PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SULAWESI BARAT
2020
A. Definisi Trauma Maksilofasial
Fraktur maksilofasial ialah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang pembentuk wajah.
Berdasarkan anatominya wajah atau maksilofasial dibagi menjadi tiga bagian, ialah sepertiga
atas wajah, sepertiga tengah wajah, dan sepertiga bawah wajah. Bagian yang termasuk sepertiga
atas wajah ialah tulang frontalis, regio supra orbita, rima orbita dan sinus frontalis. Maksila,
zigomatikus, lakrimal, nasal, palatinus, nasal konka inferior, dan tulang vomer termasuk ke
dalam sepertiga tengah wajah sedangkan mandibula termasuk ke dalam bagian sepertiga bawah
wajah.
Trauma pada jaringan maksilofasial dapat mencakup jaringan lunak dan jaringan keras.
Yang dimaksud dengan jaringan lunak wajah adalah jaringan lunak yang menutupi jaringan
keras wajah. Sedangkan yang dimaksud dengan jaringan keras wajah adalah tulang kepala yang
terdiri dari : tulang hidung, tulang arkus zigomatikus, tulang mandibula, tulang maksila, tulang
rongga mata, gigi, tulang alveolus. Yang dimaksud dengan trauma jaringan lunak adalah:
- Abrasi kulit, tusukan, laserasi, tato
- Cedera saraf, cedera saraf fasial
- Cedera kelenjar paratiroid atau duktus Stensen
- Cedera kelopak mata
- Cedera telinga
- Cedera hidung
B. Anatomi Maksilofasial
Pertumbuhan kranium terjadi sangat cepat pada tahun pertama dan kedua setelah lahir
dan lambat laun akan menurun kecepatannya. Pada anak usia 4-5 tahun, besar cranium sudah
mencapai 90% cranium dewasa. Maksilofasial tergabung dalam tulang wajah yang tersusun
secara baik dalam membentuk wajah manusia. Daerah maksilofasial dibagi menjadi 3 bagian.
Bagian pertama adalah wajah bagian atas, di mana patah tulang melibatkan frontal dan sinus.
Bagian kedua adalah midface tersebut. Midface dibagi menjadi bagian atas dan bawah. Para
midface atas adalah di mana rahang atas Le Fort II dan III Le Fort fraktur terjadi dan / atau di
mana patah tulang hidung, kompleks nasoethmoidal atau zygomaticomaxillary, dan lantai orbit
terjadi. Bagian ketiga dari daerah maksilofasial adalah wajah yang lebih rendah, di mana patah
tulang yang terisolasi ke rahang bawah.
Tulang pembentuk wajah pada manusia bentuknya lebih kecil dari tengkorak otak. Didalam
tulang wajah terdapat rongga-rongga yang membentuk rongga mulut (cavum oris), dan rongga hidung
(cavum nasi) dan rongga mata(orbita).
a. Bagian hidung terdiri atas :
Os Lacrimal (tulang mata) letaknya di sebelah kiri/kanan pangkal hidung disudut mata.
Os Nasal (tulang hidung) yang membentuk batang hidung sebelah atas. Dan Os Konka
nasal (tulang karang hidung), letaknya di dalam rongga hidung dan bentuknya berlipat-
lipat. Septum nasi (sekat rongga hidung) adalah sambungan dari tulang tapis yang tegak.
b. Bagian rahang terdiri atas tulang-tulang seperti :
Os Maksilaris (tulang rahang atas), Os Zigomaticum, tulang pipi yangterdiri dari dua
tulang kiri dan kanan. Os Palatum atau tulang langit-langit, terdiri dari dua dua buah
tulang kiri dan kanan. Os Mandibularis atau tulang rahang bawah, terdiri dari dua bagian
yaitu bagian kiri dan kanan yang kemudian bersatu di pertengahan dagu. Dibagian depan
dari mandibula terdapat processus coracoids tempat melekatnya otot.
C. Facial danger zones (Zona bahaya wajah)
Secara anatomi, wajah memiliki beberapa serabut-serabut saraf yang tersebar di beberapa
lokasi di wajah, ada 7 lokasi-lokasi penting di sekitar wajah yang apabila terjadi trauma atau
kesalahan dalam penanganan trauma maksilofasial akan berakibat fatal, lokasi-lokasi tersebut
disebut dengan facial danger zone.
