Disusun Oleh :
NIM : P17212195022
JURUSAN KEPERAWATAN
OLEH :
NIM : P17212195022
Mahasiswa
NIM : P17212195022
................................................ .................................................
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR
MANDIBULA
Otot
Origo Insertio Fungsi
Persarafan
B. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan otot
dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price dan Wilson,
2006).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Brunner & Suddarth, 2001).
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun
sebagian. (Muttaqin, Arif. 2008)
Mandibula adalah tulang rahang bawah, tulang yang tidak teratur dan merupakan satu-satunya
tulang kepala yang dapat bergerak (Watson,2002).
Fraktur mandibula adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibula yang dapat disebabkan
oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.
C. Epidemiologi
Fraktur mandibula lebih umum dibandingkan cedera pada bagian sepertiga tengah. Schuchordt et
al (1966) dalam serangkaian 2901 fraktur, menemukan 1997 fraktur terjadi pada mandibula itu
sendiri, sedangkan 156 kasus terjadi baik pada mandibula maupun pada bagian sepertiga tengah
dari skeleton fasial, sehingga terdapat 2103 fraktur mandibula. Fraktur mandibula meliputi 40%
– 62% dari seluruh fraktur wajah, perbandingan pria dan wanita, yaitu 3 : 1 – 7 : 1 tergantung
dari penelitian dan Negara. Fraktur subkondilar banyak ditemukan pada anak-anak, sedangkan
fraktur angulus lebih sering pada remaja dan dewasa muda.
D. Klasifikasi
Fraktur mandibula dapat diklasifikasikan sesuai dengan lokasi anatomisnya dan pola
frakturnya.
1) Lokasi Anatomi / Anatomi Located
a. Fraktur Dentoalveolar
Semua fraktur yang terbatas pada tooth-bearing area mandibula tanpa gangguan
pada underlying osseus structure.
b. Fraktur Symphysis
Fraktur pada regio incisivus mandibula yang memanjang dari processus alveolar ke
batas inferior secara vertical.
c. Fraktur Parasymphysis
Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal incisivus lateral
mandibula dan memanjang dari processus alveolar ke batas inferior.
d. Fraktur Body Mandibula
Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal molar kedua dan
memanjang dari processus alveolar ke batas inferior.
e. Fraktur Angle
Fraktur distal ke molar kedua yang memanjang dibentuk dari titik temu body dan ramus
mandibula pada retromolar area dengan titik yang dibentuk dari titik inferior body
mandibula dan posterior border ramus mandibula.
f. Fraktur Ascending Ramus
Fraktur yang dibetntuk dari garis fraktur yang memanjang secara horizontal melewati
anterior-posterior ramus mandibula atau garis fraktur yang memanjang secara vertikal
dari sigmoid notch ke batas inferior mandibular
g. Fraktur Processus Condylus
Fraktur yang memanjang dari sigmoid notch ke posterior border ramus mandibula
sepanjang aspect superior ramus; atau fraktur yang melibatkan condylus bisa
diklasifikasikan menjadi extracapsular atau intracapsular, tergantung dari relasi fraktur
dan capsular attachment.
2) Pola Fraktur
Klasifikasi ini bedasarkan pola fraktur pada mandibular
a. Fraktur Tertutup/Simple Fraktur, terdiri dari satu garis fraktur yang tidak berhubungan
exterior. Contohnya frakktur pada ramus atau condylus tanpa eksponansi jaringan
sekitar daerah fraktur.
b. Fraktur Terbuka/Fraktur Compound, fraktur yang berhubungan dengan lingkungan
luar karena melibatkan mukosa, ligament periodontal gigi, dan processus alveolar.
c. Greenstick Fraktur, fraktur ini sering terjadi pada anak-anak yang mengakibatkan
diskontiunitas tulang yang tidak lengkap. tidak ada mobility antara proksimal dan
fragmen distal
d. Comminuted Fraktur, fraktur yang terdiri dari multipel fragmen tulang pada satu
lokasi fraktur. Fraktur ini hasil dari tekanan yang lebih besar dari simple fraktur.
