Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

GUILIN BARE SINDROM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kristis

Oleh: Kelompok 4
1. Barkah Septian Firmanto (1611020169)
2. Tri Indriani (1611020170)
3. Khonsarizka Ayu Ramadani(1611020171)
4. Aisah Catur Priatiningrum (1611020196)
5. Toni Akhirul (1611020197)
6. Nabila Karimah Komsin (1611020198)
7. Nasreen Doloh (1611020223)
KELAS D

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019

i
DAFTAR ISI

Halaman judul...................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
A. Latar belakang......................................................................................1
B. Rumusan masalah.................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................2
D. Manfaat ................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................
A. Definisi ................................................................................................3
B. Anatomi dan Fisiologi..........................................................................3
C. Penyebab...............................................................................................5
D. Tanda dan gejala...................................................................................5
E. Patofisiologi..........................................................................................6
F. Pathway.................................................................................................8
G. Komplikasi............................................................................................10
H. Pemeriksaan penunjang........................................................................10
I. Penatalaksanaan ...................................................................................11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN............................................................
A. Pengkajian.............................................................................................12
B. Analisis data..........................................................................................17
C. Diagnose keperawatan..........................................................................18
D. Intervensi keperawatan.........................................................................19
E. Implementasi keperawatan...................................................................20
F. Evaluasi ................................................................................................21
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................23
BAB V PENUTUP...........................................................................................
A. Kesimpulan ..........................................................................................30
B. Saran ....................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................31

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Guilin bare sindrom juga dikenal dengan nama polyneuritis infeksiosa,
sindrom Landry-Guilain Bare, atau polyneuritis idiopatik akut, merupakan
bentuk polyneuritis yang akut, progresif cepat, serta berpotensi fatal dan
menyebabkan kelemahan otot serta gangguan sensoris sebelah distal.
Sindrom ini dapat terjadi pada segala usia, meskipun paling sering
ditemukan pada usia antara 30-50 tahun. Sindrom Guilin bare dialami laki-laki
dan perempuan sama seringnya. Kesembuhan terjadi spontan dan komplet pada
sekitar 95% pasien sekalipun gangguan motorik atau reflex yang ringan dapat
menetap pada kaki dan tungkai. Prognosis sindrom ini paling baik jika keluhan
dan gejala sudah menghilang sebelum 15-20 hari sesudah awitan penyakit.
GBS tersebar diseluruh dunia terutama di negara–negara berkembang dan
merupakan penyebab tersering dari paralysis akut. Insiden banyak dijumpai
pada dewasa muda dan bisa meningkat pada kelompok umur 45-64 tahun.
Lebih sering dijumpai pada laki – laki dari pada perempuan. Puncak yang agak
tinggi terjadi pada kelompok usia 16-25 tahun, tetapi mungkin juga
berkembang pada setiap golongan usia. Sekitar setengah dari korban
mempunyai penyakit febris ringan 2-3 minggu sebelum awitan. Infeksi febris
biasanya berasal dari pernapasan atau gastrointestinal.
Angka kejadian penyakit ini berkisar 1,6 iga puluh persen% penderita ini
membutuhkan mesin bantu pernafasan untuk bertahan hidup, sementara 5%
pesampai 1,9/100.000 penduduk per tahun lebih dari 50% kasus biasanya
didahului dengan infeksi saluran nafas atas. Tnderita akan meninggal,
meskipun dirawat di ruang perawatan intensif. Sejumlah 80% penderita
sembuh sempurna atau hanya menderita gejala sisa ringan, berupa kelemahan
ataupun sensasi abnormal, seperti halnya kesemutan atau baal. Lima sampai
sepuluh persen mengalami masalah sensasi dan koordinasi yang lebih serius
dan permanen, sehingga menyebabkan disabilitas berat; 10% diantaranya

1
beresiko mengalami relaps. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas
mengenai Sindrom Guilin bare.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit Guillaine Barre Syndrom
2. Apa saja hal-hal yang menyebabkan penyakit Guillaine Barre Syndrom
3. Apa saja tanda dan gejala penyakit Guillaine Barre Syndrom
4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Guillaine Barre Syndrom
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Guilin Bare syndrom

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit Guillaine Barre Syndrom
2. Untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan Guillaine Barre Syndrom
3. Untuk mengetahui proses pathogenesis penyakit Guillaine Barre Syndrom
4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Guillaine Barre Syndrom
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Guillaine Barre
Syndrom

D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
- Mahasiswa dapat mengetahui segala hal tentang penyakit Guillaine
Barre Syndrom
- Mahasiswa dapat menyebarkan pengetahuan tentang penyakit Guillaine
Barre Syndrom
- Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana mengidentifikasi penyakit
Guillaine Barre Syndrom

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Guilin bare sindrom juga dikenal dengan nama polyneuritis infeksiosa,
sindrom Landry-Guilain Bare, atau polyneuritis idiopatik akut, merupakan
bentuk polyneuritis yang akut, progresif cepat, serta berpotensi fatal dan
menyebabkan kelemahan otot serta gangguan sensoris sebelah distal.
Guilin bare sindrom adalah sindrom klinis yang ditunjukan oleh awitan
akut dari gejala-gejala yang mengenai saraf perifer dan cranial.
Sindrom Guilin bare didefinisikan sebagai kelainan akibat demielinasi dari
saraf perifer disebabkan oleh karena reaksi imunologis baik seluler maupun
humoral.
Sindrom ini terjadi dalam 3 fase:
1. Fase akut dimulai pada awitan gejala definitive yang pertama dan berakhir
1-3 minggu kemudian. Kemunduran lebih lanjut tidak terjadi sesudah fase
akut.
2. Fase plateu berlangsung selama beberapa hari hingga beberapa minggu.
3. Fase kesembuhan dinggap terjadi bersamaan dengan remielinisasi dan
pertumbuhan kembali tonjolan akson. Fase ini melampaui 4-6 bulan, tetapi
bisa berlangsung sampai 2-3 tahun jika penyakit berat.

