Anda di halaman 1dari 2

2.5.

3 Pemantauan Hemodinamik

Pemantauan hemodinamik penting dilakukan pada pasien syok, terutma untuk menilai respon
terhadap terapi cairan. Secara teoritis, terapi cairan bertujuan untuk mencapai curah jantung yang
independen terhadap preload, namun hal ini sulit dievaluasi secara klinis (Vincent & Backer,
2013).

Respon pasien terhadap terapi cairan dapat dievaluasi dari beberapa parameter klinis, seperti
tanda vital dan perfusi serta oksigenasi perifer. Kembalinya tekanan darah, tekanan nadi dan laju
nadi menandakan perfusi mulai membaik. Namun tanda-tanda tersebut tidak menggambarkan
perfusi pada organ. Perbaikan status mental dan sirkulasi kulit dapat menandakan perbaikan
perfusi, namun tidak dapat dikuantifikasi. Produksi urin merupakan indikator yang spesifik untuk
perfusi ginjal, produksi urin merupakan indikator yang spesifik untuk perfusi ginjal, produksi
urin normal umumnya menandakan aliran darah ginjal yang cukup. Oleh karena itu, produksi
urin merupakan salah satu indikator utama yang dipantau selama resusitasi (ACS Commitees on
Trauma, 2012).

Fluid challenge merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengevaluasi respon
terhadap terapi cairan tanpa menimbulkan komplikasi yang berarti. Terdapat empat elemen
dalam fluid challenge yang harus ditentukan sebelumnya, yaitu: (1) Jenis cairan, (2) Kecepatan
pemberian cairan, (3) Parameter respon, dan (4) Batas keamanan pemberian cairan (Vincent &
Backer, 2013).

Cairan kristaloid sebanyak 300-500 ml uumnya diberikan dalam 20-30 menit pada fluid
challenge. Cairan sebaiknya diberikan dengan cepat untuk menimbulkan respon yang cepat pula,
namun tidak terlalu cepat untuk menghindari munculnya stress response. Peningkatan tekanan
arteri sistemik, penurunan laju nadi, dan peningkatan produksi urin dapat dinilai sebagai respon
terhadap terapi cairan. Edema pulmonal karena gagal jantung kongestif merupakan komplikasi
paling serius dari terapi cairan, hal ini dapat dinilai dengan pengukuran central venous pressure
(CVP) pada pasien (Vincent & Weil, 2006). Fluid challege dapat diulang beberapa kali jika
diperlukan, namun harus segera dihentikan jika pasien tidak merespon untuk mencegah
kelebihan cairan (Vincent & Backer, 2013).
Tabel 2 menunjukkan contoh fluid challenge pada pasien hipotensi dengan MAP 65
mmHg dan CVP 12 mmHg. Resusitasi cairan dilakukan dengan ringer laktat dengan kecepatan
500 ml/30 menit. respon yang diharapkan adalah MAP 75 mmHg dan batas keamanan yang
digunakan adalah CVP 15 mmHg. Pada contoh pertama (example 1). MAP cenderung meningkat
seiring dengan peningkatan CVP sehingga fluid challenge dianggap berhasil dan terapi cairan
dapat dilanjutkan. Pada contoh kedua (example 2) MAP cenderung meningkat pada 10 menit
pertama namun menurun setelah 20 menit sementara CVP terus meningkat dan mencapai batas
keamanan (safety limit) yaitu CVP 15 mmHg, sehingga fluid challenge dianggap gagal. (Vincent
& Weil, 2006).

Pada pasien dengan ventilasi mekanik, perubahan siklikal pada tekanan intratoraks
menimbulkan perubahan pada preload ventrikel. Peningkatan tekanan intratoraks selama
inspirasi menurunkan venous return dan penurunan lebih lanjut pada isi sekuncup dan tekanan
nadi. Penelitian mengenai perubahan dinamis pada hemodinamik yang dipengaruhi ventilasi ini
menunjukkan bahwa pule pressure variation dan stroke volume variation merupakan indikator
respon terhadap terapi cairan yang sensitif dan spesifik. (Douglas & Walley, 2014)

Passive leg raising (PLR) merupakan salah satu alternatif untuk menilai respon
hemodinamik terhadao pemberian cairan karena dapat digunakan sebagai “self-volume
challenge”. Pada pasien dengan ventilator mekanik yang telah teradaptasi dengan ventilatornya,
perubahan stroke vollume pada PLR ditemukan menimbulkan respon yang setara dengan
pemberian 300 ml koloid. (Monnet & Teboul, 2008)

Pada pasien dengan posisi 45th semiserkumben, PLR dapat dilakukan dengan bed pasien
sehingga tubuh pasien berada pada posisi horizontal. Metode ini membuat PLR dapat dilakukan
dengan cepat tanpa memicu fleksi panggul dan perubahan posisi kateter femoral. Hal ini penting
mengingat maneuver pada PLR sebisa mungkin menghindari munculnya bstimulasi simpatik
akibat nyeri. (Monnet & Teboul, 2008)

PLR sebaiknya dilakukan dengan pemeriksaan/pemantauan kardiovaskular yang bersifat


real-time dan mampu merekam perubahan hemodinamik dalam 30-90 detik. Perubahan pada
tekanan nadi arterial, descending aorta blood flow, pulse-contour derived stroke volume telah
digunakan untuk menilai respon terhadap PLR. (Monnet & Teboul, 2008)

Anda mungkin juga menyukai