Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D


DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR MANDIBULA DI RUANG 19
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi

Keperawatan Departemen Keperawatan Medikal Bedah

Di Ruang 19 RSUD Dr. Saiful Anwar Kota Malang

Disusun Oleh :

Nama : Deni Dwi Kurniawan

NIM : P17212195022

PRODI PROFESI KEPERAWATAN MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D


DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR MANDIBULA DI RUANG 19
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH :

Nama : Deni Dwi Kurniawan

NIM : P17212195022

Blitar, November 2019

Mahasiswa

Deni Dwi Kurniawan

NIM : P17212195022

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

................................................ .................................................
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR
MANDIBULA

A. Anatomi dan Fungsi Mandibula


Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai tempat
menempelnya gigi-geligi. Mandibula berhubungan dengan basis kranii dengan adanya
temporo-mandibular joint dan disangga oleh otot-otot pengunyahan. Mandibula terdiri dari
korpus berbentuk tapal kuda dan sepasang ramus. Korpus mandibula bertemu dengan ramus
masing-masing sisi pada angulus mandibula. Pada permukaan luar digaris tengah korpus
mandibula terdapat sebuah rigi yang menunjukkan garis fusi dari kedua belahan selama
perkembangan, yaitu simfisis mandibula.
Korpus mandibula pada orang dewasa mempunyai processus alveolaris yang ditandai
adanya penonjolan di permukaan luar, sedangkan pada orang tua yang giginya telah tanggal
processus alveolaris mengalami regresi. Bagian depan dari korpus mandibula terdapat
protuberantia mentale yang meninggi pada tiap-tiap sisi membentuk tuberculum mentale.
Bagian permukaan luar di garis vertical premolar kedua terdapat foramen mentale. Bagian
posterior korpus mandibula mempunyai dua processus yaitu processus coronoideus anterior
yang merupakan insersio otot pengunyahan dan processus condylaris bagian posterior yang
berhubungan langsung dengan sendi temporo mandibular. Permukaan dalam ramus
mandibula terdapat foramen mandibula yang masuk ke dalam kanalis mandibula, sedangkan
permukaan korpus mandibula terbagi oleh peninggian yang miring disebut linea mylohyoidea
(Platzer, 1997).
Mandibula dipersarafi oleh 3 cabang nervus yaitu N. Bucalis Longus, N. Lingualis,
dan N. Alveolaris inferior. Nervus mandibularis merupakan cabang terbesar, yang keluar dari
ganglion Gasseri. Saraf keluar dari cranium melalui foramen ovale, dan bercabang menjadi
tiga percabangan.
1. N. Buccalis Longus
n. buccalis longus keluar tepat di luar foramen ovale. Saraf berjalan di antara kedua caput
m. pterygoideus externus, menyilang ramus untuk kemudian masuk ke pipi melalui m.
buccinators, di sebelah bukal gigi molar ketiga atas. Cabang-cabang terminalnya menuju
membrane mukosa bukal dan mukoperiosteum di sebelah lateral gigi-gigi molar atas dan
bawah.
2. N. Lingualis
Nervus Lingualis cabang berikut berjalan ke depan menuju garis median. Saraf berjalan
ke bawah superficial dari m. Pterygoideus internus berlanjut ke lingual apeks gigi molar
ketiga bawah. Pada titik ini saraf masuk ke dalam basis lingual melalui dasar mulut dan
menginervasi duapertiga anterior lidah, mengeluarkan percabangan untuk menginervasi
mukoperiosteum dan membrana mukosa lingual.
3. N. Alveolaris Inferior
N. alveolaris Inferior adalah cabang terbesar dari n. Mandibularis. Saraf turun balik dari
m. Pterygoideus externus, disebelah posterior dan dibagian luar n. lingualis, berjalan
antara ramus mandibula dan ligamentum sphenomandibularis. Bersama-sama dengan
arteri alveolaris inferior saraf berjalan terus di dalam canalis mandibula dan
mengeluarkan percabangan untuk gigi-geligi. Pada foramen mentale saraf bercabang
menjadi dua salah satunya adalah nervus incicivus yang berjalan terus ke depan menuju
garis median sementara nervus mentalis meninggalkan foramen untuk mempersarafi kulit.
Cabang-cabang dari nervus alveolaris inferior adalah :
 N. mylohyoideus adalah cabang motorik dari n. alveolaris inferior dan didistribusikan
ke m. Mylohyoideus, dan venter anterior dan m. Digastrici yang terletak di dasar
mulut.
 Rami dentalis brevis menginervasi gigi molar, premolar, proc. alveolaris, dan
periosteum
 N. mentalis lekuar melalui foramen mentale untuk menginervasi kulit dagu, kulit dan
membrana mukosa labium oris inferior
 N. incisivus mengeluarkan cabang-cabang kecil menuju gigi insisivus sentral, lateral
dan caninus
Otot-otot Pengunyahan

Otot
Origo Insertio Fungsi
Persarafan

1. M. temporalis Os. Temporal di Ujung dan permukaan Menutup rahang,


Nn. Temporales bawah linea media proc. bagian belakang,
profundi temporalis inferior Coronoideus mandibula menarik balik RB
dan lembar dalam (=retrusi)
(N. mandibularis) fascia temporalis

2. M. masseter Arcus zygomaticus Pars superficialis: Menutup rahang


M. massetericus angulus mandibula,
Pars superficialis: tuberositas masseterica.
(N. mandibularis) sisi bawah, dua
pertiga bagian Pars profunda:
depan (bertendo) permukaan luar ramus
mandibula
Pars profunda:
sepertiga bagian
belakang,
permukaan dalam

3. M. pterygoideus Fossa pterygoidea Permukaan medial Menutup rahang


medialis dan lamina lateralis angulus mandibula,
N. pterygoideus proc. Pterygoidei, tuberositas pterygoidea
medialis sebagian proc.
Pyramidalis os.
(N. mandibularis) Palatum

4. M. pterygoideus Caput superius: Fovea pterygoidea Menutup rahang


lateralis permukaan luar (proc. Condilaris dan gerakan ke
N. pterygoideus lamina lateralis mandibula), discus dan muka (=protrusi)
lateralis proc. Pterygoidei, kapsul articulation RB. Caput inferius:
tuber maxillae temporomandibularis. membuka rahang
(N. mandibularis
Caput inferius
(asesoris): facies
temporalis (ala
major ossis
spenoidalis)

B. Definisi
 Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan otot
dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price dan Wilson,
2006).
 Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Brunner & Suddarth, 2001).
 Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun
sebagian. (Muttaqin, Arif. 2008)
 Mandibula adalah tulang rahang bawah, tulang yang tidak teratur dan merupakan satu-satunya
tulang kepala yang dapat bergerak (Watson,2002).
Fraktur mandibula adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibula yang dapat disebabkan
oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.

C. Epidemiologi
Fraktur mandibula lebih umum dibandingkan cedera pada bagian sepertiga tengah. Schuchordt et
al (1966) dalam serangkaian 2901 fraktur, menemukan 1997 fraktur terjadi pada mandibula itu
sendiri, sedangkan 156 kasus terjadi baik pada mandibula maupun pada bagian sepertiga tengah
dari skeleton fasial, sehingga terdapat 2103 fraktur mandibula. Fraktur mandibula meliputi 40%
– 62% dari seluruh fraktur wajah, perbandingan pria dan wanita, yaitu 3 : 1 – 7 : 1 tergantung
dari penelitian dan Negara. Fraktur subkondilar banyak ditemukan pada anak-anak, sedangkan
fraktur angulus lebih sering pada remaja dan dewasa muda.

D. Klasifikasi
Fraktur mandibula dapat diklasifikasikan sesuai dengan lokasi anatomisnya dan pola
frakturnya.
1) Lokasi Anatomi / Anatomi Located
a. Fraktur Dentoalveolar
Semua fraktur yang terbatas pada tooth-bearing area mandibula tanpa gangguan
pada underlying osseus structure.
b. Fraktur Symphysis
Fraktur pada regio incisivus mandibula yang memanjang dari processus alveolar ke
batas inferior secara vertical.
c. Fraktur Parasymphysis
Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal incisivus lateral
mandibula dan memanjang dari processus alveolar ke batas inferior.
d. Fraktur Body Mandibula
Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal molar kedua dan
memanjang dari processus alveolar ke batas inferior.
e. Fraktur Angle
Fraktur distal ke molar kedua yang memanjang dibentuk dari titik temu body dan ramus
mandibula pada retromolar area dengan titik yang dibentuk dari titik inferior body
mandibula dan posterior border ramus mandibula.
f. Fraktur Ascending Ramus
Fraktur yang dibetntuk dari garis fraktur yang memanjang secara horizontal melewati
anterior-posterior ramus mandibula atau garis fraktur yang memanjang secara vertikal
dari sigmoid notch ke batas inferior mandibular
g. Fraktur Processus Condylus
Fraktur yang memanjang dari sigmoid notch ke posterior border ramus mandibula
sepanjang aspect superior ramus; atau fraktur yang melibatkan condylus bisa
diklasifikasikan menjadi extracapsular atau intracapsular, tergantung dari relasi fraktur
dan capsular attachment.
2) Pola Fraktur
Klasifikasi ini bedasarkan pola fraktur pada mandibular
a. Fraktur Tertutup/Simple Fraktur, terdiri dari satu garis fraktur yang tidak berhubungan
exterior. Contohnya frakktur pada ramus atau condylus tanpa eksponansi jaringan
sekitar daerah fraktur.
b. Fraktur Terbuka/Fraktur Compound, fraktur yang berhubungan dengan lingkungan
luar karena melibatkan mukosa, ligament periodontal gigi, dan processus alveolar.
c. Greenstick Fraktur, fraktur ini sering terjadi pada anak-anak yang mengakibatkan
diskontiunitas tulang yang tidak lengkap. tidak ada mobility antara proksimal dan
fragmen distal
d. Comminuted Fraktur, fraktur yang terdiri dari multipel fragmen tulang pada satu
lokasi fraktur. Fraktur ini hasil dari tekanan yang lebih besar dari simple fraktur.
e. Complex Fraktur, jenis injury yang menunjukan kerusakan struktur yang berdekatan
dengan tulang seperti pembuluh darah besar, saraf dan sendi. Biasanya menunjukan
kerusakan pada arteria inferior alveolar, vena, dan saraf pada fraktur mandibula
proximal ke foramen mentale atau distal ke mandibula foramen
f. Telescope or Impacted Fraktur, tipe cedera yang jarang terjadi pada mandibula,
tetapi menunjukan satu fragmen tulang yang terdorong ke satu fragment lainnya
g. Indirect Fraktur, fraktur ini muncul pada titik yang jauh dari lokasi trauma. Contohnya
fraktur condylar muncul pada fraktur symphysis.
h. Direct Fractur, fraktur yang muncul secara cepat berdekatan dengan titiik kontak
lokasi trauma
i. Pathology Fracture, fraktur hasil dari fungsi normal atau minimal trauma pada tulang
yang sudah lemah oleh patologis. Patologis ini bisa muncul tepat di lokasi fraktur.
Contohnya kista, atau metastatis tumor.
j. Displaced Fraktur, fraktur bisa nondisplaced, deviated, displaced.
k. Nondisplaced, fraktur linear dengan fragment proximal yang mempertahankan relasi
anatomisnya dengan fragment distal. Fraktur deviasi, simple angulation pada processus
condylus nyata pada relasi fragment mandibular yang tersisa tanpa ada perkembangan
dari jarak atau tumpang tindih diantara dua segmen. Displacement, pergerakan
fragment condylus dengan relasi segmen mandibular pergerakan lpada lokasi
fraktur
l. Fraktur Dislokasi, dislokasi muncul ketika kepala condylus bergerak pada fossa
glenoidalis tanpa artikularis. Ketika berhubungan dengan fraktur pada condylus,
disebut fraktur dislokasi. Condylus mandibula bisa juga dislokasi karena trauma
tanpa melibatkan fraktur pada condylusnya.

Menurut R. Gustino, Fraktur Terbuka dibagi atas 3 derajat yaitu:


Derajat I:
 Luka < 1 cm
 Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
 Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
 Kontaminasi minimal
Derajat II:
 Laserasi >1 cm
 Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
 Fraktur kominutif sedang
 Kontaminasi sedang
Derajat III:
 Dijumpai kerusakan hebat maupun kehilangan cukup luas pada kulit, jaringan lunak putus
atau hancurnya struktur neurovaskuler dengan kontaminasi, juga termasuk fraktur
segmental terbuka atau amputasi traumatik.
- IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak, walaupun
adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.
- IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang terlihat jelas
atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur kominutif. Biasanya disertai
kontaminasi masif dan merupakan trauma high energy tanpa memandang luas luka.
- IIIC terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan bagian
distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan jaringan lunak.

Berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Rene Le Fort, terdapat tiga pola fraktur maksila,
yaitu :
1) Le Fort I
Fraktur Le Fort I dikenal juga dengan fraktur Guerin yang terjadi di atas level gigi yang
menyentuh palatum, meliputi keseluruhan prosesus alveolar dari maksila, kubah palatum,
dan prosesus pterigoid dalam blok tunggal. Fraktur membentang secara horizontal
menyeberangi basis sinus maksila.Dengan demikian buttress maksilari transversal bawah
akan bergeser terhadap tulang wajah lainnya maupun kranium.
2) Le Fort II
Pukulan pada maksila atas atau pukulan yang berasal dari arah frontal menimbulkan fraktur
dengan segmen maksilari sentral yang berbentuk piramida. Karena sutura
zygomaticomaxillary dan frontomaxillary (buttress) mengalami fraktur maka keseluruhan
maksila akan bergeser terhadap basis kranium.
3) Le Fort III
Selain pada pterygomaxillary buttress, fraktur terjadi pada zygomatic arch berjalan ke sutura
zygomaticofrontal membelah lantai orbital sampai ke sutura nasofrontal. Garis fraktur seperti
itu akan memisahkan struktur midfasial dari kranium sehingga fraktur ini juga disebut
dengan craniofacial dysjunction. Maksila tidak terpisah dari zygoma ataupun dari struktur
nasal. Keseluruhan rangka wajah tengah lepas dari basis kranium dan hanya disuspensi oleh
soft tissue.

E. Etiologi
Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses patologik.
1) Fraktur traumatik disebabkan oleh :
a. Kecelakaan kendaraan bermotor (43%)
b. Kekerasan atau perkelahian (34%)
c. Kecelakaan kerja (7%)
d. Terjatuh (7%)
e. Kecelakaan berolahraga (4%)
f. Kecelakaan lainnya (5%)
2) Fraktur patologik
Fraktur patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis imperfecta,
osteomyeleitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang.
F. Patofisiologi

Trauma langsung trauma tidak langsung kondisi patologis

FRAKTUR MANDIBULA
Kerusakan Stimulus reseptor
Diskontinuitas tulang pergeseran fragmen tulang neuromuskular nyeri

Respon nyeri
Perub jaringan sekitar kerusakan fragmen tulang

Nyeri
Pergeseran frag Tlg laserasi kulit spasme otot tek. sumsum tlg > tinggi dr kapiler

Kerusakan
integritas
jaringan vena/arteri rusak tekanan kapiler ↑ reaksi stres klien

deformitas

perdarahan pelepasan histamin melepaskan katekolamin

gg. fungsi

protein plasma hilang memobilisasi asam lemak

syok hipovolemik
Penurunan
kemampuan edema bergabung dgn trombosit
mengunyah Kekurangan
Volume Cairan
Intake ↓ penekanan pembuluh darah emboli

Risiko
ketidakseimbangan penurunan perfusi jaringan menyumbat pembuluh darah
nutrisi : kurang
dari kebutuhan
tubuh
Gangguan
perfusi jaringan

