Anda di halaman 1dari 76

TUGAS ANALISA JURNAL TERAPI MODALITAS PADA LANSIA

KELOMPOK IV
1.Ematul sadiah
2.Erlinawati
3.Ropesta P
4.Tijan Gumanthy
5.Susna erita

Dosen Pengampu: Ns Sumandar S.Kep.M.Kes

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL INSYIRAH


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
PEKAN BARU
2020
JURNAL 1
http://jurnal.fkmumi.ac.id/index.php/woh/article/view/woh1206
Terapi Aktivitas Kelompok terhadap Kemampuan Sosialisasi
Lansia
Fatma Jama1
1Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muslim Indonesia
Email Penulis Korespondesi (K): FatmaJama_M.Kes2@yahoo.co.id

ABSTRAK
Terapi aktifitas kelompok sangat penting dilakukan untuk melatih kemampuan
sosialisasi, khususnya pada lansia yang tinggal di panti sosial. Lansia yang
kemampuan sosialisasinya baik akan lebih mudah dan mampu berinteraksi
sosial ke masyarakat serta lingkungan sekitarnya, sedangkan pada lansia yang
mengalami gangguan bersosialisasi, maka lansia tersebut akan mengalami
kesulitan dalam melakukan interaksi ke masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Lansia pada umumnya akan mengalami masalah dalam kehidupannya dimana
permasalahan tersebut salah satunya adalah perubahan status dan peranannya
dalam kelompok atau masyarakat, serta kurangnya sosialisasi antara lansia satu
dengan lansia lainnya. Lansia yang mengalami permasalahan tersebut akan
sangat berdampak pada perubahan psikososialnya, sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang
dimaksudkan berkaitan dengan ketidakmampuan lansia bersosialisasi ke sesama
lansia lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi
aktifitas kelompok terhadap kemampuan sosialisasi lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa. Jenis penelitian yang digunakan adalah
Quasi Experiment dengan One Group Pre-test dan Post-test. Metode
pengambilan sampel yang digunakan adalah Accidental Sampling, dimana
sampel penelitian yang didapatkan adalah sebanyak 32 orang. Hasil penelitian
diperoleh dengan menggunakan kuesioner pada pre-post dan observasi langsung
pada post-test. Pengolahan data/uji statistik menggunakan uji T-paired.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa secara signifikan pemberian terapi aktifitas
kelompok dengan cara bermain, keterampilan sosial, dan kerja bakti dapat
meningkatkan kemampuan sosialisasi lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna
Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa.

Kata Kunci: Terapi Aktifitas Kelompok, Sosialisasi, Lansia

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Proses penuaan merupakan suatu proses alamiah yang tidak dapat dicegah dan
merupakan hal yang wajar dialami oleh orang yang dikaruniai umur panjang.
Walau merupakan suatu hal yang alami, proses menua tetap menimbulkan
permasalahan baik secara fisik, biologis, mental maupun sosial ekonomi. Saat
ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 629 juta dengan
usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2
milyar (Wahjudi, 2012).
Lansia pada umumnya akan mengalami masalah dalam kehidupannya yang
dimana permasalahan tersebut salah satunya perubahan status dan peranannya
dalam kelompok atau masyarakat, serta kurangnya sosialisasi antara lansia satu
ke lansia lainnya. Lansia yang mengalami permasalahan tersebut akan sangat
berdampak pada perubahan psikososialnya sehingga dapat mengakibatkan
lansia mengalami perubahan perilaku dimana sesama lansia lainnya. Terapi
aktivitas kelompok ini efektif mengubah perilaku karena di dalam kelompok
terjadi interaksi satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi. Dalam
kelompok akan terbentuk satu sistem sosial yang saling berinteraksi dan
menjadi tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki
perilaku lama yang maladaptif (Yunita, 2012).
Beberapa penelitian mengenai pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap
klien dengan masalah keperawatan gangguan sosialisasi seperti penelitian yang
dilakukan oleh Andaryaniwati (2011) menunjukkan persentasi pelaksanaan
yang memuaskan, yaitu mencapai tingkat keberhasilan 90% dalam dua minggu,
dimana terapi tersebut terbukti mampu meningkatkan kemampuan pasien untuk
berinteraksi sosial.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi aktifitas kelompok
terhadap kemampuan sosialisasi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Gau
Mabaji Kabupaten Gowa.

METODE
Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Quasi Experiment dengan One Group
Pre-Test dan Post-Test, merupakan penelitian eksperimen yang hanya
menggunakan kelompok studi tanpa menggunakan kelompok kontrol untuk
mengidentifikasi pengaruh terapi aktifitas kelompok terhadap kemampuan
sosialisasi lansia di Panti Tresna Werda Gau Mabaji. Variabel dalam penelitian
ini berdistribusi normal sehingga digunakan uji T untuk analisis data.

Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna
Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa yang berjumlah 100 orang. Sampel
dalam penelitian ini sebanyak 32 orang, diambil dengan teknik Accidental
Sampling. Responden mengikuti penelitian hingga akhir penelitian.

Metode Pengumpulan Data


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teknik wawancara dengan
menggunakan kuosioner. Lembar pertanyaaan observasi terstruktur. Responden
hanya menjawab sesuai menggunakan skala Guttman, yaitu menjawab benar
atau salah. Jumlah pertanyaan untuk identifikasi pre-test adalah 20 pertanyaan
dan diberi scoring, jika jawaban ya diberi skor 2, dan jika tidak diberi skor 1.
Sementara peneliti melakukan observasi langsung untuk post-test.

Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis Univariat dan Bivariat. Analisis Bivariat
menggunakan uji T berpasangan (T-paired), sementara untuk uji prasyarat
dilakukan terapi aktifitas kelompok baik pre maupun post-test. Batas
signifikansi untuk menerima maupun menolak hipotesis ditentukan sebesar 5%
(0.05).

HASIL
Distribution Karakteristik Respondent
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Karakteristik
Demografi
Panti Sosial n %
Tresna
Werdha Gau
Mabaji
Kabupaten
Gowa
Karakteristik
Jenis Kelamin 14 43.8
Laki-laki 18 56.2
Perempuan
perubahan perilaku dimaksudkan berkaitan dengan ketidakmampuan lansia
bersosialisasi ke sesama lansia lainnya (Wahjudi, 2012).
Dari gangguan sosialisasi yang dialami lansia, maka perlu diadakannya terapi
aktivitas kelompok, yang merupakan salah satu terapi modalitas untuk
mengembalikan kemampuan lansia dalam melakukan sosialisasi ke

Karakteristik n %
Umur 2 56.2
54 - 59 Tahun 18 34.4
60 - 74 Tahun 11 3.1
75 - 90 Tahun 1
>90 Tahun
Pendidikan 10 31.2
Tidak sekolah 4 12.5
SD 1 3.1
SMP 15 46.9
SMA 2 6.2
Perguruan
tinggi
Pekerjaan 16 50.0
Tidak bekerja 5 15.6
Buruh harian 4 12.5
Wiraswasta 7 12.9
Petani
Jumlah 32 100
Tabel 3
menunjukan
bahwa
kemampuan
sosialisasi
lansia setelah
dilakukan
terapi aktifitas
kelompok, dari
32 sampel
penelitian
diperoleh hasil
bahwa
kemampuan
sosialisasi
lansia yang
baik sebanyak
23 orang
(71.9%),
sedangkan
kemampuan
sosialisasi
lansia yang
kurang baik
sebanyak 9
orang (28.1%).
Tabel 4.
Analisis
Pengaruh
Kemampuan
Sosialisasi
Lansia Pra-
test dan Post-
test dengan
Pemberian Pre-test
Terapi
Aktifitas
Kelompok
Kemampua
n
Sosialisasi
Lansia
Mean SD
26.47 1.107

kegiatan mengajukan pertanyaan, berdiskusi, bercerita tentang diri sendiri pada


kelompok, menyapa teman dalam kelompok, dan sebagainya (Keliat, 2009).
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan untuk mengembalikan kemampuan lansia dalam melakukan
sosialisasi ke sesama lansia lainnya. Terapi aktivitas kelompok efektif
mengubah perilaku karena di dalam kelompok terjadi interaksi satu dengan
yang lain dan saling mempengaruhi. Dalam kelompok akan terbentuk satu
sistem sosial yang saling berinteraksi dan menjadi tempat klien berlatih perilaku
baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif (Yunita,
2012). Terapi aktifitas kelompok dapat mempengaruhi kemampuan sosialisasi
lansia dimana lansia dapat meningkatkan kemampuan sosialisasinya dengan
cara aktif dalam melaksanakan terapi aktifitas kelompok, yang merupakan
terapi yang efektif untuk membuat lansia dapat bersosialisasi ke lansia lainnya
serta lingkungan sekitarnya (Yunita, 2012).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh para
peneliti oleh Andaryaniwati (2011) di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman
Wedioningrat Lawang, dimana menunjukkan persentasi pelaksanaan yang
memuaskan, yaitu mencapai tingkat keberhasilan 90% dalam dua minggu.
Terapi ini terbukti mampu meningkatkan kemampuan pasien untuk berinteraksi
sosial. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan di Panti
Tresna Werdha Kabupaten Semarang yang dilakukan oleh Rosiana A. dari
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dengan sampel 27 orang
lansia dan 28 orang dari kelompok kontrol. Hasil penelitian tersebut
menunjukan perbedaan signifikan skor kemampuan sosialisasi lansia setelah
dan sebelum dilakukan latihan keterampilan sosial, serta terdapat peningkatan
kemampuan sosialisasi pada lansia kelompok intervensi (Rosiana, 2011).
Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah jika pada
penelitian sebelumnya menggunakan berbagai jenis terapi aktifitas kelompok
dalam hal segi jenis terapinya serta peneliti sebelumnya hanya ingin mengetahui
kualitas hidup dengan interaksi sosial dan pengalaman interaksi sosial, maka
fokus pada penelitian ini adalah kemampuan sosialisasi lansia setelah
dilakukannya terapi aktifitas kelompok seperti bermain, keterampilan sosial,
dan kerja bakti. Meskipun terdapat perbedaan baik dari segi waktu, jenis terapi,
subjek penelitian, dan jenis penelitian, namun penelitian ini mendukung teori
dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Akhirnya peneliti dapat
menyimpulkan bahwa dengan dilakukannya terapi aktifitas kelompok dapat
meningkatkan kemampuan sosialisasi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Gau
Mabaji Kabupaten Gowa.

KESIMPULAN
Terapi aktivitas kelompok berpengaruh terhadap meningkatkan kemampuan
sosialisasi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa,
dimana terapi tersebut mempengaruhi kemampuan sosialisasi lansia secara
signifikan. Disarankan perlunya memfasilitasi lansia dalam melakukan terapi
aktifitas kelompok agar lansia tetap aktif melakukan terapi tersebut dan
menjamin adanya fasilitas yang memadai..

DAFTAR PUSTAKA
Andaryaniwati (2011). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok terhadap Klien
dengan Masalah Keperawatan Gangguan Sosialisasi di Panti Sosial Tresna
Wredha Gau Mabaji Gowa (Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan UMI).
Keliat, B.A. & Akemat (2009). Keperawatan Profesional Jiwa. EGC, Penerbit
Buku Kedokteran, Jakarta.
Rosiana., A. (2011). Pengaruh Latihan Keterampilan Sosial terhadap
Kemampuan Soialisasi pada Lansia dengan Kesepian di Panti Sosial Werdha di
Kabupaten Semarang (Skripsi, Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia,
Jakarta).
Wahjudi (2012). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. EGC Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta.
JURNAL 1 Kesimpulan nya
JUDUL : Terapi Aktivitas Kelompok terhadap Kemampuan Sosialisasi
Lansia.

Peneliti ; Fatma Jama M.Kes Tahun 2018

Metode Penelitian ; Quasi Experiment dengan One Group Pre-Test dan Post-
Test,

Hasil penelitian; Terapi aktivitas kelompok berpengaruh terhadap


meningkatkan kemampuan sosialisasi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Gau
Mabaji Kabupaten Gowa, dimana terapi tersebut mempengaruhi kemampuan
sosialisasi lansia secara signifikan. Disarankan perlunya memfasilitasi lansia
dalam melakukan terapi aktifitas kelompok agar lansia tetap aktif melakukan
terapi tersebut dan menjamin adanya fasilitas yang memadai..

JURNAL 2

KAJIAN LITERATUR: MANFAAT TERAPI MENARI UNTUK


LANSIA

LITERATURE REVIEW: THE BENEFITS OF THE DANCE THERAPY FOR


ELDERY
Ni Luh Putu Dian Yunita Sari1, Etty Rekawati2
1Mahasiswa Pasca Sarjana Keperawatan Komunitas, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
2Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Email: dianyunitaputu@gmail.com, rekawati@ui.ac.id

ABSTRAK
Kemunduran yang terjadi pada lansia berdampak pada penurunan aspek fisik,
psikologis, sosial dan lingkungan. Hal ini membutuhkan suatu intervensi yang
dapat menjangkau seluruh aspek yang mengalami penurunan tersebut. Terapi
menari adalah salah satu terapi aktifitas fisik yang banyak dimanfaatkan di
dunia untuk lansia, baik yang mengalami masalah kesehatan ataupun lansia
yang sehat. Kajian pustaka ini menggunakan PRISMA statement sebagai
panduan pencarian artikel penelitian dari tiga database yaitu Science
Direct, Scopus dan ProQuest. Hasil analisis sepuluh artikel penelitian terpilih
menunjukkan bahwa terapi menari efektif dan memiliki manfaat untuk aspek
fisik, psikologis, sosial dan lingkungan lansia. Manfaat yang dihasilkan
berimplikasi positif pada kemampuan potensial lansia dalam menjalani
hidupnya sehingga kualitas hidup lansia meningkat. Penerapan terapi menari ini
potensial dilakukan di tatanan pelayanan kesehatan primer di Indonesia yang
didukung banyaknya pilihan tarian Indonesia sehingga penelitian dan publikasi
terkait diperlukan untuk memengaruhi kebijakan pelayanan kesehatan lansia.

Kata Kunci: Terapi Menari, Kualitas Hidup, Lansia

ABSTRACT
A setback that occurs in elderly impacted on the decline in the physical aspect,
psychological, social and
environmental. This calls for a unexplainable intervention that can reach all of
that experienced the decline.
Dancing is one of physical activity therapy that often used in the world for the
elder, both facing health problems or a healthy elderly. A literature review uses
PRISMA statement as a guide search of articles of the three databases such as
Science Direct, Scopus and ProQuest. The results of the analysis ten elected
articles are dance therapy very effective and has benefit to the physical aspect,
psychological, social and environmental. The benefits have positive
implications for the potential ability of the elderly to live their lives
so that the quality of life of the elderly increases. The application of dance
therapy has potential to be done in the order of primary health services in
Indonesia which is supported by many variance of Indonesian dances
so that the related research and publications are needed to influence the health
care policy of the elderly.

Keyword: Dance Therapy, Quality of Life, Elderly


PENDAHULUAN

World Health Organization (WHO) tahun


2018 menyebutkan bahwa sekitar satu juta
orang mencapai usia 60 tahun setiap bulan
di seluruh dunia (WHO, 2018). Sekitar 80%
dari lansia tersebut berasal dari negara
berkembang dan estimasi
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)
terhadap jumlah lansia akan berlipat ganda
dari 600 juta saat ini menjadi 1,2 miliar
pada 2025 serta menjadi dua miliar pada
2050 (WHO, 2018). Transisi secara
demografi juga terjadi di Indonesia, yang
memprediksi persentase lansia Indonesiapada tahun 2035 akan mencapai 15%
dari
total penduduk Indonesia (BPS, 2017).
Pergeseran struktur penduduk di dunia
maupun di Indonesia ini menciptakan
tantangan tersendiri di berbagai elemen
kehidupan.
Sinyal penuaan penduduk sudah terdeteksi
sejak tahun 2000 di Indonesia dengan hasil
sensus penduduk lansia pada tahun tersebut
yang mencapai 7%. Suatu wilayah
dikatakan memiliki struktur penduduk
menua apabila persentase lansia lebih dari
7% dan akan menjadi struktur penduduk
Provinsi-provinsi yang telah mencapai
struktur penduduk tua yaitu DI Yogyakarta
(13,90%), Jawa Tengah (12,46%), Jawa
Timur (12,16%), Bali (10,79%) dan
Sulawesi Barat (10,37%) (BPS, 2017).
Lansia sebagai salah satu kelompok rentan
memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan
kesejahteraan seperti yang tertuang pada
UU Nomor 13 Tahun 1998. Pelayanan
kesehatan yang diberikan seharusnya tidak
hanya sekadar menyembuhkan mereka dari
penyakit dan membawa mereka pulang dari
fasilitas pelayanan kesehatan ke panti
werdha. Lebih dari itu, pengayoman lansia
seharusnya dapat mengantarkan mereka
melintasi usia sepuh yang panjang dalam
keadaan sehat, mandiri dan produktif.
Lansia yang mampu mandiri dan produktif
akan mengurangi beban ekonomi dari
keluarga, masyarakat serta pemerintah.
Kemandirian dan produktivitas lansia dapat
dilihat dari kualitas hidup yang terdiri dari
kesehatan fisik, kesehatan psikologi,
hubungan sosial dan aspek lingkungan
(Rohmah & Bariyah, 2012). Penelitian pada
lansia di Kota Denpasar Bali yang
merupakan salah satu wilayah dengan
struktur penduduk tua, menyebutkan
bahwa 64,58% lansia mempunyai kualitas
hidup yang kurang, 61,1% dengan aktivitas
sosial yang kurang dan 52,8% dengan
interaksi sosial yang kurang (Supraba,
Widarini, & Ani, 2016). Kualitas hidup
lansia yang rendah akan berpengaruh pada
tingkat ketergantungan lansia sehingga
beban ekonomi keluarga semakin
meningkat sehingga membutuhkan suatu
intervensi untuk meningkatkan kualitas
hidup lansia (Miller, 2012).
Salah satu intervensi yang dapat menjawab
kesenjangan kualitas hidup adalah terapi
tari yang merupakan terapi modalitas dalam
rehabilitasi kardiovaskular yang berkaitan
secara positif terhadap integrasi kognitif,
emosional dan sosial dari para penari
(Conceicao, Neto, do Amaral, Martins-
Filho, & Carvalho, 2016). Terapi menari
membawa efek yang baik bagi kondisi fisikdan kualitas hidup lansia (Gouvea,
Antunes,
Bortolozzi, Marques, & Bertolini, 2017;
Guillaume, 2017; Machacova, Vankova,
Volicer, Veleta, & Holmerova, 2017;
Roswiyani, Kwakkenbos, Spijker, &
Witteman, 2017). Unsur budaya yang ada
dalam setiap tarian dapat meningkatan
martabat diri lansia sehingga berpengaruh
pada kualitas hidup lansia (Minde, 2015).
Beberapa penelitian terkait aktivitas fisik
lansia sudah banyak diteliti di Indonesia,
namun tarian sebagai salah satu warisan
kebudayaan belum pernah diteliti terutama
untuk kesehatan lansia. Ruastiti, Suharta,
dan Suryani (2015) merevitalisasi tari
Janger dalam ragam gerak, tempo dan tata
rias busana sehingga representatif untuk
lansia dengan hasil Tari Janger Lansia dari
Bali. Hasil penelitian ini adalah eksistensi
tarian Janger Lansia di kalangan
masyarakat meningkat, namun peneliti
tidak mengkaji terkait aspek kesehatan
lansia yang menarikan tarian ini (Ruastiti,
Suharta, & Suryani, 2015). Hal ini menarik
perhatian peneliti untuk menelaah beberapa
literatur terkait manfaat terapi tari bagi
kesehatan lansia. Tujuan kajian pustaka ini
adalah untuk mengetahui berbagai manfaat
kesehatan yang diberikan terapi tari
sehingga nantinya dapat dijadikan
rekomendasi untuk intervensi modalitas
yang terapeutik untuk lansia.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode kajian
pustaka dengan menggunakan keyword
“dance therapy” “Elderly” “quality of
life” dari beberapa artikel dari Science
Direct, Scopus dan ProQuest yang
memenuhi kriteria inklusi yaitu artikel dari
penelitian kuantitatif dan kualitatif,
berbahasa Inggris dan publikasi pada
rentang tahun 2014-2018 serta kriteria
eksklusi yaitu hanya tersedia dalam bentuk
abstrak, bukan artikel akademik dan
populasi kurang dari 60 tahun.
Sistem penapisan dari Preferred Reporting
Items for Systematic Reviews and Meta-
Analyses: The PRISMA Statement
digunakan dalam kajian literatur ini
(Liberati et al., 2009; Moher, Liberati,
Tetzlaff, & Altman, 2009).

Tabel 1. Hasil Penelitian Artikel Terpilih


No. Penulis Hasil
1. Shanahan et al. (2016) Lansia yang reguler menari set Tarian Irlandia secara
signifikan memiliki keseimbangan, kesehatan
fisik dan kualitas hidup yang lebih baik daripada lansia yang tidak menari
(kontrol)
2. Serrano-Guzmán et al. (2016) Kelompok intervensi mengalami perbaikan
yang signifikan dalam nilai tekanan darah, kualitas tidur
dan kualitas hidup dibandingkan dengan kelompok kontrol.
3. Guzmain, Freeston, Rochester,
Hughes, & James (2016)
Model DANCIN memiliki potensi untuk memfasilitasi dan mempertahankan
perubahan perilaku serta
meningkatkan suasana hati (misalnya mengurangi iritabilitas, meningkatkan
harga diri) dari lansia
yang hidup dengan demensia.
4. Hackney et al. (2015) Tari Tango secara signifikan meningkatkan mobilitas,
kecepatan gerak mundur dan cepat dan fungsi
motorik-kognitif lansia. Sedangkan, pendidikan kesehatan memperbaiki tingkat
depresi lansia.
5. Cruz-Ferreira, Marmeleira, Formigo,Gomes, & Fernandes (2015)
Lansia wanita yang mendapatkan intervensi tarian kreatif secara signifikan
memiliki kebugaran fisik dan kepuasan hidup yang lebih baik bila dibandingkan
dengan kelompok kontrol.
6. Lewis, Annett, Davenport, Hall, & Lovatt (2014)
Lansia parkinson secara signifikan mengalami pengurangan gangguan mood
total dan tingkat kemarahan.
7. Delextrat, Bateman, Esser, Targen, & Dawe (2016)
Tingkat kebahagiaan para peserta tinggi dan tarian ini mengurangi beban
fisiologis. Zumba Gold® direkomendasikan untuk penderita parkinson karena
aman dan menyenangkan.
8. Rocha, Slade, McClelland, & Morris (2017)
Ada 4 tema yaitu, (1) kebutuhan mempertimbangkan perkembangan penyakit
saat ini, (2) pengakuan bahwa tari lebih dari sekedar terapi, (3) manfaat memilih
musik untuk bergerak dan (4) cara merancang kelas yang layak dan menarik.
9. Franco et al. (2016) DanSe memberikan efek keseimbangan dan mengurang
risiko jatuh pada lansia dengan intervensi 2 kali dalam seminggu selama 12
minggu.
10 Lazarou et al. (2017) Tarian Ballroom secara signifikan memperbaiki fungsi
kognitif lansia dengan amnestic Mild
Cognitive Impairment (aMCI).

HASIL

Karakteristik Artikel Terpilih


Sepuluh artikel terpilih terdiri dari sembilan
artikel dengan desain kuantitatif dan satu
artikel dengan desain kualitatif. Artikelartikel
yang terpilih berasal dari beberapa
negara yaitu Irlandia (1), Spanyol (2),
Inggris (3,6), Amerika (4,7), Portugal (5),
Australia (8), Brazil (9) dan Yunani (10).
Tema yang didapatkan dari kajian pustaka
ini adalah manfaat fisik, manfaat psikologis
serta manfaat sosial dan lingkungan yang
dirasakan lansia setelah melakukan terapi
menari.
Manfaat Fisik
Terapi menari berkaitan dengan kesehatan
fisik lansia. Shanahan et al. (2016) dan
Franco et al. (2016) menyebutkan bahwa
lansia yang menarikan tari Irlandia secara
signifikan memiliki keseimbangan,
kesehatan fisik dan kualitas hidup yang
lebih baik daripada lansia yang tidak
menari. Perbaikan kondisi fisik lainnya juga
disebutkan oleh Serrano-Guzmán et al.
(2016) yaitu perbaikan signifikan dalam
nilai tekanan darah, kualitas tidur dan
kualitas hidup. Hackney et al. (2015)
menyebutkan bahwa Tari Tango secara
signifikan meningkatkan mobilitas,
kecepatan gerak mundur dan cepat dan
fungsi motorik-kognitif lansia. Tarian
Ballroom juga secara signifikan
memperbaiki fungsi kognitif lansia dengan
amnestic Mild Cognitive Impairment
(aMCI) (Lazarou et al., 2017). Penelitian
terkait terapi tari untuk lansia di Indonesia
masing jarang dilakukan.
Manfaat Psikologis
Terapi menari juga bermanfaat pada aspek
psikologis lansia. Guzmain, Freeston,
Rochester, Hughes, & James (2016)
menyebutkan bahwa Psychomotor Dance
Therapy Intervention (DANCIN) memiliki
potensi untuk memfasilitasi dan
mempertahankan perubahan perilaku serta
meningkatkan suasana hati pada lansia
dengan demensia. Delextrat, Bateman,
Esser, Targen, & Dawes (2016) dan Lewis,
Annett, Davenport, Hall, & Lovatt (2014)
juga menyebutkan bahwa lansia parkinson
secara signifikan mengalami penurunan
gangguan mood total dan tingkat
kemarahan setelah diberikan terapi menari.
Hasil ini juga didukung oleh Rocha, Slade,
McClelland, & Morris (2017) yang
menyebutkan bahwa kelas menari dapat
memberikan lebih dari sekedar manfaat
terapeutik bagi lansia parkinson, tetapi
mereka dapat mengekspresikan dirinya
dengan bebas selama menari.

Manfaat Sosial dan Lingkungan


Aspek sosial erat kaitannya dengan
lingkungan lansia. Franco et al. (2016)
menyebutkan bahwa terapi menari adalah
hal yang menarik dan menyenangkan yang
memberikan kesempatan untuk
bersosialisasi dan aman diberikan untuk
lansia. Selain itu, Ruastiti et al. (2015) juga
menyebutkan bahwa Tari Janger Lansia
yang sudah direvitalisasi memiliki aspek
sosial dan lingkungan yang baik untuk
lansia karena dalam tarian lansia diajak
untuk menari sambil bernyanyi secara
bersahut-sahutan.

PEMBAHASAN
Lansia mengalami beberapa kemunduran
seiring dengan pertambahan usia, yaitu dari
aspek fisik, psikologis dan sosial (Miller,
2012). Hal ini berpengaruh pada kualitas
hidup lansia yang terdiri dari kesehatan
fisik, kesehatan psikologi, hubungan sosial
dan aspek lingkungan. Domain kualitas
hidup ini diterjemahkan sebagai suatu
perilaku, keberadaan, kemampuan potensial
dan pengalaman individu dalam menjalani
hidupnya (Rohmah & Bariyah, 2012; Van
Esch, Den Oudsten, & De Vries, 2011).
Terapi menari dapat menjadi intervensi
yang meningkatkan aspek-aspek kualitas
hidup lansia sesuai dengan hasil telaah
kajian artikel-artikel penelitian terpilih.
Terapi menari merupakan terapi modalitas
aktifitas fisik dalam rehabilitasi
kardiovaskular yang berkaitan secara positif
terhadap integrasi kognitif, emosional dan
sosial dari para penari (Conceição et al.,
2016). Menari adalah alternatif tradisional
terstruktur yang baik untuk program latihan
fisik karena dapat memberikan keamanan
dan hal yang menyenangkan dalam
menjaga keseimbangan tubuh lansia
(Franco et al., 2016). Jadi, terapi menari
adalah terapi aktifitas fisik dengan
pendekatan budaya yang mambawa efek
positif bagi lansia pada aspek fisik,
psikologis, sosial maupun lingkungan.
Ada beberapa kajian literatur yang
membahas manfaat terapi menari. Hwang
dan Raun (2017) serta Keogh, Kilding,
Pidgeon, dan Gillis (2009) menyebutkan
bahwa terapi menari secara signifikan dapat
meningkatkan kekuatan dan daya tahan
otot, keseimbangan serta aspek-aspek lain
dari kebugaran fisik lansia. Kedua kajian
pustaka sebelumnya hanya membahas
manfaat fisik yang dihasilkan dari terapi
menari, sedangkan kajian pustaka ini
membahas manfaat terapi menari lebih luas
yaitu manfat fisik, psikologis, sosial dan
lingkungan. Selain itu, systematic review
yang disusun oleh Strassel, Cherkinrrrr

REFERENSI
BPS. (2017). Statistik penduduk lanjut usia 2017. Jakarta: BPS. Retrieved from
https://www.bps.go.id.
Conceicao, L. S. R., Neto, M. G., do Amaral, M. A. S., Martins-Filho, P. R. S., & Carvalho,
V. O. (2016). Effect of dance therapy on blood pressure and exercise capacity of
individuals with hypertension: A systematic review and meta-analysis. International
Journal of Cardiology, 220(1), 553–557. https://doi.org/10.1016/j.ijcard.2016.06.182.
Cruz-Ferreira, A., Marmeleira, J., Formigo, A., Gomes, D., & Fernandes, J. (2015). Creative
dance improves physical fitness and life satisfaction in older women. Research on
Aging, 37(8), 837–855. https://doi.org/10.1177/0164027514568103.
Delextrat, A., Bateman, J., Esser, P., Targen, N., & Dawes, H. (2016). The potential benefits
of Zumba Gold(®) in people with mild-to-moderate Parkinson’s: Feasibility and
effects of dance styles and number of sessions. Complementary Therapies in Medicine,
27(1), 68–73. https://doi.org/10.1016/j.ctim.2016.05.009.
Franco, M. R., Sherrington, C., Tiedemann, A., Pereira, L. S., Perracini, M. R., Faria, C. R.
S., … Pastre, C. M. (2016). Effectiveness of senior dance on risk factors for falls in
older adults (DanSE): A study protocol for a randomised controlled trial. BMJ Open,
6(12), 1–6. https://doi.org/10.1136/bmjopen-2016-013995.
Gouvea, J. A. G., Antunes, M. D., Bortolozzi, F., Marques, A. G., & Bertolini, S. M. M. G.
(2017). Impact of senior dance on emotional and motor parameters and quality of life
of the elderly. Revista Da Rede de Enfermagem Do Nordeste, 18(1), 5
Jurnal 2 Kesimpu;an nya

Judul Kajian leteratur manfaat terapi menari untuk Lansia

Penulis Ni Luh Putu Dian Yunita Sari Tahun 2018


Metode penelitian keyword “dance therapy” “Elderly” “quality of life”
dari beberapa artikel dari Science Direct, Scopus dan
ProQuest

Hasil penelitian Sepuluh artikel terpilih terdiri dari sembilan artikel dengan
desain kuantitatif dan satu artikel dengan desain kualitatif.

Kesimpu;an ; Terapi menari memiliki beberapa manfaat sesuai dengan tema yang
dihasilkan dalam kajian literatur. Manfaat pada aspek fisik, psikologis dan
sosial lansia berimplikasi positif pada kemampuan potensial lansia dalam
menjalani hidupnya sehingga kualitas hidup lansia meningkat.

JURNAL 3

PENGARUH HERBAL COMPRESS BALL TERHADAP PENURUNAN


NYERI OTOT PADA LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL
LANJUT USIA BINJAI TAHUN 2018
1)
Loice Noni Faery Baeha, 2)Maria Pujiastuti, 3]Jagentar Pane

Program Studi Ners STIKes Santa Elisabeth Medan 2)

Staf Pengajar STIKes Santa Elisabeth Medan

Abstract

Muscle pain is an unpleasant emotional and sensory experience related to the risk of
actual or potential damage. The result of direct survey at UPT Elderly Social Services
Binjai 2018 shows most of the elderly got muscle pain. One of the non-pharmacological
therapies to reduce the scale of muscle pain is the Herbal Compress Ball therapy that
effect comes from heat conduction that can increase regional blood flowing to the pain
area, analgesic effects derived from herbal ingredients and aromatherapy essential oils
give a relaxing effect.This study aims to determine the effect of Herbal Compress Ball on
the decrease of muscle pain in the elderly.The measuring tool used was the observation
sheet with the scale of muscle pain used was Wong-Baker FACES Rating Scale, divided
into no pain, mild pain, moderate pain, severe controlled pain, and severe uncontrollable
pain. The design of this study was an experimental one-group pre-post test design. The
sampling technique was purposive sampling with 15 respondents. Data analysis was done
by using test of wilcoxon sign rank test, and p value = 0,000 (p <0,05). This study shows
that there is Influence of Herbal Compress Ball Against Muscle Pain Reduction in
Elderly At UPT Binjai Elderly Social Service. It is expected that the researcher can
further complement this research by adding a control group and comparing the
effectiveness of Herbal Compress Ball between the intervention group and the control
group.

Keywords: Muscle pain, Herbal Compress Ball, Elderly

1. PENDAHULUAN

Menjadi tua merupakan proses


sering diderita oleh manusia apa lagi
oleh lansia. Lansia dapat mengalami
nyeri otot hanya sesaat atau sampai
beberapa hari, beberapa bulan bahkan
menahun yang membuat terganggunya
aktivitas dalam kehidupan sehari-hari
(Billhantomo, 2013).
Nyeri otot pada lansia adalah
fenomena yang kompleks melibatkan
pikiran dan tubuh. Pengalaman nyeri
yang dimiliki bersifat individual dan
unik, akibatnya reaksi terhadap nyeri
berbeda diantara lansia meskipun cedera
yang dialami sama. Lansia sering
menganggap nyeri otot yang dialami
adalah bagian dari penuaan yang tidak
terelakkan (Thomas (1997), sehingga
para lansia mempercayai sejumlah mitos
yang berhubungan dengan nyeri pada
lansia seperti (1) penuaan dan nyeri
berjalan beriringan, (2) nyeri merupakan
konsekuensi lansia dan harus ditoleransi,
(3) ambang nyeri lansia lebih tinggi, (4)
lansia memerlukan dosis analgesik yang
rendah karena efek penggunaan
analgesik pada lansia lebih tinggi, dan
(5) ketika lansia tidak mampu
mengungkapkan nyeri yang dialaminya
itu sama artinya dengan lansia tidak
sedang merasa nyeri, sehingga saat
lansia mengalami nyeri otot itu adalah
hal biasa dan tidak memerlukan bantuan
secara medis dan nyeri pada lansia pun
terabaikan (Kneale, 2011).
Pada tahun 2018, jumlah lansia yang
tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Binjai Sumatera Utara adalah
sebanyak 147 orang. Dari hasil
wawancara kepada pasien pada
kunjungan tanggal 12 Januari 2018
adalah sebagian besar para lansia
mengalami nyeri otot. Jumlah lansia
yang di observasi sebanyak 15 orang
dan semuanya berjenis kelamin
perempuan. Penulis menggunakan skala
ukur Wong-Baker faces Rating Scale
untuk mengkaji nyeri otot yang dialami
lansia. Dari hasil observasi ditemukan
lansia yang mengalami nyeri ringan
(skala nyeri 1-3) sebanyak 1 orang, nyeri
sedang (skala nyeri 4-6) sebanyak 13
orang, dan sebanyak 1 orang mengalami
nyeri berat (skala nyeri 7-9).Setelah
melakukan pengkajian nyeri kepada
lansia, penulis melakukan wawancara
kepada petugas kesehatan, dari hasil
wawancara dengan petugas kesehatan di
UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Binjai mengatakan bahwa lansia sangat
jarang meminta obat ke poli UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai
untuk mengatasi nyeri yang dialami.
Tingkat kejadian nyeri yang dialami
oleh lansia cukup tinggi prevalensinya,
maka membutuhkan terapi untuk
mengatasi nyeri. Dalam penatalaksanaan
nyeri ada berbagai macam terapi yang
bisa diberikan yaitu seperti (1) terapi
farmakologi : opioid, obat antiinflamasi
non-steroid (NSAID), parasetamol,
analgesik epidural, entonoks, nefopam,
antikonvulsan, antidepresan, dan
kortikosteroid, (2) terapi contract relax
stretching, (3) terapi pedal exercise
under compression, (4) terapi infra
merah, (5) terapi horticultura, (6) mind
body therapy, (7) terapi pijat, (8) terapi
acupuncture, (9) terapi kompres, (10)
terapi Herbal Compress Ball.
Pemberian terapi pada lansia harus di
perhatikan dengan benar karena lansia
sangat rentan dengan komplikasi, maka
perawat dibutuhkan untuk berperan
dalam merawat lansia dan membantu
meringankan biaya serta mengurangi
efek pengobatan farmakologi dengan
menggunakan terapi modalitas. Salah
satu terapi modalitas yang bisa
diaplikasikan adalah dengan cara
kompres. Kompres merupakan tindakan
mandiri yang dilakukan perawat dalam
menurunkan suhu tubuh dan mengurangi
nyeri, baik itu kompres dingin maupun
kompres hangat (Potter, 2015). Kompres
hangat lebih efektif dalam menurunkan
nyeri karena efek pemberian kompres
hangat terhadap tubuh yaitu
meningkatkan aliran darah kebagian
tubuh yang mengalami cedera,
meningkatkan pengiriman leukosit dan
antibiotik ke daerah luka, meningkatkan

alamiah yang berarti seseorang telah


memenuhi tahap-tahap kehidupan yaitu
neonatus, toodler, pra school, school,
remaja, dewasa dan lansia. WHO (World
Health Organization) menyebutkan
bahwa umur 60 tahun adalah usia
permulaan tua, saat itu lansia berangsur
angsur mengalami penurunan daya tahan
fisik sehingga rentan terhadap serangan
penyakit dan mengalami perubahan pada
tubuhnya, secara perlahan jaringan
kehilangan kemampuannya untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri
dan mempertahankan struktur serta
fungsi normalnya. Akibat dari proses
penuaan tersebut masalah yang sering
dialami oleh lansia adalah pada sistem
muskuloskeletal. Penyakit yang paling
sering dialami oleh lansia adalah asam
urat, osteoporosis, osteomalasia,
osteoartritis, nyeri punggung bawah, dan
gangguan otot badan (Padila, 2013).
Penyakit-penyakit yang dialami
lansia sering menimbukan gejala nyeri
pada otot. Nyeri otot tersebut juga
dinamakan Myalgia, berasal dari bahasa
Yunani yaitu myo yang berarti otot dan
logos yang berarti nyeri. Nyeri otot
(Myalgia) adalah pengalaman emosional
dan sensorik yang tidak menyenangkan
berhubugan dengan resiko terjadinya
kerusakan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan (Kneale, 2011). Nyeri otot
pergerakan zat sisa dan nutrisi,
meningkatkan relaksasi otot dan
mengurangi nyeri akibat kekakuan otot
(Wurangian. 2014).
Kompres sebagai terapi modalitas
keperawatan semakin berkembang dari
waktu ke waktu karena memiliki resiko
yang rendah terhadap lansia dan tetap
efektif dalam mengurangi nyeri
termasuk nyeri otot. Berdasarkan
pengalaman penulis saat Student
Exchange di PrachomklaoCollege Of
NursingPhetchaburi Thailand tahun
2017 dengan tema Health And Culture
Immersion membahas tentang
kebudayaan suatu daerah yang terus
dipertahankan karena memiliki nilai
penting dalam pengobatan atau
berfungsi sebagai terapi komplementer
keperawatan. Salah satu budaya
pengobatan Thailand yang terus
diterapkan dan diminati oleh negara lain
adalah Herbal Compress Ball.
Terapi Herbal Compress Ball atau
Luk Prakob telah digunakan di Thailand
selama ratusan tahun sebagai terapi
tradisional Thailand atau pun sebagai
terapi modalitas yang berdiri sendiri
dalam pengobatan muskuloskletal dan
rehabilitatif. Efek Herbal Compress Ball
berasal dari (1) konduksi panas untuk
meningkatkan aliran darah regional ke
daerah yang terkena, (2) anti inflamasi
efek dari bahan herbal, (3) relaksasi efek
minyak atsiri aromatik dari bahan
herbal. Kandungan Hebal Compress
Ball bervariasi tergantung tersedianya
ramuan tumbuhan dari setiap daerah.
Namun pada umumnya bahan herbal
utama dalam Herbal Compress Ball
adalah jahe (Zingiber cassumunar),
kunyit (Curcuma longa L) dan camphor.
Penurunan nyeri osteoartritis dan nyeri
otot tidak berbeda dengan obat anti
inflamasi nonsteroid lainnya, latihan
lutut, dan kompres panas. Namun
pengurangan nyeri otot dari Herbal
Compress Ball lebih tinggi dan memiliki
manfaat relaksasi terhadap lansia
(Dhippayom, 2015).
Berdasarkan uraian diatas, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai Pegaruh Herbal Compress
Ball Terhadap Penurunan Nyeri Otot
Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Binjai.

2. METODE PENELITIAN \
Rancangan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
eksperimental. Berdasarkan
permasalahan yang diteliti maka
penelitian ini menggunakan rancangan
pra-pasca tes dengan penelitian (one
group pre-post test design). Pada desain
ini terdapat pre test sebelum diberi
perlakuan. Dengan demikian hasil
perlakuan dapat diketahui lebih akurat,
karena dapat membandingkan dengan
keadaan sebelum dan sesudah diberi
perlakuan.
Sebuah populasi adalah keseluruhan
kumpulan kasus di mana seorang
peneliti tertarik. populasi tidak terbatas
pada subyek manusia. peneliti
menentukan karakteristik yang
membatasi populasi penelitian melalui
kriteria kelayakan atau kriteria inklusi
(Creswell, 2009). Populasi yang akan
diteliti sebanyak 147 lanjut usia di UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai
tahun 2018.
Pengambilan sampel adalah proses
pemilihan sebagian populasi untuk
mewakili seluruh populasi. Sampel
adalah subjek dari elemen populasi.
Elemen adalah unit paling dasar tentang
informasi mana yang dikumpulkan.
Dalam penelitian keperawatan, unsur
unsurnya biasanya manusia (Grove,
2014).
Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini dengan teknik Purposive
Sampling yang memenuhi kriteria
inklusi (Nursalam, 2014). Adapun
kriteria inklusi yang telah ditetapkan
oleh peneliti (1) berumur mulai dari 60
tahun, (2) lansia yang mengalami nyeri
pada otot, (3) tidak memiliki masalah
yang terdapat dalam kontra indikasi
pemberian Herbal Compress Ball, (

tidak mengalami komplikasi penyakit,


dan (6) bersedia menjadi responden.
Ukuran sampel untuk penelitian jika
yang digunakan penelitian eksperimen
adalah jumlah sampel masing-masing
kelompok perlakuan antara 10 hingga 20
sampel (Sani, 2016). Peneliti
menggunakan kelompok eksperimen
tanpa kelompok kontrol, maka peneliti
menetapkan 15 orang sebagai subjek
dalam penelitian yang sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan.
Pada instrumen penelitian, peneliti
menggunakan lembar observasi dan
SOP Herbal Compress Ball. Pada
lembar observasi berisi tentang data
demografi responden meliputi: nama
inisial responden, jenis kelamin, umur,
riwayat penyakit, lokasi nyeri, skala
nyeri pre test, gambaran nyeri pre
intervensi, skala nyeri post tes, hasil
setelah intervensi. Hasil pengukuran
skala nyeri pada otot akan ditulis
dilembar observasi dengan
menggunakan pengukuran skala nyeri
Wong-Baker FACES Rating Scale.
Sebelum dilakukan intervensi Herbal
Compress Ball pada lansia, dilakukan
terlebih dahulu observasi untuk
mengetahui nilai skala nyeri otot pada
lansia. Observasi ini dilakukan dihari
yang sama sebelum dilakukan perlakuan
Herbal Compress Ball. Setelah
dilakukan observasi awal dan
mendapatkan hasil, maka dilakukan
intervensi Herbal Compress Ball pada
lansia dengan menggunakan SOP
Herbal Compress Ball yang di kutip dari
buku bacaan. Setelah melakukan
intervensi, dilakukan kembali observasi
untuk mengetahui perubahan nilai skala
nyeri otot pada lansia.

3. HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Skala Nyeri Pre Intervensi
Herbal Compress Ball Pada
Lansia Di UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia Binjai
Tahun 2018.
Berdasarkan hasil penelitian yang
terdapat pada tabel 1, di peroleh data
bahwa terdapat 6 orang (40%)
responden mengalami nyeri berat
terkontrol (skala nyeri 7-9) dan 9 orang
(60%) responden mengalami nyeri
sedang (skala nyeri 4-6) sebelum
dilakukan intervensi Herbal Compress
Ball.
Tabel 2. Skala Nyeri Post Intervensi
Herbal Compress Ball Pada
Lansia Di UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia Binjai
Tahun 2018.
Berdasarkan hasil penelitian yang
terdapat pada tabel 2, di peroleh data
bahwa terdapat 6 orang (40%)
responden mengalami nyeri ringan
(skala nyeri 1-3) dan 9 orang (60%)
responden mengalami tidak ada nyeri
(skala nyeri 0) setelah dilakukan
intervensi Herbal Compress Ball.

Hasil Uji Statistic


Pengaruh Herbal Compress
Ball Terhadap Penurunan
Nyeri Otot Pada Lansia Di
UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Binjai Tahun
2018.
Berdasarkan table 3 diperoleh hasil
bahwa terdapat perubahan skala nyeri
otot pada lansia pre-post intervensi
Herbal Compress Ball, dimana seluruh
responden atau sebanyak 15 orang lansia
(100%) mengalami penurunan skala
nyeri otot setelah diberikan terapi
Herbal Compress Ball.
Berdasarkan uji statistic wilcoxon
sign rank test, diperoleh nilai p value =
0,000 dimana p<0,05. Hasil tersebut
menggambarkan hasil wilcoxon sign
rank test diperoleh nilai signifikan 0,000
(p<0,05) yang artinya terdapat
perbedaan yang bermakna sebelum dan
sesudah dilakukan terapi Herbal
Compress Ball pada lansia di UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai
tahun 2018.
4. PEMBAHASAN

1. Skala nyeri otot pre intervensi


Herbal Compress Ball.
Berdasarkan hasil penelitian dapat
dilihat bahwa skala nyeri otot yang
dialami oleh responden pre intervensi
Herbal Compress Ball adalah 6 orang
(40%) responden dengan nyeri berat
terkontrol (skala nyeri 7-9) dan
sebanyak 9 orang (60%) responden
dengan kategori nyeri sedang (skala
nyeri 4-6).
Nyeri merupakan perasaan tidak
nyaman, baik ringan mau pun berat yang
hanya dapat dirasakan oleh individu
tersebut tanpa dapat dirasakan oleh
orang lain, mencakup pola pikir,
aktivitas seseorang secara langsung dan
perubahan hidup seseorang. Nyeri
merupakan tanda dan gejala penting
yang dapat menunjukkan telah terjadi
gangguan fisiologis (Priyoto, 2015).
Diperkirakan 60%-75% dari orang di
atas usia 65 dilaporkan mangalami nyeri
terus menerus dan dari kasus ini
didapatkan lebih tinggi untuk lansia
yang tinggal dipanti jompo. Nyeri
terutama dialamai dibagian pinggang
atau leher sekitar 65%, Nyeri
Muskuloskeletal sekitar 40%, neuropatik
perifer nyeri 35% (biasanya akibat
diabetes atau postherpetic neuralgi), dan
nyeri sendi kronis 15%-25% (Molton,
2014).
Perempuan berada pada risiko yang
lebih tinggi mengalami nyeri otot
(myalgia) dari pada laki-laki, dan risiko
meningkat saat bertambahnya usia.
resiko memuncak antara umur 55 tahun
hingga 79 tahun. Orang-orang yang
menderita myalgia paling sering
mengeluh rasa sakit yang luas. Nyeri
otot juga terjadi akibat dari penyakit dan
gangguan yang dialami oleh lansia
seperti artritis, osteoporosis, low back
pain, hipotiroidisme. Para peneliti
menganggap bahwa kaku badan saat
bangun tidur, kesulitan untuk tidur,
N Mean Rank Sum of Ranks
Skala
nyeri
Post-pre
intervens
i
Negative Ranks 15
a
8.00 120.00
Positive Ranks 0
b
0.00 0.00
Ties 0
c
Total 15
Post intervensi-pre
intervensi
Z -3.873
a
Asymp.Sig.(2-tailed) .000

kelelahan, dan kecemasan merupakan


penentu bahwa rasa sakit sudah sensitif
dan spesifik (James, 2005).
Penurunan progresif dan gradual
masa muskuloskletal mulai terjadi
sebelum usia 40 tahun sehingga
mengakibatkan penurunan mobilitas,
keseimbangan dan fungsi organ internal.
Otot berkurang ukurannya dan
kehilangan kekuatan, fleksibilitas, dan
ketahanannya sebagai akibat dari
penurunan aktivitas dan proses penuaan
lansia (smeltzer, 2010).
Nyeri otot yang sering dialami oleh
lansia merupakan akibat dari proses
penuaan, dimana akan terjadi proses
penurunan fungsi tubuh sehingga para
lansia tidak dapat lagi melakukan
aktifitas yang aktif seperti saat muda.
Akibatnya lansia menjadi malas
bergerak dan lebih sering duduk berjam
jam. Saat lansia terus duduk berjam-jam
otot akan tertarik dan menjadi kaku
karena terus diposisi yang sama,
sehingga akan lebih sering terasa keram.
Otot yang jarang di gerakkan dan
dibiasakan dengan posisi yang salah
akan semakin sakit saat dipaksa untuk
melakukan aktifitas.
Para lansia semakin malas
melakukan pergerakan karena merasa
sakit terus menerus pada otot–otot tubuh
, baik saat kegiatan bangun tidur, duduk,
atau pun karena penyakit seperti asam
urat, rematik, dan nyeri punggung
bawah yang juga sedang dialami.
Namun lansia sering gagal dalam
menyampaikan nyeri yang sedang
dirasakan karena tidak mampu
menjelaskan karakteristik nyeri tersebut.
Akhirnya nyeri yang sering dialami
diabaikan oleh lansia. Anggapan yang
sama terus berlangsung sehingga
menjadi keyakinan para lansia bahwa
penyebab nyeri otot yang sering dialami
karena mereka sudah tua dan tidak perlu
melakukan pengobatan secara medis.
2. Skala nyeri otot post intervensi
Herbal Compress Ball.
Berdasarkan hasil penelitian dapat
dilihat bahwa skala nyeri otot yang
dialami responden post intervensi
Herbal Compress Ball adalah
mengalami perubahan nilai skala nyeri
otot, dengan hasil nilai terendah adalah 6
orang (40%) responden yang mengalami
penurunan nyeri otot menjadi nyeri
ringan (skala nyeri 1-3) dari 6 orang
(40%) responden sebelumnya yang
mengalami nyeri berat terkontrol (skala
nyeri 7-9) dan hasil nilai tertinggi
kategori tidak ada nyeri (skala nyeri 0)
sebanyak 9 orang (60%) responden dari
9 orang (60%) responden sebelumnya
yang mengalami nyeri sedang (skala
nyeri 4-6).
Nyeri pada otot dapat berkurang
akibat dari efek pemberian terapi panas
terhadap tubuh sehingga meningkatkan
aliran darah ke bagian tubuh yang
mengalami cedera, meningkatkan
pengiriman leukosit dan antibiotik ke
daerah luka, meningkatkan relaksasi otot
dan mengurangi nyeri akibat spasme
atau kekakuan, meningkatkan aliran
darah dan meningkatkan pergerakan zat
sisa dan nutrisi (Wurangian, 2014).
Terapi panas yang mengandung jahe
secara fisiologis, menurunkan nyeri pada
tahap transduksi, dimana pada tahapan
ini jahe memiliki kandungan gingerol
yang mengandung siklooksigenase yang
bisa menghambat terbentuknya
prostaglandin sebagai mediator nyeri,
sehingga terjadi penurunan nyeri pada
daerah yang bermasalah (Izza, 2014).
Bau harum yang khas dari Herbal
Compress Ball juga memberikan efek
aromaterapi kepada lansia. Efek
aromaterapi dari Herbal Compress Ball
berfungsi merilekskan pikiran sehingga
responden tidak terlalu berfokus pada
nyeri yang sedang dialami.

3. Pengaruh Herbal Compress Ball


terhadap penurunan nyeri otot
pada lansia di UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia Binjai tahun
2018.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan terhadap 15 orang responden,
didapatkan data bahwa ada perubahan
skala nyeri otot pada responden sebelum
dan setelah dilakukan intervensi Herbal
Compress Ball, Pada tahap pre
intervensi Herbal Compress Ball
mayoritas nyeri otot yang dialami
responden dengan kategori nyeri sedang
(skala nyeri 4-6) sebanyak 9 orang
(60%) responden dan nyeri berat
terkontrol (skala nyeri 7-9) sebanyak 6
orang (40%) responden. Pada tahap post
intervensi Herbal Compress Ball
didapatkan responden tidak merasakan
nyeri (skala nyeri 0) sebanyak 9 orang
(60%) responden dan sebanyak 6 orang
(40%) responden dengan kategori nyeri
ringan (1-3).
Data yang telah dikumpulkan
dilakukan uji normalitas yang terdiri atas
uji histogram, Kolmogorov, Shapiro
wilkskewness dan kurtosis. Dari hasil uji
normalitas didapatkan bahwa data tidak
berdistribusi normal. Maka peneliti
menggunakan uji Wilcoxon sign rank
test. Berdasarkan hasil uji wilcoxon sign
rank test, diperoleh hasil analisis
statistic p value = 0.000, dimana nilai
pvalue< 0.05, yang berarti ada pengaruh
signifikan dari intervensi Herbal
Compress Ball terhadap penurunan nyeri
otot pada lansia di UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2018.
Penelitian ini didukung oleh
Dhippayom (2015) tentang Clinical
Effects of Thai Herbal Compress:A
Systematic Review and Meta-Analysis.
Penelitian ini dilakukan di Thailand
kepada pasien yang mengalami nyeri
rematik dan asam urat, pasien dengan
nyeri muskuloskletal, pasien dengan
nyeri persalinan, dan kepada pasien
dengan induksi laktasi. Hasil uji statistic
didapatkan p = 0.048. Penelitian ini
menunjukkan hasil yang baik dalam
menurunkan nyeri. Pada penelitian ini
juga dikatakan bahwa Herbal Compress
Ball telah tercantum dalam daftar obat
Esensial Nasional Thailand untuk otot
terkilir, nyeri sendi, dan nyeri otot.
Berdasarkan penelitian Chiranthanut
(2014) tentang Thai Massage, and Thai
Herbal Compress versus Oral Ibuprofen
in Symptomatic Treatment of
Osteoarthritis of the Knee: A
Randomized Controlled Trial. Penelitian
ini dilakukan di Thailand kepada pasien
dengan nyeri Osteoarthritis. Hasil uji
statistic p = 0.010. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa terapi Herbal
Compress Ball sama baiknya dengan
penggunaan obat ibuprofen dalam hal
menurunkan nyeri.
Pada penelitian ini, peneliti
berasumsi bahwa penggunaan Herbal
Compress Ball sangat baik dianjurkan
kepada lansia sebagai terapi alternatif
dalam menurunkan nyeri otot.
Penggunaan terapi Herbal Compress
Ball kepada lansia bermanfaat dalam
mengurangi dampak negatif penggunaan
terapi farmakologi. Lansia sangat rentan
terhadap komplikasi dari obat-obatan
karena telah mengalami penurunan
fungsi organ tubuh untuk merespon
dengan baik obat-obatan yang masuk
kedalam tubuh. Salah satu dampak
negatif penggunaan farmakologi pada
lansia adalah konstipasi. Dengan
penggunaan terapi Herbal Compress
Ball nyeri otot pada lansia dapat
menurun tanpa menimbulkan komplikasi
lain yang dapat memperburuk keadaan
lansia.

5. KESIMPULAN

1. Dalam penelitian terhadap 15


orang (100%) responden yang
mengalami nyeri otot pre
intervensi Herbal Compress
Ball, terdapat 9 orang (60%)
responden yang mengalami
nyeri sedang dengan skala nyeri
2. Dalam penelitian terhadap 15
orang (100%) responden yang
mengalami nyeri otot post
intervensi Herbal Compress
Ball, terdapat 9 orang (60%)
responden tidak ada nyeri
dengan skala nyeri 0.
3. Ada pengaruh signifikan Herbal
Compress Ball terhadap
penurunan nyeri otot pada lansia
di UPT Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Binjai tahun 2018 dengan
nilai p = 0,000 (p<0,05).

6. SARAN

1. Diharapkan pasien
menggunakan Herbal Compress
Ball yang diberikan oleh peneliti
dalam mengatasi masalah nyeri
apa bila sedang mengalami nyeri
otot, sehingga pasien merasa
efek relaksasi dan nyeri otot
menurun.
2. Diharapkan pendidikan STIKes
Santa Elisabeth Medan
menjadikan Herbal Compress
Ball sebagai salah satu materi
pelajaran dalam mata kuliah
nursing entrepreneur ship.
3. Diharapkan pihak UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Binjai membantu dalam
mensosialisasikan terapi Herbal
Compress Ball sebagai salah
satu terapi alternatif dalam
membantu mengurangi nyeri
otot pada lansia.
4. Diharapkan peneliti selanjutnya
dapat melengkapi penelitian ini
dengan menambahkan grup
kontrol dan membandingkan
efektifitas Herbal Compress
Ball antara grup intervensi dan
grup kontrol.

7. REFERENSI

Billhantomo, Rimas. (2013).


Penatalaksanaan Fisioterapi
Pada Kondisi Myalgia
Subscapularis Dextra Di
BBRSBD Surakarta, (Online),
(eprints.ums.ac.id/26845/12/N
ASKAH__PUBLIKASI.pdf,
diakses 11 januari 2018).
Budhwar, Vikas. (2006). Khasiat
Rahasia Jahe dan Kunyit.
Jakarta : PT. Bhuana Ilmu
Populer.
Creswell, John. (2009). Research Design
Qualitative, Quantitative And
Mixed MethodsApproaches
Third Edition. American :
Sage.
Cutshall, Susanne, dkk. (2010). Effect of
Massage Therapy on Pain,
Anxiety, and Tension in
Cardiac Surgical Patients: A
pilot Study. (Online). (diakses
2 februari 2018).
Dalamagka, Maria. (2015). Acupuncture
in Chronic Pain, Low Back
Pain and Migraine. (Online).
(https://pdfs.semanticscholar.o
rg/9cba/3077dd58d47e345e94
5537ea3fa631fc9601.pdf,
diakses 8 februari 2018).
Dhippayom, Teerapon dkk., (2015).
Clinical Effects of Thai Herbal
Compress: A Systematic
Review and Meta-Analysis.
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov
/pubmed/25861373. diakses
pada 19 september 2017).
JURNAL 3 kESIMPULAN

Judul ; Pengaruh Herbal Compres Ball Terhadap Penurunan Nyeri Otot Pada Lansia Di
UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai 2018

Peneliti ; Loice Noni Faery Baeha tahun 2018


Metode Penelitian ; pra-pasca tes dengan penelitian (one group pre-post test design

Hasil Penelitian : Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa skala nyeri otot yang
dialami oleh responden pre intervensi Herbal Compress Ball adalah 6 orang (40%) responden
dengan nyeri berat terkontrol (skala nyeri 7-9) dan sebanyak 9 orang (60%) responden
dengan kategori nyeri sedang (skala nyeri 4-6).

Kesimpulan ; Dalam penelitian terhadap 15 orang (100%) responden yang mengalami nyeri
otot pre intervensi Herbal Compress Ball, terdapat 9 orang (60%) responden yang
mengalami nyeri sedang dengan skala nyeri

JURNAL 4
TERAPI MODALITAS KEPERAWATAN PIJAT PUNGGUNG
SEBAGAI PERAWATAN DAYA
INGAT (BAHASA) LANSIA DI UNIT PELAKSANA TEKNIS
PANTI SOSIAL LANJUT USIA
KABUPATEN JEMBER

(BACK MASSAGE MODALITY THERAPY FOR ELDERLY MEMORY


CARE (LANGUAGE)
IN JEMBER LONG-TERM CARE FACILITY)
Kushariyadi
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember
Jl. Kalimantan No. 37 Jember 68121
e-mail: kushariyadi@unej.ac.id

ABSTRAK

Proses penuaan dapat menurunkan daya ingat pada lansia. Lansia bertambah usia
diharapkan daya ingat terpelihara dengan baik sehingga fungsi dan kualitas hidup lansia
sebagai individu kompleks dan unik dapat berfungsi dan sejahtera. Permasalahan di UPT
PSLU Kabupaten Jember terdapat penurunan daya ingat pada lansia. Lansia menyatakan
permasalahan mengenai penurunan daya ingat yang dialami dan dirasakan sudah sejak
lama. Sampai saat ini perawatan terhadap penurunan daya ingat pada lansia di UPT
PSLU Jember menggunakan terapi modalitas keperawatan pijat punggung masih belum
pernah diberikan. Jenis penelitian eksperimen semu dengan rancangan one group pre
post test treatment design bertujuan membandingkan kelompok perlakuan sebelum diberi
intervensi terapi modalitas keperawatan pijat punggung dengan setelah diberi intervensi.
Tujuan penelitian mengetahui pengaruh terapi modalitas keperawatan pijat punggung
sebagai perawatan daya ingat (bahasa) lansia. Tehnik pengambilan sampel menggunakan
simple random sampling pada lansia di UPT PSLU Jember sebanyak 12 responden
pada 2016. Hasil analisis Wilcoxon sign rank test didapatkan nilai daya ingat (bahasa) p
= 0,034 maka disimpulkan ada perbedaan daya ingat (bahasa) lansia yang bermakna
antara sebelum dan setelah pemberian terapi modalitas keperawatan pijat punggung.
Perawat dan care giver keluarga secara bersama-sama memberikan terapi alternatif
menggunakan terapi modalitas keperawatan pijat punggung untuk perawatan pasien secara
individual dan holistik agar lansia menjadi tetap produktif.

ABSTRACT

The aging process can reduce the memory in the elderly. Elderly expected
memory
gets older well maintained so that the function and quality of life of the
elderly as a
complex and unique individuals to function and prosper. Problem in UPT
PSLU
Jember is memory loss in the elderly. Elderly expressed concerns about
memory
loss experienced and perceived long ago. Until now, treatment of memory
loss in
the elderly in UPT PSLU Jember using nursing a back massage modality
therapy
has not been given. Type of quasi-experimental research design with one
group
pre-post test design treatment aimed to compare before treatment group
were given
nursing intervention modality therapy back massage with after being
given inter
vention. This study aimed to influence nursing a back massage modality
therapy in
the treatment of memory (language) of the elderly. Sampling techniques
used simple

Kata kunci: daya ingat (bahasa) lansia terapi modalitas keperawatan pijat punggung
Keywords: back massage modality therapy elderly memory (langu
age)Terapi Modalitas Keperawatan Pijat Punggung Sebagai 37

PENDAHULUAN

Lansia secara fisiologis terjadi penurunan


fungsi kognitif (daya ingat) yang bersifat ireversibel.
Kondisi ini disebabkan oleh proses penuaan dan
perubahan degeneratif yang mungkin progresif
(Gething et al, 2004; Lovell, 2006). Masalah mengenai
perubahan terkait usia pada proses penuaan dapat
menurunkan fungsi kognitif (daya ingat) pada lansia
karena lansia yang semakin bertambah usia
diharapkan fungsi daya ingat dapat terpelihara dengan
baik sehingga fungsi dan kualitas hidup lansia sebagai
individu kompleks dan unik dapat berfungsi dan
sejahtera. Permasalahan di Unit Pelaksana Teknis
Panti Sosial Lanjut Usia (UPT PSLU) Kabupaten
Jember bahwa terdapat penurunan fungsi kognitif
(daya ingat) pada lansia. Lansia menyatakan bahwa
permasalahan mengenai penurunan daya ingat yang
dialami dan dirasakan sudah sejak lama. Sampai saat
ini perawatan terhadap penurunan daya ingat pada
lansia di UPT PSLU Jember menggunakan terapi
modalitas keperawatan pijat punggung masih belum
pernah diberikan.
Insiden lansia di Brazil yang mengalami
penurunan fungsi kognitif berjumlah 123 sampel lansia
(Montoril et al, 2015). Insiden lansia di Amerika yang
mengalami penurunan fungsi kognitif (daya ingat)
berjumlah 47 lansia berusia 50-67 tahun (Lesch,
2003). Insiden lansia di Italia yang mengalami
penurunan daya ingat terdapat 20 sampel lansia
berusia 60-70 tahun (Cavallini et al, 2003). Insiden
lansia di Netherlands yang mengalami penurunan daya
ingat berjumlah 93 lansia dengan usia 65 tahun
(Ekkers et al, 2011). Insiden lansia di Norwaygia yang
mengalami penurunan daya ingat terdapat 27%
dengan diagnosis gangguan daya ingat subyektif dan
sebanyak 19 lansia berusia rerata 60,9 tahun (Braekhus
et al, 2011). Insiden lansia di Hongkong yang
mengalami penurunan daya ingat daya berjumlah 20
lansia berusia 80 tahun (Lim, et al, 2012). Penelitian
pada anak sekolah dasar di Surabaya terdapat
peningkatan daya ingat yang signifikan (Erviyanti,
2007). Insiden lansia di Panti Werdha Mojopahit
Mojokerto yang mengalami penurunan daya ingat
dengan usia antara 58-91 tahun sejumlah 30 sampel
random sampling of the elderly in UPT PSLU Jember much as 12
respondents in
2016. The results of the analysis Wilcoxon signed rank test obtained value
memory
(language) p = 0.034, we conclude there is difference memory (language)
of eld
erly significantly between before and after nursing a back massage
modality therapy.
Nurses and care giver family jointly provide alternative therapies using
the back
massage modality therapy for patient care individually and holistically so
that eld
erly to remain productive.
(Kushariyadi, 2013).
Penyebab penurunan fungsi kognitif (daya
ingat) lansia secara fisiologis antara lain karena terjadi
proses penuaan dan perubahan degeneratif yang
progresif dan bersifat ireversibel (Gething et al, 2004;
Lovell, 2006). Hal ini dipengaruhi oleh lingkungan,
pengalaman hidup dan faktor sosio emosional seperti
perilaku, harapan, dan motivasi. Motivasi dapat
memengaruhi proses kognitif (daya ingat) (Carstensen
et al, 2006; Ormrod, 2009). Kemampuan kognitif juga
dipengaruhi oleh kesehatan, emosi, kognitif,
kepribadian, dan karakteristik psikologi (Hofer et al,
2006; Kramer et al, 2006). Penurunan daya ingat
lansia dari segi bahasa antara lain lansia kesulitan
mengulangi kata yang diucapkan oleh perawat dan
kesulitan mengikuti perintah yang diberikan. Akibat
dari penurunan fungsi kognitif (daya ingat) lansia jika
tidak dilakukan tindakan akan terjadi penurunan daya
ingat pada lansia (Abraham et al, 1997; Miller, 2009).
Hal ini sesuai dengan teori kemunduran yang
menyatakan dengan bertambahnya usia, daya ingat
akan mengalami penurunan. Perubahan neuron dan
sinaps otak sebagai pembentukan daya ingat juga
mengalami penurunan seiring bertambahnya usia
(Solso et al, 2008; Wade et al, 2008). Akibat lainnya
yaitu informasi yang tidak cepat dipindahkan ke daya
ingat jangka pendek akan menghilang (Hartley, 2006;
Solso et al, 2008; Wade et al, 2008). Dampak lain
terjadi penurunan kemampuan beradaptasi terhadap
perubahan dan stres lingkungan sehingga
menyebabkan gangguan psikososial, mencetuskan
atau memperburuk kemunduran fisik, terjadi
penurunan kualitas hidup dan menghambat pemenuhan
tugas-tugas perkembangan lansia (Stanley & Beare,
2007).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi permasalahan pada lansia yaitu
memberikan terapi modalitas keperawatan pijat
punggung untuk merawat daya ingat lansia di unit
pelayanan teknis panti sosial lanjut usia Kabupaten
Jember. Terapi modalitas keperawatan pijat punggung
merupakan tindakan manipulasi yang sistematis pada
jaringan lunak tubuh dengan sentuhan dan tekanan
berirama untuk memberikan efek kesehatan
(Sritoomma et al, 2013).38 NurseLine Journal Vol. 2 No. 1 Mei 2017: 36-43

METODE

Jenis penelitian termasuk dalam eksperimen


semu (quasy exsperiment). Rancangan penelitian
menggunakan one group pre-post test treatment de
sign bertujuan untuk membandingkan kelompok
perlakuan sebelum diberi intervensi dengan setelah
diberi intervensi pijat punggung.
Tehnik pengambilan sampel penelitian
menggunakan simple random sampling.
Randomisasi menggunakan simple random sampling
untuk memilih sampel kelompok perlakuan. Sampel
penelitian meliputi lansia yang bertempat tinggal di
UPT PSLU Jember. Besar sampel penelitian
sebanyak 12 responden kelompok perlakuan.
Karakteristik responden meliputi: 1) usia 60-90 tahun;
2) lansia yang dapat dilakukan pengukuran daya ingat
(bahasa); 3) kooperatif; 4) bersedia menjadi
responden.
Penelitian dilakukan pada April 2016.
Instrumen penelitian menggunakan kuesioner
peningkatan fungsi kognitif (daya ingat) yaitu MMSE.
Instrumen ini berisi item pertanyaan atau perintah
mengenai perhatian dan kalkulasi. Mengisi instrumen
peningkatan fungsi kognitif dilakukan sekitar 5-10
menit. Sedangkan terapi modalitas keperawatan pijat
punggung dilakukan sekitar 10 menit setiap hari
selama 7 hari.
Prosedur pengambilan data meliputi: 1)
mengadakan perijinan ke UPT PSLU Jember; 2)
memberikan penjelasan kepada sejumlah lansia yang
memenuhi kriteria tentang maksud dan tujuan
kegiatan; 3) menyiapkan lembar persetujuan (in
formed consent) yang disetujui oleh lansia untuk
menjadi responden; 4) uji coba instrumen
menggunakan instrumen peningkatan fungsi kognitif
(daya ingat) yang telah dimodifikasi; 5) penentuan
besar sampel dan menentukan responden menjadi 1
kelompok (perlakuan); 6) melakukan pre-test pada
hari ke-1 menggunakan instrumen peningkatan daya
ingat (bahasa) terhadap kelompok untuk diukur daya
ingat (bahasa); 7) kelompok diberikan intervensi terapi
modalitas keperawatan pijat punggung setiap hari
selama 7 hari dengan waktu sekitar 10 menit; 8)
melakukan post-test pada hari terakhir menggunakan
instrumen peningkatan daya ingat (bahasa) terhadap
kelompok untuk diukur daya ingat (bahasa); 9) hasil
nilai pre-test dan post-test dicatat dan disimpan peneliti
untuk diolah dan dianalisis.
Uji analisis statistik untuk membandingkan
hasil antara pre-test dan post-test menggunakan
Wilcoxon sign rank test dengan tingkat kemaknaan
p <0,05.

HASIL
Karakteristik Responden
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 7
orang (58,3%). Riwayat pendidikan responden
sebagian besar berpendidikan SMA sebanyak 6 or
ang (50%). Riwayat pekerjaan responden sebagian
besar sebagai petani sebanyak 6 orang (50%). Sta
tus pernikahan reponden sebagian besar berstatus
janda/duda sebanyak 11 orang (91,7%). Lama tinggal
di panti responden sebagian besar selama 0-5 tahun
sebanyak 9 orang (75%). Usia responden sebagian
besar berkategori elderly (60-74 tahun) sebanyak 9
orang (25%).
Uji Normalitas
Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil
perhitungan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
pada daya ingat lansia sebelum perlakuan pada
bahasa p = 0,001. Karena nilai p <0,05 maka
disimpulkan data skor daya ingat (bahasa) lansia
sebelum perlakuan mempunyai sebaran tidak normal.
Nilai Daya Ingat (Bahasa)
Tabel 3 menunjukkan bahwa rerata sebelum
perlakuan yaitu 8,58 dan setelah perlakuan yaitu 9,08
menunjukkan daya ingat (bahasa) yang dihasilkan
adalah meningkat.
Hasil analisis menggunakan Wilcoxon sign
rank test didapatkan nilai signifikan p = 0,034 karena
nilai p <0,05 maka disimpulkan ada perbedaan daya
ingat (bahasa) lansia yang bermakna antara sebelum
dan setelah pemberian terapi modalitas keperawatan
pijat punggung.

PEMBAHASAN
Nilai Daya Ingat (Bahasa)
Tabel 3 menunjukkan terdapat perbedaan
signifikan (p = 0,034) daya ingat (bahasa) lansia yang
bermakna antara sebelum dan setelah pemberian
terapi modalitas keperawatan pijat punggung.
Perbedaan tampak pada hasil nilai rerata daya ingat
(bahasa) lansia sebelum diberikan perlakuan sebesar
8,58. Namun setelah diberikan perlakuan nilai rerata
daya ingat (bahasa) lansiaaktivitas kegiatan hidupnya, misalnya berkomunikasi,
berpikir dan berperilaku.
Penelitian Cavallini et al (2003) menunjukkan
memori kerja meningkat saat lansia menyelesaikan
tugas dari segi bahasa menggunakan kumpulan daftar
kata, penamaan dan mengikuti perintah. Hal ini
dipengaruhi kemampuan lansia dalam mengevaluasi
kembali tugas dari segi bahasa menggunakan strategi
belajar terkait cara berpikir dan melakukan tindakan
pada situasi berbeda misalnya dalam aktivitas kegiatan
hidup harian.
Penelitian Bottirolli et al (2008) menunjukkan
pelatihan memori diberikan ke dalam aktivitas kegiatan
hidup harian. Strategi pelatihan yang dipelajari dalam
aktivitas kegiatan hidup harian meningkatkan memori
kerja lansia dan memelihara efek latihan jangka
panjang. Lansia menjalani pelatihan memori
menunjukkan pengetahuan memori lebih besar dan
sedikit keluhan.
Penelitian Engvig et al (2010) menunjukkan
efek jangka panjang pelatihan memori terkait cara
meningkatkan memori kerja ke dalam fungsi aktivitas
kegiatan hidup harian yang berfungsi sebagai
mekanisme dalam melindungi kerusakan fungsi
kognitif (memori). Penelitian menunjukkan pelatihan
memori meningkatkan memori kerja.
Sesuai dengan teori hubungan terapeutik
memandang bahasa dapat memengaruhi pemikiran,
berpikir dapat memengaruhi tindakan, berpikir dan
bertindak dapat memengaruhi perasaan. Sehingga
bahasa adalah model utama dalam memengaruhi
pikiran dan perasaan (Basford et al, 2006; Potter et
al, 2009).
Pendapat peneliti bahwa meskipun lansia di
UPT PSLU Kabupaten Jember memiliki riwayat
pendidikan formal sebagian besar adalah sekolah
dasar, akan tetapi hal tersebut tidak menyurutkan
lansia dalam melatih kemampuan strategi
keterampilan belajar yaitu dengan meningkatkan
kemampuan strategi keterampilan pelatihan dan
pembelajaran melalui pendidikan informal dengan
cara melaksanakan aktifitas kegiatan hidup harian
terkait bahasa.
Hasil nilai bahasa menunjukkan perubahan
berarti terhadap peningkatan memori (Maas et al,
2011). Penelitian Matthews et al (1999)
memperlihatkan kelompok lansia banyak yang
mempertahankan fungsi intelektualnya. Pendidikan
formal melindungi lansia dari penurunan fungsi kognitif
(memori) terkait penuaan, walaupun pendidikan yang
dijalani lansia berlangsung selama beberapa tahun
sebelumnya. Penelitian Zhu et al (1998) menunjukkan
pendidikan formal membantu pada fungsi kognitif
(memori) lansia. Selain itu lansia mampu memperbaiki
penampilan intelektualnya melalui pendidikan infor
mal dengan latihan dan pengalaman melakukan
berbagai tugas dalam aktivitas kegiatan hidup harian.
Penelitian Calero et al (2007) menunjukkan tingkat
pendidikan (jumlah tahun di sekolah) dan kemampuan
bahasa dapat memprediksi peningkatan daya ingat
setelah pelatihan memori. Penelitian Lim et al (2012)
dalam kriteria inklusi menggunakan responden lansia
dengan tingkat pendidikan berkisar dari tidak sekolah
sampai 4 tahun sekolah dasar.
Sebagaimana peran perawat pada hubungan
terapeutik perawat-pasien adalah perawat sebagai
pendidik (teacher) bahwa perawat berupaya
memberikan penyuluhan, pendidikan, pelatihan, dan
bimbingan pada pasien atau keluarga dalam mengatasi
masalah kesehatan, dibimbing ke arah pertumbuhan
dan perkembangan kepribadian. Perawat dapat
membantu pasien belajar secara formal maupun in
formal. Perawat membangkitkan minat pasien
terhadap sesuatu hal yang harus diketahui oleh pasien
dan cara untuk menghadapi informasi tersebut
(Alligood et al, 2006; Basford et al, 2006; Videbeck,
2011).
Hal ini sesuai kompetensi fungsi kognitif

(memori) lansia yaitu kemampuan melakukan aktivitas

kegiatan harian terus-menerus, merupakan hasil


penerapan proses kognitif berulang di berbagai situasi.
Kecerdasan terkristalisasi digunakan jika strategi
penyelesaian tugas yang dilakukan memerlukan
pengetahuan yang pernah dipelajari selama kehidupan
lansia. Kecerdasan cairan digunakan saat strategi
penyelesaian tugas yang dilakukan tidak berhubungan
dengan pengalaman atau pengetahuan sebelumnya
(Maas et al, 2011).
Bahasa dalam komunikasi terapeutik
digunakan mengidentifikasi obyek dan konsep yang
didiskusikan. Urutan dan makna terbentuk dengan
menyusun perkataan menjadi frase dan kalimat yang
dapat dipahami oleh pembicara dan pendengar.
Penggunaan bahasa di dalam hubungan terapeutik,
perawat mendorong pasien bercerita mengenai
kegiatan aktivitasnya. Melalui cara ini, perawat
memahami konteks kehidupan pasien dan dapat
membantu permasalahannya (Potter et al, 2009;
Videbeck, 2011)

SIMPULAN
Pemberian intervensi keperawatan terapi
modalitas keperawatan pijat punggung dapat
meningkatkan daya ingat lansia di UPT PSLU
Kabupaten Jember.Terapi Modalitas Keperawatan Pijat Punggung Sebagai 41
SARAN
Dari perspektif keperawatan, praktik
keperawatan memberikan tantangan dan kesempatan
bagi perawat dan care giver keluarga secara
bersama-sama memberikan terapi alternatif dengan
menggunakan teknologi untuk memberikan perawatan
pasien secara lebih individual dan holistik.
Lansia di UPT PSLU Kabupaten jember
secara teratur, efektif, kreatif, dan terus-menerus
melatih kemampuan registrasi atau mengulang
informasi yang didapat, agar lansia menjadi tetap
produktif. Hal ini sesuai tujuan komunikasi terapeutik
antara lain memotivasi dan mengembangkan pribadi
pasien ke arah konstruktif dan adaptif.

KEPUSTAKAAN
Abraham, C., & Shanley, E. 1997. Psikologi sosial
untuk perawat. Jakarta: EGC.
Alligood, M.R., & Tomey, A.M. 2006. Nursing theo
rists and their work. 7th Ed. St. Louis
Missouri: Mosby.
Bahrudin, M. 2011. Pemeriksaan klinis di bidang
penyakit syaraf. Malang: UMM Pres.
Basford, L., & Slevin, D. 2006. Teori dan Praktik
Keperawatan: Pendekatan Integral
pada Asuhan Pasien. Jakarta: EGC.
Bottiroli, S., Cavallini, E., & Vecchi, T. 2008. Long
term effects of memory training in the
elderly: A longitudinal study. Archives of
Gerontology and Geriatrics 47 (2008)
277-289. http:www.sciencedirect.com.
Diakses 8 Juli 2016.
Braekhus, A., Ulstein, I., Wyller, T.B., Engedal, K.,
2011. The Memory Clinic-outpatient
assessment when dementia is sus
pected. Tidsskr. Nor. laegeforen. 131,
2254-2257. www.ncbi.nlm.nih.gov/
pubmed/22085955. Diakses 7 Juli 2016.
Cartensen, L.L., Mikels, J.A., & Mather, M. 2006.
Aging and the Intersection of Cognition,
Motivation, and Emotion. In J.E. Birren
& K.W. Schaie (Eds.), Handbook of the
Psychology of Aging (6th ed., pp. 343-
362). San Diego: Academic Press.
psychology.stanford.edu/~lifespan/
publications.htm. Diakses 2 Juli 2016.
Calero, M.D., & Navarro, E. 2007. Cognitive plas
ticity as a modulating variable on the
effects of memory training in elderly
persons. Archives of Clinical Neurop
sychology 22 (2007) 63-72.
http:www.sciencedirect.com. Diakses 8
Agustus 2016.
Cavallini, E., Pagnin, A., Vecchi, T. 2003. Aging and
Everyday Memory: the Beneficial Ef
fect of Memory Training. Arch.
Gerontol. Geriatr. 37 (2003) 241-257.
<www.else vier.com/locate/archger>.
http:www.sciencedirect.com. Diakses 4
Juli 2016.
Ekkers, W., Korrelboom, K., Huijbrechts, I., Smits,
N., Cuijpers, P., Gaag, M.V.D. 2011.
Competitive Memory Training for treat
ing depression and rumination in de
pressed older adults: A randomized con
trolled trial. Behavior Research and
Therapy 49 (2011) 588-596. Elsevier.
http:www.sciencedirect.com. Diakses 4
Juli 2016.
Engvig, A., Fjell, A.M., Westlye, L.T., Moberget, T.,
Sundseth, O., Larsen, V.A., & Walhovd,
K.B. 2010. Effects of memory training
on cortical thickness in the elderly.
NeuroImage 52 (2010) 1667- 1676.
http:www.sciencedirect.com. Diakses 4
Juli 2016.
Erviyanti, A.D. 2007. Peningkatan daya ingat dengan
metode belajar hafalan system asosiasi:
Penelitian true eksperimen dalam bidang
kesehatan mental sekolah di SDN
Keputran 3 Surabaya. Tesis. Universi
tas Airlangga. Surabaya. <http://
ADLN.com/>. library@lib.unair.ac.id.
Diakses 2 Juli 2016.
Gething, L., Fethney, J., McKee, K., Persson, L.O.,
Goff, M., Church-ward, M. 2004. Vali
dation of the reactions to ageing ques
tionnaire: assessing similarities across
several countries. Journal of
gerontological nursing. 30(9), 47-54.
www.conceptwiki.org/.../
Concept:f2db3afe-7ebb-11df-9387-
001517. Diakses 4 Juli 2016.
Ginsberg, L. 2008. Lecture notes: Neurology. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Hartley, A. 2006. Changing Role of the Speed of Pro
cessing Construct in the Cognitive Psy
chology of Human Aging. In J.E. Birren
& K.W. Schaie (Eds.), Handbook of the
Psychology of Aging (6th ed., pp. 183-
207). San Diego: Academic Press.
https://tspace.library.utoronto.ca/.../
Burton_Christine_M_201111_Ph.
Diakses 7 Juli 2016.
meningkat menjadi 9,08.
Terdapat peningkatan selisih nilai rerata antara pre
test dan post-test sebesar 0,5.
Secara keseluruhan berarti pemberian terapi
modalitas keperawatan pijat punggung berpengaruh
terhadap daya ingat (bahasa) lansia. Hal ini disebabkan
karena lansia menggunakan bahasa dalam keseharianTerapi Modalitas Keperawatan Pijat
Punggung Sebagai 39
Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Riwayat Pendidikan, Riwayat
Pekerjaan, Status
Pernikahan, Lama Tinggal Di Panti, Dan Usia
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Daya Ingat (Bahasa) Sebelum Perlakuan
Tabel 3. Nilai Pre-Test Dan Post-Test Daya Ingat (Bahasa)
No Karakteristik
Responden
Perlakuan
Frekuensi Persentase
JURNAL 4 KESIMPULAN NYA

Judul ; Terapi Modalitas Keperawatan Pijat Punggung Sebagai Perawatn Daya


ingat{Bahasa} lansia Di Unit Pelaksanaan Teknis Panti Sosial Lanjut Usia Kabutan
Jember tahun 2018

Peneliti : Kushariyadi 2018

Metode Penelitian : eksperimen semu (quasy exsperiment).

Hail Penelitian : setelah diberikan perlakuan nilai rerata daya ingat (bahasa) lansiaaktivitas
kegiatan hidupnya, misalnya berkomunikasi, berpikir dan berperilaku. Penelitian
Cavallini et al (2003) menunjukkan memori kerja meningkat saat lansia
menyelesaikan tugas dari segi bahasa menggunakan kumpulan daftar kata, penamaan
dan mengituki perintah

Kesimpulan ; Pemberian intervensi keperawatan terapi modalitas keperawatan pijat


punggung dapat meningkatkan daya ingat lansia

JURNAL 5

PENGARUH TERAPI BERKEBUN TERHADAP PERUBAHAN


TEKANAN
DARAH PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL
TRESNA WERDHA MINAULA KENDARI
Magfirah

1)
, La Ode Alifariki
2)
1,2
Program Studi Keperawatan Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran UHO
Kampus Bumi Tridharma Anduonuhu Kendari
E-mail: ners_riki@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penuaan dan penurunan fisiologis terjadi pada lansia karena proses degeneratif sehingga
penyakit tidak menular seperti hipertensi sering diderita oleh lansia. Terapi berkebun adalah
salah satu metode yang dapat digunakan sebagai terapi alternatif untuk menormalkan
tekanan darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi berkebun
terhadap perubahan tekanan darah Lansia dengan hipertensi.
Desain penelitian menggunakan quasi eksperimental pre-post test dengan kelompok
kontrol dengan jumlah sampel sebanyak 15 responden yang dipilih secara purposive
sampling. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah terapi berkebun dan variabel
dependennya adalah tekanan darah sistolik dan diastolik yang diukur dengan
sphygmomanometer dan stetoskop. Data dianalisis dengan menggunakan uji t berpasangan
dan uji t independen (α = 0,05). Hasil analisis bivariat pada empat pertemuan menunjukkan
bahwa ada pengaruh terapi berkebun terhadap perubahan tekanan darah sistolik diastolik
pada pengukuran pertama, ketiga, keempat, sedangkan untuk tekanan darah sistolik ketiga,
keempat untuk tekanan darah diastolik yang digambarkan oleh nilai p berikut, p1 = 0,005,
p3 = 0,015, p4 = 0,017 dan p3 = 0,018 dan p4 = 0,025. Analisis perbedaan pada empat
pertemuan menunjukkan bahwa ada perbedaan tekanan darah sistolik antara kelompok
kontrol dan intervensi pada pertemuan ketiga di Institusi Sosial Tresna Werdha Minaula
Kendari yang diwakili oleh nilai p berikut, p3 TDS = 0,045. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah bahwa terapi berkebun efektif untuk menormalkan tekanan darah lansia dengan
hipertensi, sehingga diharapkan lansia harus mengambil terapi berkebun sebagai salah satu
alternatif terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan secara mandiri atau bersama. tanpa
menyebabkan efek samping.

Kata Kunci: Terapi Berkebun, Tekanan Darah Lansia


ABSTRAK

The Human aging and the decline of physiological occur in the elderly due to
degenerative process. Non-communicable diseases such as hypertension is often suffered
by the elderly. Gardening therapy is one of the methods that can be used as an alternative
to normalize the blood pressure. The purpose of this research is to examine the effects of
gardening therapy on the changes in elderly blood pressure with hypertension.The research
design used Quasy experimental pre post test with control group and the total sample of
15 respondents are selected by using purposive sampling. The independent variable in this
study is the gardening therapy and the dependent variable is the systolic and diastolic
blood pressure as measured by sphygmomanometer and stethoscope. The data were
analyzed by using paired t-test and independent t-test (α = 0.05). The results of bivariate
analysis in this study showed that there was an effect of the gardening therapy on the
changes in systolic and diastolic blood pressure in the first, third, and fourth
measurements, while for systolic diastolic which was described by the following p value, p1
= 0.005, p3 = 0.015, p4 = 0.017 and p3 = 0.018 and p4 = 0.025. The analysis of differenc
in the four meetings showed that there were differences between control group and systolic
blood pressure between the control group and the intervention at the third meeting at
Institusi Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari which was represented by the following p
value, p3 TDS = 0.045. The conclusion of this study is that the gardening therapy is an
effective way to normalize the blood of elderly people with hypertension, so it is necessary
to do the therapy as an alternative non-pharmacological therapy that can be done
independently or together without causing side effects..

Key Words: Gardening therapy, elderly blood pressure.

1. PENDAHULUAN

Menurut WHO, lanjut usia (lansia) adalah


kelompok penduduk yang berumur 60 tahun
atau lebih. Makin baiknya pelayanan kesehatan,
maka ada kecenderungan meningkatnya umur
harapan hidup sehingga berdampak pada
semakin meningkatnya populasi Lansia dari
tahun ke tahun.
Data World Population Prospects the 2015
Revision, jumlah lansia di dunia pada tahun
2015 dan 2030 jumlah orang berusia 60 tahun
lebih diproyeksikan akan tumbuh sekitar 56%
dari 901 juta menjadi 1,4 milyar dan pada tahun
2050 populasi lansia diproyeksikan lebih dari 2
kali lipat di tahun 2015, yaitu mencapai 2,1
milyar. Selama 15 tahun kedepan, jumlah lansia
diperkirakan akan meningkat. Amerika latin
dan Karibia dengan proyeksi peningkatan 71%,
penduduk usia 60 tahun atau lebih diikuti oleh
Asia 66%, Afrika 64%, Ocemia 47%, Amerika
Utara 41% dan Eropa 23%. Hal ini akan
cenderung meningkatkan angka prevalensi
kejadian penyakit degeneratif (Nations, 2015).
Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2000
meningkat menjadi 14,4 juta jiwa (7,18%) dari
jumlah penduduk di Indonesia dengan usia
harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2006
angka meningkat hingga dua kali lipat menjadi
19 juta jiwa (8,9%) dari jumlah penduduk di
Indonesia dengan usia harapan hidup 66,2 dan
diperkirakan tahun 2020 mencapai 28,8 juta
jiwa (11,34%) dari jumlah penduduk di
Indonesia dengan usia harapan hidup 71,1
tahun (Agustina, 2014).
Peningkatan jumlah lansia di Indonesia ini
memberikan suatu perhatian khusus pada lansia
yang mengalami suatu proses menua.
Permasalahan–permasalahan yang perlu
perhatian khusus untuk lansia berkaitan dengan
berlangsungnya proses menjadi tua, yang
berakibat timbulnya perubahan fisik, kognitif,
perasaan, sosial, dan seksual (Agustina, 2014).
Pertambahan usia dan penurunan fisiologis
terjadi pada lansia akibat proses degeneratif
(penuaan) sehingga penyakit tidak menular
banyak muncul pada usia lanjut. Penyakit tidak
menular pada lansia di antaranya hipertensi,
stroke, diabetes melitus dan radang sendi atau
rematik. Hipertensi merupakan “silent killer”
sehingga menyebabkan fenomena gunung es.
Prevalensi hipertensi meningkat dengan
bertambahnya usia. Kondisi patologis ini jika
tidak mendapatkan penanganan secara cepat
dan secara dini maka akan memperberat risiko
(Wahyuningsih dan Astuti E., 2013).
Menurut data WHO, di seluruh dunia, sekitar
972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi
mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan
akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025,
dari 972 juta pengidap hipertensi 333 juta
berada di negara berkembang, termasuk
Indonesia, sehingga berdampak pada
meningkatnya beban tangggungan keluarga
Lansia (Yonata & Pratama, 2016).
Hipertensi adalah penyakit yang perlu diberikan
penanganan ekstra karena jika tidak dapat
berdampak pada kesehatan khususnya
kesehatan lansia. Hipertensi merupakan faktor
risiko utama terjadinya penyakit jantung, gagal
jantung kongestif, stroke, gangguan penglihatan
dan penyakit ginjal. Komplikasi yang terjadi
pada hipertensi ringan dan sedang yaitu pada
mata, ginjal, jantung dan otak. Komplikasi pada
mata berupa perdarahan retina, gangguan
penglihatan sampai dengan kebutaan (H &
Nisa, 2017).
Cara pengendalian tekanan darah selain dari
obat antihipertensi juga diimbangi dengan
merubah gaya hidup lebih sehat, melakukan
aktivitas fisik, dan manajemen stress dengan
melakukan hal yang menyenangkan seperti
melakukan hobi atau kegiatan yang diminati.
Berkebun merupakan metode yang dapat
dijadikan sebagai alternatif rekreasi yang cocok
dengan aktivitas gaya hidup sehat. Melakukan
sesuatu yang didasari oleh hobi akan lebih
mudah dilakukan karena tidak dijadikan
sebagai beban, atau tuntutan yang malah
memberatkan lansia. Salah satu hobi yang biasa
dijadikan sebagai alternatif terapi adalah
berkebun (Sari A.P. dkk. 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Permata
Sari di Magetan, Rerata tekanan darah sistolik
pre tes adalah 161 mmHg dan post tes 149
mmHg, diuji dengan paired t test menunjukkan
p=0,013 dan rerata tekanan darah diastolik pre
tes adalah 83 mmHg dan post test 79 mmHg,
uji paired t test menunjukkan p=0,037 sehingga
menunjukkan terapi berkebun efektif terhadap
perubahan tekanan darah pada lansia dengan
hipertensi (Sari et al., n.d.2014).
Terapi berkebun memberi kepuasan emosional
saat panen, rasa memiliki, mendorong adanya
komunikasi karena dilakukan bersama-sama,
yang merupakan bentuk ekspresi diri yang
dapat memungkinkan penyaluran bagi emosi
sehingga menimbulkan rasa nyaman. Perasaan
nyaman, tenang dan bahagia akan mengaktifkan
HPA axis. HPA axis akan merangsang
hipotalamus sehingga menurunkan sekresi CRH
(Corticotropin Releasing Hormone)
menyebabkan ACTH (Adrenocorticotropic
Hormone) menurun dan merangsang
POMC(Pro-opimelanocortin) yang juga
menurunkan produksi ACTH dan kortisol
sehingga menstimulasi produksi endorphin.
Endorphin menimbulkan dilatasi vascular
Penurunan kortisol dan ACTH serta
peningkatan endorphin membuat pembuluh
darah rileks sehingga akan menurunkan tahanan
perifer dan cardiac output sehingga
mempengaruhi tekanan darah (Sari et al.,
n.d.2014).

2. METODE
Penelitian ini menggunakan desain Quasi
experimental pre-post test dengan kelompok
kontrol. Tekanan darah diobservasi sebelum
dan setelah diberikan perlakuan sebanyak 4
kali pertemuan selama 2 minggu. Penelitian ini
dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari pada tanggal 25 Januari-7
Februari 2018. Populasi pada penelitian ini
berjumlah 22 orang yaitu lansia dengan
hipertensi di Panti Sosial Tresna. Pengambilan
sampel menggunakan teknik non probability
sampling dengan menggunakan metode
purposive sampling. Sampel dari penelitian ini
diambil dari populasi yang sudah memenuhi
kriteria inklusi sebanyak 15 orang. Kriteria
inklusi dalam penelitian ini antara lain: 1)
Memiliki riwayat hipertensi (TDS ≥140
mmHg) dan pada saat pengukuran termasuk
dalam kategori hipertensi stage 1, 2) Mandiri
dalam beraktivitas sehari-hari dan kooperatif, 3)
Tidak mengalami kelemahan fisik. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah Terapi
Berkebun. Variabel dependen dalam penelitian
ini adalah tekanan darah lansia. Pengukuran
variabel dependen pada penelitian ini
menggunakan sphygmomanometer dan
stetoskop. Hasil dari tekanan darah dicatat
dalam lembar observasi. Pemberian terapi
berkebun mengacu pada . Alat dan bahan yang
dipergunakan meliputi polybag, media tanam,
pupuk NPK, sekop mini, bibit tanaman
kangkung dan air untuk menyiram tanaman.
Penentuan jumlah responden berdasarkan
kriteria inklusi dilakukan secara langsung saat
pengukuran tekanan darah pada pengambilan
data awal. Terapi berkebun dilakukan
sebanyak 4 kali pertemuan selama 2 minggu
dengan tahapan yaitu menyiapkan media tanam,
persiapan bibit dan penanaman, pemeliharaan
tanaman dan pemanenan. Total waktu setiap
pertemuan adalah 75 menit, dengan pembagian
30 menit untuk pemeriksaan tekanan darah dan
45 menit untuk pelaksanaan terapi berkebun.
Pengukuran tekanan darah diukur sebelum dan
sesudah terapi berkebun pada kelompok kontrol
dan intervensi sampai pertemuan keempat. Data

yang diperoleh kemudian dianalisis


menggunkan uji statistikPaired t-test dan
independent t test (α=0,05).

3. HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian disajikan dan dianalisis dalam
bentuk tabel dan dianalisis secara univariat dan
bivariat. Hasil Penelitian menunjukan
karakteristik responden penelitian berdasarkan
usia dan jenis kelamin yang ditampilkan pada
4. PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk untuk


mengetahui pengaruh terapi berkebun terhadap
perubahan tekanan darah pada lansia dengan
hipertensi dan mengetahui perbedaan tekanan
darah antara kelompok kontrol dan kelompok
intervensi di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari.
Pada hasil penelitian ini didapatkan responden
yang mengalami perubahan tekanan darah
sistolik di pertemuan pertama sebanyak 6
reponden dan responden yang nilai tekanan
darah sistoliknya tetap setelah terapi berkebun
sebanyak 1 responden saja, sehingga
berdasarkan uji statistik paired t test untuk
tekanan darah sistolik diperoleh nilai p = 0,005
yang menunjukan bahwa terdapat pengaruh
terapi berkebun terhadap penurunan tekanan
darah sistolik pada pertemuan pertama. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sari A.P dkk (2014), dimana terdapat pengaruh
terapi berkebun terhadap penurunan tekanan
darah sistolik lansia dengan nilai p = 0,013.
Artinya bahwa terapi berkebun efektif dalam
menurunkan tekanan darah sistolik Lansia.
Melihat keindahan dan melakukan kontak
langsung dengan tanaman dapat memicu
ketenangan dan kedamaian, memicu emosi
positif, dan mengalihkan fokus dari
stres.Sedangkan hasil uji statistik paired t test
untuk tekanan darah diastolik diperoleh nilai p
= 0,231, sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak ada pengaruh terapi berkebun terhadap
perubahan tekanan darah diastolik lansia pada
pertemuan pertama. Hasil penelitian ini
bertolak belakang dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sari A.P (2014) yang
menunjukan bahwa terdapat pengaruh terapi
berkebun terhadap penurunan tekanan darah
diastolik dengan nilai p = 0,037. Tidak adanya
pengaruh terapi berkebun terhadap tekanan
darah distolik diakibatkan karena berkebun
adalah aktivitas fisik yang tidak semua Lansia
tertarik pada kegiatan tersebut sehingga
menyebabkan masih ada beberapa Lansia
memiliki tekanan darah diastolik tidak berubah.
Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko
menderita tekanan darah tinggi (hipertensi)
karena meningkatkan risiko kelebihan berat
badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung yang
lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus
bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.
Makin keras dan sering otot jantung harus
memompa, makin besar tekanan yang
dibebankan pada arteri. Teori tersebut
menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat
berpengaruh terhadap perubahan tekanan darah
(Phillips, 2009).
Mengolah media tanam merupakan aktivitas
fisik ringan, sehingga selama kegiatan tersebut
didapatkan tekanan darah responden mengalami
perubahan, meskipun pada tekanan darah
diastolik hanya ada 2 responden yang tekanan
darahnya menurun setelah melakukan terapi
berkebun di pertemuan pertama.
Pada pertemuan kedua di minggu pertama
dilakukan terapi berkebun yaitu tahapan
persiapan bibit dan penanaman. Berdasarkan
hasil uji statistik menggunkan uji wilcoxon
didapatkan nilai p = 0,180 dimana nilai
signifikan p > 0,05, maka dapat disimpulkan
bahwa terapi berkebun pada tahapan persiapan
bibit dan penanaman di pertemuan kedua tidak
memiliki pengaruh Hal yang sama juga terjadi
pada hasil tekanan darah diastolik lansia pada
pertemuan kedua, dimana diperoleh nilai p =
0,180 dimana nilai signifikan p > 0,05. Hasil
penelitian ini bertolak belakang dengan
penelitian yang dilakukan oleh Yusuf, R.A.
(2013) yang dilakukan di Malang pada 9 orang
lansia, dari penelitian yang dilakukan diperoleh
hasil uji statistik paired t test dimana nilai p =
0,000 (Yusuf.R.A.W, 2013).
Pelaksanaan terapi berkebun pada pertemuan
kedua didapatkan hasil yang bertolak belakang
dengan penelitian sebelumnya. Hal ini
dikarenakan pada tahapan ini yaitu tahapan
persiapan bibit dan penanaman, responden tidak
bersemangat dan kurang aktif. Pada tahapan

persiapan bibit dan penanaman memang


sangatlah sederhana karena peneliti
menggunakan bibit yang masih dalam bentuk
biji sehingga responden terlihat tidak terlalu
tertarik pada saat pelaksanaan terapi berkebun
di pertemuan kedua.
Pertemuan ketiga di minggu kedua yaitu pada
tahapan pemeliharaan tanaman yaitu proses
pemupukan tanaman dimana berdasarkan hasil
uji statistik dengan menggunakan uji paired t
test diperolah nilai p = 0,015 dimana nilai
signifikan p > 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh terapi berkebun terhadap
perubahan tekanan darah sistolik lansia pada
pertemuan ketiga. Hal yang sama juga terjadi
pada hasil tekanan darah diastolik lansia,
dimanaberdasarkan hasil uji statistik dengan
menggunkan paired t test diperoleh nilai p =
0,018 dimana nilai signifikan p > 0,05, maka
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi
berkebun terhadap perubahan tekanan darah
diastolik lansia pada pertemuan ketiga.
Pertemuan berikutnya adalah pertemuan
keempat yaitu tahap pemanenan dimana
berdasarkan hasil uji statistik paired t test
diperolah nilai p = 0,017 dimana nilai
signifikan p > 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh terapi berkebun terhadap
perubahan tekanan darah sistolik pada lansia di
pertemuan keempat. Hal yang sama juga terjadi
pada hasil pengukuran tekanan darah diastolik
lansia sebelum dan sesudah melakukan terapi
berkebun di pertemuan keempat dimana
berdasarkan hasil uji statistik dengan
menggunakan uji wilcoxon diperoleh nilai p =
0,025 dimana nilai signifikan p > 0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi
berkebun terhadap perubahan tekanan darah
diastolic lansia pada pertemuan keempat. Pada
tahapan ketiga dan keempat yaitu tahapan
pemeliharaan, tanaman dan pemanenan,
pemeliharaan tanaman selain dilakukan
penyiraman setiap dua kali sehari, juga
dilakukan pemupukan dengan menggunakan
pupuk NPK, pada tahapan ini responden terlihat
sangat aktif dan bersemangat pada saat
pemupukan, dikarenakan tanaman kangkung
tumbuh subur dan semua tanaman tumbuh
dengan baik, warnanya yang hijau membuat
lansia merasa tenang dan nyaman. Hal yang
sama juga terjadi pada pelaksanaan terapi
berkebun dipertemuan keempat pada saat
panen, responden merasa puas dan terlihat
bahagia karena tanaman kangkung yang mereka
tanam sendiri dapat tumbuh dengan dengan
baik sampai saat panen tiba. Rasa tenang,
nyaman dan bahagia inilah yang memicu tubuh
untuk mengaktifkan HPA axis. HPA axis akan
merangsang hipotalamus sehingga menurunkan
sekresi CRH (Corticotropin Releasing
Hormone) menyebabkan ACTH
(Adrenocorticotropic Hormone) menurun dan
merangsang POMC (Pro-opimelanocortin)
yang juga menurunkan produksi ACTH dan
kortisol sehingga menstimulasi produksi
endorphin. Endorphin menimbulkan dilatasi
vascular penurunan kortisol dan ACTH serta
peningkatan endorphin membuat pembuluh
darah rileks sehingga akan menurunkan tahanan
perifer dan cardiac output sehingga
mempengaruhi tekanan darah (Sari et al., n.d.
2014).
Berdasarkan hasil analisis uji perbedaan

tekanan darah sistolik antara kelompok kontrol


dan kelompok intervensi di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari ditemukan perbedaan
yang signifikan tekanan sistolik antara
kelompok kontrol dan intervensi pada
pertemuan ketiga, hal ini dibuktikan dengan
hasil uji statistic menggunakan uji mann
whitney diperoleh nilai p = 0,045 dimana nilai
p > 0,05. Sedangkan untuk hasil analisis uji
perbedaan tekanan darah diastolik antara
kelompok kontrol danintervensi pada
pertemuan ketiga tidak ditemukan perbedaan
yang signifikan tekanan darah diastolik antara
kelompok kontrol dan intervensi. Hal ini
dibuktikan dengan hasil uji statistik
menggunakan uji mann-whitney diperoleh nilai
p = 0,351 dimana nilai p > 0,05.
Sedangkan pada pertemuan pertama, kedua,
dan keempat juga tidak ditemukan perbedaan
yang signifikan tekanan darah sistolik dan
diastolik antara kelompok kontrol dan

5. KESIMPULAN
Kesimpulan pada penlitian ini adalah Terdapat
pengaruh terapi berkebun terhadap perubahan
tekanan darah lansia dengan hipertensi di
pertemuan pertama, ketiga, keempat untuk
tekanan darah sistolik dan pertemuan ketiga,
keempat untuk tekanan darah diastolik dan
tidak terdapat pengaruh terapi berkebun
terhadap perubahan tekanan darah lansia
dengan hipertensi di pertemuan pertama untuk
tekanan darah diastolik dan pertemuan kedua
untuk tekanan darah sistolik dan diastolik di
Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari.
Terdapat perbedaan tekanan darah pada
kelompok kontrol dan intervensi di pertemuan
ketiga untuk tekanan darah sistolik dan untuk
tekanan darah sistolik dan tidak ada di
pertemuan ketiga untuk tekanan darah sistolik
dan tidak ada perbedaan tekanan darah pada
kelompok kontrol dan intervensi pada
pertemuan pertama, kedua, keempatuntuk
tekanan darah sistolik dan pertemuan pertama,
kedua, ketiga, dan keempat untuk tekanan darah
diastolik di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari.

5. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
pengaruh terapi berkebun terhadap perubahan
tekanan darah pada lansia dengan hipertensi
dengan melakukan pengawasan terhadap faktor
yang mempengaruhi tekanan darah seperti
mengontrol konsumsi garam, kafein, kebiasaan
merokok, dan stressor bagi penderita hipertensi
secara tepat. Penelitian selanjutnya diharapkan
dapat mengamplikasikan terapi berkebun tidak
hanya pada lansia yang mengalami hipertensi
tetapi juga dapat dilakukan pada kelompok
umur lainnya yang mengalami hipertensi.

6. REFERENSI
1. Agustina, S. (2014). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Hipertensi Pada
Lansia di Atas Umur 65 Tahun Factors
Related with Hypertension on The Elderly
over 65 Years. Jurnal Kesehatan
Komunitas, 2(01), 2–7. Retrieved from
jurnal.htp.ac.id/index.php/keskom/article/do
wnload/70/57/
2. Dalimartha, S. (2008). Care your Self
Hipertensi (edisi 1). Jakarta: Penebar Plus
Positif.
3. H, A. M., & Nisa, K. (2017). Pengaruh
Musik Klasik Terhadap Penurunan Tekanan
Darah pada Lansia Penderita Hipertensi
Effect of Classical Music to Decrease of
Blood Pressure in Elderly Patients with
Hypertension, 4.
4. Hasrin Mannan, Wahiduddin, R. (2012).
Faktor Risiko Kejadian Hipertensi di
Wilayah Kerja Puskesmas Bangkala
Kabupaten Jeneponto Tahun 2012, 2(11),

JURNAL 5 KESIMPULAN

Judul ; Pengaruh Terapi Berkebun Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan
Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari Tahun 2018

Peneliti : Magfirah 2018

Metode Penelitian : menggunakan desain Quasi experimental pre-post test dengan


kelompok kontrol.
Hasil Penelitian ; Hasil penelitian disajikan dan dianalisis dalam bentuk tabel dan dianalisis
secara univariat dan bivariat. Hasil Penelitian menunjukan
karakteristik responden penelitian berdasarkan usia dan jenis kelamin

Kesimpu;an ; Kesimpulan pada penlitian ini adalah Terdapat pengaruh terapi berkebun
terhadap perubahan tekanan darah lansia dengan hipertensi di pertemuan
pertama, ketiga, keempat untuk tekanan darah sistolik

Anda mungkin juga menyukai