D. Epidemiologi
Dari data penelitian menunjukan bahwa kejadian trauma maksilofasial sekitar 6% dari seluruh
trauma yang ditangani oleh SMF Ilmu Bedah RS Dr.Soetomo. Kejadian fraktur mandibula dan
maksila terbanyak diantara 2 tulang lainnya, yaitu masing-masing sebesar 29,85 %, disusul
fraktur zigoma 27,64 % dan fraktur nasal 12, 66 %. Penderita fraktur maksilofasial ini terbanyak
pada laki-laki usia produktif,yaitu usia 21-30 tahun, sekitar 64,38 % disertai cedera di tempat
lain, dan trauma penyerta terbanyak adalah cedera otak ringan sampai berat, sekitar 56%.
Penyebab terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas dan sebagian besar adalah pengendara sepeda
motor.
E. Etiologi Trauma Maksilofasial
Trauma wajah di perkotaan paling sering disebabkan oleh perkelahian, diikuti oleh
kendaraan bermotor dan kecelakaan industri. Para zygoma dan rahang adalah tulang yang paling
umum patah selama serangan. Trauma wajah dalam pengaturan masyarakat yang paling sering
adalah akibat kecelakaan kendaraan bermotor, maka untuk serangan dan kegiatan rekreasi.
Kecelakaan kendaraan bermotor menghasilkan patah tulang yang sering melibatkan midface,
terutama pada pasien yang tidak memakai sabuk pengaman mereka. Penyebab penting lain dari
trauma wajah termasuk trauma penetrasi, kekerasan dalam rumah tangga, dan pelecehan anak-
anak dan orang tua
Bagi pasien dengan kecelakaan lalu lintas yang fatal menjadi masalah karena harus rawat inap di
rumah sakit dengan cacat permanen yang dapat mengenai ribuan orang per tahunnya.
Berdasarkan studi yang dilakukan, 72% kematian oleh trauma maksilofasial paling banyak
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (automobile).
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil: klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan
muntah, GCS 4, 5, 6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.
INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri
Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi,
individu/penyebab koma/penurunan mengkaji status neurologis/ tanda-tanda
perfusi jaringan dan kemungkinan kegagalan untuk menentukan perawatan
penyebab peningkatan TIK. kegawatan atau tindakan pembedahan.
Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral
terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai
dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari
autoregulator kebanyakan merupakan
tanda penurunan difusi local vaskularisasi
darah serebral. Dengan peningkatan tekanan
darah (diastolic) maka dibarengi dengan
peningkatan tekanan darah intrakrinial. Adanya
peningkatan tekanan darah, bradikardi,
disritmia, dispnea merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK.
Evaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman, Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola
dan reaksi terhadap cahaya. mata merupakan tanda dari gangguan
nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Reaksi
pupil diatur oleh saraf III cranial
(okulomotorik) yang menunjukkan
keseimbangan antara parasimpatis dan
simpatis. Respon terhadap cahaya merupakan
kombinasi fungsi dari saraf cranial II dan III.
Monitor temperatur dan pengaturan suhu Panas merupakan refleks dari hipotalamus.
lingkungan. Peningkatan kebutuhan metabolism dan
O2 akan menunjang peningkatan TIK/ ICP
(Intracranial Pressure).
Pertahankan kepala/ leher pada posisi Perubahan kepala pada satu sisi dapat
yang netral, usahakan dengan sedikit menimbulkan penekanan pada vena jugularis
bantal. Hindari penggunaan bantal yang dan menghambat aliran darah otak
tinggi pada kepala. (menghambat drainase pada vena serebral),
untuk itu dapat meningkatkan TIK
Berikan periode istirahat antara tindakan Tindakan yang terus-menerus dapat
perawatan dan batasi lamanya prosedur. meningkatkan TIK oleh efek rangsangan
kumulatif.
Kurangi rangsangan ekstra dan berikan Memberikan suasana yang tenang (colming
rasa nyaman seperti masase punggung, effect) dapat mengurangi respons psikologis dan
lingkungan yang tenang. Sentuhan yang memberikan istirahat untuk mempertahankan
ramah, dan suasana / pembicaraan yang TIK yang rendah.
tidak gaduh.
