Anda di halaman 1dari 34

LITERATUR REVIEW

PERAWATAN ENDODONTIK REGENERATIF PADA GIGI


IMATUR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin Sebagai Salah Satu Syarat untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Gigi

CHATARINA RANNU ALLOLINGGI

J011171523

DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2020
LITERATUR REVIEW

PERAWATAN ENDODONTIK REGENERATIF PADA GIGI IMATUR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin

Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Gigi

CHATARINA RANNU ALLOLINGGI

J011171523

DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2020

i
ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh karena

berkat, tuntunan, kekuatan serta kasih dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ”Perawatan Endodontik

Regeneratif pada Gigi Imatur”. Penyusun menyadari sepenuhnya kesederhanaan

dari segi bahasa terlebih pada pembahasan materi ini.

Semoga dengan terselesaikannya literature review ini dapat memberikan

manfaat kepada kita semua, dan penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan

saran dari pembaca untuk dijadikan sebagai bahan perbaikan kedepannya.

Dengan penuh kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak

dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak sehingga penulis

ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Orang tua tercinta Ir. Dominicus Ony Allolinggi dan drg. Juniati

Bandaso, serta kedua saudara Theresia Ratte Allolinggi dan Veronika

Marampa Allolinggi atas segala doa, dukungan, nasihat, motivasi serta

perhatian yang sangat besar dan berharga yang telah diberikan kepada

penulis hingga saat ini.

2. drg. Nurhayaty Natsir, Ph.D., Sp.KG(K) selaku pembimbing skripsi yang

telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan

bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis selama penyusunan skripsi.

3. drg, Muhammad Ruslin, M.Kes., Ph.D., Sp.BM(K) selaku Dekan

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.

4. drg. Fuad Husain Akbar, M.Kes, Ph.D selaku penasehat akademik yang

selalu memberi motivasi dan dukungan selama perkuliahan.

iv
5. Segenap Dosen/Staf Pengajar dan Staf Pegawai Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Hasanuddin yang telah memberikan ilmu dengan tulus

dan sabar kepada penulis sehingga bisa sampai pada tahap sekarang ini.

6. Teman-teman seperjuangan literature review bagian konservasi gigi (UBI)

Jenisa, Gele, dan Indang yang telah banyak mendukung dan membantu

dalam penyelesaian literature ini.

7. Teman-teman seperjuangan Bea, Anita, Kezia, Reni, Mega, Michelle,

Yosi , Kak Yuri, Aurel, Nia, Ilen, Dion, Rafly, Arya, Melati, Uni, Agum,

Hujar dan Yandra yang selalu mendampingi dan memberi semangat

selama proses penyelesaian literatur review ini.

8. Teman-teman Obturasi 2017 yang selalu mendukung dalam penyelesaian

literatur review.

9. Korps Asisten Oral Biology yang selalu memberi masukan-masukan dan

motivasi dalam penyelesaian literature review ini.

10. Dan pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan memberkati kita semua dan membalas kebaikan

lebih dari hanya sekedar ucapan terima kasih dari penulis. Mohon maaf atas

segala kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja dalam rangkaian

pembuatan skipsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam

perkembangan ilmu kedokteran gigi kedepannya.

Makassar, 2 Oktober 2020

Penulis

v
ABSTRAK

PERAWATAN ENDODONTIK REGENERATIF PADA GIGI IMATUR

(Literature Review)

Chatarina Rannu Allolinggi

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin

Latar belakang: Kematian pulpa akibat karies atau trauma dapat menyebabkan
berhentinya pertumbuhan akar yang menghasilkan saluran akar yang tipis dan
apikal yang lebar. Kondisi tersebut akan menyulitkan dilakukannya perawatan
endodontik konvensional. Perawatan apeksifikasi dengan menggunakan Ca(OH)2
dan MTA merupakan salah satu pilihan perawatan untuk gigi imatur dan terbukti
berhasil menutup apikal gigi tetapi tidak membantu pertumbuhan akar dan tidak
mengembalikan vitalitas dari pulpa. Oleh karena itu sebuah alternatif perawatan
yaitu Regenerative Endodontic Treatment (RET) telah diperkenalkan untuk
perawatan gigi imatur. Secara klinis prosedur ini menggunakan material biologis
untuk meregenerasi jaringan, mengembalikan vitalitas, dan membantu melanjutkan
proses pembentukan akar. Tujuan: Menjelaskan perkembangan terbaru perawatan
pada gigi imatur dengan endodontik regeneratif. Metode: Literature review. Hasil:
RET mampu membantu melanjutkan pertumbuhan akar, penyembuhan lesi dan
mengembalikan vitalitas pulpa pada gigi imatur. Keberhasilan RET dipengaruhi
oleh diameter apikal dan disinfeksi serta pemilihan scaffold. Terdapat tiga metode
RET yaitu revaskularisasi apikal, transplantasi sel dan chemotaxis-induced cell
homing. Kesimpulan: Perawatan endodontik regeneratif pada gigi imatur memiliki
keuntungan mampu memberikan pertumbuhan akar, penutupan apikal dan
penyembuhan lesi. Revaskulariasasi apikal merupakan merupakan perawatan yang
disarankan untuk gigi imatur karena prosedur klinik yang mudah dan biaya
perawatan yang lebih efisien.

Kata kunci: Endodontik regeneratif, gigi imatur, revaskularisasi apikal.

vi
ABSTRACT

REGENERATIVE ENDODONTIC TREATMENT IN IMMATURE TEETH

(Literature Review)

Chatarina Rannu Allolinggi

Undergraduate Student of Faculty of Dentistry Hasanuddin University

Background: Pulp death due to caries or trauma can lead to a halt in root growth
resulting in thin root canals and wide apical. The condition will make it difficult for
conventional endodontic treatments to be carried out. Apexification treatment using
Ca(OH)2 and MTA is one of the treatment options for immature teeth and is proven
to successfully close the tooth apical but does not help root growth and does not
restore vitality of the pulp. Therefore an alternative treatment namely Regenerative
Endodontic Treatment (RET) has been introduced for immature dental care.
Clinically this procedure uses biological material to regenerate tissue, restore pulp
vitality, and help continue the root formation process. Objective: Explains the
latest development of treatments on immature teeth with regenerative endodontics.
Method: Literature review. Result: RET is able to help continue root growth,
healing lesions and restoring the vitality of the pulp in the tooth of the tooth. The
success of the RET is influenced by apical diameter and disinfection as well as
scaffold selection. There are three RET methods: apical revascularization, cell
transplantation and chemotaxis-induced cell homing. Conclusion: Regenerative
endodontic treatment of immature teeth has the advantage of being able to provide
root growth, apical closure and lesion healing. Apical revascularization is a
recommended treatment for immature teeth due to easy clinical procedures and
more efficient treatment costs.

Keywords: Regenerative endodontics, immature teeth, apical revascularization.

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ............................... Error! Bookmark not defined.

SURAT PERNYATAAN ...................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ............................................................................................ iv

ABSTRAK .............................................................................................................. vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2

1.3 Manfaat Penulisan ......................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 1

2.1 Endodontik Regeneratif ................................................................................. 1

2.2. Indikasi dan Kontraindikasi .......................................................................... 1

2.3 Komponen Endodontik Regeneratif .............................................................. 6


2.3.1. Disinfeksi ............................................................................................... 6
2.3.2 Stem cell ................................................................................................. 8
2.3.3 Scaffold ................................................................................................. 10
2.3.4 Growth Factor ...................................................................................... 13

2.4 Teknik Perawatan Endodontik Regeneratif ................................................. 13


2.4.1 Transplantasi sel ................................................................................... 14
2.4.2 Chemotaxis-induced cell homing .......................................................... 15
2.4.3 Revaskularisasi Apikal ......................................................................... 16

BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 18

BAB IV KESIMPULAN ....................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 26

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kematian pulpa akibat karies atau trauma dapat menyebabkan berhentinya


pertumbuhan akar yang menghasilkan saluran akar yang tipis dan apikal yang lebar.
Kondisi tersebut akan menyulitkan pada saat akan dilakukan perawatan endodontik
terutama pada preparasi saluran akar dan obturasi. Hal ini menjadi tantangan bagi
dokter gigi dalam melakukan perawatan endoddontik pada gigi imatur.1
Perawatan apeksifikasi merupakan salah satu pilihan perawatan untuk gigi
imatur.2 Apeksifikasi menggunakan bahan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) terbukti
berhasil menutup apikal pada gigi imatur.3 Akan tetapi penggunaan bahan ini
memiliki banyak kekurangan seperti membutuhkan waktu perawatan yang panjang
dan tidak memiliki kemampuan untuk melanjutkan pertumbuhan akar. Selain itu
penggunaan Ca(OH)2 dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan
pelemahan dan kerapuhan pada dentin.3
Untuk mengatasi kekurangan bahan kalsium hidroksida Ca(OH)2, peneliti-
peneliti sebelumnya telah mengembangkan alternatif perawatan dengan
menggunakan bahan mineral trioxide aggregate (MTA).2 Bahan ini mampu
membuat penutupan apikal yang lebih baik daripada Ca(OH)2, dan memiliki
kemampuan untuk menyembuhkan periodontitis apikalis.1 Namun, kesulitan
dalam memanipulasi bahan, dan biaya yang tidak murah membuat penggunaan
bahan ini jarang digunakan.1-2
Perawatan apeksifikasi dengan menggunakan Ca(OH)2 dan MTA terbukti
berhasil menutup apikal gigi tetapi tidak membantu pertumbuhan akar dan tidak
mengembalikan vitalitas dari pulpa.4 Oleh karena itu sebuah alternatif perawatan
berbasis biologi yaitu perawatan Regenerative Endodontic Treatment (RET) telah
diperkenalkan untuk perawatan gigi imatur.3 Secara klinis prosedur ini
menggunakan material biologis untuk meregenerasi jaringan, mengembalikan
vitalitas, dan membantu melanjutkan proses pembentukan akar.5
Perawatan endodontik regeneratif pada gigi imatur dapat dilakukan melalui
tiga strategi yaitu, transplantasi sel, chemotaxis-induced cell homing dan
revaskularisasi apikal. Akan tetapi penggunaan perawatan endodontik regeneratif
masih jarang dilakukan secara klinis karena kesulitan dalam memprediksi hasil
perawatan serta protokol perawatan yang optimal masih dalam tahap
perkembangan.5 Oleh karena itu penulis berharap dapat memberikan informasi
terkait penggunaan perawatan endodontik regeneratif pada gigi imatur yang dapat
berguna dimasa yang akan datang.
1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari kajian literatur ini adalah untuk menjelaskan


perkembangan terbaru perawatan pada gigi imatur dengan endodontik regeneratif.
1.3 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan kajian literatur ini adalah memberikan


informasi mengenai perkembangan terbaru perawatan endodontik regeneratif pada
gigi imatur.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Endodontik Regeneratif

The American Association of Endodontists (AAE) mendefinisikan


Endodontic Regenerative Treatment (RET) sebagai prosedur yang dirancang
berdasarkan prinsip biologi yang secara fisiologis memiliki tujuan untuk mengganti
struktur gigi yang mengalami kerusakan, termasuk dentin dan struktur akar, begitu
juga sel-sel yang terdapat pada jaringan pulpa. Tujuan utama dari endodontik
regeneratif adalah untuk mengeliminasi gejala dan terjadinya perbaikan pada tulang
sedangakan tujuan lainnya yaitu meningkatnya ketebalan dan panjang akar, serta
mengembalikan respon vitalitas pulpa. 6
Pertimbangan klinis dalam prosedur endodontik adalah disinfeksi sistem
saluran akar, pelibatan scaffold, dan restorasi koronal yang adekuat untuk
menghindari infeksi kembali.6 Prosedur ini berdasar kepada prinsip rekayasa
jaringan yang terdiri oleh tiga elemen yaitu stem cell, scaffold dan growth factor.
Ketiga elemen ini harus diikuti oleh disinfeksi saluran akar. Eliminasi bakteri dari
saluran akar sangat dibutuhkan untuk mendapatkan penyembuhan pada pulpa dan
jaringan periapikal.7

2.2. Indikasi dan Kontraindikasi

2.2.1 Indikasi

Berdasarkan “Clinical Considerations for a Regenerative Procedure” yang


dikeluarkan oleh AAE, perawatan endodontik regeneratif direkomendasikan
untuk gigi dengan pulpa nekrotik dengan apikal terbuka. Perawatan endodontik
regeneratif diindikasikan berdasarkan klasifikasi perkembangan akar menurut
Cvek yaitu:
• Tahapan pertumbuhan akar pertama (Gambar 1.a) dimana pertumbuhan
akar kurang dari 1/2 dengan apeks terbuka.
• Tahapan pertumbuhan akar kedua (Gambar 1.b) dimana pertumbuhan akar
telah mencapai 1 / 2 panjang akar dengan apeks terbuka
• Tahapan pertumbuhan ketiga (Gambar 1.c) dimana 2/3 dari pengembangan
akar telah tercapai dan apeks terbuka.Pada tahapan ini gigi memiliki akar
yang pendek, dinding saluran akar tipis, dan apeks terbuka lebar.
• Tahapan perkembangan keempat (Gambar 1.d) memiliki kondisi akar yang
pertumbuhannya hampir sempurna. Oleh karena itu pada tahap
perkembangan ini baik perawatan endodontik regeneratif maupun
apeksifikasi dengan MTA dapat diberikan.
Diameter apikal yang disarankan dalam perawatan ini adalah 0,5-1,0 mm.
Ukuran ini didukung oleh banyak penelitian yang menyebutkan bahwa sel dapat
memasuki saluran akar dengan mudah karena umumnya ukuran sel manusia
berkisar 10 hingga 100 mikron. Sedangkan usia yang disarankan untuk perawatan
ini adalah 9 hingga 18 tahun.8
2.2.2 Kontraindikasi

• Perawatan endodontik regeneratif tidak disarankan pada gigi imatur dengan


nekrosis pulpa yang membutuhkan restorasi pasak sebagai restorasi
koronalnya.
• Pasien tidak mampu menjalani perawatan dalam jangka waktu yang
panjang.
• Tidak disarankan perawatan endodontik regeneratif pada gigi anterior. Hal
ini diakibatkan oleh tingginya risiko terjadinya perubahan warna akibat
bahan medikasi.
• Anak dibawah 8 tahun, karena pengggunaan bahan medikasi terutama
minosiklin dapat menginduksi terjadinya diskolorisasi, reduksi
pertumbuhan tulang dan amelogenesis imperfecta.3,7

Gambar 1. Klasifikasi pengembangan akar berdasarkan Cvek (1992)

5
Sumber : ( Kim SG, Malek M, Sigurdsson A, Lin LM, Kahler B.
Regenerative Endodontics: A comprehensive review. International
Endodontic Journal 2018;51:1367-81)

2.3 Komponen Endodontik Regeneratif

2.3.1. Disinfeksi

Berbagai tantangan dijumpai dalam perawatan endodontik regeneratif


terutama pada gigi imatur dengan apikal terbuka. Adapun tantangan-tantangan
tersebut adalah instrumen mekanik yang sulit digunakan karena bentuk
anatomi dari gigi imatur, tidak adanya batas apikal yang menyulitkan
penggunaan bahan pengisi tradisional, dan dinding saluran akar yang tipis
sehingga mudah mengalami fraktur. Oleh karena itu disinfeksi saluran akar
sangat bergantung kepada bahan irigasi dan medikamen intracanal.9
Terdapat bukti yang kuat bahwa bahan disinfeksi yang digunakan
mempengaruhi viabilitas dan potensi diferensiasi dari stem cell dan
mempengaruhi keberadaan growth faktor dan mengubah properti scaffold.
Oleh karena itu, penggunaan bahan disinfeksi yang biokompatibel terhadap
stem cell merupakan hal yang menjamin keberhasilan dalam perawatan
endodontik regeneratif.10
2.3.1.1 Bahan Irigasi

Perawatan endodontik pada gigi imatur sangat bergantung terhadap


debridemen kimiawi, hal ini disebabkan oleh dinding saluran akar yang
tipis dan apikal terbuka yang menyulitkan debridemen mekanik.4 = 11 ,7=6
• Sodium hipoklorit (NaOCl) : Merupakan bahan irigasi yang paling
banyak digunakan dalam perawatan endodontik. Protokol perawatan
endodontik regeneratif yang dikeluarkan oleh AAE menggunakan
NaOCl 1.5% sebanyak 20 ml sebagai debridemen kimiawi yang diikuti
oleh penempatan medikamen yang dapat berupa DAP, TAP atau
Ca(OH)2 .11 Bahan irigasi ini memiliki beberapa karakteristik yang
diinginkan termasuk: 1) kemanjuran bakterisida yang sangat baik. 2)
kapasitas disolusi jaringan dan 3) pelumasan yang efektif untuk
instrumen endodontik.12

6
• Asam etilenadiamina-tetraasetat (EDTA) : merupakan bahan yang
digunakan untuk menghilangkan smear layer dalam perawatan
endodontik. Dalam perawatan endodontik regeneratif EDTA digunakan
karena menyebabkan pengeluaran growth factor dari matriks dentin. Hal
ini disebabkan karena EDTA berperan dalam demineralisasi dentin dan
mengekspos matriks dentin untuk melepaskan growth factor.6
Prosedur klinis yang dikeluarkan oleh AAE merekomendasikan
penggunaan 1.5% NaOCl yang diikuti oleh 17% EDTA untuk perawatan
endodontik regeneratif. Kombinasi ini dianjurkan karena adanya sifat
merusak dari NaOCl. Dengan penambahan EDTA dapat diperoleh
peningkatan kamampuan hidup SCAP. Penggunaan NaOCl sebelum
EDTA akan mengurangi transformasi growth factor (TGF) -β1 secara
signifikan.13
2.3.1.2 Medikamen Intrakanal

• Triple Antiobiotic Paste (TAP) : Agen antimroba pertama kali yang


digunakan dalam endodontik regeneratif adalah Triple Antibiotic Paste
(TAP). Penelitian yang dilakukan oleh Windley et al, telah
menunjukkan bahwa TAP mampu menghilangkan 75% dari jumlah
total patogen. Meskipun TAP telah digunakan secara luas namun,
campuran tiga jenis antibiotik ini dapat menodai gigi, memicu
perubahan warna yang kuat dan masalah estetika. Hal ini merupakan
konsekuensi penggunaan minosiklin. Untuk menghindari masalah ini
penggunaan minosiklin telah diganti dengan amoxicillin / asam
klavulanat, clarithromycin / Fosfomycin, dan cefaclor.4
• Double Antibiotic Paste (DAP) : Pasta antibiotik yang merupakan
campuran ciprofloxacin dan metronidazole. Meskipun tidak
mengandung minosiklin, kemampuan untuk mengeliminasi bakteri
DAP kurang optimal dibandingkan TAP.4
• 3D Antibotic : Merupakan antibitik yang mengandung nanofiber yang
berfungsi sebagai badan 3D yang akan dimasukkan kedalam saluran
akar. Pemberian antibiotik dalam konsentrasi yang rendah dan proses

7
pelebasan obat yang lambat akan mengatasi infeksi dan dengan
demikian menciptakan keadaan yang bebas bakteri.4
• Kalsium Hidroksida : Memiliki kemampuan antimikroba yang baik,
karena memiliki pH yang tinggi dan menciptakan lingkungan dimana
sebagian besar bakteri sulit bertahan hidup.4,6

2.3.2 Stem cell


Stem cell didefinisikan sebagai sel yang memiliki kemampuan
untuk terus membelah dan memproduksi sel progenitor yang akan
berdiferensiasi menjadi beberapa jenis sel dan jaringan. Semua jaringan
berasal dari stem cell. Secara umum stem cell dibedakan menjadi stem cell
embrionik dan dewasa (postnatal). Sel-sel ini memiliki potensi berbeda
untuk berkembang menjadi berbagai sel.14
Stem cell embrionik diambil dari embrio pada fase blastosit (5-7 hari
setelah pembuahan) sedangkan postnatal stem cell terdapat pada seluruh
jaringan tubuh manusia. Stem cell ini bertanggung jawab untuk pembaruan
jaringan normal serta untuk regenerasi dan penyembuhan setelah cedera.
Penggunaan postnatal stem cell dalam praktik kedokteran lebih
dikembangkan dibandingkan stem cell embrionik karena tidak memiliki
komplikasi etik dan lebih mudah dikontrol.14
Salah satu bagian dari postnatal stem cell adalah stem cell
mesenkimal (MSC). Stem cell ini dapat ditemukan pada stroma sum-sum
tulang belakang, periosteum, lemak, dan kulit. Sel ini bersifat multipotent
yang dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel tulang, otot, ligamen, tendon,
lemak dan jaringan gigi. Stem cell gigi (DSC) mudah untuk diperoleh dan
memiliki potensi diferensiasi yang besar. Adapun beberapa DSC yang telah
berhasil ditemukan adalah :14-16
1. Dental Pulp Stem cells (DPSC) : pertama kali diisolasi dari molar
ketiga manusia oleh Gronthos et al. Pada ruang pulpa, DPSC tidak aktif,
menjadi aktif setelah cedera. Ketika cedera dentin terjadi, sel-sel ini
bermigrasi ke daerah yang rusak, berkembang biak dan mampu
berdiferensiasi menjadi sel-sel yang menyerupai osteoblas untuk

8
membentuk dentin reparatif. Secara in vitro, sel-sel ini memiliki
kapasitas untuk berdiferensiasi menjadi osteoblas, adiposit,
chondroblast, odontoblas, otot sel, sel saraf, sel endotel, hepatosit, dan
melanosit.14-16
2. Stem cell from Apical Papilla (SCAP) : Stem cell yang dipertimbangkan
dalam regenerasi pada gigi imatur. Sel ini merupakan MSC yang
terdapat sekitar papilla apikal pada akar gigi imatur.10 SCAPs
berdiferensiasi menjadi osteoblas, adiposit, dan odontoblas secara in
vitro, tetapi potensi diferensiasi kondrogenik belum ditunjukkan.
Ketika dikaitkan dengan scaffold hidroksiapatit dan ditanamkan pada
tikus yang mengalami immunocompromised, pembentukan jaringan
mineral (seperti tulang dan gigi) ditemukan. Selain itu, sel-sel ini
memiliki potensi proliferasi dan mineralisasi yang lebih tinggi secara
signifikan dibandingkan dengan DPSCs.14-16
3. Stem cell from Human Exfoliated Deciduous Teeth (SHED) : Pada
tahun 2003, Miura . mengisolasi populasi MSC dari jaringan pulpa
mahkota gigi sulung yang akan tanggal berbeda dari DPSC dan
menamakannya SHED. Sel ini mampu berdiferensiasi menjadi adiposit,
kondroblas, osteoblas, odontoblas, dan sel-sel otot secara in vitro.14-16
4. Periodontal Ligament Stem cells (PDLSC) : pertama kali diisolasi oleh
Seo et al dari molar ketiga manusia yang telah diekstraksi. PDLSC
menunjukkan kapasitas pembaruan diri dan mengekspresikan penanda
permukaan sel yang mirip dengan MSC yang berasal dari sumsum
tulang. Mereka mampu berdiferensiasi terhadap osteoblas, odontoblas,
adiposit, sel saraf, sementoblas, dan kondroblas secara in vitro.14-16
5. Dental Follicle Stem cells (DFSC) : Folikel gigi adalah jaringan ikat
longgar yang mengelilingi mahkota gigi yang tidak erupsi. DFSC
pertama kali diperoleh dari molar ketiga manusia oleh Yao et al, yang
menunjukkan sifat pembaharuan diri, potensi klonogenik dan
diferensiasi osteogenik. 14-16

9
Gambar 2. Populasi stem cell didapatkan dari berbagai jaringan pada
gigi.
Sumber : ( Zheng et al, Stem cell-based bone and dental regeneration: a
view of microenvironmental modulation. International Journal of Oral
Science 2019;11:23 )

2.3.3 Scaffold
Scaffold adalah rangka fisik yang berfungsi untuk menciptakan
spasial lokasi sel yang tepat dan mengatur diferensiasi, proliferasi, atau
metabolisme sel serta membantu pertukaran nutrisi dan gas. Molekul-
molekul matriks ekstrasel dikenal dapat mengendalikan diferensiasi stem
cell, dan scaffold yang tepat akan berikatan secara selektif dan
melokalisasi sel-sel, yang mengandung growth factor, dan mengalami
biodegradasi seiring waktu.17
2.4.2.1 Jenis-jenis scaffold
Scaffold digolongkan dalam 2 jenis yaitu alami dan sintetis.. Jenis-
jenis scaffold alami adalah : 16
1. Platelet-rich plasma (PRP) : PRP merupakan sumber growth factor
yang dapat membentuk fibrin untk menstimulasi penyembuhan
jaringan lunak. Growth factor yang terdapat pada PRP seperti PDGF,
TGF-β, insulin growth factor, VEGF, epidermal growth factor dan
epithelial cell growth factor. Kerugian dalam penggunaan PRP adalah

10
penggunaan secara klinis membutuhkan alat khusus dan reagen untuk
mempersiapkan PRP yang automatis meningkatkan biaya perawatan,
Untuk meningkatkan sifat fisiknya, PRP dapat dikombinasikan
dengan kolagen untuk membuatnya lebih padat dan mengatur
kecepatan degradasinya.16
2. Platelet-rich fibrin (PRF) : merupakan rangka fibrin yang
mengantung platelet sitokin dan growth factor, yang berperan sebagai
scaffold yang biodegradabel. Secara klinis PRF lebih efisien jika
dibandingkan dengan PRP. Kerugian dari penggunaan PRF adalah
volume produk yang terbatas karena disintesis langsung dari hidrogel
4
darah.
3. Kolagen : merupakan protein fibrous yang paling banyak di matriks
ektraselular. Kolagen memberikan gaya hydro, mengatur adhesi sel
dan mendukung kemotaksi dan migrasi sel. Kekurangan dari kolagen
adalah cepatnya degradasi mengakibatkan menyusutnya struktur
scaffold.16
4. Collagen-glycosaminoglycan (CG) : dalam perawatan regeneratif
scaffold ini telah digunakan terutama untuk kulit, saraf perifer, tulang
dan kartilago. Komponen CG terbentuk dari suspensi kolagen yang
dibekukan dan dikeringkan serta glycosaminoglycans (GAGs)
Kombinasi ini menghasilkan material berpori seperti sponge. Asam
hyaluronik (HA) merupakan salah satu GAGs yang memegang peran
penting dalam mempertahankan morfologi dan menahan pro-
inflammatory citokines dari makrofag. Kekurangan dari bahan ini
adalah tingginya tingkat kelarutan dalam air yang membuat cepatnya
didegradasi oleh enzim seperti enzim hyaluronidase. Oleh karena itu
HA tidak memiliki integritas mekanik dalam lingkungan berair.16
5. Kitosan : Kitosan dibentuk oleh deasetilasi kitin dan merupakan
polisakarida biokompatibel. Kitin merupakan kopolimer yang
tersusun dari N-acetyl-glucosamine dan N-glucosamine subunits,
yang merupakan komponen utama dari dinding sel pada fungi dan
eksoskeleton krustasea seperti kepiting atau udang. Kitosan

11
merupakan produk non-toksin, yang dapat diserap dan bersifat
antibakteri. Kitosan dapat membentuk struktur gel dan merangsang
aktivitas fosfatase alkali hydrogel, fibroblast dan proliferasi sel pulpa.
Kekurangan dari produk ini adalah kesulitan dalam mengendalikan
ukuran pori-pori hidrogel serta modifikasi kimia kitosan.16
6. Silk fibroin (SF) : Merupakan material biomekanis yang menjanjikan.
Kekuatan mekanik, biokompatibilitas dan laju degradasinya yang
lambat memungkinkan penggantiannya secara bertahap dengan
jaringan yang baru terbentuk. Hal ini menunjukkan SF memiliki
potensial untuk meregenerasi jaringan keras.16
7. Alginat : merupakan polisakarida natural, biokompatibel dan tidak
beracun. Kemampuan mekaniknya dapat ditingkatkan dengan
meningkatkan kandungan kalsium dan cross-linking densitas.
Hidrogel alginat dan arginine-glycine- aspartic acid (RGD) akan
menstimulasi adhesi, proliferasi dan diferensiasi sel. Kerugian dari
alginat adalah kekakuan mekaniknya yang rendah. 16
Jenis-jenis scaffold sintetik adalah :
1. Polimer : banyak polimer sintetik seperti asam polylactic (PLA), asam
poly-l-lactic (PLLA), asam polyglycolic (PGA), PLGA and poly-
epsilon-caprolactone (PCL) telah digunakan sebagai material untuk
regenerasi pulpa. Kerugian utama dalam penggunan polimer ini
adalah laju degradasi yang lebih panjang daripada scaffold alami
lainnya.16
2. Biokeramik : telah digunakan untuk penyembuhan kerusakan pada
tulang. Memiliki sifat biokompatibilitas, imunogenisitas rendah,
osteokonduktivitas, dapat mempersatukan tulang dan memiliki
kesamaan kimia dengan jaringan termineralisasi. Kerugiannya adalah
laju degradasi yang lambat, yang membatasi penggunaannya sebagai
scaffold untuk tujuan regenerasi jaringan.16
3. Non-rigid/Soft Biomaterials; Synthetic Extracellular Matrix (ECM) :
contoh ECM sintetik adalah hidrogel, yang menghadirkan jaringan
tiga dimensi (3D), dibangun dengan homopolimer hidrofilik atau

12
kopolimer yang saling berhubungan untuk membentuk matriks
polimer yang tidak larut. Hidrogel mampu menyerap sejumlah besar
air atau cairan biologis. Hidrogel dapat berubah bentuk dari sol ke gel,
yang membuatnya memungkinkan untuk diinjeksikan dan
memberikan kemudahan untuk dimasukkan ke dalam ruang yang
sempit dan sulit dijangkau. Kerugian utama dari penggunaan ECM
adalah kekuatan makaniknya yang rendah.16

2.3.4 Growth Factor

Growth factor merupakan protein yang berikatan dengan reseptor

pada sel dan merangsang proliferasi dan atau diferensiasi seluler. Saat

ini, ada berbagai macam growth factor dengan fungsi tertentu yang

dapat digunakan sebagai bagian stem cell dan terapi rekayasa jaringan.

Penggunaan growth factor bertujuan untuk mengendalikan aktivitas

stem cell, misalnya dengan meningkatkan kecepatan proliferasi, yang

menyebabkan diferensiasi sel-sel menjadi tipe jaringan lainnya, atau

memediasi stem cell untuk mensintesis dan mensekresi matriks yang

termineralisasi.16

2.4 Teknik Perawatan Endodontik Regeneratif


Teknik endodontik regeneratif berkembang menjadi tiga strategi yaitu,
transplantasi sel, chemotaxis-induced cell homing dan revaskularisasi apikal.4

a.

b.

13
c.

Gambar 3. Strategi pendekatan regeneratif pada perawatan endodontik.


(a) transplantasi sel, (b) chemotaxis-induced cell homing, (c)
revaskularisasi.
Sumber: ( Duncan HF, Cooper PR, In Ed. Clinical approaches in
endodontic regeneration current and emerging therapeutic perspectives.
Switzerland: Springer; 2019)

2.4.1 Transplantasi sel


Metode paling sedehana untuk memasukan sel yang memiliki
potensi regeneratif adalah dengan meninjeksikan postnatal stem cell
kedalam saluran akar yang telah didisinfeksi. Postnatal stem cell
didapatkan dari beberapa jaringan seperti kulit, mukosa bukal, lemak dan
tulang. Pendekatan yang mungkin dilakukan adalah dengan menggunakan
stem cell pulpa yang berasal dari (1) sel-sel pasien (sendiri) yang telah
diambil dari sel-sel induk tali pusat yang telah disimpan secara kriogenik
sejak lahir, (2) stem cell pulpa alogenik yang bebas penyakit dan patogen,
atau (3) stem cell pulpa (binatang) yang telah dikembangkan di
laboratorium. 14
Penggunaan stem cell autologus sangat disarankan karena memiliki
beberapa keuntungan. Pertama, stem cell autologus mudah didapatkan,
dan memiliki kemampuan untuk meregenerasi pulpa. Kedua, pendekatan
ini telah dilakukan dalam pengobatan regeneratif. Ketiga, dengan
penggunaan stem cell yang berasal dari individu yang sama risiko
terjadinya penolakan imun dan transmisi patogen berkurang.17
Penelitian klinis mengenai transplantasi sel autologus pada
endodontik regeneratif pertama kali dilakukan oleh Dr. Nakashima.
Penelitian ini menunjukkan kelayakan dan keamanan pendekatan berbasis
stem cell untuk regenerasi pulpa, tetapi masih tidak sepenuhnya
menunjukkan keberhasilan. Terdapat kesulitan dalam prosedur perawatan
ini, khususnya pada tahap, pengumpulan / ekstraksi gigi, transportasi ke
laboratorium, proses kultur / ekspansi sel dan pembekuan dan pencairan

14
sel. Penelitian sebelumnya dilakukan dengan infrastruktur yang disiapkan
khusus untuk perawatan ini. Hal ini berpengaruh terhadap biaya
perawatan.18

2.4.2 Chemotaxis-induced cell homing


Strategi ini dilakukan dengan menggunakan agen kemotaksis untuk
memanggil MSC pada periapikal yang dapat memulai regenerasi jaringan
pulpa. Adapun prosedur cell homing diawali dengan disinfeksi saluran
akar untuk mengeliminasi bakteri, lalu diikuti oleh pemberian dentin
kondisioner menggunakan EDTA selama 10 menit yang berkontribusi
terhadap pelepasan growth factor (GF). Selanjutnya, pembilasan dengan
larutan saline dilakukan di bawah aktivasi ultra sonic. Setelah itu
dilakukan pencampuran solusi yang mengandung GF dengan komponen
cair dari scaffold yang akan menghasilkan scaffold / hidrogel yang kaya
akan GF. Scaffold ini kemudian diinjeksikan ke dalam saluran akar dan
dilanjutkan dengan photopolimerisation. Pemberian restorasi dengan
menggunakan bahan bioaktif untuk menjaga ruang pulpa tertutup.
Akhirnya follow up dilakukan dengan memeriksa secara klinis dan
radiografi. 18
Terdapat empat tahapan yang terjadi dalam perawatan ini. Tahapan
pertama adalah kemotaksis, dimana stem cell bermigrasi dari apikal. Hal
ini terjadi karena diinduksi oleh scaffold yang berisi GF. Setelah tahapan
kemotaksis sel mulai berproliferasi dengan meningkatnya jumlah scaffold
berisi GF, ini merupakan tahap kedua. Pada tahap ketiga sel-sel telah
menempel pada permukaan saluran akar dan pada tahap keempat sel-sel
berdiferensiasi menjadi pulp-like cells.4,18

15
Gambar 4. Proses cell homing
Sumber: ( Duncan HF, Cooper PR, In Ed. Clinical clinical approaches in
endodontic regeneration current and emerging therapeutic perspectives.
Switzerland: Springer; 2019)

2.4.3 Revaskularisasi Apikal


Revaskularisasi dilakukan dengan membuat pendarahan yang
dikenal sebagai revaskularisasi apikal.19 Pedoman perawatan
revaskularisasi apikal pada gigi imatur telah dikeluarkan oleh AAE. Pada
kunjungan pertama dilakukan pemberian anestesi lokal, isolasi dengan
rubber dam dan pembukaan akses ke saluran akar. Lalu dilakukan irigasi
dengan menggunakan 20ml NaOCl yang dilakukan dengan perlahan
untuk meminimalisir kemungkinan menyebarnya irigan ke ruang
periapikal. Jarum irigasi diposisikan sekitar 1 mm dari ujung akar.
Selanjutnya dilakukan penempatan Ca(OH)2 atau pasta antibiotik
berkonsentrasi rendah, dengan mencampurkan ciprofloxacin,
metronidazole, minocycline dengan perbandingan 1:1:1 hingga
mencapai konsentrasi akhir 0,1mg/ml. Setelah pemberian antibiotik,
diberikan tumpatan sementara.
Kunjungan kedua dijadwalkan sekitar 1 hingga 4 minggu setelah
kunjungan pertama. Pada kunjungan ini harus dilakukan evaluasi ada/
tidak tanda dan gejala infeksi akut. Jika tidak ada maka perawatan

16
dilanjutkan dengan memberikan anestesi lokal, lalu irigasi dengan 20 ml
EDTA 17% dan dikeringkan dengan paper points. Setelah itu membuat
pendarahan pada saluran akar dengan memasukkan file hingga melewati
foramen apikal. Pendarahan dihentikan ketika darah mencapai 3 mm dari
CEJ. Selanjutnya, penempatan matriks diatas darah, dan MTA/Ca(OH)2
sebagai material capping. Akhirnya dilakukan restorasi, dapat
menggunakan GIC setebal 3-4 mm.
Monitoring dilakukan dengan dua pemeriksaan, yaitu pemeriksaan
klinis dan radiografi. Keberhasilan dapat dilihat jika pada pemeriksaan
klinis tidak ditemukan rasa sakit, pembengkakan atau sinus tract. Untuk
pemeriksaan radiologis dilakukan dalam jangka waktu minimal 12-18
bulan setelah dilakukan perawatan. Keberhasilan dapat dilihat pada
pemeriksaan radiografi jika ditemukan peningkatan ketebalan dinding
akar, peningkatan panjang akar, dan tingkat resolusi pada apikal.3

17
BAB III

PEMBAHASAN

Endodontik regeneratif merupakan alternatif perawatan untuk gigi imatur


selain apeksifikasi. Penelitian prospektif oleh Lin et al membandingkan
keberhasilan apeksifikasi dengan RET dalam hal menghilangkan gejala dan
penyembuhan lesi pada gigi imatur dengan periodontitis apikalis. Hasil penelitian
tersebut melaporkan terjadi peningkatan panjang dan ketebalan akar signifikan
pada kelompok perawatan RET dibandingkan dengan kelompok perawatan
apeksifikasi.20
Beberapa penelitian melaporkan keberhasilan RET pada gigi imatur yang
mempunyai akar yang tipis dengan foramen apikal yang lebar. Hal ini didukung
oleh banyak faktor, salah satunya adalah diameter foramen apikal. Fang et al
membandingkan diameter foramen apikal dari gigi imatur yang mendapatkan
keberhasilan klinis pada gigi dengan diameter foramen apikal 0.5-1.0 mm.
Keberhasilan penelitian ini selain dipengaruhi oleh diameter foramen apikal juga
dipengaruhi oleh usia, diagnosis pulpa, radiolusensi apikal, prosedur yang
dilakukan, periode follow up dan ukuran sampel.21 Berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Cymerman et al, melaporkan bahwa keberhasilan penutupan apikal
dan hilangnya gejala pada gigi imatur didapatkan pada gigi dengan rata-rata ukuran
diameter foramen apikal 1-3,7 mm.22 Perbedaan hasil kedua penelitian ini
dipengaruhi oleh jumlah sampel dan metode penelitian. Oleh karena diameter
foramen apikal yang besar memungkinkan sel dapat memasuki saluran akar dengan
mudah karena umumnya ukuran stem cell berkisar 10 hingga 100 mikron.7
Disinfeksi saluran akar juga menjadi faktor penentu keberhasilan RET.
Penggunaan bahan yang biokompatibel terhadap stem cell sangat penting dalam
perawatan ini. Kondisi gigi imatur yang memiliki akar yang tipis dan apikal terbuka
menyulitkan untuk dilakukannya debridemen mekanik. Oleh karena itu perawatan
pada gigi imatur sangat bergantung pada debridemen kimiawi dengan
mengandalkan bahan irigasi dan medikasi.9,10
Bahan irigasi yang umumnya digunakan dalam perawatan endodontik dan
RET adalah NaOCl. Beberapa penelitian menggunakan konsentrasi 0,5 - 6% tetapi

18
pada umumnya menggunakan NaOCl 1,5%. Hal ini disebabkan karena NaOCl
memiliki efek yang besar pada kelangsungan hidup dan diferensiasi stem cell. Hal
ini sesuai dengan yang direkomendasikan oleh AAE penggunaan NaOCl 1.5%
diikuti oleh pemberian EDTA 17% untuk RET. Penggunaan kombinasi ini
didukung oleh hasil penelitian sebelumnya oleh Martin et al, yang membandingkan
berbagai konsentrasi NaOCl terhadap keberlangsungan hidup SCAP.24 Konsentrasi
NaOCl 1,5% ditemukan memiliki efek minimal pada kelangsungan hidup dan
diferensiasi. Selain itu, telah ditunjukkan bahwa irigasi akhir dengan EDTA 17%
membalikkan efek merugikan dari NaOCl dengan meningkatkan kelangsungan
hidup SCAP.25
Bahan medikasi yang dapat digunakan dalam RET adalah TAP, DAP dan
Ca(OH)2. Beberapa penelitian melaporakan keberhasilan RET dengan
menggunakan ketiga jenis obat ini. Protokol yang direkomendasikan oleh AAE
adalah menggunakan TAP dengan konsentrasi tidak lebih dari 0.1 mg/ml.
Konsentrasi ini dinilai mendukung keberlangsungan hidup serta proliferasi stem sel
dan juga efektif dalam menghilangkan mikroorganisme di dalam saluran akar.6
Kemudian dibuktikan oleh beberapa penelitian seperti penelitian oleh El Ashiry
yang melaporkan keberhasilan perawatan dengan protokol tersebut. Selain TAP,
AAE juga merekomendasikan penggunaan Ca(OH)2 yang menunjukkan
keberhasilan dalam membantu keberlangsungan hidup dan proliferasi SCAP.
Penggunaan Ca(OH)2 didukung oleh penelitian oleh Yassen et al yang meneliti
pengaruh bahan medikasi dalam RET terhadap kekerasan mikro dan struktur kimia
dentin. Penelitian tersebut membuktikan bahwa dalam penggunaan Ca(OH)2 terjadi
pengurangan kekerasan mikro yang jauh lebih sedikit dan demineralisasi dentin
lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan TAP.25 Berbeda dengan Latham et
al, membuktikan bahwa TAP terbukti lebih efektif daripada DAP dan Ultracal
Ca(OH)2 dalam mendisinfeksi E. faecalis dari sistem saluran akar. Akan tetapi
penelitian tersebut tidak merekomendasikan penggunaan TAP pada konsentrasi 0,1
mg / mL yang saat ini direkomendasikan oleh AAE. Hal ini disebabkan karena
konsentrasi tersebut tidak mendisinfeksi saluran secara efektif karena sangat sulit
untuk diukur secara klinis. Hal ini menjadi pertimbangan dalam RET karena
konsentrasi yang lebih besar dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup SCAP.8

19
Penelitian tersebut menyarankan penggunaan TAP 10 mg/mL yang menunjukkan
perubahan warna gigi yang terbatas, memiliki kuantitas yang relevan secara klinis
untuk diukur dan merupakan konsentrasi efektif terendah yang dapat
mengeliminasi bakteri dengan toksisitas terhadap stem sel yang minimal pada
perawatan endodontik regeneratif.8
Berbagai penelitian klinis mengenai endodontik regeneratif sejauh ini
dilakukan dengan tiga strategi pendekatan yaitu, transplantasi sel, chemotaxis-
induced cell homing dan revaskularisasi apikal.18 Perawatan revaskularisasi apikal
merupakan perawatan RET yang telah direkomendasika oleh AAE untuk perawatan
gigi imatur. Hal ini membuat banyak penelitian-penelitian selanjutnya berfokus
untuk memaksimalkan perawatan revaskularisasi. Keberhasilan revaskularisasi
ditunjang oleh prosedur yang lebih mudah dibandingkan kedua perawatan lainnya.
Beberapa penelitian berhasil membuktikan bahwa revaskularisasi apikal
berhasil menunjukkan terjadinya penutupan pada apikal gigi imatur dan
penyembuhan lesi periapikal.22 Penelitian oleh Alasqah et al berhasil membuktikan
terjadinya penutupan apikal yang sempurna dan dalam jangka waktu 24 bulan hasil
tes vitalitas pulpa telah positif.26 Penelitian tersebut dilakukan menggunakan
Ca(OH)2 dan TAP secara berurutan sebelum meniduksi perdarahan. Penelitian yang
dilakukan oleh El Ashiry berhasil menunjukkan hilangnya sinus tract setelah 2
minggu dilakukan revaskularisasi apikal dan berlanjutnya pertumbuhan akar pada
gigi imatur.27 Keberhasilan perawatan revaskularisasi juga dibuktikan oleh studi
prospektif oleh Li L et al, yang melaporkan bahwa revaskularisasi apikal
memungkinkan perkembangan lanjutan dari akar pada gigi dengan pulpa nekrotik
serta tingkat keberlangsungan hidup dan keberhasilan yang sangat baik secara
keseluruhan.28
Pada revaskularisasi apikal, pendarahan dibuat dengan tujuan menggunakan
darah sebagai scaffold yang akan mengangkut dan menjadi tempat berkembangnya
SCAP serta stem cell lainnya yang terdapat pada apikal gigi imatur. Berbeda dengan
kedua metode lain yaitu transplantasi dan chemotaxis induced cell homing
bergantung kepada penambahan scaffold. Beberapa penelitian telah
membandingkan penggunaan scaffold alami maupun sintetik. Penelitian oleh Galler
et al membuktikan bahwa dengan penggunaan scaffold alami, tingkat

20
keberlangsungan hidup sel-sel pulpa lebih tinggi dibandingkan penggunaan
scaffold sintetik.29 Penelitian tersebut membandingkan scaffold alami seperti fibrin
dan kolagen dengan material sintetik seperti polyethylene glycol. Penggunaan
scaffold alami dilaporkan pada penelitian transplantasi sel oleh Nakashima et al
yang menggunakan antelokolagen serta penelitian oleh El Ashiry et al yang
menggunakan hidrogel kitosan.30,31 Kedua penelitian tersebut membuktikan
terjadinya regenerasi jaringan pulpa dan dentin serta pematangan akar pada gigi
imatur.20 Oleh karena itu dalam perawatan RET penggunaan scaffold alami lebih
dipertimbangkan.
Hasil beberapa penelitian menunjukkan terjadinya diskolorisasi gigi setelah
perawatan endodontik regeneratif. Penelitian oleh Chrepa melaporkan dari 47 gigi,
62% mengalami perubahan warna.23 Diskolorisasi ini dapat disebabkan oleh
penggunaan bahan medikasi. Penelitian tersebut membuktikan adanya risiko
terjadinya diskolorisasi lebih besar jika menggunakan MTA sebagai bahan medikasi
dibandingkan dengan Biodentin. Serta penggunaan TAP yang mengandung
minosiklin merupakan salah satu penyebab terjadinya diskolorisasi gigi. Oleh
karena itu disarankan untuk menggunakan kombinasi DAP dan Biodentin.11,22
Penelitian oleh Asgary et al melaporkan bahwa penggunaan Calcium-Enriched
Mixture (CEM) pada perawatan revaskularisasi memberikan diskolorisasi yang
lebih sedikit.32

21
BAB IV

KESIMPULAN

Perawatan endodontik regeneratif pada gigi imatur memiliki keuntungan


mampu memberikan pertumbuhan akar, penutupan apikal dan penyembuhan lesi.
Terdapat tiga teknik RET yaitu transplantasi sel, chemotaxis-induced cell homing
dan revaskularisasi apikal. Revaskulariasasi merupakan merupakan perawatan
yang disarankan untuk gigi imatur. Prosedur klinik yang mudah dan biaya
perawatan yang lebih efisien merupakan kelebihan utama dari perawatan
revaskularisasi apikal. Disinfeksi yang optimal merupakan salah satu penentu
keberhasilan perawatan revaskularisasi. Bahan irigasi yang disarankan untuk
perawatan ini adalah NaOCl 1,5% diikuti dengan pemberian EDTA 17%. Pada
konsentrasi tersebut NaOCl memberi efek minimal pada SCAP dan EDTA
membantu meningkatkan kelangsungan hidup SCAP. Bahan medikasi yang
disarankan adalah TAP 10 mg/mL karena merupakan konsentrasi efektif terendah
yang dapat mengeliminasi bakteri dengan toksisitas terhadap stem sel yang
minimal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Jamal M, Khawaja S, Chogle S. Awareness, attitude, and practice of


regenerative endodontic procedures among clinicians from different dental
specialties. Saudi Endod J 2020; 10(2): 137- 44.
2. Mittal N, Parashar V. Regenerative evaluation of immature roots using prf and
artificial scaffolds in necrotic permanent teeth: a clinical study. The Journal of
Contemporary Dental Practice. Jun 2019; 20(6):721-6.
3. Lee BN, Moon JW, Hoon SC, Hwang IN, Oh WM, Hwang YC. A review of
the regenerative endodontic treatment procedure. Restorative Dentistry &
Endodontics.2015;179-87.
4. Münchow EA, Bottino MC. Current and future views on biomaterial use in
regenerative endodontics. In : Duncan HF, Cooper PR(eds.). Clinical
Approaches in Endodontic Regeneration. Switzerland:Springer International
Publishing ;2019.pp. 70-93.
5. Raddall G, Mello I, Leung BM. Biomaterials and scaffold design strategies for
regenerative endodontic therapy. Font. Bioeng. Biotechnol. 2019;7:317.
6. Lin LM, Kahler B. A review of regenerative endodontics: current protocols and
future directions. J Istanb Univ Fac Dent 2017;51(3 Suppl 1):S41-S51.
7. Kim SG, Malek M, Sigurdsson A, Lin LM, Kahler B. Regenerative
Endodontics: A comprehensive review. International Endodontic Journal
2018;51:1367-81.
8. Latham J, Fong H, Jewett A, Johnson JD, Paranjpe A. Disinfection efficacy of
current regenerative endodontic protocols in simulated necrotic immature
permanent teeth. JOE 2016;1-7.
9. Miltiadous MAE, Floratos SG. Regenerative Endodontic Treatment as a REP
reatment Option for a Tooth with Open Apex - A Case Report. Brazilian Dental
Journal 2015; 26(5): 552-6.
10. Diogenes A, Hargreaves KM. Microbial modulation of stem cells and future
directions in regenerative endodontics. Journal of Endodontic
2017;43(95):s95-10.

26
11. Ruparel NB, Austah ON, Diogenes A. Current and future views on disinfection
for regenerative strategies. In : Duncan HF, Cooper PR(eds.). Clinical
Approaches in Endodontic Regeneration. Switzerland:Springer International
Publishing ;2019.pp. 121-33.
12. Diogenesis AR, Ruparel NB. Irrigation in regenerative endodontic procedures.
In: Basrani B (ed.), Endodontic Irrigation: Chemical disinfection of the root
canal system, Switzerland:Springer ;2015 :301-11.
13. Ruparel NB, Chrepa V, Gibbs JL. Revascularization of immature necrotic
teeth. Curr Oral Health Rep. Published online 2017. doi: 10.1007/s40496-017-
0162-y.
14. Murray PE,García-Godoy F. Stem cells and regeneration of the pulpodentin
complex. In: Hargreaves KM, Goodis HE, Tay FR. (eds.). Seltzer and bender’s
dental pulp. Quintessence Publishing Co Inc; 2012.pp. 98-102.
15. Almeida PN, Cunha KS. Dental stem cells and their application in dentistry: a
literature review. Rev bras odontol 2016;73(4):331-5.
16. Kobayashi Y, Shimizu E. current and future views on cell-homing based
strategies for regenerative endodontics. In : Duncan HF, Cooper PR(eds.).
Clinical Approaches in Endodontic Regeneration. Switzerland: Springer
International Publishing ;2019.pp.139-55.
17. Hargreaves KM, Law AS. Regenerative endodontics. In: Hargreaves KM,
Cohen S. Cohen’s pathways of the pulp. St Louis; Mosby Elsevier; 2011.pp.
602-16.
18. Cavalcanti BN, Nör JE. Current and future views on pulpal tissue engineering.
In : Duncan HF, Cooper PR(eds.). Clinical Approaches in Endodontic
Regeneration. Switzerland: Springer International Publishing ;2019.pp.161-71
19. He L, Kim SG, Gong Q, Zhong J, et al. Regenerative endodontics for adult
patients. Journal of Endodontic 2017;43(95):s57-61.
20. Lin J, Zheng Q, Wei X, Zhao W, et al. Regenerative endodontics versus
apexification in immature permanent teeth with apical periodontitis: a
prospective randomized controlled study. Journal of Endodontic 2017;1-7.

27
21. Fang Y, Wang X, Zhu J, Su C, Yang Y, Meng L. Influence of apical diameter
on the outcome of regenerative endodontic treatment in teeth with pulp
necrosis: a review. Journal of Endodontic 2017;1-18.
22. Cymerman JJ, Nosrat A. Regenerative endodontic treatment as a biologically
based approach for non-surgical REP reatment of immature teeth. Journal of
Endodontic 2019;1-7.
23. Chrepa V, Joon R, Austah O, et al. Clinical outcomes of immature teeth treated
with regenerative endodontic procedures—a san antonio study. Journal of
Endodontic 2020;1-11.
24. Martin DE, De Almeida JFA, Henry MA, et al. Concentration-dependent effect
of sodium hypochlorite on stem cells of apical papilla survival and
differentiation. J Endod 2014;40(1):51–55.
25. Yassen GH, Eckert GJ, Platt JA. Effect of intracanal medicaments used in
endodontic regeneration procedures on microhardness and chemical structure
of dentin. Restor Dent Endod 2015;40(2):104-112.
26. Alasqah M, Khan SIR, Alfouzan K, Jamleh A. Regenerative endodontic
management of an immature molar using calcium hydroxide and triple
antibiotic paste: a two- year follow-up. Case Reports in Dentistry 2020;
2020:1-5.
27. El Ashiry EA, Farsi NM, Abuzeid ST, El Ashiry MM, Bahammam HA. Dental
pulp revascularization of necrotic permanent teeth with immature apices. The
Journal of Clinical Pediatric Dentistry 2016;40(5):361-6.
28. Li L, pan Y, Mei L, Li J. Clinical and radiographic outcomes in immature
permanent necrotic evaginated teeth treated with regenerative endodontic
procedures. JOE 2016; 43(2):245-51.
29. Galler KM, Widbiller M. Perspectives for Cell-homing Approaches to
Engineer Dental Pulp. Journal of Endodontic 2017;95(43):s40-5.
30. Nakashima M, Iohara K, Murakami M, Nakamura H, Sato Y, Ariji Y,
Matsushita K. Pulp regeneration by transplantation of dental pulp stem cells in
pulpitis: a pilot clinical study. Stem Cell Res. Ther. 2017; 8(61):1-13.
31. El Ashiry EA, Alamoudi NM, El Ashiry MK, Bastawy HA, El Derwi DA, Atta
HM. Tissue engineering of necrotic dental pulp of immature teeth with apical

28
periodontitis in dogs: radiographic and histological evaluation. The Journal of
Clinical Pediatric Dentistry 2018;42(5):1-10.
32. Asgary S, Fazlyab M, Nosrat A. Regenerative endodontic treatment versus
apical plug in immature teeth: three-year follow-up. The Journal of Clinical
Pediatric Dentistry 2016;40(5):356-60.

29

Anda mungkin juga menyukai