MAKALAH
DESAIN BIOMATERIAL
Oleh
Fiona Setyo R
NIM 081113060
Attara Maulida R
NIM 081113061
Hemas Fitra D
NIM 081113067
Nindya Putri E
NIM 081113069
Ivana Rosyta
NIM 081113071
Dosen Pengampu :
Dyah Hikmawati S.Si, M.Si.
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1
1.2
1.3
Tujuan................................................................................................. 2
1.4
Manfaat Penelitian.............................................................................. 2
1.5
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
Metode ............................................................................................... 8
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masalah-masalah yang muncul bidang orthopedik semakin komplek dan
diperlukan penanganan khusus, baik dari segi teknologi maupun material dasar
(Karel, 2009). Biomaterial adalah material dasar untuk pembuatan implant yang
digunakan memperbaiki atau mengganti bagian tulang yang rusak akibat terkena
penyakit, kecelakaan atau trauma (Indonesia scientific services magazine, 2005).
Saat ini banyak kasus kerusakan tulang diakibatkan penyakit khususnya tumor
dibagian mandibula. Secara statistik kejadian patah tulang rahang bawah
(mandibula) 60%, tulang rahang atas (maxilla) 9%, tulang pipi 19% dan
kombinasi ketiganya adalah 12% (Erol dkk, 2004). Tumor mandibula berpotensi
menimbulkan gangguan atau rusaknya tulang dan perlu dilakukan reseksi untuk
mengambilan bagian yang terinfeksi. Ini mengakibatkan defek mulai dari celah
pada
tulang
alveolus
sampai
dengan
diskontinuitas
tulang
mandibula
(Smith,2006).
Akibat
reseksi
perlu
dilakukan
rekonstruksi
mandibula
dengan
untuk prototype scaffold biasanya dari bahan alam termasuk kolagen, kitosan,
tepung, chitin (binatang berkulit keras) dan serat sutra. Untuk kolagen dan chitin
memiliki banyak kelebihan dari material lainya dari segi kekuatan, keuletan,
biokompatibel dan biodegradable (Bilotte, 2003). Dari pertimbangan diatas,
diharapkan material komposit untuk scaffold rekonstruksi mandibula dengan
teknik pembuatan functionally graded material (FGM) dari material biphasic
calcium phosphate (BCP) dengan penguat chitin dari kulit kerang srimping
menjadikan scaffold lebih kuat, ulet dan porous saat dipasang pada celah atau
rongga akibat reseksi mandibula.
1.2
Rumusan Masalah
1. Berapakah komposisi Ca/P terbaik untuk meningkatkan kualitas dari
scaffold rekonstruksi mandibula?
2. Bahan apakah yang paling baik digunakan sebagai aplikasi untuk scaffold
mandibula?
3. Bagaimana pengaruh jenis bahan penguat terhadap sifat mekanis dan fisis
scaffold mandibula?
1.3
Tujuan
1. Untuk mengetahui komposisi kalsium dan fosfat yang tepat dalam
pembuatan scaffold untuk mandibula.
2. Untuk mengetahui perbandingan scaffolds dengan penguat cangkang
kerang srimping.
3. Untuk mengetahui perbedaan bahan penguat scaffold terhadap sifat
mekanis dan fisis scaffold mandibula.
1.4
Manfaat Penelitian
Berdasarkan alasan dan permasalahan yang ada maka penelitian ini
1.5
Batasan Masalah
Penelitian ini membatasi masalah yang akan dibahas pada kajian terhadap
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
mengatup. Seringkali, mulut tidak bisa membuka lebar, atau berubah ke salah satu
sisi ketika membuka atau menutup. Kebanyakan keretakan rahang terjadi pada
rahang bagian bawah (mandibula).
Keretakan pada rahang atas (maxilla) bisa menyebabkan penglihatan ganda
(karena otot pada mata sangat dekat berdampingan), mati rasa pada kulit bagian
bawah mata (karena cedera saraf), atau tidak rata pada tulang pipi yang bisa
dirasakan ketika jari meraba sepanjang pipi. Setiap kecelakaan yang cukup kuat
untuk meretakkan rahang bisa juga melukai tulang belakang pada leher. Pukulan
cukup kuat untuk meretakkan rahang bisa juga menyebabkan pingsan atau
pendarahan di dalam tengkorak.
Jika seseorang menduga rahangnya retak, rahang harus ditopang di tempat
dengan gigi secara bersamaan dan tidak bergerak. Rahang bisa ditahan dengan
tangan atau lebih disukai dengan perban pembungkus di bawah rahang dan
sampai ke atas kepala beberapa kali (perban barton). Orang tersebut diperban
harus dengan hati-hati jangan sampai menghentikan pernafasan. Pertolongan
medis harus dilakukan segera mungkin karena bisa menyebabkan pendarahan
dalam dan gangguan saluran udara.
2.2
memperbaiki atau mengganti bagian tulang yang rusak akibat terkena penyakit,
kecelakaan atau trauma (Indonesia scientific services magazine, 2005). Banyak
kasus kerusakan tulang diakibatkan penyakit khususnya tumor dibagian
mandibula. Secara statistik kejadian patah tulang rahang bawah (mandibula) 60%,
tulang rahang atas (maxilla) 9%, tulang pipi 19% dan kombinasi ketiganya adalah
12% (Erol dkk, 2004). Tumor mandibula berpotensi menimbulkan gangguan atau
4
rusaknya tulang dan perlu dilakukan reseksi untuk mengambilan bagian yang
terinfeksi. Ini mengakibatkan defek mulai dari celah pada tulang alveolus sampai
dengan diskontinuitas tulang mandibula (Smith, 2006).
2.3
Metode Penyembuhan
Akibat
reseksi
perlu
dilakukan
rekonstruksi
mandibula
dengan
Pengertian Scaffold
Scaffold merupakan suatu tempat metode rekayasa jaringan tulang sebagai
tempat sel merangkak dan bertumbuh menjadi jaringan tulang. Scaffold yang
digunakan selain porous harus biokompetibel dan biodegerable pada waktu
diimplan. Material BCP merupakan salah satu material yang digunakan untuk
produk scaffold karena beberapa pertimbangan diantaranya pengaturan degradasi
yang bisa dikontrol juga memenuhi sifat-sifatnya
2.5
Kelemahan Scaffold
kelemahannya hanya pada sifat mekanik yang rendah. Untuk mengatasi hal
itu perlu ditambah penguat untuk mendukung kekuatan mekanik tetapi masih
mempertimbangkan sifat biokompetibel dan biodegerable.
2.6
BCP dan membantu dari nilai ekonomis. Penguat kulit kerang srimping
merupakan material alami, selain gampang dicari, murah dan tersedia di alam.
Dengan pengabungan dua material yang memiliki sifat-sifat yang berbeda,
diharapkan scaffold memiliki sifat yang terbaik dari kedua material, dapat berguna
bagi khalayak umum dan membantu masyarakat yang menderita penyakit tulang
atau akibat kecelakan dengan harga sesuai ekonomi rakyat Indonesia.
2.7
Bahan Scaffold
Material serbuk biphasis calsium phospate (BCP) dengan komposisi
2.8
2.9
Metode
Persiapan bahan
Material scaffolds
Pengujian spesimen
scaffolds
Karakterisasi :
o
o
o
o
o
o
Uji ketangguhan
Uji komposisi kima
Uji XRD
Uji SEM
Uji porositas
Uji toksisitas
2.10 Karakterisasi
2.10.1 Uji Ketangguhan
Hasil dari produk dipotong berbentuk balok segi empat untuk
pengujian ketangguhan retak (fracture toughness). Benda uji disiapkan
untuk pengujian ketangguhan retak 6 TRAKSI Vol. 14 No. 1 Juni 2014
dengan 3 titik tekuk dengan retak tepi tunggal standar ASTM E-20.
10
sebesar 824 MPa. Kekuatan tekan scaffold ini melebihi kekuatan tekan
scaffold asli atau scaffold pabrikan. Untuk kekuatan tekan scaffold asli
sebesar 806 MPa dan memiliki selisih dengan kekuatan scaffold terbaik
sebesar 18 MPa.
11
12
Gambar 2.5 Pola skala scaffold uji XRD dengan temperatur sintering
a). 900oC, dan b). 800oC
13
Gambar
2.7
menunjukkan
porous
interkoneksi
scaffold
14
15
16
rapat massa pada saat kering dan basah, maka porositas dapat dihitung
dengan volume massa material (V) yang tidak terisisi benda padat di bagi
volume total. Porositas scaffolds semakin tinggi semakin baik, tetapi akan
mempengaruhi kekuatan mekanik atau kekuatan tekan. Pada porositas
scaffolds semua tipe akan berpengaruh terhadap besarnya porositas.
Porositas scaffold semakin tinggi semakin baik, tetapi akan
mempengaruhi kekuatan mekanik atau kekuatan tekan. Pada porositas
scaffold semua tipe akan berpengaruh terhadap besarnya porositas, dimana
bisa dilihat pada Gambar 2.12 Semakin tinggi dari temperatur sintering
akan memperbesar porositasnya. Pada scaffold tipe 1/K berpenguat kerang
dengan ketebalan 0,5 pada temperatur sintering 800oC memiliki porositas
paling rendah yaitu 39%, sedangkan suhu 900oC untuk porositas naik 41%.
Dilihat dari grafik untuk scaffold yang ideal sesuai dengan scaffold asli yaitu
porositas 55% dimiliki oleh scaffold tipe 1/G temperatur sintering 900oC
dan 2/G temperatur sintering 800oC. Scaffold yang porositasnya sangat
tinggi dimiliki oleh scaffold 2/G pada temperatur sintering 900oC dan
ketebelan penguat 1 mm yaitu 61%.
17
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1. Cangkang kerang srimping baik digunakan untuk rekonstruksi
mandibula
2. Bertambahya temperatur sintering scaffold baik pada penguat kerang
srimping
3. Srimping akan menurunkan kekuatan tekan, tetapi meningkatkan
prosentase porositas.
4. Rasio Ca/P mendekati ideal pada scaffold penguat gelatin dengan
meningkatnya temperature sintering
5. Ketebalan semakin tinggi akan meningkatkan kekuatan tekan.
3.2
Saran
Perlu dilakukan uji Sitotoksisitas (MTT assay) untuk mengetahui sifat
17
18
DAFTAR PUSTAKA
Aoki H. (1991). Science Medical Applications of Hydroxyapatite. Tokyo: JAAS
American Society for Testing and Materials E-290 Vol.2, (2002).
Indonesia scientific services magazine, Vo.1 No. 1 Agustus 2005.
Javidi M et al. 2008. Electrophoretic Deposition of Natural Hydroxyapatite on
Medical Grade 316L Stainless steel. Mater Sci Eng C. article in press.
Joseph D . Bronzino (2003)., The Biomedical Engineering Handbook, Second
Edition. 2 Volume Set.
Jung
18