Anda di halaman 1dari 4

PATOGENESIS HEPATITIS

1. Hepatitis A

HAV didapat melalui transmisi fecal-oral; setelah itu orofaring dan traktus

gastrointestinal merupakan situs virus ber-replikasi. Virus HAV kemudian di

transport menuju hepar yang merupakan situs primer replikasi, dimana pelepasan

virus menuju empedu terjadi yang disusul dengan transportasi virus menuju usus dan

feses. Viremia singkat terjadi mendahului munculnya virus didalam feses dan hepar.

Pada individu yang terinfeksi HAV, konsentrasi terbesar virus yang di ekskresi

kedalam feses terjadi pada 2 minggu sebelum onset ikterus, dan akan menurun

setelah ikterus jelas terlihat. Anak-anak dan bayi dapat terus mengeluarkan virus

selama 4-5 bulan setelah onset dari gejala klinis. Berikut ini merupakan ilustrasi dari

patogenesis hepatitis A (Ali, 2010).

Kerusakan sel hepar bukan dikarenakan efek direct cytolytic dari HAV;

Secara umum HAV tidak melisiskan sel pada berbagai sistem in vitro. Pada periode

inkubasi, HAV melakukan replikasi didalam hepatosit, dan dengan ketiadaan respon

imun, kerusakan sel hepar dan gejala klinis tidak terjadi.

Banyak bukti berbicara bahwa respon imun seluler merupakan hal yang

paling berperan dalam patogenesis dari hepatitis A. Kerusakan yang terjadi pada sel

hepar terutama disebabkan oleh mekanisme sistem imun dari Limfosit-T antigen-

specific. Keterlibatan dari sel CD8+ virus-specific, dan juga sitokin, seperti gamma-

interferon, interleukin-1-alpha (IL-1-), interleukin-6 (IL-6), dan tumor necrosis

factor (TNF) juga berperan penting dalam eliminasi dan supresi replikasi virus.

Meningkatnya kadar interferon didalam serum pasien yang 14 terinfeksi HAV,

mungkin bertanggung jawab atas penurunan jumlah virus yang terlihat pada pasien
mengikuti timbulnya onset gejala klinis. Pemulihan dari hepatitis A berhubungan

dengan peningkatan relatif dari sel CD4+ virus-specific dibandingkan dengan sel

CD8+ (Ali, 2010).

Immunopatogenesis dari hepatitis A konsisten mengikuti gejala klinis dari

penyakit. Korelasi terbalik antara usia dan beratnya penyakit mungkin berhubungan

dengan perkembangan sistem imun yang masih belum matur pada individu yang

lebih muda, menyebabkan respon imun yang lebih ringan dan berlanjut kepada

manifestasi penyakit yang lebih ringan.

Dengan dimulainya onset dari gejala klinis, antibodi IgM dan IgG antiHAV

dapat terdeteksi.35 Pada hepatitis A akut, kehadiran IgM anti-HAV terdeteksi 3

minggu setelah paparan, titer IgM anti-HAV akan terus meningkat selama 4-6

minggu, lalu akan terus turun sampai level yang tidak terdeteksi dalam waktu 6 bulan

infeksi. IgA dan IgG anti-HAV dapat dideteksi dalam beberapa hari setelah

timbulnya gejala. Antibodi IgG akan bertahan selama bertahun-tahun setelah infeksi

dan memberikan imunitas seumur hidup. Pada masa penyembuhan, regenerasi sel

hepatosit terjadi. Jaringan hepatosit yang rusak biasanya pulih dalam 8-12 minggu

(Fan, et al., 2012)

2. Hepatitis B

Menurut WHO (2012), model transmisi hepatitis B adalah sama dengan

model transmisi untuk Virus Human Immunodeficiency (HIV). Tetapi, virus hepatitis

B 50 sampai 100 kali lebih menular. Tidak seperti HIV, virus hepatitis B dapat

bertahan hidup di luar tubuh dan stabil pada permukaan lingkungan setidaknya

selama tujuh hari. Selama waktu ini, virus tetap dapat menyebabkan infeksi jika

memasuki tubuh orang yang tidak dilindungi oleh vaksin. Inokulasi langsung virus

hepatitis B dapat terjadi melalui benda mati seperti sikat gigi, botol bayi, mainan,
pisau cukur, peralatan makan, peralatan rumah sakit dan benda - benda lain serta

melalui kontak dengan selaput lendir atau kulit yang ter luka. Masa inkubasi dari

virus hepatitis B rata-rata adalah 90 hari, tetapi dapat bervariasi 30-180 hari. Virus ini

dapat dideteksi 30 sampai 60 hari setelah infeksi dan berlangsung selama periode

variabel waktu tertentu.

Patogenesis dan manifestasi klinis dari hepatitis B adalah karena interaksi

antara virus dengan sistem imun sel inang. Sistem imun menyerang virus hepatitis B

dan menyebabkan terjadinya luka pada hati. Limfosit CD4+ dan limfosit CD8+ yang

teraktivasi mengenali berbagai peptida virus hepatitis B yang terletak pada

permukaan hepatosit, dan reaksi imunologi s pun terjadi. Reaksi imun yang

terganggu (pelepasan sitokin, produksi antibodi) atau status imun yang relatif toleran

dapat mengakibatkan terjadinya hepatitis kronik. Keadaan akhir penyakit hepatitis B

adalah sirosis. Pasien dengan sirosis hati dan infeksi virus hepatitis B cenderung

untuk mengembangkan karsinoma hepatoseluler (Fan, et al., 2012)

Pada saat awal infeksi hepatitis B terjadi toleransi imunologi, dimana virus

masuk ke dalam sel hati melalui aliran darah dan dapat melakukan replikasi tanpa

adanya kerusakan jaringan hati dan tanpa gejala klinis. Pada saat ini DNA HBV,

HBsAg, HBeAg, dan anti-HBc terdeteksi dalam serum. Keadaan ini berlangsung

terus selama bertahun-tahun terutama pada neonatus dan anak, yang dinamakan

sebagai pengidap sehat. Pada tahap selanjutnya terjadi reaksi imunologis sehingga

terjadi kerusakan sel hati yang terinfeksi. Pada akhirnya penderita dapat sembuh atau

berkembang menjadi hepatitis kronik (Arief, 2012).


DAFTAR PUSTAKA

Arief, S., 2012. Hepatitis Virus. In: Juffrie, M., et al., ed. Buku Ajar

Gastroenterologi-Hepatologi. 3rd ed. Jakarta: IDAI, 285-305.

Fan, H.L., et al., 2012. Predictors of the Outcomes of Acute on Chronic

Hepatitis B Liver Failure. World Journal of Gastroenterology , 18 (36): 5078-

5083

Ali S., dkk., 2010. Virus Hepatitis A sampai E di Indonesia. Yayasan Penerbit

Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai