Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hemotoraks merupakan suatu keadaan dimana darah terakumulasi pada rongga pleura
yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang menjadi predisposisi terpenting
perembesan darah berkumpul dikantong pleura tidak bisa diserap oleh lapisan pleura.
Hemothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura. Perdarahan mungkin berasal
dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar.
Akumulasi darah dalam dada, atau hemotoraks adalah masalah yang relatif umum,
paling sering akibat cedera untuk intrathoracic struktur atau dinding dada hemothorax
tidak berhubungan dengan trauma adalah kurang umum dan dapat disebabkan oleh
berbagai penyebab. Identifikasi dan pengobatan traumatik hemothoraks adalah bagian
penting dari perawatan pasien yang terluka. Dalam kasus hemothoraks tidak
berhubungan dengan trauma, penyelidikan yang hati-hati untuk sumber yang mendasari
harus dilakukan ketika perawatan terjadi.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang
hemotoraks terkait definisi, anatomi fisiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, dan tatalaksana.
1.3. Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan pemahaman
penulis maupun pembaca mengenai hemotoraks beserta penanganannya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Akumulasi darah dalam dada, atau hemothoraks adalah masalah yang relative umum,
paling sering akibat cedera untuk struktur intrathoracic atau dinding dada.
Hemotoraks merupakan suatu keadaan di mana darah terakumulasi pada rongga
pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang menjadi predisposisi
terpenting perembesan darah berkumpul di kantong pleura tidak bisa diserap oleh lapisan
pleura.
Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut
dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Meskipun
beberapa penulis menyatakan bahwa nilai hematokrit minimal 50% diperlukan untuk
membedakan hemothorax dari perdarahan efusi pleura, kebanyakan penulis tidak setuju
pada setiap perbedaan spesifik.
2.2. Anatomi Fisiologi
Rongga thoraks dibatasi oleh iga-iga, yang bersatu di bagian belakang pada vertebra
thoracalis dan di depan pada sternum. Kerangka rongga thoraks meruncing pada bagian
atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum,12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang
berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago
dari 6 iga memisahkan articulation dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh
berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi di bawah sternum.
Perluasan rongga pleura di atas clavicula dan di atas organ dalam abdomen penting untuk
di evaluasi pada luka tusuk.
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior
thoraks. Musculus latissimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan musculus gelang bahu
lainnya membentuk lapisan musculus posterior dinding posterior thoraks. Tepi bawah
musculus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika axillaris posterior. Dada berisi organ
vital yaitu paru dan jantung. Pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada.
Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu musculus interkostalis dan
diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara terhisap melalui
trakea dan bronkus.
Pleura merupakan membran serosa yang melingkupi parenkim paru, mediastinum,
diafragma serta tulang iga; terdiri dari pleura viseral dan pleura parietal. Rongga pleura
terisi sejumlah tertentu cairan yang memisahkan kedua pleura tersebut sehingga
memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa hambatan selama proses respirasi. Cairan
pleura berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler pleura, ruang interstitial paru, kelenjar
getah bening intratoraks, pembuluh darah intratoraks dan rongga peritoneum. Jumlah
cairan pleura dipengaruhi oleh perbedaan tekanan antara pembuluh-pembuluh kapiler
pleura dengan rongga pleura sesuai hukum Starling serta kemampuan eliminasi cairan
oleh sistem penyaliran limfatik pleura parietal. Tekanan pleura merupakan cermin
tekanan di dalam rongga toraks. Perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh pleura
berperan penting dalam proses respirasi. Karakteristik pleura seperti ketebalan,
komponen seluler serta faktor-faktor fisika dan kimiawi penting diketahui sebagai dasar
pemahaman patofisiologi kelainan pleura dan gangguan proses respirasi.
Anatomi Pleura
Pleura merupakan membran serosa yang tersusun dari lapisan sel yang embriogenik
berasal dari jaringan selom intraembrional dan bersifat memungkinkan organ yang
diliputinya mampu berkembang, mengalami retraksi atau deformasi sesuai dengan proses
perkembangan anatomis dan fisiologis suatu organisme. Pleura viseral membatasi
permukaan luar parenkim paru termasuk fisura interlobaris, sementara pleura parietal
membatasi dinding dada yang tersusun dari otot dada dan tulang iga, serta diafragma,
mediastinum dan struktur servikal.
Pleura viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura
viseral diinervasi saraf-saraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner,
sementara pleura parietal diinervasi saraf-saraf interkostalis dan nervus frenikus serta
mendapat aliran darah sistemik. Pleura visceral dan pleura parietal terpisah oleh rongga
pleura yang mengandung sejumlah tertentu cairan pleura. meliputi masing-masing paru.
Pleura parietal berkembang dari bagian rongga pleura yang menghadap ke pleura
visceral.
Struktur Mikroskopis Pleura
Pleura terbagi menjadi lima lapisan, yaitu lapisan selapis mesotel, lamina basalis,
lapisan elastik superfisial, lapisan jaringan ikat longgar dan lapisan jaringan fi broelastik
dalam. Kolagen tipe I dan III yang diproduksi oleh lapisan jaringan ikat merupakan
komponen utama penyusun matriks ekstraseluler pleura dan merupakan 80% berat kering
struktur ini. Lapisan jaringan fibroelastik dalam menempel erat pada iga, otot-otot
dinding dada, diafragma, mediastinum dan paru. Lapisan jaringan ikat longgar tersusun
atas jaringan lemak, fibroblas, monosit, pembuluh darah, saraf dan limfatik. Pengamatan
pada hewan domba mengungkapkan bahwa ketebalan pleura dari permukaan rongga
pleura dengan lapisan jaringan ikat yang menaungi pembuluh kapiler dan pembuluh
limfatik adalah 25 – 83 μm pada pleura viseral dan 10 – 25 μm pada pleura parietal.
Proses inflamasi mengakibatkan migrasi sel-sel inflamasi harus melewati lapisan
jaringan ikat longgar menuju lamina basalis kemudian menuju rongga pleura setelah
melewati mesotel.
Struktur Makroskopis Pleura
Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap dan semitransparan. Luas
permukaan pleura viseral sekitar 4.000 cm2 pada laki-laki dewasa dengan berat badan 70
kg. Pleura parietal terbagi dalam beberapa bagian, yaitu pleura kostalis yang berbatasan
dengan iga dan otot-otot interkostal, pleura diafragmatik, pleura servikal atau kupula
sepanjang 2-3 cm menyusuri sepertiga medial klavikula di belakang otot-otot
sternokleidomastoid dan pleura mediastinal yang membungkus organ-organ
mediastinum. Bagian inferior pleura parietal dorsal dan ventral mediastinum tertarik
menuju rongga toraks seiring perkembangan organ paru dan bertahan hingga dewasa
sebagai jaringan ligamentum pulmoner, menyusuri vertikal dari hilus menuju diafragma
membagi rongga pleura menjadi rongga anterior dan posterior. Ligamentum pulmoner
memiliki pembuluh limfatik besar yang merupakan potensi penyebab efusi pada kasus
traumatik. Pleura kostalis mendapat sirkulasi darah dari arteri mammaria interkostalis
dan internalis. Pleura mediastinal mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis,
diafragmatik superior, mammaria interna dan mediastinum. Pleura servikalis mendapat
sirkulasi darah dari arteri subklavia. Pleura diafragmatik mendapat sirkulasi darah dari
cabang-cabang arteri mammaria interna serta aorta toraksika dan abdominis. Vena pleura
parietal mengikut jalur arteri dan kembali menuju vena kava superior melalui vena
azigos. Pleura visceral mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis menuju vena
pulmonaris. Ujung saraf sensorik berada di pleura parietal kostalis dan diafragmatika.
Pleura kostalis diinervasi oleh saraf interkostalis, bagian tengah pleura diafragmatika
oleh saraf frenikus. Stimulasi oleh inflamasi dan iritasi pleura parietal menimbulkan
sensasi nyeri dinding dada dan nyeri tumpul pada bahu ipsilateral. Tidak ada jaras nyeri
pada pleura viseral walaupun secara luas diinervasi oleh nervus vagus dan trunkus
simpatikus. Eliminasi akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik
sistemik di pleura parietal. Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui arteriol
interkostalis pleura parietal melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi melalui stoma
pada pleura parietal yang terbuka langsung menuju sistem limfatik. Pleksus limfatikus
superfi sialis terletak pada jaringan ikat di lapisan subpleura viseral dan bermuara di
pembuluh limfe septa lobularis dan lobaris. Jaringan limfatikus ini dari pleura kostalis
menyusuri ventral menuju nodus limfatik sepanjang arteri mammaria interna atau dorsal
menuju ujung sendi kostosternal, dari pleura mediastinal menuju nodus limfatikus
trakeobronkial dan mediastinum dan dari pleura diafragmatik menuju nodus parasternal,
frenikus medialis dan mediastinum superior. Cairan pleura tidak masuk ke dalam pleksus
limfatikus di pleura viseral karena pleura viseral lebih tebal dibandingkan pleura parietal
sehingga tidak terjadi pergerakan cairan dari rongga pleura ke pleura viseral. Gangguan
duktus torasikus karena limfoma maupun trauma menyebabkan akumulasi cairan limfe di
rongga pleura menyebabkan chylothorax.
Cairan Pleura
Cairan pleura mengandung 1.500 – 4.500 sel/mL, terdiri dari makrofag (75%),
limfosit (23%), sel darah merah dan mesotel bebas. Cairan pleura normal mengandung
protein 1 – 2 g/100 mL. Elektroforesis protein cairan pleura menunjukkan bahwa kadar
protein cairan pleura setara dengan kadar protein serum, namun kadar protein berat
molekul rendah seperti albumin, lebih tinggi dalam cairan pleura. Kadar molekul
bikarbonat cairan pleura 20 – 25% lebih tinggi dibandingkan kadar bikarbonat plasma,
sedangkan kadar ion natrium lebih rendah 3 – 5% dan kadar ion klorida lebih rendah 6 –
9% sehingga pH cairan pleura lebih tinggi dibandingkan pH plasma. Keseimbangan
ionik ini diatur melalui transpor aktif mesotel. Kadar glukosa dan ion kalium cairan
pleura setara dengan plasma.
Fisiologi Pleura
Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang ditimbulkan
oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas akan menimbulkan
tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan memengaruhi pengembangan paru dalam
proses respirasi.Pengembangan paru terjadi bila kerja otot dan tekanan transpulmoner
berhasil mengatasi recoil elastik (elastic recoil) paru dan dinding dada sehingga terjadi
proses respirasi. Jumlah cairan rongga pleura diatur keseimbangan Starling yang
ditimbulkan oleh tekanan pleura dan kapiler, kemampuan sistem penyaliran limfatik
pleura serta keseimbangan elektrolit. Ketidakseimbangan komponen - komponen gaya
ini menyebabkan penumpukan cairan sehingga terjadi efusi pleura. Sehingga gradien
tekanan resultan di rongga pleura berbeda pada berbagai permukaan pleura. Gradien
tekanan di apeks lebih besar dibandingkan basal sehingga formasi bleb pleura terutama
terjadi di apeks paru dan merupakan penyebab pneumotoraks spontan. Gradien ini juga
menyebabkan variasi distribusi ventilasi.
Fisiologi tekanan pleura
Tekanan pleura secara fsiologis memiliki dua pengertian yaitu tekanan cairan pleura
dan tekanan permukaan pleura. Tekanan cairan pleura mencerminkan dinamik aliran
cairan melewati membran dan bernilai sekitar -10 cmH2O. Tekanan permukaan pleura
mencerminkan keseimbangan elastik recoil dinding dada ke arah luar dengan elastic
rekoil paru ke arah dalam. Nilai tekanan pleura tidak serupa di seluruh permukaan
rongga pleura; lebih negatif di apeks paru dan lebih positif di basal paru. Perbedaan
bentuk dinding dada dengan paru dan faktor gravitasi menyebabkan perbedaan tekanan
pleura secara vertikal; perbedaan tekanan pleura antara bagian basal paru dengan apeks
paru dapat mencapai 8 cmH2O. Tekanan alveolus relative rata di seluruh jaringan paru
normal Pleura viseral dan parietal saling tertolak oleh gaya potensial molekul fosfolipid
yang diabsorpsi permukaan masing-masing pleura oleh mikrovili mesotel sehingga
terbentuk lubrikasi untuk mengurangi friksi saat respirasi. Proses tersebut bersama
tekanan permukaan pleura, keseimbangan tekanan oleh gaya Starling dan tekanan elastik
recoil paru mencegah kontak antara pleura viseral dan parietal walaupun jarak
antarpleura hanya 10 μm. Proses respirasi melibatkan tekanan pleura dan tekanan jalan
napas. Udara mengalir melalui jalan napas dipengaruhi tekanan pengembangan jalan
napas yang mempertahankan saluran napas tetap terbuka serta tekanan luar jaringan paru
(tekanan pleura) yang melingkupi dan menekan saluran napas. Perbedaan antara kedua
tekanan (tekanan jalan napas dikurangi tekanan pleura) disebut tekanan transpulmoner.
Tekanan transpulmoner memengaruhi pengembangan paru sehingga memengaruhi
jumlah udara paru saat respirasi.
2.3. Etiologi
Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang akan
menyebabkan rongga paksa tumpul pada rongga thorak (hemotoraks) dan rongga
abdomen. Trauma tajam dapat disebabkan oleh tikaman atau tembakan.
Penyebab utama hemotoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada paru, jantung,
pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada dada juga menyebabkan
hemotoraks karena laserasi pembuluh darah internal.
2.4. Klasifikasi
Pada orang dewasa secara teoritis hemothoraks terbagi dalam 3 golongan yaitu :

a. Hemothorak ringan

1) Jumlah darah kurang dari 400 cc


2) Tampak sebagian bayangan kurang dari 15% pada foto rontgen.

3) perkusi pekak sampai iga IX.

b. Hemothorak sedang

1) Jumlah darah 500 cc – 200 cc

2) 15-35% tertutup bayangan pada foto rontgen.

3) perkusi pekak sampai iga VI.

c. Hemothorak berat

1) Jumlah darah lebih dari 2000 cc

2) 35% pada foto rontgen

3) Perkusi pekak sampai cranial iga IV.

2.5. Patofisiologi
Pada trauma tumpul dada, tulang rusuk dapat menyayat jaringan paru-paru atau arteri,
menyebabkan darah berkumpul di ruang pleura. Benda tajam seperti pisau atau peluru
menembus paru-paru. mengakibatkan pecahnya membran serosa yang melapisi atau
menutupi thoraks dan paru-paru. Pecahnya membran ini memungkinkan masuknya darah
ke dalam rongga pleura. Setiap sisi toraks dapat menahan 30-40% dari volume darah
seseorang.
Perdarahan jaringan interstitium, pecahnya usus sehingga perdarahan Intra Alveoler,
kolaps terjadi pendarahan. Arteri dan kapiler, kapiler kecil, sehingga tekanan perifer
pembuluh darah paru naik, aliran darah menurun, Hb menurun, anemia, syok
hipovalemik, sesak napas, takipnea, sianosis, takhikardia.
Gejala atau tanda klinis hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang
berdarah didinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan
nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang
pertama muncul.
Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, tahipnea
berat, tahikardia dan peningkatan awal tekanan darah, diikuti dengan hipotensi sesuai
dengan penurunan curah jantung.
2.6. Manifestasi Klinis
Respon tubuh dengan adanya hemothoraks di manifestasikan dalam dua area mayor:
a. Respon hemodinamik
Respon hemodinamik tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi. Tanda – tanda
shok seperti takhikardia, takhipneu, dan nadi yang lemah dapat muncul pada pasien yang
kehilangan 30 % atau lebih volume darah.
b. Respon respiratori
Respon respiratori akumulasi darah pada pleura dapat mengganggu pergerakan nafas.
Pada kasus trauma, dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya jika
terdapat injuri pada dinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah yang besar dapat
menimbulkan dispneu.
2.7. Diagnosis
a. Sinar X dada: Menyatakan akumulasi udara/ cairan pada area pleura, dapat
menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
b. GDA: Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang yang dipengaruhi, gangguan
mekanik pernapasan dan kemampuan mengompensasi. PaCO2 kadang-kadang
meningkat PaO2 mungkin normal atau menurun, saturasi oksigen biasanya menurun.
c. Torasentesis: Menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemothorak).
d. Hb: Mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.
2.8. Tatalaksana
Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan perdarahan,
dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura. Penanganan pada hemothoraks
adalah:
a. Resusitasi cairan
Terpi awal hemothoraks adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan
bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infuse cairan kristaloid
secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemberian darah dengan golongan
spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam
penampungan yang cocok untuk autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infuse
di pasang pula chest tube (WSD).
b. Pemasangan chest tube
Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar darah pada thoraks dapat
cepat keluar sehingga tidak membeku di dalam pleura. Hemothoraks akut yang cukup
banyak sehingga terlihat pada photo thoraks sebaiknya di terapi dengan chest tube
caliber besar. Chest tube tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura,
mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat
dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya.
WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi WSD
sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negative intrapleura.
Macam – macam WSD antara lain :
1) WSD aktif
Continous suction, gelembung berasal dari gelombang sistem
2) WSD pasif
Gelembung udara berasal dari cavum thoraks pasien.
c. Thoracotomy
Tindakan ini dilakukan bila dalam keadaan:
1) Jika pada awal hemothoraks sudah keluar 1500 ml, kemungkinan besar penderita
tersebut membutuhkan thoracotomi segera.
2) Pada beberapa penderita pada walnya darah yang keluar < 1500 ml, tetapi
perdarahan tetap berlangsung terus
3) Bila di dapatkan kehilangan darah terus – menerus sebayak 200 cc/jam dalam
waktu 2 – 4 jam.
4) Luka tembus thoraks di daerah anterior, medial dari garis putting susu atau luka di
daerah posterior, medial dari scapula harus di pertimbangkan kemungkinan
diperlukannya thorakotomy karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar,
struktur hilus atau jantung yang potensial menjadi tamponade jantung.
Transfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomy. Selama
penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan chest tube
dan kehilangan darah selanjutnya harus ditambahkan di dalam cairan pengganti yang
akan diberikan. Warna darah (arteri/vena) bukan merupakan indicator yang baik
untuk dipakai sebagai dasar dilakukannya torakotomy.
Torakotomi sayatan dapat dilakukan disamping, dibawah lengan (aksilaris
torakotomy); dibagian depan, melalui dada (rara-rata sternotomy): miring dari
belakang kesamping (posterolateral torakotomy); atau dibawah payudara
(anterolateral orakotomy). Dalam beberapa kasus, dokter dapat membuat sayatan
anatar ulang rusuk (interkostal disebut pendekatan) untuk meminimalkan memotong
tulang, syaraf, dan otot. Sayatan dapat berkisar dari hanya dibawah 12,7 cm hingga 25
cm.

Penatalaksaan berdasarkan klasifikasi adalah :


a. Hemothorak ringan: cukup diobservasi, gerakan aktif (fisioterapi) dan tidak
memerlukan tindakan khusus.
b. Hemothorak sedang: dipungsi dan penderita diberi transfusi. Dipungsi sedapat
mungkin dikeluarkan semua cairannya. Jika ternyata kambuh, maka penyalir sekat
air dipasang.
c. Hemothorak besar: diberikan penyalir sekat air di rongga antar iga dan transfusi.
BAB 3
KESIMPULAN
Hemotoraks merupakan suatu keadaan dimana darah terakumulasi pada
rongga pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang menjadi
predisposisi terpenting perembesan darah berkumpul dikantong pleura tidak bisa
diserap oleh lapisan pleura.

Gejala atau tanda klinis hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka
yang berdarah didinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak
menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan
keluhan dan gejala yang pertama muncul.
Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis,
tahipnea berat, tahikardia dan peningkatan awal tekanan darah, diikuti dengan
hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung.

Identifikasi dan pengobatan traumatik hemothoraks adalah bagian penting dari


perawatan pasien yang terluka. Dalam kasus hemothoraks tidak berhubungan dengan
trauma, penyelidikan yang hati-hati untuk sumber yang mendasari harus dilakukan
ketika perawatan terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Gomez LP, Tran VH. 2019. Hemothorax. StatPearls Publishing.
Broderick SR. 2013. Hemothorax: Etiology, diagnosis, and management. Pp. 89-96. Thorac
Surg Clin.
Patrini D, Iqbal Y, Lawrence DR. 2015. Etiology and management of spontaneous
hemothorax. Pp. 520-526. Journal of Thoracic Disease.
Miyahara S, Iwasaki A. 2015. Diagnosis and Treatment of Hemothorax. Pp. 650-653. Kyobu
Geka.

Anda mungkin juga menyukai