e. Complex Fraktur, jenis injury yang menunjukan kerusakan struktur yang berdekatan
dengan tulang seperti pembuluh darah besar, saraf dan sendi. Biasanya menunjukan
kerusakan pada arteria inferior alveolar, vena, dan saraf pada fraktur mandibula
proximal ke foramen mentale atau distal ke mandibula foramen
f. Telescope or Impacted Fraktur, tipe cedera yang jarang terjadi pada mandibula,
tetapi menunjukan satu fragmen tulang yang terdorong ke satu fragment lainnya
g. Indirect Fraktur, fraktur ini muncul pada titik yang jauh dari lokasi trauma. Contohnya
fraktur condylar muncul pada fraktur symphysis.
h. Direct Fractur, fraktur yang muncul secara cepat berdekatan dengan titiik kontak
lokasi trauma
i. Pathology Fracture, fraktur hasil dari fungsi normal atau minimal trauma pada tulang
yang sudah lemah oleh patologis. Patologis ini bisa muncul tepat di lokasi fraktur.
Contohnya kista, atau metastatis tumor.
j. Displaced Fraktur, fraktur bisa nondisplaced, deviated, displaced.
k. Nondisplaced, fraktur linear dengan fragment proximal yang mempertahankan relasi
anatomisnya dengan fragment distal. Fraktur deviasi, simple angulation pada processus
condylus nyata pada relasi fragment mandibular yang tersisa tanpa ada perkembangan
dari jarak atau tumpang tindih diantara dua segmen. Displacement, pergerakan
fragment condylus dengan relasi segmen mandibular pergerakan lpada lokasi
fraktur
l. Fraktur Dislokasi, dislokasi muncul ketika kepala condylus bergerak pada fossa
glenoidalis tanpa artikularis. Ketika berhubungan dengan fraktur pada condylus,
disebut fraktur dislokasi. Condylus mandibula bisa juga dislokasi karena trauma
tanpa melibatkan fraktur pada condylusnya.
Berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Rene Le Fort, terdapat tiga pola fraktur maksila,
yaitu :
1) Le Fort I
Fraktur Le Fort I dikenal juga dengan fraktur Guerin yang terjadi di atas level gigi yang
menyentuh palatum, meliputi keseluruhan prosesus alveolar dari maksila, kubah palatum,
dan prosesus pterigoid dalam blok tunggal. Fraktur membentang secara horizontal
menyeberangi basis sinus maksila.Dengan demikian buttress maksilari transversal bawah
akan bergeser terhadap tulang wajah lainnya maupun kranium.
2) Le Fort II
Pukulan pada maksila atas atau pukulan yang berasal dari arah frontal menimbulkan fraktur
dengan segmen maksilari sentral yang berbentuk piramida. Karena sutura
zygomaticomaxillary dan frontomaxillary (buttress) mengalami fraktur maka keseluruhan
maksila akan bergeser terhadap basis kranium.
3) Le Fort III
Selain pada pterygomaxillary buttress, fraktur terjadi pada zygomatic arch berjalan ke sutura
zygomaticofrontal membelah lantai orbital sampai ke sutura nasofrontal. Garis fraktur seperti
itu akan memisahkan struktur midfasial dari kranium sehingga fraktur ini juga disebut
dengan craniofacial dysjunction. Maksila tidak terpisah dari zygoma ataupun dari struktur
nasal. Keseluruhan rangka wajah tengah lepas dari basis kranium dan hanya disuspensi oleh
soft tissue.
E. Etiologi
Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses patologik.
1) Fraktur traumatik disebabkan oleh :
a. Kecelakaan kendaraan bermotor (43%)
b. Kekerasan atau perkelahian (34%)
c. Kecelakaan kerja (7%)
d. Terjatuh (7%)
e. Kecelakaan berolahraga (4%)
f. Kecelakaan lainnya (5%)
2) Fraktur patologik
Fraktur patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis imperfecta,
osteomyeleitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang.