B. Anatomi fisiologi

3
Neuron terdiri dari:
a. Axon
Axon merupkan serat saraf utama neuron, yang berfungsi
menghantarkan impuls keluar dari badan  sel. Axon adalah bagian yang
menyampaikan impuls ke neuron lain, otot dan kelenjar. Berukuran
panjang dan berbentuk silinder tipis, tempat lewatnya sinyal listrik yang
dimulai dari dendrit dan badan sel. Akson mentransmisikan sinyal awal ke
neuron lain atau ke otot atau ke kelenjar. Akson juga disebut serabut saraf,
banyak serabut saraf yang melintas bersama disebut saraf. Pada beberapa
saraf, akson akan ditutup lapisan lemak yang terisolasi, yang disebut
myelin.
b. Badan sel
Badan sel merupakan bagian utama neuron yang berisi inti dan sel.
Badan sel merupakan tempat mengolah informasi.
c. Dendrite
Dendrit adalah bagian penerima input neuron, berukuran pendek dan
bercabang-cabang, yang merupakan perluasan dari badan sel.Dendrite
berbentuk seperti antena, dan merupakan tempat penerimaan sinyal dari sel
saraf lain. Denrit mengumpulkan impuls saraf dari neuron lain atau ujung
saraf sensorik.
d. Nodus neurofibra 
Nodus neurofibra disebut juga nodus ranfier yang merupakan bagian
akson yang tidak dibungkus oleh myelin.Nodus neurofibra berfungsi
untukmempercepat transmisi impuls saraf.Adanya nodus ranvier tersebut
memungkinkan saraf meloncat dari satu nodus ke nodus yang lain,
sehingga impuls lebih cepat sampai pada tujuan.
e. Sel Schwann
Sel ini mirip lembaran yang tumbuh disekitar sebagian akson(serat)
untuk membentuk selubung myelin.

4
f. Selubung Myelin
Selubung myelin juga disebut neurilema atau selubung
Schwann.Selubung myelin merupakan sruktur berbentuk spiral berisi
myelin berlemak yang membantu mempercepat perjalanan dan mencegah
impuls pudar atau bocor.Selubung myelin sebagai isolator listrik, mencegah
arus pendek antara akson, dan mempasilitasi konduksi.Nodus ranvier
adalah satu-satunya titik dimana akson tidak tertutup myelin dan ion-ion
dapat berpindah diantaranya dan cairan ekstraseluler.Depolarisasi
membrane aksonal pada nodus ranvier memperkuat potensial aksi yang
dihantarkan sepanjang akson dan ini adalah dasar konduksi saltatori
(meloncat). 

C. Penyebab
Penyebab sindrom Guilin bare yang tepat belum diketahui, tetapi penyakit
ini bisa merupakan respon imun yang diantarai sel terhadap suatu virus. Sekitar
50% pasien sindrom Guilin bare memiliki riwayat demam ringan yang baru
saja terjadi dan biasanya berupa infeksi saluran nafas atas atau yang lebih
jarang lagi, gestroninteritis. Kalau infeksinya mendahului awitan sindrom gulin
bare, tanda-tanda infeksi sudah mereda sebelum gambaran neurologi muncul.
Factor presipitasi lain yang mungkin meliputi :
1. Pembedahan
2. Vaksinasi rabies atau influenza
3. Penyakit Hodgkin atau penyakit malignan lain
4. Sistemik lupus eritematosus

D. Tanda dan gejala


Gejala timbul secara progresif dan meliputi:
1. Kelemahan otot yang simetris (tanda neurologis utama) dan muncul
pertama-tama pada tungkai (tipe asenden) yang kemudian meluas ke lengan
serta mengenai nervus fasialis dalam 24 hingga 72 jam akibat terganggunya
transmisi impuls melalui radiks saraf anterior.

5
2. Kelemahan otot yang pertama-tama terasa pada lengan (tipe desenden) atau
terjadi sekaligus pada lengan dan tungkai akibat terganggunya transmisi
impuls melalui radiks saraf anterior.
3. Tidak terdapat kelemahan otot atau hanya mengenai nervus fasialis (pada
bentuk yang ringan)
4. Parestesia yang kadang-kadang mendahului kelemahan otot, tetapi akan
menghilang dengan cepat : keluhan ini terjadi karena terganggunya
transmisi impuuls lewat radiks saraf dorsalis
5. Diplegia yang mungkin disertai oftalmoplegia (paralisisokuler) akibat
terganggunya transmisi impuls melalui radiks saraf motorik dan terkenanya
nervus kranialis III, IV, serta VI.
6. Disfagia atau disartria dan yang lebih jarang terjadi, kelemahan otot yang
dipersarafi nervus kranialis XI (nervus aksesorius spinalis)
7. Hipotonia dan arfeksia akibat terganggunya lengkung reflex.

E. Patofisiologis
Pada Syndrom Guilin Bare, selubung myelin yang mengelilingi akson
hilang. Selubung myelin tersebut sangat rentan terhadap cidera karena banyak
agen dan kondisi, termasuk trauma fisik, hipoksemia, bahan kimia beracun,
insufisiensi, vascular, dan reaksi imunologis. Demielinasi adalah respon umum
dari jaringan syaraf terhadap kondisi merugikan ini.
Akson yang bermielin mengantarkan impuls syaraf lebih cepat daripada
akson yang tidak bermielin. Disepanjang rangkaian serabut bermielin terdapat
interupsi diselubung yang disebut nodus ranvier, tempat terjadinya kontak
langsung antara membrane sel akson dan cairan ekstraseluler. Membran ini
sangat permeable pada nodus ini, yang menimbulkan konduksi yang sangat
baik. Perpindahan ion ke dalam dan k eluar akson dapat terjadi dengan cepat
hanya di nodus ranvier, oleh karena itu, impuls syaraf disepanjang serabut
bermielin dapat melompat dari nodus satu ke nodus lain ( disebut konduksi
saltatori ) dengan cepat. Hilangnya selubnug mielin pada Syndrom Guilin Bare
menyebabkan konduksi saltatori tidak dapat dilakukan dan transmisi impuls

6
syaraf dibatalkan.
Teori saat ini mengenai proses penyakit Syndrom Guilin Bare
menyebutkan bahwa mekanisme sel T limfosit primer adalah penyebab
inflamasi. Sel bermigrasi melalui dinding pembuluh menuju syaraf perifer.
Hasilnya adalah edema, dan inflamasi perivaskular. Makrofag kemudian
menghancurkan mielin.

7
F. Pathway

8
9
G. Komplikasi
Komplikasi yang sering ditemukan meliputi :
1. Tromboflebitis
2. Dekubitus (ulkus karena tekanan)
3. Pelisutan otot
4. Sepsis
5. Kontraktur sendi
6. Aspirasi
7. Infeksi taktus respiratorius
8. Gagal nafas mekanis
9. Sinus takikardia atau bradikardi
10. Hipertensi dan hipotensi postural
11. Gangguan kontrol sfingter kandung kemih dan usus

H. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnose GBS sangat tergantung pada riwayat penyakit dan
perkembngan gejala-gejala klinik tidak ada satu pemeriksaan pun yang dapat
memastikan GBS, pemeriksaan tersebut hanya menyingkirkan gangguan.
Fungsi lumbal dapat menunjukan kadar protein normal pada awalnya, dalam
kenaikan pada minggu ke -4 sampai ke-6.
Pemeriksaan kondusif saraf mencatat transmisi impuls sepanjang serabut
saraf, dan pada pasien GBS kecepatan konduksi akan menurun
Sekitar 25% orang dengan penyakit ini mempunyai antibodi baik terhadap
sitomegalo virus atau virus Epstein-Barr. Telah ditunjukkan bahwa suatu
perubahan respon imun pada antigen saraf perifer dapat menunjang
perkembangan gangguan.
Uji fungsi pulmonal dapat dilakukan jika GBS terduga, sehingga dapat
ditetapkan nilai dasar untuk perbandingan sebagai kemajuan penyakit.
Penurunan kapasitas fungsi pulmonal dapat menunjukan kebutuhan akan
ventilasi mekanik.

10
I. Penatalaksanaan
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara
umum bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat
sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka
kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan.
Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat
penyembuhan melalui sistem imunitas Sindrom, Guillain Barre
dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis dan pasien diatasi di unit
perawatan intensif.
1. Pengaturan jalan napas
Respirasi diawasi secara ketat terhadap perubahan kapasitas vital dan
gas darah yang menunjukkan permulaan kegagalan pernafasan.Setiap ada
tanda kegagalan pernafasan maka penderita harus segera dibantu dengan
oksigenasi dan pernafasan buatan. Trakheotomi harus dikerjakan atau
intubasi penggunaan ventilator jika pernafasan buatan diperlukan untuk
waktu yang lama atau resiko terjadinya aspirasi. Walaupun pasien masih
bernafas spontan, monitoring fungsi respirasi dengan mengukur kapasitas
vital secara regular sangat penting untuk mengetahui progresivitas penyakit.
2. Pemantauan EKG dan tekanan darah
Monitoring yang ketat terhadap tekanan darah dan EKG sangat
penting karena gangguan fungsi otonom dapat mengakibatkan timbulnya
hipotensi atau hipertensi yang mendadak serta gangguan irama jantung.
Untuk mencegah takikardia dan hipertensi, sebaiknya diobati dengan obat-
obatan yang waktu kerjanya pendek (short-acting), seperti : penghambat
beta atau nitroprusid, propanolol. Hipotensi yang disebabkan disotonomi
biasanya membaik dengan pemberian cairan iv dan posisi terlentang
(supine). Atropin dapat diberikan untuk menghindari episode brakikardia
selama pengisapan endotrakeal dan terapi fisik. Kadang diperlukan
pacemaker sementara pada pasien dengan blok jantung derajat 2 atau 3.

11
3. Plasmaparesis
Pertukaran plasma (plasma exchange) yang menyebabkan reduksi
antibiotik ke dalam sirkulasi sementara, dapat digunakan pada serangan
berat dan dapat membatasi keadaan yang memburuk pada pasien
demielinasi.Bermanfaat bila dikerjakan dalam waktu 3 minggu pertama dari
onset penyakit. Jumlah plasma yang dikeluarkan per exchange adalah 40-50
ml/kg. Dalam waktu 7-14 hari dilakukan tiga sampai lima kali exchange.
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Albumin : dipakai pada plasmaferesis, karena
Plasma pasien harus diganti dengan suatu substitusi plasma.
4. Pengobatan imunosupresan
Pengobatan imunosupresan berfungsi untuk menekan pembentukan
antibody. Imunoglobulin IV. Beberapa peneliti pada tahun 1988 melaporkan
pemberian immunoglobulin atau gamaglobulin pada penderita GBS yang
parah ternyata dapat mempercepat penyembuhannya seperti halnya
plasmapharesis.Gamaglobulin (Veinoglobulin) diberikan perintravena dosis
tinggi.Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan
dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan
tetapi harganya mahal. Dosis  aintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari
dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai
sembuh.  imunoglobulin intravena (IVIG 7s) : dipakai untuk memperbaiki
aspek klinis dan imunologis dari GBS dan Dosis dewasa adalah 0,4
g/kg/hari selama 5 hari (total 2 g selama 5 hari) dan bila perlu diulang
setelah 4 minggu. Kontraindikasi IVIg : adalah hipersensitivitas terhadap
regimen ini dan defisiensi IgA, antibodi anti IgE/ IgG. Tidak ada interaksi
dng obat ini dan sebaiknya tidak diberikan pd kehamilan.
5. Perawatan umum
 Perawatan immobilisasi : Mencegah timbulnya luka baring/bed sores
dengan perubahan posisi tidur.
6. Fisioterapi yang teratur dan baik juga penting
Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan

12
kolaps paru. Segera setelah penyembuhan mulai fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot.
7. Spint mungkin diperlukan untuk mempertahakan posisi anggota gerak yang
lumpuh.
8. Kekakuan sendi dicegah dengan gerakan pasif. Gerakan pasti pada kaki
yang lumpuh mencegah deep voin thrombosis.
9. Perawatan kulit, kandung kemih, saluran pencernaan, mulut, faring dan
trakhea.
10. Infeksi paru dan saluran kencing harus segera diobati.
11. Bila ada nyeri otot dapat dapat diberikan analgetik.

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Ny. Y usia 43 tahun di rawat diruang ICU dengan diagnosa medis Guilin
Bare Sindrom. Satu minggu sebelum masuk RS pasien demam,diare, batuk
berdahak, pilek dan radang tenggorokankemudian pasien minum obat
Ciprofloxacin, IntunalF, Neurodex. Dua hari sebelum masuk RS keluhan
demammembaik,masih batuk berdahak, kedua telapakkaki kesemutan. Pasien
masih bisa mengendaraisepeda motor dan bekerja seperti biasa.Satu hari sebelum
masuk RS, pasien mengeluhkesemutan semakin meluas hingga tungkai
atasdisertai rasa kebas dan kesemutan di ujung-ujungjari kedua tangan.Hari masuk
RS, pasien merasa keluhan baal dankesemutan meluas hingga perut, juga
kelemahankedua kaki (sulit mengangkat kaki), masih dapatberjalan tanpa bantuan.
Kedua tangan mulaimelemah tetapi masih dapat memegang bendaPasien
merasakan kelemahan kedua kaki memberat,tidak dapat berjalan, kedua tangan
dirasa lemas;rasa baal(+). TD 130/70 mmHg, Nadi 110x/menit, RR 12x/menit,
Suhu 37,3ͦ C.

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama pasien: Ny. Y
b. Umur : 43 tahun
2. Riwayat penyakit sekarang
a. Keluhan utama: pasien merasakan lemah pada keempat anggota gerak
b. Riwayat penyakit sekarang: Satu minggu sebelum masuk RS pasien
demam,diare, batuk berdahak, pilek dan radang tenggorokankemudian
pasien minum obat Ciprofloxacin, IntunalF, Neurodex. Dua hari
sebelum masuk RS keluhan demammembaik,masih batuk berdahak,
kedua telapakkaki kesemutan. Pasien masih bisa mengendaraisepeda
motor dan bekerja seperti biasa.Satu hari sebelum masuk RS, pasien
mengeluhkesemutan semakin meluas hingga tungkai atasdisertai rasa

14
kebas dan kesemutan di ujung-ujungjari kedua tangan.Hari masuk RS,
pasien merasa keluhan baal dankesemutan meluas hingga perut, juga
kelemahankedua kaki (sulit mengangkat kaki), masih dapatberjalan
tanpa bantuan. Kedua tangan mulaimelemah tetapi masih dapat
memegang bendaPasien merasakan kelemahan kedua kaki
memberat,tidak dapat berjalan, kedua tangan dirasa lemas;rasa baal(+).
3. Riwayat penyakit dahulu: riwayat febris (+), riwayat trauma (-).
4. Riwayat penyakit keluarga: (-)
5. Observasi dan pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital: TD 130/70 mmHg, Nadi 110x/menit, RR 12x/menit,
Suhu 37,3ͦ C.
b. System pernafasan (Breathing)
1) Obstruksi: (+)
2) Benda asing: cair
3) Batuk: produktif
4) Secret: banyak, warna hijau, konsistensi cair
5) Irama nafas: tidak teratur
6) Suara nafas: vesikuler
7) Alat bantu nafas: NRM 8 liter/menit
8) WSD: (-)
9) Penggunaan ventilator: terpasang ET no 7 on ventilator, Mode
SIMV 450, RR 12x/menit
c. System kardiovaskular (Circulation)
1) Nadi: teraba
2) Keluhan nyeri dada: (-)
3) Irama jantung: teratur
4) Suara jantung: S1-S2 reguler
5) Akral: hangat
d. System persyarafan (Brain)
1) GCS: E4 VT M6
2) Refleks fisiologis: (+)

15
3) Refleks patologis: (-)
4) Keluhan pusing: (+)
5) Pupil: isokhor 3/3 mm
6) Tanda PTIK: (-)
7) Curiga fraktur cervical: (-)
e. System perkemihan (Bladdder)
1) Kebersihan: bersih
2) Keluhan kencing: (-)
3) Produksi urin: 0,7 ml/kgBB/jam
4) Intake cairan
5) Alat bantu kateter: terpasang
f. System pencernaan (Bowel)
1) Mukosa mulut: lembab
2) Gangguan menelan
3) Jejas abdomen: (-)
4) Peristaltic: normal 10x/menit
g. System musculoskeletal dan integument (Bone)
1) Pergerakan sendi: terbatas
2) Kelainan ekstremitas: kelemahan di keempat anggota gerak
3) kekuatan otot: 4/4/4 4/4/4
3/3/3 3/3/3
4) Kelainan tulang belakang: (-)
5) Fraktur: (-)
6) Traksi/spalk/gips: (-)
7) Kompartemen sindrom: (-)
8) Dekubitus: (-)
9) Luka: (-)
h. System endokrin
1) Gula darah sewaktu: 129 mg/dL
6. Pengkajian psikososial
a. Personal hygieni: Bersih

16
b. Kebutuhan tidur: Cukup
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin 13,9 gr/dL
AL 8,8
Hematokrit 40,1%
AE 4,99
Elektrolit Na 136 mmol/L
Kalium 3,6 mmol/L
Gula darah sewaktu 129 mg/dL
b. Rontgent thorax: Pleural reaction bilateral, Cor dalam batas normal
8. Terapi
a. Inj. Ceftriaxon 1g/8jam
b. Inj. Mecobalamin 1000mcg/12jam
c. Inj. Alinamin F 1A/24jam
d. Inj. Omeprazol 1A/24jam
e. Inj. Metilprednisolon 125mg/8jam
f. Ambroxol 3x30mg
g. Nebulisasi
h. Ventolin: NACl/8jam
i. Sedasi kontinyu dengan midazolam (1mg/jam)
j. Fentanil kontinyu 0,5mcg/kgBB/jam
k. Plasma exchange
l. Fisioterapi dada dan ekstremitas

B. Analisa data
Data Etiologi Problem
DO: Penumpukan sekret Ketidakefektifan
- Obstruksi: (+) bersihan jalan nafas
- Benda asing: cair
- Batuk: produktif
- Secret: banyak, warna hijau,
konsistensi cair

17
- Irama nafas: tidak teratur
- Suara nafas: vesikuler
- Alat bantu nafas: NRM 8
liter/menit
- WSD: (-)
- Penggunaan ventilator: terpasang
ET no 7 on ventilator, Mode SIMV
450, RR 12x/menit
DS: Gangguan Hambatan
- Keluarga pasien mengatakan neuromuskular mobilitas fisik
Pasien merasakan kelemahan
kedua kaki memberat, tidak dapat
berjalan
- Kelurga pasien mengatakan kedua
tangan pasien dirasa lemas
- Kelurga pasien mengatakan pasien
rasa baal(+)
DO:
- Pergerakan sendi: terbatas
- Kelainan ekstremitas: kelemahan di
keempat anggota gerak
- Kekuatan otot: 4/4/4 4/4/4
3/3/3 3/3/3

C. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan sekret
2. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular
D. Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
keperawatan (NOC)
Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan - Kaji/pantau frekuensi
bersihan jalan nafas keperawatan selama 3x24 pernafasan, catat rasio

18
b.d penumpukan jam, jalan nafas pasien inspirasi/ekspirasi
sekret kembali efektif. - Lakukan fisioterapi dada
Kriteria Hasil: - Lakukan suction
a. Sesak berkurang - Berikan bantuan terapi
b. Batuk berkurang nafas misalnya Nebulizer
c. Klien dapat - Berikan obat sesuai dengan
mengeluarkan sputum indikasi bronkodilator.
d. Vital dalam batas
normal
e. Keadaan umum baik.

Gangguan mobilitas Pasien dapat terbebas dari - Pertahankan ROM sendi


fisik b.d gangguan komplikasi imobilisasi - Baringkan dengan posisi
neuromuskular yang dapat dicegah yang baik di tempat tidur
misalnya kontraktur, - Dapatkan konsltasi
kerusakan kulit, rehabilitas, terapi fisik dan
atelektasis, dropfoot, terapi okupasi
trombosis vena dalam - Ubah posisi sedikitnya
(TVD) setiap 2jam
- Hindari melatih otot-otot
pasien selama terjadi nyeri
tekan atau nyeri, karena
mungkin dapat
meningkatkan demielinisasi
- Kaji terhadap tanda-tanda
kemerahan, pans, atau nyeri
atau tanda Horma’s pada
ektremitas bawah setiap
pergantian tugas jaga
- Mulai ajarkan keluarga
latihan untuk ROM

19
E. Implementasi keperawatan
Hari/tanggal Implementasi Respon
- Mengkaji frekuensi
pernafasan, catat rasio
inspirasi/ekspirasi
- Makukan fisioterapi dada
- Makukan suction
- Merikan bantuan terapi nafas
misalnya Nebulizer dengan
obat Ventolin: NACl/8jam
- Merikan obat Ambroxol
3x30mg sesuai dengan
indikasi bronkodilator

- Merpertahankan ROM sendi -


- Membaringkan dengan posisi
yang baik di tempat tidur
- Mengkonsultasi rehabilitas,
terapi fisik dan terapi okupasi
- Mengubah posisi sedikitnya
setiap 2jam
- Menghindari melatih otot-
otot pasien selama terjadi
nyeri tekan atau nyeri,
karena mungkin dapat
meningkatkan demielinisasi
- Mengkaji terhadap tanda-
tanda kemerahan, pans, atau
nyeri atau tanda Horma’s
pada ektremitas bawah setiap
pergantian tugas jaga
- Mengajarkan keluarga latihan

20
untuk ROM

F. Evaluasi
Hari/tangga Evaluasi Paraf
l
S: (-)
O:
- Obstruksi: (+)
- Benda asing: cair
- Batuk: produktif
- Secret: berkurang, warna hijau, konsistensi cair
- Irama nafas: tidak teratur
- Alat bantu nafas: NRM 8 liter/menit
- Penggunaan ventilator: terpasang ET no 7 on ventilator,
Mode SIMV 450, RR 12x/menit
A: Masalah ketidakefektfan bersihan jalan nafas masih
berlangsung
P: Lanjutkan intervensi
S:
- Keluarga pasien mengatakan Pasien merasakan
kelemahan kedua kaki memberat, tidak dapat berjalan
- Kelurga pasien mengatakan kedua tangan pasien dirasa
lemas
- Kelurga pasien mengatakan pasien rasa baal(+)
O:
- Pergerakan sendi: terbatas
- Kelainan ekstremitas: kelemahan di keempat anggota
gerak
- Kekuatan otot: 4/4/4 4/4/4
3/3/3 3/3/3
A: Masalah hambatan mobilitas fisik masih berlangsung
P: Lanjutkan intervensi

21
22
BAB IV
PEMBAHASAN

1. Penatalaksanaan Guillain-Barre Syndrome Di Icu


Jurnal Sudadi, dkk tentang Penatalaksanaan Guilin Bare Sindrome di
ICU menjelaskan mayoritas pasien menunjukkan penyakit minor dalam 8
minggu sebelum gejala klinis utama, dengan insidensi puncak 2 minggu
sebelumnya. Setengah dari pasien mengalami parestesia yang dimulai pada
tangan dan kaki. Dua puluh lima persennya mengeluh kelemahan motorik dan
sisanya mengalami keduanya. Kelemahan motorik berkembang menjadi
paralisis flasid yang menjadi keluhan dominan dari pasien. Hilangnya
kekuatan dan menurun atau hilangnya reflek tendon biasanya terjadi dari distal
dan naik, tetapi dapat juga terjadi acak. Saraf kranial terlibat pada 45% kasus,
yang paling sering adalah nervus fasialis, diikuti nervus glossofaringeus, dan
nervus vagus. Sepertiga pasien membutuhkan ventilator.
Pasien dilakukan intubasi perawatan di ICU karena pasien mulai
mengalami distress respirasi. Gagal nafas merupakan salah satukomplikasi
GBS yang paling sering dan paling ditakuti. Persentase pasien GBS yang
membutuhkan ventilasi mekanik antara 25% sampai 44%. Demielinisasi
nervus phrenikus dan intercostal menyebabkan mekanikal paru terbatas,
kesulitan menelan akibatkelemahan otot faring menyebabkan risiko aspirasi.
Ventilasi mekanik diberikan jika batuk tidak adekuat, kolaps pulmonal,
berkembangnya konsolidasi, analisa gas darah abnormal, dispneu, takipneu
atau terlihat kehabisan tenaga. Gagal nafas pada pasien GBS dapat terjadi tiba-
tiba, mengancam nyawa dan menyebabkan morbiditas yang signifikan.Status
respirasi pasien GBS harus dimonitor hati-hati dan frekuen. Pemulihan
pernafasan berlangsung lambat pada GBS, menyebabkan penggunaan
ventilator mekanik yang lama. Setengah dari pasien GBS yang terintubasi
membutuhkan trakeostomi.
Pada pasien dengan nafas spontan, fisioterapi dada dan monitoring
fungsi respirasi merupakan hal yang penting. Penilaian regular terhadap

23
kapasitas vital merupakan cara terbaik untuk menilai kegagalan respirasi.
Pasien dengan kapasitas vital kurang dari 15ml/kg atau 30% dari nilai yang
diprediksikan, atau peningkatan PCO2 arterial membutuhkan ventilasi
mekanik.Obat yang berhubungan dengan instabilitas kardiovaskular pada
GBS :
• Obat yang menyebabkan hipotensi yaitu Phentolamin, Nitrogliserin,
Edrophonium,Thiopental, Morfin, Furosemid
• Obat yang menyebakan hipertensi yaitu Fenilefrin, Efedrin, Dopamin,
Isoprenalin
• Aritmia yaitu Suksamethonium
Jika memugkinkan makanan dapat diberikan enteral atau via pipa
nasogastrik jika menggunakan ventilator.
Nyeri anggota tubuh, terutama dengan gerakan pasif, sangat sering
terjadi dan terkadang agak parah. Analgesik non steroid dan obat antidepresan
dapat diberikan, tetapi jika nyeri sulit dikontrol, opioid sering diperlukan.
Metadon, fentanyl, gabapentin dan tramadol juga dianjurkan . Masalah
psikologi, terutama depresi, sering terjadi, dan beberapa pasien memerlukan
obat antidepresi.
Pada jurnal ini menyimpulkan bahawa Plasma exchange memperbaiki
prognosis pada pasien dengan GBS secara dramatis. Gagal nafas merupakan
komplikasi GBS yang dapat mengancam kehidupan, sebanyak 10-30% pasien
GBS membutuhkan ventilasi mekanik. Terapi segera menggunakan plasma
exchange, bersamaan dengan perawatan suportif umumnya akan sembuh
sempurna. GBS mempunyai prognosis yang secara umum baik jika
komplikasi dapat diterapi segera.

2. Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) pada Pasien dengan Sindrom


Guillain-Barre
Pada jurnal Anti Dharmayanti tentang Ventilator-Associated Pneumonia
(VAP) menjelaskan pada pasien dengan Sindrom Guillain-Barre Sindrom
Guillain-Barre adalah penyakit autoimun langka dalam bentuk polineuropati

24
karena demielinasi saraf serat dengan karakteristik simetris dan kelemahan
otot menaik progresif, kelumpuhan dan hiporefleksia, dengan atau tanpa gejala
sensorik atau otonom.Otot Kelemahan menyebabkan kegagalan pernafasan
dan medis darurat yang membutuhkan perawatan segera. Hasil analisis gas
darah menunjukkan pernapasan asidosis karena penyakit neuromuskuler
(GBS) menyebabkan gerakan dinding dada yang tidak normal dan depresi
pernafasan karena ada yang abnormal CO2 kadaluarsa, akumulasi CO2 dan
yang lainnya mengakibatkan asidosis respiratorik dan ancaman kegagalan
pernafasan. Pasien dengan kondisi tersebut haeus dirawat di ICU dan
terpasang ventilator.
Pada pasien yang mengalami demam (37,80) leukositosis berat dan
penyakitnya rontgen dada mengungkapkan deskripsi pneumonia di paru-paru
dan diagnosis sepsis karena untuk VAP (VAP onset awal) didirikan sejak itu
dikembangkan selama 4 hari pertama berikutnya instalasi intubasi atau
ventilator. Berdasarkan pada awal infeksi, VAP dikategorikan menjadi 2
kelompok, yaitu VAP awal-awal, yang VAP terjadi dalam 4 hari pertama
setelahnya instalasi intubasi dan ventilator; sementara VAP onset lambat
adalah VAP yang terjadi lebih dari 5 hari setelah pemasangan ventilator.
Sekitar 50% kasus VAP terjadi dalam 4 hari pertama berikutnya pemasangan
ventilator (VAP onset dini), yang biasanya memiliki prognosis yang baik dan
disebabkan oleh Bakteri yang masih sensitif terhadap banyak antibiotik
pengobatan. Sebaliknya, VAP onset lambat adalah disebabkan oleh organisme
yang resistan terhadap beberapa obat (MDRO) untuk antibiotik, yang biasanya
karena berlebihan paparan antibiotik atau antibiotik tidak rasional pengobatan
dan telah dikaitkan dengan yang lebih tinggi angka kesakitan dan kematian
dibandingkan dengan onset dini VAP.
Pada sindrom Guillain-Barre, abnormal Dapat terjadi refleks batuk dan
pasien mungkin mengalami kesulitan dalam mengeluarkan dahak. selain itu,
kebersihan mulut pasien juga tidak terawat. Pseudomonas putida, yang
ditemukan mungkin adalah mikroorganisme lingkungan yang terdapat di
rongga mulut dan orofaring pasien dan diambil selama pengumpulan sampel

25
dari pipa hisap di ICU. Mengumpulkan spesimen dari dahak , ketika kita
melihat patogenesis VAP, P. putida mungkin masih dianggap sebagai
penyebab VAP, yang pada awalnya membentuk kolonisasi di orofaring dan
kemudian dihirup selama pemasangan ventilator dan diduga menyebabkan
infeksi paru-paru (VAP) meskipun itu adalah mikroorganisme yang kurang
umum untuk menyebabkan VAP dan jarang menyebabkan infeksi pada
manusia. Apalagi sampai saat ini, belum ada literatur itu menunjukkan P.
putida sebagai penyebab VAP. Untuk mengkonfirmasi itu, pengambilan
sampel berulang harus dilakukan pada waktu itu menggunakan teknik yang
benar dan tepat mengumpulkan spesimen.
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Perawatan kebersihan
mulut yang tidak efektif memiliki potensi mengembangkan VAP dan VAP
berulang. Memperoleh sampel harus dilakukan dengan menggunakan yang
sesuai prosedur dan jika perlu, itu harus diulang untuk mendapatkan hasil
yang akurat. Interpretasi hasil budaya juga harus cermatdievaluasi untuk
memberikan informasi yang bermanfaat dan efektif untuk manajemen dan
perawatannya.

3. Pengalaman Pasien Sindrom Guillain-Barre (SGB) Pada Saat Kondisi Kritis


Di Ruang Intensive Care Unit (Icu)
Pada jurnal Wahyu Rima Agustin tentang Pengalaman Pasien Sindrom
Guilin Barre (SGB) Pada Saat Kondisi Kritis di Ruang Intensive Care Unit
(ICU) RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung menjelaskan pengalaman pasien
Sindrom Guillain-Barre pada saat Kondisi Kritis dipersepsikan berbeda oleh
setiap pasien secara mendalam meliputi pengalaman fisik, psikologis, spiritual
dan sosial  pasien Sindrom Guillain-Barre pada saat kondisi kritis di ruang
Intensive Care Unit (ICU).
SGB umumnya terjadi didahului oleh adanya infeksi pernafasan,
gastrointestinal sekitar 1 – 4 minggu sebelum terjadi serangan neurologik.
Sistem kekebalan tubuh menghancurkan selubung myelin dan akson, sehingga
saraf tidak dapat mengirim sinyal secara efisien ke otak. Gejala yang

26
ditimbulkan berupa kelemahan dan sensasi kesemutan di kaki dan tangan,
ketidakmampuan berjalan, kesulitan gerakan mata, wajah, berbicara,
mengunyah atau menelan dan rasa sakit di punggung bagian bawah, sulit
mengontrol kandung kemih atau fungsi usus. SGB apabila tidak tertangani
dari awal timbulnya gejala dapat mengakibatkan kelumpuhan yang bisa
menyebabkan kematian .
Gejala SGB sampai pada kondisi penderita menjadi lumpuh bisa
berlangsung beberapa hari dan bisa memburuk dengan cepat dalam beberapa
jam. SGB dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis yang membutuhkan
perawatan intensif, karena perjalanan penyakit yang begitu cepat. Sekitar 30%
terjadi kesulitan bernafas dan memerlukan bantuan ventilasi mekanik.
Beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan
penggunaan ventilasi endotrakeal adalah waktu antara terjadinya onset hingga
masuk rumah sakit kurang dari 7 hari, tidak mampu batuk, tidak mampu
berdiri, tidak mampu mengangkat kedua lengan. Adanya minimal satu dari
indikasi tersebut sudah merupakan indikasi perawatan di Intensive Care Unit
(ICU). Pasien dirawat di ruang intensif dan harus berjuang melewati kondisi
kritis, dari beberapa kasus bahwa pasien mengalami koma dan akhirnya
meninggal, adapula yang mampu melewati kondisi kritis.
Rata – rata waktu lama rawat di ruang ICU lebih dari 1 bulan dengan
terpasang ventilasi mekanik dan rata – rata berusia sekitar 19 – 20 tahun,
semua pasien mengalami perbaikan status hemodinamik dan mampu melewati
kondisi kritis walaupun masih meninggalkan gejala sisa secara fisik. Selama
pasien di rawat kebutuhan sehari – hari di ruang ICU sebagian besar dibantu
oleh perawat. Peran perawat hanya berfokus pada status hemodinamik pasien
dan pemberian perawatan fisik masih menjadi tujuan utama, sedangkan
pemberian perawatan secara psikologis belum optimal dilakukan oleh perawat.
Dari ungkapan yang pasien rasakan, pasien lebih membutuhkan
pendampingan baik dukungan psikologis ataupun spiritual dan tidak hanya
berfokus pada dukungan fisik. Pasien mengungkapkan selalu ingin diberikan
motivasi secara bersamaan di setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat

27
pada saat berhadapan langsung dengan pasien.
Pada dasarnya penyakit SGB berbeda dengan penyakit neurologi
lainnya, penyakit ini menyerang pada bagian sistem saraf perifer yang
menyebabkan kelumpuhan terjadi secara simetris lebih dari satu anggota
gerak, jarang yang asimetris. Pasien SGB berada pada kondisi kritis karena
mengalami depresi pada otot – otot pernafasan dan harus dirawat di ruang
intensif, tetapi tidak sampai menimbulkan koma dan hanya mengalami
penurunan kesadaran pada tingkat somnolen.
Pada pasien dengan SGB kerusakan bukan terdapat pada susunan saraf
pusat sehingga tidak sampai menimbulkan keadaan koma, tetapi pasien bisa
mengalami ancaman kematian karena mengalami kesulitan bernafas. Tanda
khas pada penyakit SGB yaitu penilaian melalui cairan serebrospinal (CSS),
disosiasi albinositologik bahwa peningkatan protein serebrospinalis tanpa
peningkatan jumlah sel.
Pada penelitian ini dapat diidentifikasi pengalaman Pasien Sindrom
Guillain-Barre (SGB) Pada Saat Kondisi Kritis Di Ruang Intensive Care Unit
(Icu ) yaitu :
a. Pengalaman fisik pada saat kondisi kritis adalah: badan Lemah, sesak
Nafas, rasa Baal, nyeri tenggorokan dan batuk.
b. Pengalaman psikologis pada saat kondisi kritis adalah: tidak Percaya,
sedih dan takut.
c. Pengalaman spiritual pada saat kondisi kritis adalah: seperti diambang
kematian dan pasrah.
d. Pengalaman sosial pada saat kondisi kritis adalah: dukungan keluarga
positif , tidak bisa berbicara.
Fenomena pasien SGB yang mengalami perawatan yang cukup lama di
ruang ICU sekarang sedang bermunculan. Bahwa pasien SGB yang di rawat di
ruang intensif tidak sampai mengalami kondisi koma, tetapi dapat
mengakibatkan kematian. Pasien berada dalam kondisi kritis tetapi tidak
sampai berada dalam kondisi koma, Hal tersebut bermanfaat untuk
meningkatkan sikap caring perawat pada pasien  saat kondisi kritis, pada

28
kebutuhan fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Perawat tidak hanya berfokus
dalam pemenuhan kebutuhan fisik saja tetapi kebutuhan  psikologis, spiritual
dan sosial sangat dibutuhkan sebagai upaya memberikan motivasi untuk
sembuh pada pasien Sindrom Guillain-Barre.

29
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
GBS merupakan proses yang diperantarai oleh imunitas, suatu
kelainan yang jarang terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang
sarafnya sendiri. Terjadi kelemahan otot, kehilangan reflex, dan kebas
pada lengan, tungkai, wajah, dan bagian tubuh lain. Kasus ini terjadi
secara akut dan berhubungan dengan proses autoimun. Fokus utama
asuhan keperawatan pada penyakit ini adalah mempertahankan
pernapasan, mencegah komplikasi, memberi dukungan emosional,
mengedalikan nyeri, dan memberikan iformasi prognosis penyakit.
B. Saran
Nutrisi, hygiene, dan istirahat yang cukup dapat membantu meningkatkan
system imun dari tubuh penderita yang mengalami masalah pada bagian system
imun.

30
DAFTAR PUSTAKA

Anti Dharmayanti. Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) pada Pasien dengan


Sindrom Guillain-Barre, dalam
https://www.e-jurnal.com/2018/04/ventilator-associated-pneumonia-vap-
in.html
Hudak, Carolyn M. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.
Kowalak, Jenifer P. 2011. Buku Ajar Ptofisiologis. Jakarta: EGC.
Morton, Patricia G., dkk. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Rab, Tabrani. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: PT
Alumni.
Sudadi, dkk. 2017. Penatalaksanaan Guilin Bare Sindrome di ICU. Jurnal
Komplikasi Anestesi, Vol 4 (2).
Wahyu Rima Agustin. Pengalaman Pasien Sindrom Guilin Barre (SGB) Pada Saat
Kondisi Kritis di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUP DR. Hasan
Sadikin Bandung.

31

Anda mungkin juga menyukai