Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

SKENARIO 1 BLOK 7K

“Lhooo Gigiku Lubang”

Kelompok 5

Ketua :

Arinda Febrianti 145070401111031

Sekretaris :

Firman Yuwana Putra 145070407111010


Nama Anggota:

Sakinah Azzahra Adam 145070400111010


Adriansyah Tjahjono 145070400111011
Lidya Ayu Wulandari 145070401111010
Evanie Clara 145070401111011
Bicky Satrya Indrawan 145070401111030
Wildana Atika Aprilia 145070401111032
Herlina 145070407111009
Azaria Dewi Purnamasari 145070407111030
Juhendi Wibowo Gunawan 145070407111031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

MALANG

2016
Skenario

Karyawati bank berusia 25 tahun, datang ke dokter gigi karena gigi kiri ats terasa ngilu sejak
seminggu yang lau. Satu tahun yang lalu pernah ke dokter gigi dan tedapat bercak putih pada gigi
tersebut. Pasien bertanya bagaimana giginya yang berwarana bercak putih bisa menjadi berlubang
padahal dirinya sudah rajin menyikat gigi. Dokter gigi menjawab bahwa banyak faktor yang
mempengaruhi terjadinya gigi berlubang dan salah satunya air ludah. Sebelum menegakkan diagnosa,
dokter gigi melakukan pemeriksaan klinis, tes vitalitas, dan permeriksaan radiografik. Tampak karies
media pada gigi 26 dan karis superfisial pada gigi 16.

I. Clarifiying Unfamiliar Term.

1. Tes Vitalitas :

Penggunaan alat bantu diagnosa mencakup penggunaan stimulus elektrik


dan termal pada mahkota gigi dengan tujuan melihat reaksi pulpa.

2. Karies Media :
karies yang sudah mencapai bagian dentin (tulang gigi) atau bagian
pertengahan antara permukaan gigi dan pulpa, gigi biasanya terasa sakit
apabila terkena rangsangan dingin, makanan masam dan manis.

3. Karies Superfisial :
Karies yang sudah mencapai bagian dalam enamel dan kadang-kadang
terasa sakit.
II. Problem Definition.

1. Bagaimana proses gigi ngilu?

2. Bagaimana bisa timbul bercak putih?

3. Mengapa bercak putih tersebut lama-lama menimbulkan lubang pada gigi?

4. Mengapa air ludah bisa menimbulkan gigi berlubang?

5. Bagaimana prosedur pemeriksaan klinis dan macamnya?

6. Bagaimna prosedur tes vitalias dan juga macamnya?

7. Bagaimana prosedur pemeriksaan Radiografik dan macamnya?

8. Apa saja etiologi dan definisi karies?

III. Brainstorming
1. Rangsangan > enamel > dentin > ruang pulpa > saraf
a. Saraf gigi depan : n. alveolaris superior anterior
Saraf gigi belakang : n. alveolaris superior posterior

2. Karena enamel hilang,jadi yang terlihat Adalah dentin

3. a. Karena enamel (j. keras gigi) hilang dan hanya tersisa dentin yang lebih rentan terhadap
karies
b. bercak putih ada demineralisasi gigi

4. konsumsi karbohidrat berlebih dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan saliva menjadi
asam (ph<7) > mikroba pathogen tumbuh> karies

5. -pemeriksaan lagsung oleh dokter yang mendiagnosis


-anamnesis(riwayat penyakit pasien)
-pemeriksaan fisik( tekanan darah,berat badan,dll)
6. Tes respon terhadap berbagai rangsangan
a. Panas
b. Dingin
c. Tekanan
d. ketukan
7. foto radiografik menggunakan teknik bitewing dan periapika

8. definisi : suatu penyakit yang menyebabkan demineralisasi kavitasi dan rusaknya jaringan
keras gigi oleh aktivitas mikroba
etiologi :
a. host (gigi dan saliva)
b. mikroorganisme
c. diet (karbohidrat)
d. waktu

Host
IV. Hypotesis

Mikroorganisme
Faktor Penyebab
I.
Diet
Bercak Putih
Waktu

Gigi Ngilu
Demineralisasi
Gigi
Karies Superfisial

Karies Karies Media

Karies Profunda
Pemeriksaan Klinis

Anamnesis
Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik Tes Vitalitas
Radiografik

Panas Tekanan
Dingin Bitewing
Ketukan Periapikal
V. Learning Issue.
1. KARIES GIGI
A. Definisi
B. Etiologi
C. Faktor resiko
D. Faktor lain
E. Klasifikasi
F. Pathogenesis/mekanisme
2. PEMERIKSAAN KLINIS (KARIES)
a. Definisi
b. Macam
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG (TES VITALITAS,RADIOGRAFIK)
a. Definisi
b. Macam
c. prosedur

VI. Self Study.

VII. Reporting.

1. Karies Gigi.
A. Definisi
Menurut kamus kedokteran gigi:
Suatu penyakit yang mengakibatkan demineralisasi, kavitas, dan hancurnya jaringan keras
gigi oleh aktivitas mikroba.
Menurut Kamus kedokteran:
Pembusukan seperti pada tulang atau gigi, proses perusakan yang menyebabkan dekalsifikasi
email gigi serta berlanjut menjadi kerusakan email dan dentin, juga pembentukan tulang pada
gigi.

suatu proses klinis, regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email, sebagai akibat
terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya dan disebabkan oleh
pembentukan asam microbial dari substrat (medium makanan bagi bakteri) yang dilanjutkan
dengan timbulnya destruksi komponen-komponen organik yang akirnya terjadi kavitas
B. Etiologi

i. Host (gigi dan saliva)

Faktor Saliva

Saliva mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan jaringan lunak
dan keras rongga mulut. Saliva yang diproduksi antara 1-1,5 liter setiap hari, atau 0,25-
0,35 mililiter per menit. Saliva berperan penting melindungi gigi dan mukosa mulut dari
pengaruh asam, dehidrasi atau iritasi. Kualitas saliva sebagai anti karies alami ditentukan
oleh pH, kandungan fluor dan bikarbonat saliva. Bila jumlah saliva berkurang akan
terjadi penurunan pH dan fungsi sistem dapar. Saliva memberikan perlindungan dengan
mempertahankan mikro-organisme normal dalam mulut dan mempertahankan keutuhan
permukaan gigi, termasuk menghilangkan bakteri, aktivitas anti bakteri, sistem dapar dan
proses demineralisasi.Selain itu saliva mempunyai efek membersihkan, melarutkan
makanan, membantu pembentukan bolus makanan, membersihkan makanan dan bakteri,
lubrikasi mukosa rongga mulut, membantu pengunyahan, penelanan dan bicara.
Kemampuan saliva melawan karies gigi, dibuktikan pada penderita serostomia yang
mengalami kerusakan gigi yang cepat dan hebat karena kelenjar air liur tidak
memproduksi saliva. Hal itu terjadi akibat berbagai penyakit, penggunaan obat-obatan,
terapi radiasi, dan lain-lain.

Faktor gigi (pejamu)


Permukaan gigi yang dilapisi oleh pelikel hasil pengendapan glikoprotein saliva, enzim,
dan immunoglobulin, menjadi tempat ideal perlekatan bakteri Streptococcus. Jika tidak
ada gangguan pada permukaan gigi, maka plak akan segera terbentuk sampai ketebalan
tertentu untuk menghasilkan lingkungan yang bersifat anaerob. Daerah pits dan fissures,
permukaan email antara gingiva dan kontak proksimal, sepertiga servikal permukaan
labial/bukal dan lingual mahkota gigi, permukaan akar gigi dekat garis servikal, daerah
subgingiva, dan kelainan gigi seperti hipoplasi, merupakan lokasi yang mudah untuk
pembentukan plak. Pada lokasi tersebut sering ditemukan karies.

ii. Diet

Diet yang mengandung sukrosa mempunyai dua pengaruh buruk terhadap plak. Pertama,
memberi kesempatan untuk membentuk kolonisasi bakteri S. mutans dalam plak, yang
dapat menyebabkan karies gigi. Kedua, plak yang terus menerus terpajan sukrosa akan
memetabolisir sukrosa dengan cepat menjadi asam organik, dan menyebabkan pH plak
turun. Hal itu ditunjang kebiasaan pasien mengkonsumsi karbohidrat yang sangat
mempengaruhi kecepatan terjadinya karies. Selain itu, asam yang berasal dari makanan
dan minuman lain, misalnya minuman ringan dan jus, menyebabkan kontak gigi dengan
asam lebih lama, yang akan mempercepat proses demineralisasi permukaan gigi.

iii. Mikroorganisme

Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah
suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di
atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak
dibersihkan. Komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Pada awal
pembentukan plak, bakteri yang paling banyak dijumpai adalah Streptokokus mutans,
Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis dan Stretokokus salivarius serta beberapa
strain lainnya. Selain itu, dijumpai juga Lactobacillus dan beberapa spesies Actinomyces.
Mikroorganisme menempel di gigi bersama plak sehingga plak terdiri dari
mikroorganisme (70 %) dan bahan antar sel (30 %). Plak akan terbentuk apabila adanya
karbohidrat, sedangkan karies akan terbentuk apabila terdapat plak dan karbohidrat.

iv. Waktu.
Waktu adalah kecepatan terbentuknya karies serta lama dan frekuensi substrat menempel
di permukaan gigi. Secara umum, lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk
berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.
C. Faktor resiko
Faktor risiko karies gigi adalah faktor- faktor yang memiliki hubungan sebab akibat
terjadinya karies gigi atau faktor yang mempermudah terjadinya karies gigi. Beberapa faktor
yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies gigi, kurangnya penggunaan
fluor, oral higiene yang buruk, jumlah bakteri, saliva serta pola makan dan jenis makanan.
1. Pengalaman Karies Gigi Penelitian epidemiologis telah memberikan bukti adanya
hubungan antara pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang.
Prevalensi karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada gigi permanen.
2. Kurangnya Penggunaan Fluor Ada berbagai macam konsep mengenai mekanisme kerja
fluor berkaitan dengan pengaruhnya pada gigi, salah satunya adalah pemberian fluor
secara teratur dapat mengurangi terjadinya karies karena dapat meningkatkan
remineralisasi. Tetapi, jumlah kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus
diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor karena pemasukan
fluor yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis.
3. Oral Hygiene yang Buruk Kebersihan mulut yang buruk akan mengakibatkan persentase
karies lebih tinggi. Untuk mengukur indeks status kebersihan mulut, digunakan Oral
Hygiene Index Simplified (OHI-S) dari green dan vermillon. Indeks ini merupakan
gabungan yang menetukan skor debris dan deposit kalkulus baik untuk semua atau hanya
untuk permukaan gigi yang terpilih saja. Debris rongga mulut dan kalkulus dapat diberi
skor secara terpisah. Salah satu komponen dalam terjadinya karies adalah plak bakteri
pada gigi. Peningkatan oral hygiene dapat dilakukan dengan teknik flossing untuk
membersihkan plak yang dikombinasikan dengan pemeriksaan gigi yang teratur,
merupakan suatu hal yang penting dalam meningkatkan kesehatan gigi. Selain itu
penggunaan pasta gigi yang mengandung fluor dapat mencegah terjadinya karies.
Pemeriksaan gigi yang teratur tersebut dapat membantu mendeteksi dan memonitor
masalah gigi yang berpotensi menjadi karies. Kontrol plak yang teratur dan pembersihan
gigi dapat membantu mengurangi insidens karies gigi. Bila plaknya sedikit, maka
pembentukan asam akan berkurang dan karies tidak dapat terjadi.
4. Jumlah Bakteri Segera setelah lahir, terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai
jenis bakteri. Bayi yang telah memiliki S.mutans dalam jumlah yang banyak saat berumur
2 dan 3 tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi untuk mengalami karies
pada gigi desidui.
5. Saliva Selain memiliki efek buffer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa-sisa
makanan di dalam mulut. Aliran ratarata saliva meningkat pada anak-anak sampai
berumur 10 tahun. Namun setelah dewasa hanya terjadi sedikit peningkatan. Pada
individu yang berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat secara
signifikan.
6. Pola Makan dan Jenis Makanan Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih
bersifat lokal dari pada sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan.
Anak dan makanan jajanan merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan. Anak
memiliki kegemaran mengkonsumsi jenis jajanan secara berlebihan, setiap kali seseorang
mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat (tinggi sukrosa)
maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan memulai memproduksi
asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah
makan.
D. Faktor lain
1. Jenis Kelamin
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Joshi (2005) di India dari total populasi anak usia
6-12 tahun sebanyak 150 orang, diperoleh kejadian karies lebih tinggi pada laki- laki
yaitu 80% sedangkan perempuan 73%. Hal ini terjadi karena perempuan lebih memiliki
keinginan untuk menjaga kebersihannya.
2. Usia
Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi karies sejalan
dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi lebih re ntan terhadap karies.
Kerentanan ini meningkat karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai
gigi tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya. Anak
mempunyai resiko karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi.
3. Tingkat Sosial Ekonomi
Anak dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi rendah mengalami jumlah karies gigi
yang lebih banyak dan kecenderungan untuk tidak mendapatkan perawatan gigi lebih
tinggi dibanding dengan anak dengan tingkat sosial ekonomi tinggi. Kemiskinan pada
golongan minoritas juga meningkatkan risiko kesehatan mulut yang buruk.
4. Merokok
Nicotine yang dihasilkan tembakau dapat menekan aliran saliva. Hal ini menyebabkan
aktivitas karies meningkat. Karies pada perokok lebih tinggi daripada bukan perokok.
5. Mikroflora
Kelembapan yang paling tinggi, adanya makanan terlarut secara konstan dan
juga partikel-partikel kecil makanan membuat mulut merupakan lingkungan ideal
bagi pertumbuhan bakteri. Mikroflora mulut atau rongga mulut sangat beragam;
banyak bergantung pada kesehatan pribadi mas ing - masing individu. (Michael J.
Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 549).
Pada waktu lahir, rongga mulut pada hakikatnya merupakan suatu inkubator
yang steril, hangat, dan le mbap yang mengandung sebagai substansi nutrisi. Air liur
terdiri dari air, asam amino, protein, lip id, karbohidrat, dan senyawa- senyawa
anorganik. Jadi, air liur merupakan medium yang kaya serta komp leks yang dapat
dipergunakan sebagai sumber nutr ien bagi mikrobe pada berbagai situs di dalam
mulut. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Cha n, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008:
549- 550).
Beberapa jam sesudah lahir, terdapat peningkatan jumlah mikroorganis me
sedemik ian sehingga di dalam waktu beberapa hari spesies bakteri yang khas bagi
rongga mulut menjadi mantap. Jasad-jasad renik ini tergolong ke dalam genus
Streptococcus, Neisseria, Veillonella, Actinomyces,da n Lactobacillus. (Michael
J.Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan,Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 551).
Jumlah dan macam spesies ada hubungannya dengan nutris i bayi serta
hubungan antara bayi tersebut dengan bayinya, pengasuhnya, dan benda-benda
seperti handuk serta botol-botol susunya. Spesies satu- satunya yang sela lu
diperoleh dari rongga mulut, bahkan sedini hari kedua setelah air, ialah
Streptococcus.
Sampai munculnya gigi, kebanyakan mikroorganisme di dala m mulut adalah aerob
atau anaerob fakultatif. Ketika gigi pertama muncul, anaerob obligat seperti
Bacteroides dan bakteri fus iform (Fusiobacterium sp.), menjadi lebih jelas karena
jaringan di sekitar gigi menyediakan lingkungan anae robik. (Michael J. Pelczar, Jr.
dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 552)
Gigi itu sendir i merupakan tempat bagi mene mpelnya mikrobe. Ada dua
spesies bakteri yang dijumpai berasosias i dengan permukaan gigi: S treptococcus
sanguis dan S. mutans (penyebab) utama kerusakan gigi, atau pembusuk gigi.
Tertahannya kedua spesies ini pada permukaan gigi merupakan akibat sifat adhesif
baik dari glikoprotein liur maupun polisakaride bakteri. Sifat menempel ini sangat
penting bagi kolonialisasi bakteri di dalam mulut. Glikoprotein liur mampu
menyatukan bakteri -bakteri tertentu dan mengikat mereka pada permukaan gigi.
Plak adalah sebuah film/lapisan sel bakteri, yang berlabuh d i sebuah matriks
polisakarida disekresi oleh mikroorganisme. Apabila gigi tidak dibersihkan secara
teratur, plak dapat terbentuk dengan cepat dan aktivitas bakteri tertentu, terutama
Streptococcus mutans, dapat menyebabkan kerusakan gigi (rongga).
Prevalensikaries berhubungan dengan diet.
Karies merupakan suatu kerusakan gigi yang dimulai dari permukaan dan
berkembang ke arah dala m. Terjadinya karies juga tergantung pada faktor- faktor
genetik, hormonal, gizi, dan faktor lainnya. Pengendali karies gigi me liputi
pembuangan p lak, pembatasan ma kanan yang mengandung sukrosa, gizi yang baik
mengandung cukup protein dan pengurangan pembentukan asam dala m mulut
dengan cara membatasi keberadaan karbohidrat dan pembersihan mulut yang
sering. Pemakaian flourida pada gigi atau peningkatan jumlah fluor p ada air
mengakibatkan peningkatan resistensi ema il terhadap asam. Pengendalian penyakit
periodontal memerlukan pembuangan karang gigi dan kebersihan mulut.
6. Biofilm
Biofilm merupakan suatu kumpulan mikroba sejenis ma upun berbeda jenis yang
melekat pada permukaan substrat biologis maupun non biologis, dimana satu sel dengan
sel yang lainnya saling terikat dan melekat pada substrat dengan perantaraan suatu matrik
extracellular polymeric substance (EPS) atau disebut juga exopolysaccharide.
Biofilm adalah lapisan yang terbentuk oleh koloni sel-sel mikroba dan melekat pada
permukaan substrat, berada dalam keadaan diam, karakter berlendir, dan tidak mudah
terlepas.
Biofilm merupakan salah satu contoh dari hubungan kompleks antara berbagai
mikroba yang seringkali berasal dari spesies yang berbeda. Biasanya menempel pada
permukaan gigi (plak gigi), kerak dalam aliran air, tirai kamar mandi (buih sabun juga
merupakan biofilm), alat medis yang ditanam dalam tubuh (pipa dalam saluran tubuh)
dan lapisan lendir sistem pencernaan. Para ilmuwan memperkirakan bahwa biofilm
merupakan habitat mikroba yang alami. Biofilm berkembang dari suatu matriks
ekstraseluler yang terdiri atas DNA, protein, dan serabut polisakarida dari glikokaliks se l.
Matriks melekat satu sel dengan yang lain dan juga pada permukaan substrat. Biofilm
merupakan lingkungan mikro yang mengandung nutrien dan melindungi koloni bakteri
(dari tekanan lingkungan, radiasi sinar ultraviolet, obat antimikroba, pH, suhu, dan
kelembaban).
Plak pada gigi adalah suatu bentuk biofilm yang mengarah pada kerusakan gigi
(cavities/gigi berlubang). Pembentukan dimulai dari kolonisasi Streptococcus mutans
pada gigi. Bakteri ini menguraikan karbohidrat terutama sukrosa (gula tebu) sebagai
sumber nutrien dan untuk pembentukan glikokaliks. Sukrosa diuraikan menjadi
monosakarida sebagai sumber energi sel, dengan bantuan enzim. Enzim kedua yang
dikeluarkan oleh sel berupa rantai polisakarida yang tidak larut untuk menguraikan
fruktosa, yang disebut sebagai molekul glukan (seperti matriks glikokaliks yang
mengelilingi sel). Adanya glukan ini akan melekatkan Streptococcus mutans pada gigi,
menyediakan tempat bagi spesies bakteri mulut lain dan menjerat partikel nutrien. Suatu
biofilm kini telah terbentuk. Bakteri di dalam biofilm mencerna nutrien dan melepaskan
zat asam, yang dapat merusak gigi dengan matriks biofilm. Asam secara berangsur-
angsur akan mengikis mineral penyusun gigi, menyebabkan gigi berlubang dan pada
akhirnya bisa menghilangkan gigi.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa bakteri dalam biofilm menunjukkan
perbedaan yang mencolok dari individu, bakteri yang berenang bebas. Contoh,nya suatu
sel yang berenang bebas, bakteri tanah Pseudomonas putida bergerak dengan flagel.
Ketika ia menjadi suatu bagian dari biofilm maka akan kehilangan gen protein
pembentuk flagel dan sebagai gantinya memulai sintesis pili. Sebagai tambahan, gen
yang menyandikan ketahanan terhadap antibiotik pada Pseudomonas putida akan menjadi
lebih aktif saat berada dalam biofilm. Bakteri dalam biofilm berkomunikasi melalui pesan
kimia untuk membantu mengatur dan membentuk struktur tiga dimensi. Arsitektur suatu
biofilm menyediakan perlindungan daripada bakteri yang berenang bebas. Sebagai
contohnya pada saat kadar oksigen rendah di bagian dalam biofilm maka akan lebih
mengaktifkan zat antibiotik. Lebih dari itu, kehadiran begitu banyak jenis bakteri dalam
biofilm akan meningkatkan kemungkinan bakteri dalam komunitas biofilm dalam
melawan dan menjadi kebal tehadap pemberian antibiotik.
E. Klasifikasi
A. Menurut G.V. Black
Kelas I.
Karies pada permukaan occlusal yaitu pada 2/3 occlusal, baik pada permukaan
labial/lingual/palatal dari gigi- geligi dan juga karies yang terdapat pada permukaan
lingual gigi- geligi depan.

KelasII.
Karies yang terdapat pada permukaan proximal dari gigi- geligi belakang temasuk karies
yang menjalar ke permukan occlusalnya.

KelasIII.
Karies yang terdapat pada permukaan proximal dari gigi- geligi depan dan belum
mengenai incisal edge.

KelasIV.
Karies pada permukaan proximal gigi- geligi depan dan telah mengenai incisal edge.

KelasV.
Karies yang terdapat pada 1/3 cervical dari permukaan buccal/labial atau lingual palatinal
dari seluruh gigi-geligi

KelasVI.
Karies yang terdapat pada daerah incisal edge gigi depan atau pada ujung cups dari gigi
belakang
B. Menurut Mount & Hume
Klasifikasi mount adalah prisip preparasi seminimal mungkin. Merupakan klasifikasi
baru kombinasi antara Site dan Size. Keuntungan dari menggunakan klasifikasi ini adalah
kemungkinan mengenal semua lesi mulai dari tahap awal terbentuknya lesi dan
melakukan tindakan invasif seminimal mungkin/ membuang jaringan gigi yang tidak
mendukung seminimal mungkin.
Site adalah permukaan yang sering terjadinya akumulasi plak .
 Site 1 : pada daerah oklusal
 Site 2 : pada daerah aproksimal
 Site 3 : pada daerah servikal
Size adalah suatu proses prkembangan lesi karies.
 Size 0 : lesi awal sebagai tanda telah terjadinya demineralisasi ( harus dialkukan
remineralisasi ; dengan pengulasan flor pada lesi )
 Size 1 : kavitas kecil di permukaan sampai dentin ( dilakukan restorasi )
 Size 2 : kavitas dentin yang cukup dalam sehngga diperlukan restorasi dan sisa
jarinagan gigi cukup kuat untuk menahan restorasi.
 Size 3 : kavitas lebih luas cusp dan tepi insisal terlibat samapi pecah/ tidak kuat
lagi menahan tekan oklusi , kavitas perlu di perlebar sehingga restorasi dapat
dibuat aggar menyangga sisa struktur gigi yang ada.
 Size 4 : kavitas / karies yang luas dan kehilangan banyak struktur gigi ;
kehilangan cusp/insisal.
C. Menurut ICDAS
Selain mereka berdua, ada juga klasifikasi karies dari ICDAS (International Caries
Detection and Assessment System). ICDAS ini mereka mengklasifikasi karies
berdasarkan keparahan kariesnya, misalnya masih belum ada kavitas, sampai kavitas
yang mencapai pulpa. Klasifikasi ICDAS ini yang digunakan dikampus aku. Klasifikasi
ini dalam bentuk angka, dan diawali dengan huruf D, misal D0, D1. Sampai saat ini sih,
aku belum tau apa arti D tersebut.
 0 : gigi yang sehat.
 1 : perubahan awal pada email yang tampak secara visual. Biasa dilihat dengan
cara mengeringkan permukaan gigi, dan tampak adanya lesi putih di gigi
tersebut.
 2 : perubahan pada email yang jelas tampak secara visual. Terlihat lesi putih pada
gigi, walau gigi masih dalam keadaan basah.
 3 : kerusakan email, tanpa keterlibatan dentin (karies email).
 4 : terdapat bayangan dentin (tidak ada kavitas pada dentin). Karies pada tahap
ini sudah menuju dentin, berada pada perbatasan dentin dan email (dentino-
enamel junction).
 5 : kavitas karies yang tampak jelas dan juga terlihatnya dentin (karies sudah
mencapai dentin).
 6 : karies dentin yang sudah sangat meluas (melibatkan pulpa).

D. Menurut lokasi karies


a. Karies pit dan fisur
biasanya sulit dideteksi; lubang akan semakin dalam , hingga di dentin proses
perlubangan mengikuti pola segitiga ke arah pulpa.
b. Karies permukaan halus
karies proksimal, biasanya sulit dieteksi sehingga memerlukan pemeriksaan radiografi.
karies akar, biasanya terbentuk ketik permukaan akar telah terbuka karena resesi
gingiva. Jika gingiva sehat maka karies tidak akan berkembang
E. Menurut dalamnya struktur jaringan yang terkena
a. Karies superfisial/email
 mengenai lapisan email, dapat menyebabkan iritasi pulpa
 berkembang sangat lambat (3-4tahun)
 gambaran klinisnya terdapat white spot
b. Karies media/dentin
 karies mengenai lapisan dentin sehingga dapat menyebabkan reaksi hiperemia pada
pulpa
 terasa nyeri jika terkena rangsangan panas atau dingin
c. Karies profunda/pulpa
karies mengenai lebih dari setengah dentin bahkan menembus pulpa
F. Klasifikasi menurut waktu terjadinya
a. Karies primer
terjadi pada lokasi yang belum pernah memiliki riwayat karies sebelumnya
b. Karies sekunder
timbul pada lokasi yang telah memiliki riwayat karies sebelumnya; biasanya pada tepi
tumpatan
G. Menurut tingkat progresifitasnya
a. Karies akut
berkembang dan memburuk dengan cepat; misalnya rampan karies
b. Karies kronis
berjalan lambat, penampakkan warna kecoklatan sampai hitam
c. Karies terhenti
lesi karies tidak berkembang, dapat dikarenakan perubahan lingkungan

F. Patogenesis
Mekanisme terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak di permukaan gigi.
Sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu
berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5).Hal ini
menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi.8 Penurunan pH yang
berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi
yang rentan dan proses karies pun dimulai dari permukaan gigi (pits, fissur dan daerah
interproksimal) meluas ke arah pulpa.
Plak dianggap sebagai salah satu dari bentuk biofilm dalam rongga mulut karena
arsitekturnya serupa dengan biofilm yang ada di alam. Dengan demikian plak yang disebut
biofilm gigi dapat didefinisikan sebagai suatu deposit lunak yang mengandung berbagai
macam kumpulan mikroorganisma pada permukaan gigi sebagai biofilm
PROSES PEMBENTUKAN PLAK.
Proses pembentukan plak dapat dibagi atas tiga tahap yaitu: (1) pembentukan pelikel
yang membalut permukaan gigi, (2) kolonisasi awal oleh bakteri, dan (3) kolonisasi sekunder
dan pematangan plak.8
Pembentukan pelikel dental pada permukaan gigi merupakan fase awal dari pembentukan
plak. Pada tahap awal ini permukaan gigi akan dibalut oleh pelikel glikoprotein. Pelikel
tersebut berasal dari saliva dan cairan sulkular, begitu juga dari produk sel bakteri, pejamu
dan debris. Pelikel berfungsi sebagai penghala ng protektif, yang akan bertindak sebagai
pelumas permukaan dan mencegah pengeringan jaringan.8 Sifat pelikel sangat lengket dan
mampu membantu melekatkan bakteri-bakteri tertentu pada permukaan gigi.
Dalam waktu beberapa jam bakteri akan dijumpai pada pelikel dental. Hal ini menandai
bermulanya tahap kolonisasi awal bakteri pada permukaan gigi. Bakteri yang pertama-tama
mengkoloni permukaan gigi yang dibalut pelikel adalah didominasi oleh mikroorganisma
fakultatif gram-positif, seperti Actinomyces viscosus dan Streptococcus sanguis. Pengkoloni
awal tersebut melekat ke pelikel dengan bantuan adhesin, yaitu molekul spesifik yang berada
pada permukaan bakteri. Massa plak kemudian mengalami pematangan bersamaan dengan
pertumbuhan bakteri yang telah melekat, maupun kolonisasi dan pertumbuhan spesies
lainnya. Dalam perkembangannya terjadi perubahan ekologis pada biofilm, yaitu peralihan
dari lingkungan awal yang aerob dengan spesies bakteri fakultatif gram-positif menjadi
lingkungan yang sangat miskin oksigen dimana yang dominan adalah mikroorganisme
anaerob gram-negatif.
Tahap akhirnya merupakan kolonisasi sekunder dan pematangan plak. Pengkoloni
sekunder adalah mikroorganisme yang tidak turut sebagai pengkoloni awal ke permukaan
gigi yang bersih, diantaranya Prevotella intermedia, Prevotella loescheii, spesies
Capnocytophaga, Fusobacterium nucleatum, dan Porphyromonas gingivalis.
Mikroorganisme tersebut melekat ke sel bakteri yang telah berada dalam massa plak.
Interaksi yang menimbulkan perlekatan bakteri pengkoloni sekunder ke bakteri pengkoloni
awal dinamakan koagregasi. Pada stadium akhir pembentukan plak, yang dominan adalah
koagregasi diantara spesies gram- negatif, misalnya koagregasi Fusobacterium nucleatum
dengan Porphyromonas gingivalis.

2. Pemeriksaan Klinis.
Pemeriksaan ekstra oral:
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan di daerah sekitar mulut bagian luar. Meliputi bibir,
TMJ, kelenjar limfe, hidung, mata, telinga wajah, kepala dan leher. Pemeriksaan ekstra oral
dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan yang terlihat secara visual atau terdeteksi secara
palpasi, seperti kecacatan, pembengkakan, benjolan, luka, cedera, memar, fraktur, dislokasi,
dan lain sebagainya.
Pemeriksaan intra oral:
Pada pemeriksaan ini bias menggunakan instrument seperti sonde dan kaca mulut. Pada
pemeriksaan ini yang dapat dilihat adalah jaringan lunak (mukosa, bibir, lidah, tonsil,
palatum molle, palatum durum, dan gingival) serta gigi (meliputi kebersihan mulut, keadaan
gigi geligi, posisi gigi geligi, spasing, drafting, dan oklusi).
1. Inspeksi
Memeriksa dengan mengamati obyek (gigi) bagaimana dengan warna, ukuran, bentuk,
hubungan anatomis, keutuhan, permukaan jaringan, permukaan, karies, abrasi, dan resesi
2. Perkusi
Perkusi dilakukan dengan cara memberi pukulan cepat tetapi tidak keras dengan
menggunakan ujung jari, kemudian intensitas pukulan ditingkatkan. Selain menggunakan
ujung jari pemeriksaan ini juga sering dilakukan dengan menggunakan ujung instrumen.
Terkadang pemeriksaan ini mendapatkan hasil yang bias dan membingungkan diagnosa.
Cara lain untuk memastikan ada tidaknya kelainan yaitu dengan mengubah arah
pukulannya yaitu mula- mula dari permukaan vertikal-oklusal ke permukaan bukal atau
lingual mahkota. Gigi yang dipukul bukan hanya satu tetapi gigi dengan jenis yang sama
pada regio sebelahnya. Ketikamelakukan tes perkusi dokter juga harus memperhatikan
gerakan pasien saat merasa sakit .
3. Sondasi
Sondasi merupakan pemeriksaan menggunakan sonde dengan cara menggerakkan sonde
pada area oklusal atau insisal untuk mengecek apakah ada suatu kavitas atau
tidak(Tarigan, 1994).
4. Probing
Probing bertujuan untuk mengukur kedalaman jaringan periodonta l dengan menggunakan
alat berupa probe. Cara yang dilakukan dengan memasukan probe ke dalam attached
gingiva, kemudian mengukur kedalaman poket periodontal dari gigi pasien yang sakit.

3. Pemeriksaan Penunjang
I. Tes Vitalitas
Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu gigi
masih bisa dipertahankan atau tidak. Biasanya digunakan untuk mengetahui apakah saraf
sensori masih bisa melanjutkan rangsang atau tidak.
Tes vitalitas terdiri dari empat pemeriksaan, yaitu tes termal, tes kavitas, tes jarum miller
dan tes elektris.
1. Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputiaplikasi panas dan dingin pada
gigi untuk menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal (Grossman, dkk,1995).
a. Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan, yaitu etil
klorida, salju karbon dioksida (es kering) dan refrigerant (-50o C).
Aplikasi tes dingin dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksadengan
menggunakan cotton roll maupun rubber dam.
2) Mengeringkan gigi yang akan dites.
3) Apabila menggunakan etil klorida maupunrefrigerant dapat
dilakukan dengan menyemprotkan etil klorida pada cotton pellet.
4) Mengoleskan cotton pellet pada sepertiga servikal gigi.
5) Mencatat respon pasien.
Apabila pasien merespon ketika diberi stimulus dingin dengan keluhan nyeri
tajam yang singkat maka menandakan bahwa gigi tersebut vital. Apabila tidak ada
respon atau pasien tidak merasakan apa-apa maka gigi tersebut nonvital atau
nekrosis pulpa. Respon dapat berupa respon positif palsu apabila aplikasi tes
dingin terkena gigi sebelahnya tau mengenai gingiva (Gross man, dkk, 1995).
Respon negatif palsu dapat terjadi karena tes dingin diaplikasikan pada gigi yang
mengalami penyempitan (metamorfosis kalsium).
b. Tes panas, pemeriksaan ini jarang digunakan karena dapat menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah apabila stimulus yang diberikan terlalu berlebih. Tes
panas dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan yaitu gutta perca
panas, compound panas, alattouch and heat dan instrumen yang
dapat menghantarkan panas dengan baik (Grossman, dkk,1995).
Gutta perca merupakan bahan yang paling sering digunakan
dokter gigi pada tes panas.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
1) Isolasi gigi yang akan di periksa.
2) Gutta perca dipanaskan diatas bunsen.
3) Gutta perca diaplikasikan pada bagian okluso bukal gigi.
Apabila tidak ada respon maka oleskan pada sepertiga servikal bagian bukal.
Rasa nyeri yang tajam dan singkat ketika diberi stimulus gutta perca menandakan
gigi vital, sebaliknya respon negatif atau tidak merasakan apa-apa menandakan
gigi sudah non vital (Walton dan Torabinejad, 2008).
2. Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan cara melubangi gigi.
Alat yang digunakan bur tajam dengan cara melubangi atap pulpa hingga timbul rasa
sakit. Jika tidak merasakan rasa sakit dilanjutkan dengan tes jarum miller.
Hasil vital jika terasa sakit dan tidak vital jika tidak ada sakit (Grossman, dkk, 1995).
3. Tes jarum mille r, diindikasikan pada gigi yang terdapat perforasi akibat karies atau
tes kavitas. Tes jarum miller dilakukan dengan cara memasukkan jarum
miller hingga ke saluran akar.
Apabila tidak dirasakan nyeri maka hasil adalah negatif yang menandakan
bahwa gigi sudah nonvital, sebaliknya apabila terasa nyeri menandakan
gigi masih vital (Walton dan Torabinejad, 2008).

4. Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes vitalitas gigi dengan
listrik, untuk stimulasi saraf ke tubuh.
Alatnya menggunakan Electronic Pulp Tester (EPT). Tes elektris ini
dilakukan dengan cara gigi yang sudah dibersihkan dan
dikeringkan disentuh dengan menggunakan alat EPT pada bagian bukal
atau labial, tetapi tidak boleh mengenai jaringan lunak. Sebelum alat ditempelkan, gigi
yang sudah dibersihkan diberi konduktor berupa pasta gigi. Tes ini dilakukan sebanyak
tiga kali supaya memperoleh hasil yang valid. Tes ini tidak boleh dilakukan pada
orang yang menderita gagal jantung dan orang yang menggunakan alat pemacu
jantung. Gigi dikatakan vital apabila terasa kesemutan, geli, atau hangat dan gigi
dikatakan non vital jika sebaliknya. Tes elektris tidak dapat dilakukan pada gigi
restorasi, karena stimulasi listrik tidak dapat melewati akrilik, keramik, atau logam.
Tes elektris ini terkadang juga tidak akurat karena beberapa faktor antara lain,
kesalahan isolasi, kontak dengan jaringan lunak atau restorasi, ak ar gigi yang
belum immature, gigi yang trauma dan baterai habis (Grossman, dkk, 1995).

II. Pemeriksaan Radiografik.


Pemeriksaan ini menjelaskan berbagai gambaran radiopak dan radiolusen pada radiografi.
Tujuannya mengidentifikasi ada tidaknya penyakit, memberikan informasi ciri khas
radiografik dan perluasan suatu penyakit diferensial diagnosis.
Sebelum melakukan interpretasi radiografik, yang harus dilakukan adalah:
1. Periksa dan menyesuaikan data pasien
2. Evaluasi mutu dan menentukan apakah radiograf dapat diinterpretasi atau tidak
3. Memposisikan radiograf menghadap operator (dot orientasi menghadap ke atas)
4. Meletakkan radiograf pada “viewer” sesuai regio
Interpretasi hasil pemeriksaan radiografis untuk mendeteksi karies:

1. Karies oklusal
Superimposisi email pada cusp bukal- lingual/palatal (email tampak sangat
radiopak)
a.Karies oklusal dini: sulit tampak, sampai mencapai DEJ
b.Karies oklusal sedang: karies sudah meluas ke arah dentin, radiolusensi berada
di bawah email permukaan oklusal gigi, tampak berupa garis radioluses tipis.
c.Karies oklusal berat: karies sudah meluas ke arah dentin, radiolusensi besar dan
berada di bawah email permukaan oklusal gigi, ke arah kamar pulpa.
2. Karies proksimal
Karies yang terjadi di permukaan kontak proksimal gigi yang bersebelahan.
Lokasi di bawah titik kontak karies email akan tampak berbentuk puncak segitiga
pada daerah DEJ. Karies yang sudah mencapai DEJ akan menyebar ke arah lateral
berlanjut ke dentin. Tampak radiolusensi segitiga pada dentin. Dasarnya DEJ
mengarah ke kamar pulpa.
a. Karies proksimal dini: meluas kurang dari setengah ketebalan email
b. Karies proksimal sedang: meluas lebih dari setenga ketebalan email tetapi
tidak melewati CEJ
c. Karies proksimal lanjut: meluas sampai dengan atau melewati DEJ tetapi
tidak meluas lebih dari setengah ketebalan dentin ke arah pulpa, membentuk
segitiga kedua dengan dasar DEJ, puncak ke arah pulpa.
d. Karies proksimal berat: meluas dari enamel melewati dentin dan meluas
lebih dari setengah ketebalan dentin ke arah pulpa. Kamar pulpa dapat terlihat
terbuka atau tidak. Kalau parah, email pecah oleh tekanan kunyah, radiolusensi
sangat luas.
3. Karies bukal

Karena adanya superimposisi dengan densitas struktur gigi yang masih normal,
karies bukal, lingual/palatal sulit dideteksi secara radiografis.
a. Karies berukuran kecil: tampak berupa radiolusensi oval
b. Karies berukuran besar: radiolusensi elips setengah lingkaran
4. Karies akar
Lokasi servikal gigi. Hanya melibatkan akar gigi, tidak melibatkan email.
Resensi gingiva dan kehilangan tulang marginal akan terbuka. Tampak
radiolusensi berbentuk cekungan di bawah CEJ.

5. Karies sekunder
Lokasi di sekitar restorasi. Radiolusensi di sekitar/di sepanjang/di bawah
tumpatan. Perluasankaries dapat tertutup restorasi radiopak. Terlihat jelas bila
berada di mesio-gingival, di distogingival, tepi oklusal.
6. Karies rampan
Radiolusensi menyeluruh, terutama di servikal gigi. Radiolusensi tampak
mengelilingi leher gigi.

Prosedur Pemeriksaan Radiografik


1. komunikasi dan prosedur awal
- Menyapa dengan menyebut nama dan senyum
- Mempersilakan masuk
- Meminta ijin untuk melakukan foto di daerah tertentu
- Mempersilakan melepas peralatan(gigi tiruan, kacamata,dll)
- Pasang baju pelindung (apron)
- Mempersilakan duduk pada dental chair
2. mempersiapkan posisi penderita
- tentukan bidang oklusal RA/RB
- penderita dalam posisi tegak
3. pasang film
- gigi yang dituju berada di tengah film
- Instruksikan penderta untuk menahan film dengan jari
- Intruksikan penderita untuk diam tidak bergerak sampai selesai
4. central ray
- atur sudut vertical dan horizontal
- posisikan cone pada apex gigi
5. exposure
- penetapan waktu exposure
6. finishing
- sisihkan tube kesamping
- ambil apron dari mulut penderita
- ambil apron
- ucapkan terimaksih
Daftar Pustaka

Bakar, A., 2013, Kedokteran Gigi Klinis, edisi 2, Quantum, Yogyakarta.

Burns, C. R., Cohen, S., 1994, Pathways of The Pulp, 6th Ed, Mosby-Year Book, Philadelphia.

Grosman, L. I., Seymour, O., Carlos, E., D., R., 1995, Ilmu Endodontik dalam Praktek, edisi kesebelas,
EGC, Jakarta.

Hall-Stoodley L, Costerton JW, Stoodley P. 2004. Bacterial biofilms: From the natural environment to
infectious diseases. Nat Rev Microbiol 2: 95–108

Hoesin S.2003. Pengaruh perilaku dalam kesehatan gigi pada kelompok usia 12 tahun terhadap
keparahan karies. J Kedok Gigi UI.: 10 (Edisi khusus): 531-6.

Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan.2008.Dasar-Dasar Mirobiologi.Jakarta:EGC

Merry.R 2014. Karies: Etiologi, Karakteristik Klinis dan Tatalaksana.Majalah kedokteran UKI Vol
XXX No.1

Tarigan, R., 1994, Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti), Widya Medika, Jakarta.

Tarigan, R., 2002, Perawatan Pulpa Gigi (endodontic), EGC, Jakarta.

Walton, R.E., Torabinejad, M., 2008, Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai