SKRIPSI
J011171523
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
LITERATUR REVIEW
SKRIPSI
J011171523
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
i
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh karena
berkat, tuntunan, kekuatan serta kasih dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat
manfaat kepada kita semua, dan penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan
Dengan penuh kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak
dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak sehingga penulis
1. Orang tua tercinta Ir. Dominicus Ony Allolinggi dan drg. Juniati
perhatian yang sangat besar dan berharga yang telah diberikan kepada
4. drg. Fuad Husain Akbar, M.Kes, Ph.D selaku penasehat akademik yang
iv
5. Segenap Dosen/Staf Pengajar dan Staf Pegawai Fakultas Kedokteran
dan sabar kepada penulis sehingga bisa sampai pada tahap sekarang ini.
Jenisa, Gele, dan Indang yang telah banyak mendukung dan membantu
Yosi , Kak Yuri, Aurel, Nia, Ilen, Dion, Rafly, Arya, Melati, Uni, Agum,
literatur review.
10. Dan pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
lebih dari hanya sekedar ucapan terima kasih dari penulis. Mohon maaf atas
pembuatan skipsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam
Penulis
v
ABSTRAK
(Literature Review)
Latar belakang: Kematian pulpa akibat karies atau trauma dapat menyebabkan
berhentinya pertumbuhan akar yang menghasilkan saluran akar yang tipis dan
apikal yang lebar. Kondisi tersebut akan menyulitkan dilakukannya perawatan
endodontik konvensional. Perawatan apeksifikasi dengan menggunakan Ca(OH)2
dan MTA merupakan salah satu pilihan perawatan untuk gigi imatur dan terbukti
berhasil menutup apikal gigi tetapi tidak membantu pertumbuhan akar dan tidak
mengembalikan vitalitas dari pulpa. Oleh karena itu sebuah alternatif perawatan
yaitu Regenerative Endodontic Treatment (RET) telah diperkenalkan untuk
perawatan gigi imatur. Secara klinis prosedur ini menggunakan material biologis
untuk meregenerasi jaringan, mengembalikan vitalitas, dan membantu melanjutkan
proses pembentukan akar. Tujuan: Menjelaskan perkembangan terbaru perawatan
pada gigi imatur dengan endodontik regeneratif. Metode: Literature review. Hasil:
RET mampu membantu melanjutkan pertumbuhan akar, penyembuhan lesi dan
mengembalikan vitalitas pulpa pada gigi imatur. Keberhasilan RET dipengaruhi
oleh diameter apikal dan disinfeksi serta pemilihan scaffold. Terdapat tiga metode
RET yaitu revaskularisasi apikal, transplantasi sel dan chemotaxis-induced cell
homing. Kesimpulan: Perawatan endodontik regeneratif pada gigi imatur memiliki
keuntungan mampu memberikan pertumbuhan akar, penutupan apikal dan
penyembuhan lesi. Revaskulariasasi apikal merupakan merupakan perawatan yang
disarankan untuk gigi imatur karena prosedur klinik yang mudah dan biaya
perawatan yang lebih efisien.
vi
ABSTRACT
(Literature Review)
Background: Pulp death due to caries or trauma can lead to a halt in root growth
resulting in thin root canals and wide apical. The condition will make it difficult for
conventional endodontic treatments to be carried out. Apexification treatment using
Ca(OH)2 and MTA is one of the treatment options for immature teeth and is proven
to successfully close the tooth apical but does not help root growth and does not
restore vitality of the pulp. Therefore an alternative treatment namely Regenerative
Endodontic Treatment (RET) has been introduced for immature dental care.
Clinically this procedure uses biological material to regenerate tissue, restore pulp
vitality, and help continue the root formation process. Objective: Explains the
latest development of treatments on immature teeth with regenerative endodontics.
Method: Literature review. Result: RET is able to help continue root growth,
healing lesions and restoring the vitality of the pulp in the tooth of the tooth. The
success of the RET is influenced by apical diameter and disinfection as well as
scaffold selection. There are three RET methods: apical revascularization, cell
transplantation and chemotaxis-induced cell homing. Conclusion: Regenerative
endodontic treatment of immature teeth has the advantage of being able to provide
root growth, apical closure and lesion healing. Apical revascularization is a
recommended treatment for immature teeth due to easy clinical procedures and
more efficient treatment costs.
