dan 2. Divisi 1 didefinisikan
sebagai distoklusi dengan labioversion dari insisivus maksila, yaitu seluruh gigi
rahang bawah oklusinya lebih ke distal dari oklusi normal. Sedangkan pada divisi 2
terjadi distoklusi dengan linguoversion dari insisivus maksila (inklinasi gigi insisivus
sentral atas ke palatal), sedangkan posisi insisivus lateral normal atau labioversi
(steep bite) dan profil normal atau tidak mencacat muka. Maloklusi Angle Kelas III
adalah kondisi yaitu gigi rahang bawah lebih anterior dibandingkan rahang atas yaitu
cusp mesiobukal molar satu rahang atas pemanen beroklusi pada ruang interdental
diantara molar satu dan molar dua rahang bawah17

Gambar 1. Klasifikasi Maloklusi Angle; Oklusi normal, maloklusi kelas I, maloklusi kelas
II, maloklusi kelas III

6
C. Maloklusi kelas I tipe 1
Maloklusi kelas I Tipe I atau disebut juga crowding merupakan salah satu tipe
maloklusi yang sering ditemui. Crowding seringkali menyebabkan retensi sisa
makanan. 18
Klasifikasi maloklusi kelas I tipe 1 Proffit yaitu berdasarkan kebutuhan
ekstraksi gigi. Pada arch length discrepancy kurang dari 4 mm, ekstraksi jarang
diindikasikan, kecuali pada kasus protusi parah pada gigi insisif, ketidaksesuaian
secara vertikal. Pada banyak kasus dengan arch length discrepancy kurang dari 4
mm, crowding dapat dikoreksi tanpa ekspansi rahang dengan cara slicing. Pada arch
length discrepancy 5-9 mm, dapat dikoreksi dengan atau tanpa ekstraksi, yaitu
tergantung karakterisitik jaringan keras dan jaringan lunak pasien dan bagaimana
posisi final dari gigi insisivus akan dikoreksi, beberapa gigi dapat ditentukan untuk
diekstraksi. Perawatan tanpa ekstraksi biasanya membutuhkan ekspansi transversal
melewati gigi premolar dan molar, dan dibutuhkan waktu tambahan apabila gigi
posterior dibutuhkan pergerakan ke distal untuk menambah arch length. Pada arch
length discrepancy sepanjang 10 mm atau lebih, ekstraksi hampir selalu diperlukan.
Untuk kasus pasien seperti ini, panjang crowding hampir sama dengan panjang
mesiodistal gigi yang diekstraksi. Pilihan gigi yang akan diekstraksi yaitu empat gigi
premolar pertama. 18
Crowding yang tidak dirawat dapat menyebabkan kerugian secara estetik dan
fungsional. Pada klinis, gigi yang mengalami crowding sulit dibersihkan karena sulit
dijangkau oleh sikat gigi atau sisa makanan tidak terambil seluruhnya saat menyikat
gigi, sehingga dapat menyebabkan buruknya kebersihan gigi dan mulut, serta
kerusakan jaringan keras gigi dan jaringan pendukung gigi, dan estetik yang
menurun. 1

D. Maloklusi kelas I tipe 3

7
Maloklusi kelas I tipe 3 atau crossbite anterior adalah maloklusi yang ditandai
dengan adanya posisi satu atau lebih gigi anterior maksila lebih palatal dibandingkan
gigi anterior mandibula. Pada penderita memiliki perbedaan signifikan baik dari
secara estetik maupun fungsional. 11
Terdapat beberapa teknik berbeda yang telah dapat diberikan untuk
mengkoreksi cross bite anterior, antara lain tongue blade, incline bite plane, dan
5
posterior bite raiser. Pada kasus ini, piranti ortodonti yang diberikan adalah
posterior bite raiser untuk memisahkan oklusi sehingga gigi dapat diprotaksi. 16

E. Alat ortodonti lepasan


Alat ortodonti lepasan pada kasus ini terdiri dari plat akrilik dan kawat
stainless steel yang dapat dilepas dan dipasang sendiri, yang terdiri dari Adam clasp,
s spring, plat akrilik, expansion screw, labial bow, yaitu desain alat sama dengan
beberapa penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan.2,5,11,14,15 Komponen retentif
yang digunakan pada piranti ortodonti lepasan pada kasus ini adalah Adam clasp yang
dipasang pada kedua molar pertama pemanen, yang berguna untuk retensi dari
seluruh alat ortodonti lepasan. Komponen aktif yang digunakan yaitu palatal finger
spring untuk protaksi gigi yang palatoversi atau linguoversi. Komponen lain adalah
labial bow, yang berfungsi untuk retraksi gigi labioversion, mempertahankan
lengkung gigi anterior dari arah labial, serta menambah stabilitas dan retensi alat. 11
Bite riser berdasarkan jenisnya terdapat antara lain anterior flat bite riser,
posterior flat bite riser dan anterior incline bite riser. Anterior flat bite riser
seringkali digunakan untuk deep bite dan posterior cross bite. Anterior bite riser
adalah peninggi gigitan diletakan pada gigi anterior dan memiliki permukaan rata.
Pada deep bite, overbite gigi anterior melebihi besaran normal sehingga diperlukan
anterior bite riser untuk mengganjal gigi anterior dan membiarkan gigi posterior
ekstrusi. Pada kasus crossbite posterior, terjadi gigitan terbalik antara gigi posterior
rahang atas dan bawah sehingga diperlukan anterior bite riser untuk membebaskan

8
hambatan dari gigi yang crossbite posterior tersebut dan gigi posterior pada rahang
atas dapat di protaksi. Anterior incline riser juga dapat digunakan untuk crossbite
anterior. Anterior incline bite riser adalah peninggi gigitan memiliki permukaan
miring. Pada kasus anterior crossbite overjet gigi rahang atas lebih palatal dibanding
gigi rahang bawah, sehinga digunakan bite riser dengan plat miring pada gigi tersebut
yang crossbite untuk memberikan gaya pada gigi rahang atas ke arah labial saat
peninggian plat tersebut digigit oleh pasien. 5
Posterior bite riser dapat digunakan untuk kasus open bite dan anterior
crossbite. Posterior bite riser adalah peninggi gigitan diletakan pada gigi posterior
dan memiliki permukaan rata. Pada pasien openbite, gigitan pasien terbuka pada gigi
anterior sehingga diperlukan posterior bite riser sebagai tanggul gigitan gigi posterior
untuk mengkoreksi kondisi tersebut. Pada kasus anterior crossbite disertai gigi
tersebut terhambat erupsinya, maka pemilihan alat untuk mengkoreksi kasus seperti
ini adalah posterior bite riser karena sehingga gigi yang crossbite dapat diprotaksi
dan mendapat ruang untuk ekstrusi. 15,16
Pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Khalaf K, dkk pada 15 peserta
penelitian menggunakan piranti ortodonti lepasan, yang terdiri dari Adam clasp pada
kedua gigi molar pertama, finger spring pada gigi insisivus lateral yang crossbite,
labial bow, dan bite riser pada permukaan oklusal dari gigi molar pertama untuk
memisahkan oklusi gigi anterior dan menjadi dapat dikoreksi disertai tekanan dari
lidah, menghasilkan peningkatan overjet pada gigi insisivus atas setelah 12 bulan. 11
Penelitian lain yang pernah dilakukan oleh Oliva JJ, dkk pada randomized
clinical trials di tahun 2015-2018 dengan jumlah individu bervariasi 30-64 peserta
dengan umur bervariasi antara 7-10 tahun, menggunakan piranti ortodonti lepasan,
yang terdiri dari plat akrilik, clasp pada gigi molar pertama retensi, finger spring pada
gigi insisivus lateral yang crossbite, occlusal coverage pada gigi posterior dan
expansion screw. Hasil dari penelitian ini adalah peningkatan overjet pada gigi yang
crossbite atas setelah 12 bulan. 14

9
Pada kasus perawatan ortodonti ini, salah satu gerakan protaksi yang
dilakukan pada kondisi yaitu gigi insisif sentral berada lebih palatal daripada insisif
bawah. Apabila terdapat hambatan dan gigi anterior pada maksila dilakukan protaksi
ke arah labial tanpa membebaskan oklusi, gaya yg dihasilkan saat oklusi melawan
gaya protaksi dapat mengakibatkan kerusakan di periodontal. Oleh karena itu, perlu
suatu alat yang mengganjal gigitan agar gigi insisif atas dan bawah yg crossbite dapat
dilakukan protaksi, salah satunya adalah posterior bite raiser. Aktivasi ekspansi
bilateral perlu dilakukan sebelum aktivasi spring jika ruang yang dibutuhkan untuk
protaksi lebih besar daripada ruang yang tersedia. 16
Pada kasus ini, crossbite terjadi pada gigi anterior sehingga digunakan bite
raiser pada gigi posterior. Selain itu, perlu dilakukan skeling, perawatan saluran akar,
restorasi gigi yang karies, dan perawatan lain terutama pada gigi posterior sehingga
sanggup menahan tekanan kunyah yang lebih dari posterior bite raiser. Posterior bite
raiser yang telah dilakukan pengasahan lebih baik digunakan, sehingga seluruh gigi
antagonis yg terkontak dengan bite raiser akan menerima tekanan oklusal yaitu beban
gaya didistribusikan ke seluruh gigi tersebut. 5
Pada kasus ini, alasan pemilihan posterior bite riser sebagai alat untuk
mengkoreksi cross bite adalah karena pada pasien mahkota gigi insisivus sentral atas
kanan terhambat gaya erupsinya karena oleh crowding dan masih tertutup sebagian
oleh gingiva sehingga tujuan diberikan bite riser pada posterior maxilla adalah untuk
memisahkan oklusi rahang atas dan bawah serta memberikan ruang untuk protaksi
gigi 12 sekaligus mendapatkan ruang ekstrusi gigi tersebut. Expansion screw yang
digunakan pada kasus ini untuk ekspansi bilateral yang bertujuan mendapatkan
ruangan yang dibutuhkan untuk protaksi dengan finger spring. Selain itu, expansion
screw juga mengkoreksi crowding. Gigi yang mengalami crossbite anterior dapat
dikoreksi dengan menggunakan posterior bite raiser disertai spring untuk
memberikan gaya ke arah labial. Spring sebaiknya ditanam akrilik, yang memiliki

10
dua fungsi yaitu menahan spring pada titik posisinya yang bertujuan untuk menekan
16
gigi ke arah yg diinginkan, dan juga melindungi spring.

11
BAB III
LAPORAN KASUS

Pasien bernama Kevin Tjandra dengan orang tua; ayah bernama Hendrik,
suku Chinese, pekerjaan sebagai wiraswasta dan ibu bernama Julia, suku Chinese,
dan pekerjaan ibu rumah tangga. Jenis kelamin laki-laki, lahir 5 Maret 2009, umur 10
tahun 11 bulan, belum kawin, beragama Kristen, seorang pelajar Sekolah Dasar
dengan berat 37 kg dan tinggi badan 150 cm.
Pasien memiliki keinginan untuk merapikan giginya yang terlihat berantakan.
Pasien lahir normal, dan tidak menderita penyakit nasorespiratori, tonsillitis dan tidak
memilki alergi terhadap obat. Keluarga pasien ada yang pernah dirawat ortodontik,
yaitu sepupu. Pasien memiliki kebiasaan buruk yaitu menggigit kuku.
Hasil pemeriksaan ekstra oral tampak muka pasien dolikofasial atau sempit,
simetris, seimbang, dan tidak terdapat deviasi pada mandibula. Profil pasien, maxilla
dan mandibula tampak normal. Pasien tidak memiliki kelainan sendi temporo
mandibula. Bibir atas dan bawah normal dengan tonus otot yang normal.

Gambar 2. Foto ekstraoral pasien


Berdasarkan hasil pemeriksaan intra oral, diketahui kebersihan gigi dan mulut
pasien baik. Frenulum labii atas sedang dan bawah rendah. Gingiva tampak normal,
berwarna merah muda. Bentuk dan aktivitas lidah normal. Posisi postural dan posisi
lidah pada waktu bicara normal. Kedalaman palatum pasien sedang. Pada radiologi

12
sefalometri, terlihat kelenjar adenoid normal. Tonsil terlihat normal. Hubungan
rahang pasien ortognatik. Tidak ada bentuk dan ukuran gigi yang abnormal. Umur
dentalis pasien 15, 22, 35, 45.

Gambar 3. Foto intraoral pasien, terlihat susunan gigi yang crowding dan pergeseran
midline

13
Tabel 1. Odontogram
X X X X X X X D O D
UE UE P P P UE P P P P UE UE UE P UE UE
UE UE P P P P P P P P P P P P UE UE
M M D M M M M D M P

Keterangan:
D : Gigi Susu X : Gigi Diekstraksi
P : Gigi Tetap O : Gigi Karies
UE : Gigi Belum Erupsi NV : Gigi Non-Vital
M : Gigi Tidak Ada SA : Sisa Akar
ST : Gigi Berlebih T : Tumpatan

Berdasarkan pemeriksaan fungsional diperoleh interocclusal clearance sebesar


2 mm dan teradapat occlusal interference antara gigi 12 dan 42. Dari analisis model
studi, didapatkan hubungan gigi (sagital, transversal, vertikal) dan oklusi.
Diketahui bahwa hubungan molar kanan kelas I dan molar kiri pasien kelas 1.
Gigi insisivus dengan overjet 0,9 mm, dan overbite 2 mm. Midline rahang atas dan
bawah tidak berhimpit, dan tidak sejajar dengan midline rahang bawah, diketahui
midline antara gigi 11 dan 21 bergeser ke kanan 0,7 mm. Midline rahang bawah tidak
sejajar dengan midline rahang atas, diketahui midline antara gigi 31 dan 41 bergeser
ke kiri 1,8 mm Bentuk lengkung gigi rahang atas asimetris ovoid dan rahang bawah
asimetris ovoid

14
Tabel 2. Inklinasi Aksial Gigi-Gigi
Ukuran gigi-geligi
(mm)
18 28
17 27
Normal 16 26 Normal
15 25
14 24
13 23
Mesiopalato torso
version 12 22
Labioversion 11 21 labio version
Labioversion 41 31 linguoversion
Normal 42 32 mesiolabio torso version
43 33
44 34
45 35
Normal 46 36 Normal
47 37
48 38

15
Tabel 3. Analisis ruang
Analisis Ruang Periode Gigi Campur

Rahang atas Kanan Kiri


Jarak 2-6 sesudah insisivus diperbaiki 21 mm 23,5 mm
Tabel Moyers 24,2 mm 24,2 mm
Arch Length Discrepancy Rahang atas -3,2 mm -0,7 mm

Rahang bawah Kanan Kiri


Jarak 2-6 sesudah insisivus diperbaiki 22,5 mm 22,5mm
Tabel Moyers 24 mm 24 mm
Arch Length Discrepancy Rahang bawah -1,5 mm 1,5 mm

Total Arch Length Discrepancy:


A.L.D Rahang Atas : -3,9 mm
A.L.D Rahang Bawah : -3 mm
Jarak I-Apg : 4 mm
(4- (4)) x 2 : 0 mm
T.A.L.D Gabungan : -6,9 mm
Pencabutan : Tidak perlu

Pada hasil perhitungan analisis ruang pada pasien dengan periode gigi campur,
didapatkan A.L.D rahang atas -3,9 mm dan A.L.D rahang bawah -3 mm. Jarak I-APg
yaitu 4 mm, dan hasil total arch length discrepancy gabungan sebesar -6,9 mm.
Berdasarkan hasil tersebut, maka disimpulkan bahwa pada kasus ini tidak perlu
dilakukan pencabutan, karena kekurangan ruangan kurang dari dari 10 mm.
Untuk dapat menegakkan diagnosis, etiologi dan prognosis pasien ini,
dilakukan radiografi panoramik, serta dilakukan analisis radiografi sefalometrik
dilakukan untuk menganalisis keadaan skeletal.

16
Gambar 4. Radiografi sefalometri

Gambar 5. Radiografi panoramik

Tabel 4. Analisis Skeletal

17
ANALISIS SKELETAL
Rerata Sd Penderita Cd Kesimpulan
Sudut SNA 82° 2 81° 1 Kedudukan maksila terhadap
basis cranii retrusif ringan
Sudut SNB 80° 2 79° 1 Kedudukan mandibula terhadap
basis cranii retrusif ringan
Sudut fasial 87° 3 89° 1 Kedudukan menton terhadap
profil protusif ringan
Sudut FM 26° 3 28,5° 0 Tipe fasial : dolikofasial
Jarak A- 4 mm 1 1 mm 2 Kedudukan maksila terhadap
NPg profil retrusif berat
ANALISIS DENTO-SKELETAL
Jarak I-APg 4 mm 2 4 mm 1 Kedudukan insisif bawah
normal
Sudut I-APg 25° 2 27,5° 0 Kedudukan insisif bawah
proklinasi
SNA-SNB 2° Skeletal kelas I

Dari analisis sefalometrik, diketahui bahwa skeletal pasien adalah kelas 1, yang
diperoleh dari selisih antara sudut SNA dikurangi sudut SNB dengan hasil yaitu 2o.

18
Gambar 6. Desain Alat ortodonti lepasan

Rencana perawatan:
Rahang atas Rahang bawah
1. Posterior bite riser 1. Ekspansi bilateral
2. Ekspansi bilateral 2. Protaksi 31
3. Protaksi 12 3. Regulasi anterior
4. Regulasi anterior

Rencana perawatan pada pasien ini untuk rahang atas adalah ekspansi bilateral,
kemudian setelah didapat ruang yang cukup untuk protaksi gigi 12, dilakukan
protaksi 12. Sementara pada rahang bawah dilakukan ekspansi bilateral, protraksi gigi
31, serta dilakukan observasi berkala.

Penatalaksanaan Typodont

19
Persiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan typodont. Alat
yang dipersiapkan adalah tang bird beak, fraser bur, stone bur, micromotor, dan
waterbath.

Gambar 7. Alat ortodonti lepasan


Setelah pembuatan alat berdasarkan desain yang telah ditentukan, dilakukan
aktivasi pada piranti lepasan yang terpasang pada model typodont. Aktivasi dilakukan
dengan menggunakan tang bird beak pada labial bow, Adams’ clasps, S spring.

20
Gambar 8. Alat ortodonti lepasan dipasang pada model typodont
Setelah dilakukan aktivasi, piranti diletakkan di model typodont.
Kemudian lakukan pemijatan di dalam air hangat dengan suhu ± 40°C - 60°C.
Tujuan pemijatan adalah untuk mengetahui apakah aktivasi sudah berakibat
menggerakan gigi yang maloklusi. Ulangi hingga tercapai lengkung gigi yang
ideal.

Gambar 9. Model typodont sebelum dilakukan aktivasi dari pandangan oklusal (kiri)
Gambar 10. Model typodont setelah dilakukan aktivasi dari pandangan oklusal
(kanan)

21
Gambar 11. Model typodont sebelum dilakukan aktivasi dari pandangan labial (kiri)
Gambar 12. Model typodont setelah dilakukan aktivasi dari pandangan labial
(kanan)

Gambar 13. Model typodont sebelum dilakukan aktivasi dari pandangan bukal
kanan (kiri)
Gambar 14. Model typodont setelah dilakukan aktivasi dari pandangan bukal kanan
(kanan)

Gambar 15. Model typodont sebelum dilakukan aktivasi dari pandangan bukal kiri
(kiri)
Gambar 16. Model typodont setelah dilakukan aktivasi dari pandangan bukal kiri
(kanan)

22
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini dibahas perawatan maloklusi dental kelas I tipe 1 dan 3
pada seorang anak laki-laki berusia 11 tahun yang datang ke RSGM Universitas
Trisakti dengan keluhan ingin merapikan giginya yang terlihat berantakan.
Pasien mempunyai kebiasaan buruk yaitu sering menggigit kuku sehingga
dapat mengubah overjet gigi sesuai bagaimana posisi kuku saat dimasukan dan gigi
mana yang dipakai untuk menggigit kuku, sehingga pasien perlu diberikan
komunikasi, instruksi, dan edukasi agar pasien dapat menghentikan total kebiasaan
menggigit kuku.
Setelah dilakukan pemeriksaan ekstra oral dan intra oral, hasil dari analisis
model studi, analisis ruang, analisis radiograf menggunakan sefalometri dan
panoramik dapat ditentukan diagnosis pasien adalah maloklusi kelas I tipe 1 dan 3.
Selain itu dilakukan penghitungan analisis ruang pada pasien, yaitu untuk
menentukan apakah masih ada ruang yang cukup untuk gigi-gigi yang berada dalam
rahang pasien. Pada analisis ruang dalam kasus ini digunakan tabel Moyers dan hasil
ALD rahang atas sebesar -3,9 mm dan ALD rahang bawah sebesar -3 mm.
Penghitungan total arch length discrepancy atau TALD ditemukan hasil sebesar -6,9
mm yang mengindikasikan tidak perlu dilakukan pencabutan gigi.
Desain alat ortodonti lepasan dilakukan pada rahang atas dan rahang bawah.
Pada rahang atas terdapat expansion screw, labial bow, s spring pada gigi 12, dan
posterior bite riser.Pada rahang bawah terdapat expansion screw, labial bow, s
spring pada gigi 31.
Akan tetapi karena pandemi COVID-19 insersi alat dan aktivasi beserta
perawatannya tidak dilakukan pada pasien melainkan pada typodont. Expansion
screw berfungsi untuk eskpansi rahang dan mendapat ruang, yang diharapkan akan

23
mengurangi crowding pada pasien setelah aktivasi labial bow dan s spring. Labial
bow berfungsi untuk regulasi gigi anterior agar menjaga gigi anterior pada posisi
yang sesuai dan juga untuk retraksi gigi yang protusif. S spring dilakukan aktivasi
untuk protaksi gigi.
Bite riser terdapat bermacam jenis, seperti anterior flat bite riser, anterior
incline bite riser, dan posterior bite riser, namun pada kasus ini yang dipilih adalah
posterior bite riser karena terdapat crossbite pada satu gigi anterior yaitu hanya pada
gigi 12 serta terjadi crowding pada gigi-gigi anterior.
Perawatan pada typodont dilakukan dengan cara melakukan ekspansi pada
plat ortodonti lepasan dan aktivasi s spring dan labial bow, kemudian dipasangkan
pada typodont dan direndam dalam air hangat suhu 40-60 oC. Ulangi sampai gigi
berada pada lengkung rahang yang benar.
Hasil perawatan ditentukan dengan membandingkan posisi gigi sesuai
lengkung rahang sebelum perawatan dengan setelah perawatan pada model typodont.
Sebelum perawatan pasien memiliki gigi 12 dengan overjet negative sedangkan
setelah perawatan overjet positif dan berada pada lengkung rahang. Pada gigi 31
setelah perawatan sudah terkoreksi pada lengkung gigi yang benar.

24
BAB V
KESIMPULAN

Pasien maloklusi kelas I tipe 1 dan 3 dengan kebiasaan menggigit kuku dapat
menggunakan posterior bite riser untuk memperbaiki gigi anterior crossbite. Pada
kegiatan typodont dengan keadaan pasien sebelum perawatan dimana terdapat gigi 12
yang crossbite serta gigi-gigi anterior yang crowding dan tidak terletak pada
lengkung rahang.
S spring setelah diaktivasi dapat mendorong gigi 12 yang crossbite maju ke
anterior sampai mencapai posisi yang benar pada lengkung rahang. Expansion screw
yang dilebarkan dapat membantu melebarkan lengkung rahang. Inklinasi dan posisi
gigi yang crowding, serta gigi 12 yang crossbite sudah terkoreksi pada lengkung
rahang yang seharusnya setelah kegiatan typodont, yang dapat dinyatakan berhasil.

25
DAFTAR PUSTAKA
1. Fleming PS. Timing orthodontic treatment: early or late? Australian Dental
Journal. 2017; 11-19
2. Marques LS. Comparison of Two Early Treatment Protocols for Anterior Dental
Crossbite in The Mixed Dentition: A randomized Trial. The EH Angle Education and
Research Foundation, Inc. 2018
3. Bondemark L. A randomized controlled trial of self-perceived pain, discomfort,
and impairment of jaw function in children undergoing orthodontic treatment with
fixed or removable appliances. Angle Orthodontist, Vol 86, No 2, 2016. DOI:
10.2319/040215-219.1
4. Sharma A, Swamy N, Kulkarni S. Midline space closure in the mixed dentition: A
case report. Int J Oral Health Med Res 2017;4(1):60-62.
5. Chhoul H. Management of anterior single tooth crossbite in mixed dentition: A
Case Report. University Mohammed V- Rabat, Morocco. 2019; DOI: 10.9790/0853-
1808111114
6. Guo L, Feng Y, Guo HG, Liu BW, Zhang Y. Consequences of orthodontic
treatment in malocclusion patients: Clinical and microbial effects in adults and
children. BMC Oral Health. 2016;16(1):1-7. doi:10.1186/s12903-016-0308-7.
7. Zou J, Meng M, Law SC, dkk. Common dental diseases in children and
malocclusion: review article. International Journal of Oral Science 2018; 10:7.
8. Dimberg L, Lennartsson B, Arnrup K, Bondemark L. Prevalence and change of
malocclusions from primary to early permanent dentition: A longitudinal study.
Angle Orthod. 2015;85(5):728-734. doi:10.2319/080414-542.1.
9. Erliera, Alamsyah RM, Harahap NZ. Hubungan Status Gizi Dengan Kasus
Crowding Pada Murid Smp Kecamatan (Relationship Between Nutritional Status
and Dental Crowding) 2015;18(3):242-246.
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/dentika/article/viewFile/18200/7733.
10. Rapeepattana S, Thearmontree A, Suntornlohanakul S. Etiology of malocclusion

26
and Dominat Orthodontic Problems in Mixed Dentition: A Cross-sectional study
in a Group of Thai Aged 8-9 Years. J Int Soc Prev Community Dent. 2019;9(4).
11. Khalaf K. Removable appliances to correct anterior crossbites in the mixed
dentition: a systematic review. Acta Odontologica Scandinavica. 2019;
DOI: 10.1080/00016357.2019.1657178
12. Ratheesh MS. Early Orthodontic Interception of Anterior Crossbite in Mixed
Dentition. Department of Pedodontics and Preventive Dentistry, Royal Dental
College, Palghat, Kerala, India. J Int Oral Health 2017; 9:88-90.
13. Fornazari IA. Complete Maxillary Crossbite Correction with a Rapid Palatal
Expansion in Mixed Dentition Followed by a Corrective Orthodontic Treatment.
Pontif´ıciaUniversidadeCat´olicadoParan´a,Curitiba,PR,Brazil.2016;
http://dx.doi.org/10.1155/2016/8306397
14. Jorge JO. Comparison between Removable and Fixed Devices for Nonskeletal
Anterior Crossbite Correction in Children and Adolescents: A systematic review. J
Evid Base Dent Pract 2020: [101423]
15. Fithriyah RE. Kombinasi penggunaan quadhelix dan tanggul gigitan posterior
pada perawatan crossbite anterior. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia Vol 2 No 1 –
April 2016
16. Paul RK. GREARTA: A posterior bite raiser, Indian Journal of Orthodontics and
Dentofacial Research, July - September 2018;4(3): 170 - 172
17. Rakosi T. Color Atlas of Dental Medicine Orthodontic – Diagnosis. New York.
1993. 52-3
18. Proffit WR. Contemporary Orthodontics 5th edition. Elsevier. 2013 :223, 230,
238
19. Tuncer C, Canigur Bavbek N, Balos Tuncer B, Ayhan Bani A, Çelik B. How Do
Patients and Parents Decide for Orthodontic Treatment–Effects of Malocclusion,
Personal Expectations, Education and Media. J Clin Pediatr Dent. 2015;39(4):392-
399. doi:10.17796/1053-4628-39.4.392.

27
20. Zen Y. Perawatan Ortodontik Gigitan Terbuka Anterior. Bagian Ortodonti
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti. Indonesia. 2014
21. Watson K. Crossbite: Definition, Pictures, Causes, and Treatment
(healthline.com). 2020

28

Anda mungkin juga menyukai