Cegah/hindarkan terjadinya valsava Mengurangi tekanan intratorakal dan
maneuver intraabdominal sehingga menghindari
peningkatan TIK.
Bantu klien jika batuk, muntah Aktivitas ini dapat meningkatkan
intrathorakal/tekanan dalam thoraks dan
tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini
dapat meningkatkan tekanan TIK.
Kaji peningkatan istirahat dan tingkat Tingkah nonverbal ini dapat merupakan
laku. indikasi peningkatan TIK atau memberikan
refleks nyeri dimana klien tidak mampu
mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri
yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK.
Palpasi pada pembesaran/pelebaran Dapat meningkatkan repons otomatis yang
bladder, pertahankan drainase urine potensial menaikkan TIK.
secara paten jika di gunakan dan juga
monitor terdapatnya konstipasi.
Berikan penjelasan pada klien (jika Meningkatkan kerja sama dalam
sadar) dan keluarga tentang sebab-sebab meningakatkan perawatan klien dan
TIK meningkat. mengurangi kecemasan.
Observasi tingkat kesadaran dengan
GCS.
Kolaborasi
Pemberian O2 sesuai indikasi. Mengurangi hipoksemia, dimana dapat
meningkatkan vasodilatasi serebral, volume
darah, dan menaikkan TIK.
Kolaborasi untuk tindakan operatif Tindakan pembedahan untuk evakuasi darah
evakuasi darah dari dalam intracranial. dilakukan bila kemungkinan terdapat tanda-
tanda deficit neurologis yang menandakan
peningkatan ntrakranial.
Berikan cairan intravena sesuai indikasi. Pemberian cairan mungkin di inginkan untuk
mengurangi edema serebral, peningkatan
minimum pada pembuluh darah, tekanan darah
dan TIK.
Berikan obat osmosis diuretic contohnya Diuretic mungkin digunakan pada fase akut
: manitol, furoscide. untuk mengalirkan air dari sel otak dan
mengurangi edema serebral dan TIK.
Berikan steroid contohnya : Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan
dexamethason, methyl prenidsolon. mengurangi edema jaringan.
Berikan analgesic narkotik contoh : Mungkin di indikasikan untuk mengurangi
kodein. nyeri dan obat ini berefek negatif pada TIK
tetapi dapat digunakan dengan tujuan untuk
mencegah dan menurunkan sensasi nyeri.
Berikan antipiretik contohnya : Mengurangi/mengontrol hari dan pada
asetaminofen metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.
Monitor hasil laboratorium sesuai dengan Membantu memberikan informasi tentang
indikasi seperti prothrombin, LED. efektifitas pemberian obat.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah intervensi adanya peningkatan, pola napas
kembali efektif.
Kriteria hasil : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan
pertukaran gas-gas pada paru, adaptif mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri
Observasi fungsi pernapasan, Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital
dispnea, atau perubahan tanda- dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri
tanda vital. atau dapat menunujukkan terjadinya syok sehubungan
dengan hipoksia.
Jelaskan pada klien bahwa tindakan Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
tersebut dilakukan untuk menjamin mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
keamanan. terapeutik.
Jelaskan pada klien tentang Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi
etiologi/factor pencetus adanya ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien
sesak atau kolaps paru-paru. terhadap rencana terapeutik.
Pertahankan perilaku tenang, bantu Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia,
klien untuk control diri dengan yang dapat dimanifestasikan sebagai
menggunakan pernapasan lebih ketakutan/ansietas.
lambat dan dalam.
Periksalah alarm pada ventilator Ventilator yang memiliki alarm yang bias dilihat dan
sebelum difungsikan. Jangan didengar misalnya alarm kadar oksigen,
mematikan alarm. tinggi/rendahnya tekanan oksigen.
Tarulah kantung resusitasi Kantung resusitasi/manual ventilasi sangat berguna
disamping tempat tidur dan manual untuk mempertahankan fungsi pernapasan jika terjadi
ventilasi untuk sewaktu-waktu gangguan pada alat ventilator secara mendadak.
dapat digunakan.
Bantulah klien untuk mengontrol Melatih klien untuk mengatur napas seperti napas
pernapasan jika ventilator tiba-tiba dalam, napas pelan, napas perut, pengaturan posisi,
berhenti. dan teknik relaksasi dapat membantu memaksimalkan
fungsi dan system pernapasan.
