Pasien laki-laki usia 25 tahun datang ke dokter gigi dengan keluhan sakit
pada gigi belakag bawah kanan saat mengunyah makanan dan apabila digunakan
mengunyah makanan yang keras sakit meluas sampai sendi rahang. Hasil
pemeriksaan intra oral : oral hygiene pasien baik, terdapat tumpatan amalgam di
oklusal pada gigi 45, 46 dan 47, tes tekan positif, loss attachment pada sisi bukal
dan lingual gigi 46, poket periodontal dengan kedalaman 7 mm pada sisi
mesiobukal dan mesiolingual gigi 46 dan 3 mm pada sisi mesiobukal dan
mesiolingual gigi 47, gigi goyang derajat 2 pada 46 serta terdapat bunyi clicking
pada temporo mandibular joint saat membuka dan menutup mulut. Gambaran
radiografi menunjukkan resoprsi vertikal pada akar mesial gigi 46 dan resorpsi
horisontal pada sisi mesial gigi 47, pelebaran ligamen periodontal dan lamina dura
terputus pada gigi 45, 46 dan 47. Garis putih menunjukkan lokasi dasar poket
(infrabony pocket).
1
STEP 1
1. Infrabony poket : merupakan salah satu pocket yang lebih ke apikal dari
puncak alveolar dan disertai bone loss vertikal, disebabkan oleh adanya
tekanan yang terlalu besar.
2. Clicking : kelainan yang terjadi pada TMJ yaitu terjadi bunyi klik saat
membuka atau menutup mulut.
3. Loss attachment :
hilangnya perlekatan gigi pada gingiva
hilangnya perlekatan gigi pada ligamen periodontal
4. Resorpsi vertikal : pengikisan tulang alveolar yang mengarah ke vertikal
biasanya disebabkan adanya trauma oklusi.
5. Resorpsi horizontal : pengikisan tulang alveolar secara horizontal yang
disebabkan bakteri plak dan adanya kelainan periodontal.
6. Lamina dura : merupakan garis tulang alveolar, lamina dura terlihat
radiopaque di radiography.
STEP 2
STEP 3
1. Pada skenario dijelaskan bahwa terdapat gigi goyang. Gigi yang goyang
tersebut menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan oklusi. Sehingga
2
pada nantinya ada gigi yang bekerja lebih berat. Karena adanya gigi
goyang tersebut ketidakseimbangan menyebabkan terjadinya kelainan
pada TMJ, sehingga TMJ terasa sakit saat mengunyah makanan.
Dengan adanya tekanan yang berlebihan menyebabkan syaraf pada gigi
tertekan dan merespon sebagai adanya injury sehingga terasa sakit.
Dimana syaraf yang menginervasi gigi molar bawah sama atau sejalur
dengan syaraf yang menginervasi sendi rahang sehingga menyebabkan
rasa sakit dapat menjalar hingga ke sendi rahang.
6.
3
7. Tumpatan amalgam yang tidak baik membuat akumulasi plak. Pada
gambaran radiografi terlihat tumpatan amalgam yang overfilling dan
overhanging sehingga menyebabkan trauma oklusi.
8. Poket terbentuk karena dari trauma oklusi. Poket terbentuk karena akibat
dari pelebaran ligamen periodontal. Poket terbentuk karena tumpatan
amalgam yang buruk yang menyebabkan akumulasi plak.
STEP 4
Poket Infrabony
Periodontal Poket vertikal
TFO
STEP 5
4
STEP 7
1. Ketidakseimbangan oklusi
Hambatan oklusal pada waktu oklusi sentris (kontak ke premature dan
gerak artikulasi (blocking).
Pada kondisi normal, terjadi kontak stimultan antara gigi atas dan
bawah, pada oklusi sentris maupun pada gerak artikulasi pada waktu
mandibula berfungsi. Ketidakseimbangan oklusi terjadi bila gigi yang
berkontak terlebih dahulu pada regio tersebut atau salah satu atau dua
gigi bekontak terlebih dahulu. Bila hambatan terjadi pada waktu oklusi
sentris disebut kontak prematur, sedangkan jika terjadi pada gerak
artikulasi disebut dengan blocking.
5
2. Kebiasaan buruk
Bruxism
Cleancing
Menggunakan tusuk gigi
Etiologi lainnya :
1. TFO Primer
6
lokal pada gigi tersebut yang sebelumnya sehat periodontalnya
(Carranza, 2006).
Penyebabnya yaitu :
a Pengisian dari high fillIing dan prosthetic replacement, ini
menimbulkan gaya yang sangat tinggi pada gigi antagonis dan
abutment (gigi sebelahnya).
b Perpindahan drifting dan tekanan pada gigi dalam
menghasilkan jarak dengan tidak menggantikan kehilangan
gigi.
c Perpindahan orthodontic pada gigi dalam posisi yang secara
fungsional tidak dapat diterima.
2. TFO Sekunder
7
nekrosis, bersamaan dengan pembentukan abses periodontal, atau
dapat tetap berlangsung sebagai gejala bebas, kondisi kronis.
2. Trauma bersifat kronis
Hasi dari kekuatan internal (kontak premature, grinding).
Berkembang sebagai hasil dari perubahan sedikit demi sedikit pada
oklusi, berkaitan dengan penggunaan gigi yang berlebihan,
perpindahan drifting, dan tekanan pada gigi, kombinasi dengan
kebiasaan seperti bruxism dan clenching.
mobilitas gigi
ketidaknyamanan pengunyahan atau saat tes perkusi
gangguan dari lamina dura dan resorbsi akar
kelainan TMJ
pelebaran ligamen periodontal
Angular bone loss
infrabony pocket
(Carranza, 2015)
8
Gambar6. Contoh trauma Oklusi Primer
2. Trauma oklusal sekunder
Efek kekuatan oklusal normal maupun berlebih pada periodonsium
yang sakit, terjadi ketika kapasitas adaptif periodonsium berkurang
karena telah ada kelainan sistemis atau kehilangan tulang.
Trauma sekunder mengurangi area perlekatan periodontal dan
mengubah pengaruh dari jaringan sisanya. Jaringan periodontium
menjadi lebih mudah terkena luka, dan ketahanan gaya oklusal yang
baik sebelumnya menjadi traumatik.
(Carranza, 2002)
Berdasarkan efek :
9
perkusi, dan peningkatan mobilitas gigi. Bila tekanan oklusalnya
dikurangi, luka akan sembuh dan gejala di atas akan berkurang. Bila
tidak, luka periodontal akan bertambah parah dan menjadi nekrosis,
yang diikuti oleh pembentukan abses periodontal, atau menjadi kronis
dan tanpa gejala. Trauma akut juga dapat menyebabkan pecahnya
sementum.
2. Trauma Kronis (Chronic TFO)
Biasanya disebabkan oleh perubahan pada oklusi karena ausnya
gigi, drifting, dan ekstrusi, ditambah dengan parafungsi. Gaya oklusal
tidak terlalu besar, tetapi terus-menerus menekan dan mengiritasi
jaringan periodontal.
Berdasarkan etiologi :
1. TFO Primer
Adalah gaya oklusal berlebihan pada jaringan periodontal yang
sehat (tidak ada migrasi apikal dari epitel jungsional atau kehilangan
jaringan ikat gingiva). Salah satu contohnya adalah TFO karena
penempatan restorasi atau insersi fixed bridge atau partial denture.
Perubahan yang tampak adalah penebalan ligament periodontal,
mobilitas gigi, bahkan nyeri. Perubahan ini reversible bila trauma
dihilangkan.
2. TFO Sekunder
Adalah gaya oklusal abnormal pada jaringan periodontal tidak
sehat yang telah lemah karena adanya periodontitis. TFO sekunder
terjadi pada gigi yang jaringan periodontalnya telah mengalami
migrasi apikal epitel jungsional dan kehilangan perlekatan. Gigi
dengan jaringan periodontal yang tidak sehat dan terinflamasi,
ditambah gaya oklusal yang berlebihan akan mengalami kehilangan
tulang dan pembentukan poket yang cepat.(Ferdi, 2004)
10
oklusi meningkatkan perkembangan terjadinya penyakit periodontal.
Trauma oklusi primer pada struktur periodontal yang sehat tetapi
menyebabkan kerusakan tulang terjadi (traumatic deep bite) dapat menjadi
penyebab terjadinya periodontitis yang ditandai dengan terbentuknya
poket. Poket terjadi karena trauma oklusi di interpretasikan sebagai
adaptasi dari ligamen periodontal dan tulang terhadap trauma oklusi.
Stage1: Injury
Besar lokasi dan pola kerusakan jaringan tergantung pada besar,
frekuensi dan arah gaya yang menyebabkan kerusakan tersebut. Di dalam
sekenario terdapat tumpatan amalgam yang overfilling sehingga akan
mengakibatkan trauma oklusi dimana tekanan berlebih yang ringan akan
menstimulasi resopsi pada tulang alveolar disertai terjadinya pelebaran
ruang ligamen periodontal. Tegangan berlebih yang ringan juga
menyebabkan pemanjangan serat-serat ligamen periodontal serta aposisi
tulang alveolar. Pada area dimana terdapat peningkatan tekanan, jumlah
pembuluh darah akan berkurang dan ukurannya mengecil.
Sedangkan pada area yang keteganganya meningkat, pembuluh
darahnya akan membesar. Tekanan yang besar akan menyebabkan
terjadinya perubahan pada jaringan periodonsium, dimulai dengan tekanan
dari serat-serat yang menimbulkan area hyalinisasi. Kerusakan fibroblast
dan kematian sel-sel jaringan ikat kemudian terjadi yang mengarah kepada
area nekrosis pada ligamen periodontal. Perubahan pembuluh darah
terjadi: selama 30 menit, hambatan dan stase (penghentian) pembuluh
darah terjadi: selama dua sampai tiga jam, pembuluh darah terlihat
bersama eritrosit yang mulai terbagi menjadi kepingan-kepingan dan
dalam waktu antara satu hingga tujuh hari, terjadi disintegrasi dinding
pembuluh darah dan melepaskan isinya kejaringan sekitarnya.pada
keadaan ini terjadi peningkatan resopsi tulang alveolar permukaan gigi.
Stage2: Repair
11
Perbaikan selalu terjadi secara konstan dalam jaringan periodonsium
yang normal dan trauma oklusi menstimulasi peningkatan aktivitas
perbaikan. Jaringan yang rusak dihilangakan, sel-sel dan serat-serat
jaringan ikat, tulang dan sementum dibentuk dalam usaha untuk
mengantikan jaringan periodonsium yang rusak.
12
fungsional. Kegoyangan gigi merupakan tanda klinis dari sifat viskoelastis
ligamen dan respon fungsional. Tekanan oklusal yang ringan dan juga
intermitten akan menstimulasi terjadinya pelebaran ligamen periodontal.
Sedangkan pada tekanan yang besar dan tiba-tiba akan menyebabkan
terjadinya perubahan pada jaringan periodonsium,dimulai dengan tekanan
dari serat-serat yang menimbulkan area hyalinisasi. Kerusakan fibroblas
dan kematian sel-sel jaringan ikat kemudian mengarah terjadinya nekrosis
dan kehilangan perlekatan pada ligamen periodontal (Deas, 2006).
Tulang
Sebagai unsur pokok kerangka orang dewasa, jaringan tulang
menyangga struktur berdaging, melindungi organ-organ vital seperti yang
terdapat di dalam tengkorak dan rongga dada, dan menampung sumsum
tulang, tampak sel-sel darah dibentuk. Tulang juga berfungsi sebagai
cadangan kalsium, fosfat dan ion lain yang dapat dilepaskan atau disimpan
dengan cara terkendali untuk mempertahankan konsentrasi ion-ion penting
ini di dalam cairan tubuh (Junqueira dan Carneiro, 2007).
13
Tulang adalah jaringan ikat khusus yang terdiri atas materi antarsel
berkapur, yaitu matriks tulang dan tiga jenis sel : osteosit, yang terdapat di
rongga-rongga (lakuna) di dalam matriks; osteoblas, yang menyintesis
unsur organik matriks, dan osteoklas, yang merupakan sel raksasa
multinuklear yang terlibat dalam resorpsi dan remodeling jaringan tulang
(Junqueira dan Carneiro, 2007).
Osteoimunologi
Istilah osteoimunologi adalah berkaitan dengan sistem imun dan
metabolisme tulang. Baik sistem imun dan metabolisme tulang akan
melibatkan regulasi sitokin dan molekul-molekul lainnya dalam jumlah
banyak. Saat ini regulasi dari molekul-molekul tersebut dikaitkan dengan
Receptor Activator ofNuclear Factor Kappa B Ligand (RANKL),
Receptor Activator of Nuclear FactorKappa B (RANK) dan
Osteoprotegerin (OPG) (Bartold et al., 2010).
RANKL adalah mediator kunci terjadinya pembentukan osteoklas.
RANKL merupakan membrane-bound protein adalah anggota dari TNF
(tumornecrosis factor) yang diekspresikan oleh bermacam sel seperti
osteoblas, fibroblas dan sel limfosit. Pada metabolisme tulang normal,
RANKL diekspresikan oleh osteoblas (Bartold et al., 2010). Pada
inflamasi, RANKL juga diekspesikan oleh sel imun adaptif seperti sel
limfosit T dan sel limfosit B yang teraktivasi (Kajiya et al., 2010).
Ekspresi RANKL juga diregulasi oleh modulator metabolisme tulang
seperti paratiroid hormon, vitamin D dan IL-11 (Interleukin-11). Ikatan
RANKL dengan reseptornya yaitu RANK mengaktifkan
osteoklastogenesis. (Bartold et al., 2010).
OPG adalah inhibitor alami untuk menghambat ikatan RANKL
denganRANK. Reseptor RANK terdapat pada pre-osteoklas maupun pada
osteoklas. OPG merupakan pecahan dari TNF receptor-like molecule
dengan bertindak sebagai perangkap dan memblokir ikatan RANKL dan
RANK mencegahosteoklastogenesis. OPG diproduksi oleh sel-sel ligamen
periodontal, fibroblasgingiva dan sel-sel epitel dan ekspresi OPG di
14
modulasi oleh sitokin inflamasi. Hambatan ikatan RANKL dengan RANK
oleh OPG dapat memicu apoptosis dari osteoklas sehingga menurunkan
proses resorpsi tulang (Bartold et al., 2010).
15
RANKL dan OPG berperan pada survival dan apoptosis osteoklas.
Reseptor RANKL adalah RANK, kontak antara osteoblas atau sel stromal
dan progenitor osteoklas menyebabkan interaksi antara RANKL dengan
RANK yang berperan penting pada pembentukan dan aktivasi osteoklas.
Osteoblas dan sel stromal juga memproduksi OPG yang akan mengikat
RANKL. Ikatan OPG dan RANKL menghambat ikatan antara RANKL
dengan RANK, sehingga tidak terjadi pembentukan osteoklas (Salari et
al., 2008).
Pada kondisi patologis, sitokin pro-inflamasi dan prostaglandin dapat
meningkatkan osteoklastogenesis. PGE2 yang dikeluarkan oleh osteosit
dan osteoblas matur dan juga hasil dari sintesis AA dari diet omega-6
maupun sitokin pro-inflamasi menstimulasi peningkatan produksi RANKL
oleh osteoblas dan menekan produksi OPG. Sitokin pro-inflamasi seperti
IL-1, IL-6 dan TNF- berperan dalam diferensiasi dan aktivasi osteoklas,
sedangkan prostaglandin bekerja melalui metabolit prostaglandin yang
secara aktif ditranspor menuju sel untuk selanjutnya mengatur fungsi sel.
Selain itu, prostaglandin berikatan dengan reseptor yang menginduksi
transduksi sinyal dan selanjutnya mengatur fungsi sel. PGE2 menginduksi
16
secara intensif terjadinya resorpsi tulang (Salari et al., 2008; Maggio et al.,
2009).
Pada reaksi inflamasi maupun imunologik banyak substansi berupa
hormon dan faktor pertumbuhan yang dilepaskan oleh limfosit T dan B
maupun oleh sel-sel lain yang berfungsi sebagai sinyal interselular yang
mengatur aktivitas sel yang terlibat dalam respon imun dan respon
inflamasi lokal maupun sistemik terhadap rangsangan dari luar. Sekresi
substansi itu dibatasi sesuai kebutuhan. Substansi-substansi tersebut secara
umum dikenal dengan nama sitokin (cytokine). Substansi yang dilepaskan
oleh limfosit disebut limfokin sedangkan yang disekresikan oleh monosit
disebut monokin. Sitokin diketahui berperan dalam patofisiologi inflamasi
berbagai jenis penyakit (Kresno, 2010).
Prinsip inflamasi yang menyebabkan kehilangan tulang pada
periodontitis dan ditambah dengan aktivitas osteoklas, tanpa diikuti
dengan pembentukan tulang oleh osteoblas. Osteoklas adalah multisel
yang berasal dari monosit atau makrofag dan merupakan sel penting yang
berperan terhadap resorpsi tulang. Penelitian tentang kekurangan osteoklas
pada tikus, menunjukkan peran sangat penting dari sel dalam resorpsi
tulang. Osteoklas multinuklear telah menunjukkan resorpsi tulang alveolar
pada hewan dan manusia akibat penyakit periodontitis. Pembentukan
osteoklas didorong oleh keberadaan sitokin pada jaringan periodontal yang
telah terinflamasi dan terjadi secara lokal pada daerah permukaan tulang
melalui beberapa mekanisme. Fibroblas dan limfosit (sel T dan sel B yang
teraktivasi) akan memproduksi RANKL distimulasi oleh adanya sitokin
pro-inflamasi. Sitokin ini pula secara langsung mengaktifkan monosit
berdiferensiasi menjadi makrofag dan juga pre-osteoklas untuk selanjutnya
menjadi osteoklas matur melalui ikatan RANKL dengan RANK. Gambar
2.8 menunjukkan sitokin inflamasi yang terlibat dalam resorpsi tulang
alveolar (Bartold et al., 2010).
Selama proses inflamasi, sitokin pro-inflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-
11, IL-17 dan TNF- dapat menginduksi osteoklastogenesis dengan cara
meningkatkan ekspresi RANKL sementara produksi OPG akan menurun
17
pada osteoblas / sel stroma, sebaliknya mediator anti-inflamasi sperti IL-13
18
Tipe poket ini dibentuk oleh pembesaran gingiva tanpa disertai
destruksi jaringan periodontal sekitar. Sulkus mengalami pendalaman
akibat peningkatan pembesaran gingiva. Tipe poket ini terjadi bersama
dengan destruksi jaringan periodontal pendukung. Bertambah
dalamnya poket secara progresif menyebabkan destruksi jaringan
periodontal dan gigi menjadi goyang dan tanggal.
2. Poket Periodontal
Tipe poket yang terbentuk sebagai akibat proses penyakit atau
degenerasi yang menyebabkan junctional epithelium bermigrasi ke
apikal sepanjang sementum. Struktur poket periodontal bertambah
dalam (tingkat perlekatan) terlibat berupa sementum, ligamen
periodontal dan tulang alveolar. Poket periodontal dibagi
berdasarkan posisi poket terhadap tulang alveolar dengan dasar
poket suprabony atau infrabony.
a. Suprabony (Suprakrestal atau supraalveolar)
Suprabony bagian dasar poket ini berada di koronal pada
tulang alveolar. Gambaran poket periodontal suprabony:
o Dasar poket berada di koronal pada tulang alveolar
o Pola destruksi tulang pendukung pada arah
horizintal
o Secara interproksimal, fiber transeptal yang
direstorasi selama penyakit periodontal progresif
tersusun secara horizontal pada ruang antara dasar
poket dan tulang alveolar.
o Pada permukaan fasial dan lingual, fiber ligamen
periodontal di bawah poket mengikuti jalur
horizontal-oblik normal antara gigi dan tulang.
b. Infrabony (infrabony, subkrestal atau intraalveolar)
Infrabony bagian dasar poket berada di apikal dari tinggi
tulang alveolar sekitar. Pada tipe poket kedua ini, dinding
poket lateral terdapat di antara permukaan gigi dan tulang
alveolar. Poket dapat melibatkan satu, dua atau lebih
permukaan gigi dan dapat memiliki kedalaman berbeda dan
tipe pada permukaan berbeda dari gigi yang sama dan pada
bagian aproksimal ruang interdental yang sama.
Gambaran poket periodontal infrabony:
19
o Dasar poket berada di bawah atau apikal dari crest
tulang alveolar. Intra berarti terletak di dalam
tulang.
o Pola destruksi tulang pendukung pada arah vertikal
(angular)
o Secara interproksimal, fiber transeptal tersusun pada
arah oblik daripada horizontal. Fiber tersebut
meluas dari sementum di bawah dasar poket
sepanjang tulang alveolar dan di atas crest alveolar
terhadap sementum gigi sekitar.
o Pada permukaan fasial dan lingual, fiber ligamen
periodontal mengikuti pola angular tulang sekitar.
Ligamen periodontal meluas dari sementum di
bawah dasar poket sepanjang tulang alveolar, dan di
atas crest alveolar dan menyatu dengan periosteum
terluar.
DAFTAR PUSTAKA
Fedi PF. Jaringan Periodontal. In : Silabus Periodonti. 4th ed. Fedi PF, Vernin
20
AR, Gray JL editors. Jakarta: EGC. 2004.
21
LAMPIRAN
Definisi Oklusi
Oklusi berasal dari kata occlusion, yang terdiri dari dua kata yakni oc
yang berarti ke atas (up) dan clusion yang berarti menutup (closing). Jadi
occlusion adalah closing up atau menutup ke atas. Dengan demikian
pengertian oklusi adalah berkontaknya gigi geligi rahang atas dengan
permukaan gigi geligi rahang bawah pada saat kedua rahang tersebut
menutup (Sinaga, BA. 2011).
Pada tahun 1907, Angle menyimpulkan pandangannya bahwa
oklusi merupakan dasar pengetahuan ortodonti. Bentuk tonjol gigi, mahkota,
akar gigi, dan struktur jaringan pengikat gigi disusun sedemikian rupa untuk
tujuan utama yaitu oklusi. Angle mendefinisikan oklusi sebagai hubungan
normal dari dataran miring permukaan oklusal gigi geligi atas bawah apabila
rahang atas dan rahang bawah menutup (Sinaga, BA.2011).
Definisi lain dari oklusi adalah perubahan hubungan permukaan
gigi geligi pada maksila dan mandibula, yang terjadi selama pergerakan
mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada kedua
rahang. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental system,
skeletal system, dan muscular system (Soeyoto. 2009).
Oklusi antara gigi-gigi rahang atas dan bawah dapat terjadi oleh karena
aktifitas otot-otot kunyah. Semua otot-otot mastikasi atau kunyah berfungsi
pada semua pergerakan mandibula, baik untuk fase kontraksi maupun
relaksasi. Adapun otot-otot yang berperan di dalam proses mastikasi adalah :
M. Temporalis (elevator), M. Masseter (elevator), M. Disgastric (ant.Belly)
(depressor), M. Pterygoideus Eksternus (depressor), M Pterygoedeus Internus
(elevator), M. Mylohyoideus (depressor), M. Geniohyoid (depressor).
22
Konsep Dasar Oklusi
1. Oklusi Seimbang
Oklusi dikatakan baik/benar apabila hubungan kontak antara
gigi geligi pada rahang bawah (RB) dan rahang atas (RA) memberikan
tekanan yang seimbang pada kedua sisi rahang, baik dalam keadaan
sentrik, maupun eksentrik (Suhartini, dkk. 2016).
2. Oklusi Morfologik
Oklusi dikatakan baik/benar dinilai melalui hubungan antara
gigi geligi pada rahang bawah dan rahang atas pada saat gigi tersebut
berkontak. Konsep ini menitikberatkan pada sisi morfologiknya saja
(Suhartini, dkk. 2016).
3. Oklusi Fungsional
Konsep ini menyatakan bahwa efektifitas fungsional tak dapat
ditentukan oleh gubungan hirroglyphics (cusp, ridge, dan groove)
saja, tetapi ada keserasian antara komponen yang berperan dalam
proses terjadinya kontak antara gigi geligi tersebut.
1. Oklusi ideal
Oklusi dikatakan ideal apabila susunan gigi dalam lengkung
rahang teratur dengan baik serta terdapat hubungan yang harmonis
antara gigi rahang atas dengan rahang bawah, hubungan seimbang
antar gigi, tulang rahang, terhadap tengkorak, dan otot sekitarnya yang
dapat memberikan keseimbangan fungsional sehingga memberikan
estetika yang baik (Sinagar, BA. 2011)
2. Oklusi normal
Menurut Leory Johnson menggambarkan oklusi normal sebagai
suatu kondisi oklusi yang berfungsi secara harmonis dengan proses
metabolic untuk mempertahankan struktur penyangga gigi dan rahang
berada dalam keadaan sehat. Oklusi gigi-geligi secara normal dapat
dikelompokkan dalam 2 jenis, yaitu:
a. Oklusi statik
Merupakan hubungan gigi geligi rahang atas (RA) dan
rahang bawah (RB) dalam keadaan tertutup atau hubungan daerah
23
kunyah gigi-geligi dalam keadaan tidak berfungsi (statik). Pada
oklusi statik, hubungan cusp fungsional gigi geligi posterior
(premolar) berada pada posisi cusp to marginal ridge dan cusp
fungsional gigi molar pada posisi cusp to fossa. Sedang pada
hubungan gigi anterior dapat ditentukan jarak gigit (overjet) dan
tinggi gigit (overbite) dalam satuan milimeter (mm). Jarak gigit
(overjet) adalah jarak horizontal antara incisal edge gigi incisivus
RA terhadap bidang labial gigi insisivus pertama RB. Dan tinggi
gigit (overbite) adalah jarak vertikal antara incisal edge RB sampai
incisal edge RA (Suhatini, dkk. 2011).
b. Oklusi dinamik
Merupakan hubungan antara gigi geligi RA dan RB pada saat
seseorang melakukan gerakan mandibula ke arah lateral (samping)
ataupun kedepan (antero-posterior). Oklusi dinamik timbul akibat
gerakan mandibula ke lateral, kedepan (anterior) dan kebelakang
(posterior). Oklusi yang terjadi karena pergerakan mandibula ini
sering disebut artikulasi. Pada gerakan ke lateral akan ditemukan
sisi kerja (working side) yang ditunjukan dengan adanya kontak
antara cusp bukal RA dan cusp molar RB; dan sisi keseimbangan
(balancing side). Working side dalam oklusi dinamik digunakan
sebagai panduan oklusi (oklusal guidance), bukan pada balancing
side (Suhartini, dkk. 2011).
3. Oklusi sentrik
Posisi kontak maksimal dari gigi geligi pada waktu mandibula
dalam keadaan sentrik, yaitu kedua kondisi berada dalam posisi
bilateral simetris di dalam fossanya. Sentris atau tidaknya posisi
mandibula ini sangat ditentukan oleh panduan yang diberikan oleh
kontak antara gigi pada saat pertama berkontak. Keadaan ini akan
mudah berubah bila terdapat gigi supra posisi ataupun overhanging
restoration (Suhartini, dkk. 2011).
24
a. Intercupal Contact Position (ICP), adalah kontak maksimal antara gigi
geligi dengan antagonisnya
b. Retruded Contact Position (RCP), adalah kontak maksimal antara gigi
geligi pada saat mandibula bergerak lebih ke posterior dari ICP, namun
RB masih mampu bergerak secara terbatas ke lateral.
c. Protrusif Contact Position (PCP) adalah kontak gigi geligi anterior
pada saat RB digerakkan ke anterior
d. Working Side Contact Position (WSCP) adalah kontak gigi geligi pada
saat RB digerakkan ke lateral.
25
netral atau tidak tegang. Posisi ini dianggap konstan untuk tiap individu
(Suhartini, dkk. 2011).
Klasifikasi Maloklusi
>Menurut Angle
Gigi molar pertama permanen dan kaninus permanen adalah gigi yang
digunakan sebagai dasar untuk menentukan klasifikasi maloklusi dilihat dari
sisi sagital.
Klas I Angle (Neutroklusi)
Tonjol mesiobukal molar pertama rahang atas berkontak dengan
lekukan bukal molar pertama permanen rahang bawah. Kaninus
terletak di antara caninus dan premolar pertama rahang bawah.
Lengkung geligi rahang atas mempunyai hubungan mesio-distal
yang normal.
26
daripada lengkung rahang atas. Terdapat gigitan terbalik
anterior.
27
dapat terlampaui, timbul ketegangan pada otot, ketidakserasian fungsi, dan
disfungsi mandibula (Haryo Mustiko, 2008).
28
oklusi perubahan oklusi selalu menghasilkan suatu perubahan
kooerdinasi otot-otot.
Perubahan oklusal yang tidak sesuai dengan aksi otot-otot dan
TMJ selalu menghasilkan hiperaktivitas otot dan perubahan
posisi diskus. Kehilangan gigi anterior, khususnya gigi kaninus
menyebabkan pola oklusal menjadi lebih datar karena
berkurangnya tinggi tonjolan. Hal tersebut menyebabkan
berkurangnya tinggi gigitan dan dimensi vertikal. Pengurangan
dimensi vertikal menyebabkan dislokasi diskus ke anterior. Hal
ini terjadi pada saat membuka mulut kondil bergerak kedepan
mendorong diskus ke anterior sehingga terjadi lipatan dari
diskus. Pada keadaa tertentu dimana diskus tidak dapat
didorong lagi, kondilus akan melompati lipatan tersebut dan
bergerak ke bawah diskus. Lompatan itu akan menyebabkan
bunyi klik.
29
Ekstrusi gigi antagonis akan menagkibatkan kurva spee berubah
menjadi bergelombang. Hal ini tanpa disadari akan menimbulkan
benturan antara gigi bawah dan gigi atas saat mandibula bergerak
fungsional dan non fungsional. Benturan-benturan ini secara
bertahap akan menimbulkan disintegrasi dalam sistem kondil
diskus, sehingga timbul gejala kliking (Haryo Mustiko, 2008).
b Closed lock
Merupakan akibat dari pergeseran diskus ke anterior yang terus
bertahan. Bila pita posterior dari diskus yang mengalami deformasi
tertahan di anterior processus condylaris, akan terbentuk barier
mekanis untuk pergeseran processus condylaris yang normal. Jarak
antar insisal jarang melebihi 25mm, tidak terjadi translasi, dan
fenomena clicking hilang. Closed lock dapat terjadi sebentar-
sebentar dengan disela oleh clicking dan locking, atau bisa juga
bersifat permanen. Pada kondisi persisten, jarak antara insisal secara
bertahap akan meningkat akibat peregangan dari perlekatan posterior
discus yang disertai dengan osteoarthritis pada processus condylaris
dan eminentia articularis.Terdapat juga keadaan dimana closed lock
bersifat akut yangmana Keadaan closed lock yang akut biasanya
diakibatkan oleh trauma yang menyebabkan processus condylaris
terdorong ke posterior dengan akibat terjadi cedera pada perlekatan
posterior. Rasa sakit atau tidak enak yang ditimbulkannya dapatsangat
parah.
30
c Asimetri kondil
Posisi mandibula pada akhir gerakan menutup mulut sangat
ditentukan oleh panduan yang diberikan oleh geseran kontak antara
gigi-geligi bawah dan gigi-geligi atas setelah dicapai kontak pertama
antara kedua lengkung gigi-geligi tersebut. Bila geseran kontak
tersebut lancar dan terjadi bersamaan antara semua gigi posterior posisi
mandibula akan stabil. Apabila ada kontak prematur antara salah satu
gigi, maka geseran kontak tersebut akan menjadi tidak lancar, dan
mungkin akan membuat mandibula harus menyimpang dari pola
gerakannya yang normal, sehingga posisi akhir yang dicapainya juga
akan menyimpang dari normal. Apabila penyimpangan ini berjalan
lama maka posisi akhir kondilus kanan dan kiri akan menjadi asimetri
yang diikuti oleh diskus artikularnya (Haryo Mustiko, 2008).
d Arthritis TMJ
Selain pada kehilangan gigi antrior, pada kehilangan gigi posterior
juga dapat mendukung terjadinya kelainan TMJ berupa arthritis yaitu
sebagai predisposisi, karena kehilangan gigi posterior menyebabkan
tekanan lebih besar terjadi pada sendi akibat menggigit hanya
menggunakan gigi anterior.
31