F. Patofisiologi
FRAKTUR MANDIBULA
Kerusakan Stimulus reseptor
Diskontinuitas tulang pergeseran fragmen tulang neuromuskular nyeri
Respon nyeri
Perub jaringan sekitar kerusakan fragmen tulang
Nyeri
Pergeseran frag Tlg laserasi kulit spasme otot tek. sumsum tlg > tinggi dr kapiler
Kerusakan
integritas
jaringan vena/arteri rusak tekanan kapiler ↑ reaksi stres klien
deformitas
gg. fungsi
syok hipovolemik
Penurunan
kemampuan edema bergabung dgn trombosit
mengunyah Kekurangan
Volume Cairan
Intake ↓ penekanan pembuluh darah emboli
Risiko
ketidakseimbangan penurunan perfusi jaringan menyumbat pembuluh darah
nutrisi : kurang
dari kebutuhan
tubuh
Gangguan
perfusi jaringan
Fiksasi tidak
sempurna
Malunion, delayed
Penyembuhan tidak tepat
union, non union
waktu
G. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala adanya fraktur mandibula yaitu:
1. Perubahan oklusi
Perubahan oklusi sebagian besar disebabkan oleh fraktur mandibula. Klinisi harus
menanyakan pada pasien apakah gigitannya terasa berbeda. Perubahan pada oklusi dapat
disebabkan oleh fraktur gigi, fraktur prosessus alveolaris, fraktur mandibula pada beberapa
lokasi dan trauma pada TMJ dan otot mastikasi. Open bite anterior disebabkan karena fraktur
bilateral pada kondilus atau angulus mandibula dan fraktur maksilla dengan perpindahan
inferior dari posterior maksilla. Open bite posterior disebabkan oleh fraktur pada prosessus
alveolaris atau fraktur parasimfiseal. Open bite unilateral disebabkan oleh fraktur
parasimfiseal. Crossbite posterior disebabkan oleh fraktur kondilus dan midline simfiseal.
Oklusi retrognatik berhubungan dengan fraktur angulus atau kondilus. Oklusi prognatik
disebabkan oleh karena pergerakan berlebih dari TMJ. Contoh di atas merupakan beberapa
kelainan oklusi karena fraktur mandibula.
2. Anesthesia, Paresthesia, atau Diesthesia pada Bibir Bawah
Hal ini berkaitan dengan gangguan pada nervus alveolar inferior dimana nervus ini melewati
foramen mandibula. Jika bibir bawah mati rasa, mungkin saja terjadi fraktur pada daerah
distal foramen mandibula. Untuk memeriksa adanya perubahan sensasi pada bibir bawah dan
dagu, klinisian harus menggunakan anesthesi.
3. Pergerakan Abnormal Mandibula
Beberapa pasien dengan fraktur mandibula mempunyai pembukaan mulut yang terbatas dan
trismus. Contohnya deviasi pada salah satu sisi karena fraktu kondilaris karena
ketidakseimbangan kerja pada otot pterigoideus lateralis. Ketidakmampuan mandibula untuk
membuka disebabkan karena fraktur ramus yang mengenai prosessus koronoideus pada arkus
zygomatikus atau depresi pada fraktur arkus zygomatikus. Ketidakmampuan rahang untuk
menutup disebabkan oleh fraktur pada prosessus alveolaris, angulus, ramus atau simfisis
karena kontak prematur gigi.
4. Perubahan pada Kontur dan Bentuk Lengkung Mandibula.
Walaupun kontur wajah tertutuoi oleh bengkak, klinisi harus memeriksa wajah dan
mandibula untuk kontur yang abnormal. Tampilan datar pada bagian lateral wajah mungkin
disebabkan oleh fraktur corpus, angulus atau ramus. Tampilan memanjang pada muka
mungkin disebabkan oleh fraktur bilateral pada subkondilar angulus atau corpus, asimetris
wajah, merupakan tanda bagi klinisi kemungkinan adanya fraktur mandibula. Jika ada
deviasi dari bentuk U yang normal pada kurva mandibula, adanya fraktur harus dicurigai.
5. Laserasi, Hematoma, dan Ekimosis.
Trauma menyebabkan hilangnya kontinuitas kulit atau mukosa secara signifikan atau
perdarahan subkutaneus-submukosal karena trauma pada mandibula. Adanya luka harus
diinspeksi secara hati-hati sebelum penutupan. Arah dan tipe fraktur dapat dilihat melalui
luka. Namun, klinisi perlu pemeriksaan radiografi untuk mendiagnosis. Adanya kimosis pada
dasar mulut mengindikasikan terjadinya fraktur korpus mandibula atau fraktur simfiseal.
6. Kehilangan Gigi dan Krepitasi Saat Palpasi.
Pemeriksaan pada gigi dan tulang pendukung dapat membantu diagnosis fraktur pada
prosessus alveolaris, korpus dan simfiseal. Gaya yang kuat dapat menyebabkan fraktur gigi
juga pada tulang yang mendasarinya. Fraktur gigi multiple mengindikasikan bahwa rahang
clenching akibat trauma. Klinisi harus melakukan palpasi pada mandibula dengan
menggunakan dua tangan dengan ibu jari pada gigi dan jari lain pada mandibula dengan
perlahan dan hati-hati.
7. Rubor, Kalor, Tumor, dan Dolor.
Kemerahan, panas yang terlokalisasi, bengkak, dan rasa sakit merupakan tanda-tanda sejak
jaman Yunani kuno. Jika semua hal tersebut ditemukan merupakan tanda-tanda primer dari
dugaan adanya fraktur mandibula. Pemeriksaan radiologis juga diperlukan untuk
memperkuat diagnosa, beberapa teknik foto yang bisa digunakan pada kasus fraktur
mandibula ini antara lain, panoramik, lateral oblique, posteroanterior, occlusal view,
periaphical view, reverse towne’s, foto TMJ, dan CT scan.
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Anamnesis
Diagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Setiap fraktur mempunyai riwayat trauma. Posisi waktu kejadian
merupakan informasi yang penting sehingga dapat menggambarkan tipe fraktur yang terjadi.
Bila trauma ragu-ragu atau tidak ada maka kemungkinan fraktur patologis tetap perlu
dipikirkan. Riwayat penderita harus dilengkapi apakah ada trauma daerah lain (kepala, torak,
abdomen, pelvis, dll).
Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang lebih mengetahui
harus jelas dan terarah, sehingga diperoleh informasi mengenai, keadaan kardiovaskuler
maupun system respirasi, apakah penderita merupakan penderita diabetes, atau penderita
dengan terapi steroid yang lama maupun meminum obat-obat lain, alergi terhadap obat,
makan atau minum terakhir dengan penggunaan obat-obat anastesi.
b. Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi : deformitas angulasi medial, lateral, posterior atau anterior, diskrepensi,
rotasi, perpendekan atau perpanjangan, apakah ada bengkak atau kebiruan, pada luka
yang mengarah ke fraktur terbuka harus diidentifikasi dan ditentukan menurut
derajatnya menurut klasifikasi Gustillo et. Al.
- Palpasi : nyeri tekan pada daerah fraktur, nyeri bila digerakkan. Krepitasi : biasanya
penderita sangat nyeri oleh sebab itu pemeriksaan ini harus gentle dan bila perlu
dapat ditiadakan.
- Gerakan : gerakan luar biasa pada daerah fraktur. Gerakan sendi di sekitarnya terbatas
karena nyeri, akibatnya fungsi terganggu.
- Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, torak, abdomen, traktus, urinarius
dan pelvis.
- Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian distal fraktur yang
berupa pulsus arteri, warna kulit, temperature kulit, pengembalian darah ke kapiler.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sinar-X A-P, lateral. Bila perlu dilakukan foto waters. Untuk pencitraan
wajah digunakan proyeksi Waters sehingga bayangan bagian wajah yang terganggu atau
disamarkan oleh struktur tulang dasar tengkorak dan tulang servikal. Evaluasi radiografis
pada mandibula mencakup foto polos, scan, dan pemeriksaan panoramic. Tapi
pemeriksaan yang baik, yang dapat menunjukkan lokasi serta luas fraktur adalah CT
Scan. Pemeriksaan panoramic juga dapat dilakukan, hanya saja diperlukan kerja sama
antara pasien dan fasilitas pemeriksaan yang memadai.
d. Studi Imaging
Penelitian radiologis yang paling informative digunakan dalam mendiagnosis fraktur
mandibula adalah radiograf panoramic.
- Panoramic menyediakan kemampuan untuk melihat seluruh mandibula dalam satu
radiograf.
- Panoramic membutuhkan pasien tegak, dan tidak memiliki kemampuan melihat
secara detai area TMJ, simfisis dan gigi/ daerah prosesus alveolar.
Plain film, termasuk pandangan lateral-obliq, oklusal, posteroanterior, dan periapikal
dapat membantu.
- Pandangan lateral-obliq membantu mendiagnosis ramus, angulus, fraktur pada corpus
posterior. Bagian kondilus. Bicuspid dan daerah simfisis seringkali tidak jelas.
- Tampilan oklusal mandibula menujukkan perbedaan di posisi tengah dan lateral
fraktur body.
- Tampilan Caldwell posteroanterior menunjukkan setiap perpindahan medial atau
lateral ramus, sudut, tubuh atau fraktur simfisis.
e. Penatalaksanaan Medis
Tujuan dan Prinsip Perawatan
Tujuan :
1. Memperbaiki bagian yang fraktur sehingga mendapatkan kembali fungsi
fisiologis mandibula dan estetika wajah pasien
2. Mendapatkan oklusi yang stabil
3. Mengembalikan bukaan interincisal dan gerakan-gerakan ekskursif mandibula yang
baik
4. Deviasi mandibula minimal
5. Mendapatkan aparatus artikular yang bebas dari rasa nyeri baik saat berfungsi maupun
istirahat
6. Tidak terjadi kelainan TMJ pada sisi yang terkena trauma ataupun sisi
kontralateralnya
7. Menghindari komplikasi jangka panjang pertumbuhan tulang
Prinsip Perawatan :
1. Reduksi
Proses mengembalikan fragmen yang fraktur ke posisi normalnya. Bisa dilakukan
dengan reduksi tertutup maupun reduksi terbuka.
2. Fiksasi
Ujung tulang yang fraktur konstan (tidak bergerak/fixed) pada posisi yang
tereduksinya. Fiksasi bisa dilakukan secara indirect, yaitu dengan intermaxillary
fixation (IMF) atau secara direct, yaitu dengan sekrup-sekrup dan bone plate.
3. Imobilisasi
Fragmen tulang yang sudah direduksi dan difiksasi selama beberapa waktu tertentu
diimobilisasi agar proses penyembuhan berjalan baik.
Jenis Perawatan
1) Perawatan Konservatif
Ketika terlihat garis fraktur pada tampilan radiografis tapi tidak terlihat
displacement.
a. Kontrol rasa sakit dengan obat analgesik yang cukup kuat seperti pentazosin,
karena pasien fraktur mandibula measakan derajat sakit yang ekstrem, hingga bisa
terjadi syok.
b. Kontrol infeksi untuk mencegah infeksi maka antibiotik profilaksis perlu diberikan.
c. Stabilisasi sementara bagian yang terkena fraktur dengan perban barrel.
d. Diet
e. Instruksi untuk menjaga kebersihan rongga mulut
f. Instruksi untuk menggerakkan rahangnya dengan pelan
g. Follow – up
2) Perawatan Aktif
a. Reduksi Tertutup
Pada reduksi tertutup perawatan dilakukan tanpa operator/dokter melihat
frakturnya secara langsung / tidak dilakukan pembukaan jaringan.
o Arch Bars
Penggunaan arch bars dianggap metode yang paling ideal untuk
perawatan IMF. Arch bars ada yang sudah tersedia dari pabrik dan bisa juga
dibuat sendiri.
o Splints
Splint digunakan apabila wiring dianggap tidak memberikan fiksasi
yang adekuat, atau ketika splint horizontal di sepanjang zona fraktur memang
diperlukan, seperti pada kasus dimana imobilisasi yang dibutuhkan tidak
dalam keadaan mulut tertutup.
Splint diindikasikan untuk kasus yang sangat simpel atau yang sangat
sulit. Apabila dokter dihadapkan pada kasus fraktur mandibula yang
sederhana di area lengkung gigi, maka dokter biasanya akan lebih memilih
menggunakan splint sehingga bukaan rahang tidak perlu ditutup rapat
dengan kawat atau karet elastik.
Jika kasusnya sangat sulit, sehingga diperlukan cangkok tulang atau
pada kasus dimana perawatan penggabungan rahang tertunda, splint
diindikasikan untuk memberikan fiksasi jangka panjang.
- Skeletal pin
Fiksasi dengan skeletal pin digunakan pada kasus dimana manajemen dengan
IMF kurang memuaskan. Fraktur pada angulus mandibula terutama dapat
diimobilisasi dengan fiksasi skeletal pin tanpa harus mengekspos fragmen fraktur.
Setelah dilakukan fiksasi, maka rahang diimobilisasi dalam jangka waktu tertentu
untuk memberikan fase penyembuhan. Lamanya waktu imobilisasi tergantung
pada lokasi fraktur, ada atau tidaknya gigi di daerah fraktur, usia pasien, dan ada
atau tidaknya infeksi.
Secara umum, perawatan fraktur mandibula mulai stabil pada minggu ke-4.
Dewasa 3-6 minggu. Anak-anak 2-3 minggu. Lanjut usia 6-8 minggu.
Ada panduan sederhana untuk mengukur waktu imobilisasi fraktur pada area
bergigi oleh Killey dan Kay. Yaitu :
Dewasa muda dengan fraktur pada angulus dan mendapatkan perawatan dini
dengan gigi pada garis fraktur diekstraksi – 3 minggu.
Jika :
a. Gigi pada garis fraktur dipertahankan – tambah 1 minggu.
b. Fraktur pada simfisis – tambah 1 atau 2 minggu.
c. Anak-anak dan orang lebih tua – substract 1 minggu. Berikan antibiotik dan
kontrol nutrisi pasien.
b. Reduksi Terbuka
- Indikasi :
a. Fraktur yang tidak menguntungkan pada sudut, bodi atau daerah
parasimfisis mandibular
b. Terjadinya kegagalan pada metode tertutup
c. Fraktur yang membutuhkan tindakan osteotomy
d. Fraktur yang membutuhkan bone graft
e. Multiple fraktur
- Macam-macam reduksi terbuka :
1. Reduksi tulang peroral
Reduksi tulang peroral yang sering dilakukan untuk mengendalikan fragmen
edentulous proksimal yang bergeser, misalnya fraktur yang melalui molar
ketiga yang impaksi.
Pasien diberi anestesi lokal atau sedasi. Arch bar atau alat fiksasi yang lain
diikatkan dan suatu flap envelope mukoperiosteal yang dimodifikasi (lebih
besar dan terletak lebih ke arah bukal) dibuat untuk jalan masuk. Molar
ketiga dikeluarkan dengan menggunakan elevator dan distraksi anterior dari
segmen distal. Lubang unikortikal dibuat pada dinding alveolar sebelah
bukal dari kedua fragmen dan sebuah kawat baja tahan karat (0,45 atau
0,5 mm) ditelusupkan kedalamnya. Ujung-ujung kawat dipilin untuk
mengencangkan segmen pada posisi reduksi dan ditempatkan
kawat/elastik untuk fiksasi maksilomandibular. Bagian tersebut
diirigasi dengan larutan saline steril, diperiksa, dan kawat disesuaikan,
dipotong serta ditekuk. Penutupan flap dilakukan dengan jahitan kontinu
memakai chromic gut 3-0.
DAFTAR PUSTAKA