Anda di halaman 1dari 16

1.

TRAUMA OKLUSI

1.1 Definisi Oklusi Traumatik

Trauma oklusi adalah kerusakan jaringan periodonsium akibat tekanan oklusi


yang melebihi kapasitas adaptasi jaringan periodonsium. Tidak seperti luka pada
gingivitis dan periodontitis, yang dimulai dari jaringan gingiva, luka karena trauma
oklusi dimulai dari ligamen periodontal dan meliputi sementum dan tulang alveolar.
Oklusi yang menyebabkan kerusakan disebut oklusi traumatik (Hamish T, 2007).

1.2 Etiologi

1. Ketidak seimbangan oklusi


a. Hambatan oklusal pada waktu oklusi sentris (kontak ke premature dan
gerak artikulasi (blocking)).
b. Gigi hilang tidak diganti.
c. Perbandingan mahkota akar tidak seimbang.
d. Kontak edge to edge.
e. Alat prostetik dan restorasi yang buruk.
2. Kebiasaan buruk
a. Bruxism.
b. Cleancing.
Menggunakan tusuk gigi (Carranza, 2006).

1.3 Gambaran Klinis


Kerusakan yang ditimbulkan oleh trauma oklusi periodontal bervariasi
berdasarkan keparahan dan besarnya tekanan serta lamanya waktu terjadinya
perubahan tersebut. Terdapat keluhan-keluhan subjektif dan perubahan-perubahan
klinis yang sering ditemukan pada kasus-kasus yang berkaitan dengan trauma
oklusi. Perubahan-perubahan tersebut, yaitu :
 Sakit atau ketidaknyamanan
 Sensitif pada tekanan
 Sakit pada wajah atau sendi temporomandibula
 Resesi pada gingiva
 Celah pada gingiva yang disebut stillman’s cleft
 Pembesaran gingiva yang hiperplastis dan menyeluruh atau disebut juga Mc
Call’s Festoon
 Poket periodontal/kehilangan perlekatan epitel gingiva
 Kegoyangan gigi
 Migrasi dan atau posisi gigi yang abnormal (Carranza, 2006).

1.4 Radiografis Trauma Oklusi


 Pelebaran irregular ruang periodontal
 Pelebaran bagian puncak pada ruang ligamentum periodonsium
 Diskontinuitas atau penebalan pada lamina dura
 Kerusakan tulang alveolar ke arah vertikal
 Radiolusensi pada furkasi
 Radiolusensi dan kondensasi tulang alveolar atau resorpsi akar (Carranza,
2006).
1.5 Perawatan trauma oklusi:
 Menghilangkan etiologi/trauma
 Menghilangkan kalkulus (scaling dan root planing)
 Splint sementara atau permanen
Dilakukan jika telah terjadi mobilitas gigi dengan derajat kegoyangan yang besar.
 Occlusal adjustment:
Adalah pengasahan kembali permukaan oklusal secara selektif dengan tujuan
menetapkan suatu keadaan oklusi yang nontraumatik, stabil. Cara melakukan
oklusal adjustment ada 2 tahap yaitu, tahap pertama, melihat ada tidaknya trauma
oklusi dan tahap kedua adalah melaukan grinding trauma oklusi.
 Restorasi gigi
 Terapi untuk TMJ
Dilakukan jika pasien dengan trauma oklusi sudah mengalami TMD (Temporo
Mandibular Disorder). Perawatan yang dilakukan yaitu:
a. Komunikasi, edukasi dengan pasien

b. Terapi fisik/perawatan sendiri

 Kompres dengan air panas, selama 10-15 menit, ± 3 minggu

 Pemijatan sekitar sendi dengan metil salisilat

 Self Care – perubahan kebiasaan buruk

 Latihan membuka-menutup mulut

 Terapi obat; Analgesik (Hamish T, 2007).

1.6 Indikasi
Indikasi selective grinding:
1. Untuk mengurangi kekuatan traumatik pada gigi yang memperlihatkan:
a. Peningkatan mobiliti atau fremitus untuk mendorong perbaikan pada
perlekatan periodontal.
b. Ketidaknyamanan selama kontak oklusi atau saat berfungsi.
2. Untuk mencapai hubungan fungsional dan efisiensi pengunyahan berhubungan
dengan restorasi, orthodonti, bedah orthognati atau trauma rahang yang
diindikasikan.
3. Sebagai terapi yang mungkin mengurangi kerusakan dari kebiasaan
parafungsional.
4. Untuk membentuk kembali gigi yang berkontribusi mencederai jaringan lunak.
5. Untuk memperbaiki hubungan tepi marginal dan tonjolan yang berkontribusi
menjadi food impaksi (Solberg WK,1996).

1.7 Kontraindikasi
1. Selective grinding tanpa pengetahuan pra perawatan yang teliti, dokumentasi,
dan mengedukasi pasien.
2. Profilaksis adjustment tanpa bukti-bukti tanda dan gejala dari trauma oklusal.
3. Sebagai perawatan primer dari inflamasi mikrobial penyakit periodontal.
4. Perawatan pada pasien dengan riwayat bruxism tanpa bukti kerusakan, pathosis
atau nyeri.
5. Ketika keadaan emosional pasien mempengaruhi hasil yang baik.
6. Ekstrusi parah, kegoyangan, atau malposisi gigi yang tidak merespon hanya
dengan selective grinding saja (Solberg WK,1996).

2. OCCLUSAL ADJUSTMENT
2.1. Definisi occlusal adjustment

Penyelarasan oklusal (occlusal adjustment) adalah sebagai reshaping permukaan


oklusi gigi-geligi melalui grinding untuk menciptakan relasi kontak yang harmonis
antara gigi-geligi rahang atas dan bawah (Hamish T, 2007).

2.2 Indikasi penyesuaian oklusal


1)Untuk mengurangi tekanan traumatik gigi-geligi yang menimbulkan:- Peningkatan
mobilitas atau fremitus agar terjadi perbaikan apparatus perlekatan periodontal-
Ketidaknyamanan selama kontak atau fungsi oklusal
2)Untuk memperoleh hubungan fungsional dan efisiensi pengunyahan melalui
perawatan restoratif, ortodontik, bedah ortognatik, ataupun trauma rahang
jika diindikasikan.
3)Sebagai terapi tambahan untuk mengurangi kerusakan akibat kebiasaan
parafungsional
4)Reshape gigi-geligi yang berperan dalam perlukaan jaringan lunak ini
5)Untuk menyesuaikan relasi marginal ridge dan cusp yang menyebabkan impaksi
makanan (Newman MG,2003).

2.3 Kontraindikasi penyesuaian oklusal


1)Penyesuaian oklusal tanpa pemeriksaan, dokumentasi, dan penyuluhan pasien pra-
perawatanyang cermat
2)Penyesuaian profilaktik tanpa tanda dan gejala trauma oklusal
3)Sebagai perawatan primer inflamasi penyakit periodontal yang diinduksi oleh
mikroba
4)Jika status emosional pasien tidak memberikan hasil yang memuaskan
5)Kasus ekstrusi parah, mobilitas atau malposisi gigi-geligi yang tidak akan
memberikan responjika hanya dilakukan penyesuaian oklusal saja
Prosedur penyelarasan oklusal yang dikemukakan dibatasi pada prosedur pengasahan
gigi saja. Prosedur yang demikian dinamakan sebagai koronoplastik (coronoplasty)
atau pengasahanselektif (selective grinding).
Secara garis besar prosedur pengasahan selektif/koronoplastik setempat terdiri atas
tahapan-tahapan berikut (Newman MG,2003).

Pada dasarnya pengasahan selektif/koronoplastik dapat dibedakan atas:


1. Koronoplastik komprehensif.
Koronoplastik komprehensif dilakukan apabila cedera akibat trauma
melibatkan banyak gigi sehingga diperlukan perubahan posisi mandibula.
2. Koronoplastik setempat.
Koronoplastik setempat atau terlokaliser dilakukan apabila cedera akibat
trauma hanya melibatkan satu atau beberapa gigi saja. Pengasahan selektif
merupakan contoh dari koronoplastik setempat.

2.4 Prosedur
1. Penjelasan pada pasien
Apabila gigi hendak diasah, banyak pasien yang khawatir dan mempertanyakan apakah
tindakan pengasahan tidak akan menyebahkan perubahan pada wajahnya, timbulnya
karies gigi dan hipersensitivitas gigi. Oleh sebab itu, kepada pasien perlu lebih dulu
dijelaskan bahwa pengasahan yang hendak dilakukan bukan untuk memendekkan
giginya, melainkan mengubah bentuknya sehingga dapat berfungsi secara lebih baik.
Pasien harus diberi pengertian bahwa oklusi dapat berubah akibat pemakaian, dan pada
kunjungan-kunjungan berkala berikutnya kemungkinan terjadinya perubahan kembali
harus tetap diperhatikan. Bukan tidak mungkin bahwa pada masa mendatang perlu
dilakukan pengasahan selektif/koronoplastik ulang (Newman MG,2003).
2. Penyelarasan posisi interkuspal
Prosedur pengasahan selektif/koronoplastik yang paling sering dibutuhkan
adalah untuk menyelaraskan secara setempat kontak posisi interkuspal pada satu atau
beberapa gigi. Tujuan prosedur ini adalah untuk mendapatkan posisi interkuspal yang
stabil dan memperbaiki hubungan dataran oklusal. Untuk melakukan prosedur ini,
prematuritas harus diidentifikasi berdasarkan gerak mandibula pasien sendiri tanpa
bantuan tangan operator. Pengasahan dilakukan terhadap suprakontak atau kontak yang
tidak baik, yang dilakukan pada satu atau beberapa sesi kunjungan tergantung
banyaknya suprakontak yang hendak disingkirkan. Pengasahan dilakukan lebih dulu
pada gigi posterior, baru dilanjutkan pada gigi anterior apabila memang dibutuhkan.

Cara mendeteksi prematuritas pada posisi interkuspal.


Untuk pengungkapan prematuritas pada posisi interkuspal, alat pendeteksi
diletakkan pada daerah yang hendak diperiksa. Alat pendeteksi bisa berupa kertas
artikulasi (articulating paper), atau lilin indikator oklusal (occlusal indicator wax).
Setelah alat pendeteksi ditempatkan pada posisinya, kepada pasien diinstruksikan
untuk mengkatupkan gigi belakang kiri dan kanan secara bersamaan, pelan-pelan dan
sekuat-kuatnya. Bila menggunakan kertas artikulasi, daerah prematuritas ditandai dari
ketebalan warna kertas yang melekat ke permukaan gigi. Sebaliknya bila menggunakan
lilin indikator oklusal, daerah prematuritas ditandai dari daerah lilin yang menjadi tipis
atau berlubang. Daerah tersebut pada gigi ditandai dengan pensil atau spidol.
Gambar 4. Kontak oklusal bersilang. Kiri: Tampak proksimal; Kanan: Tampak oklusal.

Pengasahan gigi.
Prosedur dasar untuk mengkoreksi prematuritas oklusal adalah:
a. Memperdalam alur.
Memperdalam alur (grooving) adalah prosedur untuk mengembalikan
kedalaman alur pertumbuhan (developmental groove) yang telah menjadi
dangkal akibat keausan oklusal. Prosedur ini dilakukan dengan bur berbentuk
runcing sampai diperoleh kedalaman yang sesuai.
b. Membulatkan.
Membulatkan (spheroiding) adalah prosedur untuk mengurangi prematuritas
dan memperbaiki kontur gigi. Alat yang digunakan adalah bur yang runcing.
Pengasahan permukaan prematuritas dilakukan dengan sapuan seperti
mengecat dimulai 2-3 mm mesial atau distal dari prematuritas mulai dari tepi
oklusal gigi sampai 2-3 mm apikal dari tanda prematuritas. Dalam melakukan
pembulatan harus dijaga jangan sampai tinggi tonjol gigi dikurangi.
Gambar 1. Prosedur memperdalam alur.

Gambar 2. Prosedur membulatkan. A. Rekonturing prematuritas; B.


Rekonturing sampai beberapa mm apikal dari prematuritas; C. Kontur setelah
dikoreksi.

c. Meruncingkan.
Meruncingkan (pointing) adalah prosedur untuk memperbaiki kembali kontur
tonjol gigi yang runcing. Alat yang digunakan adalah bur yang runcing.
Gambar 3. Meruncingkan. A. Sebelum perawatan; B. Setelah perawatan.

Pengasahan gigi dilakukan dengan ketiga prosedur dasar yang telah


dikemukakan di atas. Ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Bila kontak gigi dengan gigi antagonisnya berada tidak pada posisi yang tepat,
koreksi dilakukan untuk menciptakan kontak tonjol yang lebih ideal.
2. Bila kontak gigi terlalu tinggi (keadaan suprakontak yang sebenarnya), koreksi
dilakukan dengan memperdalam kedalaman fossa atau mengurangi tinggi tonjol gigi
tergantung pada hubungan fossa-tonjol gigi individu. Bila yang dilakukan berupa
pengurangan tinggi tonjol gigi, harus diperhatikan jangan sampai mengurangi dimensi
vertikal pada gigi posterior. Dalam melakukan pengasahan, sebaiknya hasil yang
dicapai adalah berupa kontak oklusal bersilang pada posisi interkuspal.

3. Penyingkiran kontak yang berlebihan pada gigi anterior pada posisi interkuspal
Dalam keadaan normal, gigi anterior hanya berkontak ringan atau tidak
berkontak sama sekali dengan gigi antagonisnya. Kontak ini dapat diperiksa dengan
menempatkan kertas artikulasi di antara gigi anterior sambil menyuruh pasien
mengatupkan gigi geliginya dalam posisi interkuspal. Seharusnya dalam keadaan
demikian kertas artikulasi dapat ditarik keluar tanpa koyak. Cara lain untuk memeriksa
kontak tersebut adalah dengan cara palpasi dengan jari yang telah dibasahi pada gigi
sewaktu pasien mengkatup-katupkan giginya pada posisi interkuspal. Pada keadaan
yang normal tidak terasa adanya fremitus atau vibrasi.
Untuk menguji apakah penyelarasan pada posisi interkuspal telah selesai, dapat
digunakan pedoman berikut:
1. Pola kontak gigi geligi sudah bilateral, stabil dengan banyak titik kontak.
2. Apabila kertas artikulasi ditaruh pada gigi posterior, terasa bahwa setiap titik kontak
yang ada sama kuatnya menahan kertas artikulasi apabila kertas tersebut ditarik.
3. Pasien tidak merasakan adanya perbedaan antara sisi kiri dengan sisi kanan apabila
dia mengkatupkan gigi gerahamnya secara pelan-pelan dengan sekuat-kuatnya.

4. Pemolesan permukaan gigi


Permukaan gigi yang telah diasah akan menjadi kasar. Untuk itu permukaan gigi yang
diasah harus dilicinkan dan dipoles sehingga terasa lebih nyaman bagi pasien.
Pemolesan gigi dengan menggunakan rubber cup white (Newman MG,2003).
.
3. CORONOPLASTY
Coronoplasty dapat didefinisikan sebagai membentuk kembali permukaan oklusi
gigi dengan pengasahan untuk menciptakan hubungan kontak yang harmonis antara
gigi geligi rahang atas dan bawah, dengan satu atau lebih prosedur berikut:
1. Mengubah bentuk gigi dengan jalan pengasahan gigi.
2. Mengubah bentuk gigi dengan jalan pembuatan restorasi.
3. Pencabutan gigi yang menimbulkan hambatan oklusal.
4. Mengubah posisi gigi dengan jalan menggerakkan gigi secara ortodonsi.
5. Mengubah relasi gigi geligi dan rahang dengan jalan bedah ortognasi.
Prosedur yang demikian dinamakan sebagai koronoplastik (coronoplasty) atau
pengasahanselektif (selective grinding) Newman MG,2003).

3.1 Indikasi coronoplasty:


a) Untuk mengurangi kekuatan traumatik pada gigi yang memperlihatkan:
- Peningkatan mobiliti atau fremitus untuk mendorong perbaikan pada
perlekatan periodontal.
- Ketidaknyamanan selama kontak oklusi atau saat berfungsi.
b) Untuk mencapai hubungan fungsional dan efisiensi pengunyahan
berhubungan dengan restorasi, orthodonti, bedah orthognati atau trauma
rahang yang diindikasikan.
c) Sebagai terapi yang mungkin mengurangi kerusakan dari kebiasaan
parafungsional.
d) Untuk membentuk kembali gigi yang berkontribusi mencederai jaringan
lunak.
e) Untuk memperbaiki hubungan tepi marginal dan tonjolan yang
berkontribusi menjadi food impaksi (Hamish T, 2007).
3.2 Kontraindikasi coronoplasty
1. Coronoplasty tanpa pengetahuan pra perawatan yang teliti, dokumentasi, dan
mengedukasi pasien.
2. Profilaksis adjustment tanpa bukti-bukti tanda dan gejala dari trauma oklusal.
3. Sebagai perawatan primer dari inflamasi mikrobial penyakit periodontal.
4. Perawatan pada pasien dengan riwayat bruxism tanpa bukti kerusakan, pathosis
atau nyeri.
5. Ketika keadaan emosional pasien mempengaruhi hasil yang baik.
6. Ekstrusi parah, kegoyangan, atau malposisi gigi yang tidak merespon hanya
dengan coronoplasty saja (Hamish T, 2007).

DAFTAR PUSTAKA
1. Hamish T. 2007. Oklusi. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran; EGC. Jakarta.
2. Carranza, Fermin A. 2006. Periodontal Respons to External Forces: in
Carranza’s Clinical Periodontology 10th Ed. St. Louis: WB. Saunders.
3. Solberg WK and Seligman DA. 1996 Coronoplasty in periodontal therapy, in:
Carranza FA Jr & Newman MG (eds), Clinical Periodontology, 8th edition,
Philadelphia, WB Saunders Co.
4. Newman MG, Takei HH, Carranza FA. 2003. Carranza’s Clinical
Periodontology. 9th ed. Missouri: Saunders. p.371.
MAKALAH TRAUMA OKLUSI, OCCLUSAL ADJUSTMENT,
CORONOPLASTY

NOSTA FERA

1112017040

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

2018-2019

Anda mungkin juga menyukai