Fiksasi tidak
sempurna

Malunion, delayed
Penyembuhan tidak tepat
union, non union
waktu
G. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala adanya fraktur mandibula yaitu:
1. Perubahan oklusi
Perubahan oklusi sebagian besar disebabkan oleh fraktur mandibula. Klinisi harus
menanyakan pada pasien apakah gigitannya terasa berbeda. Perubahan pada oklusi dapat
disebabkan oleh fraktur gigi, fraktur prosessus alveolaris, fraktur mandibula pada beberapa
lokasi dan trauma pada TMJ dan otot mastikasi. Open bite anterior disebabkan karena fraktur
bilateral pada kondilus atau angulus mandibula dan fraktur maksilla dengan perpindahan
inferior dari posterior maksilla. Open bite posterior disebabkan oleh fraktur pada prosessus
alveolaris atau fraktur parasimfiseal. Open bite unilateral disebabkan oleh fraktur
parasimfiseal. Crossbite posterior disebabkan oleh fraktur kondilus dan midline simfiseal.
Oklusi retrognatik berhubungan dengan fraktur angulus atau kondilus. Oklusi prognatik
disebabkan oleh karena pergerakan berlebih dari TMJ. Contoh di atas merupakan beberapa
kelainan oklusi karena fraktur mandibula.
2. Anesthesia, Paresthesia, atau Diesthesia pada Bibir Bawah
Hal ini berkaitan dengan gangguan pada nervus alveolar inferior dimana nervus ini melewati
foramen mandibula. Jika bibir bawah mati rasa, mungkin saja terjadi fraktur pada daerah
distal foramen mandibula. Untuk memeriksa adanya perubahan sensasi pada bibir bawah dan
dagu, klinisian harus menggunakan anesthesi.
3. Pergerakan Abnormal Mandibula
Beberapa pasien dengan fraktur mandibula mempunyai pembukaan mulut yang terbatas dan
trismus. Contohnya deviasi pada salah satu sisi karena fraktu kondilaris karena
ketidakseimbangan kerja pada otot pterigoideus lateralis. Ketidakmampuan mandibula untuk
membuka disebabkan karena fraktur ramus yang mengenai prosessus koronoideus pada arkus
zygomatikus atau depresi pada fraktur arkus zygomatikus. Ketidakmampuan rahang untuk
menutup disebabkan oleh fraktur pada prosessus alveolaris, angulus, ramus atau simfisis
karena kontak prematur gigi.
4. Perubahan pada Kontur dan Bentuk Lengkung Mandibula.
Walaupun kontur wajah tertutuoi oleh bengkak, klinisi harus memeriksa wajah dan
mandibula untuk kontur yang abnormal. Tampilan datar pada bagian lateral wajah mungkin
disebabkan oleh fraktur corpus, angulus atau ramus. Tampilan memanjang pada muka
mungkin disebabkan oleh fraktur bilateral pada subkondilar angulus atau corpus, asimetris
wajah, merupakan tanda bagi klinisi kemungkinan adanya fraktur mandibula. Jika ada
deviasi dari bentuk U yang normal pada kurva mandibula, adanya fraktur harus dicurigai.
5. Laserasi, Hematoma, dan Ekimosis.
Trauma menyebabkan hilangnya kontinuitas kulit atau mukosa secara signifikan atau
perdarahan subkutaneus-submukosal karena trauma pada mandibula. Adanya luka harus
diinspeksi secara hati-hati sebelum penutupan. Arah dan tipe fraktur dapat dilihat melalui
luka. Namun, klinisi perlu pemeriksaan radiografi untuk mendiagnosis. Adanya kimosis pada
dasar mulut mengindikasikan terjadinya fraktur korpus mandibula atau fraktur simfiseal.
6. Kehilangan Gigi dan Krepitasi Saat Palpasi.
Pemeriksaan pada gigi dan tulang pendukung dapat membantu diagnosis fraktur pada
prosessus alveolaris, korpus dan simfiseal. Gaya yang kuat dapat menyebabkan fraktur gigi
juga pada tulang yang mendasarinya. Fraktur gigi multiple mengindikasikan bahwa rahang
clenching akibat trauma. Klinisi harus melakukan palpasi pada mandibula dengan
menggunakan dua tangan dengan ibu jari pada gigi dan jari lain pada mandibula dengan
perlahan dan hati-hati.
7. Rubor, Kalor, Tumor, dan Dolor.
Kemerahan, panas yang terlokalisasi, bengkak, dan rasa sakit merupakan tanda-tanda sejak
jaman Yunani kuno. Jika semua hal tersebut ditemukan merupakan tanda-tanda primer dari
dugaan adanya fraktur mandibula. Pemeriksaan radiologis juga diperlukan untuk
memperkuat diagnosa, beberapa teknik foto yang bisa digunakan pada kasus fraktur
mandibula ini antara lain, panoramik, lateral oblique, posteroanterior, occlusal view,
periaphical view, reverse towne’s, foto TMJ, dan CT scan.

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Anamnesis
Diagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Setiap fraktur mempunyai riwayat trauma. Posisi waktu kejadian
merupakan informasi yang penting sehingga dapat menggambarkan tipe fraktur yang terjadi.
Bila trauma ragu-ragu atau tidak ada maka kemungkinan fraktur patologis tetap perlu
dipikirkan. Riwayat penderita harus dilengkapi apakah ada trauma daerah lain (kepala, torak,
abdomen, pelvis, dll).
Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang lebih mengetahui
harus jelas dan terarah, sehingga diperoleh informasi mengenai, keadaan kardiovaskuler
maupun system respirasi, apakah penderita merupakan penderita diabetes, atau penderita
dengan terapi steroid yang lama maupun meminum obat-obat lain, alergi terhadap obat,
makan atau minum terakhir dengan penggunaan obat-obat anastesi.
b. Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi : deformitas angulasi medial, lateral, posterior atau anterior, diskrepensi,
rotasi, perpendekan atau perpanjangan, apakah ada bengkak atau kebiruan, pada luka
yang mengarah ke fraktur terbuka harus diidentifikasi dan ditentukan menurut
derajatnya menurut klasifikasi Gustillo et. Al.
- Palpasi : nyeri tekan pada daerah fraktur, nyeri bila digerakkan. Krepitasi : biasanya
penderita sangat nyeri oleh sebab itu pemeriksaan ini harus gentle dan bila perlu
dapat ditiadakan.
- Gerakan : gerakan luar biasa pada daerah fraktur. Gerakan sendi di sekitarnya terbatas
karena nyeri, akibatnya fungsi terganggu.
- Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, torak, abdomen, traktus, urinarius
dan pelvis.
- Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian distal fraktur yang
berupa pulsus arteri, warna kulit, temperature kulit, pengembalian darah ke kapiler.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sinar-X A-P, lateral. Bila perlu dilakukan foto waters. Untuk pencitraan
wajah digunakan proyeksi Waters sehingga bayangan bagian wajah yang terganggu atau
disamarkan oleh struktur tulang dasar tengkorak dan tulang servikal. Evaluasi radiografis
pada mandibula mencakup foto polos, scan, dan pemeriksaan panoramic. Tapi
pemeriksaan yang baik, yang dapat menunjukkan lokasi serta luas fraktur adalah CT
Scan. Pemeriksaan panoramic juga dapat dilakukan, hanya saja diperlukan kerja sama
antara pasien dan fasilitas pemeriksaan yang memadai.

