TRAUMA WAJAH
Disusun Untuk
Melengkapi Tugas
Keperawatan
Traumatologi
Dosen
Pengampu : Ns.
Nurul Fatmawati
Fitriana, S.Kep.,
M.Kep
Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
KELAS D
SEMESTER 6
1. Tri Indriani (1611020169)
2. Khonsarizka Ayu (1611020172)
3. Triana Ayu A (1611020175)
4. (1611020181)
5. (16110202)
6. Amir Nur R (1611020217)
7. (1611020218)
8. (161102022)
9. (161102022)
10. (161102022)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S1
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA WAJAH (MAKSILOFASIAL)
Pertumbuhan kranium terjadi sangat cepat pada tahun pertama dan kedua
setelah lahir dan lambat laun akan menurun kecepatannya. Pada anak usia 4-5
tahun, besar cranium sudah mencapai 90% cranium dewasa. Maksilofasial
tergabung dalam tulang wajah yang tersusun secara baik dalam membentuk wajah
manusia. Daerah maksilofasial dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama adalah
wajah bagian atas, di mana patah tulang melibatkan frontal dan sinus. Bagian
kedua adalah midface tersebut. Midface dibagi menjadi bagian atas dan bawah.
Para midface atas adalah di mana rahang atas Le Fort II dan III Le Fort fraktur
terjadi dan / atau di mana patah tulang hidung, kompleks nasoethmoidal atau
zygomatico maxillary, dan lantai orbit terjadi. Bagian ketiga dari daerah
maksilofasial adalah wajah yang lebih rendah, di mana patah tulang yang
terisolasi ke rahang bawah.
Tulang pembentuk wajah pada manusia bentuknya lebih kecil dari tengkorak
otak. Didalam tulang wajah terdapat rongga-rongga yang membentuk rongga mulut
(cavum oris), dan rongga hidung (cavum nasi) dan rongga mata(orbita).
a. Bagian hidung terdiri atas :
Os Lacrimal (tulang mata) letaknya di sebelah kiri/kanan pangkal hidung
disudut mata. Os Nasal (tulang hidung) yang membentuk batang hidung
sebelah atas. Dan Os Konka nasal (tulang karang hidung), letaknya di dalam
rongga hidung dan bentuknya berlipat-lipat. Septum nasi (sekat rongga
hidung) adalah sambungan dari tulang tapis yang tegak.
b. Bagian rahang terdiri atas tulang-tulang seperti :
Os Maksilaris (tulang rahang atas), Os Zigomaticum, tulang pipi yangterdiri
dari dua tulang kiri dan kanan. Os Palatum atau tulang langit-langit, terdiri
dari dua dua buah tulang kiri dan kanan. Os Mandibularis atau tulang rahang
bawah, terdiri dari dua bagian yaitu bagian kiri dan kanan yang kemudian
bersatu di pertengahan dagu. Dibagian depan dari mandibula terdapat
processus coracoids tempat melekatnya otot.
3. Facial danger zones (Zona bahaya wajah)
Secara anatomi, wajah memiliki beberapa serabut-serabut saraf yang tersebar di
beberapa lokasi di wajah, ada 7 lokasi-lokasi penting di sekitar wajah yang
apabila terjadi trauma atau kesalahan dalam penanganan trauma maksilofasial
akan berakibat fatal, lokasi-lokasi tersebut disebut dengan facial danger zone.
4. Epidemiologi
Dari data penelitian itu menunjukan bahwa kejadian trauma maksilofasial sekitar
6% dari seluruh trauma yang ditangani oleh SMF Ilmu Bedah RS Dr.Soetomo.
Kejadian fraktur mandibula dan maksila terbanyak diantara 2 tulang lainnya,
yaitu masing-masing sebesar 29,85 %, disusul fraktur zigoma 27,64 % dan fraktur
nasal 12, 66 %. Penderita fraktur maksilofasial ini terbanyak pada laki-laki usia
produktif,yaitu usia 21-30 tahun, sekitar 64,38 % disertai cedera di tempat lain,
dan trauma penyerta terbanyak adalah cedera otak ringan sampai berat, sekitar
56%. Penyebab terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas dan sebagian besar adalah
pengendara sepeda motor.
5. Etiologi Trauma Maksilofasial
Trauma wajah di perkotaan paling sering disebabkan oleh perkelahian, diikuti
oleh kendaraan bermotor dan kecelakaan industri. Para zygoma dan rahang adalah
tulang yang paling umum patah selama serangan. Trauma wajah dalam
pengaturan masyarakat yang paling sering adalah akibat kecelakaan kendaraan
bermotor, maka untuk serangan dan kegiatan rekreasi. Kecelakaan kendaraan
bermotor menghasilkan patah tulang yang sering melibatkan midface, terutama
pada pasien yang tidak memakai sabuk pengaman mereka. Penyebab penting lain
dari trauma wajah termasuk trauma penetrasi, kekerasan dalam rumah tangga, dan
pelecehan anak-anak dan orang tua.
Penganiayaan/berkelahi 10-15
Olahraga 5-10
Jatuh 5
Lain-lain 5-10
Bagi pasien dengan kecelakaan lalu lintas yang fatal menjadi masalah karena
harus rawat inap di rumah sakit dengan cacat permanen yang dapat mengenai
ribuan orang per tahunnya. Berdasarkan studi yang dilakukan, 72% kematian oleh
trauma maksilofasial paling banyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas
(automobile).
Berikut ini tabel etiologi trauma maksilofasial :
Penganiayaan/berkelahi 5-10
Jatuh 5-10
Fraktur Le
Fort II (Fonseca,
2005)
F
r
aktur Le Fort III
Fraktur ini disebut juga fraktur tarnsversal. Fraktur Le Fort III (gambar
2.6) menggambarkan adanya disfungsi kraniofasial. Tanda yang
terjadi pada kasus fraktur ini ialah remuknya wajah serta adanya
mobilitas tulang zygomatikomaksila kompleks, disertai pula dengan
keluarnya cairan serebrospinal, edema, dan ekimosis periorbital.
9. Pathways
↓ tek.pembuluh darah Mual, muntah
Aliran darah ke otak ↓ pulmonal
Intake nutrisi
↑ tekanan hidrostatik tidak adekuat
Produksi asam laktat ↑
Kebocoran cairan
kapiler
Edema otak
Edema paru
Gangguan perfusi
jaringan serebral ↓ Gangguan perfusi jaringan
Curah jantung ↓
Difusi O2 terhambat
13. Komplikasi
- Perdarahan ulang
- Kebocoran cairan otak
- Infeksi pada luka atau sepsis
- Timbulnya edema serebri
- Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
- Nyeri kepala setelah penderita sadar
- Konvulsi
Diagnosa Keperawatan
- Risiko tinggi peningkatan tekanan intracranial yang berhubungan dengan
desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan
baik bersifat intraserebral hematoma.
- Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pada
pusat pernapasan di otak, kelemahan oto-otot pernapasan, ekspansi paru yang
tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
- Tidak efektif kebersihan jalan napas yang berhubungan dengan penumpukan
sputum, peningkatan sekresi sekret, penurunan batuk sekunder akibat nyeri
dan keletihan, adanya jalan napas buatan pada trakea, ketidakmampuan
batuk/batuk efektif.
- Perubahan kenyamanan: nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan
dan refleks spasme otot sekunder.
- Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(nemongi, nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik / hipoksia.
Rencana Keperawatan
DX 3 : Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan
napas buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret, dan ketidakmampuan
batuk/batuk efektif sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan
napas.
Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal
tube bebas sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, tidak ada lagi
penumpukan sekret di saluran pernapasan.
Intervensi Rasional
Kaji keadaan jalan napas Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh
akumulasi sekret, sisa cairan mucus, perdarahan,
bronkhospasme, dan/atau posisi dari
endotracheal/tracheostomy tube yang berubah.
Evaluasi pergerakan dada dan Pergerakan dada yang simetris dengan suara
auskultasi suara napas pada napas yang keluar dari paru-paru menandakan
kedua paru (bilateral). jalan napas tidak terganggu. Saluran napas
bagian bawah tersumbat dapat terjadi pada
pneumonia/atelektasis akan menimbulkan
perubahan suara napas seperti ronkhi atau
wheezing.
Monitor letak/posisi Endotracheal tube dapat saja masuk ke dalam
endotracheal tube. Beri tanda bronchus kanan, menyebabkan obstruksi jalan
batas bibir. napas ke paru-paru kanan dan mengakibatkan
Lekatkan tube secara hati-hati klien mengalami pneumothoraks.
dengan memakai perekat
khusus.
Mohon bantuan perawat lain
ketika memasang dan
mengatur posisi tube.
Catat adanya batuk, Selama intubasiklien mengalami refleks batuk
bertambahnya sesak napas, yang tidak efektif, atau klien akan mengalami
suara alarm dari ventilator kelemahan otot-otot pernapasan
karena tekanan yang tinggi, (neuromuscular/neurosensorik), keterlambatan
pengeluaran sekret melalui untuk batuk. Semua klien tergantung dari
endotracheal/tracheostomy alternatif yang dilakukan seperti mengisap
tube, bertambahnya bunyi lender dari jalan napas.
ronkhi.
Lakukan penghisapan lender Pengisapan lendir tidak selamanya dilakukan
jika diperlukan, batasi durasi terus-menerus, dan durasinya pun dapat
pengisapan dengan 15 detik dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia.
atau lebih. Gunakan kateter Diameter kateter pengisap tidak boleh lebih dari
pengisap yang sesuai, cairan 50% diameter endotracheal/tracheostomy tube
fisiologis steril. untuk mencegah hipoksia.
Berikan oksigen 100% Dengan membuat hiperventilasi melalui
sebelum dilakukan pemberian oksigen 100% dapat mencegah
pengisapan dengan ambu bag terjadinya atelektasis dan mengurangi terjadinya
(hiperventilasi). hipoksia.
Anjurkan klien mengenai Batuk yang efektif dapat mengeluarkan sekret
tekhik batuk selama dari saluran napas.
pengisapan seperti waktu
bernapas panjang, batuk kuat,
bersin jika ada indikasi.
Atur/ubah posisi klien secara Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi
teratur (tiap 2jam). segmen paru-paru, mengurangi risiko atelektasis.
Berikan minum hangat jika Membantu pengenceran sekret, mempermudah
keadaan memungkinkan. pengeluaran sekret.
Jelaskan kepada klien tentang Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
kegunaan batuk efektif dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap
mengapa terdapat rencana terapeutik.
penumpukan sekret di saluran
pernapasan.
Ajarkan klien tentang metode Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan
yang tepat untuk dan tidak efektif, dapat menyebabkan frustasi.
pengontrolan batuk.
Napas dalam dan perlahan Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
saat duduk setegak mungkin.
Lakukan pernapasan Pernapasan diafragma menurunkan frekuensi
diafragma. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
Tahap napas selama 3-5 detik Meningkatkan volume udara dalam paru,
kemudian secara perlahan- mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
lahan, dikeluarkan sebanyak
mungkin melalui mulut.
Lakukan napas kedua, tahan, Pengkajian ini membantu mengevaluasi
dan batukkan dari dada keefektifan upaya batuk klien.
dengan melakukan 2 batuk
pendek dan kuat.
Auskultasi paru sebelum dan Sekresi kental sulit untuk di encerkan dan dapat
sesudah klien batuk. menyebabkan sumbatan mucus, yang mengarah
pada atelektasis.
Ajarkan klien tindakan untuk Untuk menghindari pengentalan dari sekret atau
menurunkan viskositas mosa pada saluran napas pada bagian atas.
sekresi. : mempertahankan
hidrasi yang adekuat;
meningkatkan masukan
cairan 1000-1500 cc/hari bila
tidak ada kontraindikasi.
Dorong atau berikan Higine mulut yang baik meningkatkan rasa
perawatan mulut yang baik kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
setelah batuk.
Kolaborasi dengan dokter, Ekspektoran untuk memudahkan mengeluarkan
radiologi, dan fisioterapi. lendir dan mengevaluasi perbaikan kondisi klien
§ Pemberian ekspektoran. atas pengembangan parunya.
§ Pemberian antibiotic.
§ Fisioterapi dada.
§ Konsul foto thoraks
Lakukan fisioterapi dada Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan
sesuai indikasi seperti pengeluaran sekret.
postural drainage,
perkusi/penepukan.
Berikan obat-obat Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret
bronchodilator sesuai indikasi karena relaksasi muscle/bronchospasme.
seperti aminophilin, meta-
proterenol sulfat (alupent),
adoetharine hydrochloride
(bronkosol).
DX 4 : Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme
otot sekunder.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil : Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat
diadaptasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan
nyeri, klien tidak gelisah.
Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu klien Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi lainnya telah menunujukkan
nonfarmakologi dan non- keefektifan dalam mengurangi nyeri.
invasif.
Ajarkan relaksasi :
Teknik-teknik untuk Akan melansarkan peredaran darah sehingga
menurunkan ketegangan otot kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi dan
rangka, yang dapat akan mengurangi nyerinya.
menurunkan intensitas nyeri
dan juga tingkatkan relaksasi
masase.
Ajarkan metode distraksi Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang
selama nyeri akut. menyenangkan.
Berikan kesempatan waktu Istirahat akan merelaksasikan semua jaringan
istirahat bala terasa nyeri dan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
berikan posisi yang nyaman
misalnya ketika tidur,
belakangnya dipasang bantal
kecil.
Tingkatkan pengetahuan Pengkajian yang optimal akan memberikan
tentang penyebab nyeri dan perawat data yang objektif untuk mencegah
respons motorik klien, 30 kemungkinan komplikasi dan melakukan
menit setelah pemberian obat intervensi yang tepat.
analgesic untuk mengkaji
efektivitasnya serta setiap 1-2
jam setelah tindakan
perawatan selama 1-2 hari.
Kolaborasi dengan dokter, Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga
pemberian analgetik. nyeri akan berkurang.
DX 5 : Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(nemongi, nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik / hipoksia.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam fungsi serebral membaik, penurunan fungsi
neurologis dapat d minimalkan /distabilkan.
Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi
kognitif dan motorik/sensorik, mendemonstrasikan vital sign yang stabil dan
tidak ada tanda-tanda peningktan TIK,
Intervensi Rasional
Kaji ulang tanda-tanda vital Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat
klien dan status relirologis kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
klien bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan
dan perkembangankerusakan ssp.
Monitor tekanan darah, catat Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti
adanya hipertensi sistolik penurunan tekanan darah distolik (nadi yang
secara teratur dan tekanan membesar) merupakan tanda terjadinya
nadi yang makin berat, obs, peningkatan TIK, juga diikuti ( yang
ht, pada klien yang berhubungan
mengalami trauma multiple. dengan trauma kesadaran.Hipovolumia/ Ht (yang
berhubungan dengan trauma multiples) dapat
mengakibatkan kerusakan / iskemik serebral.
Monitor Heart Rate, catat Perubahan pada ritme (paling sering bradikardia)
adanya bradikardi, takikardi dan disritmia dapat timbul yang encerminkan
atau bentuk disritmia lainya. adanya depresi / trauma pada batang otak pada
pasien yang tidak mempunyai kelainan jantung
sebelumnya.
Monitor pernafasan meliputi Nafas tidak teratur menunjukkan adanya
pola dan ritme, seperti gangguan
periode apnea setelah serebral/ peningkatan TIK dan memerlukan
hiperventilasi intervensi lebih lanjut termasuk kemungkinan
(pernafasan cheyne – dukungan nafas buatan.
stokes).
Kaji perubahan pada Gangguan penglihatan dapat diakibatkan oleh
penglihatan ( penglihatan kerusakan mikroskopik pada otak,
kabur, ganda, lap. Pandang merupakan konsekuensi terhadap keamanan dan
menyempit juga akan mempngaruhi pilihan intervensi
dan kedalaman persepsi.
Pertahankan kepala / leher Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan
pada posisi tengah/ pada vena jugularis dan menghambat aliran darah lain
posisi netral. Sokong dengan yang selanjutnya akan
handuk kecil / meningkat TIK.
bantal kecil. Hindari
pemakaian bantal besar pada
kepala
Kolaborasi Tinggikan kepala Meningkatkan aliran balik vena dari kepala,
pasien 15 – sehingga mengurangi kongesti dan edema
45o sesuai indikasi / yang / resiko terjadinya peningkatan TIK.
dapat ditoleransi.
Kolaborasi pemberian O2 Menurunkan hipoksemia yang mana dapat
tambahan sesuai menaikkan vasodilatasi dan vol darah serebral
Indikasi yang meningkatkan TIK.
Kolaborasi pemberian obat - Untuk menurunkan air dari sel otak,
sesuai indikasi : menurunkan edema otak TIK.
- Diuretik - Menurunkan inflasi, yang
- Steroid selanjutnya menurunkan edema jaringan.
- Analgetik sedang - Menghilangkan nyeri dan dapat berakibat Θ
- Sedatif pada TIK tetapi harus digunakan dengan
hasil untuk mencegah gangguan
pernafasan.
- Untuk mengendalikan kegelisahan agitas
ASUHAN KEPERAWATAN
LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien
B. Pengkajian
WIB. Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah nyeri bagian wajah
kiri. Riwayat penyakit sekarang yaitu Sdr. S bertabrakan dengan sepeda
motor yang berlawanan arah pada tanggal 17 Maret 2015, Sdr. S dibawa
bangsal mawar 2 dengan keluhan nyeri wajah kiri dan tangan kiri.
juga jauh dari polusi udara, dan terdapat ventilasi. Pasien mengatakan di
: Laki-laki : Sakit
: Meninggal
: Meninggal
keadaan sakit, sehat jasmani dan rohani. Apabila ada keluarga yang sakit
dengan jenis nasi, sayur, dan lauk, habis 1 porsi, pasien tidak memiliki
keluhan. Minum pasien habis 6-8 gelas per hari, dengan air putih dan teh 1
keluhan, selama sakit pasien makan 3x sehari dengan jenis porsi bubur dan
pasien habis 6 gelas per hari, dengan susu dan jus 1 gelas belimbing 250
sebelum sakit klien mengatakan BAK 5-6x sehari, 50-100 cc setiap kali
BAK, berwarna kuning jernih, berbau khas amoniak, dan tidak ada
setiap kali BAK, berwarna kuning jernih, berbau khas amoniak, dan tidak
ada keluhan.
perawatan diri secara mandiri (score 0), selama sakit untuk makan/minum,
bantuan orang lain dan alat (score 3). Data diatas disimpulkan bahwa
Pola istirahat tidur, sebelum sakit pasien tidur nyenyak baik siang
maupun malam hari, tidur siang 1 jam dan tidur malam 8 jam tanpa
nyeri pada siang dan malam hari, tidur siang 30 menit, tidur malam 5 jam,
tanpa menggunakan obat tidur, hasil pengkajian pola tidur pritzburg sleep
quality index yaitu nilai kualitas tidur buruk > 5. Pola kognitif-perseptual
berbicara tetapi sedikit-sedikit, wajah kiri dan tangan kiri luka, tangan
digips karena telapak tangan retak. Pasien mengatakan nyeri saat bangun
tangan kiri dan wajah kiri di gerakkan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri di
bagian tangan kiri dan wajah kiri dengan skala nyeri 6, nyeri hilang timbul
selama 4 detik.
sakitnya saat ini, ideal diri pasien mengatakan dengan mengalami kejadian
di rumah sakit, peran diri pasien sebagai anak dan sekarang tidak mampu
SWT.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan pasien lemas dengan
teraba kuat dan irama teratur, respirasi 20x/menit irama teratur, dan suhu
36,2oC. Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala tidak bersih, ada luka
terdapat sekret, tidak ada nafas cuping hidung. Mulut simetris, mukosa
bibir kering, berwarna hitam, terdapat fraktur maxilla. Gigi tidak bersih.
pembesaran limfe.
ictus cordis tidak nampak, palpasi: ictus cordis teraba di ICS V, perkusi:
kuadran I, tympani kuadran II, III. palpasi: tidak ada nyeri tekan pada
hasil kekuatan otot tangan kanan 5 (bergerak bebas), tangan kiri di gips
dan tangan kanan terpasang infus Nacl 0,9% 20 tpm, perabaan akral
hangat, wajah kiri dan tangan kiri oedema, capilary refile < 2 detik. Pada
kanan dan kiri 5 (bergerak bebas), perabaan akral hangat, tidak ada
4.5 - 14.5), trombosit 409 ribu/ul (nilai normal 150-450), eritrosit 3.97
2015 diperoleh hasil pemeriksaan urin: PT: 14.6 detik (nilai normal 10.0 -
15.0), APTT 25.1 detik (nilai normal 20.0 - 40.0), INR 1.210, creatinin 0.7
mg/dl (nilai normal 0.5 - 1.0), ureum 30 mg/dl (nilai normal < 48),
natrium darah 138 mmol/L (nilai normal 132 - 145), kalium darah 3.8
mmol/L (3.1 - 5.1), clorida darah 106 mmol/L (nilai normal 98 - 106).
lambung jangka pendek, injeksi ceftriaxon 1 g/12 jam untuk infeksi gram
tusuk dengan skala 6, nyeri di bagian wajah kiri dan tangan kiri, nyeri
kesakitan, tangan kiri digips, wajah kiri luka, hasil CT Scan dan rontgen
sinistra, aposisi dan aligmen tulang cukup baik. Berdasarkan data diatas
malam 5 jam dan sering terbangun merasakan nyeri. Data obyektif pasien
tampak pucat, tidak fresh, tampak lemas, hasil pengkajian pola tidur
pritzburg sleep quality index yaitu nilai kualitas tidur Sdr.S buruk > 5.
toileting di bantu keluarga dan alat. Data obyektif pasien tampak lemas,
kesulitan bergerak, tangan kiri digips dan tangan kanan dipasang infus,
D. Intervensi Keperawatan
jam nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria hasil skala nyeri 0, pasien
wajah pasien tidak pucat, tidak menunjukan wajah gelisah, batas normal
tidur 7- 8 jam, hasil pritzburg sleep quality index nilai kualitas tidur < 5
yaitu baik. Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan adalah kaji
E. Implementasi Keperawatan
berhubungan dengan agen cedera fisik (fraktur maxilla) pada hari Senin, 9
kiri dan tangan kiri, nyeri hilang timbul selama 4 detik. Respon obyektif:
72
pasien tampak meringis kesakitan, tangan kiri digips, wajah kiri luka, hasil
baik. Pukul 09.15 WIB berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
tampak lemas, hasil pengkajian pola tidur pritzburg sleep quality index
yaitu nilai kualitas tidur Sdr.S buruk > 5. Pukul 09.40 WIB menciptakan
73
melakukan terapi dengan baik. Pukul 10.20 WIB berkolaborasi dengan tim
Respon obyektif: pasien tampak tenang, obat sudah masuk melalui IV.
tampak lemas hanya bisa terbaring di tempat tidur, data diatas didapatkan
hasil pasien total dibantu keluarga. Pukul 12.40 WIB membantu pasien
tenang.
2015 pukul 08.05 WIB diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan
kiri dan tangan kiri, nyeri hilang timbul. Respon obyektif: pasien tampak
meringis kesakitan, tangan kiri digips, wajah kiri luka, hasil CT-Scan dan
manus sinistra, aposisi dan aligmen tulang cukup baik. Pukul 08.20 WIB
pasien tampak tenang, obat injeksi sudah masuk melalui IV. Pukul 09.10
pola tidur. Respon subyektif: pasien mengatakan tidur siang 1 jam, tidur
malam 8 jam 1-2 kali terbangun merasakan nyeri. Respon obyektif : pasien
tampak fresh, hasil pengkajian pola tidur pritzburg sleep quality index
obyektif: pasien tampak rileks, dapat melakukan terapi dengan baik. Pukul
76
dan alat. Respon obyektif: pasien tampak lemas hanya bisa terbaring di
tempat tidur, didapatkan hasil pasien total dibantu keluarga. Pukul 13.00
tampak tenang.
2015 pukul 08.00 WIB diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen
seperti ditusuk-tusuk skala nyeri 4, nyeri dibagian wajah kiri dan tangan
kiri, nyeri hilang timbul selama 4 detik. Respon obyektif: pasien tampak
meringis kesakitan, tangan kiri digips, wajah kiri luka, hasil CT-Scan dan
tim medis dalam pemberian obat analgesik (ketorolak 30 mg/8 jam, asam
obyektif: pasien tampak tenang, obat injeksi sudah masuk melalui IV.
Pukul 09.20 WIB pada diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan
siang 2 jam, tidur malam 9 jam 1-2 kali terbangun merasakan nyeri.
Respon obyektif: pasien fresh, hasil pengkajian pola tidur pritzburg sleep
quality index yaitu nilai kualitas tidur Sdr.S baik < 5. Pukul 09.35 WIB
obyektif: pasien tampak tenang, obat sudah masuk melalui IV. Pukul 10.50
36,5oC.
dan alat. Respon obyektif: pasien tampak lemas hanya bisa terbaring di
tempat tidur, didapatkan hasil pasien total dibantu keluarga. Pukul 12.40
F. Evaluasi
dievaluasi pada hari Senin, 9 Maret 2015 pukul 13.30 WIB dengan metode
SOAP pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
seperti ditusuk-tusuk skala nyeri 5, nyeri dibagian wajah kiri dan tangan
kiri, nyeri hilang timbul selama 4 detik. Obyektif: pasien tampak meringis
kesakitan, tangan kiri digips, wajah kiri luka, hasil CT-Scan dan rontgen
posisi yang nyaman, ajarkan relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan tim
mengatakan tidur siang 30 menit, tidur malam 5 jam dan sering terbangun
lemas, hasil pengkajian pola tidur pritzburg sleep quality index yaitu nilai
kualitas tidur Sdr.S baik < 5. Analisa masalah keperawatan gangguan pola
tidur teratasi sebagian. Planning: kaji pola tidur, ciptakan suasana nyaman,
ceftriaxon 1 g).
Pukul 14.00 WIB penulis melakukan evaluasi untuk diagnosa
dan alat. Obyektif: pasien tampak lemas, kesulitan bergerak, tangan kiri
digips dan tangan kanan dipasang infus, data diatas didapatkan hasil
terapi fisik.
Pada hari kedua kamis, 12 Maret 2015 pukul 13.30 WIB dengan
seperti ditusuk-tusuk skala nyeri 4, nyeri dibagian wajah kiri dan tangan
kiri, nyeri hilang timbul selama 4 detik. Obyektif: pasien tampak meringis
kesakitan, tangan kiri digips, wajah kiri luka, hasil CT-Scan dan rontgen
posisi yang nyaman, ajarkan relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian obat analgesik (ketorolac 30 mg, asam
mengatakan tidur siang 1 jam, tidur malam 8 jam 1-2 kali terbangun
tidur pritzburg sleep quality index yaitu nilai kualitas tidur Sdr.S baik < 5.
dan alat. Obyektif: pasien tampak lemas, kesulitan bergerak, tangan kiri
digips dan tangan kanan di pasang infus, data diatas didapatkan hasil
terapi fisik.
Pada hari ketiga jumat, 13 Maret 2015 pukul 13.35 WIB dengan
metode SOAP pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
nyeri seperti ditusuk-tusuk skala nyeri 3, nyeri dibagian wajah kiri dan
tangan kiri, nyeri hilang timbul selama 4 detik. Obyektif: pasien tampak
meringis kesakitan, tangan kiri digips, wajah kiri luka, hasil CT-Scan dan
manus sinistra, aposisi dan aligmen tulang cukup baik. Analisa: masalah
posisi yang nyaman, ajarkan relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan tim
mengatakan tidur siang 2 jam, tidur malam 9 jam 1-2 kali terbangun
pritzburg sleep quality index yaitu nilai kualitas tidur Sdr.S baik > 5.
alat. Obyektif: pasien tampak lemas, kesulitan bergerak, tangan kiri digips dan
tangan kanan dipasang infus, data diatas didapatkan hasil pasien total di bantu
tanda vital, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri
Saleh, Edwin. 2016. Fraktuk maksila dan tulang wajah sebagai akibat trauma kepala.
Yogyakarta : PDGI CABANG GUNUNG KIDUL diakses pada
repository.umy.ac.id
Slametkhoironhadi.2015.Askep-Trauma-Wajah. Diunduh 12 Mei 2019 pukul 1.00
http://slametkhoironhadi.blogspot.com/2015/11/askep-trauma-wajah.html?
m=1
Smeltzer, Suzanne C. Brenda G.Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta:EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
M.Taylor, Cynthia., Ralph, Sheila. 2012. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana
Asuhan. Jakarta:EGC