Anda di halaman 1dari 93

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PEMBERSIHAN

SMEAR LAYER ANTARA TEKNIK IRIGASI AGITASI


MANUAL DINAMIK DAN ULTRASONIK PADA
SEPERTIGA APIKAL SALURAN AKAR
(STUDI SEM)

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

GLORIA INEZ RIYANDINI


150600187

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2019

Universitas Sumatera Utara


Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Konservasi Gigi
Tahun 2019

Gloria Inez Riyandini


Perbandingan Efektivitas Pembersihan Smear layer antara Teknik Irigasi Agitasi
Manual Dinamik dan Ultrasonik pada Sepertiga Apikal Saluran Akar (Studi SEM)
vii + 57 halaman
Saat ini, armamentarium irigasi menyediakan berbagai alat dan teknik yang
dapat membantu praktisi mengurangi bakteri dan debris dalam saluran akar. Namun,
tidak ada teknik irigasi yang digunakan sebagai standar yang diterima secara
universal. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa teknik irigasi agitasi manual
dinamik dan teknik irigasi ultrasonik memiliki penetrasi bahan irigasi yang sama
baiknya terhadap kanal lateral saluran akar, tetapi belum ada yang membandingkan
kebersihan dinding saluran akar antara kedua teknik tersebut. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui teknik irigasi yang lebih efektif dalam membersihkan
smear layer pada sepertiga apikal saluran akar.
Penelitian ini menggunakan 24 gigi premolar mandibula yang sudah dicabut.
Dilakukan dekoronasi, ekstirpasi pulpa dan dilakukan preparasi dengan Protaper
Universal Rotary Instrument mulai dari file S1 hingga file F3, lalu dibagi ke empat
kelompok perlakuan. Kelompok 1 diirigasi dengan teknik irigasi agitasi manual
dinamik menggunakan NaOCl 2,5% + EDTA 17%, kelompok 2 dengan teknik irigasi
ultrasonik menggunakan NaOCl 2,5% + EDTA 17%, kelompok 3 dengan teknik
irigasi konvensional menggunakan NaOCl 2,5% + EDTA 17%, dan kelompok 4
dengan teknik irigasi konvensional dengan larutan saline. Setiap sampel dikeringkan
dengan paper points dan dibelah secara bukolingual menjadi 2 bagian. Selanjutnya
dilakukan uji kebersihan smear layer dengan Scanning Electron Microscope (SEM)
dengan perbesaran 1000x pada sepertiga apikal. Pengukuran kebersihan smear layer
menggunakan sistem skor dari Torabinejad (2003).
Hasil uji Kruskall Wallis menunjukkan perbedaan yang signifikan pada
seluruh kelompok perlakuan (0,000). Hasil uji Mann Whitney menunjukkan ada
perbedaan yang signifikan antara kelompok agitasi manual dinamik dengan
kelompok kontrol (0,004), juga antara kelompok ultrasonik dengan kelompok kontrol
(0,004), tetapi antara kelompok agitasi manual dinamik dengan ultrasonik tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan (0,512). Kesimpulannya, teknik agitasi
manual dinamik dan ultrasonik sama-sama dapat membersihkan sepertiga apikal akar
dengan baik dan lebih efektif dibandingkan teknik irigasi konvensional. Sehingga
teknik irigasi agitasi manual dinamik dapat menjadi alternatif ketika teknik irigasi
ultrasonik tidak dapat dilakukan.
Kata kunci : Teknik irigasi, Ultrasonik, Agitasi manual dinamik, Smear layer.
Daftar rujukan: 37 (2000-2018)

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 4 Oktober 2019


Pembimbing: Tanda Tangan

Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp. KG (K) ............................................


NIP: 19410830 196509 1 001

Universitas Sumatera Utara


TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

pada tanggal 4 Oktober 2019

TIM PENGUJI

KETUA : Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG (K)

ANGGOTA : 1. Nevi Yanti, drg., M.Kes, Sp.KG

2. Fitri Yunita Batubara, drg., M.DSc

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat, dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sebab berkat,
rahmat dan kasih karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Gigi.
Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada kedua
orang tua penulis yaitu Bambang Iriyandi, S.Pi, M.P, dan Nevikar Dachi, S.E, dan
kakak Mentari Christ Riyandini, SKM, juga adik Demas Ebenhaezer Iriyandi yang
amat penulis kasihi, yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungan selama
proses penyelesaian skripsi ini.
Selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan
banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini
dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., Sp.RKG(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
2. Cut Nurliza, drg., M.Kes, Sp.KG selaku Ketua Departemen Ilmu
Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU yang telah memberikan arahan dan
masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG (K) selaku pembimbing penulis
yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, pemikiran, dukungan, dan bimbingan
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas
Kedokteran Gigi USU yang telah membantu penulis dengan memberikan arahan dan
masukan dalam penyelesaian skripsi.
5. Staf Departemen Ilmu Konservasi Gigi yang telah membantu dalam hal
administrasi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
6. Ika Andryas, drg., M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di
Fakultas Kedokteran Gigi USU.

Universitas Sumatera Utara


7. Dr. Tulus Ikhsan Nasution, M.Sc selaku kepala Laboratorium Terpadu
USU yang telah memberikan izin menggunakan SEM untuk melakukan penelitian.
8. Hamdan Azhari, S.Si, M.Si selaku asisten Laboratorium Terpadu USU
atas masukan, bantuan, dan bimbingan yang diberikan.
9. Sahabat-sahabat terbaik penulis di FKG yaitu Dian Shierly, Stephanie
Sinulingga, Stephanie Damanik, Mega Tampubolon, Jesicha Pangaribuan, Christine
Napitupulu, Ruth Sitorus, Poppy Novia, Yessi Purba, dan Rahmah Khairunisa untuk
selalu ada dan memberikan semangat juga motivasi setiap saat yang berarti sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Kepada segenap mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi USU angkatan
2015, dan mahasiswa skripsi Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU,
yaitu Maria, Sri Putri, bang Sanjeev, Yulia, Salista, Annisa, Putri, Veni, Reny, dan
Efendi yang selalu bersedia membantu penulis.
11. Teman – teman KKN Botohilitano Nias Selatan, Gerakan Pemuda GPIB
Yoppe Belawan, dan Sutomo 2 yang selalu memberikan motivasi dan semangat
kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan
satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan wawasan
yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan bermanfaat bagi masyarakat.

Medan, September 2019


Penulis,

( Gloria Inez Riyandini )


NIM. 150600187

Universitas Sumatera Utara


i

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN TIM PENGUJI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI .................................................................................................................. i
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ vi
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................. vi
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian ...............................................................................................5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 6


2.1 Anatomi Saluran Akar.........................................................................................6
2.2 Smear layer dalam Saluran Akar .......................................................................8
2.3 Irigasi Saluran Akar.............................................................................................9
2.4 Teknik Irigasi .....................................................................................................13
2.5 Scanning Electron Microscope (SEM) ............................................................27

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN .......................... 30


3.1 Kerangka Konsep ..............................................................................................30
3.2 Hipotesis Penelitian ...........................................................................................30

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN...................................................................... 31


4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian .......................................................................31
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................................................31
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian .......................................................................31
4.4 Besar Sampel ......................................................................................................32
4.5 Variabel Penelitian ............................................................................................33
4.6 Alat dan Bahan Penelitian ................................................................................36
4.7 Prosedur Penelitian ............................................................................................38
4.8 Analisa Data .......................................................................................................46

Universitas Sumatera Utara


ii

BAB 5 HASIL PENELITIAN .................................................................................... 47


BAB 6 PEMBAHASAN ............................................................................................. 54
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................... 60
7.1 Kesimpulan.........................................................................................................60
7.2 Saran....................................................................................................................60

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 56


LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Variasi anatomi akar dan saluran akar ..................................................................... 7
2. Teknik aktivasi dalam irigasi saluran akar ............................................................. 14
3. Desain jarum .......................................................................................................... 16
4. Jumlah vortex ......................................................................................................... 17
5. Gambaran skematik aliran akustik di sekitar file ultrasonik .................................. 20
6. Scoring system Torabinejad ................................................................................... 24
7. Sampel diletakkan pada bais .................................................................................. 34
8. Dekoronasi dengan separating disk ........................................................................ 34
9. Sampel diukur ........................................................................................................ 34
10. Pengambilan pulpa ............................................................................................... 34
11. Inisiasi dan negosiasi dengan K-file .................................................................... 35
12. Preparasi dengan Protaper S1............................................................................... 35
13. Preparasi dengan Protaper S2............................................................................... 35
14. Preparasi dengan Protaper F1............................................................................... 35
15. Preparasi dengan Protaper F2............................................................................... 36
16. Preparasi akhir dengan Protaper F3 ..................................................................... 36
17. Irigasi NaOCl ....................................................................................................... 37
18. Agitasi manual dinamik dengan gutta percha ...................................................... 37
19. File ultrasonik ...................................................................................................... 37
20. Sampel dikeringkan dengan paper points ........................................................... 38
21. Scanning Electron Microscope ............................................................................ 39
22. Sampel gigi diletakkan pada sample holder ......................................................... 39
23. Hasil SEM dan skor sepertiga apikal kelompok 1 ............................................... 41
24. Hasil SEM dan skor sepertiga apikal kelompok 2 ............................................... 41
25. Hasil SEM dan skor sepertiga apikal kelompok 3 ............................................... 42
26. Hasil SEM dan skor sepertiga apikal kelompok 4 ............................................... 42
27. Grafik kebersihan smear layer pada setiap kelompok perlakuan ....................... 44

Universitas Sumatera Utara


iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Definisi operasional ............................................................................................... 30
2. Uji Kappa statistik .................................................................................................. 44
3. Frekuensi skor smear layer .................................................................................... 46
4. Uji Kruskall Wallis ................................................................................................ 47
5. Uji Mann Whitney .................................................................................................. 47

Universitas Sumatera Utara


v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
1. Alur Pikir
2. Alur Perlakuan Sampel
3. Hasil Scanning Electron Microscope (SEM)
4. Hasil Uji Kappa Test
5. Hasil Uji Kruskall Wallis
6. Hasil Uji Mann-Whitney
7. Surat Ethical Clearance

Universitas Sumatera Utara


vi

DAFTAR SINGKATAN

SEM : Scanning Electron Microscope


PUI : Passive Ultrasonic Irrigation / Irigasi Ultrasonik Pasif
AMD : Agitasi Manual Dinamik
EDTA : Ethylenediamine Tetraacetic Acid
MTAD : Mixture of Tetracyclin, Acid and Detergent
CRT : Cathode Ray Tube

Universitas Sumatera Utara


1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeliminasi baik jaringan vital
atau nekrotik maupun mikroorganisme pada saluran akar, dan mencegah
terjadinya infeksi rekuren.1 Tiga prinsip utamanya yaitu preparasi secara
kemomekanis (cleaning and shaping), sterilisasi, dan obturasi. Preparasi saluran
akar merupakan salah satu tahapan terpenting dalam perawatan saluran akar.
Preparasi saluran akar dapat secara mekanis, dengan instrumentasi endodontik
yang berperan untuk membentuk dan melebarkan saluran akar, dan juga untuk
memfasilitasi bahan irigasi dan obturasi.2,5 Tindakan preparasi mekanis saluran
akar juga dapat menyebabkan gesekan instrumen endodontik dengan dinding
saluran akar, yang dapat menghasilkan suatu lapisan yaitu smear layer.3
Smear layer adalah suatu lapisan debris dengan ketebalan kira-kira 5-10m
yang jika dilihat dengan Scanning Electron Microscope, terlihat sebagai lapisan
irregular yang amorf, yang tersusun dari komponen organik maupun anorganik,
seperti jaringan nekrotik, dentin, sisa jaringan pulpa, sisa odontoblas, dan
mikroorganisme.4 Adanya smear layer dapat menyebabkan kontaminasi
mikroorganisme karena smear layer dapat menjadi substrat bagi bakteri untuk
bertahan hidup, berkembang, sehingga kemungkinan reinfeksi dapat terjadi.
Smear layer juga dapat menghalangi adaptasi medikamen dan bahan obturasi,
serta adhesi penetrasi bahan sealer ke dalam tubulus dentin karena terhalang oleh
smear layer tersebut.5
Salah satu kriteria keberhasilan preparasi adalah kebersihan saluran akar,
yang dapat ditentukan dengan terpreparasinya seluruh dinding saluran akar.
Tetapi, anatomi saluran akar yang kompleks membuat perawatan saluran akar
memiliki tingkat kesulitan yang tinggi.6 Berbagai faktor morfologis saluran akar
terutama pada bagian sepertiga apikal, seperti adanya ramifikasi, kanal lateral

Universitas Sumatera Utara


2

dan aksesori, fin, isthmus, dan cul-de-sac merupakan tantangan tersendiri dalam
perawatan saluran akar karena kompleksitasnya sehingga dapat menjadi wadah
bagi mikroorganisme, dan sering tidak tercapai hanya dengan preparasi mekanis.4
Bahkan dengan penggunaan instrumentasi rotary, intrumen tersebut hanya
bekerja di bagian tengah saluran, meninggalkan fin, isthmus, dan cul-de-sac yang
tidak terjangkau setelah preparasi. Daerah ini dapat menjadi tempat tersembunyi
untuk debris jaringan, bakteri dan produknya, yang dapat mencegah adaptasi
bahan obturasi dan menghasilkan inflamasi periradikular persisten. 7
Oleh karena itu preparasi secara mekanis harus selalu disertai dengan
preparasi secara khemis yaitu irigasi untuk dapat membersihkan saluran akar
sampai ke daerah sepertiga apikal.1 Tindakan irigasi tersebut harus dilakukan
selama dan setelah instrumentasi yang bertujuan untuk menghilangkan sisa
jaringan dentin dan mikroorganisme dari saluran akar. Meskipun begitu, tidak
ada bahan irigasi tunggal yang dapat memenuhi seluruh kriteria tersebut, bahkan
dengan penggunaan metode seperti menurunkan pH, menaikkan temperatur,
bahkan menambahkan surfaktan untuk menambah efektivitas pembasahan bahan
irigasi. Penting untuk mengetahui bahwa bahan irigasi harus dapat berkontak
langsung dengan seluruh permukaan saluran akar supaya dapat beraksi dengan
efektif, terutama bagian sepertiga apikal.7
Untuk memenuhi tujuan tersebut, harus ada teknik irigasi yang tepat yang
dapat membawa bahan irigasi secara maksimal sesuai panjang kerja. Suatu
sistem pembawa bahan irigasi harus memiliki aliran dan volume yang adekuat
terhadap panjang kerja agar efektif membersihkan sistem saluran akar tanpa
mendorong cairan keluar ke jaringan periradikular.7
Saat ini, armamentarium irigasi menyediakan berbagai alat dan teknik yang
dapat membantu praktisi mengurangi bakteri dan debris dalam saluran akar.
Namun, tidak ada teknik irigasi yang digunakan sebagai standar yang diterima
secara universal. Teknik aktivasi bahan irigasi selalu dikembangkan untuk
mendapatkan teknik yang tepat untuk membawa bahan irigasi lebih efektif ke
seluruh permukaan saluran akar. Teknik ini dapat terbagi ke dua kategori, yaitu

Universitas Sumatera Utara


3

teknik irigasi manual dan teknik irigasi yang dibantu mesin. Teknik irigasi
manual dilakukan dengan penggunaan spuit dan jarum. Irigasi konvensional
dengan spuit dan jarum adalah prosedur standar yang dilakukan, tetapi tidak
efektif hingga sepertiga apikal saluran akar, isthmus maupun saluran akar yang
berbentuk oval.8
Lalu dikembangkan teknik konvensional dengan menggunakan bantuan
brush. Teknik ini cukup baik membersihkan saluran akar yang tidak terjangkau,
akan tetapi bulu sikatnya dapat lepas ke saluran akar, sehingga kemungkinan
reinfeksi dapat terjadi.9 Lalu berkembanglah metode sederhana yaitu
menggunakan gutta percha yang diaktivasi dengan tangan atau disebut juga
sebagai teknik agitasi manual dinamik. Agitasi manual dinamik (AMD)
merupakan teknik yang murah dari segi biaya untuk membersihkan seluruh
dinding saluran akar. Gutta percha yang sesuai dengan saluran akar jika
digerakkan dengan gerakan dorong-tarik hingga mencapai panjang kerja maka
dapat memproduksi efek hidrodinamik yang efektif dan meningkatkan
pembersihan debris.8
Lalu berkembang pula teknik irigasi dengan bantuan mesin. Salah satunya
menggunakan tenaga sonik. Teknik ini efektif membersihkan saluran akar, tetapi
tipnya dapat tersisa pada saluran akar, dan tidak tampak karena terlihat
radiolusen jika diradiografi.15 Metode yang berkembang pesat saat ini untuk
pembersihan smear layer adalah teknik ultrasonik dan sistem negative pressure.
Sistem EndoVac menggunakan sistem negative pressure mengalirkan larutan
irigasi ke sepertiga apikal saluran akar dengan menghisap debris yang tersisa. 10
Sedangkan teknik irigasi ultrasonik mengandalkan transmisi energi akustik dari
file yang berosilasi dengan bahan irigan. 7
Cameron (1983) membuktikan bahwa penggunaan ultrasonik sangat efektif
membersihkan smear layer bahkan sampai ke sepertiga apikal.11 McGill et al
(2008) dan Nurisawati dkk(2017) meneliti bahwa teknik agitasi manual dinamik
juga sudah dapat membersihkan sepertiga apikal saluran akar dengan baik,
bahkan lebih baik dari teknik irigasi semi negative pressure dengan bantuan

Universitas Sumatera Utara


4

mesin yaitu RinsEndo®.112-13 Jiang et al (2012) mengemukakan bahwa teknik


irigasi ultrasonik lebih efektif membersihkan smear layer dari teknik irigasi
konvensional bahkan teknik irigasi negative pressure.14 Penelitian dari Khare et
al (2017) mengemukakan bahwa kedua metode memiliki daya pembersihan
smear layer yang cukup baik pada kanal lateral, yang mana gerakan dorong-tarik
dari teknik agitasi manual dinamik cenderung menyebabkan aliran hidrodinamik
dalam saluran akar, dibandingkan dengan teknik ultrasonik yang menghasilkan
aliran akustik dan kavitasi dalam saluran akar, yang keduanya terbukti efektif
membersihkan saluran akar.35
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbandingan teknik agitasi
manual dinamik dengan teknik irigasi ultrasonik dalam membersihkan smear
layer pada sepertiga saluran akar menggunakan Scanning Electronic
Miscroscope(SEM). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
lebih lanjut mengenai teknik irigasi saluran akar dan perkembangannya, agar
dapat ditemukan teknik irigasi yang efektif dan efisien dalam membersihkan
smear layer saluran akar gigi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas, adapun permasalahan yang timbul :
Apakah terdapat perbedaan efektivitas antara teknik irigasi agitasi manual
dinamik dan teknik irigasi ultrasonik dalam membersihkan smear layer pada
sepertiga apikal saluran akar?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui perbedaan efektivitas antara teknik irigasi agitasi manual
dinamik dan teknik irigasi ultrasonik dalam membersihkan smear layer pada
sepertiga apikal saluran akar.

Universitas Sumatera Utara


5

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang teknik irigasi saluran akar
gigi, terutama teknik irigasi agitasi manual dinamik dan ultrasonik.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai studi atau referensi
tambahan tentang teknik agitasi dalam menghantarkan bahan irigasi dalam
perawatan saluran akar bagi bidang ilmu kedokteran gigi khususnya endodontik.

1.4.2 Manfaat Praktis


Sebagai informasi bagi dokter gigi mengenai teknik irigasi yang efisien dan
efektif dalam meningkatkan pelayanan gigi masyarakat.

1.4.3 Manfaat Klinis


Dapat digunakan sebagai referensi tambahan untuk memilih irigasi saluran akar
yang optimal.

Universitas Sumatera Utara


6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Keterbatasan pengetahuan mengenai anatomi saluran akar menyebabkan


kesulitan dalam perawatan saluran akar. Adanya variasi anatomi saluran akar
merupakan fenomena yang sering kali ditemukan secara klinis dengan bentuk dan
konfigurasi yang bervariasi. Melalui pemahaman mengenai kompleksitas saluran
akar, diharapkan preparasi kemomekanis dapat mencapai ke bagian sepertiga apikal
yang cukup kompleks.

2.1 Anatomi Saluran Akar


Sistem saluran akar memiliki outline menyerupai kontur eksternal gigi. Akan
tetapi, faktor patosis, psikologis dan oklusi dapat memodifikasi dimensi ini yaitu
dengan terbentuknya dentin sekunder dan tersier. Sistem saluran akar terbagi menjadi
dua bagian, yaitu kamar pulpa yang terletak pada mahkota anatomis gigi, dan saluran
akar yang terletak pada akar anatomis. Fitur yang lain yang ada pada sistem saluran
akar seperti tanduk pulpa, saluran akar aksesori, saluran akar lateral, furkasi, orifisi,
delta apikal, dan foramen apikal. Saluran akar bermula dari orifisi, yang pada
umumnya terletak pada garis servikal, dan berakhir pada foramen apikal yang
berjarak 1 mm dari ujung akar.17
Berdasarkan penampang melintangnya, saluran akar berbentuk bulat, oval,
oval panjang, pin bowling, ginjal, jam pasir, dan ireguler atau bentuk pita. 4 (Gambar
2.1) Menurut Wu MK et al(2007), 56% gigi insisivus bawah dan 63% saluran akar
tunggal gigi premolar memiliki bentuk saluran oval pada daerah sepertiga tengah dan
sepertiga apeks saluran akarnya.18 Afianita R(2007) juga menyatakan bahwa 100%
gigi premolar satu bawah memiliki saluran akar dengan persentase bentuk oval yang
besar, sehingga dalam preparasi saluran akar harus mempertimbangkan dimensi
horizontalnya.19

Universitas Sumatera Utara


7

Gambar 1. Variasi anatomi akar dan saluran akar, bentuk akar


merefleksikan bentuk saluran akarnya.4
Saluran akar aksesori merupakan saluran akar kecil yang meluas dalam arah
horizontal, vertikal, atau lateral dari pulpa ke periodonsium. Saluran akar aksesori
mengandung jaringan ikat dan pembuluh darah, akan tetapi tidak mensuplai
pembuluh darah kolateral. Saluran ini terbentuk karena terganggunya pembuluh-
pembuluh periodontal pada Hertwig’s epithelial root seath selama periode
kalsifikasi.17
Saluran aksesori juga dapat terbentuk pada bifurkasi atau trifurkasi pada gigi
dengan banyak akar, dan dinamakan saluran akar furkasi. Saluran akar furkasi ini
terbentuk sebagai hasil terganggunya pembuluh periodontal selama menyatunya
diafragma, yang berkembang menjadi dasar kamar pulpa. Saluran ini dapat menjadi
penyebab terjadinya lesi primer area furkasi pada gigi dengan akar ganda.17 Ada juga
daerah yang dinamakan cul-de-sac, yaitu kanal aksesori yang buntu, yang seringkali
tidak terbersihkan dengan preparasi kemomekanis biasa. Kondisi preparasi yang tidak
optimal ini memungkinkan mikroorganisme berkolonisasi kembali pada saluran akar
setelah obturasi, yang dapat meningkatkan risiko kegagalan endodontik. 5
Jain dan Bahuguna (2010) juga mengemukakan penelitian bahwa daerah
sepertiga apeks merupakan daerah saluran akar yang paling banyak ramifikasinya
(84,74%) Ia mengemukakan bahwa 73,5% saluran akar aksesori ditemukan pada
sepertiga apikal akar, 11,4% ditemukan pada sepertiga tengah dan 15,1% ditemukan
pada sepertiga servikal akar.20 Oleh karena itu apabila saluran akar di sepertiga apikal
tidak terpreparasi baik secara mekanis maupun khemis, maka dapat menyebabkan
perjalanan penyakit lebih lanjut ke periradikular.21

Universitas Sumatera Utara


8

1.2 Smear layer dalam Saluran Akar


Smear layer adalah lapisan yang terbentuk pada saluran akar yang telah
dipreparasi yang mengandung material organik dan anorganik. Material organik
berupa jaringan pulpa vital ataupun nekrotik, sel-sel darah, kolagen, protein koagulan,
prosesus odontoblas, bakteri dan hasil produk bakteri (endotoksin dan eksotoksin).
Material anorganik dari komponen anorganik dentin yang sebagian besar
mengandung kalsium hidroksiapatit dan trikalsium posfat.3
Gambaran smear layer pada scanning electron microscope terlihat seperti
lapisan irreguler dan amorf, dan berbentuk granul-granul yang menutupi dinding
saluran akar sampai ke tubulus dentin.4 Morfologi smear layer terdiri atas dua
lapisan. Lapisan pada bagian superfisial berupa lapisan longgar dengan ketebalan 1-2
m dan terdiri dari komponen organik dan partikel dentin. Lapisan yang lebih dalam
berbentuk partikel-partikel yang lebih kecil meluas ke dalam tubulus dentin sampai
kedalaman 40 m dan sebahagian besar dibentuk oleh potongan potongan dentin
pada saat preparasi saluran akar.3
Banyak kontroversi dari para ahli yang menyatakan apakah smear layer harus
dihilangkan atau tidak dari saluran akar. Namun para peneliti umumnya mendukung
penyingkiran smear layer karena kenyataannya keberadaan smear layer lebih banyak
menimbulkan dampak negatif pada perawatan saluran akar. Bakteri kemungkinan
dapat tertinggal pada smear layer walaupun setelah tindakan preparasi kemomekanis.
George et al (2005) menyatakan bahwa smear layer dapat menjadi substrat bagi
bakteri sehingga bakteri dapat bertahan hidup pada smear layer, berkembang dan
berproliferasi ke dalam tubulus dentin.22 Smear layer juga dapat menghalangi
adaptasi dan penetrasi bahan sealer ke tubulus dentin sehingga dapat memicu
terjadinya celah mikro di saluran apikal.3 Shahravan et. al. (2007) meneliti pengaruh
smear layer terhadap pembentukan celah mikro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penyingkiran smear layer akan mengurangi terjadinya celah mikro di apikal saluran
akar.2

Universitas Sumatera Utara


9

1.3 Irigasi Saluran Akar


Bahan irigasi memudahkan pembersihan smear layer, yaitu jaringan nekrotik,
mikroorganisme dan serpihan dentin yang terbentuk selama tahap cleaning and
shaping saluran akar dengan aksi bilasan bahan irigasi.1 Keberadaan smear layer
dalam saluran akar dapat menyebabkan obturasi tidak hermetis karena debris organik
dalam smear layer dapat menjadi tempat berkembangnya bakteri dan mencegah
sealer berkontak dengan dinding saluran akar yang dapat menyebabkan kebocoran.
Pengangkatan smear layer pada tindakan irigasi membuat bahan pengisi dapat
beradaptasi dengan baik pada dinding saluran akar dan meningkatkan adhesi bahan
sealer ke dentin serta berpenetrasi ke tubulus dentin. Oleh sebab itu, pemilihan
larutan irigasi memerlukan pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang
kompleksitas saluran akar dan juga sifat-sifat dari berbagai larutan irigasi. Di
samping itu teknik irigasi yang tepat juga turut menunjang efektivitas larutan
irigasi.23

1.3.1 Syarat bahan irigasi


Zehnder (2006) menyatakan bahwa bahan irigasi yang ideal harus memenuhi
syarat sebagai berikut :
a. Memiliki spektrum antimikroba yang luas dan efektivitas tinggi terhadap
mikroorganisme aerobik dan fakultatif
b. Mampu melarutkan jaringan nekrotik dan vital
c. Menginaktifkan endotoksin
d. Mencegah pembentukan smear layer selama instrumentasi atau
melarutkannya
e. Memiliki tegangan permukaan yang rendah sehingga dapat mencapai tubulus
dentin dengan mudah
f. Efektif mendesinfeksi saluran akar
g. Tidak toksik, atau toksisitasnya rendah
h. Dapat menjadi pelumas yang baik

Universitas Sumatera Utara


10

Sebagai tambahan, bahan irigasi yang ideal juga harus mudah didapatkan,
harganya terjangkau, mudah digunakan dan disimpan dalam waktu yang lama, tidak
menyebabkan lesi periapikal dan reaksi anafilaktik.13

Selain itu terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas bahan
irigasi, yaitu:31
a. Konsentrasi; semakin tinggi konsentrasi larutan, semakin baik efektivitasnya
sebagai bahan irigasi. Namun hal ini dapat menyebabkan sitotoksisitas yang
lebih tinggi pula.
b. Kontak; bahan irigasi harus dapat berkontak dengan substrat (mikroba,
jaringan organik) agar mampu melarutkan atau mengangkat debris keluar
saluran akar.
c. Adanya jaringan organik; jaringan organik mampu mengurangi efektivitas
medikamen, karena itu jaringan organik harus disingkirkan dengan
kemomekanis secara simultan.
d. Jumlah larutan yang digunakan; semakin banyak larutan yang diirigasikan
kedalam saluran akar, semakin tinggi pula efektivitasnya mengangkat smear
layer.
e. Ukuran jarum irigasi; umumnya, ukuran jarum yang digunakan dalam irigasi
saluran akar adalah 27G dan 30G karena dapat masuk ke saluran akar lebih
dalam untuk debridemen yang lebih baik.
f. Tegangan permukaan bahan irigasi; semakin rendah tegangan permukaan
larutan tersebut, maka efek basah yang ditimbulkannya semakin baik.
g. Temperatur bahan irigasi; menghangatkan bahan irigasi (NaOCl) dapat
meningkatkan efektivitasnya.
h. Frekuensi irigasi; semakin sering irigasi dilakukan, maka pembersihan yang
dilakukan semakin baik.
i. Diameter saluran akar; semakin besar saluran akar yang dibentuk selama
preparasi, akan memudahkan jarum untuk masuk lebih dalam dan bahan
irigasi dapat membersihkan hingga ke sepertiga apikal.

Universitas Sumatera Utara


11

2.3.2 Bahan Irigasi


Hingga saat ini, belum ada bahan irigasi tunggal yang mampu memenuhi
kriteria bahan irigasi ideal sehingga bahan irigasi sering dikombinasi penggunaannya
agar dapat memenuhi kriteria tersebut. Ada empat tipe bahan irigasi yang digunakan,
yaitu bahan irigasi bersifat desinfektan, bahan irigasi oksidator, bahan irigasi kelator,
dan bahan irigasi yang dimodifikasi. 23

2.3.2.1 Sodium Hipoklorit


Bahan irigasi yang paling banyak digunakan dalam irigasi saluran akar adalah
sodium hipoklorit (NaOCl). Sodium hipoklorit memiliki aktivitas antimikroba
spektrum luas, sporisid, virusid, mampu melarutkan jaringan pulpa vital dan nekrotik,
dan dapat membilas debris dan smear layer keluar dari saluran akar. Sodium
hipoklorit juga banyak digunakan karena lebih ekonomis dan mudah didapatkan.
Akan tetapi sodium hipoklorit memiliki tegangan permukaan yang tinggi sehingga
kemampuannya untuk membasahi dentin rendah, toksisitasnya terhadap jaringan
tinggi dan memiliki bau dan rasa yang kurang enak. 23
Konsentrasi yang umum digunakan adalah 0,5-5,2%.24 Efek antimikroba dan
efek melarutkan jaringan organik akan meningkat seiring dengan meningkatnya
konsentrasi larutan, begitu pula dengan sifat toksisitasnya. 25 Sodium hipoklorit
dengan konsentrasi tinggi 5,2% mampu mengurangi modulus elastik dan kekuatan
dentin, tetapi tidak demikian dengan konsentrasi rendah 0,5%. Hal ini karena aksi
proteolitik 5,25% sodium hipoklorit tidak hanya melarutkan jaringan pulpa, tetapi
juga melarutkan kolagen dentin. Namun, sodium hipoklorit 5,2% lebih toksik
dibandingkan dengan 0,5%. Sodium hipoklorit meskipun dengan konsentrasi 2,5%
sudah menunjukkan reduksi toksisitas tetapi masih dapat mempertahankan aktivitas
pelarutan jaringan dan antimikroba, oleh karena itu merupakan konsentrasi yang
umum dipilih dalam perawatan endodontik.23,26

2.3.2.2 EDTA
Ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) merupakan bahan irigasi kelator
yang paling sering digunakan dalam saluran akar . Bahan irigasi kelator amat penting

Universitas Sumatera Utara


12

dalam pembersihan saluran akar karena kemampuannya mengeliminasi jaringan


anorganik, seperti debris dentin dan smear layer. Konsentrasi yang sering digunakan
dalam endodontik adalah EDTA 17% dengan pH 7. EDTA mengeliminasi jaringan
anorganik dengan cara mendemineralisasi jaringan anorganik, menggantikan ion
kalsium dengan ion natrium sehingga membentuk senyawa baru yang larut dalam
bahan irigasi. Oleh karena itu, dengan membersihkan dan mengangkat jaringan yang
terinfeksi mikroorganisme, EDTA memiliki peran dalam mengeliminasi bakteri
dalam saluran akar. Meskipun demikian, EDTA tetap saja tidak memiliki efek
antimikroba dan tidak mampu mengeliminasi jaringan organik dari smear layer.
Efektivitasnya pun makin berkurang ke apikal, bisa karena volume larutan yang
kurang memadai, ukuran saluran akar yang makin kecil dan kompleks, dan variaso
anatomis seperti tubulus yang sklerotik.23 Oleh karena itu, EDTA sering
dikombinasikan dengan sodium hipoklorit secara bergantian atau digunakan sebagai
lubrikan saat instrumentasi mekanik.25
Manfaat EDTA dalam mengangkat jaringan anorganik dari smear layer dan
sodium hipoklorit dalam antimikroba dan mengangkat jaringan organik telah
membuat kombinasi baru dalam irigasi saluran akar yang mampu membersihkan
hingga tubulus-tubulus dentin dan menghasilkan permukaan dentin yang lebih bersih
saat sodium hipoklorit digunakan sebagai pembilas terakhir. Meskipun demikian,
penggunaan kombinasi keduanya dapat menyebabkan perubahan pada struktur dentin.
Pengunaan EDTA dalam kurun waktu 1 menit mampu mengangkat smear layer
dengan baik, namun penggunaan EDTA dalam kurun waktu 10 menit dapat membuat
erosi yang parah pada peritubular dan intertubular dentin. 27,28

2.3.2.3 Klorheksidin
Klorheksidin merupakan bahan kimiawi antiplak yang efektif dan sering
digunakan untuk perawatan periodontal dan pencegahan karies. Klorheksidin efektif
membunuh Streptococcus mutans dan Lactobacillus. Klorheksidin glukonat
merupakan molekul kation yang bertindak dengan cara mengabsorbsi kedalam

Universitas Sumatera Utara


13

dinding sel mikroorganisme dan merusak integrasi membran plasma yang dapat
menyebabkan kebocoran pada komponen intraselularnya. 23,25
Klorheksidin mempunyai efek yang unik, yaitu substantivitas. Dengan adanya
efek substantivitas, klorheksidin mempunyai efek antimikrobial yang terus menerus
dan durasi efek yang lebih panjang 72 jam hingga 21 hari, yang mampu membunuh
bakteri yang berpenetrasi hingga 382 micron dalam tubulus. Hal ini disebabkan oleh
sifat kationik klorheksidin yang dapat berikatan dengan dentin dan enamel gigi. 23
Meski efek antimikroba klorheksidin tidak jauh berbeda dengan sodium
hipoklorit dan memiliki durasi yang lebih panjang, klorheksidin tetap tidak mampu
menggantikan larutan sodium hipoklorit sebagai bahan irigasi utama karena
klorheksidin tidak mampu melarutkan jaringan organik. Oleh karena itu, klorheksidin
sering dijadikan sebagai pembilas terakhir (final irrigation).25

2.3.2.4 MTAD
Bahan irigasi baru yang saat ini sedang dikembangkan adalah Mixture of
Tetracyclin, Acid and Detergent (MTAD). MTAD pertama kali diperkenalkan oleh
Torabinejad et al (2000) sebagai bahan smear layer removal. MTAD merupakan
bahan irigasi yang dimodifikasi untuk meningkatkan efek pembersihan dan efek
antimikrobial. Torabinejad et al menunjukkan bahwa MTAD mampu mengangkat
smear layer dengan lebih aman dan efektif melawan bakteri E. Faecalis.4,23
MTAD terdiri dari tetracycline (doksisiklin 3%) yang mengandung spektrum
antibiotik, substantivitas dari doksisiklin, dan mengangkat smear layer; asam organik
(citric acid 4,25%) yang bakterisidal; dan detergen (Tween 80) yang mengurangi
tegangan permukaan.30,31 MTAD memiliki efek samping toksik yang lebih rendah
jika dibandingkan dengan larutan sodium hipoklorit karena mempunyai sifat
biokompatibilitas yang tinggi sehingga tidak mengiritasi jaringan periradikular.4,25

1.4 Teknik Irigasi


Yang dimaksud teknik irigasi disini adalah teknik aktivasi bahan irigasi agar
efektif membersihkan saluran akar. Menurut Pasricha et al (2015), teknik irigasi ini

Universitas Sumatera Utara


14

dapat terbagi ke dalam dua bagian, yaitu teknik irigasi dengan agitasi manual, dan
dengan bantuan mesin.7

Universitas Sumatera Utara


15

Syringe irrigation with


needles (conventional)
End-vented, side-vented

Manual Brushes
Endobrush, Navitip FX

Manual dynamic agitation


hand activated well fitting
gutta percha

Irrigation activation Rotary brushes


techniques Ruddlebrush, Canalbrush

Continuous irrigation
during instrumentation
Quantec

Sonic
Machine assisted Rispisonic file,
Endoactivator

Ultrasonic

Pressure alternation device


EndoVac

Gambar 2. Teknik aktivasi dalam irigasi saluran akar. 7

Universitas Sumatera Utara


16

2.4.1 Teknik irigasi manual


Teknik irigasi manual adalah teknik pemberian bahan irigasi ke saluran akar
menggunakan tangan tanpa bantuan mesin. Contoh teknik irigasi tersebut adalah
irigasi spuit dengan jarum, brush, dan agitasi manual dinamik.7,8

2.4.1.1 Teknik irigasi konvensional spuit dan jarum


Irigasi konvensional menggunakan spuit telah dianjurkan sebagai metode
yang efisien dalam pemberian bahan irigasi sebelum ditemukan aktivasi ultrasonik
pasif. Teknik ini masih digunakan secara luas baik oleh dokter gigi umum maupun
dokter gigi spesialis. Teknik tersebut dilakukan dengan pemberian bahan irigasi ke
saluran akar melalui jarum dengan diameter yang bervariasi baik secara pasif atau
dengan agitasi.8
Ukuran dan desain jarum memiliki dampak yang signifikan terhadap pola
aliran, kecepatan alir, dalamnya penetrasi, dan tekanan pada dinding dan apeks
saluran akar. Ukuran dari jarum irigasi sebagian besar menentukan seberapa dalam
bahan irigasi dapat berpenetrasi ke saluran akar. Desain jarum terbaru juga selalu
dikembangkan untuk meningkatkan aktivitas hidrodinamik bahan irigasi dan
menurunkan ekstrusi bahan irigasi dan debris dari apeks. 7 Beberapa jenis jarum
tersebut memiliki desain ujung yang terbuka(open-ended) dan beberapa lainnya
memiliki desain ujung tertutup (close-ended/side-vented) yang memungkinkan bahan
irigasi keluar ke arah lateral.7,8
Setiap desain jarum memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing. Jarum
open-ended dapat menghasilkan tekanan shear dinding yang tinggi sehingga dapat
meningkatkan kemampuan membersihkan debris dentin pada dinding saluran akar.
Jarum open-ended juga dapat mengalirkan bahan irigasi ke jarak yang lebih dalam
dan jauh dari ujung jarum sehingga penggantian bahan irigasi dalam saluran akar
lebih efisien jika dibandingkan dengan jarum side-vented.29 Akan tetapi, jarum open-
ended dapat meningkatkan tekanan pada apikal sehingga menyebabkan ekstrusi
debris dan bahan irigasi ke jaringan periradikular sedangkan jarum side-vented dapat
menghindari ekstrusi bahan irigasi ke jaringan periradikular karena lubang jarum

Universitas Sumatera Utara


17

berada di lateral sehingga tekanan larutan tidak menuju arah apikal, tetapi ke arah
dinding saluran akar.30 Ketika melakukan irigasi, hal yang penting diingat adalah
jarum harus dalam keadaan terbebas di dalam saluran akar. Hal tersebut
memungkinkan bahan irigasi untuk refluks dan menyebabkan debris bergerak ke arah
korona serta mencegah terdorongnya bahan irigasi ke jaringan periradikular.8,23

Gambar 3. Desain jarum open-ended : (A) flat, (B) bevel, (C) notched;
Desain jarum close-ended : (D) side vented, (E) double side
vented, (F) multivented. 7

Salah satu keuntungan dari irigasi konvensional ini adalah memberikan


kontrol yang mudah untuk menentukan kedalaman penetrasi jarum dan volume bahan
irigasi yang dikeluarkan ke saluran akar. Tetapi relatif lemah karena masih
memungkinkan debris dan bakteri terjebak karena percabangan dan bentuk ireguler
saluran akar yang sulit dicapai bahan irigasi sehingga debribemen lebih sukar
dilakukan.8
Faktor yang dapat meningkatkan efisiensi teknik ini adalah mengatur jarak
ujung jarum terhadap ujung apeks, volume bahan irigasi yang digunakan dan ukuran
jarum irigasi. Pemberian bahan irigasi yang pelan dan kombinasi pergerakan tangan
yang kontinyu (in and out) dapat mengurangi kecelakaan NaOCl yang terdorong ke
periradikular. Diameter jarum yang kecil dapat dipilih untuk mencapai kedalaman
hingga apeks saluran akar dan memungkinkan penetrasi bahan irigasi yang lebih
efisien serta debridemen yang efektif. Akan tetapi, penetrasi jarum dalam saluran akar
yang lebih dalam meningkatkan kemungkinan ekstrusi bahan irigasi. Hal ini

Universitas Sumatera Utara


18

disebabkan oleh jumlah vortex yang terbentuk dalam saluran akar akan berkurang.
Vortex merupakan aliran berpola siklus yang dapat meningkatkan tekanan shear
dinding dan kadar penggantian. Kecepatan aliran akan berkurang dengan setiap
vortex ke arah apikal sehingga dengan bertambahnya vortex yang terbentuk,
kecepatan aliran pada foramen apikal berkurang, kemungkinan ekstrusi bahan irigasi
dan debris ikut berkurang.29

Gambar 4. Jumlah vortex yang terbentuk pada jarak : (a) 1 mm, (b) 2 mm,
(c) 3 mm, (d) 4 mm, (e) 5 mm dari panjang kerja29

2.4.1.2 Teknik irigasi manual dengan brush


Teknik irigasi manual dengan brush tidak secara langsung dapat
mengeluarkan bahan irigasi ke dalam saluran akar. Teknik ini digunakan sebagai
pelengkap untuk debridemen saluran akar atau agitasi bahan irigasi. Penggunaan alat
ini secara tidak langsung mempengaruhi perpindahan bahan irigasi di dalam saluran
akar. Selama debridemen, bulu sikat pada irigasi ini diklaim dapat menjangkau
dinding saluran akar yang tidak terinstrumentasi hingga ke fin, cul-de-sac, dan

Gambar 5. NaviTip FX.7


Universitas Sumatera Utara
19

isthmus dari sistem saluran akar untuk menghilangkan jaringan dan debris yang
terperangkap.19

Namun, gesekan yang dihasilkan bulu sikat dan dinding saluran akar yang
iregular dapat menyebabkan lepasnya bulu sikat yang radiolusen di saluran akar dan
tidak dapat disadari bahkan dengan penggunaan mikroskop bedah. Pada studi
dilaporkan adanya peningkatan kebersihan sepertiga tengah dinding saluran akar yang
dipreparasi dan agitasi antara jarum dengan brush dibandingkan tanpa brush. Namun
perbedaan tingkat kebersihan pada daerah apeks dan sepertiga tengah tidak berbeda
secara signifikan.8, 31

2.4.1.3 Teknik agitasi manual dinamik (AMD)


Untuk memberikan efek pembersihan dan antimikrobial, bahan irigasi harus
berkontak langsung dengan dinding saluran akar. Pada teknik irigasi menggunakan
jarum tanpa agitasi, bahan irigasi tidak banyak mencapai lebih dari ujung jarum
irigasi.13 Namun dalam suatu sistem tertutup seperti pada apikal akar, akan terbentuk
gas yang terkurung pada ujung sistem tersebut apabila diberikan cairan dari atas. Efek
tersebut dikenal sebagai efek vapor lock, dimana biasanya terjadi pada perawatan
saluran akar sewaktu irigasi terutama pada 0-2 mm dari apeks.7

Gambar 6. Terperangkapnya gas pada apikal akar


(vapor lock).8

Universitas Sumatera Utara


20

Gas yang terkurung pada sepertiga apikal saluran akar akan mencegah bahan
irigasi untuk mencapai ke sepertiga apikal saluran akar sehingga pembersihan tidak
maksimal pada daerah tersebut. Hal ini menyebabkan sepertiga apikal tetap
mengandung smear layer dan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kontak
antara bahan sealer dengan dinding saluran akar berkurang karena berkurangnya
adhesi sealer ke dentin dan tubulus dentin sehingga terjadi infeksi sekunder. Pada
teknik irigasi menggunakan jarum tanpa agitasi, bahan irigasi tidak banyak mencapai
lebih dari ujung jarum irigasi. Teknik AMD telah terbukti efektif dalam
menghilangkan efek vapor lock sehingga meningkatkan pembersihan pada sepertiga
apikal saluran akar.7-8
Dalam teknik ini, suatu bahan obturasi saluran akar seperti gutta-percha yang
sesuai dengan ukuran saluran akar yang dipreparasi dimasukkan sampai ke panjang
kerja setelah bahan irigasi diberikan pada saluran akar. Kemudian, bahan irigasi
diagitasi dengan menggeserkan gutta-percha tersebut dengan gerakan dorong-
tarik(push and pull). Suatu aliran hidrodinamik akan terbentuk dengan gerakan naik
turun yang berulang-ulang, menyebabkan gaya menarik, melipat, dan memotong dari
lapisan cairan yang menyebabkan tekanan intrakanal yang lebih tinggi mendekati
hasil yang ekuivalen pada PUI, pada irigasi saluran kanal lateral, sehingga terjadi
penggantian bahan irigasi pada daerah apikal saluran akar.13 Dengan penggantian
bahan irigasi tersebut, gas yang terkurung turut teragitasi sehingga dibebaskan
melalui orifisi saluran akar.8
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi teknik irigasi ini, yaitu: Gerakan
dorong-tarik oleh gutta percha yang sesuai dengan ukuran saluran akar dapat
menghasilkan perubahan tekanan intrakanal yang tinggi selama gerakan mendorong,
sehingga lebih efektif mengalirkan bahan irigasi ke permukaan saluran akar yang
tidak terjangkau. Frekuensi gerakan dorong-tarik dari point gutta percha yaitu 3.3 Hz,
100 kali gerakan per 30 detik, juga lebih besar dari frekuensi tekanan hidrodinamik
yang dihasilkan oleh alat agitasi dinamik dengan mesin(RinsEndo®) yaitu sekitar 1,6
Hz, menyebabkan turbulensi lebih banyak pada saluran akar. Gerakan dorong-tarik

Universitas Sumatera Utara


21

gutta percha juga memberikan pola penggantian cairan yang lebih baik antara larutan
segar dengan larutan yang telah tereaksi di saluran akar. 7

2.4.2 Teknik irigasi dengan bantuan mesin


Teknik irigasi dengan bantuan mesin adalah teknik pemberian bahan irigasi ke
saluran akar menggunakan mesin. Beberapa contoh teknik irigasi tersebut adalah
teknik irigasi sonik, ultrasonik, dan negative pressure.

2.4.2.1 Teknik Irigasi Sonik


Irigasi sonik berbeda dengan irigasi ultrasonik karena dioperasikan dengan
frekuensi yang lebih rendah (1-6 kHz) dan menghasilkan shear stress lebih rendah.
Energi sonik juga menghasilkan amplitudo yang lebih besar secara signifikan atau
pergerakan ujung instrumen back and forth yang lebih baik.7 Hal ini akan membentuk
daerah noda dan antinoda, dimana noda merupakan daerah tip yang mempunyai
pergerakan lateral yang minimal dan antinoda adalah pergerakan lateral yang
maksimal. Daerah antinoda terletak pada ujung tip dan daerah noda terletak pada
pemegang tip.15 Apabila tip sonik dipaksa ke arah sepertiga apikal saluran akar yang
sempit, pergerakan lateral akan terhambat sehingga menimbulkan vibrasi
longitudinal. Vibrasi longitudinal tersebut sangat efektif dalam membersihkan
dinding saluran akar.28 Contoh alat yang menggunakan teknik agitasi sonik adalah
EndoActivator® (Dentsply Tulsa Dental Specialties, Tulsa, OK)

Gambar 7. EndoActivator®

Universitas Sumatera Utara


22

2.4.2.2 Teknik irigasi ultrasonik

Universitas Sumatera Utara


23

Dibandingkan dengan energi sonik, energi ultrasonik menghasilkan frekuensi


tinggi namun dengan amplitudo rendah. File tersebut didesain untuk osilasi dengan
frekuensi ultrasonik antara 25-30 kHz. Teknik irigasi ultrasonik terbagi dua, yaitu
irigasi ultrasonik simultan dan irigasi ultrasonik pasif/ passive ultrasonic
irrigation(PUI). Irigasi ultrasonik simultan dilakukan dengan instrumentasi dan
irigasi, sedangkan irigasi ultrasonik pasif dilakukan tanpa instrumentasi yang
simultan.8 Yang biasanya digunakan adalah irigasi ultrasonik pasif. Kata ‘pasif’
mengacu pada aksi noncutting dari file yang diaktivasi ultrasonik. PUI mengandalkan
transmisi energi akustik dari saluran akar. Energi tersebut ditransmisikan gelombang
ultrasonik dan dapat menyebabkan sliran akustik dan kavitasi dari bahan irigasi. 30
Aliran akustik yang terbentuk akan menghasilkan tekanan shear yang dapat

Universitas Sumatera Utara


24

membantu mengangkat debris dari kanal yang terinstrumentasi, sedangkan kavitasi


dapat didefinisikan sebagai pembentukan dari ribuan gelembung kecil yang dengan
sangat cepat meledak, dan menghasilkan ‘shock wave’ yang dapat menghilangkan
biofilm.32 PUI mentransfer energi ultrasonik melalui suatu file yang berukuran kecil
dan diletakkan sampai ke panjang kerja. Saluran akar kemudian diisi dengan bahan
irigasi lalu file tersebut akan berosilasi secara ultrasonik mengaktivasi bahan irigasi
tersebut Oleh karena ukuran saluran akar dipreparasi lebih besar dari file tersebut, file
bebas bergerak dan bahan irigasi dapat mencapai bagian apikal dari sistem saluran
akar tersebut.31

Teknik PUI dapat meningkatkan efisiensi bahan irigasi dalam pembersihan

Gambar 8. Gambaran skematik aliran akustik di sekitar


file ultrasonik.30

dengan adanya aliran akustik. Aliran akustik merupakan suatu pergerakan cairan yang
cepat dalam bentuk sirkuler atau gerakan vortex di sekitar file yang bervibrasi.
Dengan bertambahnya kecepatan aliran bahan irigasi gesekan antara bahan irigasi
dengan dinding saluran akar akan meningkat sehingga tekanan shear pada dinding
ikut meningkat dan debris dentin dapat dibersihkan dari dinding saluran akar.
Gerakan sirkuler atau vortex juga dapat meningkatkan kadar penggantian bahan

Universitas Sumatera Utara


25

irigasi dalam saluran akar sehingga debris tersebut dapat dikeluarkan dari orifisi
dengan lebih mudah dan cepat.8

2.4.2.3 Teknik irigasi dengan negative pressure


Ada dua fenomena yang menjadi pertimbangan terkait dengan penggunaan
teknik irigasi konvensional. Dibutuhkan kontak langsung dengan dinding saluran akar
untuk debridemen yang efektif, tetapi sulit untuk bahan irigasi mencapai bagian
apikal dari saluran akar karena terperangkapnya udara (efek vapor lock), ketika ujung
jarum diletakkan terlalu jauh dari ujung apikal saluran akar. Sebaliknya, jika ujung
jarum diletakkan terlalu dekat ke foramen apikal, kemungkinan besar bahan irigasi
akan ekstrusi ke jaringan periradikular melalui foramen apikal yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan periradikular. Seiring berjalannya waktu, teknik
irigasi menggunakan alat dengan tekanan yang berubah(tekanan negatif)
menyediakan solusi yang masuk akal untuk masalah tersebut. 8

2.4.2.3.1 Sistem Irigasi RinsEndo®


Sistem RinsEndo® (Durr Dental Co) adalah alat irigasi saluran akar dengan
menggunakan teknologi semi tekanan negatif. Dengan sistem ini, 65L dari larutan
irigasi berosilasi pada frekuensi 1,6 Hz ditarik dari spuit dan dialirkan ke saluran akar
dengan kanula. Selama fase suction, cairan yang telah tereaksi dan udara yang
terperangkap ditarik dari saluran akar dan secara otomatis tercampur dengan larutan
irigasi yang segar.
RinsEndo diklaim dapat membersihkan sepertiga apikal saluran akar dengan
efektif, dengan kanula terbatas pada sepertiga korona saluran akar oleh karena
getaran alami yang dihasilkan dari aliran larutan irigasi. Sistem ini telah dilakukan
pada model gigi yang telah dicabut lebih baik daripada irigasi konvensional; tetapi
berisiko tinggi terhadap ekstrusi apikal.8 Setelah itu, McGill (2008) meneliti bahwa
RinsEndo memang lebih baik membersihkan dinding saluran akar daripada irigasi
konvensional, tetapi tidak lebih baik daripada teknik irigasi agitasi manual dinamik. 12

2.4.2.3.2 Sistem Irigasi EndoVac®

Universitas Sumatera Utara


26

EndoVac® didesain oleh Dr. G. John Schoeffel dengan tujuan untuk irigasi
dan membersihkan debris pada daerah kontriksi apeks tanpa menyebabkan cairan
keluar ke jaringan periradikular. Sistem ini menggunakan prinsip tekanan negatif
apeks melalui sistem evakuasi bertekanan tinggi yang memungkinkan lewatnya bahan
irigasi dengan volume yang besar.24

Gambar 9. Sistem EndoVac.8


Sistem EndoVac® (Discus Dental, Culver City, CA) terdiri dari mikrokanula
dan makrokanula yang terkoneksi melalui tabung ke syringe bahan irigasi dan high-
speed suction pada dental unit. Makrokanula memiliki ujung terbuka dengan ukuran
sesuai dengan K-file no 55 dan tingkat keruncingan 2% terpasang pada pegangan
titanium untuk pembilasan pada bagian korona saluran akar. Mikrokanula terbuat dari
bahan stainless steel dan memiliki ukuran sesuai dengan K-file no 32 serta terdapat
lubang kecil berjumlah empat dan berada pada posisi lateral dengan ujung yang
tertutup. Mikrokanula tersebut terpasang pada titanium fingerpiece; untuk irigasi pada
bagian apeks saluran akar dengan posisi sepanjang kerja (Gambar 9)
Mikrokanula dapat digunakan pada saluran akar yang dibersihkan dengan K-
file ukuran 35 atau lebih besar. Selama irigasi, Master Delivery Tip(MDT)
mengeluarkan bahan irigasi ke kamar pulpa dan menghisap sisa bahan irigasi untuk
mencegah kelebihan cairan. Kanula pada saluran akar secara simultan menimbulkan
tekanan negatif yang menarik bahan irigasi dari kamar pulpa masuk ke saluran akar
hingga ke ujung kanula, masuk ke kanula dan keluar melalui saluran hisap. Aliran

Universitas Sumatera Utara


27

bahan irigasi yang baru secara konstan terjadi karena tekanan negatif pada
mikrokanula sepanjang kerja.7,8 Penggunaan sistem EndoVac® untuk pembersihan
secara signifikan lebih baik hingga 1 mm dari panjang kerja dibandingkan teknik
irigasi konvensional.34
Selain karena kemampuannya menghindari terperangkapnya udara(vapor
lock), sistem EndoVac juga menguntungkan dalam kemampuannya mengalirkan
bahan irigasi dengan aman sepanjang kerja tanpa menyebabkan ekstrusi ke
periradikular. Selama irigasi konvensional, klinisi harus berhati-hati menentukan
seberapa jauh jarum irigasi diletakkan pada saluran akar. Rekomendasi untuk irigasi
konvensional agar terhindar dari kecelakaan NaOCl adalah tidak menyentuh dinding
saluran akar, tidak meletakkan jarum dekat panjang kerja, dan menggunakan laju
aliran yang perlahan. Dengan EndoVac, bahan irigasi diletakkan sepanjang kerja dan
dibuang dengan menggunakan tekanan negatif.8

2.5 Scanning Electron Microscope (SEM)


Scanning Electron Microscope merupakan jenis mikroskop elektron yang
dapat menampilkan gambaran permukaan dan rincian suatu spesimen dengan
resolusi yang tinggi. SEM memiliki perbesaran 10 kali hingga 3 juta kali, dengan
depth of field 4-0,4 mm dan resolusi sebesar 1-10 nm. Kombinasi dari perbesaran
yang tinggi, depth of field yang besar, resolusi yang baik, kemampuan mengetahui
komposisi, topografi, dan morfologi suatu benda membuat SEM banyak digunakan
untuk keperluan penelitian terutama untuk bidang kedokteran gigi. Cara terbentuknya
gambar pada SEM yaitu dengan deteksi elektron baru(elektron sekunder) atau
elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel
tersebut diberi sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi
selanjutnya diperkuat sinyalnya. Kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam
gradasi gelap-terang pada layar monitor Cathode Ray Tube(CRT). Di layar CRT
inilah gambar struktur objek yang sudah diperbesar agar bisa dilihat.
Eick et al (1970) untuk pertama kalinya melaporkan bahwa SEM menjadi
suatu alat yang dapat diandalkan untuk mengidentifikasikan smear layer dalam

Universitas Sumatera Utara


28

saluran akar gigi. Smear layer yang terdiri dari partikel berukuran sangat kecil antara
0,5-1,5 m hanya dapat dideteksi dengan jelas dengan SEM. Dengan perbesaran 1000
kali, kita juga dapat melihat tubulus dentin, kekerasan email, dentin, dan lainnya.
Sehingga SEM dijadikan pilihan untuk melihat smear layer pada dinding saluran
akar, karena dapat melihat smear layer, struktur permukaan saluran akar dengan baik,
dan terbuka atau tertutupnya tubulus dentin dengan smear layer atau debris.

Universitas Sumatera Utara


29

2.6 Kerangka Teori

Perawatan Saluran Akar


Anatomi Saluran Akar

Preparasi Sterilisasi Obturasi

Instrumentasi 1/3 korona 1/3 tengah 1/3 apeks


Irigasi
Mekanis
 Ramifikasi
 Kanal lateral
Bahan Irigasi Teknik Irigasi  Kanal aksesori
 Delta apeks
 Cul-de-sac

Syarat Jenis Manual Bantuan mesin

 Memiliki spektrum  NaOCl 1. Konvensional 1. Sonik


antimikroba dan  H2O2 (spuit dan jarum)
disinfektan 2. Ultrasonik
 Klorheksidin
 Mampu melarutkan
 EDTA 2. Manual dinamik 3. Negative
jaringan nekrotik
 Mampu mengangkat  MTAD 3. Manual brush pressure
smear layer
 Tegangan permukaan
rendah
 Toksisitas rendah
 Pelumas yang baik

Universitas Sumatera Utara


30

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep


Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan teknik irigasi dengan teknik
agitasi manual dinamik dengan teknik irigasi ultrasonik dalam membersihkan smear
layer pada sepertiga apikal saluran akar.

NaOCl 2,5% +
- Teknik irigasi agitasi EDTA 17%
manual dinamik
- Teknik irigasi ultrasonik Smear layer sepertiga
- Teknik irigasi konvensional apikal saluran akar gigi

3.2 Hipotesis Penelitian


Dari uraian diatas, dapat ditegakkan suatu hipotesis bahwa :
Terdapat perbedaan antara teknik irigasi konvensional, teknik irigasi agitasi
manual dinamik dan teknik irigasi ultrasonik dalam membersihkan smear layer pada
sepertiga apikal saluran akar.

Universitas Sumatera Utara


31

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian : Eksperimental Laboratorium
Rancangan penelitian : Post-test only control group design

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat : 1. Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG USU
2. Laboratorium Terpadu USU
Waktu : September 2018 s/d September 2019

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian


4.3.1 Populasi Penelitian
Gigi-gigi premolar bawah berakar tunggal yang telah dicabut untuk keperluan
ortodonti.

4.3.2 Sampel Penelitian


Gigi-gigi premolar bawah yang telah dicabut untuk keperluan ortodonti dengan
kriteria sampel penelitian seperti berikut :
1. Hanya memiliki satu saluran akar
2. Mahkota dan akar utuh serta tidak ada karies
3. Akar utuh dan relatif lurus
4. Akar dan foramen apikal telah terbentuk sempurna
5. Memiliki panjang gigi yang hampir sama untuk kelompok penelitian (20-25
mm)
6. Tidak ada kalsifikasi saluran akar

Universitas Sumatera Utara


32

4.4 Besar Sampel


Pada penelitian ini besar sampel minimal diestimasi berdasarkan rumus Federer
(1977) yaitu sebagai berikut :

(t-1)(r-1) ≥ 15 Keterangan :
(4-1)(r-1) ≥ 15 t : jumlah perlakuan dalam penelitian
r : jumlah perlakuan ulang (sampel)
3(r-1) ≥ 15

3r-3 ≥ 15

3r ≥ 18

r ≥ 6

Jumlah perlakuan ulang (r) yang digunakan dalam setiap kelompok penelitian
ini adalah 6. Dalam penelitian ini digunakan 24 gigi yang dibagi dalam empat
kelompok. Masing masing 6 sampel dengan perincian sebagai berikut :
Kelompok 1 : 6 sampel gigi diirigasi dengan larutan NaOCl 2,5% dan EDTA 17%
dengan menggunakan teknik agitasi manual dinamik.
Kelompok 2 : 6 sampel gigi diirigasi dengan larutan NaOCl 2,5% dan EDTA 17%
dengan menggunakan teknik irigasi ultrasonik.
Kelompok 3 : 6 sampel gigi diirigasi dengan larutan NaOCl 2,5% dan EDTA 17%
dengan menggunakan teknik irigasi konvensional (kontrol positif)
Kelompok 4 : 6 sampel gigi diirigasi dengan saline dengan menggunakan teknik
irigasi konvensional (kontrol negatif)

Universitas Sumatera Utara


33

4.5 Variabel Penelitian

Variabel Bebas : Variabel Tergantung:


- Sampel gigi yang diirigasi Smear layer sepertiga apikal
denganPenelitian
4.5.1 Jenis teknik irigasi agitasi saluran akar gigi
manual dinamik
4.5.2
- Rancangan
Sampel gigiPenelitian
yang diirigasi
dengan teknik irigasi ultrasonik

- Sampel gigi yang diirigasi
dengan teknik irigasi
konvensional

4.5.3 Alat Penelitian


Variabel Tak Terkendali:
- Jumlah debris yang terbentuk
setelah preparasi
- Variasi anatomi internal saluran
akar gigi : diameter awal saluran
akar, bentuk orifisi, ukuran
Variabel Terkendali: foramen apikal
- Gigi premolar bawah dengan saluran
akar tunggal sesuai kriteria inklusi
sampel
- Panjang kerja gigi (20-25 mm)
- Perendaman gigi dalam larutan salin
sebelum dilakukan perlakuan
- Bahan irigasi NaOCl dengan
konsentrasi 2,5% dan cairan EDTA
17%
- Teknik preparasi saluran akar crown-
down pressureless dengan Protaper
Universal NiTi Rotary Instrument
- Kecepatan mesin rotary Protaper
(300rpm)
- Jumlah file yang digunakan ( 5 file :
S1, S2, F1, F2, dan F3, dengan MAF :
F3)
- Ukuran jarum irigasi yang digunakan
30G
- Desain ujung jarum irigasi adalah one
side-vented
- Volume bahan irigasi awal 5 ml
- Volume bahan irigasi yang digunakan 3
ml/pergantian file = 15 ml
- Volume bahan irigasi sebagai final
rinsing (4 ml)

Universitas Sumatera Utara


34

No Variabel Bebas Definisi Operasional Cara Ukur Skala Ukur

1 Sampel gigi Sampel gigi yang telah dipreparasi Sampai tidak ada Visual
yang diirigasi lalu diirigasi dengan larutan NaOCl debris yang tersisa
dengan teknik 2,5% dan EDTA 17% dengan spuit pada residu cairan
irigasi agitasi dan jarum side-vented 30G, lalu irigasi final
manual dinamik memasukkan gutta percha yang
sesuai dengan saluran akar dan
digerakkan dengan gerakan dorong-
tarik selama 100 kali per 30 detik
hingga mencapai panjang kerja.
2 Sampel gigi Sampai tidak ada Visual
Sampel gigi yang telah dipreparasi
yang diirigasi debris yang tersisa
lalu diirigasi dengan larutan NaOCl
dengan teknik pada residu cairan
2,5% dan EDTA 17% dengan
irigasi ultrasonik irigasi final
menggunakan file ultrasonik.

3 Sampel gigi Sampel gigi yang telah dipreparasi Sampai tidak ada Visual
yang diirigasi lalu diirigasi dengan larutan NaOCl debris yang tersisa
dengan teknik 2,5% dan EDTA 17% dengan pada residu cairan
irigasi menggunakan spuit dan jarum side- irigasi final
konvensional vented 30G tanpa agitasi.

Universitas Sumatera Utara


35

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Terikat Operasional Ukur
1 Smear Keberadaan lapisan Menggunaka Dengan 1 = Tidak ada smear Ordinal
layer irregular yang amorf n five point menggunak layer pada
saluran pada dinding saluran scoring oleh an Scanning permukaan saluran
akar gigi akar maupun tubulus Torabinejad Electron akar, seluruh tubulus
dentin gigi setelah (2003) Microscope dentin bersih dan
dilakukan preparasi (SEM) terbuka
dan irigasi saluran 2 = Moderate smear
akar. layer.
Tidak terdapat smear
layer di permukaan
saluran akar tetapi di
tubulus dentin ada
3= Heavy smear
layer.
Smear layer
menutupi permukaan
saluran akar dan
tubulus dentin.

Universitas Sumatera Utara


36

4.6 Alat dan Bahan Penelitian


4.6.1 Alat Penelitian
1. DTE D5 LED Ultrasonic Scaler 7. Handpiece straight (NSK, Japan)
(Guilin Woodpecker, China) 8. Spuit 3 ml (Transcoject, Germany)
2. U file (DTE) 9. Separating disk
3. Jarum irigasi side-vented 30G 10. Chisel
(Transcodent, Germany) 11. Auto fine coater (JEOL JFC-1600)
4. K-file #10 25mm (Mani, Korea) 12. Holder sample
5. Protaper Universal Rotary 13. Endo tip
Instruments 14. Scanning Electron Microscope
(Dentsply-Maillefer, Switzerland) (Hitachi TM-3000)’
6. Mikromotor 15. Endomotor (Denshine, Japan)
(Saeshin Strong 207b, Japan)
a b c d
.

e f g h

i j k l

Gambar 10. a. Protaper Rotary, b. K-files, c. Mikromotor, d. Handpiece straight,


e. Ultrasonic scaler, f. Endo tip, g. Separating disk + connector, h. Ultrasonic files,
i. 30G irrigation needle, j. Chisel, k. 3ml & 1 ml syringe, l. Endomotor

Universitas Sumatera Utara


37

4.6.2 Bahan Penelitian


1. Larutan NaOCl 2,5%
2. Cairan EDTA 17% (Produits Dentaires, SA, Switzerland)
3. Larutan saline (Widatra Bhakti, Indonesia)
4. Gutta percha (Dentsply-Maillefer, Switzerland)
5. Absorbent paper points (Dentplus, Switzerland)
6. Handscoon (Nanoglove)
7. Masker Earloop (OneMed Health Care)

a b c

d e f g

Gambar 11. a. Gutta-percha points, b. EDTA 17%, c. Absorbent paper points,


d. masker, e. handscoon, f. larutan saline, g. larutan NaOCl 2,5%

Universitas Sumatera Utara


38

4.7 Prosedur Penelitian


4.7.1 Persiapan sampel
Sampel sebanyak 24 buah premolar mandibula yang dicabut sesuai dengan
kriteria inklusi dikumpulkan. Permukaan luar gigi dibersihkan dengan scaler, dan
bagian apikal gigi dilapisi dengan cat kuku untuk mencegah ekstrusi bahan irigasi
melalui foramen apikal. Lalu sampel direndam dalam larutan salin fisiologis dalam
suhu ruang sebelum diberi perlakuan. Sampel dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan

Gambar 6. Sampel yang telah


dilapisi cat kuku pada apikalnya.
dengan masing masing kelompok sebanyak 6 sampel.

4.7.2 Perlakuan sampel


Kelompok perlakuan masing masing diletakkan pada bais dan dilakukan
dekoronasi, yaitu memotong mahkota gigi secara horizontal di bawah cemento-
enamel junction (CEJ), lalu disisakan bagian akar saja sepanjang kurang lebih 15

Gambar 7. Sampel diletakkan Gambar 8. Dilakukan dekoronasi


pada bais. di bagian CEJ .

Universitas Sumatera Utara


39

mm.
Kemudian dilakukan ekstirpasi pulpa menggunakan barbed broaches dengan
cara diputar maksimal 360° dan kemudian ditarik keluar. Setelah itu dilakukan
negosiasi dan penentuan glide path saluran akar dengan K-file #10 sampai konstriksi

Gambar 9. Sampel dilakukan Gambar 10. Negosiasi dengan


ekstirpasi pulpa. K-file #10.

apikal, Penentuan panjang kerja estimasi yaitu 1 mm dari panjang gigi yang telah
dipotong.
Setelah itu, dilakukan preparasi saluran akar menggunakan teknik crown-down
pressureless menggunakan Protaper Universal NiTi rotary instrument (Dentsply-
Maillefer, Switzerland) pada speed 300 rpm dan torque 2,5 Ncm dengan langkah
sebagai berikut :
 Preparasi dengan Protaper dimulai dengan file S1 (purple ring, size 17,
tapering 2% - 11%) , yang didesain untuk membentuk bagian 1/3 koronal
dari saluran akar.
 Irigasi, lalu dilanjutkan dengan file S2 (white ring, size 20, tapering 4%),
yang didesain untuk membentuk dan melebarkan bagian 1/3 tengah saluran
akar.
 Irigasi saluran akar dan preparasi dengan file finishing yang dapat
mengoptimalkan bentuk akhir 1/3 apikal, dimulai dengan file F1 (yellow
ring, size 20, tapering 7%) sampai sepanjang kerja.
 Irigasi, lalu preparasi dengan file F2 (red ring, size 25, dan tapering 8%)

Universitas Sumatera Utara


40

 Irigasi kembali, lalu preparasi dengan file F3 (blue ring, size 30, dan
tapering 9%) sampai sepanjang kerja. Setiap pergantian file selalu

dilakukan konfirmasi apikal patensi dengan K-file #10.

Gambar 12. Preparasi dengan Gambar 13. Preparasi Gambar 14. Preparasi
Protaper Universal Rotary dengan Protaper S2. dengan Protaper F1.
Instrument file S1.

Universitas Sumatera Utara


41

Gambar 15. Preparasi Gambar 16. Preparasi akhir


dengan Protaper file F2. dengan Protaper file F3.

Pemberian bahan irigasi dilakukan dengan teknik yang sesuai dengan kelompok
perlakuan masing-masing.

4.7.2.1 Kelompok 1 (Agitasi Manual Dinamik)


Pada kelompok ini, dilakukan irigasi dengan teknik agitasi manual dinamik.
Dilakukan irigasi awal saluran akar dengan 5 ml NaOCl 2,5% selama 60 detik dengan
menggunakan spuit dan jarum side-vented 30G, kemudian selama pergantian

Gambar 17. Irigasi dengan Gambar 18. Dilakukan gerakan


NaOCl, menggunakan jarum push-pull dengan gutta percha
side-vented 30G. sebanyak 100 kali dalam 30 detik.
instrumen dilakukan irigasi dengan 3 ml NaOCl 2,5% selama 30 detik setiap
pergantian instrumen, lalu dilakukan gerakan push and pull menggunakan gutta
percha #F3 sebagai gerakan agitasi sebanyak 100 kali per 30 detik dan saluran akar
diirigasi final dengan 2 ml EDTA 17% selama 60 detik. Selanjutnya saluran akar
dibilas dengan 2 ml larutan saline. Gerakan agitasi dilakukan dengan menumpukan
tangan pada meja agar agitasi yang diberikan konstan.

4.7.2.2 Kelompok 2 (Ultrasonik Pasif)

Universitas Sumatera Utara


42

Pada kelompok ini, dilakukan teknik irigasi ultrasonik pasif tanpa instrumentasi
secara simultan. Dilakukan instrumentasi dan irigasi yang sama sesuai kelompok
pertama, tetapi sebelum dilakukan irigasi final menggunakan file ultrasonik yang
dimasukkan sepanjang kerja dan digetarkan atau diaktivasi selama 30 detik. Kemudian

Gambar 19. File dimasukkan Gambar 20. File digetarkan selama


sepanjang kerja. 30 detik.

dilakukan irigasi final dengan 2 ml EDTA 17% selama 60 detik. Selanjutnya saluran
akar dibilas dengan 2 ml larutan saline.

4.7.2.3 Kelompok 3 (Konvensional NaOCl + EDTA)


Pada kelompok ini, dilakukan teknik irigasi konvensional menggunakan NaOCl
dan EDTA. Dilakukan instrumentasi dan irigasi yang sama sesuai kelompok pertama
tanpa dilakukan gerakan agitasi menggunakan NaOCl 2,5% dan saluran akar diirigasi
final dengan 2 ml EDTA 17% selama 60 detik, dan dibilas dengan 2 ml larutan saline.

4.7.2.4 Kelompok 4 (Konvensional Saline)


Pada kelompok ini, dilakukan teknik irigasi konvensional menggunakan saline
saja. Dilakukan instrumentasi yang sama sesuai kelompok pertama tanpa dilakukan
gerakan agitasi. Dilakukan irigasi awal dengan 5 ml saline selama 60 detik, lalu
irigasi dengan 3 ml saline selama 30 detik setiap pergantian instrumen, dan irigasi
final dengan 5 ml saline selama 60 detik.

Universitas Sumatera Utara


43

Gambar 21. Sampel dikeringkan


dengan paper points.

4.7.3 Pengamatan pada Sampel


Setelah diirigasi, saluran akar dikeringkan dengan paper points. Kemudian
setiap sampel akan diukur dari cemento-enamel junction dari arah bukal atau lingual
sampai ke ujung apeks dengan menggunakan jangka dan penggaris lalu diberi tanda
dengan menggunakan spidol hitam. Sampel yang diberi tanda akan dibur secara
vertikal dengan separating disk dan dibelah dengan menggunakan chisel. Lalu
dimasukkan ke dalam wadah tertutup.

Universitas Sumatera Utara


44

Gambar 21. (a) Sampel gigi diberi tanda dengan spidol, (b) Tanda tersebut
dibur dengan separating disk, hingga (c) membentuk seperti parit.
(d) Lalu dibelah menggunakan chisel, hingga (e) terbagi dua bagian.

Sampel kemudian dilihat di bawah Scanning Electron Microscope (SEM) –


Hitachi TM 3000.

Beberapa prosedur harus dilakukan agar sampel dapat masuk ke ruang vacuum :
1. Sampel diletakkan pada holder sample, dimana sampel dilekatkan dengan double
tip dan ditutupi dengan carbon tip agar sampel dapat dilihat pada SEM dan
menjadikan sampel menjadi konduktor yang baik.

Universitas
Gambar 23. Sampel gigi Sumatera Utara
diletakkan pada sample holder.
45

2. Sampel dicoating dengan Auto Fine Coater yang bertujuan untuk mengeringkan
sampel agar dapat masuk ke dalam ruang vacuum dan juga melapisi sampel
dengan platina emas.
3. Sampel dimasukkan ke dalam ruang vacuum di dalam SEM, dilakukan
pembesaran 10x dan 1000x.

Pembesaran 10x dilakukan untuk menentukan daerah sepertiga apikal saluran


akar yang dipreparasi. Dilakukan pembesaran 1000x untuk melihat smear layer yang
tertinggal pada saluran akar. Dengan pembesaran ini, hasil foto akan dibagi menjadi
9 area pengamatan lalu dinilai dengan menggunakan metode scoring melalui
pengamatan double blind yang dilakukan sebanyak 2x oleh orang yang berbeda.

Pengukuran tingkat kebersihan saluran akar dari smear layer dapat ditentukan
dengan skor dari Torabinejad (2003), yaitu :

Gambar 12. Scoring system Torabinejad. Gambar A. Skor 1. Gambar B. Skor 2.


Gambar C. Skor 3.

 Skor 1 : Tidak ada smear layer pada permukaan saluran akar, seluruh tubulus
bersih dan terbuka.
 Skor 2 : Dikategorikan moderate smear layer dengan tidak ada smear layer
yang terlihat pada permukaan saluran akar, tetapi tubulus dentin terdapat
smear layer.
 Skor 3 : Dikategorikan heavy smear layer dengan keadaan smear layer
melapisi permukaan saluran akar dan tubulus dentin.

Universitas Sumatera Utara


46

4.8 Analisa Data


Data hasil penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan 2 uji statistik, yaitu :
1. Uji analisis Kruskal-Wallis untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan
di antara semua kelompok perlakuan terhadap kebersihan smear layer.
2. Uji analisis Mann-Whitney untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan
di antara masing-masing kelompok perlakuan terhadap kebersihan smear layer.

Universitas Sumatera Utara


47

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan terhadap 24 buah sampel gigi premolar mandibula


yang dibagi secara random ke dalam 4 kelompok. Kelompok pertama adalah 6
sampel gigi yang diirigasi dengan teknik irigasi agitasi manual dinamik, kelompok
kedua adalah 6 sampel gigi yang diirigasi dengan teknik irigasi ultrasonik pasif,
kelompok ketiga adalah 6 sampel gigi yang diirigasi dengan teknik irigasi
konvensional, dan kelompok keempat adalah 6 sampel gigi yang diirigasi dengan
teknik irigasi konvensional menggunakan saline sebagai kontrol. Masing-masing
kelompok tersebut akan dilihat pada Scanning Electron Microscope (SEM) dengan

1 1 1
2 2 1
2 2 1
Gambar 23. Hasil SEM dan skor sepertiga apikal yang didapatkan melalui
pengamatan pada kelompok AMD menunjukkan ada sebagian daerah yang
memiliki minimal smear layer (skor 1) dan sebagian lagi moderate smear
layer (skor 2). Tubulus dentin terbuka dan cukup bersih. (1000x)
pembesaran 1.000x.

Universitas Sumatera Utara


48

1 1 1
1 1 1
1 1 1
Gambar 24. Hasil SEM dan skor sepertiga apikal yang diberikan oleh
pengamatan pada kelompok ultrasonik menunjukkan seluruh lapangan
pandang memiliki minimal/no smear layer (skor 1), tubulus dentin terbuka,
kebersihan sangat baik. (1000x)

3 3 3
2 2 3
2 2 2
Gambar 25. Hasil SEM dan skor sepertiga apikal yang diberikan oleh
pengamatan pada kelompok konvensional menunjukkan sebagian lapang
pandang memiliki moderate smear layer (skor 2), dan sebagian heavy smear
layer (skor 3), tubulus dentin tidak terbuka sepenuhnya. (1000x)
Universitas Sumatera Utara
49

3 3 3
3 3 3
3 3 3
Gambar 26. Hasil SEM dan skor sepertiga apikal yang diberikan oleh
pengamatan pada kelompok konvensional dengan saline menunjukkan
seluruhnya heavy smear layer (skor 3), dengan tidak ada tubulus dentin
terbuka. (1000x)
Pengamatan pada penelitian ini dilakukan oleh 2 orang pengamat untuk
mengurangi subjektivitas pengamat yang dapat mempengaruhi data. Hasil dari
scoring dua pengamat akan diuji dengan menggunakan Kappa statistik untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil scoring antara dua pengamat. Hasil dari uji
Kappa ditunjukkan pada Tabel 1.

Pada tabel 1, nilai signifikansi menunjukkan = 0,000 yang berarti adanya


korelasi antara skor pengamat 1 dan pengamat 2. Dan hasil uji Kappa statistik
diperoleh koefisien Kappa sebesar 0,863, yang berarti tidak terdapat perbedaan yang
jauh dari pengamatan hasil skor diantara pengamat 1 dan 2, dan keadaan nilai
koefisien Kappa mendekati satu sebagai indikator bahwa pengamat 1 dengan 2 saling
konsisten. Oleh karena itu, analisis selanjutnya dipakai hasil skor dari satu pengamat
saja yaitu pengamat 1.

Universitas Sumatera Utara


50

Value Sig.
Measure of Agreement
0,863
Kappa 0,000
N of valid Cases 24
Tabel 1. Hasil uji Kappa statistik.

Hasil pengukuran berdasarkan rata-rata skor pengamatan kebersihan smear


layer sepertiga apikal dinding saluran akar pada setiap kelompok yang diamati,
ternyata kelompok 4 adalah yang paling buruk kebersihannya dengan rata-rata
peringkat = 20,67, diikuti dengan kelompok 3 dengan rata-rata peringkat = 16,33, lalu
kelompok 1 dengan rata-rata peringkat = 7,17. Kelompok 2 adalah yang paling bersih
dengan rata-rata peringkat 5,83. (Gambar 27)

Rata-rata Skor Kebersihan Smear layer

25

20
20,67

15 16,33

10

5 7,17
5,83

0
Agitasi Manual Dinamik Ultrasonik Pasif Konvensional NaOCl Konvensional Saline
2,5% + EDTA 17%

Gambar 27. Grafik rata-rata skor kebersihan smear layer sepertiga apikal dinding
saluran akar pada setiap kelompok perlakuan. Kelompok ultrasonik memiliki
skor yang paling baik (5,83) dan konvensional saline memiliki skor yang
paling buruk (20,67)

Universitas Sumatera Utara


51

Dari hasil uji statistik Kruskall Wallis diperoleh nilai P < 0,05 (P = 0,000)
yang menunjukkan bahwa ada perbedaan antara kebersihan smear layer dinding
saluran akar antara teknik irigasi agitasi manual dinamik, ultrasonik, dan
konvensional (Tabel 3). Selanjutnya dilakukan uji Mann-Whitney untuk
membedakan kebersihan smear layer sepertiga apikal dinding saluran akar pada

Tabel 2. Hasil uji statistik Kruskall Wallis antara teknik irigasi agitasi manual dinamik,
ultrasonik, konvensional dengan NaOCl + EDTA, dan konvensional dengan saline
terhadap kebersihan smear layer pada dinding sepertiga apikal saluran akar gigi.
Standar P – Value
Kelompok Teknik Irigasi Jumlah Median
Deviasi (Kruskall Wallis)

Agitasi Manual Dinamik 6 12 0,295

Ultrasonik 6 11 0,169
0,000
Konvensional 6 20 0,248

Konvensional Saline 6 22 0,302

masing-masing kelompok.

Dari hasil uji Mann-Whitney (Tabel 4), tidak ada perbedaan yang signifikan
antara kelompok teknik irigasi agitasi manual dinamik dan teknik irigasi ultrasonik
dalam pengamatan smear layer pada sepertiga apikal dinding saluran akar gigi
dengan nilai P = 0,512 (> 0,05). Namun dilihat dari gambaran Scanning Electron
Microscope (SEM) dan rata-rata skornya, kelompok yang diirigasi dengan teknik
irigasi ultrasonik dapat membersihkan smear layer sepertiga apikal dinding saluran
akar gigi lebih baik dibandingkan dengan teknik irigasi agitasi manual dinamik.
Kelompok teknik irigasi agitasi manual dinamik juga menunjukkan perbedaan yang
signifikan baik dengan kelompok konvensional dengan menggunakan larutan NaOCl
dan EDTA maupun dengan menggunakan larutan saline, dengan nilai P = 0,004 (<
0,05).

Universitas Sumatera Utara


52

Universitas Sumatera Utara


53

Tabel 3. Hasil uji Mann-Whitney antara masing masing kelompok perlakuan pada
sepertiga apikal saluran akar gigi.

Kelompok Perlakuan n Median P-value

1 (Agitasi Manual Dinamik) 6 12


0,512
2 (Ultrasonik) 6 11

1 (Agitasi Manual Dinamik) 6 12

3 (Konvensional NaOCl + 0,004


6 20
EDTA)

1 (Agitasi Manual Dinamik) 6 12


0,004
4 (Konvensional Saline) 6 22

2 (Ultrasonik) 6 11

3 (Konvensional NaOCl + 0,004


6 20
EDTA)

2 (Ultrasonik) 6 11
0,004
4 (Konvensional Saline) 6 22

3 (Konvensional NaOCl +
6 20
EDTA) 0,035
4 (Konvensional Saline) 6 22

Kelompok teknik irigasi ultrasonik menunjukkan perbedaan yang signifikan


juga baik dengan kelompok konvensional dengan menggunakan larutan NaOCl dan
EDTA maupun dengan menggunakan larutan saline, dengan nilai P= 0,004 (< 0,05).
Kelompok teknik irigasi konvensional dengan menggunakan larutan NaOCl dan
EDTA juga menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan kelompok konvensional
dengan menggunakan larutan saline, dengan nilai P = 0,035 (< 0,05).

Universitas Sumatera Utara


54

BAB 6

PEMBAHASAN

Kebersihan dinding saluran akar merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam menunjang keberhasilan perawatan endodontik. Hal ini dapat dicapai
dengan preparasi baik secara mekanis dengan instrumentasi maupun secara khemis
yaitu dengan irigasi. Tetapi anatomi saluran akar yang kompleks membuat perawatan
saluran akar, terutama pada bagian sepertiga apikal, memiliki tingkat kesulitan yang
tinggi.6 Diameter saluran akar pada sepertiga apikal lebih kecil dibanding dengan
daerah di atasnya, sehingga smear layer yang terbentuk dari hasil preparasi saluran
akar lebih mudah menumpuk di bagian apikal.29 Daerah inipun memiliki ramifikasi
yang cukup kompleks dan bentuknya yang cenderung oval, menjadikan daerah ini
daerah yang sering tidak terpreparasi dengan baik. 4 Sehingga daerah sepertiga apikal
tersebut menjadi fokus pada penelitian ini.
Seperti kita ketahui, preparasi secara mekanis saja tidak cukup untuk
membersihkan seluruh dinding saluran akar, sehingga harus disertai dengan preparasi
secara khemis yaitu irigasi untuk dapat membersihkan saluran akar sampai ke daerah
sepertiga apikal.1 Dalam penelitian ini, bahan irigasi yang digunakan adalah NaOCl
2,5%. Bahan ini memiliki sifat antimikroba spektrum luas, dapat melarutkan jaringan
dan smear layer organik. NaOCl bekerja melalui reaksi saponifikasi, neutralisasi, dan
kloraminasi.2 Konsentrasi yang dipakai adalah 2,5% karena konsentrasi NaOCl yang
tinggi meski efek melarutkan jaringan organik meningkat, tetapi sifat toksisitasnya
juga meningkat. NaOCl dengan konsentrasi 2,5% sudah menunjukkan reduksi
toksisitas, tetapi masih dapat mempertahankan aktivitas pelarutan jaringan dan
antimikroba, sehingga dalam praktek klinis, konsentrasi 2,5% biasanya yang umum
dipilih untuk perawatan endodontik.23,26 Tetapi NaOCl 2,5% sebagai bahan irigasi
tunggal tidak dapat melarutkan smear layer anorganik, sehingga dalam
penggunaannya harus dikombinasikan dengan bahan irigasi lainnya. 23 EDTA 17%
adalah salah satu bahan chelating yang efektif menghilangkan smear layer anorganik.

Universitas Sumatera Utara


55

EDTA melarutkan jaringan anorganik dengan menghilangkan ion kalsium dan terikat
secara kimia melalui dua atom nitrogen pada gugus amino dan empat atom oksigen
pada gugus karboksil yang menyebabkan dekalsifikasi dentin. 2 Sehingga kombinasi
kedua bahan tersebut diharapkan dapat membersihkan smear layer secara maksimal
dari saluran akar.
Dalam penelitian ini, kedalaman jarak penetrasi jarum adalah 1 mm dari
panjang kerja, karena kedalaman penetrasi jarum 1-1,5 mm dari panjang kerja
merupakan jarak penetrasi yang ideal.31 Jarak ujung jarum yang terlalu dekat dengan
ujung apikal memungkinkan terjadinya ekstrusi debris bahan irigasi, sedangkan jarak
ujung jarum yang terlalu jauh menyebabkan bahan irigasi tidak berpenetrasi baik ke
apikal.32 Desain ujung jarum dan ukuran jarum juga mempengaruhi tekanan apikal
yang dihasilkan, sehingga dalam penelitian ini digunakan jarum dengan desain ujung
tertutup (close-ended/side-vented needle) dan ukuran jarum 30G. Oleh karena jarum
dengan desain ujung tertutup lubangnya berada di lateral sehingga tekanan larutan
tidak langsung menuju ke arah apikal, tetapi ke arah dinding saluran akar. Jarum
berukuran 30G digunakan karena diameternya yang lebih kecil sehingga penetrasinya
lebih dalam dan mampu mencapai saluran akar dengan ukuran preparasi file 25.
Pada penelitian ini, saluran akar dipreparasi sampai dengan file F3 pada
protaper yang setara dengan file 35, sehingga jarum dapat mencapai bagian sepertiga
apikal dengan baik, sehingga pendistribusian bahan irigasi dapat semaksimal
mungkin mencapai apikal dan akan meningkatkan kontaknya bahan irigasi dengan
dinding dentin sehingga sangat mempengaruhi proses pembersihan saluran akar pada
daerah sepertiga apikal. Jarum 30G juga dapat memberikan laju aliran bahan irigasi
lebih kecil dibandingkan dengan jarum 28G, sehingga kemungkinan terjadinya
ekstrusi lebih kecil.32
Penting untuk diketahui bahwa bahan irigasi harus dapat berkontak langsung
dengan seluruh permukaan saluran akar supaya dapat beraksi dengan efektif terutama
pada bagian sepertiga apikal.7 Untuk memenuhi tujuan tersebut, harus ada teknik
irigasi yang tepat yang dapat membawa bahan irigasi secara maksimal sesuai panjang
kerja, sehingga berkembanglah berbagai teknik aktivasi bahan irigasi agar bahan

Universitas Sumatera Utara


56

irigasi yang dipakai menjadi efektif ke seluruh permukaan saluran akar termasuk
bagian sepertiga apikal yang sulit dijangkau. Teknik aktivasi bahan irigasi yang
sering juga disebut teknik irigasi, terbagi ke dua kategori secara garis besar, yaitu
teknik irigasi manual dan teknik irigasi dengan bantuan mesin. 7 Teknik irigasi manual
dilakukan dengan alat manual seperti spuit dan jarum. Teknik yang sangat sering
dilakukan di praktek klinis adalah teknik konvensional, dengan spuit dan jarum tanpa
dilakukan gerakan agitasi. Teknik ini relatif mudah dan harganya yang terjangkau,
membuat teknik ini biasanya menjadi prosedur standar yang dilakukan, tetapi tidak
efektif mencapai sepertiga apikal saluran akar.8
Teknik irigasi manual yang dinilai dapat membersihkan saluran akar hingga
sepertiga apikal yaitu teknik irigasi agitasi manual dinamik. 10 Teknik ini
menggunakan gutta percha yang sesuai dengan diameter preparasi saluran akar lalu
digerakkan dengan gerakan dorong-tarik hingga mencapai panjang kerja dapat
8
menghasilkan efek hidrodinamik yang efektif membersihkan debris. Teknik irigasi
lainnya yang dinilai dapat membersihkan smear layer hingga sepertiga saluran akar
dengan baik yaitu teknik irigasi ultrasonik. 12 Teknik ini menggunakan bantuan mesin
penghasil gelombang ultrasonik. Pada penelitian ini, digunakan teknik irigasi
ultrasonik pasif. Teknik ini menggunakan file ultrasonik yang dimasukkan ke saluran
akar sepanjang kerja dan digetarkan, sehingga menghasilkan tekanan shear yang
dapat membantu mengangkat debris dari kanal yang terinstrumentasi..31
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat kebersihan
dinding saluran akar yang dilakukan dengan berbagai teknik irigasi, yaitu agitasi
manual dinamik, ultrasonik, dan konvensional. Penelitian ini menggunakan subjek
penelitian berupa 24 gigi premolar mandibula, yang dibagi ke 4 kelompok. Kelompok
1 yaitu dengan teknik irigasi agitasi manual dinamik, kelompok 2 dengan teknik
irigasi ultrasonik, kelompok 3 dengan teknik irigasi konvensional sebagai kontrol
positif, dan teknik irigasi konvensional dengan larutan saline sebagai kontrol negatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat smear layer di seluruh
kelompok perlakuan, tetapi pada skor yang berbeda. Masih terdapatnya smear layer
dimungkinkan karena instrumen preparasi yang digunakan adalah instrumen rotary

Universitas Sumatera Utara


57

yang memotong dentin lebih banyak, dan teknik irigasi yang digunakan
menggunakan jarum one side-vented yang membuat tidak terdistribusinya tekanan
laju alir bahan irigasi secara maksimal ke seluruh permukaan saluran akar.2 Dalam
beberapa hasil SEM juga terdapat masih ada serpihan dentin yang cukup besar, yang
terbentuk dan tertinggal saat melakukan pembelahan dengan chisel. Dalam beberapa
hasil SEM juga terlihat adanya calcospherite, yang menandakan bahwa daerah
tersebut tidak terinstrumentasi. Hal seperti ini dapat terjadi karena sampel gigi
tersebut memiliki lebih dari satu saluran akar yang tidak terjangkau oleh
instrumentasi mekanis.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa secara umum ada perbedaan
bermakna antara hasil kebersihan sepertiga apikal dinding saluran akar menggunakan
teknik irigasi agitasi manual dinamik, ultrasonik, dan konvensional. Tetapi jika
dibandingkan masing-masing kelompok, teknik irigasi agitasi manual dinamik
(kelompok 1) dan teknik irigasi ultrasonik (kelompok 2), keduanya lebih efektif
membersihkan smear layer pada sepertiga apikal dibandingkan teknik irigasi
konvensional dengan NaOCl dan EDTA (kelompok 3) dengan P < 0,05. Sejalan
dengan penelitian sebelumnya, seperti Nurisawati dkk (2017) dan Khare et. al. (2017)
yang mengemukakan bahwa teknik agitasi manual dinamik dan ultrasonik lebih
efektif secara signifikan dibandingkan dengan teknik konvensional tanpa agitasi. 13,15
Teknik irigasi konvensional saline (kelompok 4) sebagai kontrol negatif,
berbeda secara signifikan dengan kelompok yang lain (P < 0,05). Termasuk dengan
teknik irigasi konvensional NaOCl dan EDTA. Meski Silveira (2013) melaporkan
bahwa kombinasi 2,5% NaOCl dan 17% EDTA kurang efektif dalam membersihkan
smear layer sampai ke sepertiga apikal, tetapi terbukti secara bermakna lebih efektif
dibandingkan saline.36 Hal ini sesuai dengan penelitian Bogra (2003) yang
menyatakan bahwa penggunaan saline sebagai bahan irigasi tidak dapat membuka
tubulus dentin dan keseluruhan dinding saluran akar tetap tertutup debris dan smear
layer.37
Antara teknik irigasi agitasi manual dinamik (kelompok 1) dan teknik irigasi
ultrasonik (kelompok 2), tidak ada perbedaan yang bermakna dengan nilai P > 0,05.

Universitas Sumatera Utara


58

Tetapi dilihat dari hasil SEM dan rata-rata peringkat skor kebersihan smear layer,
teknik aktivasi bahan irigasi yang paling baik membersihkan smear layer sepertiga
apikal dinding saluran akar adalah teknik irigasi ultrasonik. Teknik agitasi manual
dinamik sendiri terbukti sudah dapat mencegah terperangkapnya gas pada apikal akar
hingga 0-2 mm dari apikal konstriksi melalui insersi gutta percha yang berulang-
ulang. Namun, penetrasi bahan irigan ke apikal masih tidak sebaik teknik irigasi
ultrasonik. Hal tersebut dikarenakan frekuensi yang dihasilkan gerakan dorong-tarik
dari gutta percha yaitu 100 kali per 30 menit lebih kecil, yaitu hanya sekitar 3,3 Hz,
dibandingkan dengan frekuensi yang lebih tinggi yang dihasilkan melalui aliran
akustik sekunder PUI yaitu sekitar 40-45 kHz. Sehingga dinding saluran akar yang
diirigasi oleh PUI lebih bersih karena lebih efektif memecahkan efek vapor lock dan
meningkatkan aliran bahan irigasi ke arah apikal. 15
Teknik irigasi ultrasonik membutuhkan mesin penghasil gelombang
ultrasonik dan bekerja melalui file yang berosilasi dalam saluran akar. Aliran akustik
yang terbentuk akan menghasilkan tekanan shear yang dapat membantu mengangkat
debris dari kanal yang terinstrumentasi, sedangkan kavitasi yaitu pembentukan dari
ribuan gelembung kecil yang dengan sangat cepat meledak, menghasilkan ‘shock
wave’ yang dapat menghilangkan biofilm.32 Sedangkan pada teknik irigasi agitasi
manual dinamik, gerakan dorong-tarik dari gutta percha secara fisika menyebabkan
stretching, folding, dan cutting lamina cairan yang menyebabkan tekanan intrakanal
meningkat, sehingga memicu pada hasil yang hampir sama dengan kelompok
ultrasonik. Teknik ini juga menyebabkan penggantian bahan irigasi dalam saluran
akar lebih baik, dan lebih efektif dari teknik irigasi dinamik dengan mesin dan teknik
irigasi konvensional pada penelitian sebelumnya.12 Teknik ini juga mudah dan relatif
murah, tetapi kekurangannya adalah memakan waktu, cukup melelahkan, dan
membutuhkan keterampilan agar gerakan agitasi yang dilakukan konstan. Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya, yang menyatakan bahwa
teknik irigasi ultrasonik adalah teknik yang paling efektif membawa bahan irigasi
sepanjang kerja, diikuti oleh teknik irigasi agitasi manual dinamik, dan teknik irigasi
konvensional. Bahkan keduanya menunjukkan tidak adanya perbedaan yang

Universitas Sumatera Utara


59

signifikan, yang berarti teknik irigasi agitasi manual dinamik dapat dijadikan
alternatif jika teknik irigasi ultrasonik tidak dapat dilakukan. 15

Universitas Sumatera Utara


60

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Terdapat perbedaan yang signifikan di antara teknik irigasi agitasi manual
dinamik, teknik irigasi ultrasonik, dan teknik irigasi konvensional. Akan tetapi, antara
teknik irigasi agitasi manual dinamik dan ultrasonik tidak berbeda secara signifikan.
Ini berarti tingkat kebersihan smear layer dari kedua teknik tersebut sama-sama baik,
dan teknik agitasi manual dinamik dapat menjadi alternatif ketika teknik irigasi
ultrasonik tidak dapat dilakukan. Menurut hasil SEM, kebersihan dinding saluran
akar yang paling baik adalah dengan teknik irigasi ultrasonik, yang kedua adalah
dengan teknik irigasi agitasi manual dinamik, lalu diikuti kelompok konvensional.

7.2 Saran
1. Perlu penelitian lebih lanjut tentang perbandingan teknik irigasi lain yang
lebih efektif membersihkan sepertiga apikal dinding saluran akar gigi.
2. Ketika pembelahan dengan chisel, isolasi saluran akar yang telah diirigasi
menggunakan gutta-percha yang sesuai dengan diameter saluran akar agar tidak ada
serpihan dentin yang jatuh ke area tersebut.
3. Ada baiknya kita melakukan radiografi sebelum preparasi, agar tidak ada
daerah/kanal yang tidak terinstrumentasi.

Universitas Sumatera Utara


61

DAFTAR PUSTAKA

1. Agrawal VS, Rajesh M, Sonali K, Mukesh P. A Contemporary Overview of


Endodontic Irrigants – A review. Journal of Dental Application
2014;1(6):105-15.
2. Nevi Y, Dennis. The Ability of Root Canal Irrigant With Ethanol Extract of
Lerak Fruit (Sapindus Rarak Dc) in Removing Root Canal Smear layer (A
Sem Study). IOSR-JDMS 2017;16(1):24-30.
3. Violich DR, Chandler NP. The Smear layer in Endodontics – A Review. Int.
Endo J 2010;43:2-15.
4. Torabinejad M, Walton RE. Endodontics: Principles and Practice. Missouri:
Saunders Elsevier 2002;p.207-31.
5. Peters OA. Current Challenges and Concepts in the Preparation of Root Canal
Systems: A Review. Journal of Endodontics 2004;30(8):559-67
6. Hulsmann M, Peters OA, Dummer PMH. Mechanical preparation of root
canals: shaping goals, techniques, and means. Endodontic Topics 2005;10:30-
76.
7. Pasricha SK, Makkar S, Gupta P. Pressure Alteration Techniques in
Endodontics-A Review of Literature. J Clin Dia Res 2015:9(3);1-6
8. Gu LS, Kim JR, Ling J, Choi KK, Pashley DH, Tay FR. Review of
contemporary irrigant agitation techniques and devices. J Endod. 2009
Jun;35(6):791-04
9. Deenadayalan et. al. Newer Endodontic Irrigation Devices : an Update.
IOSR_JDMS 2014;6(5):4-8.
10. Widjiastuti et. al. Cleaning Efficacy of Root Canal Irrigation with Positive
and Negative Pressure System. IEJ 2018;13(3):398-02
11. Cameron JA. The Use of Ultrasonics in the Removal of the Smear layer : A
Scanning Electron Microscope Study. J Endod 2003;9(7):289-92.
12. McGill S, Gulabivala K, Mordan N, Ng YL. The efficacy of dynamic
irrigation using a commercially available system (RinsEndo) determined by

Universitas Sumatera Utara


62

removal of a collagen ‘bio-molecular film’ from an ex vivo model. Int Endod


J 2008;41:602-8
13. Nurisawati IM, Muryani A, Nurdin D. Perbedaan kebersihan sepertiga apikal
saluran akar yang diirigasi sodium hipoklorit 2,5% dengan teknik non agitasi
dan agitasi manual dinamik. J Ked GI Unpad 2017;29(3):184-8.
14. Jiang LM, Lak B, Eijsvogels LM, et al. Comparison of the cleaning efficacy
of different final irrigation techniques. J Endod 2009; 35:393-6.
15. Khare M, Suprabha BS, Yadav A, et al. Effectiveness of Ultrasonic and
Manual Dynamic Agitation Techniques in Irrigant Penetration: An in vitro
Study. Worl J Dent 2017;8(3):207-212.
16. Khaord P, Amin A, Shah MB, et al. Effectiveness of different irrigation
techniques on smear layer removal in apical thirds of mesial root canals of
permanent mandibular first molar: a Scanning Electron Microscope Study. J
Conv. Dent 2015;18(4):321-326.
17. Anggriani S. Jumlah dan bentuk akar serta konfigurasi saluran akar gigi molar
satu rahang atas dan bawah. TESIS Universitas Indonesia 2012:1-4.
18. Wu MK, R’oris A, Barkis D, Wesselink PR. Prevalence and extent of long
oval canals in the apical third. Or. Surg Med Path 2000;89(6):739-743.
19. Arfianita R. Variasi Morfologi Saluran Akar Gigi Insisif, Kaninus, Premolar,
dan Molar pada Penampang Melintang 1/3 Servikal, 1/3 Tengah, dan 1/3
Apikal Akar [Tesis] Jakarta: Universitas Indonesia 2007.1-3.
20. Jain A, Bahuguna R. Pulpal Morphology of Apical Third of Root of
Mandibular First Premolar: A Laboratory Study. Priory Lodge Education Ltd.
2010.
21. Ruttermann S, Virtej A, Janda R, Raab WHM. Preparation of the Coronal and
Middle Third of Oval Root Canals with A Rotary or an Oscilating System.
Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology &
Endodontology 2007;104(6):852-56.
22. Darcey J et al. Modern Endodontic Principles Part 4:Irrigation. Dental Update
2016;p 20-33.

Universitas Sumatera Utara


63

23. Tanumiharja M. Larutan irigasi saluran akar. Dentofasial 2010;9(2):108-15


24. Tarigan R, Tarigan G. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti) Edisi 3. Jakarta:
EGC 2012;128-30.
25. Zehnder M. Root canal irrigants, JOE 2006;32(5):389-98.
26. Carson KR, Goodell GG, McClanahan SB. Comparison of the antimicrobial
activity of six irrigants on primary endodontic pathogens. J Endod
2005;31(6):471-73
27. Grande NM, Plotino G, Falanga A, Pomponi M, Somma F. Interaction
between EDTA and Sodium Hypochlorite:A nuclear magnetic resonance
analysis. J Endod 2006;32(5):460-4.
28. Niu W, Yoshioka T, Kobayashi C, Suda H. A scanning electron microscopic
study of dentinal erosion by final irrigation with EDTA and NaOCl solution.
Int Endod J 2002;35:934-9.
29. Boutsioukis C, Lambrianidis T, Kastrinakis E, Wesselink PR,van der Sluis
LWM. The effect of needle-insertion depth on the irrigant flow in the root
canal: Evaluation using an unsteady computational fluid dynamics model. J.
Endod 2010;36(10):1664-8.
30. Van der sluis LWM, Versluis M, Wu MK,Wesselink PR. Passive ultrasonic
irrigation of the root canal: A review of the literature. Int. Endo J.
2007;40:415-26.
31. Boutsioukis C, Verhaagen B, Versluis M, Kastrinakis E, Wesselink PR, van
der Sluis LWM. Evaluation of irrigant flow in the root canal using different
needle types by an unsteady computational fluid dynamics model. J. Endod
2010:1-6
32. Dalai DR, Bhaskar DJ, Agali CR, et al. Modern Concept of Ultrasonic Root
Canal Irrigation. IJAHS 2014;1(4):1-2
33. Kurtzman G. Improving endodontic success through use of the EndoVac
irrigation system. Endodontic Practice February 2009;17-20.
34. Nielsen BA, Baumgartner JC. Comparison of the EndoVac System to Needle
Irrigation of Root Canals. JOE 2007;33(5):611-5

Universitas Sumatera Utara


64

35. Mayer BE, Peters OA, Barbakow F. Effects of Rotary Instruments and
Ultrasonic Irrigation on Debris and Smear Layer Scores : A Scanning
Electron Microscopic Study. Int Endo J 2002;35:582-9.
36. Silveira LFM, Silveira CF, Martos J, De castro LAS. Evaluation of the
different irrigation regiments with sodium hypoclorite and EDTA in removing
the smear layer during root canal preparation. Journal of Microscopy and
Ultrastructure 2013: 51-6.
37. Bogra, Nikhil. Studi of dimercapto siccinic acid, sodium hypochlorite and
their combination used as irrigant in root canals. J Endod 2003; 15: 19-25.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1
Alur Pikir
Irigasi dalam Perawatan Saluran Akar Teknik Irigasi
1. Keberhasilan perawatan saluran akar 1. Teknik irigasi manual
bergantung pada preparasi a. Teknik irigasi konvensional
kemomekanis, sterilisasi dan obturasi Irigasi yang masih digunakan
saluran akar. secara luas, dengan spuit dan jarum
2. Anatomi saluran akar yang kompleks yang bervariasi. Memiliki 2 desain
membuat perawatan saluran akar secara umum, yaitu open-ended dan
memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. close-ended. Jarum open-ended
3. Preparasi mekanis harus selalu disertai mengalirkan bahan irigasi ke jarak
dengan irigasi selama dan setelah yang lebih dalam dari ujung jarum
instrumentasi untuk menghilangkan tetapi dapat menyebabkan ekstrusi
smear layer yang terbentuk selama apikal. Jarum close-ended
instrumentasi dan menghilangkan mengalirkan bahan irigasi ke lateral
mikroorganisme dari saluran akar. dinding saluran akar, tetapi rentan
4. Bahan irigasi harus dapat berkontak akan adanya efek vapor lock.
langsung dengan seluruh permukaan Teknik ini terbukti kurang efektif
saluran akar agar efektif, terutama membersihkan smear layer
bagian sepertiga apikal. dibandingkan teknik lainnya.
5. Untuk memenuhi tujuan tersebut, harus b. Teknik irigasi manual dengan brush
ada teknik irigasi yang tepat yang dapat Teknik ini digunakan sebagai
membawa bahan irigasi secara pelengkap debridemen saluran akar
maksimal sepanjang kerja tanpa atau agitasi bahan irigasi. Diklaim
ekstrusi ke jaringan periradikular. bulu sikatnya dapat menjangkau
dinding saluran akar yang tidak
terinstrumentasi. Akan tetapi, bulu
sikatnya dapat lepas di saluran akar.
c. Teknik agitasi manual dinamik

Universitas Sumatera Utara


Teknik ini menggunakan gutta
percha yang diaktivasi setelah
pemberian bahan irigasi. Teknik ini
dapat menghindari efek vapor lock,
dan aliran hidrodinamik yang
terbentuk dapat efektif
membersihkan saluran akar.
2. Teknik irigasi mesin
a. Sonik
Teknik ini menghasilkan frekuensi
rendah (1-6 kHz), dan membentuk
vibrasi longitudinal yang efektif
membersihkan dinding saluran
akar.
b. Ultrasonik
Teknik ini menghasilkan frekuensi
tinggi dengan amplitude rendah
(25-30 kHz), yang menghasilkan
aliran akustik dalam bentuk
sirkuler/vortex yang dapat
meningkatkan tekanan shear
dinding saluran akar dan juga dapat
meningkatkan kadar penggantian
bahan irigasi dalam saluran akar
sehingga dapat membersihkan
debris dentin dengan mudah dan
cepat.
c. Negative pressure
Teknik ini menggunakan tekanan

Universitas Sumatera Utara


negatif, yaitu menarik bahan irigasi
keluar dengan bantuan alat suction.
 Sistem irigasi RinsEndo®
Bekerja pada frekuensi 1,6 Hz
dengan bantuan pengaliran bahan
irigasi oleh kanula di daerah
sepertiga korona saluran akar, dan
pembuangan bahan irigasi yang
terpakai oleh alat suction. Diklaim
dapat membersihkan sepertiga
saluran akar, tetapi terbukti tidak
lebih baik dari teknik agitasi
manual dinamik.
 Sistem irigasi EndoVac®
Teknik ini menggunakan negative
pressure dengan Master Delivery
Tip untuk mengalirkan bahan
irigasi, makrokanula untuk
membersihkan bagian korona
saluran akar, dan mikrokanula
untuk membersihkan bagian apikal
saluran akar, dan kelebihan cairan
akan ditarik oleh alat suction.
Beberapa penelitian
mengemukakan bahwa teknik ini
cukup baik.

Universitas Sumatera Utara


 Dari uraian di atas, terlihat bahwa dokter gigi masih menggunakan teknik irigasi
konvensional yang tidak begitu efektif, dan belum ada teknik irigasi yang menjadi
standar universal bagi dokter gigi.
 Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang berbagai macam teknik irigasi dan
efektivitasnya.

 Cameron (1983) membuktikan bahwa penggunaan ultrasonik sangat efektif


membersihkan smear layer bahkan sampai ke sepertiga apikal.
 Nurisawati dkk (2017) meneliti bahwa teknik agitasi manual dinamik secara
signifikan lebih baik membersihkan smear layer daripada irigasi konvensional.
 McGill et al (2008) dan meneliti bahwa teknik agitasi manual dinamik dapat
membersihkan sepertiga apikal saluran akar dengan baik, bahkan lebih baik dari
teknik irigasi semi negative pressure dengan bantuan mesin yaitu RinsEndo®.
 Jiang et al (2012) mengemukakan bahwa teknik irigasi ultrasonik lebih efektif
membersihkan smear layer dari teknik irigasi konvensional bahkan teknik irigasi
negative pressure.
 Penelitian dari Khare et al (2017) mengemukakan bahwa kedua metode memiliki
daya pembersihan smear layer yang cukup baik, yang mana gerakan dorong-tarik
dari teknik agitasi manual dinamik cenderung menyebabkan aliran hidrodinamik
dalam saluran akar, dibandingkan dengan teknik ultrasonik yang menghasilkan
aliran akustik dan kavitasi dalam saluran akar, yang keduanya terbukti efektif
membersihkan saluran akar

Universitas Sumatera Utara


Timbul permasalahan :
Apakah terdapat perbedaan antara teknik irigasi agitasi manual dinamik dan
teknik irigasi ultrasonik dalam membersihkan smear layer pada sepertiga apikal
saluran akar?

Tujuan penelitian :
Untuk mengetahui perbedaan antara teknik irigasi agitasi manual dinamik dan
teknik irigasi ultrasonik dalam membersihkan smear layer pada sepertiga apikal
saluran akar.

Judul penelitian :
Perbandingan Efektivitas Pembersihan Smear layer antara Teknik Irigasi Agitasi
Manual Dinamik dan Ultrasonik pada Sepertiga Apikal Saluran Akar (Studi
SEM)

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2
Alur perlakuan sampel

24 buah gigi premolar mandibula yang dicabut untuk keperluan ortodontik


sesuai kriteria inklusi

Gigi dibersihkan, lalu di bagian apikal gigi dilapisi cat kuku untuk mencegah
ekstrusi bahan irigasi

Sampel direndam dalam larutan saline fisiologis dalam suhu ruang sebelum
diberi perlakuan

Dilakukan dekoronasi, yaitu memotong mahkota gigi secara horizontal di bawah CEJ
dan menyisakan bagian akarnya ± 15mm

Panjang kerja seluruh sampel ditentukan dengan K-file #10 dikurangi 1 mm

Preparasi saluran akar dengan Protaper Universal NiTi Rotary Instrument

Irigasi saluran akar sesuai dengan kelompok perlakuan

Teknik irigasi agitasi Teknik irigasi ultrasonik Teknik irigasi Teknik irigasi konvensional
manual dinamik pasif konvensional dengan saline


Saluran akar dikeringkan dengan paper points

Sampel diukur, diberi tanda, lalu dibur dengan separating disk dan dibelah dengan
menggunakan chisel

Uji sampel dengan Scanning Electron Microscope

Analisa data

Universitas Sumatera Utara


Uji sampel dengan Scanning Electron Microscope

Pengukuran tingkat kebersihan saluran akar dari smear layer dapat ditentukan dengan
skor Torabinejad(2003), yaitu :
Skor 1 Tidak ada smear layer pada Gambar A
permukaan saluran akar, seluruh
tubulus bersih dan terbuka
Skor 2 Dikategorikan moderate smear layer Gambar B
dengan tidak ada smear layer yang
terlihat pada permukaan saluran akar,
tetapi tubulus dentin terdapat smear
layer.
Skor 3 Dikategorikan heavy smear layer Gambar C
dengan keadaan smear layer melapisi
permukaan saluran akar dan tubulus
dentin

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3

Anggaran Penelitian

1. K-file Dentsply #10 Rp. 70.000


2. Protaper Universal Rotary Instrument Rp. 700.000
3. Spuit 3 ml Rp. 50.000
4. Jarum two side-vented 30G Rp. 200.000
5. U-file Rp. 45.000
6. Chisel Rp. 90.000
7. Separating disk Rp. 80.000
8. Larutan saline Rp. 40.000
9. Larutan NaOCl 2,5% Rp. 100.000
10. Absorbent paper points Rp. 40.000
11. Gutta percha Rp. 180.000
12. Masker dan handscoon Rp. 75.000
13. DTE D5 Ultrasonic Rp. 4.800.000
14. Biaya SEM 24 sampel @200.000 Rp. 4.800.000 +

Total : Rp. 11.270.000

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4
JADWAL KEGIATAN

Nama kegiatan Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt
1. Penentuan judul
sementara
2. Penyusunan proposal

3. Seminar proposal

4. Perbaikan proposal

5. Pelaksanaan penelitian
6. Penyusunan laporan
hasil penelitian
7. Perbaikan

8. Seminar hasil

9. Ujian skripsi

10. Perbaikan

11. Penyerahan skripsi

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN TABEL

Kelompok Area Area Area Area Area Area Area Area Area Total
Sampel
Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Skor
1. Agitasi Manual 1 1 1 1 2 1 1 2 2 1 12
Dinamik
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
3 1 1 1 1 1 1 1 2 1 10
4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
5 1 1 1 2 2 1 2 2 2 14
6 2 2 2 2 2 1 2 2 1 16
2. Ultrasonik 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 11
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
4 2 1 1 1 1 1 1 1 1 10
5 2 1 1 1 1 1 1 1 1 10
6 1 2 1 1 2 1 1 1 1 11
3. Konvensional 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 18
NaOCl + EDTA
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 18
3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 20
4 2 2 3 2 2 3 2 2 2 20
5 3 2 2 3 2 2 3 2 1 20
6 3 3 3 3 3 3 3 2 2 25
4. Konvensional 1 3 3 2 2 2 3 3 3 3 24
Saline
2 2 3 3 2 3 3 2 2 2 22
3 2 2 2 2 3 2 2 3 2 20
4 3 2 3 3 2 3 3 2 2 23
5 2 2 3 3 3 2 3 3 2 23
6 3 3 3 3 3 3 3 3 3 27

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN SPSS

Descriptives

Jenis Perlakuan Statistic Std. Error

Mean 1,2963 ,12058

95% Confidence Interval for Lower Bound ,9863


Mean Upper Bound 1,6063

5% Trimmed Mean 1,2922

Median 1,2778

Variance ,087

Agitasi Manual Dinamik Std. Deviation ,29537

Minimum 1,00

Maximum 1,67

Range ,67

Interquartile Range ,58

Skewness ,153 ,845

Kurtosis -2,534 1,741

Mean 1,1667 ,06879

Rerata Skor 95% Confidence Interval for Lower Bound ,9898


Mean Upper Bound 1,3435

5% Trimmed Mean 1,1605

Median 1,1667

Variance ,028

Ultrasonik Std. Deviation ,16851

Minimum 1,00

Maximum 1,44

Range ,44

Interquartile Range ,28

Skewness ,774 ,845

Kurtosis ,284 1,741

Mean 2,2037 ,10109

Konvensional NaOCl+EDTA 95% Confidence Interval for Lower Bound 1,9438


Mean Upper Bound 2,4636

Universitas Sumatera Utara


5% Trimmed Mean 2,1893

Median 2,1667

Variance ,061

Std. Deviation ,24762

Minimum 2,00

Maximum 2,67

Range ,67

Interquartile Range ,33

Skewness 1,611 ,845

Kurtosis 2,958 1,741

Mean 2,5370 ,12312

95% Confidence Interval for Lower Bound 2,2206


Mean Upper Bound 2,8535

5% Trimmed Mean 2,5288

Median 2,4444

Variance ,091

Konvensional Saline Std. Deviation ,30157

Minimum 2,22

Maximum 3,00

Range ,78

Interquartile Range ,53

Skewness ,712 ,845

Kurtosis -,955 1,741

Universitas Sumatera Utara


Kruskal-Wallis Test

Ranks

Jenis Perlakuan N Mean Rank

Agitasi Manual Dinamik 6 7,17

Ultrasonik 6 5,83

Rerata Skor Konvensional NaOCl+EDTA 6 16,33

Konvensional Saline 6 20,67

Total 24

a,b
Test Statistics

Rerata Skor

Chi-Square 18,668
df 3
Asymp. Sig. ,000

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable: Jenis
Perlakuan

Universitas Sumatera Utara


Mann-Whitney Test
Ranks

Jenis Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

Agitasi Manual Dinamik 6 7,17 43,00

Rerata Skor Ultrasonik 6 5,83 35,00

Total 12

a
Test Statistics

Rerata Skor

Mann-Whitney U 14,000
Wilcoxon W 35,000
Z -,656
Asymp. Sig. (2-tailed) ,512
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,589

a. Grouping Variable: Jenis Perlakuan


b. Not corrected for ties.

Mann-Whitney Test
Ranks

Jenis Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

Agitasi Manual Dinamik 6 3,50 21,00

Rerata Skor Konvensional NaOCl+EDTA 6 9,50 57,00

Total 12

a
Test Statistics

Rerata Skor

Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 21,000
Z -2,898
Asymp. Sig. (2-tailed) ,004
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,002

a. Grouping Variable: Jenis Perlakuan

Universitas Sumatera Utara


Mann-Whitney Test
Ranks

Jenis Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

Agitasi Manual Dinamik 6 3,50 21,00

Rerata Skor Konvensional Saline 6 9,50 57,00

Total 12

a
Test Statistics

Rerata Skor

Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 21,000
Z -2,892
Asymp. Sig. (2-tailed) ,004
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,002

a. Grouping Variable: Jenis Perlakuan

Mann-Whitney Test
Ranks

Jenis Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

Ultrasonik 6 3,50 21,00

Rerata Skor Konvensional NaOCl+EDTA 6 9,50 57,00

Total 12

a
Test Statistics

Rerata Skor

Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 21,000
Z -2,903
Asymp. Sig. (2-tailed) ,004
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,002

a. Grouping Variable: Jenis Perlakuan


b. Not corrected for ties.

Universitas Sumatera Utara


Mann-Whitney Test
Ranks

Jenis Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

Ultrasonik 6 3,50 21,00

Rerata Skor Konvensional Saline 6 9,50 57,00

Total 12

a
Test Statistics

Rerata Skor

Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 21,000
Z -2,898
Asymp. Sig. (2-tailed) ,004
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,002

a. Grouping Variable: Jenis Perlakuan

Mann-Whitney Test
Ranks

Jenis Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

Konvensional NaOCl+EDTA 6 4,33 26,00

Rerata Skor Konvensional Saline 6 8,67 52,00

Total 12

a
Test Statistics

Rerata Skor

Mann-Whitney U 5,000
Wilcoxon W 26,000
Z -2,104
Asymp. Sig. (2-tailed) ,035
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,041

a. Grouping Variable: Jenis Perlakuan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai