Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat yang mengalami kelainan pada bagian palatalnya, sering
dijumpai saat ini, dimana kelainan ini biasanya terjadi karena bawaan dari
lahir. Salah satu contoh pada kasus bayi yang terdapat kelainan palatal,
sehingga membuat bayi mudah tersedak saat minum susu maupun susah
bernafas. Celah pada palatum yang terjadi akibat kegagalan penyatuan
palatum baik dari jaringan lunak, komponen tulang bagian atas, tulang
alveolar, palatum keras dan lunak biasanya berbentuk celah dan terjadi pada
usia kehamilan 7-12 minggu, karena celah pada garis tengah palatumterjadi
karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu akibat terdapatnya kelainan dalam
perkembangan embriotik (Carpenitto, 1995).Lubang pada palatal dapat
menimbulkan gangguan pada saat berbicara maupun mengunyah makanan.
Dengan adanya kasus defek membutuhkan suatu alat untuk meringankan
defeknya melalui protesa maksilofasial obturator (Razek, 1980).
Defek pada wajah dapat ditangani dengan hasil yang memuaskan bila
ditangani sendini mungkin secara multidisiplin, baik bidang Kedokteran
Umum maupun Kedokteran Gigi. Obturatordapat digunakan untuk menutupi
defek pada rahang atas dansebagai penyekat antara rongga mulut, sinus dan
rongga hidung. Tanpa adanya obturator ini maka makanan dan cairan dapat
masuk ke arah sinus dan rongga hidung sampai ke faring, laring hingga ke

paru-paru sedangkan udara yang menerobos melalui defek tersebut akan


menimbulkan bunyi sengau (nasal speech)/(Federick, 1978).
Obturator adalah sebuah protesis buatan yang benar-benar meniru
langit-langit mulut untuk menutup celah pada palatal (langit-langit mulut).
Obturator palatal merupakan prostetis jangka pendek yang digunakan untuk
menutup cacat palatum keras atau lunak yang dapat mempengaruhi produksi
saliva pada saat makan (Borzabadi, 2012 : 400).
Obturator fungsional merupakan suatu obturator yang pembuatannya
terdapat gigi tiruan untuk menggantikan bagian gigi yang hilang, untuk
membantu dalam pengunyahan dan estetik.Sedangkan obturator non
fungsional adalah suatu obturator yang dibuat hanya untuk lobang itu tertutup
biasanya digunakan pada orang baru operasi kangker. (Koyama S, 2005)
Pembuatan suatumaksilofasial prostesis obturator adalah alat yang
dibuat untuk mengembalikan fungsi, memperbaiki estetik, fonetik, dan
memperbaiki fungsi fisiologisnya, serta mengembalikan kesehatan jaringan
keras maupun jaringan lunak yang ada untuk persiapan operasi maksilofasial
tahap berikutnya. Bila tujuan ini tercapai maka akan mempermudah penderita
untuk kembali menyesuaikan diri dengan masyarakat yang umumnya
penderita ini memiliki tekanan psikososial yang kurang baik (Rahn dan
Boucher, 1978).
Obturator memiliki beberapa tahap pembuatanmulai dari penerimaan
model, pembuatan model malam, penanaman kuvet, selanjutnya dilakukan
dengan pemberian gula/selapis malam untuk membuat ruangan udara,

penutupan dengan bahanSelf Cured acrylic, penanaman, packing akrylic,


hingga sampai finishing dan poleshing. Tujuannya untuk membantu dalam
pengunyahan dan menutup defek agar tetap bersih (Kayoma S, 2005 : 635
dan Kumar, 2013 : 6).
Proses pembuatan obturator dengan teknik gula, dilakukan mulai dari
pencetakan model kerja,mengambar garis outline pada model kerja,Block
Out, pembuatan cengkeram, selanjutnya pembuatan lempeng dibuat
mengikuti defek yang terdapat pada model kerja, pembuatan galanggang gigi,
penyusunan anasir gigi, packing acrylic haed cured, pemberian gula pada
defek atau lubang untuk mendapatkan rongga udara didalam

obturator,

ditutup dengan self cured, dan gula dilepas dengan cara direndam dalam air
panas,penanaman dan packing acrylic. Finishing dan polishing (Kumar,
2013)
Proses pembuatan obturator dengan teknik selapis malam, dilakukan
mulai dari pencetakan model kerja,mengambar garis outline pada model
kerja,Block Out, pembuatan cengkeram, pembuatan lempeng dibuat
mengikuti defek yang terdapat pada model kerja, pembuatan galanggang gigi,
penyusunan anasir gigi, pemberian selapis malam merah di atas defek atau
lubang. Pemberian selapis malam merah ini bertujuan untuk memberi
ruangan udara pada obturator. Sebelum melakukan packing, penutupan
dengan self cured. (KayomaS, 2005 : 635 dan Kumar, 2013 : 6).
Prosedur pembuatan hollow dilakukan dengan menggunakan gula dan
selapis malam merah, seperti yang sudah dijelaskan di atas.Pemberian

malammerah atau gula pada tahap

setelah packing acrylic head cured.

(Kayoma S, 2005 : 635 dan Kumar, 2013 : 7).


Syarat-syarat obturator fungsional umumnya pada lengkung rahang
atas. Sebuah obturator harus ringan, stabil, tidak menyebabkan iritasi,
nyaman, sederhana dalam desain, mudah dilepas, dan mampu memulihkan
baik kontur dan fungsi fisiologis, seperti berbicara dan menelan. Pada setiap
prosedur pembuatan obturator memiliki tingkat kegagalan yang berbedabeda.obturator yang paling banyak memenuhi syarat ideal memiliki tingkat
kegagalan yang lebih rendah dibandingkan dengan obturator yang hanya
dapat memenuhi sedikit syarat ideal tersebut (Madhumathi, 2014).
Sehingga penulis ingin meneliti perbandingan tingkat kegagalan
proses pembuatan obturator fungsional dengan teknik gula dan selapis malam
merah pada prosedur pembuatan hollow.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah,
yaitu perbandingan tingkat kegagalan proses pembuatan obturator non
fungsional dengan menggunakan teknik gula dan selapis malam merah pada
prosedur pembuatanhollow.
1.3 Batasan Masalah
Didalam Karya Tulis Ilmiah ini hanya membahas perbandingan
tingkat kegagalan proses pembuatan obturatordengan menggunakan teknik
gula dan selapis malam merah pada tahap hollow.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum

Untuk menambahpengetahuan tentang prosedur pembuatan obturator.


1.4.2 Tujuan khusus.
Untuk menambah pengetahuan tentang proses pembuatan obturator
dan perbandingan tingkat kegagalan proses pembuatan obturator non
fungsional dengan menggunakan teknik gula dan selapis malam merah pada
prosedur pembuatan hollow.
1.5 ManfaatPenelitian
Menambah pengetahuan dalam bidang KedoteranGigi, khususnya
di jurusan D-IIITeknik Gigi, yang berkaitan dengan tingkat kegagalan proses
pembuatan obturator,dengan menggunakan teknik gula serta selapis malam
merah pada prosedur pembuatan hollow, diharapkan dapat digunakan sebagai
dasar penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada penulisan Bab II di Proposal Karya Tulis Ilmiah ini menjelaskan


beberapa hal yang berhubungan dengan perbandingan tingkat kegagalan proses
pembuatan obturator fungsional menggunakan teknik gula dan selapis malam
pada prosedur pembuatan hollow.
2.1 Defek
Defek merupakan celah palatum bibir, defek disebabkan oleh
faktor keturunan, perawinan keluarga, terjadinya trauma, obat-obatan dan
hiponutrisi saat ibu mengandung, trauma akibat kecelakaan, Sehingga
berakibat kegagalan bergabungnya kedua bagian palatum kanan dan kiri
yang dapat disebabkan oleh karena lidah, jarak antara tonjolan mesioderm
yang akan membentuk membentuk maksila saat berkembang pada minggu
ketujuh, Defek atau cacat tersebut akan menyebabkan gangguan, antara lain
gangguan pada fungsi pengunyahan, penelanan dan bicara.Selain itu, akibat
tindakan pembedahan ini dapat juga mempengaruhi psikologis pasien, karena
berhubungan dengan masalah estetik dan trauma mental.Alat yang digunakan
sebagai

protesa

makilofasial

ini

dikenal

dengal

istilah

obturator.Obturatoradalah protesayang digunakan untukmenutup defek atau


cacatrahang atas danuntuk mengembalikan pembatasyang menghubungkan
antararongga mulut, sinus atau rongga hidung. (Miller, 2013 : 231).

2.2 Pengertian Obturator


Obturator adalah sebuah alatyang digunakan untuk menutup
sebuah lubang langit- langit (defek maksila), serta menggantikan bagian

gigi yang hilang. Biasanya pasien datang dalam keadaan sumbing, sehingga
dibuatkan plat yang menutup permukan palatal dan dapat dilepas jika perlu.
Obturator palatum adalah suatu protesa yang digunakan untuk menutup
jaringan yang terbuka secara kongenital, terutama bagian palatum keras
atau lunak serta struktur alveolar yang berdekatan.Protesa ini digunakan
untuk membantu proses pengucapan, memperbaiki artikulasi yang
diakibatkan oleh kelainan. Protesa ini digunakan dalam keadaan
kekurangan jaringan apabila masih terdapat pembukaan pada bagian
palatum. Protesa ini sangat dibutuhkan pada pasien dengan kelainan cleft
palate atau pada pasien yang mengalami trauma pada bagian palatumnya.
Selain itu, protesa obturator palatum sering digunakan sebagai obturator
interim yaitu suatu protesa sementara sehingga pembukaan pada bagian
palatum tertutup dengan sempurna(Miller, 2013 : 231).

2.3Macam-macam obturator
2.3.1 Obturator Fungsional
2.3.2 Obturator non Fungsional
2.4 Syarat-syarat Ideal Obturator Fungsional
Syarat-syarat obturator fungsional umumnya pada lengkung rahang
atas. Sebuah obturator harus ringan, tidak porus, tidak menyebabkan iritasi,
nyaman, sederhana dalam desain, , stabil, mudah dilepas, dan mampu
memulihkan baik kontur dan fungsi fisiologis, seperti berbicara dan menelan.
Pada setiap prosedur pembuatan obturator memiliki tingkat kegagalan yang

berbeda-beda.obturator yang paling banyak memenuhi syarat ideal memiliki


tingkat kegagalan yang lebih rendah dibandingkan dengan obturator yang
hanya dapat memenuhi sedikit syarat ideal tersebut (Madhumathi, 2014).

Sebuah obturator harus ringan maka perlu diberikan ruangan udara


didalan defek tersebut mengunakan teknik gula dan teknik selapis malam
merah, porus, sesuai bentuk anatomi. Pada setiap prosedur pembuatan
obturator memiliki tingkat kegagalan yang

berbeda-beda.obturator yang

paling banyak memenuhi syarat ideal memiliki tingkat kegagalan yang lebih
rendah dibandingkan dengan obturator yang hanya dapat memenuhi sedikit
syarat ideal tersebut (Madhumathi, 2014).
2.3 Proses Pembuatan Obturator Dengan Teknik Gula
2.3.1Pencetakan Model kerja
pencetakan model dari alginat yang mendapatkan cetakan gips
yang digunakan untuk model kerja.pencetakan dilakukan dengan baik
dengan cara diketuk-ketuk disaat memasukan gips agar

tidak terjadi

gelembung udara yang terjebak atau porus (Kumar, 2013 : 3).


2.3.2 Block Out
Block out adalah mengurangi daerah undercut yang tidak
menguntungkan pada model kerja agar protesa dapat keluar masuk dengan
mudah. Daerah yang tidak menguntungkan diblock out dengan gips. Gips
diaduk hinnga rata kemudian block out pada daerah defek yang ber-

undercut pada model kerja dengan adukan gips, dibuat merata, rapih dan
haluskan pada daerah yang dianggap memiliki undercut(Kumar, 2013 : 3)
2.3.3 Pembuatan Cengkeram
Cengkeram adalah bagian dari komponen-komponen yang
berhubungan dengan protesa gigi tiruan maupun obturator, biasanya
terbuat dari kawat atau logam tuang yang melingkari serta menyentuh
sebagian besar keliling gigi penjangkaran.Cengkram yang digunakan
dalam pembuatan obturator ini adalah sebagai retensi dan stabilisasi
(Kumar, 2013 : 3)
2.3.4 Pembuatan Pola Malam
1. Model kerja dibasahi agar wax tidak menempel
2. Batas-batas basis dibuat pada model kerja
3. Dua lembar base plate wax untuk basis dilunakkan dengan api spritus
tapi jangan sampai meleleh
4. Setelah wax lunak, diaplikasikan pada model kerja sesuai batas yang
sudah dibuat dan bagian yang berlebih dipotong
5. Model malamnya mengikuti lubang (defek) yang ada
6. Lihat bagian pola malam apakah ketebalannya sudah rata dan tidak
ada bagian pola malam yang terlalu tipis. Jika masih ada bagian yang
terlalu tebal, ambil atau tipiskanlah bagian pola malam tersebut dan
sesuaikan ketebalannya. Jika terlalu tipis, tambahkan lagi pola
malam(Kumar,2013 : 3).
2.3.5

Penyusunan Gigi
Penanaman model kerja di lakukan di artikulator, kemudian dilakukan
penyusunan gigi. Setelah penyusunan elemen gigi rahang atas selesai, cek
terbih dahulu syarat inklinasi mesiodistal dan anterior-posteriornya, serta

dilihat dari bidang oklusal, tepi incisal gigi anterior atas berada di atas linger
rahang dan sesauai lengkung linger rahang. Posisi cengkram dipasang
kembali dengan benar. Guratan-guratan pada permukaan pola malam di
hilangkan dengan cara kapas dibasahi dengan spritus, lalu di gosok,
kemudian dilakukan pemolesan kembali (Kumar, 2013 : 4).
2.3.6 Flasking
1. Model kerja dipoles dengan mengkilat.
2. Permukaan dalam cuvet diolesi vaseline tipis agar model mudah
dikeluarkan dari cuvet pada saat deflasking.
3. Aduklah adonan gips dengan ketentuan pabrik, kemudian letakkan
dicuvet bagian bawah lalu model ditanam dalam cuvet tersebut
4. Permukaan gips dibuat landai dan sisa gips ditepi cuvet harus
dibersihkan. Permukaan gips diolesi dengan vaseline kecuali plat
malam,elemen gigi akrilik, dan cengkram.
5. Cuvet atas dipasang lalu isi dengan adonan gips kedua dan tuangkan
kedalam cuvet sampai penuh sambil diketuk secara perlahan-lahan
agar gips dapat masuk ke daerah yang sempit lalu pres sampai
kelebihan gips keluar metal to metal kontak.
6. Setelah gips mengeras maka siap untuk melakukan presos boiling
out(Kumar, 2013 : 3).
2.3.7Boiling Out
1. Air dipanaskan sampai mendidih lalu cuvet yang telah dipasang di
behel dimasukkan ke dalam panci dan diamkan selama + 5 menit.
Kemudian cuvet diangkat dan dibuka dengan pisau malam lalu sisa wax
disiram dengan air panas agar tidak ada residu.

10

2. Setelah proses boiling out selesai, kemudian mendapatkan mould space.


Serpihan gips dibersihkan dan tepi-tepi tajam dirapihkan(Kumar, 2013 :
3).
Packing
1. Sebelum melakukan packing, sebaiknya permukaan gips yang masih
hangat diolesi CMS kecuali pada elemen gigi dan cengkram.
2. Alat dan bahan harus disiapkan terlebih dahulu.
3. Adonan akrilik dibuat dengan menggunakan wet method, yaitu
mencampurkan monomer dan polimer kedalam mixing jar.
4. Adonan akrilik diaduk dengan mnggunakan lecron lalu ditutup.
5. Setelah adonan akrilik mencapai dough stage, dibentuk menjadi
gulungan kemudian diaplikasikan kedalam mould space dengan jari
tangan lalu plastic cellophane diletakkan di antara cuvet atas dan cuvet
bawah disatukn kemudian dipres.
6. Pres dilakukan secara perlahan-lahan sampai metal to metal kontak
agar akrilik dapat mengalir ke semua daerah dan kelebihannya mengalir
keluar cuvet.
7. Cuvet dibuka lalu kelebihan akrilik yang menempel dibersihkan
kemudian cellophane diletakkan kembali dan dilakukan pres kedua.
8. Cuvet dibuka dan apabila tidak ada kelebihan akrilik, akrilik diolesi
dengan liquid kemudian dilakukan pres terakhir tanpa cellophane.
3. Proses curing siap untuk dilakukan(Kumar, 2013 : 3).

2.3.9Curing
1. Air dipanaskan sampai mendidih lalu cuvet yang telah dipasang pada
behel dimasukkan kedalam panci tersebut dan didiamkan selama 1 jam.
2. Kompor dimatikan, kemudian behel yang brisi cuvet diangkat dan
didiamkan sampai kembali pada suhu kamar(Kumar, 2013 : 4).

11

2.3.10 Deflasking
1. Cuvet dibuka setelah suhu mendingin atau normal.
2. Protesa dipisahkan dari gips dengan menggunakan pisau gips secara
hati-hati agar protesa tidak patah(Kumar, 2013 : 4).

2.3.11 Pemberian Gula Untuk Membuat Hollow


Pemberian gula dilakukan untuk mengisi hollow/lubang, pada
rongga tersebut, untukmendapatkan rongga udara didalam setelah
dipacking. Tujuan pemberian hollow/lubang tersebut agar obturator
yang dibuat menjadi lebih ringan (Kumar, 2013 : 3).
2.3.12 Penutupan Dengan Self Cured
Ditutup dengan self cure dan di beri lubang untuk mengeluarkan
gula di rendam air panas. Air panas disiramkan di atas akrilik yang
sudah di beri hollow maka, gula yang cair akan keluar dengan
sendirinya (Kumar, 2013 : 3).
2.3.13 Finishing Dan Poleshing
Protesa dibersihkan dari sisa-sisa gips. Bagian yang tajam
dirapihkan dan dibulatkan dengan menggunakan akrilik trimmer bur.
Bagian interdental permukaan protesa dibersihkan dan dibentuk
dengan fissure buretampa merusak anatomi yang telah dibut. Protesa
diamplas dengan menggunakan amplas kasar dan amplas halus.

12

Protesa dipoles dengan menggunakan cone dan pumice. Poles yang


kedua dilakukan dengan menggunakan sikat hitam dan pumice. Apa
bila permukaan protesa sudah tidak ada guratan-guratan, dilanjutkan
dengan menggunakan poles terakhir menggunakan sikat putih dan
cryt. Protesa dibersihkan dari sisa bahan poles dengan dicuci bersih.
Protesa dikembalikan kedokter gigi untuk melakukan insersi
(Kumar, 2013 : 6).
2.4 Proses Pembuatan Obturator Dengan Teknik Selapis Malam Merah
2.4.1 Pencetakan Model Kerja
Pencetakan model dari alginatyang mendapatkan cetakan
gips yang digunakan untuk model kerja.Pencetakandilakukan
dengan baik dengan cara diketuk-ketuk disaat memasukan gips
agar tidak terjadi gelembung udara yang terjebak atau porus
(Kumar, 2013 : 3).
2.4.2 Block Out
Block out adalah mengurangi daerah undercut yang tidak
menguntungkan pada model kerja agar protesa dapat keluar masuk
dengan mudah. Daerah yang tidak menguntungkan diblock out dengan
gips. Gips diaduk hinnga rata kemudian block out pada daerah defek
yang ber-undercut pada model kerja dengan adukan gips, dibuat
merata, rapih dan haluskan pada daerah yang dianggap memiliki
undercut.(Kumar, 2013 : 3)
2.4.3 Pembuatan Cengkeram

13

Cengkeram adalah bagian dari komponen-komponen yang


berhubungan dengan protesa gigi tiruan maupun obturator, biasanya
terbuat dari kawat atau logam tuang yang melingkari serta
menyentuh sebagian besar keliling gigi penjangkaran.Cengkram
yang digunakan dalam pembuatan obturator ini adalah sebagai
retensi dan stabilisasi (Kumar, 2013 : 3)
2.4.4
1.
2.
3.

Pembuatan Pola Malam


Model kerja dibasahi agar wax tidak menempel
Batas-batas basis dibuat pada model kerja
Dua lembar base plate wax untuk basis dilunakkan dengan api

spritus tapi jangan sampai meleleh


4. Setelah wax lunak, diaplikasikan pada model kerja sesuai batas yang
sudah dibuat dan bagian yang berlebih dipotong
5. Model malamnya mengikuti lubang (defek) yang ada
6. Lihat bagian pola malam apakah ketebalannya sudah rata dan tidak
ada bagian pola malam yang terlalu tipis. Jika masih ada bagian yang
terlalu tebal, ambil atau tipiskanlah bagian pola malam tersebut dan
sesuaikan ketebalannya. Jika terlalu tipis, tambahkan lagi pola
malam(Kumar,2013 : 3).
2.4.5

Penyusunan Gigi
Penanaman model kerjadilakukan di artikulator,kemudian
dilakukan penyusunan gigi. Setelah penyusunan elemen gigi rahang
atas selesai, cek terbih dahulu syarat inklinasi mesiodistal dan
anterior-posteriornya, serta dilihat dari bidang oklusal, tepi incisal
gigi anterior atas berada di atas linger rahang dan sesi lengkung
linger rahang. Posisi cengkram dipasang kembali dengan benar.

14

Guratan-guratan pada permukaan pola malam di hilangkan dengan


cara kapas dibain dengan spritus, lalu di gosok, kemudian dilakukan
pemolesan kembali (Kumar, 2013 : 4).
2.4.6 Flasking
1. Model kerja dipoles dengan mengkilat.
2. Permukaan dalam cuvet diolesi vaseline tipis agar model mudah
dikeluarkan dari cuvet pada saat deflasking.
3. Aduklah adonan gips dengan ketentuan pabrik, kemudian letakkan
dicuvet bagian bawah lalu model ditanam dalam cuvet tersebut
4. Permukaan gips dibuat landai dan sisa gips ditepi cuvet harus
dibersihkan. Permukaan gips diolesi dengan vaseline kecuali plat
malam,elemen gigi akrilik, dan cengkram.
5. Cuvet atas dipasang lalu isi dengan adonan gips kedua dan tuangkan
kedalam cuvet sampai penuh sambil diketuk secara perlahan-lahan
agar gips dapat masuk ke daerah yang sempit lalu pres sampai
kelebihan gips keluar metal to metal kontak.
6. Setelah gips mengeras maka siap untuk melakukan presos boiling
out(Kumar, 2013 : 3).
2.4.7 Boiling Out
1. Air dipanaskan sampai mendidih lalu cuvet yang telah dipasang
dibehel dimasukkan ke dalam panci dan diamkan selama + 5 menit.
Kemudian cuvet diangkat dan dibuka dengan pisau malam lalu sisa
wax disiram dengan air panas agar tidak ada residu.
2. Setelah proses boiling out selesai, kemudian mendapatkan mould
space. Serpihan gips dibersihkan dan tepi-tepi tajam dirapihkan
(Kumar, 2013 : 3).
2.4.8

Packing

15

1. Sebelum melakukan packing, sebaiknya permukaan gips yang masih


hangat diolesi CMS kecuali pada elemen gigi dan cengkram.
2. Alat dan bahan harus disiapkan terlebih dahulu.
3. Adonan akrilik dibuat dengan menggunakan wet method, yaitu
mencampurkan monomer dan polimer kedalam mixing jar.
4. Adonan akrilik diaduk dengan mnggunakan lecron lalu ditutup.
5. Setelah adonan akrilik mencapai dough stage, dibentuk menjadi
gulungan kemudian diaplikasikan kedalam mould space dengan jari
tangan lalu plastic cellophane diletakkan di antara cuvet atas dan
cuvet bawah disatukn kemudian dipres.
6. Pres dilakukan secara perlahan-lahan sampai metal to metal kontak
agar akrilik dapat mengalir ke semua daerah dan kelebihannya
mengalir keluar cuvet.
7. Cuvet dibuka lalu kelebihan akrilik yang menempel dibersihkan
kemudian cellophane diletakkan kembali dan dilakukan pres kedua.
8. Cuvet dibuka dan apabila tidak ada kelebihan akrilik, akrilik diolesi
dengan liquid kemudian dilakukan pres terakhir tanpa cellophane.
9. Proses curing siap untuk dilakukan(Kumar, 2013 : 3).

2.4.9Curing
1. Air dipanaskan sampai mendidih lalu cuvet yang telah dipasang pada
behel dimasukkan kedalam panci tersebut dan didiamkan selama 1 jam.
2. Kompor dimatikan, kemudian behel yang brisi cuvet diangkat dan
didiamkan sampai kembali pada suhu kamar(Kumar, 2013 : 4).

2.4.10 Deflasking
1. Cuvet dibuka setelah suhu mendingin atau normal.
2. Protesa dipisahkan dari gips dengan menggunakan pisau gips secara
hati-hati agar protesa tidak patah(Kumar, 2013 : 4).

16

2.4.11 Pemberian Selapis Malam Merah Untuk Membuat Hollow


Pemberian selapis malam merah dilakukan untuk menutup
hollow/lubang, mengisi rongga tersebut, untuk mendapatkan rongga udara
didalam setelah dipacking. Tujuan pemberian hollow/lubang tersebut agar
obturator yang dibuat menjadi lebih ringan (Kumar, 2013 : 3)
2.3.12 Penutupan Dengan Self Cured acrylic
Ditutup dengan self cure dan dan bagian yang masih kasar dihilangkan
dengan frizer(Kumar, 2013 : 3).
2.3.13 Finishing Dan Poleshing
Protesa dibersihkan dari sisa-sisa gips. Bagian yang tajam dirapihkan
dan dibulatkan dengan menggunakan akrilik trimmer bur. Bagian interdental
permukaan protesa dibersihkan dan dibentuk dengan fissure burtanpa
merusak anatomi yang telah dibuat. Protesa diamplas dengan menggunakan
amplas kasar dan amplas halus. Protesa dipoles dengan menggunakan cone
dan pumice. Poles yang kedua dilakukan dengan menggunakan sikat hitam
dan pumice. Apabila permukaan protesa sudah tidak ada guratan-guratan,
dilanjutkan dengan menggunakan poles terakhir menggunakan sikat putih
dan cryet. Protesa dibersihkan dari sisa bahan poles dan dicuci bersih.
Protesa dikembalikan ke Dokter Gigi untuk melakukan insersi ke pasien
(Kumar, 2013).

17

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini yang dilakukan adalah penelitian eksperimental
laboratorium, yaitu, meneliti tingkat kegagalan proses pembuatan obturator
fungsional dengan menggunakan tenik gula dan selapis malam merah pada
proses pembuatan hollow, tingkat kegagalan dalam proses pembuatan
obturator fungsional ini berdasarkan syarat-syarat obturator. Obturato yang
memiliki banyak syarat ideal maka memiliki tingkat kegagalan lebih rendah
dibandingkan dengan obturator yang hanya dapat memenuhi sedikit syarat
ideal tersebut.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

18

Pembuatan di alakukan di laboratorium Teknik Gigi Institut Ilu Kesehatan


Bhakti Wiyata Kediri Jawa Timur (IIK) pada tanggal 14 Agustus 2015 sampai
selesai.
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan dilaboratorium D-III Teknik Gigi Institut Ilmu
Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilalukan mulai tanggal 14 Agustus 2015 sampai selesai.

3.3 Sampel
3.3.1 Kriteria Sampel
Kriteria sampel dan elemen anasirnya disamakan (homogen).
Kelompok sampel yang digunakan adalah proses pembuatan obturator
Fungsional menggunakan gula dan selapis malam merahyang harus
memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Sampel yang digunakan adalah dua kelompok sampel obturator
fungsional dengan kelainan claft palate kelas I yaituDefek pada kelas
ini berada disepanjang garis median pada rahangatas dan gigi yang
tersisa hanya pada satu sisi lengkung rahang.
7654321|1234567

19

Gambar 3.1
Defek Rahang Atas Kelas I

2. Sampel kelompok I : prosedur pembuatan obturator fungsional dengan


menggunakan teknik gula yang dilalakukan dengan pemberian gula
padaprosedur hollow agar mendapatkan rongga udara.
3. Sampel kelompok II : prosedur pembuatan obturator fungsional
dengan menggunakan teknik selapis malam merah yang dilakukan
dengan pemberian
selapis malam merah di atas defek sebelum ditutup self cured acrylic
3.3.2 Jumlah Sampel
Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini 8 sampel terdiri
dari :
1. Kelompok sampel menggunakan teknik gula 4 sampel
2. Kelompok sampel menggunakan teknik malam merah 4
sampel
3.4 Variabel Penelitian

20

a. Variabel bebas : proses pembuatan obturator fungsional menggunakan


teknik`gula dan selapis malam merah
b. Variabel terikat : perbandingan tingkat kegagalan proses pembuatan
obturator fungsional menggunakan teknik gula dan selapis malam
merah.
3.5 DefinisiOperasional.
a. Obturator fungsional
Obturator fugsional

merupakan

suatu

obturator

yang

pembuatanya terdapat gigi tiruan untuk menggantikan bagian gigi


tiruan yang hilang, untuk membantu dalam pengunyahan dan
statik (Koyama S, 2005 : 635).
b. Teknik gula
Teknik gula merupakan proses pembuatan obturarpada
tahappembuatan defek (hollow) untuk memberikan ruangan udara
pada obturator dengan cara gula dituangkan ke dalam defek guna
untuk memberikan ruangan udara pada obturator
c. Teknik Selapis malam
Teknik selapis malam merah merupakan tahap

proses

pembuatan obturator pada tahap pembuatan defek (hollow)


dengan cara selapis malam merah diletakan di atas defek sesuai
bentuk dan anatominya sebelum penutupan self cured acrylic.
d. Tahap pembuatan hollow
Gula di masukan ke dalam defek dan ditutupi dengan acrilik self
cured/ selapis malam merah diletakan diatas defek sebelum
ditutupi arilik self cured
e. Tingkat kegagalan ideal obturator

21

3.6 Alat Dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Alat Penelitian
1. Brender
2. Bowl
3. Spatula
4. Tang Adam
5. Tang Potong
6. Alat untuk merebus/panci
7. Kompor pisau model
8. Kuvet dan pres kuvet
9. Hydrolic pres
10. Artikulator
11. Articulation paper
12. Pisau malam
13. Pisau gips
14. Pisau model
15. Pengaris
16. Micromotor
17. Stright handpiece
18. Freezer
19. Kertas amplas halus dan kasar
20. Mesin pulas
21. plastic cellophane
22. Lampu spiritus
23. Stone biru dan hijau
24. trimmer bur
b. Bahan penelitian
1. Self cure akrylic
2. Head cure akrylic
3. Gips biru
4. Liquid
5. Gips putih
6. Malam merah
7. Gula
8. Vaceline
9. Pumice
10. Cryet

22

3.7 Tahap Penilitian

3.7.1

Persiapan Sampel
Prosedur Persiapan Obturator Fungsional
1. Teknik Gula
2. Teknik Selapis Malam Merah

3.7.2

Perkelompokan Sampel
a. Sampel yang menggunakan teknik gula (4 sampel)
b. Sampel yang menggunakn teknik selapis malam merah 4 sampel)
3.7.3 Perbandingan Tingkat Kegagalan
Pada dua kelompok sampel penelitian, dilakukan perbandingan
tingkat

kegagalan

prosedur

pembuatan

obturator

fungsional

menggunakan teknik gula dan selapis malam pada prosedur pembuata


hollow. Perbandingan tingkat kegagalan pada kedua sampel penelitian

23

tersebut dilakukan

dengan berpedoman pada syarat-syarat ideal

obturator.

3.8 Cara Kerja


3.8.1 proses pembuatan obturator dengan teknik gula
a. Pecetakan Model Kerja

Gambar 3.2
percetakan model (Kumar, 2013 : 3).
b. block Out
c. Pembuatan Cengkeram
d. Pembuatan Pola Malam

e. Penyusunan Gigi

Gambar 3.3 pola malam dan penyusuan gigi (Madhumathi, 2014 dan Kumar, 2013
:3)

24

f. Flasking
1. Model kerja dipoles dengan mengkilat.
2. Permukaan dalam cuvet diolesi vaseline tipis agar model
mudah dikeluarkan dari cuvet pada saat deflasking.
3. Aduklah adonan gips dengan ketentuan pabrik, kemudian
letakkan dicuvet bagian bawah lalu model ditanam dalam cuvet
tersebut
4. Permukaan gips dibuat landai dan sisa gips ditepi cuvet harus
dibersihkan. Permukaan gips diolesi dengan vaseline kecuali
plat malam,elemen gigi akrilik, dan cengkram.
5. Cuvet atas dipasang lalu isi dengan adonan gips kedua dan
tuangkan kedalam cuvet sampai penuh sambil diketuk secara
perlahan-lahan agar gips dapat masuk ke daerah yang sempit
lalu pres sampai kelebihan gips keluar metal to metal kontak.
6. Setelah gips mengeras maka siap untuk melakukan presos
boiling out(Kumar, 2013 : 3).

Gambar 3.4Flasking(kumar,2013 : 3).

g. Boilling Out
25

1. Air dipanaskan sampai mendidih lalu cuvet yang telah dipasang


dibehel dimasukkan ke dalam panci dan diamkan selama + 5
menit. Kemudian cuvet diangkat dan dibuka dengan pisau
malam lalu sisa wax disiram dengan air panas agar tidak ada
residu.
2. Setelah proses boiling out selesai, kemudian mendapatkan
mould space. Serpihan gips dibersihkan dan tepi-tepi tajam
dirapihkan (Kumar, 2013 : 3).

Gambar 3.5Boilling Out(kumar,2013 : 3).


h. packing
1. Sebelum melakukan packing, sebaiknya permukaan gips yang
masih hangat diolesi CMS kecuali pada elemen gigi dan
cengkram
2. Alat dan bahan harus disiapkan terlebih dahulu.
3. Adonan akrilik dibuat dengan menggunakan wet method, yaitu
mencampurkan monomer dan polimer kedalam mixing jar.
4. Adonan akrilik diaduk dengan mnggunakan lecron lalu ditutup.
5. Setelah adonan akrilik mencapai dough stage, dibentuk menjadi
gulungan kemudian diaplikasikan kedalam mould space dengan
jari tangan lalu plastic cellophane diletakkan di antara cuvet atas
dan cuvet bawah disatukn kemudian dipres.

26

6. Pres dilakukan secara perlahan-lahan sampai metal to metal


kontak agar akrilik dapat mengalir ke semua daerah dan
kelebihannya mengalir keluar cuvet.
7. Cuvet dibuka lalu kelebihan akrilik yang menempel dibersihkan
kemudian cellophane diletakkan kembali dan dilakukan pres
kedua.
8. Cuvet dibuka dan apabila tidak ada kelebihan akrilik, akrilik
diolesi dengan liquid kemudian dilakukan pres terakhir tanpa
cellophane.
9. Proses curing siap untuk dilakukan(Kumar, 2013 : 3).

Gambar 3.6 packing acrylic


i. Curing
1. Air dipanaskan sampai mendidih lalu cuvet yang telah dipasang
pada behel dimasukkan kedalam panci tersebut dan didiamkan
selama 1 jam.
2. Kompor dimatikan, kemudian behel yang brisi cuvet diangkat
didiamkan sampai kembali pada suhu kamar(Kumar, 2013 : 4).

27

Gambar 3.7Curing/ penggodokan akrilik

j. Deflasking
1. Cuvet dibuka setelah suhu mendingin atau normal.
2. Protesa dipisahkan dari gips dengan menggunakan pisau gips
secara hati-hati agar protesa tidak patah

Gambar 3.8Deflasking (Madhumathi, 2014)


k. Pemberian Gula Membuat Hollow
1. Gula di masukan ke dalam hollow
2. Tujuan pemberian hollow/lubang tersebut agar obturator yang
dibuat menjadi lebih ringan

Gambar 3.9 Pemberian Gula (Madhumathi, 2014)

l. Penutupan dengan self cured


1. Liquid diisi kedalam syringe
2. Powder di tuangkan di atas gula
3. Liquid yang diisi didalam syringe diteteskan diatas powder
sampai merata

28

4. Menunggu sampai setenggah seting


5. Bagian yang masih kurang ditambahkan powder dan diteteskan
liquid
6. Ditutup dengan self cure dan di beri lubang untuk
mengeluarkan gula
7. gula di rendam air panas
8. Air panas disiramkan di atas akrilik
9. Gula yang cair akan keluar dengan sendirinya

Gambar 3.10 penutupan dengan self cured (Madhumathi, 2014)

m. Finishing & Poleshing


1. Protesa dibersihkan dari sisa-sisa gips.
2. Bagian yang tajam dirapihkan dan dibulatkan dengan
menggunakan akrilik trimmer bur. Bagian interdental
permukaan protesa dibersihkan dan dibentuk dengan fissure
bur dan round bur kecil tanpa merusak anatomi yang telah
dibuat.
3. Protesa diamplas dengan menggunakan amplas kasar dan
amplas halus.
4. Protesa dipoles dengan menggunakan sikat hitam dan
purmice.
5. Poles yang kedua dilakukan dengan menggunakan felcone
dan pumice.

29

6. Apabila permukaan protesa sudah tidak ada guratan-guratan,


dilanjutkan dengan menggunakan poles terakhir
menggunakan sikat putih dan CaCO3.
7. Protesa dibersihkan dari sisa bahan poles.
8. Protesa dikembalikan ke dokter ggi untuk melakukan
insersi.

Gambar 2.11. Finishing Dan Poleshing(Kumar, 2013 : 6).


3.8.2 proses pembuatan obturator dengan teknik selapis malam merah
a. Pecetakan Model Kerja

Gambar 3.12Percetakan Model(Kumar, 2013 : 3)


b. block Out
1. Pembuatan Cengkeram
2. Pembuatan Pola Malam
3. Penyusunan Gigi

30

Gambar 3.13 pola malam dan penyusuan gigi (Madhumathi, 2014 dan Kumar,
2013 : 3 )

c. Flasking
1. Model kerja dipoles dengan mengkilat.
2. Permukaan dalam cuvet diolesi vaseline tipis agar model mudah
dikeluarkan dari cuvet pada saat deflasking.
3. Aduklah adonan gips dengan ketentuan pabrik, kemudian letakkan
dicuvet bagian bawah lalu model ditanam dalam cuvet tersebut
4. Permukaan gips dibuat landai dan sisa gips ditepi cuvet harus
dibersihkan. Permukaan gips diolesi dengan vaseline kecuali plat
malam,elemen gigi akrilik, dan cengkram.
5. Cuvet atas dipasang lalu isi dengan adonan gips kedua dan tuangkan
kedalam cuvet sampai penuh sambil diketuk secara perlahan-lahan
agar gips dapat masuk ke daerah yang sempit lalu pres sampai
kelebihan gips keluar metal to metal kontak.
6. Setelah gips mengeras maka siap untuk melakukan presos boiling
out(Kumar, 2013 : 3).

31

Gambar 3.14 Flasking(kumar,2013 : 3).


d. Boilling Out
1. Air dipanaskan sampai mendidih lalu cuvet yang telah dipasang dibehel
dimasukkan ke dalam panci dan diamkan selama + 5 menit. Kemudian
cuvet diangkat dan dibuka dengan pisau malam lalu sisa wax disiram
dengan air panas agar tidak ada residu.
2. Setelah proses boiling out selesai, kemudian mendapatkan mould space.
Serpihan gips dibersihkan dan tepi-tepi tajam dirapihkan (Kumar, 2013 :
3).

Gambar 3.15Boilling Out(kumar,2013 : 3).


e. packing
1. Sebelum melakukan packing, sebaiknya permukaan gips yang masih
hangat diolesi CMS kecuali pada elemen gigi dan cengkram
2. Alat dan bahan harus disiapkan terlebih dahulu.

32

3. Adonan akrilik dibuat dengan menggunakan wet method, yaitu


mencampurkan monomer dan polimer kedalam mixing jar.
4. Adonan akrilik diaduk dengan mnggunakan lecron lalu ditutup.
5. Setelah adonan akrilik mencapai dough stage, dibentuk menjadi gulungan
kemudian diaplikasikan kedalam mould space dengan jari tangan lalu
plastic cellophane diletakkan di antara cuvet atas dan cuvet bawah
disatukn kemudian dipres.
6. Pres dilakukan secara perlahan-lahan sampai metal to metal kontak agar
akrilik dapat mengalir ke semua daerah dan kelebihannya mengalir keluar
cuvet.
7. \Cuvet dibuka lalu kelebihan akrilik yang menempel dibersihkan
kemudian cellophane diletakkan kembali dan dilakukan pres kedua.
8. Cuvet dibuka dan apabila tidak ada kelebihan akrilik, akrilik diolesi
dengan liquid kemudian dilakukan pres terakhir tanpa cellophane.
9. Proses curing siap untuk dilakukan(Kumar, 2013 : 3).

Gambar 3.16packing acrylic


f. Curing
1. Air dipanaskan sampai mendidih lalu cuvet yang telah dipasang pada
behel dimasukkan kedalam panci tersebut dan didiamkan selama 1
jam.
2. Kompor dimatikan, kemudian behel yang brisi cuvet diangkat
didiamkan sampai kembali pada suhu kamar(Kumar, 2013 :

33

Gambar 3.17Curing/

penggodokan akrilik

g. Deflasking
1. Cuvet

dibuka

setelah

suhu

mendingin atau normal.


2. Protesa dipisahkan dari gips dengan menggunakan pisau gips secara
hati-hati agar protesa tidak patah

Gambar 3.18 Deflasking (Madhumathi, 2014)

h. Pemberian Selapis malam merah Membuat Hollow


1. Malam merah dipotong sesuai lubang yang ada
2. Selapis malam merah yang sudah dipotong diletakan diatas lubang
sesuai dengan bentuknya
3. Penutupan dengan self cured
4. Tujuan pemberian hollow/lubang tersebut agar obturator yang dibuat
menjadi lebih ringan

i. Finishing & Poleshing


1. Protesa dibersihkan dari sisa-sisa gips.

34

2. Bagian yang tajam dirapihkan dan dibulatkan dengan menggunakan


akrilik trimmer bur. Bagian interdental permukaan protesa dibersihkan
dan dibentuk dengan fissure bur dan round bur kecil tanpa merusak
3.
4.
5.
6.

anatomi yang telah dibuat.


Protesa diamplas dengan menggunakan amplas kasar dan amplas halus.
Protesa dipoles dengan menggunakan sikat hitam dan purmice.
Poles yang kedua dilakukan dengan menggunakan felcone dan pumice.
Apabila permukaan protesa sudah tidak ada guratan-guratan, dilanjutkan
dengan menggunakan poles terakhir menggunakan sikat putih dan

CaCO3.
7. Protesa dibersihkan dari sisa bahan poles.
8. Protesa dikembalikan ke dokter ggi untuk melakukan insersi.

Gambar 2.19. Finishing Dan Poleshing(Kumar, 2013 : 6).


3.9 Analisis Data
a. Penelitian

yang

dilakukan

adalah

penelitian

dengan

jumlah

keseluruhan 8 sampel yang dibagi ke dalam 2 kelompok dengan


jumlah masing-masing kelompok,4 sampel
b. Masing-masing hasil angka yang didapat pada setiap kelompok akan di
ambil nilai rata-ratanya, kemudian dibandingkan.
c. Skoring :
4 = Stabil, tidak porus, ringan, mudah di lepas.
3 = Stabil, tidak porus, ringan,

35

2 = Stabil, tidak porus


1 = Stabil
0 = Tidak memenuhi syarat obturator.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1

Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian di laboratorium Teknik Gigi Institut Ilmu
Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

(IIK). Tentang Perbandingan Tingkat

Kegagalan Proses Pembuatan Obturator Fungsional Menggunakan Teknik


Gula dan Selapis Malam Merah

Pada Prosedur Pembuatan Hollow

mendapatkan hasil seperti pada tabel berikut:

36

Hasil Tingkat Kegagalan Proses Pembuatan Obturator


Dengan Menggunakan Teknik Gula Da Malam Merah
NO

Nilai skor

Nilai skor

sampel

Teknik Gula

Teknik Selapis Malam Merah

1
2
3
4
Nilai rata-

3
4
3
4
3,5

2
1
1
2
1,5

rata

Tabel 4.1 Hasil


Dari hasil rata-rata di atas didapatkan hasil yang mendukung adalah dengan
mengunakan teknik gula, sehinga teknik ini cocok dalam pembuatan
obturatorclaft plate untuk menutupi hollow pada palatal. Dan perbedaan angka
yang didapatkan pada tabel 4.1 di atas menunjukan bahwa obturator yang
menggunakan teknik gula lebih memenuhi syarat ideal dibandinkan dengan teknik
malam merah.

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel di atas didapatkan hasil pada
proses pembuatan obturator menggunakan teknik gula yaitu stabil, tidak porus,
ringan, mudah dilepas, di bandinkang dengan teknik yang menggunakan selapis
malam merah. Hal ini dikarenakan gula lebih cepat meleleh pada saat disiram air

37

panas dan mudah keluar. Sedangkan teknik yang menggunakan selapis malam
merah lebih berat, hal ini dikarenakan malam merah tidak bisa meleleh saat
disiram air panas. Malam merah yang digunakan untuk menupi defek sebelum di
tutupi dengan self cured tidak bisa keluar dari defek, sehingga dapat memberikan
beban untuk obturator dan obturator bisa menjadi berat.
Pada setiap prosedur pembuatan obturator memiliki tingkat kegagalan
yang berbeda. Obturator yang paling banyak memenuhi syarat ideal memiliki
tingkat kegagalan yang lebih rendah dibandingkan dengan obturator yang hanya
dapat memenuhi syarat ideal tersebut. Maka pada penelitian ini yang banyak
memenuhi syarat ideal dengan memiliki tingkat kegagalan yang lebih rendah yaitu
obturator non fungsional dengan menggunakan teknik gula untuk prosedur
pembuatan hollow dapat disarankan teknisi gigi

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikkut :
a.

Sampel A (teknik menggunakan gula) obturator


lebih stabil, tidak porus, ringan, mudah dilepas,
dibandingkan dengan teknik yang mengunakan
selapis malam merah

38

b. Sampel B (teknik selapis malam merah) kurang


memenuhi syarat ideal dibandinkang dengan sampel
A
5.1 Saran
Mengingat hasil di atas, disarankan dalam pembuatan Obturator
fungsional maupun non fungsional sebaiknya menggunakan teknik gula dalam
pembuatan hollow. Karena obturator dengan teknik gula mempunyai syarat ideal
stabil, lebih ringan, tidak porus, mudah dilepas. Dan penulis berharap untuk
peniliti selanjutnya khususnya dibidang teknik gigi dapat meneliti lebih lanjut
mengenai tenik pembutan obturator lainya bila teknik pembuatn obturator tersebut
lebih baik.

39

Anda mungkin juga menyukai