Anda di halaman 1dari 25

2.1.

1 Definisi

Trauma dada adalah luka atau cedera yang mengenai rongga dada yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding dada ataupun isi disebabkan oleh
benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat
(Brunner & Suddarth, 2002). Trauma pada dada adalah masalah utama yang
paling sering terjadi pada bagian emergensi. Cedera pada dada dapat mengenai
tulang-tulang sangkar dada, pleura dan paru-paru, diafragma, atau organ-organ
dalam mediastinum. Penyebab utama cedera pada dada adalah kecelakaan
bermotor misalkan sepeda motor atau mobil. Pukulan benda-benda tumpul pada
dada, atau akibat terjatuh juga dapat menyebabkan cedera (Asih & Effendy,
2004).

2.1.2 Etiologi

1. Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke


mediastinum/daerah jantung.
2. Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam,
traumatik atau spontan
3. Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka
rongga dada), iatrogenik (pleural tap, biopsi paru-paru, insersi CVP,
ventilasi dengan tekanan positif).

Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul dan
trauma tajam. Penyebab trauma toraks tersering adalah oleh karena
kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan,
ada lima jenis tabrakan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping,
belakang, berputar dan terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan
untuk mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola
trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh karena trauma tajam
dibedakan menjadi 3, berdasarkan tingkat energinya yaitu: trauma tusuk atau
tembak dengan energi rendah, berenergi sedang dengan kecepatan kurang
dari 1500 kaki per detik (seperti pistol) dan trauma toraks oleh karena
proyektil berenergi tinggi (senjata militer) dengan kecepatan melebihi 3000
kaki per detik. Penyebab trauma toraks yang lain oleh karena adanya
tekanan yang berlebihan pada paru-paru bisa menimbulkan pecah atau
pneumotoraks (seperti pada scuba) (David.A, 2005; Sjamsoehidajat, 2003).
2.1.3 Klasifikasi

Trauma pada dada secara luas diklasifikasikan menjadi dua kelompok


(Asih, 2003), yaitu:
1. Trauma Tajam (Penetrasi)
a. Pneumotoraks Terbuka(Open Pneumothorax)
Pneumotoraks terbuka yaitu pneumotoraks dimana terdapat
hubunganantara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan
bagian dari dunialuar karena terdapat luka terbuka pada dada. Dalam
keadaan ini tekananintrapleura sama dengan tekanan udara luar.
Pada pneumotoraks terbukatekanan intrapleura sekitar nol.
Perubahan tekanan ini sesuai denganperubahan tekanan yang
disebabkan oleh gerakan pernapasan.Pada saatinspirasi tekanan
menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekananmenjadi
positif.Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam
keadaannormal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke
arah sisidinding dada yang terluka (sucking wound) (Alsagaff,2009).

Gambar 2.1 Tipe Pneumothorax


b. Hemotoraks(Hemothorax)
Hemotoraks adalah terkumpulnya darah di rongga dada
karena robeknya pembuluh darah interkostal atau laserasi parau
yang cedera akibat trauma. Sering kali, darah dan udara ditemukan di
dalam rongga dada (hemopneumotoraks) (Brunner, 2013).

Gambar 2.2 Hemothorax


c. Trauma Trakheobronkial (Tracheobrochial Injury)
Trauma trakheobronkial adalah kerusakan pada pohon
trakeobronkial (struktur saluran napas yang melibatkan trakea dan
bronkus). Hal ini dapat terjadi akibat trauma tumpul atau penetrasi ke
leher atau dada, menghirup asap berbahaya, atau aspirasi cairan
atau benda.
Meskipun jarang, TBI adalah kondisi serius yang dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas dengan menghasilkan
insufisiensi pernapasan yang mengancam jiwa. Pasien dengan TBI
yang meninggal, sebagian karena belum menerima perawatan
darurat, baik dari obstruksisaluran napas atau dari cedera organ vital
lainnya. Dari mereka yang sampai di rumah sakit, angka kematian
mungkin sekitar 30%.
Gambar 2.3 Tracheobrochial Injury
Gambar diatas merupakan rekonstruksi trakea dan bronkus
dengan x-ray computed tomography menunjukkan gangguan bronkus
utama kanan dengan lucency abnormal (ditunjuk oleh panah).
d. Kontusio Pulmonal
Kontusio pulmonal adalah memarnya parenkim paru yang
sering disebabkan oleh trauma tumpul. Kelainan ini dapat tidak
terdiagnosa saat pemeriksaan ronsen dada pertama, namun dalam
keadaan fraktur skapula, fraktur rusuk, atau flail chest harus
diwaspadai tentang kemungkinan adanya kontusio pulmonari.
Kontusio paru adalah kerusakan jaringan paru yang terjadi pada
hemoragie dan edema setempat (Smeltzer, 2002).
e. Ruptur Diafragma
Ruptur diafragma pada trauma toraks biasanya disebabkan
oleh trauma tumpul pada daerah toraks inferior atau abdomen atas.
Trauma tumpul di daerah toraks inferior akan mengakibatkan
peningkatan tekanan intra abdominal yang diteruskan ke diafragma.
Ruptur terjadi bila diafragma tidak dapat menahan tekanan tersebut.
Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat trauma tembus pada
daerah toraks inferior. Pada keadaan ini trauma tembus juga akan
melukai organ-organ intratoraks atau intraabdominal.
Ruptur diafragma umumnya terjadi di puncak atau kubah
diafragma. Kejadian ruptur diafragma sebelah kiri lebih sering
daripada diafragma kanan. Pada ruptur diafragma akan terjadi
herniasi organ viseral abdomen ke toraks dan dapat terjadi ruptur ke
intra perikardial.
2. Trauma Tumpul (Nonpenetrasi)
a. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas
terbuka padadinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan
dunia luar. Tekanandi dalam rongga pleura awalnya mungkin positif,
namun lambat launberubah menjadi negatif karena diserap oleh
jaringan paru disekitarnya.Pada kondisi tersebut paru belum
mengalami reekspansi, sehingga masihada rongga pleura, meskipun
tekanan di dalamnya sudah kembalinegatif.Pada waktu terjadi
gerakan pernapasan, tekanan udara di ronggapleura tetap negatif.
Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan paruatau jalan nafas
atau esofagus, sehingga masuk vakum pleura karenatekanan vakum
pleura negatif (Alsagaff, 2009).
b. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Pneumotoraks ventil adalah pneumotoraks dengan tekanan
intrapleurayang positif dan makin lama makin bertambah besar
karena ada fistel dipleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu
inspirasi udara masukmelalui trakea, bronkus serta percabangannya
dan selanjutnya terusmenuju pleura melalui fistel yang terbuka.
Waktu ekspirasi udara di dalamrongga pleura tidak dapat keluar.
Akibatnya tekanan di dalam ronggapleura makin lama makin tinggi
dan melebihi tekanan atmosfer.Udara yangterkumpul dalam rongga
pleura ini dapat menekan paru sehingga seringmenimbulkan gagal
napas (Alsagaff, 2009).
c. Trauma Trakheobronkhial (Tracheobrochial Injury)
d. Flail Chest
Menurut Sjamsuhidajat (2005), flail chest adalah area toraks
yang melayang, disebabkan adanya fraktur iga multipel berturutan
lebih atau sama dengan 3 iga, dan memiliki garis fraktur lebih atau
sama dengan 2 pada tiap iganya. Akibatnya adalah terbentuk area
melayang atau flail yang akan bergerak paradoksal dari gerakan
mekanik pernapasan dinding toraks. Area tersebut akan bergerak
masuk pada saat inspirasi dan bergerak keluar pada saat ekspirasi.

Gambar 2.4 Flail Chest


e. Ruptur Diafragma
f. Trauma Mediastinal
Trauma mediastinum akut paling sering disebabkan oleh
penetrasi atau trauma tumpul dan cedera iatrogenik yang terkait
dengan salah penempatan tabung dan kateter. Temuan trauma
mediastinum meliputi perubahan kontur mediastinum, seperti
perubahan struktur normal, pelebaran mediastinum, dan
pneumomediastinum.
g. Fraktur Rusuk
Fraktur rusuk adalah cedera tumpul yang paling umum. Rusuk ketiga
sampai rusuk kesepuluh adalah rusuk-rusuk yang paling sering
mengalami fraktur karena paling sedikit terlindungi oleh otot-otot
dada. Rusuk umumnya mengalami fraktur pada titik tumbukan
maksimal, tetapi dapat juga pada tempat yang jauh dati titik
tumbukan. Fraktur rusuk disebabkan oleh pukulan, kecelakaan hebat,
atau regangan yang disebabkan oleh batuk atau bersin yang sangat
kuat. Jika frakturnya menimbulkan serpihan atau fraktur berpindah
tempat, maka fragmen tajam yang dihasilkan dalam fraktur tersebut
dapat menusuk pleura atau paru (trauma penetrasi), sehingga
mengakibatkan hemotoraks atau pneumotoraks.
2.1.4 Patifisiologi
Terlampir

2.1.5 Manifestasi Klinis


- Tamponade jantung : Trauma tajam didaerah perikardium atau yang
diperkirakan menembus jantung. Manifestasinya adalah:
1. Gelisah
2. Pucat, keringat dingin
3. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis)
4. Pekak jantung melebar
5. Bunyi jantung melemah
6. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure
7. ECG terdapat low voltage seluruh lead
8. Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).

Hematotoraks :
1. Denyut jantung cepat
2. Kecemasan
3. Gelisah
4. Kelelahan
5. Kulit yang dingin dan berkeringat
6. Kulit yang pucat
7. Terasa sakit di dada
8. Sesak nafas (FKUI, 1995).

Pneumothoraks :
1. Nyeri dada mendadak dan sesak napas
2. Gagal pernapasan dengan sianosis
3. Kolaps sirkulasi
4. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan
suara napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama
sekali.pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
5. Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka
internal hebat seperti aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat
penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-
abdominal (Mowschenson, 1990).
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesa dan pemeriksaan fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola
dari trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,
kerusakan dari kendaraan yang dikendarai, kerusakan stir mobil /air
bag dan lain lain.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Gas Darah Arteri (GDA) dan Ph
Gas darah dan pH digunakan sebagai pedoman dalam
penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan
menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai
keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar oksigen dalam
darah, serta kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan
analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan
ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan
melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri
radialis, A. brachialis, A. Femoralis.
b. Hb (Hemoglobin)
Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen
jaringan tubuh.
3. Pemeriksaan Radiologi
a. Radiologi : Foto Thorax (AP)
Pemeriksaan yang mempunyai nilai diagnostik pada pasien
dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu
dihubungkan dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari
90% kelainan serius trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari
pemeriksaan foto toraks. Foto thorax akan mendeteksi tidak hanya
fraktura iga, tetapi juga adanya mediastinum yang melebar, yang
menggambarkan cedera vascular dan infiltrate paru yang
menggambarkan kontusio paru.Foto thorax berguna untuk
penanganan selanjutnya dan untuk mengesampingkan adanya
non-tension pneumothorax, perdarahan intra pleura atau
perdarahan paru.
b. CT-Scan
Membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul toraks,
seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi.
Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada vertebra
torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan CT-Scan. Adanya
pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks foto dapat
dipertegas dengan pemeriksaan CT-Scan sebelum dilakukan
Aortografi.
c. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa adanya kelainan pada jantung dan
esophagus. Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan
aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta
katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila
dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90%
dan spesifitasnya hampir 96%.
d. EKG (Elektrokardiografi)
Membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi
akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma.
Adanya abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan
konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan
kemungkinan adanya kontusio jantung. Keadaan tertentu seperti
hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG
menyerupai keadaan seperti kontusi jantung. (L.Hartono, 1995)
f. Aortografi
Pelebaran mediastinum superior dan kehilangan bentuk aorta
merupakan tanda paling dapat diandalkan bagi cedera pembuluh
darah besar dan mengharuskan aortografi darurat.(Sabiston,1995)
2.1.7 Penatalaksanaan
1. Gawat Darurat / Pertolongan Pertama
Klien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian
maupun di unit gawat darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan
sejenisnya harus mendapatkan tindakan yang tanggap darurat
dengan memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.
Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai dengan
keadaan masing-masing klien secara spesifik.Bantuan oksigenisasi
penting dilakukan untuk mempertahankan saturasi oksigen klien. Jika
ditemui dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan / tidak
sadar maka tindakan tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu
dengan memperhatikan :
a. Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami
permasalahan pada jalan napas.Jika terdapat sumbatan harus
dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat
dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi
dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras
dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang
dibengkokkan.Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger,
dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada
mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda
asing, biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang,
maka lidah dan epiglotis akan menutup faring dan laring, inilah
salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan
napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala
topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan
Mandibula (Jaw Thrust Manuver)
b. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan
tekhnik melihat gerakan dinding dada, mendengar suara napas,
dan merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel),
biasanya teknik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu
waktu.Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang
ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode
serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.
c. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi,
bunyi jantung, tekanan darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi
perdarahan.Klien dengan trauma dada kadang mengalami kondisi
perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus akibat
trauma benda tajam maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur
tulang terbuka dan tertutup yang mengenai / melukai pembuluh
darah atau organ (multiple).Tindakan menghentikan perdarahan
diberikan dengan metode yang sesuai mulai dari penekanan
hingga penjahitan luka, pembuluh darah, hingga prosedur operatif.
Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru)
pada penderita trauma dada, maka tindakan harus diberikan
dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau
meminimalisir kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta dan
sebagainya.
d. Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan
jenis dan waktu yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing
klien yang mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa
diberikan yaitu ; pemberian terapi obat emergensi, resusitasi
cairan dan elektrolit, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium
darah Vena dan AGD, hingga tindakan operatif yang bersifat
darurat.
2. Konservatif
a. Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan
kelanjutan dari pemberian sebelumnya.Rasa nyeri yang menetap
akibat cedera jaringan paska trauma harus tetap diberikan
penanganan manajemen nyeri dengan tujuan menghindari
terjadinya Syok seperti Syok Kardiogenik yang sangat berbahaya
pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ
jantung.
b. Pemasangan Plak / Plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan
memerlukan perawatan luka dan tindakan penutupan untuk
menghindari masuknya mikroorganisme pathogen.
c. Jika Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes
kepekaan dan kultur. Apabila belum jelas kuman penyebabnya,
sedangkan keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat diberi
“broad spectrum antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250
mg 4 x sehari.
d. Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara
kolaboratif jika penderita memiliki indikasi akan kebutuhan
tindakan fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan dan program
pengobatan konservatif.

3. Invasif / Operatif

a. WSD (Water Seal Drainage)


WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura,
rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung.
b. Ventilator
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk
membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk
mempertahankan oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat
pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu
yang lama. ( Brunner dan Suddarth, 1996).
2.1.8 Komplikasi
a. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang
tajam memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari
jaringan dinding dada, paru. Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki,
krepitasi.
b. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat
kantong tertutup sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang
dan menampung darah vena yang kembali. Pembulu vena leher akan
mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya
membawa kematian akibat penekanan pada jantung.
c. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam
tapi keluar lagi sehingga volume pneumothorak meningkat dan
mendorong mediastinim menekan paru sisi lain.
d. Efusi pleura
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan
efusi pleura yaitu sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat
tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak maka
pasien akan syok. Akibat adanya cairan udara dan darah yang
berlebihan dalam rongga pleura maka terjadi tanda-tanda:
- Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu
istirahatpun bisa terjadi dypsnea.
- Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
- Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
- Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
e. Flail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan
bagian tersebut. Pada saat insprirasi bagian tersebut masuk
sedangkan saat ekspirasi keluar, ini menunjukan adanya
paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)
f.Hemopneumothorak
Penimbunan udara dan darah pada kavum pleura
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN BASED ON LITERATURE
2.2.1 Pengkajian
A. Biodata
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register,
diagnostik medik, alamat.
2. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan
jadi penanggung jawab selama perawatan, data yang terkumpul
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien
dan alamat.

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien
saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah
nyeri pada dada dan gangguan bernafas.
2. Riwayat kesehatan sekarang

Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama

 Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau


tajam
 Apabila penyebabnya terjatuh, terjatuh dari ketinggian berapa
dan bagaimana posisinya saat terjatuh.
 Kepan kejadian dan jam berapa kejadiannya.
 Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri.
 Bagaimana sifatnya pada kuadran mana yang dirasakan
paling nyeri atau sakit sekali
3. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau
pernah terdapat riwayat sebelumnya.
C. Keadaan Umum dan TTV
Pengkajian Primer
1. Airway (A)
Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai dengan
muntah darah, krekels (+), jalan nafas tidak paten.
2. Breathing (B)
Adanya napas spontan, dengan gerakan dada asimetris (pada pasien
tension pneumotoraks), napas cepat, dipsnea, takipnea, suara napas
kusmaul, dyspnea, napas pendek, napas dangkal.
3. Circulation (C)
Terjadi hipotensi, nadi lemah, pucat, terjadi perdarahan, sianosis,
takikardi
4. Disability (D)
Penurunan kesadaran (apabila terjadi penanganan yang terlambat)

Pengkajian Sekunder

1. Eksposure (E)
Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya penetrasi
penyebab trauma pada dinding dada
2. Five Intervention / Full set of vital sign (F)
a. Tanda – tanda vital : RR meningkat, HR meningkat, terjadi
hipotensi
b. Pulse oksimetri : mungkin terjadi hipoksemia
c. Aritmia jantung
d. Pemeriksaan Lab
e. Gambaran pada hasil X ray yang biasa dijumpai :
 Kontusio paru : bintik-bintik infiltrate
 Pneumotoraks : batas pleura yang radiolusen dan tipis,
hilangnya batas paru (sulit mendiagnosa pada foto dengan
posisi supinasi).
 Injury trakeobronkial : penumomediastinum, udara di
servikal.
 Rupture diafragma : herniasi organ abdomen ke dada,
kenaikan hemidiafragma.
 Terdapat fraktur tulang rusuk, sternum, klavikula, scapula
dan dislokasi sternoklavikular.
 EKG akan memperlihatkan adanya iskemik, aritmia
berhubungan dengan miokardia kontusi, atau iskemi yang be
rhubungan dengan cedera pada arteri koronaria
3. Give comfort/kenyamanan
Nyeri pada dada yang sangat hebat seperti tertusuk atau tertekan
terjadi saat bernafas, nyeri menyebar hingga abdomen.
4. Head to toe
Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada
a. Daerah kepala dan leher : mukosa pucat, konjungtiva pucat, DJV
b. Daerah dada
a. Inspeksi : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan
kusmaul, terdapat jejas, kontusio, penetrasi penyebab trauma
pada daerah dada, pengembangan paru tidak simetris.
Palpasi : adanya ketidakseimbangan taktil fremitus, adanya nyeri
tekan
Perkusi : adanya hipersonor
Auskultasi :suara napas krekels, suara jantung abnormal,
terkadang terjadi penurunan bising napas
c. Daerah abdomn: herniasi organ abdomen
d. Daerah ekstremitas : pada palpasi ditemukan penurunan nadi
femoralis.
e. Inspect the posterior surface

2.2.2 Analisa Data


ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
Keperawatan

DS: Trauma tajam/tumpul Ketidakefektifan


pola napas
- Dyspnea
- Nafas pendek
DO: Trauma dada dan/atau hematotoraks

- Penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi
Gangguan ekspansi dada, pada fraktur
- Penurunan pertukaran
costae/flail chest menyebabkan paradoxal
udara per menit
movement
- Menggunakan otot
pernafasan tambahan
- Orthopnea
Pernapasan tidak efektif, ventilasi tidak
- Pernafasan pursed-lip
adekuat
- Tahap ekspirasi
berlangsung sangat lama
- Penurunan kapasitas vital
Ketidakefektifan pola napas
- Respirasi: < 11 – 24 x /mnt

DS: Trauma tajam/tumpul Ketidakefektifan


Bersihan Jalan
- Dispneu
Napas
DO:
Trauma dada (tracheobronchial)
- Penurunan suara nafas
- Orthopneu
- Cyanosis Perdarahan pada saluran napas
- Kelainan suara nafas
(rales, wheezing)
- Kesulitan berbicara Akumulasi cairan pada jalan napas
- Batuk, tidak efekotif atau
tidak ada
- Produksi sputum Obstruksi jalan napas
- Gelisah
- Perubahan frekuensi dan
irama nafas Ketidakefektifan bersihan jalan napas

DS Trauma tajam/tumpul Ketidakefektifan


- Pasien mengeluh
↓ Perfusi Jaringan
sesak
Trauma Dada Perifer
DO
- Gelisah ↓
- Pucat, keringat dingin
- Penurunan nadi Fragmen patahan merusak jaringan
perifer sekitar
- Waktu pengisian

kapiler >3 detik
Trauma pada a. Interkosta, jaringan paru,
maupun pembuluh paru

Darah mengumpul pada cavum thorax

Hematothorax

Volume darah intravaskuler ↓

Perfusi perifer tidak tercukupi

Kulit teraba dingin, selalu berkeringat dan


terlihat pucat

Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer

DS : Pasien mengeluh sesak Trauma tumpul Gangguan


dan sakit saat bernafas pertukaran gas
DO : Mengenai pleura
1. Klien tampak kesulitan
bernafas Pleura robek
2. Pasien tampak keletihan
3. Warna kulit pucat Tek. Negatif intrapleura, menyebabkan
4. Dari pemeriksaan BGA udara inspirasi masuk ke rongga pleura
terdapat hipoksia dan
Tertumpuknya udara di pleura
hipoksemia
Udara yang masuk ke paru turun
Paru kolaps

Fungsi alveoli turun

Difusi O2 dan CO2 turun

Gangguan pertukaran gas

DS : Pasien mengeluh Trauma tajam/tumpul Nyeri akut


dadnya sakit dengan skala
Perpindahan energi kinetik dari objek
nyeri
DO : penyebab trauma ke jaringan tubuh.
1. Posisi untuk menahan Energi kinetik ini dipengaruhi oleh massa
nyeri dan kecepatan objek tersebut
2. Tingkah laku berhati-hati
3. Tingkah laku ekspresif Trauma dada
(gelisah, merintih,
Diskontinuitas jaringan
menangis)
Stimulasi reseptor nyeri

Nyeri akut

DS : Trauma tajam/tumpul Ansietas

- Klien terlihat cemas


- Klien terlihat gugup
- Tidak memahami Perpindahan energi kinetik dari objek
kondisi yang penyebab trauma ke jaringan tubuh.
dialaminya Energi kinetik ini dipengaruhi oleh massa
DO : -
dan kecepatan objek tersebut

Trauma dada

Perubahan status kesehatan yang


menimbulkan ancaman kematian

Ansietas

DS : Trauma tajam/tumpul Defisit


pengetahuan
- Kurang pemajanan
informasi
- Kesalahan Perpindahan energi kinetik dari objek
interpretasi informasi penyebab trauma ke jaringan tubuh.
- Kurang mengingat Energi kinetik ini dipengaruhi oleh massa
keterbatasan kognitif
DO : - dan kecepatan objek tersebut

Trauma dada

Nyeri akut, gangguan pola napas, jalan


napas, perfusi perifer, penurunan CO

Pasien cemas akan kondisinya karena


kurangnya informasi/keterbatasan kognitif

Defisit pengetahuan

2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa Keperawatan no.1: Ketidakefektifan bersihan jalan napas
berhubungan dengan obstruksi jalan napas, mucus dalam jumlah
berlebihan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam jalan napas menjadi efektif
Kriteria hasil : di dapatkan kriteria hasil NOC 4

NOC : Respiratory Status : Airway Patency

No Indikator 1 2 3 4 5

1 Respiration Rate Ѵ

2 Ritme pernafasan Ѵ

3 Kedalaman inspirasi Ѵ

4 Kemampuan mengeluarkan sekret Ѵ

5 Penggunaan otot bantu pernafasan Ѵ

6 Akumulasi sputum Ѵ
Ket : 1. Severe 3. Moderate 5. none
2. substantial 4. Mild

NIC: Airway Management

1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaws trust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi klien perlunya memasang alat nafas buatan
4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
5. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
6. Auskultasi suara nafas, catat adanya perubahan/kelainan
7. Atur intake cairan
8. Monitor respiratory dan status o2

NIC : Airway Suction

1. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction


2. Informasikan kepada klien dan keluarga mengenai suction
3. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan
4. Gunakan prinsip steril saat tindakan
5. Monitor status oksigen
6. Hentikan suction dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2.

Diagnosa Keperawatan no. 2: Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan


dengan Deformitas dinding dada, Hiperventilasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan


selama 2 x 24 jam, Pola nafas kembali normal

Kriteria Hasil : Mencapai skor 4 sesuai indikator NOC

NOC : Respiratory Status


NO Indikator 1 2 3 4 5

1. Laju Respirasi √

2. Kedalaman Inspirasi √

3. Auskultasi Suara Nafas √

4. Volume Tidal √

5. Saturasi Oksigen √

6. Retraksi dinding dada √

7. Dispnea saat istirahat √

8. Diaphoresis √

9. Atelektasis √

10. Gangguan ekspirasi √

11. Suara Nafas Tambahan √

Keterangan :

1. Sangat Berat
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Normal

NOC : Respiratory Status : Ventilation

NO Indikator 1 2 3 4 5

1. Temuan Foto thorax √

2. Ekspansi dada tidak asimetris √

Keterangan :

1. Sangat Berat
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Normal

NIC : Respiratory Monitoring

1. Monitor laju, rutme, kedalaman, dan kesulitan bernafas


2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan dada, retraksi otot supraclavicula
dan intercostae
3. Monitor pola pernafasan (bradypnea, tacypnea, hyperventilation, cheyne-
stokes, apneustic)
4. Monitor Saturasi Oksigen secara kontinyu
5. Berikan sensor oksigen non-invasive (jari,hidung,dahi)
6. Monitor kesulitan otot diafragma sebagai indikasi gerakan paradoxical
7. Auskultasi suara nafas, catat area yang mengakami penurunan bahkan
tidak adanya ventilasi serta adanya suara nafas tambahan
8. Auskultasi suara paru setelah intevensi
9. Catat perubahan CO2 dan perubahan nilai BGA
10. Monitor hasil foto-thorax
11. Berikan terapi respirasi secara tepat

NIC : Ventilation Assistance

1. Jaga patensi jalan nafas


2. Posisikan pasien untuk meringankan dyspnea
3. Posisikan pasien untuk keteapatan ventilasi dan perfusi
4. Monitor efek reposisi terhadap perubahan oksigenasi : BGA, CO2
5. Berikan tambahan oksigen secara tepat
6. Berikan obat untuk nyeri
7. Monitor status respirasi dan oksigenasi secara tepat
8. Memulai resusitasi secara tepat

Diagnosa Keperawatan no. 3 : Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer


berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang faktor pemberat (trauma)
ditandai dengan perubahan warna kulit dan penurunan nadi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam sirkulasi


darah perifer kembali normal

Kriteria hasil : didapatkan skor sesuai pada indikator NOC

NOC : Tissue perfusion: peripheral

No Indikator 1 2 3 4 5
1 Capillary reffil fingers V
2 Temperature ekstremitas V
3 Edema V
4 Tekanan darah V
5 Nadi V

NIC : Peripheral Sensation Management

1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap


panas/dingin/tajam/tumpul
2. Monitor adanya paretese
3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi
4. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
6. Monitor kemampuan BAB
7. Kolaborasi pemberian analgetik
8. Monitor adanya tromboplebitis
9. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi

NIC : Circulatory Care : Arterial Insufficiency

1. Melakukan penilaian komprehensif dari sirkulasi perifer (mis :


memeriksa denyut nadi perifer, edema, capillary refill, warna, dan suhu)

2. Mengevaluasi edema perifer dan denyut nadi

3. Merubah posisi pasien setidaknya setiap 2 jam, jika di perlukan

4. Melindungi ektremitas dari cedera

5. Mempertahankan hidrasi yang adekuat untuk menurunkan kekentalan


darah

6. Monitor status cairan, termasuk asupan dan keluaran

2.2.4 Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan
untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker,
Christine. 2001).

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/dada adalah :

1. Pola pernapasan efektive.


2. Jalan napas lancar/normal
3. Nyeri berkurang/hilang.
4. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
6. Infeksi tidak terjadi / terkontrol.

Dalam evaluasi tujuan tersebut terdapat 3 alternatif yaitu :

1. Tujuan tercapai :Pasien menunjukkan perubahan dengan standart yang


telah ditetapkan.
2. Tujuan tercapai sebagian : Pasien menunjukkan perubahan sebagai
sebagian sesuai dengan standart yang telah ditetapkan.
3. Tujuan tidak tercapai : Pasien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali.

Menurut Asih tahun 2003 Evaluasi pada klien dengan trauma dada
khusunya pada fraktur rusuk dan flail chest

Evaluasi pada Klien dengan fraktur rusuk sebagai berikut:

1. Klien mampu untuk menangani sekresi sendiri


2. Frekuensi pernapasan 16x/menit dan teratur
3. Menyebutkan bahwa dirinya telah bebas dari nyeri atau nyeri minimal
4. Tampak tenang.

Evaluasi pada Klien denganFlail chest sebagai berikut:

1. Patensi Jalan nafas membaik


2. PaO2dan PaCO2membaik
3. Memiliki pernapasan yang normal
4. Merasa lebih nyaman
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff H, Mukty HA. 2009.Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru .


Surabaya:Airlangga University Press.

Asih, N.G.Y ; Effendy, C. 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Klien Dengan


Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: EGC

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan (edisi 31). Jakarta: EGC

Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8.
Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta

Hartono,L.1995.Manual Of Radiographic Intepretation for General


Practitioners.Jakarta : EGC
Jong, W., ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

Kartikawati, N. Dewi. 2013. Buku Ajar Dasar-dasar Keperawatan Gawat Darurat.


Jakarta : Salemba Medika

Mowschenson Peter M. 1990. Segi praktis Ilmu Bedah Untuk Pemula. Edisi ke-2.
Jakarta : Penerbit Bina Rupa Aksara.

Ovedoff, David. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Binarupa Aksara.


Jakarta.

Sabiston.1995.Sabiston’s Essentials of Surgery.Jakarta : EGC

Sjamsuhidajat. Jong, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah . Edisi 2. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 1. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai