Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Pleura merupakan membran serosa yang melingkupi parenkim paru, mediastinum,


diafragma serta tulang iga; terdiri dari pleura viseral dan pleura parietal. Rongga pleura terisi
sejumlah tertentu cairan yang memisahkan kedua pleura tersebut sehingga memungkinkan
pergerakan kedua pleura tanpa hambatan selama proses respirasi. Cairan pleura berasal dari
pembuluh-pembuluh kapiler pleura, ruang interstitial paru, kelenjar getah bening intratoraks,
pembuluh darah intratoraks dan rongga peritoneum. Jumlah cairan pleura dipengaruhi oleh
perbedaan tekanan antara pembuluh-pembuluh kapiler pleura dengan rongga pleura sesuai
hukum Starling serta kemampuan eliminasi cairan oleh sistem penyaliran limfatik pleura
parietal. Tekanan pleura merupakan cermin tekanan di dalam rongga toraks. Perbedaan
tekanan yang ditimbulkan oleh pleura berperan penting dalam proses respirasi. Karakteristik
pleura seperti ketebalan, komponen selular serta faktor-faktor fisika dan kimiawi penting
diketahui sebagai dasar pemahaman patofisiologi kelainan pleura dan gangguan proses
respirasi[1].
Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat udara di dalam rongga pleura.
Penyebab tersering dari pneumotoraks adalah trauma (tertusuk atau trauma karena kecelakaan
kendaraan bermotor). Pneumotoraks dapat terjadi ketika adanya udara di dalam rongga
pleura, hal ini memberikan gambaran dengan karakteristik adanya garis lurus akibat adanya
udara dalam rongga pleura yang disebut sebagai hidropneumotoraks[2].
Insidens pneumothorak sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui, pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan 5:1. Pneumotoraks spontan
primer (PSP) sering juga dijumpai pada individu sehat, tanpa riwayat penyakit paru
sebelumnya[3].

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA
ANATOMI PLEURA
Pleura merupakan membran serosa yang tersusun dari lapisan sel yang embriogenik
berasal dari jaringan selom intraembrional dan bersifat memungkinkan organ yang
diliputinya mampu berkembang, mengalami retraksi atau deformasi sesuai dengan proses
perkembangan anatomis dan fisiologis suatu organisme[1].
Pleura viseral membatasi permukaan luar parenkim paru termasuk fisura interlobaris,
sementara pleura parietal membatasi dinding dada yang tersusun dari otot dada dan tulang
iga, serta diafragma, mediastinum dan struktur servikal (Gambar 1)[1].

Gambar 1. Pleura viseral dan parietal serta struktur sekitar pleura

Pleura viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura
viseral diinervasi saraf-saraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner,
sementara pleura parietal diinervasi saraf-saraf interkostalis dan nervus frenikus serta
mendapat aliran darah sistemik. Pleura viseral dan pleura parietal terpisah oleh rongga pleura
yang mengandung sejumlah tertentu cairan pleura[1].
Cairan pleura mengandung 1.500 4.500 sel/mL, terdiri dari makrofag (75%),
limfosit (23%), sel darah merah dan mesotel bebas. Cairan pleura normal mengandung
protein 1 2 g/100 mL. Elektroforesis protein cairan pleura menunjukkan bahwa kadar
2

protein cairan pleura setara dengan kadar protein serum, namun kadar protein berat molekul
rendah seperti albumin, lebih tinggi dalam cairan pleura. Kadar molekul bikarbonat cairan
pleura 20 25% lebih tinggi dibandingkan kadar bikarbonat plasma, sedangkan kadar ion
natrium lebih rendah 3 5% dan kadar ion klorida lebih rendah 6 9% sehingga pH cairan
pleura lebih tinggi dibandingkan pH plasma. Keseimbangan ionik ini diatur melalui transpor
aktif mesotel. Kadar glukosa dan ion kalium cairan pleura setara dengan plasma[1].
Struktur Makroskopis Pleura
Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap dan semitransparan. Luas
permukaan pleura viseral sekitar 4.000 cm pada laki-laki dewasa dengan berat badan 70 kg.
Pleura parietal terbagi dalam beberapa bagian, yaitu pleura kostalis yang berbatasan dengan
iga dan otot-otot interkostal, pleura diafragmatik, pleura servikal atau kupula sepanjang 2-3
cm menyusur sepertiga medial klavikula di belakang otot-otot sternokleidomastoid dan pleura
mediastinal yang membungkus organ-organ mediastinum[1].
Bagian inferior pleura parietal dorsal dan ventral mediastinum tertarik menuju rongga
toraks seiring perkembangan organ paru dan bertahan hingga dewasa sebagai jaringan
ligamentum pulmoner, menyusur vertikal dari hilus menuju diafragma membagi rongga
pleura menjadi rongga anterior dan posterior. Ligamentum pulmoner memiliki pembuluh
limfatik besar yang merupakan potensi penyebab efusi pada kasus traumatik[1].
Pleura kostalis mendapat sirkulasi darah dari arteri mammaria interkostalis dan
internalis. Pleura mediastinal mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis, diafragmatik
superior, mammaria interna dan mediastinum. Pleura servikalis mendapat sirkulasi darah dari
arteri subklavia. Pleura diafragmatik mendapat sirkulasi darah dari cabang-cabang arteri
mammaria interna serta aorta toraksika dan abdominis. Vena pleura parietal mengikut jalur
arteri dan kembali menuju vena kava superior melalui vena azigos. Pleura viseral mendapat
sirkulasi darah dari arteri bronkialis menuju vena pulmonaris[1].
Ujung saraf sensorik berada di pleura parietal kostalis dan diafragmatika. Pleura
kostalis diinervasi oleh saraf interkostalis, bagian tengah pleura diafragmatika oleh saraf
frenikus. Stimulasi oleh infl amasi dan iritasi pleura parietal menimbulkan sensasi nyeri
dinding dada dan nyeri tumpul pada bahu ipsilateral. Tidak ada jaras nyeri pada pleura
viseral walaupun secara luas diinervasi oleh nervus vagus dan trunkus simpatikus[1].
Eliminasi akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik sistemik di
pleura parietal. Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui arteriol interkostalis pleura
parietal melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi melalui stoma pada pleura parietal yang
terbuka langsung menuju sistem limfatik. Pleksus limfatikus superfi sialis terletak pada
3

jaringan ikat di lapisan subpleura viseral dan bermuara di pembuluh limfe septa lobularis dan
lobaris. Jaringan limfatikus ini dari pleura kostalis menyusur ventral menuju nodus limfatik
sepanjang arteri mammaria interna atau dorsal menuju ujung sendi kostosternal, dari pleura
mediastinal menuju nodus limfatikus trakeobronkial dan mediastinum, dan dari pleura
diafragmatik menuju nodus parasternal, frenikus medialis dan mediastinum superior[1].
Cairan pleura tidak masuk ke dalam pleksus limfatikus di pleura viseral karena pleura
viseral lebih tebal dibandingkan pleura parietal sehingga tidak terjadi pergerakan cairan dari
rongga pleura ke pleura viseral. Gangguan duktus torasikus karena limfoma maupun trauma
menyebabkan akumulasi cairan limfe di rongga pleura menyebabkan chylothorax[1].
FISIOLOGI PLEURA
Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang ditimbulkan
oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas akan menimbulkan tekanan
transpulmoner yang selanjutnya akan memengaruhi pengembangan paru dalam proses
respirasi. Pengembangan paru terjadi bila kerja otot dan tekanan transpulmoner berhasil
mengatasi rekoil elastik (elastic recoil) paru dan dinding dada sehingga terjadi proses
respirasi. Jumlah cairan rongga pleura diatur keseimbangan Starling yang ditimbulkan oleh
tekanan pleura dan kapiler, kemampuan sistem penyaliran limfatik pleura serta keseimbangan
elektrolit. Ketidakseimbangan komponen-komponen gaya ini menyebabkan penumpukan
cairan sehingga terjadi efusi pleura[1].
Fisiologi tekanan pleura
Tekanan pleura secara fi siologis memiliki dua pengertian yaitu tekanan cairan pleura
dan tekanan permukaan pleura.Tekanan cairan pleura mencerminkan dinamik aliran cairan
melewati membran dan bernilai sekitar -10 cmH 2O. Tekanan permukaan pleura
mencerminkan keseimbangan elastik rekoil dinding dada ke arah luar dengan elastik rekoil
paru ke arah dalam. Nilai tekanan pleura tidak serupa di seluruh permukaan rongga pleura;
lebih negatif di apeks paru dan lebih positif di basal paru. Perbedaan bentuk dinding dada
dengan paru dan faktor gravitasi menyebabkan perbedaan tekanan pleura secara vertikal;
perbedaan tekanan pleura antara bagian basal paru dengan apeks paru dapat mencapai 8
cmH2O. Tekanan alveolus relatif rata di seluruh jaringan paru normal sehingga gradien
tekanan resultan di rongga pleura berbeda pada berbagai permukaan pleura. Gradien tekanan
di apeks lebih besar dibandingkan basal sehingga formasi bleb pleura terutama terjadi di
apeks paru dan merupakan penyebab pneumotoraks spontan[1].
Gradien ini juga menyebabkan variasi distribusi ventilasi. Pleura viseral dan parietal
saling tertolak oleh gaya potensial molekul fosfolipid yang diabsorpsi permukaan masing4

masing pleura oleh mikrovili mesotel sehingga terbentuk lubrikasi untuk mengurangi friksi
saat respirasi. Proses tersebut bersama tekanan permukaan pleura, keseimbangan tekanan
oleh gaya Starling dan tekanan elastik rekoil paru mencegah kontak antara pleura viseral dan
parietal walaupun jarak antarpleura hanya 10 m[1].
Proses respirasi melibatkan tekanan pleura dan tekanan jalan napas. Udara mengalir
melalui jalan napas dipengaruhi tekanan pengembangan jalan napas yang mempertahankan
saluran napas tetap terbuka serta tekanan luar jaringan paru (tekanan pleura) yang melingkupi
dan menekan saluran napas. Perbedaan antara kedua tekanan (tekanan jalan napas dikurangi
tekanan pleura) disebut tekanan transpulmoner. Tekanan transpulmoner memengaruhi
pengembangan paru sehingga memengaruhi jumlah udara paru saat respirasi. Hubungan
perubahan tekanan pleura, tekanan alveolus, tekanan transpulmoner dan volume paru
ditunjukkan pada gambar 2[1].

Gambar 2. Perubahan volume paru, tekanan alveolar, tekanan pleura dan tekanan transpulmoner selama respirasi
biasa

Fisiologi cairan pleura


Rongga pleura terisi cairan dari pembuluh kapiler pleura, ruang interstitial paru,
saluran limfatik intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks dan rongga peritoneum. Neergard
mengemukakan hipotesis bahwa aliran cairan pleura sepenuhnya bergantung perbedaan
tekanan hidrostatik dan osmotik kapiler sistemik dengan kapiler pulmoner.
Perpindahan cairan ini mengikuti hukum Starling berikut:
Jv = Kf ([P kapiler P pleura] - [ kapiler pleura])
Jv: aliran cairan transpleura, Kf : koefi sien fi ltrasi yang merupakan perkalian konduktivitas hidrolik membran
dengan luas permukaan membran, P : tekanan hidrostatik, : koefisien kemampuan restriksi membran terhadap
migrasi molekul besar, : tekanan onkotik.

Perkiraan besar perbedaan tekanan yang memengaruhi pergerakan cairan dari kapiler
menuju rongga pleura ditunjukkan pada Gambar 3. Tekanan hidrostatik pleura parietal
sebesar 30 cmH2O dan tekanan rongga pleura sebesar -5 cmH2O sehingga tekanan hidrostatik
resultan adalah 30 (-5) = 35 cmH2O. Tekanan onkotik plasma 34 cmH2O dan tekanan
onkotik pleura 5 cmH2O sehingga tekanan onkotik resultan 34 5 = 29 cmH 2O. Gradien
tekanan yang ditimbulkan adalah 35 29 = 6 cmH 2O sehingga terjadi pergerakan cairan dari
kapiler pleura parietal menuju rongga pleura. Pleura viseral lebih tebal dibandingkan pleura
parietal sehingga koefisien fi ltrasi pleura viseral lebih kecil dibandingkan pleura parietal.
Koefi sien filtrasi kecil pleura viseral menyebabkan resultan gradien tekanan terhadap pleura
viseral secara skematis bernilai 0 walaupun tekanan kapiler pleura viseral identik dengan
tekanan vena pulmoner yaitu 24 cmH 2O. Perpindahan cairan dari jaringan interstitial paru ke
rongga pleura dapat terjadi seperti akibat peningkatan tekanan baji jaringan paru pada edema
paru maupun gagal jantung kongestif[1].

Gambar 3 Skema tekanan dan pergerakan cairan pada rongga pleura manusia

Hipotesis Neergard tidak sepenuhnya menjelaskan eliminasi akumulasi cairan pleura


karena tidak menyertakan faktor jaringan interstitial dan sistem limfatik pleura. Jaringan
interstitial secara fungsional mengalirkan cairan ke sistem penyaliran limfatik. Cairan pleura
yang difi ltrasi pada bagian parietal mikrosirkulasi sistemik masuk ke jaringan interstitial
ekstrapleura menuju rongga pleura dengan gradien tekanan (aliran cairan) yang lebih kecil
(Gambar 4)[1].

Gambar 4. Skema fi siologis aliran cairan transpleura. (Jv: aliran cairan transpleura)

Rongga pleura secara fi siologis terbagi menjadi lima ruang yaitu sirkulasi sistemik
parietal, jaringan interstitial ekstrapleura, rongga pleura, jaringan interstitial paru dan
mikrosirkulasi viseral. Membran endotel sirkulasi viseral membatasi mikrosirkulasi viseral
dengan jaringan interstitial paru dan membran endotel sirkulasi sistemik parietal membatasi
sirkulasi sistemik dengan jaringan interstitial rongga pleura. Rongga pleura dibatasi oleh
pleura viseral dan pleura parietal yang berfungsi sebagai membran. Penyaliran limfatik di
lapisan submesotel pleura parietal bercabang-cabang serta berdilatasi dan disebut lakuna.
Lakuna di rongga pleura akan membentuk stoma. Aliran limfatik pleura parietal terhubung
dengan rongga pleura melalui stoma dengan diameter 2 6 nm[1].
Stoma ini berbentuk bulat atau celah ditemukan pada pleura mediastinal dan
interkostalis terutama pada area depresi inferior terhadap tulang iga bagian inferior dengan
kepadatan 100 stomata/cm2 di pleura interkostalis dan 8.000 stomata/cm2 di pleura
mediastinal[1].
Jumlah cairan pleura tergantung mekanisme gaya Starling (laju filtrasi kapiler di
pleura parietal) dan sistem penyaliran limfatik melalui stoma di pleura parietal. Senyawasenyawa protein, sel-sel dan zat-zat partikulat dieliminasi dari rongga pleura melalui
penyaliran limfatik ini. Menurut Stewart (1963), nilai rerata aliran limfatik dari satu sisi
rongga pleura adalah 0,4 mL/kg berat badan/jam pada tujuh orang normal, sementara Leckie
dan Tothill (1965) menemukan bahwa nilai rerata alisan listrik limfatik sebesar 0,22 mL/jam
pada tujuh pasien dengan gagal jantung kongestif[1].
Dalam kedua penelitian ini, variabilitas yang mencolok dijumpai antar-pasien. Bila
hasil pada pasien dengan gagal jantung kongestif diekstrapolasi ke individu normal,
seseorang dengan berat badan 60 kg akan memiliki nilai aliran limfatik dari masing-masing
sisi rongga pleura sebesar 20 mL/jam atau 500 mL/hari. Peningkatan volume tidal maupun

frekuensi respirasi meningkatkan eliminasi limfatik pleura. Kapasitas eliminasi limfatik


pleura secara umum 20 28 kali lebih besar dibandingkan pembentukan cairan pleura.[1]
HYDROPNEUMOTORAKS
Hydropneumotoraks adalah keadaan dimana terdapatnya cairan dalam rongga pleura.
Sedangkan pneumotoraks itu sendiri merupaka keadaan terdapatnya udara atau gas dalam
rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru
leluasa mengembang terhadap rongga dada[2].
KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI PNEUMOTORAKS
Pneumotoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatik dan klasifikasi
pneumotoraks berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut[3]:
Pneumotoraks Spontan
Pneumotoraks spontan adalah setiap pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya
suatu penyebab (trauma ataupun iatrogenik), ada 2 jenis yaitu:
Pneumotoraks Spontan Primer. Pneumotoraks spontan primer (PSP) adalah suatu
pneumotoraks yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya,
umumnya pada individu sehat dewasa muda, tidak berhubungan dengan aktivitas fisik yang
berat tetapi justru terjadi pada saat istirahat dan sampai sekarang belum diketahui
penyebabnya.
Pneumotoraks Spontan Sekunder. Pneumotoraks spontan sekunder (PSS) adalah suatu
pneumotoraks yang terjadi karena penyakkit paru yang mendasarinya (tuberkulosis paru,
PPOK, asma bronkial, pneumonia, tumor paru, dan sebagainya).
Pasien PSS bilateral dengan reseksi torakoskopi dijumpai adanya metastase paru yang
primernya berasal dai sarkoma jaringan lunak di luar paru.
Pneumotoraks Traumatik
Pneumotoraks traumatik adalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun
paru. Pneumotoraks traumatik tidak harus disertai fraktur iga maupun luka penetrasi yang
terbuka. Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbullkan
pneumototraks. Beberapa penyebab trauma penetrasi pada dinding dada adalah luka tusuk,
luka tembak, akibat tusukan jarum maupun pada saat dilakukan kanulasi vena sentral[3].

Gambar 5 Pneumotorak Traumatik


Keterangan gambar:

Trauma jaringan lunak pada region subklavia (emfisema subkutis)


Trauma pada trakea (emfisema mediastinum, emfisema subkutis)
Trauma pada bronkus (emfisema mediastinum, emfisema intertitialis)
Ruptur alveoli (emfisema intertitialis)
Robekan pada pleura viseralis (pneumotoraks)
Ruptur dari bulla maupun bleb (pneumotoraks spontan)
Trauma dinding dada dan pleura parietalis (pneumotoraks, emfisema subkutis)
Robeknya diafragma (emfisema mediastinum, pneumotoraks)

Berdasarkan kejadiannya pneumotoraks traumatik dibagi 2 jenis yaitu:


Pneumotoraks traumatik bukan iatrogenik. Adalah pneumotoraks yang terjadi karena
jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada baik terbuka maupun tertutup,
barotrauma.
Pneumotoraks traumatik iatrogenik. Adalah pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi
dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis ini pun masih dibedakan menjadi 2 yaitu:

Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental, adalah pneumotoraks yang terjadi


akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada
tindakan parasentesis dada, biopsi pleura, biopsi transbrokial, biopsi/aspirasi paru

perkutaneus, kanulasi vena sentral, barotrauma (ventilasi mekanik).


Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate), adalah pneumotoraks yang
sengaja dilakukan dengan cara mengisis udara ke dalam rongga pleura melalui jarum
dengan suatau alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi tuberkulosis (sebelum era
antibiotik), atau untuk menilai permukaan paru[3].

Berdasarkan jenis fistulanya pneumotoraks dapat dibagi menjadi 3 yaitu:


9

Pneumotoraks tertutup (simple pneumothorax). Pneumotoraks tertutup yaitu suatu


pneumotoraks dengan tekanan udara di rongga pleura yang sedikit lebih tinggi dibandingkan
tekanan pleura pada sisi hemitoraks kontralateral tetapi tekanannya masih lebih rendah dari
tekanan atmosfir. Pada jenis ini tidak dapat defek atau luka terbuka dari dinding dada.
Pneumotoraks terbuka (open pneumothorax). Pneumotoraks terbuka terjadi karena luka
terbuka pada dinding dada sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar melalui luka
tersebut. Pada saat inspirasi, mediastinum dalam keadaan normal tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound)
Tension pneumotoraks. Tension pneumotoraks terjadi karena mekanisme check walve yaitu
pada saat inspirasi udara masuk ke dalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari
rongga pleura tidak dapat keluar. Semakin lama tekanan udara di dalam rongga pleura akan
meningkat dan melebihi tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini
dapa menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas. Pneumotoraks ini juga sering
disebut pneumotoraks ventil[3].
INSIDEN DAN PREVALENSI
Insidens pneumototraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui, pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan 5:1. Pneumotoraks spontan
primer (PSP) sering juga dijumpai pada individu sehat, tanpa riwayat penyakit paru
sebelumnya. Pneumotoraks spontan primer banyak dijumpai pada pria dengan usia antara
dekade 3 dan 4. Salah satu penelitian menyebutkan sekitar 81% kasus PSP berusia kurang
dari 45 tahun. Seaton dkk, melaporkan bahwa pasien tuberkulosis aktif mengalami
komplikasi pneumotoraks sekitar 1,4% dan jika terdapat kavitas paru komplikasi
pneumototraks meningkat lebih dari 90%[3].
Di Olmested Country, Minnesota, Amerika, Melton et al melakukan penelitian selama
25 tahun (tahun 1950-19740) pada pasien yang terdiagnosis sebagai pneumotoraks atau
pneumomediastinum, didapatkan 75 pasien karena trauma, 102 pasien karena iatrogenik dan
sisanya 141 pasien karena pneumotoraks spontan. Dari 141 pasien pneumotoraks spontan
tersebut 77 pasien PSP dan 64 pasien pneumotoraks spontan sekunder (PSS). Pada pasienpasien pneumotoraks spontan didapatkan angka insidensi sebagai berikut: PSP terjadi pada
7,4 8,6/100.000 per tahun untuk pria dan 1,2/100.000 per tahun untuk wanita; sedangkan
insidensi PSS 6,3/100.000 per tahun untuk pria dan 2,0/100.000 per tahun untuk wanita.
(Loddenkemper, 2003). Penelitian epidemiologi pada 15.204 orang yang bertempat tinggal di
kota Stockholm, Swedia mendapatkan insidens pneumotoraks spontan sebesar 18/100.000
10

untuk pria dan 6/100.000 untuk wanita. Dilaporkan adanya pneumotoraks spontan familial
dalam suatu keluarga (23 anggota keluarga), 6 diantaranya mengalami serangan
pneumotoraks dan ternyata insidesi tersebut berhubungan dengan dijumpainya HLA
happlotype A2, B40 dan alpha-1 antitrypsin phenotype M1M2. Pneumotoraks familial sering
menimbulkan pneumotoraks spontan dan terbanyak didapatkan justru pada wanita daripada
pria[3].
PATOFISIOLOGI
Pleura secara anatomis merupakan satu lapis sel mesotelial, ditunjang oleh jaringan
ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. Rongga pleura dibatasi oleh 2
lapisan tipis sel mesotelial, terdiri atas pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura parietalis
melapisis otot-otot dinding dada, tulang dan kartilago, diafragma dan mediastinum, sangat
sensitif terhadap nyeri. Pleura viseralis melapisi paru dan menyusup ke dalam semua fisura
dan tidak sensitif terhadap nyeri. Rongga pleura individu sehat terisi cairan (10-20 ml) dan
berfungsi sebagai pelumas di antara kedua lapisan pleura.
Patogenesis pneumotoraks spontan sampai sekarang belum jelas.
Pneumotoraks Spontan Primer (PSP)
PSP terjadi karena robeknya suatu kantong udara dekat pleura viseralis. Penelitian
secara patologis membuktikan bahwa pasien pneumotoraks spontan yang parunya direseksi
tampak adanya satu atau dua ruang berisi udara dalam bentuk bleb dan bulla. Bulla merupaka
suatu kantong yang dibatasi sebagian oleh pleura fibrotik yang menebal, sebagian oleh
jaringan fibrosa paru sendiri dan sebagian lagi oleh jaringan paru emfisematous. Bleb
terbentuk daru suatu alveoli yang pecah melalui jaringan intertisial ke dalam lapisan fibrosa
tipis pleura viseralis yang kemudian berkumpul dalam bentuk kista. Mekanisme terjadinya
bulla atau bleb belum jelas, banyak pendapat menyatakan terjadinya kerusakan bagian apeks
paru berhubungan dengan iskemia atau peningkatan distensi pada alveoli daerah apeks paru
akibat tekanan pleura yang lebih negatif. Apabila dilihat secara patologis dan radiologis pada
penumotoraks spontan sering didapatkan bulla di apeks paru. Observasi klinis yang dilakukan
pada pasien PSP ternyata angka kejadiannya lebih banyak dijumpai pada pasien pria yang
berbadan tinggi dan kurus. Kelainan intrinsik jaringan konektif seperti pada sindrom Marfan,
prolaps katup mitral, kelainan bentuk tubuh mempunyai kecenderungan terbentuknya bleb
atau bulla. Belum ada hubungan yang jelas antara aktivitas yang berlebihan dengan pecahnya
bleb atau bulla karena pada keadaan tanpa aktivitas (istirahat) juga dapat terjadi
pneumotoraks. Pecahnya alveoli berhubungan dengan obstruksi check-walve pada saluran
11

napas kecil sehingga timbul distensi ruang udara di bagian distalnya. Obstruksi jalan napas
bisa diakibatkan oleh penumpukan mukus dalam bronkioli baik oleh karena infeksi atau
bukan infeksi.
Bayi aterm mampu menampung tekanan pleura antara -40 sampai -100 H2O. Apabila
tekanan udara melebihi nilai ambang tersebut dapat menimbulkan pecahnya alveoli, misalnya
akibat aspirasi mekoneum. Penelitian pada 11 pasien bukan perokok yang sembuh dari
pneumotoraks spontan, dengan ventilator perfusion scintigraphy ternyata didapatkan
gambaran obstruksi saluran napas.
Pneumotoraks Spontan Sekunder (PSS)
PSS terjadi karena pecahnya bleb viseralis atau bulla sebpleura dan sering
berhubungan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Patogenesis PSS multifaktorial,
umumnya terjadi akibat komplikasi penyakit PPOK (penyakit paru obstruktif kronik), asma,
fibrosis kistik,
Tuberkulosis paru, penyakit-penyakit paru infiltratif lainnya (misalnya pneumonia
supuratif dan termasuk pneumonia P. Carinii). PSS umumnya lebih serius keadaannya
daripada PSP, karena pada PSS terdapat penyakit paru yang mendasarinya. Pneumotoraks
katamenial (endometriosis pada pleura) adalah bentuk lain PSS yang timbulnya berhubungan
dengan menstruasi pada wanita dan sering berulang. Artritis rheumatoid juga dapat
menyebabkan pneumotoraks spontan karena terbentuknya nodul rheumatoid pada paru[3].
DIAGNOSIS
Anamnesis
Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah:

Sesak napas, yang didapatkan pada 80-100% pasien


Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien
Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien
Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat sekitar 5-10% dan biasanya pada
PSP

Gejala-gejala tersebut dapat berdiri sendiri maupun kombinasi dan menurut Mills dan
Luce derajat gangguannya bisa mulai dari asimtomatik atau menimbulkan gangguan ringan
sampai berat[3].
Pemeriksaan Fisik
Suara napas melemah sampai menghilang, fremitus melemah sampai menghilang,
resonansi perkusi dapat normal atau meningkat/hipersonor. Pneumotoraks ukuran kecil
12

biasanya hanya menimbulkan takikardia ringan dan gejala yang tidak khas. Pada
pneumotoraks ukuran besar biasanya didapatkan suara napas yang melemah bahkan sampai
menghilang pada auskultasi, fremitus raba menurun dan perkusi hipersonor. Pneumotoraks
tension dicurigai apabbila didapatkan adanya takikardia berat, hipotensi dan pergeseran
mediastinum atau trakea[3].
GAMBARAN RADIOLOGI
Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana terdapat udahar di dalam rongga
pleura yang paling sering disebabkan oleh trauma (seperti tertusuk atau kecelakaan kendaraan
bermotor). Selain itu, tindakan biopsi hati atau kateter vena juga dapat menyebabkan
pneumotoraks. Pneumotoraks juga dapat terjadi secara spontan (akibat dari pecahnya bleb)
atau bahkan tumor seperti histiocytosis atau metastasis osteogenik sarcoma.
Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa
struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru berupa garis radioopak tipis
berasal dari pleura viseral. Karena rongga pleura berada pada posisi kontinu sekitar setiap
paru-paru, jika pasien dalam posisi tegak atau semi-tegak, udara di dalam rongga pleura
biasanya akan mengarah ke apeks. Dengan demikian, tempat pertama untuk mencari
pneumotoraks adalah di kanan dan kiri hemithorax atas (Gambar. 6). Gambaran yang paling
umum adalah daerah yang berdekatan dengan tulang rusuk di mana tidak ada vaskularisasi
paru terlihat dan di mana garis putih yang sangat tipis mewakili pleura visceral yang telah
dipisahkan dari pleura parietal melalui udara. Baris ini harus dilihat secara hati-hati, karena
sering sulit dibedakan dari korteks tulang rusuk di dekatnya. Jika pneumotoraks kecil dan
garis pleura berada di belakang tulang rusuk, dapat hampir mustahil untuk melihat. Dalam
keadaan seperti itu, menempatkan film disamping dada pada saat inspirasi akan sangat
berguna. Paru-paru terlihat menjadi agak padat dan lebih kecil. Jumlah udara dalam rongga
pleura tidak akan berubah dalam ukuran atau kepadatan, dan dengan demikian pneumotoraks
akan tampil relatif lebih besar selama ekspirasi[2,4].

13

Gambar 6 Pneumotoraks apikal. Garis tipis yang menggambarkan pleura viseral yang terpisah dari dinding
lateral dada (panah). Tidak ada tanda vaskularisasi paru pada garis ini, garis berwarna putih dan disisi lainnya
terlihat gambaran lusen pada sisi yang terkena pneumotoraks.

Gambar 7 Penekanan dari pneumotoraks. Pada pasien laki-laki muda dengan nyeri dada, pada saat inspirasi (A),
tidak ada pneumotoraks diidentifikasi. Gambar selanjutnya (B), paru-paru menjadi lebih kecil, tapi
pneumotoraks tetap dengan ukuran yang sama; sehingga relatif tampak lebih besar dan lebih mudah untuk
dilihat.

Berapa banyak paru-paru yang kolaps akibat pneumotoraks merupakan gambara dari
seberapa banyak udara yang masuk ke rongga pleura. Pada pasien yang dengan perlekatan
antara pleura visceral dan parietal sebagai akibat dari penyakit radang sebelumnya atau
jaringan parut, tidak terjadi kolaps total, bahkan jika sejumlah besar udara tersedia. Hal yang
sama juga berlaku pada pasien dengan penyakit paru-paru difus, karena paru-paru relatif kaku
maka kolaps total tidak akan terjadi[2].
Kolaps total paru-paru dapat terjadi pada pasien dengan paru-paru normal dan tanpa
adhesi dalam rongga pleura. Hal ini mungkin disertai atau mungkin tidak disertai dengan
pergeseran mediastinum. Jika pergeseran mediastinum terjadi atau jika ada depresi dari
hemidiafragma dengan pergeseran jantung dan trakea jauh dari sisi dengan pneumotoraks,
dapat berpotensi terjadinya tension pneumothorax[2].
14

Gambar 8 Tension pneumothorax. Pada gambatan posteroanterior (A), hemithorax kiri terlihat lusen
dikarenakan kolapsnya paru secara total 9panah). Pada tension pneumothotaks dapat diidentifikasi melalui
komponen mediatinum, termasuk jantung, yang bergeser ke kanan dan hemidiafragma kiri yang mendatar. Pada
gambatan tomografi komputer pada pasien yang berbeda dengan pneumotoraks (B) menunjukkan kolaps totalis
paru kanan dan pergeseran medastinum ke kiri.

Pada beberapa keadaan, pneumotoraks dapat disertai dengan adanya cairan. Adanya
cairan dalam rongga pleura ini memberikan karakteristik garis horizontal sebagai hasil dari
gambaran air fluid level pada rongga pleura. Keadaan ini disebut dengan hydropneumothotax
(Gambar 9). Pada beberapa keadaan gambaran air fluid level pada paru-paru dapat diartikan
sebagai abses, tetapi pada abses dapat disertai dengan penebalan dinding dan secara
radiologis mudah dibedakan dengan hydropneumothorax[2].

Gambar 9 Hydropneumothorax. Terdapatnya cairan dalam rongga pleura dengan gambaran garis horizontal dari
tulang belakang hingga ujung rongga pleura. Pada pasien ini, terdapat hydropneumotorax basiler kanan.
Gambaran air fluid level jelas terlihat (panah). Jika terdapat abses paru, gambaran air fluid level tidak ada pada
bagian medial dan lateral hemitoraks.

Efusi pleura maupun pneumotoraks akan menghambat fungsi paru dengan membatasi
pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan
cepatnya perkembangan penyakit. Keluar cairan tertimbun perlahan-lahan seperti yang sering
15

terjadi pada efusi pleura, maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul
dengan sedikit gangguan fisik yang nyata. Sebaliknya, dekompresi paru yang cepat akibat
pneumotoraks masif dapat disertai dengan syok yang timbulnya cepat sekali. Tabel 1 berisi
ringkasan tentang tanda dan gejala efusi pleura dan pneumotoraks. Adanya keadaan ini dapat
dipastikan dengan pemeriksaan radiografi[5].
Efusi Pleura
- Dispnea bervariasi
-

Pneumotoraks
- Dispnea (jika luas)

Nyeri pleuritik biasanya mendahului

Nyeri pleuritik hebat

efusi jika penyakit pleura

Trakea bergeser menjauhi sisi yang

Trakea bergeser menjauhi sisi yang

mengalami pneumothotaks

mengalami efusi

Takikardia

Ruang interkostal menonjol (efusi

Sianosis (jika luas)

yang berat)

Pergerakan

Pergerakan

dada

berkurang

dan

terhambat pada bagian yang terkena


-

Perkusi meredup diatas efusi pleura

Egofoni diatas paru yang tertekan


Suara napas berkurang di atas efusi

Fremitus vokal dan raba berkurang

dan

Perkusi

hipersonor

di

atas

pneumotoraks
-

Perkusi meredup di atas paru yang


kolaps

pleura
-

berkurang

terhambat pada bagian yang terkena

dekat efusi
-

dada

Suara napas berkurang atau tidak ada


pada sisi yang terkena

Fremitus vokal dan raba berkurang

Gambar 10. Perbandingan pasien dengan hydropneumotoraks (gambar kiri) dan gambaran model paru (balon0
dan air fluid level (panah putus-putus) (A), gambaran balon pada gelas wine dengan tanda meniskus pada efusi
pleura tanpa pneumotoraks(B)

16

Sebuah

model

contoh

diperlihatkan

pada

gambar

sebagai

replika

dari

hydrpneumotoraks. Pada model ini, balon merah menggambarkan dinding dada dan susu
digambarkan sebagai efusi pleura. Sebagai contoh pada model, ketika gambaran udara bebas
diatas efusi (susu pada model) gambaran air fluid menjadi lebih jelas. Gambaran inilah yang
terlihat pada gambaran radiologi. Untuk membandingkan gambaran hydropneumotoraks
dengan efusi pleura, model yang sama diperlihatkan dimana susu menginflasi balon sehingga
menghasilkan tanda meniskus, tidak ada gambaran air fluid level[6].
Sebagai kontradiksi, tanda meniskus tidak terlihat pada hydropneumotoraks
dikarenakan udara yang terjebak meningkatkan tekanan intratorakal yang menekan cairan dan
menghasilkan gambaran air fluid level. Penting untuk membedakan air fluid level dengan
hydropneumotoraks karena pada terapi hydropneumotoraks butuh tempat khusus untuk
menginsersi dua selang nantinya, satu untuk mengeluarkan cairan dan selang lainnya untuk
mengeluarkan udara. Sebaliknya, efusi pleura hanya membutuhkan satu selang untuk
mengeluarkan cairan[6].
Dapa disimpulkan, penemuan dasar seperti gambaran air fluid level pada pemeriksaan
foto polos merupakan tanda penting pada hydropneumotoraks. Penemuan adanya tanda
meniskus merupakan tanda adanya efusi pleura[6].
Secara umum, lipatan kulit dapat menyebabkan sebuah artefak yang terlihat seperti
pneumotoraks. Artefak ini disebabkan oleh kulit pasien yang dilipat dan menempel detektor
x-ray. Artefak terlihat paling sering pada pasien yang baik terlentang atau semierect. Artefak
ini biasanya muncul sebagai garis yang hampir vertikal sepanjang sepertiga bagian luar zona
paru bagian atas. Tiga cara untuk mengenali artefak ini meliputi berikut ini.
1. Sebuah garis kulit sering meluas di atas apeks paru hingga jaringan lunak
supraklavikular.
2. Kepadatan atau garis putih dapat menjadi jelas ketika dilihat dari hilus hingga
pinggiran paru-paru, sebelum mencapai garis yang kita pikir mungkin pneumotoraks.
Jika ada peningkatan kepadatan (putih) yang berlanjut ke lateral, diikuti dengan
penurunan mendadak dalam kepadatan, ini mungkin merupakan lipatan kulit
(Gambar 11). Dalam kasus pneumotoraks kecil, baik paru-paru dan pneumotoraks
yang cukup gelap, dan mereka dipisahkan oleh garis putih tipis, yang merupakan
pleura visceral.

17

Gambar 11. Lipatan kulit yang menyerupai pneumotoraks. Sebuah garis vertikal terlihat pada
hemithorax kiri (panah). Ini adalah lipatan kulit yang disebabkan karena pasien menekan detektor
Film atau kaset. Sebuah lipatan kulit dapat meluas ke luar daerah paru-paru normal, dengan melihat
pembuluh paru luar garis ini, atau, seperti dalam kasus ini, dengan mencatat bahwa paru-paru
memiliki peningkatan kepadatan atau lebih putih dari hilus ke baris ini, dan kemudian menjadi lebih
gelap. Pada pneumotoraks akan terlihat sebagai garis putih yang gelap di kedua sisi.

3.

Sebuah garis lipat kulit relatif lurus, sedangkan garis pleura mengikuti lekuk aspek
dalam dari dinding dada.
Karena udara cenderung untuk pergi ke posisi tertinggi di rongga pleura, akan sulit

untuk mengetahui ada atau tidaknya pneumotoraks pada foto rontgen pada saat posisi erect.
Dengan terlentang AP proyeksi dada, sinar x-ray adalah vertikal, dan pneumotoraks berlapis
horizontal di sepanjang bagian anterior dada dan mungkin setidaknya 500 cc udara harus
berada dalam rongga pleura. Pada bayi terlentang dan neonatus, sebuah pneumotoraks
anterior merupakan hal umum. Seringkali satu-satunya cara untuk melihat pneumothorax ini
adalah untuk mendapatkan sebuah film lateral yang terlentang dan mencari daerah lusen (atau
daerah gelap) di wilayah retrosternal. Seperti disebutkan sebelumnya, pada pasien trauma
berat, sangat umum untuk menemukan, pada scan CT, pneumotoraks anterior kecil pada foto
rontgen toraks (Gambar 12)[2].

Gambar 12 Pneumothorax anterior. Sebuah x-ray dada pada pasien trauma ini dianggap normal, tapi tomografi
dihitung scan berikutnya dada mengungkapkan pneumotoraks kecil tepat anterior (panah), dengan gambaran
bulan sabit.

18

Di foto AP toraks terlentang dari orang dewasa, salah satu tanda yang dapat dilihat
pada pneumotoraks adalah apa yang dikenal sebagai tanda sulcus mendalam. Biasanya, sudut
kostofrenikus lateral yang cukup tajam atau akut. Rongga pleura, bagaimanapun, berjalan
lebih jauh ke bawah sepanjang tepi aspek lateral hepar dan limpar. Jika udara di rongga
pleura, dapat dengan mudah dilacak, membuat sudut kostofrenikus atau sulkus jauh lebih
dalam dapat mudah terlihat. Dengan demikian. sangat berhati-hati untuk mencari sudut
kostofrenikus sangat tajam atau dalam atau sudut kostofrenikus yang menjadi semakin lebih
dalam dan lebih tajam dari sinar x-sekuensial pada saat posisi terlentang. Jika melihat ini,
pneumotoraks mungkin ada (Gambar. 13). Pada posisi duduk tegak akan terlihat
pneumotoraks apikal, karena udara biasanya akan bergerak dari sulkus hingga puncak[2].

Gambar 13 Tanda sulcus mendalam pneumotoraks. Pada dada posteroanterior x-ray (A), sudut kostofrenikus
biasanya tajam (panah). Pada pasien terlentang, pneumotoraks anterior, medial, dan basilar. Pada film telentang
berikutnya (B), daerah gelap di sepanjang batas jantung kanan dan basis paru-paru muncul(panah kecil), dan
sudut kostofrenikus jauh lebih dalam dan biasanya lebih terlihat (panah besar). Pemuan ini tidak diakui, dan,
sebagai hasilnya, tension pneumothorax dikembangkan pada pasien yang sama (C) dengan sudut yang sangat
mendalam kostofrenikus (panah hitam besar), paru-paru kanan hampir sepenuhnya kolaps (panah putih kecil),
dan pergeseran mediastinum ke kiri.

DIAGNOSIS BANDING
Pneumotoraks dapat memberi gejala seperti infark miokard, emboli paru dan
pneumonia. Pada pasien muda, tinggi, pria dan perokok jika telah difoto diketahui ada
pneumotoraks,

umumnya

diagnosis

menjurus

ke

pneumotoraks

spontan

primer.

19

Pneumotoraks spontan sekunder kadang-kadang sulit dibedakan dengan pneumotoraks yang


terlokalisasi dari suatu bleb atau bulla subpleura[3].
KOMPLIKASI
Pneumotoraks

tension

(terjadi

pada

3-5%

pasien

pneumotoraks),

dapat

mengakibatkan kegagalan respirasi akut. Pio-pneumotoraks, hidro-pneumotoraks/hemopneumotoraks, henti jantung paru dan kematian (sangat jarang terjadi); pneumomediatinum
dan emfisema subkutan sebagai akibat komplikasi pneumotorks spontan, biasanya karena
pecahnya esophagus atau bronkus, sehingga kelainan tersebut harus ditegakkan (insidensinya
sekitar 1%), pneumotoraks simultan bilateral, insidensinya sekitar 2%, pneumotoraks kronik,
bila tetap ada selama waktu lebih dari 3 bulan, insidensinya sekitar 5%[3].
PENATALAKSANAAN
Tindakan pengobatan pneumtoraks tergantung dari luasnya pneumotoraks. Tujuan dari
penatalaksanaan tersebut yaitu untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan
menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. British Thoracic Society and American
College of Chest

Physicians

telah memberikan

rekomendasi

untuk penanganan

pneumotoraks. Prinsip-prinsip penanganan pneumotoraks adalah:

Observasi dan pemberian tambahan oksigen. Tindakan ini dilakukan apabila luas

pneumotoraks <15% dari hemitoraks.


Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi dengan atau
tanpa pleurodesis. Tindakan ini dilakukan seawal mungkin pada pasien pneumotoraks
yang luasnya >15%. Tindakan ini bertujuan mengelurkan udara dari rongga pleura
(dekompresi). Indikasi pemasangan WSD pada pneumotoraks karena trauma tajam
atau trauma tembus toraks: sesak napas atau gangguan napas; bila gambaran udara
pada foto toraks lebih dari rongga toraks sebelah luar; bila penderita memerlukan
anstesia umum oleh karena sebab lain; bila ada pneumotoraks bilateral; bila ada
tension pneumotoraks setelah dipungsi; bila ada haemotoraks setelah dipungsi; bila

pneumotoraks yang tadinya konservatif pada pemantauan selanjutnya memburuk.


Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb atau bulla.
Tindakan ini dilakukan apabila: tindakan aspirasi maupun WSD gagal; paru tidak
mengembang setelah 3 hari pemasangan tube torakostomi; terjadinya fistula
bronkopleura; timbulnya kembali pneumotoraks setelah tindakan pleurodesis; pada

20

pasien yang berkaitan dengan pekerjaannya agar tidak mudah kambuh kembali seperti

pada pilot dan penyelam.


Torakotomi. Tindakan pembedahan ini indikasinya hampir sama dengan torakoskopi.
Tindakan ini dilakukan jika dengan torakoskopi gagal atau jika bleb atau bulla
terdapat di apek paru, maka tindakan torakotomi ini efektif untuk reseksi bleb atau
bulla tersebut[3,7].

PROGNOSIS
Pasien dengann pneumotoraks spontan hampir separuhnya kana mengalami
kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube thoracostomy.
Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang dilakukan torakotomi
terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai
komplikasi. Pasien pneumotoraks spontan sekunder tergantung penyakit paru yang
mendasarinya, misalnya pada pasien PSS dengan PPOK harus lebih berhati-hati karena
berbahaya[2].

BAB III
KESIMPULAN
Hydropneumotoraks adalah keadaan dimana terdapatnya cairan dalam rongga pleura.
Sedangkan pneumotoraks itu sendiri merupaka keadaan terdapatnya udara atau gas dalam
rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru
leluasa mengembang terhadap rongga dada.
Berdasarkan penyebabnya pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun
traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan

21

pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel
yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup, dan tension.
Gambaran radiologis pneumotoraks adalah gambaran radio-lusen tanpa corakan
bronkovaskuler. Pada hydropneumothorax terdapat gambaran air fluid level, hal ini perlu
dibedakan antara abses paru dan efusi pleura.
Pada dasarnya penanganan pneumotoraks berupa observasi dan pemberian tambahan
oksigen, aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi dengan atau
tanpa pleurodesis, torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb atau
bulla dan torakotomi

DAFTAR PUSTAKA
1. Pratomo, Irandi Putra dan Yunus, Faisal Anatomi dan Fisiologi Pleura. CDK-205/ vol.
40 no. 6. 2013
2. Hisyam, Barmawi dan Budiono, Eko. Pneumotoraks Spontan. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilild III. Edisi V. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009. Hal:
2339-2343.
3. Mettler, Fred A. Essentials of Radiology. Elsevier, Inc. 2005.
4. Kusumawidjaja, Kahar. Pleura dan Mediastinum. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua.
Syahriar Rasad. Jakarta: Blai penerbit FKUI. 2009. Hal: 120
22

5. Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. 2012.
6. Reed, Aaron, et al.,. Hydropneumothorax verses Simple Pneumothorax 2010. Military
Medicine Radiology Corner, Volume 175. 2010.
7. Reksoprodjo, S, et al.,. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI. Jakarta: Binarupa

Aksara.

23

Anda mungkin juga menyukai