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
viii
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Indikasi
5
Sumber : ( Kim SG, Malek M, Sigurdsson A, Lin LM, Kahler B.
Regenerative Endodontics: A comprehensive review. International
Endodontic Journal 2018;51:1367-81)
2.3.1. Disinfeksi
6
• Asam etilenadiamina-tetraasetat (EDTA) : merupakan bahan yang
digunakan untuk menghilangkan smear layer dalam perawatan
endodontik. Dalam perawatan endodontik regeneratif EDTA digunakan
karena menyebabkan pengeluaran growth factor dari matriks dentin. Hal
ini disebabkan karena EDTA berperan dalam demineralisasi dentin dan
mengekspos matriks dentin untuk melepaskan growth factor.6
Prosedur klinis yang dikeluarkan oleh AAE merekomendasikan
penggunaan 1.5% NaOCl yang diikuti oleh 17% EDTA untuk perawatan
endodontik regeneratif. Kombinasi ini dianjurkan karena adanya sifat
merusak dari NaOCl. Dengan penambahan EDTA dapat diperoleh
peningkatan kamampuan hidup SCAP. Penggunaan NaOCl sebelum
EDTA akan mengurangi transformasi growth factor (TGF) -β1 secara
signifikan.13
2.3.1.2 Medikamen Intrakanal
7
pelebasan obat yang lambat akan mengatasi infeksi dan dengan
demikian menciptakan keadaan yang bebas bakteri.4
• Kalsium Hidroksida : Memiliki kemampuan antimikroba yang baik,
karena memiliki pH yang tinggi dan menciptakan lingkungan dimana
sebagian besar bakteri sulit bertahan hidup.4,6
8
membentuk dentin reparatif. Secara in vitro, sel-sel ini memiliki
kapasitas untuk berdiferensiasi menjadi osteoblas, adiposit,
chondroblast, odontoblas, otot sel, sel saraf, sel endotel, hepatosit, dan
melanosit.14-16
2. Stem cell from Apical Papilla (SCAP) : Stem cell yang dipertimbangkan
dalam regenerasi pada gigi imatur. Sel ini merupakan MSC yang
terdapat sekitar papilla apikal pada akar gigi imatur.10 SCAPs
berdiferensiasi menjadi osteoblas, adiposit, dan odontoblas secara in
vitro, tetapi potensi diferensiasi kondrogenik belum ditunjukkan.
Ketika dikaitkan dengan scaffold hidroksiapatit dan ditanamkan pada
tikus yang mengalami immunocompromised, pembentukan jaringan
mineral (seperti tulang dan gigi) ditemukan. Selain itu, sel-sel ini
memiliki potensi proliferasi dan mineralisasi yang lebih tinggi secara
signifikan dibandingkan dengan DPSCs.14-16
3. Stem cell from Human Exfoliated Deciduous Teeth (SHED) : Pada
tahun 2003, Miura . mengisolasi populasi MSC dari jaringan pulpa
mahkota gigi sulung yang akan tanggal berbeda dari DPSC dan
menamakannya SHED. Sel ini mampu berdiferensiasi menjadi adiposit,
kondroblas, osteoblas, odontoblas, dan sel-sel otot secara in vitro.14-16
4. Periodontal Ligament Stem cells (PDLSC) : pertama kali diisolasi oleh
Seo et al dari molar ketiga manusia yang telah diekstraksi. PDLSC
menunjukkan kapasitas pembaruan diri dan mengekspresikan penanda
permukaan sel yang mirip dengan MSC yang berasal dari sumsum
tulang. Mereka mampu berdiferensiasi terhadap osteoblas, odontoblas,
adiposit, sel saraf, sementoblas, dan kondroblas secara in vitro.14-16
5. Dental Follicle Stem cells (DFSC) : Folikel gigi adalah jaringan ikat
longgar yang mengelilingi mahkota gigi yang tidak erupsi. DFSC
pertama kali diperoleh dari molar ketiga manusia oleh Yao et al, yang
menunjukkan sifat pembaharuan diri, potensi klonogenik dan
diferensiasi osteogenik. 14-16
9
Gambar 2. Populasi stem cell didapatkan dari berbagai jaringan pada
gigi.
Sumber : ( Zheng et al, Stem cell-based bone and dental regeneration: a
view of microenvironmental modulation. International Journal of Oral
Science 2019;11:23 )
2.3.3 Scaffold
Scaffold adalah rangka fisik yang berfungsi untuk menciptakan
spasial lokasi sel yang tepat dan mengatur diferensiasi, proliferasi, atau
metabolisme sel serta membantu pertukaran nutrisi dan gas. Molekul-
molekul matriks ekstrasel dikenal dapat mengendalikan diferensiasi stem
cell, dan scaffold yang tepat akan berikatan secara selektif dan
melokalisasi sel-sel, yang mengandung growth factor, dan mengalami
biodegradasi seiring waktu.17
2.4.2.1 Jenis-jenis scaffold
Scaffold digolongkan dalam 2 jenis yaitu alami dan sintetis.. Jenis-
jenis scaffold alami adalah : 16
1. Platelet-rich plasma (PRP) : PRP merupakan sumber growth factor
yang dapat membentuk fibrin untk menstimulasi penyembuhan
jaringan lunak. Growth factor yang terdapat pada PRP seperti PDGF,
TGF-β, insulin growth factor, VEGF, epidermal growth factor dan
epithelial cell growth factor. Kerugian dalam penggunaan PRP adalah
10
penggunaan secara klinis membutuhkan alat khusus dan reagen untuk
mempersiapkan PRP yang automatis meningkatkan biaya perawatan,
Untuk meningkatkan sifat fisiknya, PRP dapat dikombinasikan
dengan kolagen untuk membuatnya lebih padat dan mengatur
kecepatan degradasinya.16
2. Platelet-rich fibrin (PRF) : merupakan rangka fibrin yang
mengantung platelet sitokin dan growth factor, yang berperan sebagai
scaffold yang biodegradabel. Secara klinis PRF lebih efisien jika
dibandingkan dengan PRP. Kerugian dari penggunaan PRF adalah
volume produk yang terbatas karena disintesis langsung dari hidrogel
4
darah.
3. Kolagen : merupakan protein fibrous yang paling banyak di matriks
ektraselular. Kolagen memberikan gaya hydro, mengatur adhesi sel
dan mendukung kemotaksi dan migrasi sel. Kekurangan dari kolagen
adalah cepatnya degradasi mengakibatkan menyusutnya struktur
scaffold.16
4. Collagen-glycosaminoglycan (CG) : dalam perawatan regeneratif
scaffold ini telah digunakan terutama untuk kulit, saraf perifer, tulang
dan kartilago. Komponen CG terbentuk dari suspensi kolagen yang
dibekukan dan dikeringkan serta glycosaminoglycans (GAGs)
Kombinasi ini menghasilkan material berpori seperti sponge. Asam
hyaluronik (HA) merupakan salah satu GAGs yang memegang peran
penting dalam mempertahankan morfologi dan menahan pro-
inflammatory citokines dari makrofag. Kekurangan dari bahan ini
adalah tingginya tingkat kelarutan dalam air yang membuat cepatnya
didegradasi oleh enzim seperti enzim hyaluronidase. Oleh karena itu
HA tidak memiliki integritas mekanik dalam lingkungan berair.16
5. Kitosan : Kitosan dibentuk oleh deasetilasi kitin dan merupakan
polisakarida biokompatibel. Kitin merupakan kopolimer yang
tersusun dari N-acetyl-glucosamine dan N-glucosamine subunits,
yang merupakan komponen utama dari dinding sel pada fungi dan
eksoskeleton krustasea seperti kepiting atau udang. Kitosan
11
merupakan produk non-toksin, yang dapat diserap dan bersifat
antibakteri. Kitosan dapat membentuk struktur gel dan merangsang
aktivitas fosfatase alkali hydrogel, fibroblast dan proliferasi sel pulpa.
Kekurangan dari produk ini adalah kesulitan dalam mengendalikan
ukuran pori-pori hidrogel serta modifikasi kimia kitosan.16
6. Silk fibroin (SF) : Merupakan material biomekanis yang menjanjikan.
Kekuatan mekanik, biokompatibilitas dan laju degradasinya yang
lambat memungkinkan penggantiannya secara bertahap dengan
jaringan yang baru terbentuk. Hal ini menunjukkan SF memiliki
potensial untuk meregenerasi jaringan keras.16
7. Alginat : merupakan polisakarida natural, biokompatibel dan tidak
beracun. Kemampuan mekaniknya dapat ditingkatkan dengan
meningkatkan kandungan kalsium dan cross-linking densitas.
Hidrogel alginat dan arginine-glycine- aspartic acid (RGD) akan
menstimulasi adhesi, proliferasi dan diferensiasi sel. Kerugian dari
alginat adalah kekakuan mekaniknya yang rendah. 16
Jenis-jenis scaffold sintetik adalah :
1. Polimer : banyak polimer sintetik seperti asam polylactic (PLA), asam
poly-l-lactic (PLLA), asam polyglycolic (PGA), PLGA and poly-
epsilon-caprolactone (PCL) telah digunakan sebagai material untuk
regenerasi pulpa. Kerugian utama dalam penggunan polimer ini
adalah laju degradasi yang lebih panjang daripada scaffold alami
lainnya.16
2. Biokeramik : telah digunakan untuk penyembuhan kerusakan pada
tulang. Memiliki sifat biokompatibilitas, imunogenisitas rendah,
osteokonduktivitas, dapat mempersatukan tulang dan memiliki
kesamaan kimia dengan jaringan termineralisasi. Kerugiannya adalah
laju degradasi yang lambat, yang membatasi penggunaannya sebagai
scaffold untuk tujuan regenerasi jaringan.16
3. Non-rigid/Soft Biomaterials; Synthetic Extracellular Matrix (ECM) :
contoh ECM sintetik adalah hidrogel, yang menghadirkan jaringan
tiga dimensi (3D), dibangun dengan homopolimer hidrofilik atau
12
kopolimer yang saling berhubungan untuk membentuk matriks
polimer yang tidak larut. Hidrogel mampu menyerap sejumlah besar
air atau cairan biologis. Hidrogel dapat berubah bentuk dari sol ke gel,
yang membuatnya memungkinkan untuk diinjeksikan dan
memberikan kemudahan untuk dimasukkan ke dalam ruang yang
sempit dan sulit dijangkau. Kerugian utama dari penggunaan ECM
adalah kekuatan makaniknya yang rendah.16
pada sel dan merangsang proliferasi dan atau diferensiasi seluler. Saat
ini, ada berbagai macam growth factor dengan fungsi tertentu yang
dapat digunakan sebagai bagian stem cell dan terapi rekayasa jaringan.
termineralisasi.16
a.
b.
13
c.
14
sel. Penelitian sebelumnya dilakukan dengan infrastruktur yang disiapkan
khusus untuk perawatan ini. Hal ini berpengaruh terhadap biaya
perawatan.18
15
Gambar 4. Proses cell homing
Sumber: ( Duncan HF, Cooper PR, In Ed. Clinical clinical approaches in
endodontic regeneration current and emerging therapeutic perspectives.
Switzerland: Springer; 2019)
16
dilanjutkan dengan memberikan anestesi lokal, lalu irigasi dengan 20 ml
EDTA 17% dan dikeringkan dengan paper points. Setelah itu membuat
pendarahan pada saluran akar dengan memasukkan file hingga melewati
foramen apikal. Pendarahan dihentikan ketika darah mencapai 3 mm dari
CEJ. Selanjutnya, penempatan matriks diatas darah, dan MTA/Ca(OH)2
sebagai material capping. Akhirnya dilakukan restorasi, dapat
menggunakan GIC setebal 3-4 mm.
Monitoring dilakukan dengan dua pemeriksaan, yaitu pemeriksaan
klinis dan radiografi. Keberhasilan dapat dilihat jika pada pemeriksaan
klinis tidak ditemukan rasa sakit, pembengkakan atau sinus tract. Untuk
pemeriksaan radiologis dilakukan dalam jangka waktu minimal 12-18
bulan setelah dilakukan perawatan. Keberhasilan dapat dilihat pada
pemeriksaan radiografi jika ditemukan peningkatan ketebalan dinding
akar, peningkatan panjang akar, dan tingkat resolusi pada apikal.3
17
BAB III
PEMBAHASAN
18
pada umumnya menggunakan NaOCl 1,5%. Hal ini disebabkan karena NaOCl
memiliki efek yang besar pada kelangsungan hidup dan diferensiasi stem cell. Hal
ini sesuai dengan yang direkomendasikan oleh AAE penggunaan NaOCl 1.5%
diikuti oleh pemberian EDTA 17% untuk RET. Penggunaan kombinasi ini
didukung oleh hasil penelitian sebelumnya oleh Martin et al, yang membandingkan
berbagai konsentrasi NaOCl terhadap keberlangsungan hidup SCAP.24 Konsentrasi
NaOCl 1,5% ditemukan memiliki efek minimal pada kelangsungan hidup dan
diferensiasi. Selain itu, telah ditunjukkan bahwa irigasi akhir dengan EDTA 17%
membalikkan efek merugikan dari NaOCl dengan meningkatkan kelangsungan
hidup SCAP.25
Bahan medikasi yang dapat digunakan dalam RET adalah TAP, DAP dan
Ca(OH)2. Beberapa penelitian melaporakan keberhasilan RET dengan
menggunakan ketiga jenis obat ini. Protokol yang direkomendasikan oleh AAE
adalah menggunakan TAP dengan konsentrasi tidak lebih dari 0.1 mg/ml.
Konsentrasi ini dinilai mendukung keberlangsungan hidup serta proliferasi stem sel
dan juga efektif dalam menghilangkan mikroorganisme di dalam saluran akar.6
Kemudian dibuktikan oleh beberapa penelitian seperti penelitian oleh El Ashiry
yang melaporkan keberhasilan perawatan dengan protokol tersebut. Selain TAP,
AAE juga merekomendasikan penggunaan Ca(OH)2 yang menunjukkan
keberhasilan dalam membantu keberlangsungan hidup dan proliferasi SCAP.
Penggunaan Ca(OH)2 didukung oleh penelitian oleh Yassen et al yang meneliti
pengaruh bahan medikasi dalam RET terhadap kekerasan mikro dan struktur kimia
dentin. Penelitian tersebut membuktikan bahwa dalam penggunaan Ca(OH)2 terjadi
pengurangan kekerasan mikro yang jauh lebih sedikit dan demineralisasi dentin
lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan TAP.25 Berbeda dengan Latham et
al, membuktikan bahwa TAP terbukti lebih efektif daripada DAP dan Ultracal
Ca(OH)2 dalam mendisinfeksi E. faecalis dari sistem saluran akar. Akan tetapi
penelitian tersebut tidak merekomendasikan penggunaan TAP pada konsentrasi 0,1
mg / mL yang saat ini direkomendasikan oleh AAE. Hal ini disebabkan karena
konsentrasi tersebut tidak mendisinfeksi saluran secara efektif karena sangat sulit
untuk diukur secara klinis. Hal ini menjadi pertimbangan dalam RET karena
konsentrasi yang lebih besar dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup SCAP.8
19
Penelitian tersebut menyarankan penggunaan TAP 10 mg/mL yang menunjukkan
perubahan warna gigi yang terbatas, memiliki kuantitas yang relevan secara klinis
untuk diukur dan merupakan konsentrasi efektif terendah yang dapat
mengeliminasi bakteri dengan toksisitas terhadap stem sel yang minimal pada
perawatan endodontik regeneratif.8
Berbagai penelitian klinis mengenai endodontik regeneratif sejauh ini
dilakukan dengan tiga strategi pendekatan yaitu, transplantasi sel, chemotaxis-
induced cell homing dan revaskularisasi apikal.18 Perawatan revaskularisasi apikal
merupakan perawatan RET yang telah direkomendasika oleh AAE untuk perawatan
gigi imatur. Hal ini membuat banyak penelitian-penelitian selanjutnya berfokus
untuk memaksimalkan perawatan revaskularisasi. Keberhasilan revaskularisasi
ditunjang oleh prosedur yang lebih mudah dibandingkan kedua perawatan lainnya.
Beberapa penelitian berhasil membuktikan bahwa revaskularisasi apikal
berhasil menunjukkan terjadinya penutupan pada apikal gigi imatur dan
penyembuhan lesi periapikal.22 Penelitian oleh Alasqah et al berhasil membuktikan
terjadinya penutupan apikal yang sempurna dan dalam jangka waktu 24 bulan hasil
tes vitalitas pulpa telah positif.26 Penelitian tersebut dilakukan menggunakan
Ca(OH)2 dan TAP secara berurutan sebelum meniduksi perdarahan. Penelitian yang
dilakukan oleh El Ashiry berhasil menunjukkan hilangnya sinus tract setelah 2
minggu dilakukan revaskularisasi apikal dan berlanjutnya pertumbuhan akar pada
gigi imatur.27 Keberhasilan perawatan revaskularisasi juga dibuktikan oleh studi
prospektif oleh Li L et al, yang melaporkan bahwa revaskularisasi apikal
memungkinkan perkembangan lanjutan dari akar pada gigi dengan pulpa nekrotik
serta tingkat keberlangsungan hidup dan keberhasilan yang sangat baik secara
keseluruhan.28
Pada revaskularisasi apikal, pendarahan dibuat dengan tujuan menggunakan
darah sebagai scaffold yang akan mengangkut dan menjadi tempat berkembangnya
SCAP serta stem cell lainnya yang terdapat pada apikal gigi imatur. Berbeda dengan
kedua metode lain yaitu transplantasi dan chemotaxis induced cell homing
bergantung kepada penambahan scaffold. Beberapa penelitian telah
membandingkan penggunaan scaffold alami maupun sintetik. Penelitian oleh Galler
et al membuktikan bahwa dengan penggunaan scaffold alami, tingkat
20
keberlangsungan hidup sel-sel pulpa lebih tinggi dibandingkan penggunaan
scaffold sintetik.29 Penelitian tersebut membandingkan scaffold alami seperti fibrin
dan kolagen dengan material sintetik seperti polyethylene glycol. Penggunaan
scaffold alami dilaporkan pada penelitian transplantasi sel oleh Nakashima et al
yang menggunakan antelokolagen serta penelitian oleh El Ashiry et al yang
menggunakan hidrogel kitosan.30,31 Kedua penelitian tersebut membuktikan
terjadinya regenerasi jaringan pulpa dan dentin serta pematangan akar pada gigi
imatur.20 Oleh karena itu dalam perawatan RET penggunaan scaffold alami lebih
dipertimbangkan.
Hasil beberapa penelitian menunjukkan terjadinya diskolorisasi gigi setelah
perawatan endodontik regeneratif. Penelitian oleh Chrepa melaporkan dari 47 gigi,
62% mengalami perubahan warna.23 Diskolorisasi ini dapat disebabkan oleh
penggunaan bahan medikasi. Penelitian tersebut membuktikan adanya risiko
terjadinya diskolorisasi lebih besar jika menggunakan MTA sebagai bahan medikasi
dibandingkan dengan Biodentin. Serta penggunaan TAP yang mengandung
minosiklin merupakan salah satu penyebab terjadinya diskolorisasi gigi. Oleh
karena itu disarankan untuk menggunakan kombinasi DAP dan Biodentin.11,22
Penelitian oleh Asgary et al melaporkan bahwa penggunaan Calcium-Enriched
Mixture (CEM) pada perawatan revaskularisasi memberikan diskolorisasi yang
lebih sedikit.32
21
BAB IV
KESIMPULAN
26
11. Ruparel NB, Austah ON, Diogenes A. Current and future views on disinfection
for regenerative strategies. In : Duncan HF, Cooper PR(eds.). Clinical
Approaches in Endodontic Regeneration. Switzerland:Springer International
Publishing ;2019.pp. 121-33.
12. Diogenesis AR, Ruparel NB. Irrigation in regenerative endodontic procedures.
In: Basrani B (ed.), Endodontic Irrigation: Chemical disinfection of the root
canal system, Switzerland:Springer ;2015 :301-11.
13. Ruparel NB, Chrepa V, Gibbs JL. Revascularization of immature necrotic
teeth. Curr Oral Health Rep. Published online 2017. doi: 10.1007/s40496-017-
0162-y.
14. Murray PE,García-Godoy F. Stem cells and regeneration of the pulpodentin
complex. In: Hargreaves KM, Goodis HE, Tay FR. (eds.). Seltzer and bender’s
dental pulp. Quintessence Publishing Co Inc; 2012.pp. 98-102.
15. Almeida PN, Cunha KS. Dental stem cells and their application in dentistry: a
literature review. Rev bras odontol 2016;73(4):331-5.
16. Kobayashi Y, Shimizu E. current and future views on cell-homing based
strategies for regenerative endodontics. In : Duncan HF, Cooper PR(eds.).
Clinical Approaches in Endodontic Regeneration. Switzerland: Springer
International Publishing ;2019.pp.139-55.
17. Hargreaves KM, Law AS. Regenerative endodontics. In: Hargreaves KM,
Cohen S. Cohen’s pathways of the pulp. St Louis; Mosby Elsevier; 2011.pp.
602-16.
18. Cavalcanti BN, Nör JE. Current and future views on pulpal tissue engineering.
In : Duncan HF, Cooper PR(eds.). Clinical Approaches in Endodontic
Regeneration. Switzerland: Springer International Publishing ;2019.pp.161-71
19. He L, Kim SG, Gong Q, Zhong J, et al. Regenerative endodontics for adult
patients. Journal of Endodontic 2017;43(95):s57-61.
20. Lin J, Zheng Q, Wei X, Zhao W, et al. Regenerative endodontics versus
apexification in immature permanent teeth with apical periodontitis: a
prospective randomized controlled study. Journal of Endodontic 2017;1-7.
27
21. Fang Y, Wang X, Zhu J, Su C, Yang Y, Meng L. Influence of apical diameter
on the outcome of regenerative endodontic treatment in teeth with pulp
necrosis: a review. Journal of Endodontic 2017;1-18.
22. Cymerman JJ, Nosrat A. Regenerative endodontic treatment as a biologically
based approach for non-surgical REP reatment of immature teeth. Journal of
Endodontic 2019;1-7.
23. Chrepa V, Joon R, Austah O, et al. Clinical outcomes of immature teeth treated
with regenerative endodontic procedures—a san antonio study. Journal of
Endodontic 2020;1-11.
24. Martin DE, De Almeida JFA, Henry MA, et al. Concentration-dependent effect
of sodium hypochlorite on stem cells of apical papilla survival and
differentiation. J Endod 2014;40(1):51–55.
25. Yassen GH, Eckert GJ, Platt JA. Effect of intracanal medicaments used in
endodontic regeneration procedures on microhardness and chemical structure
of dentin. Restor Dent Endod 2015;40(2):104-112.
26. Alasqah M, Khan SIR, Alfouzan K, Jamleh A. Regenerative endodontic
management of an immature molar using calcium hydroxide and triple
antibiotic paste: a two- year follow-up. Case Reports in Dentistry 2020;
2020:1-5.
27. El Ashiry EA, Farsi NM, Abuzeid ST, El Ashiry MM, Bahammam HA. Dental
pulp revascularization of necrotic permanent teeth with immature apices. The
Journal of Clinical Pediatric Dentistry 2016;40(5):361-6.
28. Li L, pan Y, Mei L, Li J. Clinical and radiographic outcomes in immature
permanent necrotic evaginated teeth treated with regenerative endodontic
procedures. JOE 2016; 43(2):245-51.
29. Galler KM, Widbiller M. Perspectives for Cell-homing Approaches to
Engineer Dental Pulp. Journal of Endodontic 2017;95(43):s40-5.
30. Nakashima M, Iohara K, Murakami M, Nakamura H, Sato Y, Ariji Y,
Matsushita K. Pulp regeneration by transplantation of dental pulp stem cells in
pulpitis: a pilot clinical study. Stem Cell Res. Ther. 2017; 8(61):1-13.
31. El Ashiry EA, Alamoudi NM, El Ashiry MK, Bastawy HA, El Derwi DA, Atta
HM. Tissue engineering of necrotic dental pulp of immature teeth with apical
28
periodontitis in dogs: radiographic and histological evaluation. The Journal of
Clinical Pediatric Dentistry 2018;42(5):1-10.
32. Asgary S, Fazlyab M, Nosrat A. Regenerative endodontic treatment versus
apical plug in immature teeth: three-year follow-up. The Journal of Clinical
Pediatric Dentistry 2016;40(5):356-60.
29