Perhatikan letak dan fungsi Memerhatikan letak dan fungsi ventilator sebagai
ventilator secara rutin. kesiapan perawat dalam memberikan tindakan pada
Pengecekan konsentrasi oksigen, penyakit primer setelah menilai hasil diagnostik dan
memeriksa tekanan oksigen dalam menyediakan sebagai cadangan.
tabung, monitor manometer untuk
menganalisis batas/kadar oksigen.
Mengkaji tidal volume (10-15
ml/kg). periksa fungsi spirometer.
Kolaborasi
Kolaborasi dengan tim kesehatan Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk
lain : mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas
Dengan dokter, radiologi, dan pengembangan parunya.
fisioterapi
Pemberian antibiotik.
Pemberian analgesic.
Fisioterapi dada
Konsul foto thoraks.
DX 3 : Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan
napas buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret, dan
ketidakmampuan batuk/batuk efektif sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan napas.
Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube bebas
sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan
sekret di saluran pernapasan.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji keadaan jalan napas Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi
sekret, sisa cairan mucus, perdarahan, bronkhospasme,
dan/atau posisi dari endotracheal/tracheostomy tube
yang berubah.
Evaluasi pergerakan dada dan Pergerakan dada yang simetris dengan suara napas
auskultasi suara napas pada kedua yang keluar dari paru-paru menandakan jalan napas
paru (bilateral). tidak terganggu. Saluran napas bagian bawah
tersumbat dapat terjadi pada pneumonia/atelektasis
akan menimbulkan perubahan suara napas seperti
ronkhi atau wheezing.
Monitor letak/posisi endotracheal Endotracheal tube dapat saja masuk ke dalam
tube. Beri tanda batas bibir. bronchus kanan, menyebabkan obstruksi jalan napas
Lekatkan tube secara hati-hati ke paru-paru kanan dan mengakibatkan klien
dengan memakai perekat khusus. mengalami pneumothoraks.
Mohon bantuan perawat lain
ketika memasang dan mengatur
posisi tube.
Catat adanya batuk, bertambahnya Selama intubasiklien mengalami refleks batuk yang
sesak napas, suara alarm dari tidak efektif, atau klien akan mengalami kelemahan
ventilator karena tekanan yang otot-otot pernapasan (neuromuscular/neurosensorik),
tinggi, pengeluaran sekret melalui keterlambatan untuk batuk. Semua klien tergantung
endotracheal/tracheostomy tube, dari alternatif yang dilakukan seperti mengisap lender
bertambahnya bunyi ronkhi. dari jalan napas.
Lakukan penghisapan lender jika Pengisapan lendir tidak selamanya dilakukan terus-
diperlukan, batasi durasi menerus, dan durasinya pun dapat dikurangi untuk
pengisapan dengan 15 detik atau mencegah bahaya hipoksia.
lebih. Gunakan kateter pengisap Diameter kateter pengisap tidak boleh lebih dari 50%
yang sesuai, cairan fisiologis steril. diameter endotracheal/tracheostomy tube untuk
Berikan oksigen 100% sebelum mencegah hipoksia.
dilakukan pengisapan dengan Dengan membuat hiperventilasi melalui pemberian
ambu bag (hiperventilasi). oksigen 100% dapat mencegah terjadinya atelektasis
dan mengurangi terjadinya hipoksia.
Anjurkan klien mengenai tekhik Batuk yang efektif dapat mengeluarkan sekret dari
batuk selama pengisapan seperti saluran napas.
waktu bernapas panjang, batuk
kuat, bersin jika ada indikasi.
Atur/ubah posisi klien secara Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi segmen
teratur (tiap 2jam). paru-paru, mengurangi risiko atelektasis.
Berikan minum hangat jika Membantu pengenceran sekret, mempermudah
keadaan memungkinkan. pengeluaran sekret.
Jelaskan kepada klien tentang Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
kegunaan batuk efektif dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
mengapa terdapat penumpukan terapeutik.
sekret di saluran pernapasan.
Ajarkan klien tentang metode yang Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan
tepat untuk pengontrolan batuk. tidak efektif, dapat menyebabkan frustasi.
Napas dalam dan perlahan saat Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
duduk setegak mungkin.
Lakukan pernapasan diafragma. Pernapasan diafragma menurunkan frekuensi napas
dan meningkatkan ventilasi alveolar
Tahap napas selama 3-5 detik Meningkatkan volume udara dalam paru,
kemudian secara perlahan-lahan, mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
dikeluarkan sebanyak mungkin
melalui mulut.
Lakukan napas kedua, tahan, dan Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan
batukkan dari dada dengan upaya batuk klien.
melakukan 2 batuk pendek dan
kuat.
Auskultasi paru sebelum dan Sekresi kental sulit untuk di encerkan dan dapat
sesudah klien batuk. menyebabkan sumbatan mucus, yang mengarah pada
atelektasis.
Ajarkan klien tindakan untuk Untuk menghindari pengentalan dari sekret atau mosa
menurunkan viskositas sekresi. : pada saluran napas pada bagian atas.
mempertahankan hidrasi yang
adekuat; meningkatkan masukan
cairan 1000-1500 cc/hari bila tidak
ada kontraindikasi.
Dorong atau berikan perawatan Higine mulut yang baik meningkatkan rasa
mulut yang baik setelah batuk. kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
Kolaborasi dengan dokter, Ekspektoran untuk memudahkan mengeluarkan lendir
radiologi, dan fisioterapi. dan mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas
Pemberian ekspektoran. pengembangan parunya.
Pemberian antibiotic.
Fisioterapi dada.
Konsul foto thoraks
Lakukan fisioterapi dada sesuai Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran
indikasi seperti postural drainage, sekret.
perkusi/penepukan.
Berikan obat-obat bronchodilator Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret karena
sesuai indikasi seperti relaksasi muscle/bronchospasme
aminophilin, meta-proterenol
sulfat (alupent), adoetharine
hydrochloride (bronkosol).
DX : Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme
otot sekunder
Kriteria hasil: Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapat
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri,
klien tidak gelisah.
Intervensi Rasionalisasi
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
pereda nyeri nonfarmakologi dan non- nonfarmakologi lainnya telah menunujukkan
invasif. keefektifan dalam mengurangi nyeri.
Berikan kesempatan waktu istirahat bala Istirahat akan merelaksasikan semua jaringan
terasa nyeri dan berikan posisi yang sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
nyaman misalnya ketika tidur,
belakangnya dipasang bantal kecil.
Tingkatkan pengetahuan tentang Pengkajian yang optimal akan memberikan
penyebab nyeri dan respons motorik klien, perawat data yang objektif untuk mencegah
30 menit setelah pemberian obat analgesic kemungkinan komplikasi dan melakukan
untuk mengkaji efektivitasnya serta setiap intervensi yang tepat.
1-2 jam setelah tindakan perawatan
selama 1-2 hari.
Kolaborasi dengan dokter, pemberian Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga
analgetik. nyeri akan berkurang.
Tujuan Dalam waktu 2x24 jam fungsi serebral membaik, penurunan fungsi neurologis
dapat d minimalkan /distabilkan.
Kriteria hasil : Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif
dan motorik/sensorik, mendemonstrasikan vital sign yang stabil dan tidak
ada tanda-tanda peningktan TIK,
INTERVENSI RASIONALISASI
Monitor tekanan darah, catat adanya Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti
hipertensi sistolik secara teratur dan penurunan tekanan darah distolik (nadi yang
tekanan nadi yang makin berat, obs, ht, membesar) merupakan tanda terjadinya
pada klien yang mengalami trauma peningkatan TIK, juga diikuti ( yang
multiple. berhubungan
dengan trauma kesadaran.Hipovolumia/ Ht (yang
berhubungan dengan trauma multiples) dapat
mengakibatkan kerusakan / iskemik serebral.
Monitor Heart Rate, catat adanya Perubahan pada ritme (paling sering bradikardia)
bradikardi, takikardi atau bentuk dan disritmia dapat timbul yang encerminkan
disritmia lainya. adanya depresi / trauma pada batang otak pada
pasien yang tidak mempunyai kelainan jantung
sebelumnya.
Monitor pernafasan meliputi pola dan Nafas tidak teratur menunjukkan adanya
ritme, seperti periode apnea setelah gangguan
hiperventilasi serebral/ peningkatan TIK dan memerlukan
(pernafasan cheyne – stokes). intervensi lebih lanjut termasuk kemungkinan
dukungan nafas buatan.