Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA WAJAH (MAKSILOFASIAL)

DISUSUN OLEH:

FATMAWATI

19.04.039

CI LAHAN CI INSTITUSI

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2019/2020
TRAUMA WAJAH (MAKSILOFASIAL)

I. KONSEP MEDIS
A. Anatomi Maksilofasial
Pertumbuhan kranium terjadi sangat cepat pada tahun pertama dan kedua
setelah lahir dan lambat laun akan menurun kecepatannya. Pada anak usia 4-5
tahun, besar cranium sudah mencapai 90% cranium dewasa. Maksilofasial
tergabung dalam tulang wajah yang tersusun secara baik dalam membentuk wajah
manusia. Daerah maksilofasial dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama adalah
wajah bagian atas, di mana patah tulang melibatkan frontal dan sinus. Bagian
kedua adalah midface tersebut. Midface dibagi menjadi bagian atas dan bawah.
Para midface atas adalah di mana rahang atas Le Fort II dan III Le Fort fraktur
terjadi dan / atau di mana patah tulang hidung, kompleks nasoethmoidal atau
zygomaticomaxillary, dan lantai orbit terjadi. Bagian ketiga dari daerah
maksilofasial adalah wajah yang lebih rendah, di mana patah tulang yang
terisolasi ke rahang bawah.
Tulang pembentuk wajah pada manusia bentuknya lebih kecil dari tengkorak
otak. Didalam tulang wajah terdapat rongga-rongga yang membentuk rongga mulut
(cavum oris), dan rongga hidung (cavum nasi) dan rongga mata (orbita).
a. Bagian hidung terdiri atas :
Os Lacrimal (tulang mata) letaknya di sebelah kiri/kanan pangkal
hidung disudut mata. Os Nasal (tulang hidung) yang membentuk batang
hidung sebelah atas. Dan Os Konka nasal (tulang karang hidung), letaknya
di dalam rongga hidung dan bentuknya berlipat-lipat. Septum nasi (sekat
rongga hidung) adalah sambungan dari tulang tapis yang tegak.
b. Bagian rahang terdiri atas tulang-tulang seperti :
Os Maksilaris (tulang rahang atas), Os Zigomaticum, tulang pipi
yangterdiri dari dua tulang kiri dan kanan. Os Palatum atau tulang langit-
langit, terdiri dari dua dua buah tulang kiri dan kanan. Os Mandibularis
atau tulang rahang bawah, terdiri dari dua bagian yaitu bagian kiri dan
kanan yang kemudian bersatu di pertengahan dagu. Dibagian depan dari
mandibula terdapat processus coracoids tempat melekatnya otot.
1. Facial danger zones (Zona bahaya wajah)
Secara anatomi, wajah memiliki beberapa serabut-serabut saraf yang
tersebar di beberapa lokasi di wajah, ada 7 lokasi-lokasi penting di sekitar
wajah yang apabila terjadi trauma atau kesalahan dalam penanganan trauma
maksilofasial akan berakibat fatal, lokasi-lokasi tersebut disebut dengan
facial danger  zone.
B. Definisi Trauma Maksilofasial
Fraktur maksilofasial ialah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang pembentuk
wajah. Berdasarkan anatominya wajah atau maksilofasial dibagi menjadi tiga
bagian, ialah sepertiga atas wajah, sepertiga tengah wajah, dan sepertiga bawah
wajah. Bagian yang termasuk sepertiga atas wajah ialah tulang frontalis, regio
supra orbita, rima orbita dan sinus frontalis. Maksila, zigomatikus, lakrimal,
nasal, palatinus, nasal konka inferior, dan tulang vomer termasuk ke dalam
sepertiga tengah wajah sedangkan mandibula termasuk ke dalam bagian sepertiga
bawah wajah.
Trauma pada jaringan maksilofasial dapat mencakup jaringan lunak dan
jaringan keras. Yang dimaksud dengan jaringan lunak wajah adalah jaringan
lunak yang menutupi jaringan keras wajah. Sedangkan yang dimaksud dengan
jaringan keras wajah adalah tulang kepala yang terdiri dari : tulang hidung, tulang
arkus zigomatikus, tulang mandibula, tulang maksila, tulang rongga mata, gigi,
tulang alveolus. Yang dimaksud dengan trauma jaringan lunak adalah:
1. Abrasi kulit, tusukan, laserasi, tato
2. Cedera saraf, cedera saraf fasial
3. Cedera kelenjar paratiroid atau duktus Stensen
4. Cedera kelopak mata
5. Cedera telinga
6. Cedera hidung
C. Etiologi Trauma Maksilofasial
Trauma wajah di perkotaan paling sering disebabkan oleh perkelahian, diikuti
oleh kendaraan bermotor dan kecelakaan industri. Para zygoma dan rahang adalah
tulang yang paling umum patah selama serangan. Trauma wajah dalam
pengaturan masyarakat yang paling sering adalah akibat kecelakaan kendaraan
bermotor, maka untuk serangan dan kegiatan rekreasi. Kecelakaan kendaraan
bermotor menghasilkan patah tulang yang sering melibatkan midface, terutama
pada pasien yang tidak memakai sabuk pengaman mereka. Penyebab penting lain
dari trauma wajah termasuk trauma penetrasi, kekerasan dalam rumah tangga, dan
pelecehan anak-anak dan orang tua
Bagi pasien dengan kecelakaan lalu lintas yang fatal menjadi masalah karena
harus rawat inap di rumah sakit dengan cacat permanen yang dapat mengenai
ribuan orang per tahunnya. Berdasarkan studi yang dilakukan, 72% kematian oleh
trauma maksilofasial paling banyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas
(automobile).
Berikut ini tabel etiologi trauma maksilofasial :
Penyebab pada orang dewasa Persentase (%)
Kecelakaan lalu lintas 10-15
Penganiayaan/Berkelahi 5-10
Olahraga (termasuk naik sepeda) 50-65
Jatuh 5-10

Penyebab pada orang dewasa Persentase (%)


Kecelakaan lalu lintas 40-45
Penganiayaan/Berkelahi 10-15
Olahraga (termasuk naik sepeda) 5-10
Jatuh 5
Lain-lain 5-10

D. Klasifikasi Trauma Maksilofasial


Trauma maksilofasial dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu trauma
jaringan keras wajah dan trauma jaringan lunak wajah. Trauma jaringan lunak
biasanya disebabkan trauma benda tajam, akibat pecahan kaca pada kecelakaan
lalu lintas atau pisau dan golok pada perkelahian.
1. Trauma jaringan lunak wajah
Luka adalah kerusakan anatomi, diskontinuitas suatu jaringan oleh karena
trauma dari luar.
Trauma pada jaringan lunak wajah dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Berdasarkan jenis luka dan penyebab:
1) Ekskoriasi
2) Luka sayat, luka robek , luka bacok
3) Luka bakar
4) Luka tembak
b. Berdasarkan ada atau tidaknya kehilangan jaringan
1) Dikaitkan dengan unit estetik
2. Trauma jaringan keras wajah
Klasifikasi trauma pada jaringan keras wajah di lihat dari fraktur tulang
yang terjadi dan dalam hal ini tidak ada klasifikasi yg definitif. Secara umum
dilihat dari terminologinya, trauma pada jaringan keras wajah dapat
diklasifikasikan berdasarkan:
a. Dibedakan berdasarkan lokasi anatomic dan estetika
1) Berdiri Sendiri : fraktur frontal, orbita, nasal, zigomatikum, maxilla,
mandibulla, gigi dan alveolus
2) Bersifat Multiple : Fraktur kompleks zigoma, fronto nasal dan fraktur
kompleks mandibular
b. Berdasarkan Tipe fraktur :
1) Fraktur simple
Merupakan fraktur sederhana, liniear yang tertutup misalnya
pada kondilus, koronoideus, korpus dan mandibula yang tidak bergigi.
Fraktur tidak mencapai bagian luar tulang atau rongga mulut.
Termasukgreenstik fraktur yaitu keadaan retak tulang, terutama pada
anak dan jarang terjadi.
2) Fraktur kompoun
Fraktur lebih luas dan terbuka atau berhubungan dengan
jaringan lunak. Biasanya pada fraktur korpus mandibula yang
mendukung gigi, dan hampir selalu tipe fraktur kompoun meluas dari
membran periodontal ke rongga mulut, bahkan beberapa luka yang
parah dapat meluas dengan sobekan pada kulit.
3) Fraktur komunisi
Benturan langsung terhadap mandibula dengan objek yang
tajam seperti peluru yang mengakibatkan tulang menjadi bagian
bagian yang kecil atau remuk. Bisa terbatas atau meluas, jadi sifatnya
juga seperti fraktur kompoun dengan kerusakan tulang dan jaringan
lunak.
E. Patofisiologi Trauma Maksilofasial
Kehadiran energi kinetik dalam benda bergerak adalah fungsi dari massa
dikalikan dengan kuadrat kecepatannya. Penyebaran energi kinetik saat deselerasi
menghasilkan kekuatan yang mengakibatkan cedera. Berdampak tinggi dan
rendah-dampak kekuatan didefinisikan sebagai besar atau lebih kecil dari 50 kali
gaya gravitasi. Ini berdampak parameter pada cedera yang dihasilkan karena
jumlah gaya yang dibutuhkan untuk menyebabkan kerusakan pada tulang wajah
berbeda regional. Tepi supraorbital, mandibula (simfisis dan sudut), dan tulang
frontal memerlukan kekuatan tinggi-dampak yang akan rusak. Sebuah dampak
rendah-force adalah semua yang diperlukan untuk merusak zygoma dan tulang
hidung.
a. Patah Tulang Frontal : ini terjadi akibat  dari pukulan
berat pada dahi. Bagiananterior dan / atau posterior sinus frontal mungkin
terlibat. Gangguan lakrimasi mungkin dapat terjadi jika dinding posterior
sinus frontal retak. Duktus nasofrontal sering terganggu.
b. Fraktur Dasar Orbital : Cedera dasar orbital dapat menyebabkan suatu
fraktur yang terisolasi atau dapat disertai dengan fraktur dinding medial.
Ketika kekuatan menyerang pinggiran orbital, tekanan intraorbital meningkat
dengan transmisi ini kekuatan dan merusak bagian-bagian terlemah
dari dasar dan dinding medial orbita. Herniasi dari isi orbit ke dalam sinus
maksilaris adalah mungkin. Insiden cedera okular cukup tinggi, namun jarang
menyebabkan kematian.
c. Patah Tulang Hidung: Ini adalah hasil dari kekuatan diakibatkan
oleh trauma langsung.
d. Fraktur Nasoethmoidal (noes): akibat perpanjangan kekuatan trauma dari
hidung ke tulang ethmoid dan dapat mengakibatkan kerusakan pada canthus
medial, aparatus lacrimalis, atau saluran nasofrontal.
e. Patah tulang lengkung zygomatic: Sebuah pukulan langsung ke lengkung
zygomatic dapat mengakibatkan fraktur terisolasi melibatkan jahitan
zygomaticotemporal.
f. Patah Tulang Zygomaticomaxillary kompleks (ZMCs): ini menyebabkan
patah tulang dari trauma langsung. Garis fraktur jahitan memperpanjang
melalui zygomaticotemporal, zygomaticofrontal, dan zygomaticomaxillary
dan artikulasi dengan tulang sphenoid. Garis fraktur biasanya memperpanjang
melalui foramen infraorbital dan lantai orbit. Cedera mata serentak yang
umum.
g. Fraktur mandibula: Ini dapat terjadi di beberapa lokasi sekunder dengan
bentuk U-rahang dan leher condylar lemah. Fraktur sering terjadi bilateral di
lokasi terpisah dari lokasi trauma langsung.
h. Patah tulang alveolar: Ini dapat terjadi dalam isolasi dari kekuatan rendah
energi langsung atau dapat hasil dari perpanjangan garis fraktur melalui
bagian alveolar rahang atas atau rahang bawah
i. Fraktur Panfacial: Ini biasanya sekunder mekanisme kecepatan tinggi
mengakibatkan cedera pada wajah atas, midface, dan wajah yang lebih rendah
F. Manifestasi Klinis
Gejala klinis gejala dan tanda trauma maksilofasial dapat berupa :
1. Dislokasi, berupa perubahan posisi yg menyebabkan maloklusi terutama pada
fraktur mandibular
2. Pergerakan yang abnormal pada sisi fraktur
3. Rasa nyeri pada sisi fraktur
4. Perdarahan pada daerah fraktur yang dapat menyumbat saluran napas
5. Pembengkakan dan memar pada sisi fraktur sehingga dapat menentukan
lokasi daerah fraktur
6. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran
7. Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur
8. Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkakan
9. Numbness, kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila fraktur terjadi
dibawah nervus alveolaris
10. Pada fraktur orbita dapat dijumpai penglihatan kabur atau ganda, penurunan
pergerakan bola mata dan penurunan visus
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Wajah Bagian Atas :
a. CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D)
b. CT-scan aksial koronal
c. Imaging Alternatif diantaranya termasuk CT Scan kepala dan X-ray kepala
2. Wajah Bagian Tengah :
a. CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D)
b. CT scan aksial koronal
c. Imaging Alternatif diantaranya termasuk radiografi posisi waters dan
posteroanterior (Caldwells), Submentovertek (Jughandles)
3. Wajah Bagian Bawah :
a. CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D
b. Panoramic X-ray
c. Imaging Alternatif diagnostik mencakup posisi:
1) Posteroanterior (Caldwells)
2) Posisi lateral (Schedell)
3) Posisi towne
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala dan wajah selain dari
factor mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai
status neurologis (disability, exposure), maka factor yang harus diperhitungkan
pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu
dengan pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami
trauma relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah.
Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intracranial yang
meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan
tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intracranial ini dapat
dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang
mengurangi asidosis intraserebral dan menambah metabolisme intraserebral.
Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini yakin dengan intubasi endotrakeal,
hiperventilasi. Tin membuat intermittent iatrogenic paralisis. Intubasi dilakukan
sedini mungkin kepala klien-lkien yang koma untuk mencegah terjadinya
PaCO2 yang meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah
peningkatan tekanan intracranial.
Penatalaksanaan konservatif meliputi :
1. Bedrest total
2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).
3. Pemberian obat-obatan: Dexmethason / kalmethason sebagai pengobatan anti-
edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
4. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi.
5. Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%, atau
glukosa 40%, atau gliserol 10%.
6. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (pensilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol.
7. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa,hanya cairan infuse dextrose 5%, aminofusin, aminofel (18
jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
8. Pada trauma berat. Karena hai-hari pertama didapat klien mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit
maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5% 8
jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua, dan dextrose 5% 8 jam ketiga, pada
hari selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan diberikan melalui
nasogastric tube (2500-300 TKTP). Pemberian protein tergantung dari nilai
urenitrogennya.
I. Komplikasi
1. Perdarahan ulang
2. Kebocoran cairan otak
3. Infeksi pada luka atau sepsis
4. Timbulnya edema serebri
5. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK 
6. Nyeri kepala setelah penderita sadar
7. Konvulsi
PATHWAY TRAUMA WAJAH
kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik,
terjatuh, olah raga dan trauma akibat senjata
api

Trauma Wajah Fr. Os frontal


Fr. Lantai orbita Gangguan pada nervus
Fr. Nasal olfactory
Jaringan Lunak Jaringan Keras Fr. Nasoethmoidal
Fr. Arcus Gangguan inspirasi dan
zygomaticum ekspirasi melalui hidung
Hematoma, lesi pada kuli Fr. Kompleks
Fr. Linear, fr. Comminuted, fr. zygomaticomaxilla Gangguan
pendarahaneksternal
Depressed, fr. basis Fr. Maxilla persepsi sensori O2 ↓  gangguan
Fr. Mandibula metabolisme
Fr. Alveoly
Gangguan Terputusnya kontinuitas dll Ketidakefektifan
Citra Tubuh jaringan tulang di area pola nafas Difusi O2 terhambat
wajah

Resiko infeksi Gangguan mengunyah hipoksia


Resiko Syok Luka terbuka Nyeri akut

Ketidakefektifan
Ketidak mampuan memakan
perfusi jaringan otak
makanan
Penurunan
kesadaran, kelainan Penumpukan sekret
ansietas neurologis
Penurunan BB
Dengan asupan makanan adekuat
Penurunan
Defisit Koma kemampuan batuk
Perawatan Diri sekunder Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Intoleransi
Ketidakefektifan
aktivitas
bersihan jalan nafas
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan
mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital
1. Aktifitas dan istirahat
Gejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia cara berjalan tidak
tegap, masalah dlm keseimbangan, cedera/trauma ortopedi, kehilangan
tonus otot.
2. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi bradikardia disritmia)
3. Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda :Cemas,mudah tersinggung,delirium,agitasi,bingung,depresi
4. Eliminasi
Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi
5. Makanan/cairan
Gejala : mual,muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : muntah,gangguan menelan
6. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkope,tinitus,kehilangan pendengaran, Perubahan dalam penglihatan
seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain lapang pandang,
gangguan pengecapan dan penciuman
Tanda : Perubahan kesadran bisa sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil, kehilangan penginderaan, wajah tdk simetris,
genggaman lemah tidak seimbang, kehilangan sensasi sebagian tubuh
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri, nyeri
yang hebat,merintih
8. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak,ronkhi,mengi
9. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
10. Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle disekitar telinga,adanya
aliran cairan dari telinga atau hidung
11. Gangguan kognitif
12. Gangguan rentang gerak
13. Demam

B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko tinggi peningkatan tekanan intracranial yang berhubungan dengan
desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan
baik bersifat intraserebral hematoma.
2. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pada
pusat pernapasan di otak, kelemahan oto-otot pernapasan, ekspansi paru yang
tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
3. Tidak efektif kebersihan jalan napas yang berhubungan dengan penumpukan
sputum, peningkatan sekresi sekret, penurunan batuk sekunder akibat nyeri
dan keletihan, adanya jalan napas buatan pada trakea, ketidakmampuan
batuk/batuk efektif.
4. Perubahan kenyamanan: nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan
dan refleks spasme otot sekunder.
5. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(nemongi, nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik / hipoksia.

C. Rencana Keperawatan
DX 1 : Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang
sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat
intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil : klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan
muntah, GCS 4, 5, 6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri
Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan Deteksi dini untuk memprioritaskan
individu/penyebab koma/penurunan intervensi, mengkaji status neurologis/
perfusi jaringan dan kemungkinan tanda-tanda kegagalan untuk menentukan
penyebab peningkatan TIK. perawatan kegawatan atau tindakan
pembedahan.
Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam Suatu keadaan normal bila sirkulasi
serebral terpelihara dengan baik atau
fluktuasi ditandai dengan tekanan darah
sistemik, penurunan dari autoregulator
kebanyakan merupakan tanda  penurunan
difusi local vaskularisasi darah serebral.
Dengan peningkatan tekanan darah
(diastolic) maka dibarengi dengan
peningkatan tekanan darah intrakrinial.
Adanya peningkatan tekanan darah,
bradikardi, disritmia, dispnea merupakan
tanda terjadinya peningkatan TIK.
Evaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman, Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari
dan reaksi terhadap cahaya. bola mata merupakan tanda dari
gangguan nervus/saraf jika batang otak
terkoyak. Reaksi pupil diatur oleh saraf
III cranial (okulomotorik) yang
menunjukkan keseimbangan antara
parasimpatis dan simpatis. Respon
terhadap cahaya merupakan kombinasi
fungsi dari saraf cranial II dan III.
Monitor temperatur dan pengaturan suhu Panas merupakan refleks dari
lingkungan. hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan metabolism dan
O2 akan menunjang peningkatan TIK/
ICP (Intracranial Pressure).
Pertahankan kepala/ leher pada posisi Perubahan kepala pada satu sisi dapat
yang netral, usahakan dengan sedikit menimbulkan penekanan pada vena
bantal. Hindari penggunaan bantal yang jugularis dan menghambat aliran darah
tinggi pada kepala. otak (menghambat drainase pada vena
serebral), untuk itu dapat meningkatkan
TIK
Berikan periode istirahat antara tindakan Tindakan yang terus-menerus dapat
perawatan dan batasi lamanya prosedur. meningkatkan TIK oleh efek rangsangan
kumulatif.
Kurangi rangsangan ekstra dan berikan Memberikan suasana yang tenang
rasa nyaman seperti masase punggung, (colming effect) dapat mengurangi
lingkungan yang tenang. Sentuhan yang respons psikologis dan memberikan
ramah, dan suasana / pembicaraan yang istirahat untuk mempertahankan TIK
tidak gaduh. yang rendah.
Cegah/hindarkan terjadinya valsava Mengurangi tekanan intratorakal dan
maneuver intraabdominal sehingga menghindari
peningkatan TIK.
Bantu klien jika batuk, muntah Aktivitas ini dapat meningkatkan
intrathorakal/tekanan dalam thoraks dan
tekanan dalam abdomen dimana aktivitas
ini dapat meningkatkan tekanan TIK.
Kaji peningkatan istirahat dan tingkat Tingkah nonverbal ini dapat merupakan
laku. indikasi peningkatan TIK atau
memberikan refleks nyeri dimana klien
tidak mampu mengungkapkan keluhan
secara verbal, nyeri yang tidak menurun
dapat meningkatkan TIK.
Palpasi pada pembesaran/pelebaran Dapat meningkatkan repons otomatis
bladder, pertahankan drainase urine yang potensial menaikkan TIK.
secara paten jika di gunakan dan juga
monitor terdapatnya konstipasi.
Berikan penjelasan pada klien (jika Meningkatkan kerja sama dalam
sadar) dan keluarga tentang sebab-sebab meningakatkan perawatan klien dan
TIK meningkat. mengurangi kecemasan.
Observasi tingkat kesadaran dengan Perubahan kesadaran menunjukkan
GCS. peningkatan TIK dan berguna
menentukan lokasi dan perkembangan
penyakit.
Kolaborasi :
Pemberian O2 sesuai indikasi. Mengurangi hipoksemia, dimana dapat
meningkatkan vasodilatasi serebral,
volume darah, dan menaikkan TIK.
Kolaborasi untuk tindakan operatif Tindakan pembedahan untuk evakuasi
evakuasi darah dari dalam intracranial. darah dilakukan bila kemungkinan
terdapat tanda-tanda deficit neurologis
yang menandakan peningkatan
ntrakranial.
Berikan cairan intravena sesuai indikasi. Pemberian cairan mungkin di inginkan
untuk mengurangi edema serebral,
peningkatan minimum pada pembuluh
darah, tekanan darah dan TIK.
Berikan obat osmosis diuretic Diuretic mungkin digunakan pada fase
contohnya : manitol, furoscide. akut untuk mengalirkan air dari sel otak
dan mengurangi edema serebral dan TIK.
Berikan steroid contohnya : Untuk menurunkan inflamasi (radang)
dexamethason, methyl prenidsolon. dan mengurangi edema jaringan.
Berikan analgesic narkotik contoh : Mungkin di indikasikan untuk
kodein. mengurangi nyeri dan obat ini berefek
negatif pada TIK tetapi dapat digunakan
dengan tujuan untuk mencegah dan
menurunkan sensasi nyeri.
Berikan antipiretik contohnya : Mengurangi/mengontrol hari dan pada
asetaminofen. metabolisme serebral/oksigen yang
diinginkan.
Monitor hasil laboratorium sesuai dengan Membantu memberikan informasi tentang
indikasi seperti prothrombin, LED. efektifitas pemberian obat.

DX 2 : Ketidakefektifnya pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pusat


pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak maksimal
karena trauma.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah intervensi adanya peningkatan, pola napas
kembali efektif.
Kriteria hasil : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif, mengalami
perbaikan pertukaran gas-gas pada paru, adaptif mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi Rasional
Berikan posisi yang nyaman, biasanya Meningkatkan inspirasi maksimal,
dengan peninggian kepala tempat tidur. meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi
Balik kesisi yang sakit. Dorong klien pada sisi yang tidak sakit.
untuk duduk sebanyak mungkin.
Observasi fungsi pernapasan, dispnea, Distress pernapasan dan perubahan pada
atau perubahan tanda-tanda vital. tanda vital dapat terjadi sebagai akibat
stress fisiologi dan nyeri atau dapat
menunujukkan terjadinya syok
sehubungan dengan hipoksia.
Jelaskan pada klien bahwa tindakan Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
tersebut dilakukan untuk menjamin mengembangkan kepatuhan klien
keamanan. terhadap rencana terapeutik.
Jelaskan pada klien tentang Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
etiologi/factor pencetus adanya sesak mengurangi ansietas dan
atau kolaps paru-paru. mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana terapeutik.
Pertahankan perilaku tenang, bantu klien Membantu klien mengalami efek
untuk control diri dengan menggunakan fisiologi hipoksia, yang dapat
pernapasan lebih lambat dan dalam. dimanifestasikan sebagai
Periksalah alarm pada ventilator sebelum ketakutan/ansietas.
difungsikan. Jangan mematikan alarm. Ventilator yang memiliki alarm yang bias
dilihat dan didengar misalnya alarm
kadar oksigen, tinggi/rendahnya tekanan
oksigen.
Tarulah kantung resusitasi disamping Kantung resusitasi/manual ventilasi
tempat tidur dan manual ventilasi untuk sangat berguna untuk mempertahankan
sewaktu-waktu dapat digunakan. fungsi pernapasan jika terjadi gangguan
pada alat ventilator secara mendadak.
Bantulah klien untuk mengontrol Melatih klien untuk mengatur napas
pernapasan jika ventilator tiba-tiba seperti napas dalam, napas pelan, napas
berhenti. perut, pengaturan posisi, dan teknik
relaksasi dapat membantu
memaksimalkan fungsi dan system
pernapasan.
Perhatikan letak dan fungsi ventilator Memerhatikan letak dan fungsi ventilator
secara rutin. sebagai kesiapan perawat dalam
Pengecekan konsentrasi oksigen, memberikan tindakan pada penyakit
memeriksa tekanan oksigen dalam primer setelah menilai hasil diagnostik
tabung, monitor manometer untuk dan menyediakan sebagai cadangan.
menganalisis batas/kadar oksigen.
Mengkaji tidal volume (10-15 ml/kg).
periksa fungsi spirometer.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
Dengan dokter, radiologi, dan fisioterapi. untuk mengevaluasi perbaikan kondisi
§  Pemberian antibiotik. klien atas pengembangan parunya.
§  Pemberian analgesic.
§  Fisioterapi dada.
§  Konsul foto thoraks.

DX 3 : Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan
napas buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret, dan ketidakmampuan
batuk/batuk efektif sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan
napas.
Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube
bebas sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan sekret
di saluran pernapasan.
Intervensi Rasional
Kaji keadaan jalan napas Obstruksi mungkin dapat disebabkan
oleh akumulasi sekret, sisa cairan mucus,
perdarahan, bronkhospasme, dan/atau
posisi dari endotracheal/tracheostomy
tube yang berubah.
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi Pergerakan dada yang simetris dengan
suara napas pada kedua paru (bilateral). suara napas yang keluar dari paru-paru
menandakan jalan napas tidak terganggu.
Saluran napas bagian bawah tersumbat
dapat terjadi pada pneumonia/atelektasis
akan menimbulkan perubahan suara
napas seperti ronkhi atau wheezing.
Monitor letak/posisi endotracheal tube. Endotracheal tube dapat saja masuk ke
Beri tanda batas bibir. dalam bronchus kanan, menyebabkan
Lekatkan tube secara hati-hati dengan obstruksi jalan napas ke paru-paru kanan
memakai perekat khusus. dan mengakibatkan klien mengalami
Mohon bantuan perawat lain ketika pneumothoraks.
memasang dan mengatur posisi tube.
Catat adanya batuk, bertambahnya sesak Selama intubasiklien mengalami refleks
napas, suara alarm dari ventilator karena batuk yang tidak efektif, atau klien akan
tekanan yang tinggi, pengeluaran sekret mengalami kelemahan otot-otot
melalui endotracheal/tracheostomy tube, pernapasan
bertambahnya bunyi ronkhi. (neuromuscular/neurosensorik),
keterlambatan untuk batuk. Semua klien
tergantung dari alternatif yang dilakukan
seperti mengisap lender dari jalan napas.
Lakukan penghisapan lender jika Pengisapan lendir tidak selamanya
diperlukan, batasi durasi pengisapan dilakukan terus-menerus, dan durasinya
dengan 15 detik atau lebih. Gunakan pun dapat dikurangi untuk mencegah
kateter pengisap yang sesuai, cairan bahaya hipoksia.
fisiologis steril. Diameter kateter pengisap tidak boleh
Berikan oksigen 100% sebelum lebih dari 50% diameter
dilakukan pengisapan dengan ambu bag endotracheal/tracheostomy tube untuk
(hiperventilasi). mencegah hipoksia.
Dengan membuat hiperventilasi melalui
pemberian oksigen 100% dapat
mencegah terjadinya atelektasis dan
mengurangi terjadinya hipoksia.
Anjurkan klien mengenai tekhik batuk Batuk yang efektif dapat mengeluarkan
selama pengisapan seperti waktu sekret dari saluran napas.
bernapas panjang, batuk kuat, bersin jika
ada indikasi.
Atur/ubah posisi klien secara teratur (tiap Mengatur pengeluaran sekret dan
2jam). ventilasi segmen paru-paru, mengurangi
risiko atelektasis.
Berikan minum hangat jika keadaan Membantu pengenceran sekret,
memungkinkan. mempermudah pengeluaran sekret.
Jelaskan kepada klien tentang kegunaan Pengetahuan yang diharapkan akan
batuk efektif dan mengapa terdapat membantu mengembangkan kepatuhan
penumpukan sekret di saluran klien terhadap rencana terapeutik.
pernapasan.
Ajarkan klien tentang metode yang tepat Batuk yang tidak terkontrol adalah
untuk pengontrolan batuk. melelahkan dan tidak efektif, dapat
menyebabkan frustasi.
Napas dalam dan perlahan saat duduk Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
setegak mungkin.
Lakukan pernapasan diafragma. Pernapasan diafragma menurunkan
frekuensi napas dan meningkatkan
ventilasi alveolar.
Tahap napas selama 3-5 detik kemudian Meningkatkan volume udara dalam paru,
secara perlahan-lahan, dikeluarkan mempermudah pengeluaran sekresi
sebanyak mungkin melalui mulut. sekret.
Lakukan napas kedua, tahan, dan Pengkajian ini membantu mengevaluasi
batukkan dari dada dengan melakukan 2 keefektifan upaya batuk klien.
batuk pendek dan kuat.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah Sekresi kental sulit untuk di encerkan dan
klien batuk. dapat menyebabkan sumbatan mucus,
yang mengarah pada atelektasis.
Ajarkan klien tindakan untuk Untuk menghindari pengentalan dari
menurunkan viskositas sekresi. : sekret atau mosa pada saluran napas pada
mempertahankan hidrasi yang adekuat; bagian atas.
meningkatkan masukan cairan 1000-1500
cc/hari bila tidak ada kontraindikasi.
Dorong atau berikan perawatan mulut Higine mulut yang baik meningkatkan
yang baik setelah batuk. rasa kesejahteraan dan mencegah bau
mulut.
Kolaborasi dengan dokter, radiologi, dan Ekspektoran untuk memudahkan
fisioterapi. mengeluarkan lendir dan mengevaluasi
§  Pemberian ekspektoran. perbaikan kondisi klien atas
§  Pemberian antibiotic. pengembangan parunya.
§  Fisioterapi dada.
§  Konsul foto thoraks
Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan
seperti postural drainage, pengeluaran sekret.
perkusi/penepukan.
Berikan obat-obat bronchodilator sesuai Mengatur ventilasi dan melepaskan
indikasi seperti aminophilin, meta- sekret karena relaksasi
proterenol sulfat (alupent), adoetharine muscle/bronchospasme.
hydrochloride (bronkosol).

DX 4 : Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot
sekunder.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil : Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi,
dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien
tidak gelisah.
Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan
pereda nyeri nonfarmakologi dan non- relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
invasif. telah menunujukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
Ajarkan relaksasi :
Teknik-teknik untuk menurunkan Akan melansarkan peredaran darah
ketegangan otot rangka, yang dapat sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan
menurunkan intensitas nyeri dan juga akan terpenuhi dan akan mengurangi
tingkatkan relaksasi masase. nyerinya.
Ajarkan metode distraksi selama nyeri Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-
akut. hal yang menyenangkan.
Berikan kesempatan waktu istirahat jika Istirahat akan merelaksasikan semua
terasa nyeri dan berikan posisi yang jaringan sehingga akan meningkatkan
nyaman misalnya ketika tidur, kenyamanan.
belakangnya dipasang bantal kecil.
Tingkatkan pengetahuan tentang Pengkajian yang optimal akan
penyebab nyeri dan respons motorik memberikan perawat data yang objektif
klien, 30 menit setelah pemberian obat untuk mencegah kemungkinan
analgesic untuk mengkaji efektivitasnya komplikasi dan melakukan intervensi
serta setiap 1-2 jam setelah tindakan yang tepat.
perawatan selama 1-2 hari.
Kolaborasi dengan dokter, pemberian Analgetik memblok lintasan nyeri,
analgetik. sehingga nyeri akan berkurang.

DX 5 : Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah


(nemongi, nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik / hipoksia.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam fungsi serebral membaik, penurunan fungsi
neurologis dapat d minimalkan /distabilkan.
Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif
dan motorik/sensorik, mendemonstrasikan vital sign yang stabil dan tidak ada tanda-
tanda peningktan TIK,  
Intervensi Rasional
Kaji ulang tanda-tanda vital Mengkaji adanya kecenderungan pada
klien dan status relirologis klien tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi, perluasan dan
perkembangankerusakan ssp.
Monitor tekanan darah, catat adanya Peningkatan tekanan darah sistemik yang
hipertensi sistolik secara teratur dan diikuti penurunan tekanan darah distolik
tekanan nadi yang makin berat, obs, ht, (nadi yang
pada klien yang mengalami trauma membesar) merupakan tanda terjadinya
multiple. peningkatan TIK, juga diikuti ( yang
berhubungan
dengan trauma kesadaran.Hipovolumia/
Ht (yang berhubungan dengan trauma
multiples) dapat
mengakibatkan kerusakan / iskemik
serebral.
Monitor Heart Rate, catat adanya Perubahan pada ritme (paling sering
bradikardi, takikardi atau bentuk bradikardia) dan disritmia dapat timbul
disritmia lainya. yang encerminkan
adanya depresi / trauma pada batang otak
pada pasien yang tidak mempunyai
kelainan jantung sebelumnya.
Monitor pernafasan meliputi pola dan Nafas tidak teratur menunjukkan adanya
ritme, seperti periode apnea setelah gangguan
hiperventilasi serebral/ peningkatan TIK dan
(pernafasan cheyne – stokes). memerlukan intervensi lebih lanjut
termasuk kemungkinan
dukungan nafas buatan.
Kaji perubahan pada penglihatan Gangguan penglihatan dapat diakibatkan
( penglihatan kabur, ganda, lap. Pandang oleh kerusakan mikroskopik pada otak,
menyempit merupakan konsekuensi terhadap
dan kedalaman persepsi. keamanan dan juga akan mempngaruhi
pilihan intervensi
Pertahankan kepala / leher pada posisi Kepala yang miring pada salah satu sisi
tengah/ pada posisi netral. Sokong menekan vena jugularis dan menghambat
dengan handuk kecil / aliran darah lain yang selanjutnya akan
bantal kecil. Hindari pemakaian bantal meningkat TIK.
besar pada kepala
Kolaborasi Tinggikan kepala pasien 15 – Meningkatkan aliran balik vena dari
45o sesuai indikasi / yang dapat kepala, sehingga mengurangi kongesti
ditoleransi. dan edema
/ resiko terjadinya peningkatan TIK.
Kolaborasi pemberian O2 tambahan Menurunkan hipoksemia yang mana
sesuai dapat menaikkan vasodilatasi dan vol
Indikasi darah serebral yang meningkatkan TIK.
Kolaborasi pemberian obat sesuai a. Untuk menurunkan air dari sel otak,
indikasi : menurunkan edema otak TIK.
- Diuretik b. Menurunkan inflasi, yang
- Steroid selanjutnya menurunkan edema
- Analgetik sedang jaringan.
- Sedatif c. Menghilangkan nyeri dan dapat
berakibat Θ pada TIK tetapi  harus
digunakan dengan hasil untuk
mencegah gangguan
pernafasan.
d. Untuk mengendalikan kegelisahan
agitas
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. Brenda G.Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta:EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
M.Taylor, Cynthia., Ralph, Sheila. 2012. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana
Asuhan. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai