Anda di halaman 1dari 38

BAGIAN PROSTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
Kajian Pustaka
16 Agustus 2016

HOLLOW MAXILLARY COMPLETE DENTURE:


SEBUAH PILIHAN PERAWATAN UNTUK RIDGE YANG ATROFI:
SEBUAH LAPORAN KASUS
(Hollow Maxillary Complete Denture- A Treatment Option for Atrophied Ridges:
A Case Report)

Nama : Andi Sri Permatasari


NIM : J111 11 111
Penguji : drg. Eri H. Jubhari, M.Kes., Sp.Pros
Hari/Tanggal : Selasa, 16 Agustus 2016
Tempat : RSGMP Kandea
Jurnal Acuan : Indian Journal of Comprehensive Dental Care
Vol. 6, Issue 1, Jan-June 2016

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN PROSTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

i
DAFTAR ISI

Halaman Depan …………………………………………………………….. i

Daftar Isi …………………………………………………………………….. ii

Daftar Gambar ……………………………………………………………… iii

Daftar Tabel ……………………………………………………………… v

BAB I Pendahuluan ………………………………………………………… 1

BAB II Tinjauan Pustaka ………………………………………………….. 4

2.1 Resorpsi Tulang Alveolar …………………………..………………………. 4

2.1.1 Faktor yang berhubungan dengan residual ridge ……….………. 5

2.1.2 Klasifikasi kerusakan ridge …………………..……….………. 6’

2.1.3 Klasifikasi compromised ridge …………………..……….………. 7

2.2 Gigitiruan Lengkap …………………….……………………………. 10

2.3 Gigitiruan Lengkap Non-Konvensional ….…………..…………………. 11

BAB III Contoh Kasus ……………………………………………………. 21

BAB IV Pembahasan ……………………………………………………….. 26

BAB V Penutup ……………………………………………………………… 31

5.1 Simpulan ……………………………………………………………... 31

5.2 Saran ……………………………………………………………………. 31

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 33

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Klasifikasi kerusakan ridge .…………………………………... 7

Gambar 2.2 Sendok cetak individual dengan sebuah window di area flabby

ridge …………..…..................................……………….….…. 12

Gambar 2.3 Teknik pencetakan sectional .…………………………………. 13

Gambar 2.4 Gigitiruan sectional ……….…………………………………... 13

Gambar 2.5 Gigitiruan dukungan liquid .…………………………………... 14

Gambar 2.6 Gigitiruan basis logam……… .……………………………….. 15

Gambar 2.7 Gigitiruan Hollow………….…………… ……………………... 17

Gambar 2.8 Gigitiruan fleksibel………..…………………………………... 20

Gambar 3.1 a. Gambaran intraoral dari ridge rahang atas……………...…... 21

Gambar 3.1 b. Gambaran intraoral dari ridge rahang bawah ..……………... 21

Gambar 3.2 a. Prosedur laboratorium – setelah dewaxing ……………...…... 23

Gambar 3.2 b. Acrylic stop dibuat diatas basis gigitiruan permanen..……... 23

Gambar 3.3 a. Sebuah shim wax diadaptasikan diatas gigi pada bagian bawah

dari flask. Bagian atas dari flask mengandung shim wax kemudian

ditutup dan diflask menggunakan tutup dari flask kedua …… 24

Gambar 3.3 b. Shim wax dilelehkan dan processing dilakukan..……………. 24

Gambar 3.4 a. Komponen gigitiruan …………………………………...…... 24

Gambar 3.4 b. Aproksimasi dua bagian gigitiruan…………..…………......... 24

Gambar 3.4 c. Penggabungan dua bagia gigitruan dengan resin akrilik self cured . 24

iii
Gambar 3.4 d. Gigitiruan mengambang diatas air untuk memastikan penutupan

Sempurna……………………………………...……………... 24

Gambar 3.5 a. Pasien sebelum menggunakan gigitiruan ……………....…... 25

Gambar 3.5 b. Pasien setelah menggunakan gigitiruan..………………….... 25

iv
DAFTAR TABEL

Gambar 2.1 Ringkasan berbagai metode dalam literatur………………………... 18

v
BAB I

PENDAHULUAN

Tujuan utama dari penggunaan gigitiruan lengkap adalah menggantikan

semua gigi alami beserta bagian jaringan gusi yang hilang, karena apabila seseorang

telah kehilangan semua gigi geliginya, maka dapat menghambat fungsi pengunyahan,

fungsi fonetik, fungsi estetik dan dapat mempengaruhi keadaan psikis. Kunci

keberhasilan pembuatan gigitiruan lengkap terletak pada prinsip retensi, stabilitas,

dan dukungan. Keterampilan prostodontis terletak pada kemampuan mereka dalam

menerapkan prinsip-prinsip tersebut secara efisien dalam kondisi yang kritis.1,2

Pemberian terapi gigitiruan lengkap pada pasien dengan residual ridge yang

atrofi merupakan tantangan bagi dokter gigi. Gigitiruan lengkap yang dibuat dengan

cara konvensional terbukti dapat memuaskan sebagian besar pasien, namun untuk

pasien dengan ridge alveolar rahang atas yang rata atau defek rahang atas yang besar,

gigi tiruan konvensional yang dibuat menjadi lebih besar dan berat dan sehingga

menganggu retensi dan stabilitas gigi tiruan.2,3

Resorpsi yang ekstrim dari area dukungan gigitiruan rahang atas dan rahang

bawah menghasilkan tampakan pipi yang cekung, gigitiruan yang tidak stabil dan

tidak retentif yang dihubungkan dengan rasa nyeri dan tidak nyaman.4 Resorpsi

biasanya terjadi lebih cepat pada rahang bawah dibandingkan rahang atas, tetapi tidak

jarang terjadi kasus resorpsi rahang atas yang berat dengan penurunan area dukungan

1
gigitiruan dan sering menjadi tantangan klinis selama pembuatan gigitiruan lengkap

rahang atas dengan dukungan, retensi, dan stabilitas yang adekuat.5

Resorpsi ekstrim dari daerah dukungan gigitiruan rahang atas dapat

menyebabkan masalah dengan rehabilitasi prostetik. Hal tersebut disebabkan karena

ridge yang tersisa lebih sempit, lebih terbatas, penurunan jaringan pendukung dan

jarak interridge yang lebih besar. Hal ini dapat mengakibatkan gigitiruan rahang atas

berat dengan kemampuan dukungan jaringan gigitiruan yang kurang dapat

menyebabkan penurunan retensi, dukungan, dan stabilitas.6

Pilihan rehabilitasi dapat menggunakan implan dengan dukungan overdenture

dan ridge augmentation namun kebanyakan pasien yang datang dengan masalah

tersebut adalah pasien geriatri dengan penyakit sistemik, keterbatasan ekonomi, dan

tidak menginginkan durasi perawatan yang lama serta tidak menginginkan prosedur

bedah. Oleh karena itu, cara terbaik untuk merehabilitasi pasien yaitu dengan cara

konvensional harus menggunakan pelatihan khusus dan kemampuan prostetik untuk

mengatasi masalah tersebut dengan teknik yang sederhana.6

Pengurangan berat gigitiruang rahang atas telah terbukti bermanfaat ketika

pembuatan sebuah obturator pada pemulihan defek maksilofasial yang besar. Hal ini

juga telah membuktikan bahwa berat gigitiruan rahang atas dapat dikurangi dengan

membuat hollow maxillary complete denture pada kasus ridge yang atrofi yang dapat

meningkatkan stabilitas dan retensi, dan mengurangi resorpsi lebih lanjut dari

rahang.2,5

2
1.2 TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menyajikan sebuah penanganan kasus

menggunakan hollow maxillary complete denture yang merupakan sebuah pilihan

perawatan pada pasien dengan ridge yang atrofi.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resorpsi Tulang Alveolar

Resorpsi tulang alveolar merupakan proses biofisika yang umum terjadi

setelah kehilangan gigi alami. Atrofi tulang alveolar merupakan gangguan yang

menyebabkan beberapa masalah fisik pada pasien edentulous. Pasien yang

mengalami edentulous sebagian atau totalis membutuhkan penggantian giginya yang

hilang. Hal ini dapat diatasi dengan gigitiruan lepasan, gigitiruan cekat, atau

gigitiruan dengan dukungan implan.7

Kerusakan alveolar dapat terjadi akibat faktor bawaan. Kerusakan alveolar

yang diperoleh diklasifikasikan menjadi kerusakan vertikal dan horisontal, dapat

disebabkan oleh proses ekstraksi, penyakit periodontal, trauma gigi hingga avulsi,

atau resesi yang terjadi akibat tumor.7

Residual Ridge Resorption (RRR) merupakan konsekuensi tak terelakkan dari

kehilangan gigi. Laju resorpsi tulang alveolar rahang atas dan rahang bawah setelah

ektsraksi gigi atau kehilangan gigi berbeda. Secara klinis resorpsi ridge anterior

rahang bawah empat kali lebih cepat dibandingkan anterior rahang atas.8

Rata - rata penurunan ukuran dari ridge maksimal terjadi pada tiga bulan

pertama dan berangsur - angsur berkurang. Aktivitas resorpsi berlanjut sepanjang

hidup pada tingkat lebih lambat, yang mengakibatkan hilangnya jumlah struktur

4
rahang dan akhirnya mengakibatkan kecatatan atau deformitas ridge. Deformitas

ridge edentulous merupakan masalah utama dalam restorasi estetik region anterior.8

2.1.1 Faktor yang berhubungan dengan residual ridge

Faktor yang berhubungan dengan resorpsi residual ridge yaitu 9,10

1. Faktor anatomi

Laju resorpsi tulang alveolar tergantung dengan besar untuk jenis struktur

tulang termasuk ukuran, bentuk, korteks, dan kepadatan ridge, ketebalan dan

karakter penutup mukosa, hubungan ridge jumlah dan kedalaman dari soket.

2. Faktor Metabolik

Beberapa faktor gizi dan hormonal yang mempengaruhi aktivitas selular

relatif dari sel-sel pembentuk tulang dan dengan demikian mempengaruhi laju

resorpsi residual ridge.

3. Faktor Fungsional

Faktor fungsional termasuk frekuensi, intensitas, durasi dan arah tekanan yang

mengenai tulang akan merangsang aktivitas sel, menghasilkan pembentukan

tulang ataupun resorpsi tulang tergantung tingkat resistensi pasien terhadap

tekanan.

4. Faktor Makanan

Kelainan unsur kalsium-fosfor dari aliran darah yang berhubungan dengan

resorpsi alveolar dan kekurangan vitamin A menyebabkan kalsifikasi tulang

5
berkurang. Kekurangan vitamin C menyebabkan dekalsifikasi tulang &dan

menyebabkan atrofi alveolar secara difus. Defisiensi vitamin D, mengganggu

keseimbangan kalsium fosfor dan mengakibatkan resorpsi tulang.

5. Faktor Prostetik

Faktor prostetik meliputi berbagai teknik, bahan, konsep, prinsip-prinsip yang

tergabung dalam bidang prostodonsi yang dapat menghasilkan gigiruan yang

baik dan mendistribusikan beban yang lebih luas selebar mungkin. Pemilihan

bahan dan desain gigitiruan yang tepat dapat mengurangi beban bagi area

dukungan gigitiruan sehingga dapat mencegah resorpsi yang parah dari tulang

alveolar.

2.1.2 Klasifikasi Kerusakan Ridge

Seibert menegemukkan tiga klasifikasi kerusakan ridge yaitu kelas I berupa

kerusakan ridge dalam arah bukolingual dengan tinggi ridge yang normal (kerusakan

dalam dimensi horizontal), kelas II berupa kerusakan ridge dari arah apikokoronal

dengan lebar yang normal ( kerusakan dalam dimensi vertikal), dan kelas III berupa

kombinasi kerusakan ridge dalam arah apikokoronal dan bukolingual (kerusakan

dalam dimensi horizontal dan vertikal).11

6
(a) (b) (c)

Gambar 2.1 Klasifikasi kerusakan ridge


Sumber : Rios HF, Vignoletti F, Giannobile WV, Sanz M. Clinical periodontology and implant
dentistry. Inggris. Wiley Blackwell;2015. H. 1094.

2.1.3 Klasifikasi Compromised Ridge

Compromised ridge secara umum dapat diklasifikasikan sebagai:4

1. Atrophic ridges

Atrofi ridge yang parah menghasilkan peningkatan ruang interrahang,

gigitiruan yang tidak stabil dan tidak retentif dengan ketidakmampuan

untuk menahan tekanan mastikasi. Perawatan untuk ridge yang atrofi

merupakan tantangan klinis yang dihadapi oleh para dokter gigi di seluruh

dunia. Resorpsi ridge yang parah memberikan kesulitan dalam pembuatan

gigitiruan yang adekuat. Resorpsi ridge yang parah secara umum

ditemukan pada ridge rahang bawah daripada rahang atas. Hal ini

disebabkan karena rahang bawah lebih cepat resorpsi daripada rahang

atas.

2. Flabby Ridges

Mukosa alveolar di atas ridge edentulous totalis memiliki ketebalan

yang tidak biasa dan terdapat mobilitas. Di beberapa daerah, ketebalannya

7
mulai dari 2 sampai 4 mm. Di daerah lain dimana atrofi dari prosesus

alveolar cepat, mukosa tersebut tidak memiliki dukungan tulang dan

menjadi longgar dan lembek. Ketebalan mukosa tersebut lebih dari 4 mm.

Hal ini dapat dilihat di salah satu lengkung rahang tapi umumnya terkait

dengan bagian frontal dari ridge dan tuberositas maksilla yang melayang.

Flabby ridge atau jaringan bergerak sering terlihat di ridge anterior rahang

atas saat daerah edentulous rahang atas diioklusikan dengan gigi alami di

daerah anterior rahang bawah. Kelly pada tahun 1972 melaporkan bahwa

gigi anterior rahang bawah menyebabkan trauma pada ridge anterior

rahang atas karena semua kekuatan oklusal diarahkan ke daerah tersebut.

Hal ini menyebabkan hilangnya tulang dari anterior rahang atas dengan

hiperplasia jaringan fibrosa. mukosa memiliki pergerakan yang besar dan

longgar melekat mendasari periostium tulang. Adanya jaringan tersebut

sering menjadi kesulitan dalam membuat gigitiruan lengkap. Hal ini

menyebabkan hilangnya retensi, ketidaknyamanan stabilitas dan

ketidakharmonisan oklusi gigitiruan.

3. Knife Edge Ridges

Sebuah ridge tulang yang tajam merupakan masalah yang sering

terjadi pada pasien edentulous dan umumnya terjadi pada mandibula.

Dapat diidentifikasi selama pemeriksaan awal dengan palpasi pada ridge

residual di daerah edentulous. Mukosa terjepit antara basis gigi tiruan dan

tulang yang menyebabkan rasa sakit di atas ridge. Struktur tulang yang

8
mendasari ridge residual mungkin menjadi penyebab sakit kronis di

bawah gigitiruan terutama selama pengunyahan. Knife edge ridge

terbentuk karena resorpsi cepat pada sisi labial dan lingual dari ridge

anterior yang lebih rendah. Gingiva di atasnya menjadi menggulung dan

jaringan lunak berproliferasi meninggalkan puncak ridge. Ridge menjadi

tipis, tajam tapi halus. Jenis ridge ini menimbulkan sakit karena tekan dan

jenis ridge ini hanya dilihat di rahang bawah. Menurut Meyer terdapat

tiga jenis ridge yang tajam yaitu :

1) Ridge seperti gigi gergaji

2) Razor like ridge dan

3) Ridge dengan proyeksi seperti duri terpisah

4. Abused Ridges

Gigitiruan lengkap merupakan benda asing di rongga mulut yang

diterima dan ditoleransi oleh jaringan hanya untuk tingkat tertentu.

Memakai gigitiruan juga disesuaikan agar tidak berbahaya bagi jaringan

epitel dan dapat merangsang untuk mengiritasi mukosa yang dibawahnya.

Namun, gigitiruan lengkap yang tidak pas dapat mengubah karakter,

kondisi dan bentuk jaringan rongga mulut dibawahnya. Patologi jaringan

lunak seperti hiperplasia papila dari palatum dan kandidiasis umumnya

dihubungkan dengan lama penggunaan gigitiruan. Tekanan yang

berlebihan berperan dalam resorpsi osteoklastik dari jaringan tulang,

karena gangguan peredaran darah di periostium atau sumsum tulang.

9
2.2 GIGITIRUAN LENGKAP

Gigi tiruan lengkap adalah gigi tiruan lepasan yang menggantikan semua atau

seluruh gigi alami dan struktur pendukungnya yang telah hilang pada rahang atas dan

rahang bawah.12

Gigi tiruan lengkap mempunyai fungsi sebagai: 12

1. Memperbaiki fungsi estetis

2. Memperbaiki fungsi bicara

3. Memperbaiki fungsi pengunyahan

4. Mempertahankan kesehatan jaringan rongga mulut

Indikasi pembuatan gigi tiruan lengkap adalah : 12

1. Adanya kehilangan seluruh gigi

2. Keadaan prosesus alveolaris yang baik

3. Kondisi mulut pasien baik

4. Keadaan umum pasien baik

5. Pasien bersedia dibuatkan gigi tiruan lengkap

Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi gigitiruan lengkap, khususnya

untuk gigitiruan rahang atas, yaitu:12

1. Faktor fisis

a) Peripherial seal (sepanjang tepi gigitiruan lengkap)

b) Postdam area atau posterior palatal seal (khusus pada rahang atas)

2. Adaptasi yang baik antara gigitiruan dengan mukosa mulut

10
3. Luasnya permukaan basis gigitiruan yang menempel pada mukosa (fitting

surface)

4. Residual ridge oleh karena tidak ada lagi gigi yang dapat dipakai sebagai

pegangan.

5. Faktor kompresibilitas jaringan lunak dan tulang dibawahnya untuk

menghindari rasa sakit dan terlepasnya gigitiruan pada saat berfungsi.

2.3 GIGITIRUAN LENGKAP NON-KONVENSIONAL

Banyak pasien edentulous yang tidak mampu beradaptasi terhadap gigitiruan

lengkap, terlepas dari keunggulan keterampilan dokter gigi, teknik dan masalah

kemanusiaan. Kadang-kadang pasien telah dianggap sebagai pengeluh kronis dan

bahkan dianggap membutuhkan bantuan psikiater untuk mengatasi ketidakmampuan

adaptasi mereka. Ketika gigitiruan lengkap konvensional tidak memenuhi kebutuhan

pasien, tentu saja modifikasi tertentu dibuat untuk memenuhi permintaan pasien.

Gigitiruan tersebut dapat disebut sebagai gigitiruan lengkap khusus atau non

konvensional.3,13

Secara umum gigitiruan non-konvensional yang digunakan adalah:3,4,13,14,15,16

1. Gigitiruan lengkap untuk flabby ridge

Salah satu kesulitan umum yang menantang bagi dokter gigi adalah jaringan

fibrous yang bergerak pada ridge rahang atas. Jaringan itu disebut sebagai flabby atau

jaringan lunak hiperplastik. Masalah yang terkait dengan flabby ridge yaitu retensi/

stabilitas dari gigitiruan lengkap rahang atas dan kurangnya ruang interoklusal

11
posterior. Flabby ridge harus dibebaskan ketika dilakukan pencetakan karena dapat

menyebabkan rasa nyeri ketika gigitiruan dipakai dan akan cenderung membuat

gigitiruan terangkat ketika gigi tidak dalam kontak oklusi. Watson menjelaskan

bahwa teknik mencetak window dibuat menggunakan sendok cetak individual dengan

sebuah lubang atau window diatas jaringan flabby (biasanya pada anterior).

Gambar 2.2 Sendok cetak individual dengan sebuah window di area flabby ridge
Sumber : Rai N, Shankar S, Jagadeesh, Rani S. Unconventional complete dentures. JDOB. 2012; 3(1):
p.36-40.

2. Gigitituan lengkap sectional untuk mikrostomia

Mikrostomia didefinisikan sebagai abnormalitas pembukaan mulut

disebabkan karena scleroderma, fibrosis submukosa oral, reseksi bedah wajah, dan

neoplasma oral, serta ganguan TMJ. Sejak pasien memiliki keterbatasan pembukaan

mulut, metode konvensional menjadi sulit dan menantang. Oleh karena itu

dibutuhkan teknik modifikasi. Untuk memudahkan insersi dan pengluaran sendok

cetak, teknik pencetakan sectional disarankan. Sendok cetak tersebut dibagi menjadi

12
dua bagian. Cetakan akhir dibuat dengan bahan cetak non-eugenol karena eugenol

dapat menyebabkan sensasi mulut terbakar pada pasien.

Gambar 2.3 Teknik pencetakan sectional


Sumber : Shah RJ, Parmar P, Soni A, Vyas S, Zala M. Unconventional complete dentures: innovative
approach in prosthodontics. IJHBR. 2014; 2(2): p.123-31.

Gambar 2.4 Gigitiruan sectional


Sumber : Rai N, Shankar S, Jagadeesh, Rani S. Unconventional complete dentures. JDOB. 2012; 3(1):
p.36-40.

13
3. Gigitiruan lengkap dukungan liquid

Gigitiruan konvensional tidak memiliki retensi dan stabilitas pada pasien

dengan jaringan fibrous hiperplastik. Beberapa teknik telah dilakukan untuk

menangani kasus tersebut. Salah satu dari teknik tersebut adalah dengan membuat

permukaan yang fleksibel pada gigitiruan lengkap. Gigitiruan dukungan liquid

dengan permukaan jaringan yang fleksibel merupakan pilihan perawatan yang

tersedia.

Prinsip desainnya adalah gigitiruan ini menjadi fleksibel dan terus beradaptasi

dengan mukosa. Liquid yang biasa digunakan adalah gliserin. Adaptasi yang baik

terhadap mukosa dikarenakan gaya hidrodinamik dari liquid yang memperbaiki

dukungan, retensi, dan stabilitas., distribusi tekanan mastikasi yang optimal sehingga

mengurangi overloading, mencegah rasa nyeri, dan meningkatkan kenyamanan

pasien.

Gambar 2.5 Gigitiruan dukungan liquid


Sumber : Sumber : Shah RJ, Parmar P, Soni A, Vyas S, Zala M. Unconventional complete dentures:
innovative approach in prosthodontics. IJHBR. 2014; 2(2): p.123-31.

14
4. Gigitiruan Basis Logam

Polimetil metakrilat (PMMA) merupakan bahan basis gigitiruan yang

memiliki sifat mekanik, biologi, dan estetik yang baik. Tetapi dalam penggunaannya

memiliki kekurangan karena tekanan parafungsi/ fungsional yang berlebih pada kasus

bruksism atau gigitiruan lengkap dengan gigi alami pada rahang bawah. Gigitiruan

berbasis logam dapat digunakan untuk basis yang lebih kuat.

Basis logam yang tipis memiliki beberapa keuntungan, selain rigid dan

resisten terhadap fraktur, juga memiliki kekuatan yang baik, adaptasi yang baik

terhadap jaringan pendukung, meningkatkan kontrol terhadap plak gigitiruan,

konduktivitas termal yang tinggi, biokampatibilitas tinggi, tidak ada perubahan

dimensi dalam jangka waktu yang lama karena absorpsi cairan, dan tidak ada

gangguan fonetik.

Gambar 2.6 Gigitiruan basis logam


Sumber : Sumber : Shah RJ, Parmar P, Soni A, Vyas S, Zala M. Unconventional complete dentures:
innovative approach in prosthodontics. IJHBR. 2014; 2(2): p.123-31.

15
5. Gigitiruan Hollow

Pembuatan gigi tiruan secara konvensional pada pasien dengan resorpsi ridge

atau defek maksillofasial yang besar dapat menyebabkan gigitiruan tersebut menjadi

lebih besar dan lebih berat sehingga berdampak pada retensi dan stabilitas protesa

yang buruk. Reduksi dari ketinggian residual ridge meningkatkan jarak interrahang

yang meningkatkan jumlah bahan basis selama pembuatan dan basis tersebut

memiliki retensi yang kurang. Tujuan untuk mengurangi berat dapat dilakukan

dengan merencanakan pembuatan ruang hollow pada basis gigitiruan. Bahan yang

dapat digunakan termasuk spacer solid tiga dimensi seperti dental stone, selofan,

asbes, silicon putty atau modeling clay selama proses laboratorium (tabel 1).

Holt et.al (1981) memproses sebuah shim dari resin akrilik di atas residual

ridge dan menggunakan sebuah spacer yang kemudian akan dihilangkan dan dua

bagian direkatkan dengan resin akrilik autopolimerisasi gigitiruan sehingga

meningkatkan risiko kebocoran. Fattore et.al (1988), menggunakan variasi dari

teknik double flask untuk pembuatan obturator dengan menambahkan resin akrilik

heat polymerized diatas cor definitif dan processing ketebalan minimal resin akrilik

di sekitar gigi menggunakan cara yang berbeda. Kedua bagian dari resin tersebut

dilekatkan menggunakan resin heat polymerized. O’sullivan (2004) menjelaskan

sebuah metode modifikasi untuk pembuatan gigitiruan lengkap hollow rahang atas

dengan menggunakan putty silikon yang nantinya akan dihilangkan setelah prosedur

processing.

16
Indikasi hollow maxillary denture:

1. Ridge alveolar rahang atas yang rata

2. Peningkatan jarak inter ridge

Sebuah hollow maxillary complete denture dapat memberikan solusi untuk

situasi tersebut karena dengan adanya hollow dapat mengurangi berat gigitiruan

dibandingkan dengan gigitiruan konvensional. Teknik ini simple, ekonomis, dan

menghemat waktu dengan kelebihan mengurangi berat berlebih dari gigitiruan

sehingga mengurangi beban pada residual ridge dan membuat pasien merasa nyaman.

Gambar 2.7 Gigitiruan hollow


Sumber : Sumber : Shah RJ, Parmar P, Soni A, Vyas S, Zala M. Unconventional complete dentures:
innovative approach in prosthodontics. IJHBR. 2014; 2(2): p.123-31.

17
Tabel 2.1 Ringkasan berbagai metode dalam literature4
Penulis Teknik (tipe spacer yang Kekurangan
digunakan)
Chalian and Barnett Resin akrilik Menambah bobot
(1972) autopolimerisasi gigitiruan dan ketebalan
bagian berongga
Tanaka et al. (1977) Polyurethane foam Penggunaan asbes
menimbulkan risiko
berbahaya bagi kesehatan
Worley and Kniejski Asbes
(1983)
Matalon and Fuente
(1976) Gula
Parel and Fuente (1978)
Schneider (1978 Es
Elliot (1983)
Modelling clay
Da Breo (1990)
Andrew Rothenbergerand Dental plaster
& Winsley (1998)
Blair dan Hunter (1998) Plaster dan campuran
Holt (1981) pumice
Jhanji (1991)
Silikon Putty
Sullivan et.al (2004)
Mahdy (1969) Penambahan prosedur
Fattore et.al (2004) laboratorium. Penambahan
Benington (1989) Teknik Double-flask siklus curing dapat
menyebabkan protesa
bengkok
Da Breo (1990) Teknik menggunakan Kekuatan dan daya tahan
Polyzois (1992) visible light polymerized protesa ini masih
resin dipertanyakan

6. Gigitiruan Immediate

Gigitiruan immediate didefinisikan sebagai gigitiruan lepasan yang dibuat

untuk penempatan segera setelah ekstraksi dari gigi alami. Keuntungan dari gigitiruan

immediate adalah mencegah rasa malu tampil di depan umum tanpa gigitiruan.

18
Gigitiruan immediate juga dapat meminimalkan perubahan pada penampilan pasien

yang terjadi setelah ekstaksi gigi alami. Komplikasi post ekstraksi dikurangi dengan

gigitiruan tersebut yang memberikan efek terapeutik dan profilaksis. Mencegah

bleeding, melindungi luka dari trauma, mencegah masuknya makanan dan cairan ke

dalam luka, melindungi bekuan darah dan mempercepat penyembuhan serta dapat

memperbaiki bentuk residual ridge.

Kekurangannya dapat dicatat sebagai peningkatan kunjungan ke dokter gigi,

prosedur laboratorium dan klinis yang kompleks, dan variasi tulang dan jaringan

lunak dapat mempengaruhi retensi, kebutuhan akan rebasing, dan try in pada daerah

anterior tidak estetik.

7. Gigitiruan Fleksibel

Bahan basis gigitiruan fleksibel adalah dari nilon berbasis resin termoplastik.

Gigitiruan fleksibel telah menunjukkan beberapa keuntungan dibanding gigi tiruan

konvensional dengan basis akrilik yang rigid. Basis gigitiruan fleksibel yang bebas

logam dan bersifat translusen yang mampu meniru penampilan seperti gusi yang

alami sehingga sangat sulit dideteksi dalam rongga mulut. Beberapa produk

komersial yang tersedia misalnya Valplast, Duraflex, Flexite, Proflex, Lucitone,

Impak dan yang bebas monomer adalah valplast dan lucitone.

Bahan gigitiruan fleksibel sangat kuat dan dapat dibuat sangat tipis sehingga

membuat pasien merasa nyaman dan memiliki estetik yang baik. Gigitiruan fleksibel

juga dapat mengurangi keluhan post insersi seperti trauma akibat gigitiruan (ulserasi).

19
Gigitiruan fleksibel telah terbukti menjadi pilihan perawatan yang baik untuk kasus

edentulous sebagian atau totalis.

Gambar 2.8 Gigitiruan fleksibel


Sumber : Rai N, Shankar S, Jagadeesh, Rani S. Unconventional complete dentures. JDOB. 2012; 3(1):
p.36-40.

8. Gigitiruan Dolly (Duplikat)

Banyak pasien yang menggunakan gigitiruan lengkap meminta kepada dokter

gigi untuk memberikan mereka dua set gigitiruan bukan satu. Mereka tidak dapat

menghadapi rasa malu tanpa gigitiruan, meskipun untuk waktu yang singkat atau

pada kasus fraktur gigitiruan. Estetik dari gigitiruan sebelumnya dapat didupliksi

dengan teknik ini untuk memulihkan penampilan pasien.

20
BAB III

CONTOH KASUS

Seorang wanita usia lanjut berumur 60 tahun datang ke Department of

Prosthodontisc and Crown & Bridge dengan keluhan utama kesulitan mengunyah

makanan dan gigitiruan rahang atasnya berat. Riwayat pasien mengungkapkan bahwa

pasien edentulous sejak dua tahun terakhir dan dia telah mengenakan gigi palsu

selama satu setengah tahun. Riwayat medis mengungkapkan bahwa tidak ada

gangguan sistemik. Pemeriksaan intraoral pasien mengungkapkan resorpsi ridge

rahang atas dan rahang bawah (Gambar 3.1 a,b). Jarak interarch lebih dari normal.

Gigi tiruan pasien sebelumnya berat dan lebih panjang. Setelah menganalisa setiap

opsi yang tersedia, diputuskan untuk membuat hollow maxillary complete denture.

Pasien juga menyetujui modalitas perawatan seperti itu ringan, murah dan merupakan

prosedur non-bedah.

a. b.
. .
Gambar 3.1 a. Gambaran intraoral dari ridge rahang atas b. Gambaran intraoral dari
ridge rahang bawah
Sumber : Kaur H, Arora A, Arora P, Kumar N. Hollow maxillary complete denture- a treatment option
for atrophied ridges: a case report. IJCDC. 2016; 6(1): p.702-4.

21
Prosedur :

1. Cetakan pendahuluan dan akhir dari ridge rahang atas dan rahang bawah dibuat.

2. Sebuah record base dibuat dari cor definitif rahang atas dengan mengikuti

prosedur laboratorium konvensional.

3. Tahap konvensional dari pembuatan gigitiruan diikuti sampai tahap processing.

4. Dua flask gigi terpisah dengan bagian atas yang dapat ditukar digunakan untuk

membuat gigitiruan hollow.

5. Setelah dicoba, gigitiruan rahang atas dimasukkan dalam flask pertama dan

dewaxing dilakukan (gambar 3.2 a).

6. Acrylic stop dibuat pada recorded base yang akan membantu dalam penempatan

yang tepat dari dua bagian kemudian (gambar 3.2 b).

7. Sebuah shim wax yang mengandung dua lapisan base plate wax kemudian

diaplikasikan di atas area gigi tiruan dari flask untuk memastikan bahwa tutup

dari flask mengandung cor definitif dan record base ditutup sepenuhnya dengan

shim wax. Shim wax tersebut menipis di bidang interferences.

8. Pada penutupan flask, acrylic stop pada basis gigitiruan permanen membentuk

depresi dalam shim wax, wax tersebut menipis dari daerah di antara depresi.

9. Flask mengandung gigi tiruan dengan shim wax di tempat itu kemudian ditutup

dan diflask menggunakan tutup kuvet kedua (gambar 3.3 a).

10. Dewaxing, packing, dan processing dilakukan seperti biasa (gambar 3.3 b).

11. Hal ini menghasilkan dua bagian, basis gigitiruan dan setengah mengandung

gigitiruan (gambar 3.4 a).

22
12. Kelebihan resin akrilik di antara acrylic stop yang akan membatasi ruang hollow

dikurangi.

13. Kedua bagian gigitiruan kemudian disatukan menggunakan resin akrilik

autopolimerisasi (gambar 3.4 b,c).

14. Gigitiruan diperiksa untuk proses penutupan yang lengkap dengan

menempatkannya di dalam air. Gigi tiruan mengambang memastikan proses

penutupan lengkap (gambar 3.4 d).

15. Gigi tiruan itu diinsersikan ke dalam mulut pasien dan pasien sangat puas dengan

fungsi dan kenyamanan gigi tiruan (gambar 3.5 a, b)

a. b.
.
Gambar 3.2 a. Prosedur laboratorium – setelah dewaxing b. Acrylic stop dibuat
diatas basis gigitiruan permanen
Sumber : Kaur H, Arora A, Arora P, Kumar N. Hollow maxillary complete denture- a treatment
option for atrophied ridges: a case report. IJCDC. 2016; 6(1): p.702-4.

23
a. b.
. .
Gambar 3.3 a. Sebuah shim wax diadaptasikan diatas gigi pada bagian bawah dari
flask. Bagian atas dari flask mengandung shim wax kemudian ditutup dan diflask
menggunakan tutup dari flask kedua b. shim wax dilelehkan dan processing
dilakukan
Sumber : Kaur H, Arora A, Arora P, Kumar N. Hollow maxillary complete denture- a treatment option
for atrophied ridges: a case report. IJCDC. 2016; 6(1): p.702-4.

a. b.
. .

c. d.
.
Gambar 3.4 a. Komponen gigitiruan. b. Aproksimasi dua bagian gigitiruan
c. Penggabungan dua bagia gigitruan dengan resin akrilik self cured d. Gigitiruan
mengambang diatas air untuk memastikan penutupan sempurna

24
Sumber : Kaur H, Arora A, Arora P, Kumar N. Hollow maxillary complete denture- a treatment option
for atrophied ridges: a case report. IJCDC. 2016; 6(1): p.702-4.

a. b.
. .
Gambar 3.5 a. Pasien sebelum menggunakan gigitiruan b. Pasien setelah
menggunakan gigi tiruan
Sumber : Kaur H, Arora A, Arora P, Kumar N. Hollow maxillary complete denture- a treatment option
for atrophied ridges: a case report. IJCDC. 2016; 6(1): p.702-4.

25
BAB IV

PEMBAHASAN

Resorpsi tulang alveolar merupakan proses biofisika yang umum terjadi

setelah kehilangan gigi alami. Atrofi tulang alveolar merupakan gangguan yang

menyebabkan beberapa masalah fisik pada pasien edentulous. Resorpsi residual ridge

umumnya terjadi setelah ekstraksi gigi. Derajat kehilangan tulang dan resorpsi

bervariasi di antara pasien. Sehingga pengurangan ukuran residual ridge harus

dianggap sebagai sebuah penyakit mulut yang kompleks dengan karakteristik yang

dapat diidentifikasi dan gejala yang tidak diinginkan, membutuhkan pengembangan

tindakan perawatan dan pencegahan yang adekuat.4

Rehabilitasi pasien dengan resorpsi ridge yang parah merupakan tantangan

bagi dokter gigi. Resorpsi yang parah ridge pada maksilla ditambah dengan adanya

gaya gravitasi akan menyebabkan peningkatan jarak interridge rahang atas dan bawah

dan kemampuan area pendukung gigitiruan berkurang yang pada akhirnya akan

mempengaruhi retensi, stabilitas dan dukungan untuk gigitiruan lengkap.2Meskipun

pilihan rehabilitasi dapat menggunakan implan dengan dukungan over denture dan

ridge augmentation tetapi kebanyakan pasien yang datang dengan masalah tersebut

adalah pasien geriatri dengan penyakit sistemik, keterbatasan ekonomi, dan tidak

menginginkan durasi perawatan yang lama serta tidak menginginkan prosedur

bedah.6

26
Menurut Saurabh dkk14 mengatakan bahwa jika gigi tiruan konvensional

dibuat pada kasus dengan ridge alveolar rahang atas yang rata, dapat menyebabkan

peningkatan berat dari gigi tiruan yang kemudian dapat berdampak terhadap

peningkatan resorpsi tulang alveolar rahang atas dengan cepat. Selain modifikasi

teknik pencetakan untuk mendapatkan area dukungan gigitiruan yang maksimal,

modifikasi tipe gigitiruan juga dapat diterima lebih baik oleh pasien. Hollow

maxillary complete denture adalah metode terbaik dalam rehabilitasi pasien dengan

resorpsi ridge yang parah dengan ruang interrahang yang berlebih. Rongga pada

gigitiruan tidak hanya mengurangi berat dari gigitiruan tetapi juga mengurangi

pengungkitan. Hal ini akhirnya menghasilkan peningkatan retensi dan stabilitas dan

hal itu juga mungkin untuk menjaga residual ridge alveolar yang ada.6

Pendekatan yang berbeda seperti menggunakan spacer solid 3-dimensi,

termasuk dental stone, plastik dibungkus asbestos, silikon putty, atau modeling clay

telah digunakan selama proses laboratorium dengan menghilangkan bahan dasar gigi

tiruan dari dalam perencanaan ruang hollow pada gigitiruan.6

Holt et.al memproses sebuah shim dari resin akrilik di atas residual ridge dan

menggunakan sebuah spacer yang kemudian akan dihilangkan dan dua bagian

direkatkan dengan resin akrilik autopolimerisasi. Holt memproses shim dari resin

akrilik diatas ridge residual dan menggunakan spacer (Insta-mold; Nobilium, Albany,

NY). Resin itu diindeks dan setengah gigi tiruan diproses terhadap spacer dan shim.

spacer itu kemudian dihilangkan dan 2 bagian direkatkan dengan resin akrilik

autoplimerisasi menggunakan indeks untuk memudahkan positioning. Kerugian

27
utama dari teknik tersebut adalah hubungan antara dua bagian sebelumnya yang

dipolimerisasi dari gigi tiruan terdapat di perbatasan gigi tiruan. Hubungan yang

panjang itu dapat mengakibatkan peningkatan risiko rembesan cairan ke rongga

gigitiruan sehingga meningkatkan risiko kebocoran. Kerugian lain adalah sulit untuk

mengukur ketebalan resin di daerah yang tertutupi.6

Fattore et.al menggunakan sebuah variasi dari teknik flask double untuk

pembuatan obturator dengan menambahkan resin akrilik heat polymerized diatas cor

definitif dan processing ketebalan minimal resin akrilik di sekitar gigi menggunakan

cara yang berbeda. Kedua bagian dari resin tersebut dilekatkan menggunakan resin

heat polymerized. O’sullivan menjelaskan sebuah metode modifikasi untuk

pembuatan gigitiruan lengkap hollow rahang atas dengan menggunakan putty silikon

yang nantinya akan dihilangkan setelah prosedur processing. Sebuah matriks yang

jelas dari basis gigitiruan dibuat. Basis protesa kemudian dibentuk dengan cara

konvensional sampai wax hilang. Sebuah shim resin akrilik heat polymerized dengan

tebal 2 mm dibuat di master cast menggunakan flask kedua. Silikon putty

ditempatkan di atas shim dan ketebalannya diperkirakan dengan menggunakan pola

yang jelas. Prosedur processing dilakukan. Silikon itu kemudian dihilangkan dari

akhir distal dari gigi tiruan dan pembukaannya dengan seal resin autopolimerisasi.

Meskipun teknik ini berguna dalam estimasi ketebalan spacer, tapi pembuangan putty

ditemukan menjadi sulit terutama dari bagian anterior gigitiruan. Selain itu,

pembukaan yang terbuat dari akhiran distal harus cukup besar untuk mengambil putty

yang keras.6,14

28
Teknik yang dijelaskan dalam contoh laporan kasus ini adalah sebuah

modifikasi dari teknik yang dijelaskan Holt. Teknik ini memiliki beberapa

keuntungan diantara teknik yang lain. Teknik ini sederhana, ekonomis, menghemat

waktu prosedur yang mengeliminasi kebutuhan untuk spacer dalam pembuatan

rongga. Teknik ini memberikan kesempatan untuk kontrol dari ketebalan resin

akrilik yang membentuk bagian hollow. Juga, penyatuan bagian dengan resin

autopolimerisasi meminimalkan kegagalan prosedur yang dapat terjadi bila

menggunakan resin akrilik heat cure. Meskipun demikian, teknik ini memiliki

keterbatasan. Hubungan antara dua bagian dari gigitiruan yang disatukan dengan

resin akrilik autopolimerisasi dapat menimbulkan resiko mikroleakage dan

diskoloriasi selama periode waktu tertentu.1

Negi16 and Kaira16 mengatakan bahwa beberapa penelitian telah membuktikan

bahwa dengan mengurangi berat gigi tiruan pada maksila, baik dengan membuat

hollow maxillary complete denture atau dengan mengubah bidang oklusi sampai

batas tertentu, sisa ridge alveolar dapat terjaga. Keuntungan tambahan dari hollow

maxillary denture adalah peningkatan dalam retensi dan stabilitas dapat dicapai.

Keuntungan lainnya adalah penurunan berat yang berlebihan dari resin akrilik,

sehingga gigi tiruan lebih ringan, dan penurunan tekanan pada sisa alveolar sehingga

membuat pasien lebih nyaman.

Pembuatan hollow maxillary denture juga dapat dilakukan dengan

menggunakan teknik “lost-salt”. Teknik ini memiliki keunggulan dibandingkan

teknik yang dilakukan oleh Fattore dkk dan Holt. Dalam teknik “lost-salt”, kristal

29
garam yang panas akan meleleh selama prosedur curing dan adanya pembilasan

menyeluruh setelah curing menyebabkan tidak ada kristal garam yang tersisa di

gigitiruan dengan demikian dapat mempertahankan integritas gigi tiruan, menghindari

teknik yang rumit dalam menghilangkan materi spacer dari gigi tiruan. Teknik lost-

salt juga merupakan teknik yang sederhana untuk digunakan dan menggunakan bahan

spacer yang sangat murah dan mudah tersedia.17

30
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Rehabilitasi pasien dengan ridge yang atrofi merupakan tantangan bagi dokter

gigi. Meskipun pilihan rehabilitasi dapat menggunakan implan dengan dukungan

overdenture dan ridge augmentation tetapi kebanyakan pasien yang datang dengan

masalah tersebut adalah pasien geriatri dengan penyakit sistemik, keterbatasan

ekonomi, dan tidak menginginkan durasi perawatan yang lama serta tidak

menginginkan prosedur bedah. Oleh karena itu, pembuatan hollow maxillary

complete denture dapat menjadi pilihan perawatan pada kasus ridge yang atrofi

karena dapat meningkatkan stabilitas dan retensi, penurunan tekanan pada sisa

alveolar, dan mengurangi resorpsi lebih lanjut dari tulang alveolar sehingga membuat

pasien lebih nyaman.

5.2 Saran

Perlu pengetahuan yang komprehensif terhadap berbagai kondisi rongga mulut

pasien edentulous dan berbagai macam tindakan rehabilitasi dalam bidang

prostodontik, sehingga tindakan yang diberikan sesuai indikasi dan dapat

mengembalikan fungsi mastikasi, fonetik, dan estetik pasien tanpa melupakan

kenyamanan pasien.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Saputera D, Sukaedi. Hollow partial denture anterior rahang atas post


hemimaxillectomy. Jur. Ked. Gigi. 2016; 1(1): p.94-7.

2. Kaira LS, Negi KS, Parihaar S, Bisht R. Light weight hollow denture- a case
series. NUJHS. 2013; 3(2): p.95-9.

3. Shah RJ, Parmar P, Soni A, Vyas S, Zala M. Unconventional complete


dentures: innovative approach in prosthodontics. IJHBR. 2014; 2(2): p.123-
31.

4. Prasad K, Mehra D, Prasad A. Prosthodontic management of compromised


ridges and situations. NUJHS. 2014; 4(1): p.141-8.

5. Choubisa D, Kaurani P, Padiyar N, Bhayana R. Hollow maxillary complete


denture- A simplified technique to reduce weight. IJRID. 2014; 4(2): p.75-80.

6. Kaur H, Arora A, Arora P, Kumar N. Hollow maxillary complete denture- a


treatment option for atrophied ridges: a case report. IJCDC. 2016; 6(1): p.702-
4.

7. Amrullah SSA, Sani R, Arifin N, Ruslin M. Augmentasi tulang alveolar


dengan osteogenesis distraksi. J Dentofasial; 2012:11:174-9.

8. D’Souza D, Oral health care – prosthodontics, periodontology, biology,


research and systemic condition. India:Intech; 2011: p.12-24.

9. Kumar M, Kumavat V, Gupta R, Meena D. Residual ridge resorption : a


review. GCC J of science and Tech. 2015;1(4): p. 124-8.

10. Gupta A. Residual ridge resorption: a review. IJDS. 2010; 2(2): p. 7-11.

11. Rios HF, et al. Clinical periodontology and implant dentistry. Inggris: Wiley
Blackwel; 2015. p. 1904.

12. Abu B. Kedokteran gigi klinis. Yogjakarta: Quantum Sinergis Media; 2012.
p.184-5.

13. Rai N, Shankar S, Jagadeesh, Rani S. Unconventional complete dentures.


JDOB. 2012; 3(1): p.36-40.

32
14. Chaturvedi S, Verma Ak, Ali M, Vadhvani P. Hollow maxillary denture: a
simplified approach. People’s J of Scie Research. 2002:5(2): p.47-50.

15. Mahmud E, Biba T. Pengaruh penambahan oklusal rest terhadap dukungan


gigitiruan fleksibel. [internet]. Avalaible from URL:
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/9808/PENGARUH
%20PENAMBAHAN%20OKLUSAL%20REST%20%20TERHADAP%20D
UKUNGAN%201%20(jurnal).pdf?sequence=1. Diakses pada 8 Agustus
2016.

16. Negi and Kaira LS. Hollow maxillary denture-a new ray of hope for resorbed
ridges. DHR-IJMS. 2014;5(1): p.72-8

17. Himanshi A, Sunit KJ, Raghuwar DS, Pooran C, Pradeep K. Lost salt
technique for severely resorbed alveolar ridges: an innovative approach.
Contemporary Clinical Denst. 2012:3(3):p.352-5.

33

Anda mungkin juga menyukai