d. Studi Imaging
Penelitian radiologis yang paling informative digunakan dalam mendiagnosis fraktur
mandibula adalah radiograf panoramic.
- Panoramic menyediakan kemampuan untuk melihat seluruh mandibula dalam satu
radiograf.
- Panoramic membutuhkan pasien tegak, dan tidak memiliki kemampuan melihat
secara detai area TMJ, simfisis dan gigi/ daerah prosesus alveolar.
Plain film, termasuk pandangan lateral-obliq, oklusal, posteroanterior, dan periapikal
dapat membantu.
- Pandangan lateral-obliq membantu mendiagnosis ramus, angulus, fraktur pada corpus
posterior. Bagian kondilus. Bicuspid dan daerah simfisis seringkali tidak jelas.
- Tampilan oklusal mandibula menujukkan perbedaan di posisi tengah dan lateral
fraktur body.
- Tampilan Caldwell posteroanterior menunjukkan setiap perpindahan medial atau
lateral ramus, sudut, tubuh atau fraktur simfisis.

CT Scan juga dapat membantu :


- CT Scan juga memungkinkan dokter untuk survey fraktur wajah daerah lain,
termasuk tulang frontal kompleks naso-ethmoid-orbital, orbit, dan seluruh system
horizontal dan vertical yang menopang kraniofasial.
- Rekonstruksi kerangka wajah sering membantu untuk konsep cedera
- CT Scan juga ideal untuk fraktur condilar, yang sulit untuk memvisualisasikan.

e. Penatalaksanaan Medis
 Tujuan dan Prinsip Perawatan
Tujuan :
1. Memperbaiki bagian yang fraktur sehingga mendapatkan kembali fungsi
fisiologis mandibula dan estetika wajah pasien
2. Mendapatkan oklusi yang stabil
3. Mengembalikan bukaan interincisal dan gerakan-gerakan ekskursif mandibula yang
baik
4. Deviasi mandibula minimal
5. Mendapatkan aparatus artikular yang bebas dari rasa nyeri baik saat berfungsi maupun
istirahat
6. Tidak terjadi kelainan TMJ pada sisi yang terkena trauma ataupun sisi
kontralateralnya
7. Menghindari komplikasi jangka panjang pertumbuhan tulang

Prinsip Perawatan :
1. Reduksi
Proses mengembalikan fragmen yang fraktur ke posisi normalnya. Bisa dilakukan
dengan reduksi tertutup maupun reduksi terbuka.
2. Fiksasi
Ujung tulang yang fraktur konstan (tidak bergerak/fixed) pada posisi yang
tereduksinya. Fiksasi bisa dilakukan secara indirect, yaitu dengan intermaxillary
fixation (IMF) atau secara direct, yaitu dengan sekrup-sekrup dan bone plate.
3. Imobilisasi
Fragmen tulang yang sudah direduksi dan difiksasi selama beberapa waktu tertentu
diimobilisasi agar proses penyembuhan berjalan baik.

Hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan :


1. Evaluasi dan monitor keadaan umum pasien, seperti jalan napas, kontrol hemoragi, dan
manajemen untuk mencegah kerusakan sistem organ lain.
2. Pemeriksaan klinis yang baik dan hasil radiografi.
3. Penanganan trauma dental bersamaan dengan fraktur mandibula. Operator harus mampu
menentukan gigi mana yang dapat dipertahankan atau harus diekstraksi.
4. Pencapaian oklusi
5. Jika trauma fraktur juga meliputi area fasial, fraktur mandibula harus ditangani lebih dulu.
6. Periode pelaksanaan terapi tergantung pada tipe fraktur, lokasi, jumlah dan keparahan,
kondisi kesehatan umum pasien, usia, dan metode terapi yang digunakan.

 Jenis Perawatan
1) Perawatan Konservatif
Ketika terlihat garis fraktur pada tampilan radiografis tapi tidak terlihat
displacement.
a. Kontrol rasa sakit dengan obat analgesik yang cukup kuat seperti pentazosin,
karena pasien fraktur mandibula measakan derajat sakit yang ekstrem, hingga bisa
terjadi syok.
b. Kontrol infeksi untuk mencegah infeksi maka antibiotik profilaksis perlu diberikan.
c. Stabilisasi sementara bagian yang terkena fraktur dengan perban barrel.
d. Diet
e. Instruksi untuk menjaga kebersihan rongga mulut
f. Instruksi untuk menggerakkan rahangnya dengan pelan
g. Follow – up

2) Perawatan Aktif
a. Reduksi Tertutup
Pada reduksi tertutup perawatan dilakukan tanpa operator/dokter melihat
frakturnya secara langsung / tidak dilakukan pembukaan jaringan.

Reduksi tertutup kemudian dibantu dengan :


- Intermaxillary Fixation (IMF)
Yaitu proses fiksasi yang dibantu dengan aplikasi kawat-kawat atau karet elastik
antara rahang atas dan rahang bawah. Metode utama fiksasi ini adalah wiring,
arch bars, dan splints.
o Wiring
Sebenarnya ada beberapa macam teknik wiring yang dapat dilakukan untuk
proses fiksasi, tapi kedua jenis teknik wiring dibawah ini paling sering
digunakan.
Multiple loop wiring
Teknik wiring dimana 4 gigi posterior dikawat bersama.

Ivy loop wiring


Ivy loop hanya meliputi 2 gigi yang berlawanan. Ivy loop dapat lebih
mudah diaplikasikan dan lebih singkat waktu pengerjaannya dibandingkan
multiple loop, walaupun kadang sejumlah ivy loop diperlukan di beberapa
area lengkung gigi.

o Arch Bars
Penggunaan arch bars dianggap metode yang paling ideal untuk
perawatan IMF. Arch bars ada yang sudah tersedia dari pabrik dan bisa juga
dibuat sendiri.
o Splints
Splint digunakan apabila wiring dianggap tidak memberikan fiksasi
yang adekuat, atau ketika splint horizontal di sepanjang zona fraktur memang
diperlukan, seperti pada kasus dimana imobilisasi yang dibutuhkan tidak
dalam keadaan mulut tertutup.
Splint diindikasikan untuk kasus yang sangat simpel atau yang sangat
sulit. Apabila dokter dihadapkan pada kasus fraktur mandibula yang
sederhana di area lengkung gigi, maka dokter biasanya akan lebih memilih
menggunakan splint sehingga bukaan rahang tidak perlu ditutup rapat
dengan kawat atau karet elastik.
Jika kasusnya sangat sulit, sehingga diperlukan cangkok tulang atau
pada kasus dimana perawatan penggabungan rahang tertunda, splint
diindikasikan untuk memberikan fiksasi jangka panjang.

- Skeletal pin
Fiksasi dengan skeletal pin digunakan pada kasus dimana manajemen dengan
IMF kurang memuaskan. Fraktur pada angulus mandibula terutama dapat
diimobilisasi dengan fiksasi skeletal pin tanpa harus mengekspos fragmen fraktur.

Setelah dilakukan fiksasi, maka rahang diimobilisasi dalam jangka waktu tertentu
untuk memberikan fase penyembuhan. Lamanya waktu imobilisasi tergantung
pada lokasi fraktur, ada atau tidaknya gigi di daerah fraktur, usia pasien, dan ada
atau tidaknya infeksi.
Secara umum, perawatan fraktur mandibula mulai stabil pada minggu ke-4.
Dewasa 3-6 minggu. Anak-anak 2-3 minggu. Lanjut usia 6-8 minggu.
Ada panduan sederhana untuk mengukur waktu imobilisasi fraktur pada area
bergigi oleh Killey dan Kay. Yaitu :
Dewasa muda dengan fraktur pada angulus dan mendapatkan perawatan dini
dengan gigi pada garis fraktur diekstraksi – 3 minggu.
Jika :
a. Gigi pada garis fraktur dipertahankan – tambah 1 minggu.
b. Fraktur pada simfisis – tambah 1 atau 2 minggu.
c. Anak-anak dan orang lebih tua – substract 1 minggu. Berikan antibiotik dan
kontrol nutrisi pasien.

b. Reduksi Terbuka
- Indikasi :
a. Fraktur yang tidak menguntungkan pada sudut, bodi atau daerah
parasimfisis mandibular
b. Terjadinya kegagalan pada metode tertutup
c. Fraktur yang membutuhkan tindakan osteotomy
d. Fraktur yang membutuhkan bone graft
e. Multiple fraktur
- Macam-macam reduksi terbuka :
1. Reduksi tulang peroral
Reduksi tulang peroral yang sering dilakukan untuk mengendalikan fragmen
edentulous proksimal yang bergeser, misalnya fraktur yang melalui molar
ketiga yang impaksi.
Pasien diberi anestesi lokal atau sedasi. Arch bar atau alat fiksasi yang lain
diikatkan dan suatu flap envelope mukoperiosteal yang dimodifikasi (lebih
besar dan terletak lebih ke arah bukal) dibuat untuk jalan masuk. Molar
ketiga dikeluarkan dengan menggunakan elevator dan distraksi anterior dari
segmen distal. Lubang unikortikal dibuat pada dinding alveolar sebelah
bukal dari kedua fragmen dan sebuah kawat baja tahan karat (0,45 atau
0,5 mm) ditelusupkan kedalamnya. Ujung-ujung kawat dipilin untuk
mengencangkan segmen pada posisi reduksi dan ditempatkan
kawat/elastik untuk fiksasi maksilomandibular. Bagian tersebut
diirigasi dengan larutan saline steril, diperiksa, dan kawat disesuaikan,
dipotong serta ditekuk. Penutupan flap dilakukan dengan jahitan kontinu
memakai chromic gut 3-0.

Gambar : Fraktur pada angulus mandibula. (A) Fraktur pada angulus


mandibula dengan pergeseran segmen proksimal, (B) Fraktur tersebut
direduksi atau diatur letaknya, (C) Stabilisasi segmen fraktur disempurnakan
dengan pengawatan langsung. (Sumber: Pedersen, G. 1996. Buku Ajar
Praktis Bedah Mulut. Alih Bahasa
: Purwanto. Jakarta: EGC. Hal 245)

2. Reduksi terbuka perkutan


Reduksi terbuka perkutan pada fraktur mandibula diindikasikan apabila
reduksi tertutup atau peroral tidak berhasil, terjadi luka – luka terbuka, atau
apabila akan dilakukan graft tulang seketika. Fraktur subkondilar tertentu
dan fraktur yang sudah lama atau yang mengalami penggabungan
yang keliru atau tidak bergabung juga merupakan indikasi untuk reduksi
perkutan terbuka. Pendekatan terbuka biasanya dikombinasikan dengan
fiksasi maksilomandibular untuk mendapatkan stabilisasi maksimum
dari segmen fraktur. Apabila terjadi luka-luka terbuka, jalan masuk
langsung ke daerah fraktur bisa didapatkan hanya dengan sedikit modifikasi.
Fraktur pada daerah angulus atau korpus mandibula dicarikan jalan masuk
melalui diseksi submandibular, misalnya dengan pendekatan Risdon, dimana
insisi ditempatkan sejajar garis tegangan kulit pada daerah infrmandibular.
Bagian yang mengalami fraktur dibuka dengan diseksi tumpul dan
tajam, dengan tetap mempertahankan n.mandibularis marginalis cabang
dari n.facialis. Fraktur symphisis dan parasymphysis mandibulae dirawat
dengan membuat insisi submental. Seperti pada semua reduksi terbuka,
pengelupasan periosteum diusahakan minimal, dan hanya dilakukan
pembukaan flap secukupnya saja untuk jalan masuknya alat. Lubang dibuat
pada tepi inferior dari kedua fragmen, dan kawat baja tahan karat (0,018
atau 0,02 inch, 0,45 atau 0,5 mm) ditelusupkan. Reduksi dilakukan
pertama kali dengan manipulasi dan kemudian dipertahankan dengan
memilinkan kedua ujung kawat transoseus satu sama lain. Dasar dari teknik
stabilisasi konservatif adalah meninggalkan bahan asing sesedikit mungkin
misalnya lebih memilih menggunakan kawat dibanding pelat, dan
menggunakan kawat sesedikit mungkin. Bagian yang direduksi kemudian
diirigasi dan diamati. Periosteum pertama – tama dirapatkan dengan jahitan.
Selanjutnya luka ditutup lapis demi lapis dan kemudian dipasang pembalut
tekanan, yakni berupa kasa penyerap dengan anyaman serat yang halus yang
diberi bismuth tribromphenate/petrolatum (xeroform) dan gulungan pembalut
elastik yang lebarnya 4-5 inch (Kerlix).

Pemasangan pelat tulang


Jika pasien mengalami gangguan mental/inkompeten, mengalami gangguan
konvulsif yang kurang terkontrol, atau seorang pemabuk atau pecandu
obat bius; jika mobilisasi awal dari mandibula diinginkan agar dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya ankilosis (beberapa fraktur
subkondilar); dan untuk fraktur edentulous mandibular tertentu,
reduksi dan imobilisasi kaku dengan pelat tulang (vitallium, titanium) akan
sangat bermanfaat. Teknik ini tidak dipilih untuk kasus kontaminasi yang
luas, atau fraktur kominusi yang lebar dan jika penutupan primer baik
mukosal atau dermal, tidak bisa dicapai. Pada beberapa kasus pelat tulang
bisa dikombinasikan dengan fiksasi maksilomandibular, splinting atau fiksasi
skeletal eksternal. Dalam menangani masalah yang sulit ini, pendekatan
individual dan orisinil sangat dibutuhkan. Pembedahan biasanya dilakukan di
dalam kamar bedah karena menggunakan anestesi umum. Bagian yang
mengalami fraktur dibuka secara peroral atau dengan pendekatan
submandibular (Risdon) atau submental. Sering digunakan plat kompresi,
dimana bidang insersi dari sekrup ditempatkan sedemikian rupa sehingga
menyebabkan penutupan bagian fraktur secara aktif. Pelat kemudian dikunci
dengan memasukkan sekrup setelah dilakukan reduksi dan diperiksa dengan
mengamati oklusinya. Periosteum kemudian didekatkan satu sama lain dan
dilakukan penutupan. Walaupun beberapa pelat mungkin tetap ditinggal di
tempatnya, tetapi pengeluaran setelah terjadi penyembuhan dianjurkan oleh
pabrik – pabrik tertentu sehingga diperlukan pembedahan ulang.
f. Komplikasi
a) Komplikasi segera
1. Komplikasi lokal – dapat berupa kerusakan kulit, pembuluh darah (hematom, spasme
arteri, dan kontusio), kerusakan saraf, kerusakan otot, dan kerusakan organ dalam.
2. Komplikasi sistemik – syok hemoragik
b) Komplikasi awal
1. Komplikasi lokal – sekuele dari komplikasi segera, berupa nekrosis kulit, gangren,
trombosis vena, komplikasi pada persendian (artritis), dan pada tulang
(infeksi/osteomielitis).
2. Komplikasi sistemik – emboli lemak, emboli paru, pneumonia, tetanus, delerium
tremens.
c) Komplikasi lanjut
1. Komplikasi pada persendian – dapat terjadi kontraktur dan kekakuan sendi persisten,
penyakit sendi degeneratif pasca trauma.
2. Komplikasi tulang – yakni penyembuhan tulang abnormal (malunion, delayed union dan
non union).
- Mal union adalah keadaan dimana tulang menyambung dalam posisi tidak anatomis,
bisa sembuh dengan pemendekan, sembuh dengan angulasi, atau sembuh dengan
rotasi.
- Delayed union adalah proses penyembuhan patah tulang yang melebihi waktu yang
diharapkan, hal ini berarti bahwa proses terjadi lebih lama dari batas waktu yaitu
umumnya 3-5 bulan.
- Non union adalah keadaan dimana suatu proses penyembuhan patah tulang berhenti
sama sekali dan penyembuhan patah tulang tidak akan terjadi tanpa koreksi
pembedahan.
3. Komplikasi pada otot – miositis pasca trauma, ruptur tendon lanjut
4. Komplikasi saraf – Tardy nerve palsy

g. Proses Penyembuhan Fraktur


Tahap penyembuhan fraktur dibagi menjadi 5 tahap, yaitu sebagai berikut :
1. Pembentukan Hematom :
- Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang
robek
- Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot)
- Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam
2. Proliferasi Sel/Inflamasi :
- Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur
- Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast
- Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang
- Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang
- Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi
3. Pembentukan Kallus :
- Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)
- Kallus memberikan rigiditas pada fraktur
- Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu
- Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi
4. Konsolidasi :
- Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu
- Secara bertahap menjadi tulang mature
- Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan
5. Remodeling :
- Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur
- Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast
- Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada tanda penebalan
tulang.
Proses penyembuhan tulang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, mencakup: usia, lokasi dan
jenis fraktur, kerusakan jaringan sekitar fraktur, banyaknya gerakan pada fragmen fraktur,
pengobatan, adanya infeksi atau penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes mellitus), derajat
trauma, gap antara ujung fragmen dan pendarahan pada lokasi fraktur.
- Waktu penyembuhan fraktur :
Fr. Maxilla = 4 minggu
Fr. Mandibula = 5-9 minggu
Fr. Condyle = 2 minggu
h. Rencana Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
1. Pengkajian primer:
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit
dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi
jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,
sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
 kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
 Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
 Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
 Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
 Tachikardi
 Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
 Cailary refil melambat
 Pucat pada bagian yang terkena
 Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
 Kesemutan
 Deformitas, krepitasi, pemendekan
 kelemahan
d. Kenyamanan
 nyeri tiba-tiba saat cidera
 spasme/ kram otot
e. Keamanan
 laserasi kulit
 perdarahan
 perubahan warna
 pembengkakan lokal

II. Diagnosa keperawatan, tujuan, intervensi, rasional


Diagnosa
No. Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan 1. Kaji ulang lokasi, 1. Mengetahui karakteristik
Agen cidera fisik tindakan keperawatan intensitas dan tipe nyeri nyeri
selama 1x24 jam nyeri 2. Pertahankan imobilisasi 2. Untuk mengurangi nyeri
berkurang atau hilang bagian yang sakit 3. Untuk meningkatkan
dengan tirah baring rasa nyaman
KH: 3. Berikan lingkungan 4. Untuk mengurangi nyeri
Klien Mengatakan yang tenang dan berikan 5. Untuk mengurangi
nyerinya berkurang dorongan untuk sensasi nyeri
atau hilang melakukan aktivitas 6. Untuk mengetahui
Skala nyeri (0-1) hiburan keadaan umum klien
4. Ganti posisi dengan 7. Untuk mengurangi nyeri
bantuan bila ditoleransi
5. Dorong menggunakan
tehnik manajemen
stress, contoh :
relasksasi, latihan nafas
dalam, imajinasi
visualisasi, sentuhan
6. Observasi tanda-tanda
vital
7. Kolaborasi : pemberian
analgetik

2 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji ulang integritas 1. Mengetahui adanya


Integritas tindakan keperawatan luka dan observasi tanda2 infeksi
Jaringan b/d selama 3 x 24 jam terhadap tanda infeksi 2. Mengetahui adanya
Faktor mekanik integritas kulit yang atau drainase infeksi kalau suhu tubuh
(misal:koyakan/r baik tetap terjaga 2. Monitor suhu tubuh naik
obekan) 3. Lakukan perawatan 3. Untuk mempertahankan
KH: kulit, dengan sering integritas kulit
Klien mengatakan pada patah tulang yang 4. Untuk mencegah
badannya bugar menonjol dekubitus
Luka tampak bersih 4. Lakukan alih posisi 5. Mencegah kerusakan
dengan sering, integritas kulit
5. Pertahankan seprei 6. Meningkatkan sirkulasi
tempat tidur tetap perifer dan
kering dan bebas meningkatkan
kerutan kelemasan kulit dan otot
6. Masage kulit ssekitar terhadap tekanan yang
akhir gips dengan relatif konstan pada
alkohol imobilisasi.
7. Kolaborasi pemberian 7. Untuk mencegah infeksi
antibiotik.

3 Kekurangan Setelah dilakukan 1. Pertahankan catatan 1. Menjaga keseimbangan


Volume Cairan tindakan keperawatan intake dan output yang volume cairan
Dalam Tubuh b/d selama 3 x 24 jam, akurat 2. Mengetahui kualitas
hilangannya masalah kekurangan 2. Monitor status hidrasi pemasukan volume
volume cairan volume cairan dalam (kelembaban membran cairan
secara aktif tubuh teratasi mukosa, nadi adekuat, 3. Mendapatkan nutrisi
tekanan darah yang adekuat.
KH: ortostatik) 4. Mengoptimalkan
1. Mempertahankan 3. Dorong keluarga untuk pemasukan volume
urine output sesuai membantu pasien cairan
dengan usia dan BB, makan
BJ urine normal, HT 4. Tawarkan
normal minuman/makanan
2. Tekan ringan (snack, jus buah,
an darah, nadi, suhu buah segar )
tubuh dalam batas
normal
3. Tidak
ada tanda tanda
dehidrasi, Elastisitas
turgor kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada
rasa haus yang
berlebihan
4 Gangguan perfusi Setelah dilakukan 1. Monitor vital sign 1. Mengetahui perubahan
jaringan b/d rasa tindakan keperawatan 2. Monitor adanya daerah sirkulasi
nyeri selama 3 x 24 jam yang hanya peka 2. Mengetahui daerah yang
status sirkulasi baik terhadap mengalami gangguan
panas/dingin/tajam/tum 3. Mengetahui adanya lesi /
KH: pul laserasi
TTV dalam batas 3. Observasi kulit 4. Untuk menjaga sirkulasi
normal 4. Batasi gerakan pada darah di rahang
rahang
5. Kolaborasi pemberian
analgetik

5 Defisit perawatan Setelah dilakukan 1. Monitor kemampuan 1. Untuk mengetahui cara


diri : makan b/d tindakan keperawatan pasien untuk makan memberikan makanan
gangguan selama 1x24 jam ADL 2. Ciptakan lingkungan 2. Menambahkan rasa
muskuloskeletal klien terpenuhi yang nyaman nyaman
3. Atur posisi pasien 3. Agar tidak terjadi
KH: senyaman mungkin aspirasi
- Klien mengatakan sebelum memberi 4. Memudahkan klien
bisa makan makan memakan makanan
- Klien tampak bisa 4. Berikan alat bantu 5. Agar diet terpenuhi
makan untuk makan, mis:
sedotan, sendok.
5. Berikan makanan sesuai
anjuran

DAFTAR PUSTAKA

Barrera J. E, Batuella T. G. 2010. Mandibular Angle Fractures: Treatment.


Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta :
EGC
Nurarif Amih Huda, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc. Jakarta: EGC
Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih Bahasa Purwanto dan
Basoeseno. Cetakan I. Jakarta: EGC.
Price S. A dan Wilson, Lorraine M. C, 2006, Patofisiologi Clinical Concepts of Desiase
Process, Edisi 6, Vol 2, Alih bahasa Brahm U, EGC : jakarta.

Anda mungkin juga menyukai