1 Definisi
Trauma dada adalah luka atau cedera yang mengenai rongga dada yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding dada ataupun isi disebabkan oleh
benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat
(Brunner & Suddarth, 2002). Trauma pada dada adalah masalah utama yang
paling sering terjadi pada bagian emergensi. Cedera pada dada dapat mengenai
tulang-tulang sangkar dada, pleura dan paru-paru, diafragma, atau organ-organ
dalam mediastinum. Penyebab utama cedera pada dada adalah kecelakaan
bermotor misalkan sepeda motor atau mobil. Pukulan benda-benda tumpul pada
dada, atau akibat terjatuh juga dapat menyebabkan cedera (Asih & Effendy,
2004).
2.1.2 Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul dan
trauma tajam. Penyebab trauma toraks tersering adalah oleh karena
kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan,
ada lima jenis tabrakan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping,
belakang, berputar dan terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan
untuk mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola
trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh karena trauma tajam
dibedakan menjadi 3, berdasarkan tingkat energinya yaitu: trauma tusuk atau
tembak dengan energi rendah, berenergi sedang dengan kecepatan kurang
dari 1500 kaki per detik (seperti pistol) dan trauma toraks oleh karena
proyektil berenergi tinggi (senjata militer) dengan kecepatan melebihi 3000
kaki per detik. Penyebab trauma toraks yang lain oleh karena adanya
tekanan yang berlebihan pada paru-paru bisa menimbulkan pecah atau
pneumotoraks (seperti pada scuba) (David.A, 2005; Sjamsoehidajat, 2003).
2.1.3 Klasifikasi
Hematotoraks :
1. Denyut jantung cepat
2. Kecemasan
3. Gelisah
4. Kelelahan
5. Kulit yang dingin dan berkeringat
6. Kulit yang pucat
7. Terasa sakit di dada
8. Sesak nafas (FKUI, 1995).
Pneumothoraks :
1. Nyeri dada mendadak dan sesak napas
2. Gagal pernapasan dengan sianosis
3. Kolaps sirkulasi
4. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan
suara napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama
sekali.pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
5. Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka
internal hebat seperti aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat
penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-
abdominal (Mowschenson, 1990).
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesa dan pemeriksaan fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola
dari trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,
kerusakan dari kendaraan yang dikendarai, kerusakan stir mobil /air
bag dan lain lain.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Gas Darah Arteri (GDA) dan Ph
Gas darah dan pH digunakan sebagai pedoman dalam
penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan
menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai
keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar oksigen dalam
darah, serta kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan
analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan
ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan
melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri
radialis, A. brachialis, A. Femoralis.
b. Hb (Hemoglobin)
Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen
jaringan tubuh.
3. Pemeriksaan Radiologi
a. Radiologi : Foto Thorax (AP)
Pemeriksaan yang mempunyai nilai diagnostik pada pasien
dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu
dihubungkan dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari
90% kelainan serius trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari
pemeriksaan foto toraks. Foto thorax akan mendeteksi tidak hanya
fraktura iga, tetapi juga adanya mediastinum yang melebar, yang
menggambarkan cedera vascular dan infiltrate paru yang
menggambarkan kontusio paru.Foto thorax berguna untuk
penanganan selanjutnya dan untuk mengesampingkan adanya
non-tension pneumothorax, perdarahan intra pleura atau
perdarahan paru.
b. CT-Scan
Membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul toraks,
seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi.
Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada vertebra
torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan CT-Scan. Adanya
pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks foto dapat
dipertegas dengan pemeriksaan CT-Scan sebelum dilakukan
Aortografi.
c. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa adanya kelainan pada jantung dan
esophagus. Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan
aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta
katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila
dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90%
dan spesifitasnya hampir 96%.
d. EKG (Elektrokardiografi)
Membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi
akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma.
Adanya abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan
konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan
kemungkinan adanya kontusio jantung. Keadaan tertentu seperti
hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG
menyerupai keadaan seperti kontusi jantung. (L.Hartono, 1995)
f. Aortografi
Pelebaran mediastinum superior dan kehilangan bentuk aorta
merupakan tanda paling dapat diandalkan bagi cedera pembuluh
darah besar dan mengharuskan aortografi darurat.(Sabiston,1995)
2.1.7 Penatalaksanaan
1. Gawat Darurat / Pertolongan Pertama
Klien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian
maupun di unit gawat darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan
sejenisnya harus mendapatkan tindakan yang tanggap darurat
dengan memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.
Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai dengan
keadaan masing-masing klien secara spesifik.Bantuan oksigenisasi
penting dilakukan untuk mempertahankan saturasi oksigen klien. Jika
ditemui dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan / tidak
sadar maka tindakan tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu
dengan memperhatikan :
a. Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami
permasalahan pada jalan napas.Jika terdapat sumbatan harus
dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat
dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi
dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras
dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang
dibengkokkan.Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger,
dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada
mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda
asing, biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang,
maka lidah dan epiglotis akan menutup faring dan laring, inilah
salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan
napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala
topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan
Mandibula (Jaw Thrust Manuver)
b. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan
tekhnik melihat gerakan dinding dada, mendengar suara napas,
dan merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel),
biasanya teknik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu
waktu.Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang
ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode
serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.
c. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi,
bunyi jantung, tekanan darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi
perdarahan.Klien dengan trauma dada kadang mengalami kondisi
perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus akibat
trauma benda tajam maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur
tulang terbuka dan tertutup yang mengenai / melukai pembuluh
darah atau organ (multiple).Tindakan menghentikan perdarahan
diberikan dengan metode yang sesuai mulai dari penekanan
hingga penjahitan luka, pembuluh darah, hingga prosedur operatif.
Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru)
pada penderita trauma dada, maka tindakan harus diberikan
dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau
meminimalisir kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta dan
sebagainya.
d. Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan
jenis dan waktu yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing
klien yang mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa
diberikan yaitu ; pemberian terapi obat emergensi, resusitasi
cairan dan elektrolit, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium
darah Vena dan AGD, hingga tindakan operatif yang bersifat
darurat.
2. Konservatif
a. Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan
kelanjutan dari pemberian sebelumnya.Rasa nyeri yang menetap
akibat cedera jaringan paska trauma harus tetap diberikan
penanganan manajemen nyeri dengan tujuan menghindari
terjadinya Syok seperti Syok Kardiogenik yang sangat berbahaya
pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ
jantung.
b. Pemasangan Plak / Plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan
memerlukan perawatan luka dan tindakan penutupan untuk
menghindari masuknya mikroorganisme pathogen.
c. Jika Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes
kepekaan dan kultur. Apabila belum jelas kuman penyebabnya,
sedangkan keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat diberi
“broad spectrum antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250
mg 4 x sehari.
d. Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara
kolaboratif jika penderita memiliki indikasi akan kebutuhan
tindakan fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan dan program
pengobatan konservatif.
3. Invasif / Operatif
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien
saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah
nyeri pada dada dan gangguan bernafas.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian Sekunder
1. Eksposure (E)
Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya penetrasi
penyebab trauma pada dinding dada
2. Five Intervention / Full set of vital sign (F)
a. Tanda – tanda vital : RR meningkat, HR meningkat, terjadi
hipotensi
b. Pulse oksimetri : mungkin terjadi hipoksemia
c. Aritmia jantung
d. Pemeriksaan Lab
e. Gambaran pada hasil X ray yang biasa dijumpai :
Kontusio paru : bintik-bintik infiltrate
Pneumotoraks : batas pleura yang radiolusen dan tipis,
hilangnya batas paru (sulit mendiagnosa pada foto dengan
posisi supinasi).
Injury trakeobronkial : penumomediastinum, udara di
servikal.
Rupture diafragma : herniasi organ abdomen ke dada,
kenaikan hemidiafragma.
Terdapat fraktur tulang rusuk, sternum, klavikula, scapula
dan dislokasi sternoklavikular.
EKG akan memperlihatkan adanya iskemik, aritmia
berhubungan dengan miokardia kontusi, atau iskemi yang be
rhubungan dengan cedera pada arteri koronaria
3. Give comfort/kenyamanan
Nyeri pada dada yang sangat hebat seperti tertusuk atau tertekan
terjadi saat bernafas, nyeri menyebar hingga abdomen.
4. Head to toe
Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada
a. Daerah kepala dan leher : mukosa pucat, konjungtiva pucat, DJV
b. Daerah dada
a. Inspeksi : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan
kusmaul, terdapat jejas, kontusio, penetrasi penyebab trauma
pada daerah dada, pengembangan paru tidak simetris.
Palpasi : adanya ketidakseimbangan taktil fremitus, adanya nyeri
tekan
Perkusi : adanya hipersonor
Auskultasi :suara napas krekels, suara jantung abnormal,
terkadang terjadi penurunan bising napas
c. Daerah abdomn: herniasi organ abdomen
d. Daerah ekstremitas : pada palpasi ditemukan penurunan nadi
femoralis.
e. Inspect the posterior surface
- Penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi
Gangguan ekspansi dada, pada fraktur
- Penurunan pertukaran
costae/flail chest menyebabkan paradoxal
udara per menit
movement
- Menggunakan otot
pernafasan tambahan
- Orthopnea
Pernapasan tidak efektif, ventilasi tidak
- Pernafasan pursed-lip
adekuat
- Tahap ekspirasi
berlangsung sangat lama
- Penurunan kapasitas vital
Ketidakefektifan pola napas
- Respirasi: < 11 – 24 x /mnt
Hematothorax
Nyeri akut
Trauma dada
Ansietas
Trauma dada
Defisit pengetahuan
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Respiration Rate Ѵ
2 Ritme pernafasan Ѵ
3 Kedalaman inspirasi Ѵ
6 Akumulasi sputum Ѵ
Ket : 1. Severe 3. Moderate 5. none
2. substantial 4. Mild
1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaws trust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi klien perlunya memasang alat nafas buatan
4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
5. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
6. Auskultasi suara nafas, catat adanya perubahan/kelainan
7. Atur intake cairan
8. Monitor respiratory dan status o2
1. Laju Respirasi √
2. Kedalaman Inspirasi √
4. Volume Tidal √
5. Saturasi Oksigen √
8. Diaphoresis √
9. Atelektasis √
Keterangan :
1. Sangat Berat
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Normal
NO Indikator 1 2 3 4 5
Keterangan :
1. Sangat Berat
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Normal
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Capillary reffil fingers V
2 Temperature ekstremitas V
3 Edema V
4 Tekanan darah V
5 Nadi V
2.2.4 Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan
untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker,
Christine. 2001).
Menurut Asih tahun 2003 Evaluasi pada klien dengan trauma dada
khusunya pada fraktur rusuk dan flail chest
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan (edisi 31). Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8.
Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
Mowschenson Peter M. 1990. Segi praktis Ilmu Bedah Untuk Pemula. Edisi ke-2.
Jakarta : Penerbit Bina Rupa Aksara.
Sjamsuhidajat. Jong, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah . Edisi 2. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 1. EGC. Jakarta