Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS

PSORIASIS

Pembimbing

dr.Ismiralda Oke P., Sp.KK

Disusun oleh:

Yulinar Firdaus Yustisiawandana


G4A016042

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO

2017
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

SKABIES

Disusun oleh

Yulinar Firdaus Yustisiawandana G4A016042

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas di
bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Margono Soekarjo
Purwokerto

Purwokerto, Oktober 2017

Pembimbing

dr.Ismiralda Oke P., Sp. KK


NIP. 19790622.201012.2.001
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan
anugrah-Nya sehingga presentasi kasus dengan judul “ Skabies” ini dapat
diselesaikan.

Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu Penyakit Kulit Dan
Kelamin. Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik
untuk perbaikan penulisan di masa yang akan mendatang.

Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepadaa

1. dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK selaku dosen pembimbing


2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin di RS Margono Soekarjo Purwokerto
3. Rekan – rekan Co-Asisten Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin atas
semangat dan dorongannya serta bantuannya

Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di dalam
maupun di luar lingkungan RS Margono Soekarjo Purwokerto

Purwokerto, Oktober 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ..................................................................................... 2


Kata Pengantar .............................................................................................. 3
Daftar Isi ......................................................................................................... 4
I. PENDAHULUAN
A. Identitas Pasien ...................................................................................... 5
B. Anamnesis ............................................................................................. 5
C. Status Generalis ..................................................................................... 6
D. Status Dermatologi ................................................................................ 7

E. Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 8


F. Resume ................................................................................................... 8
G. Diagnosis Kerja ..................................................................................... 9
H. Diagnosis Banding ................................................................................ 9
I. Penatalaksanaan ..................................................................................... 9
J. Prognosis ................................................................................................ 9
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi .................................................................................................. 10
B. Epidemiologi ......................................................................................... 10
C. Etiologi .................................................................................................. 11
D. Cara Penularan ...................................................................................... 12
E. Patogenesis ............................................................................................ 12
F. Gejala Klinis ......................................................................................... 13
G. Pembantu Diagnosis .............................................................................. 14
H. Diagnosis Banding ................................................................................ 15
H. Penatalaksanaan .................................................................................... 15
I. Prognosis ................................................................................................ 17
III. PEMBAHASAN ....................................................................................... 18
IV. KESIMPULAN ........................................................................................ 20
Daftar Pustaka ................................................................................................ 21
I. PENDAHULUAN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. L

Usia : 60 thn

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Baturraden

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal pemeriksaan : 25 Oktober 2017

B. ANAMNESIS

Diambil dari autoanamnesis dan aloanamnesis tanggal 25 Oktober 2017


a. Keluhan Utama
Gatal –gatal di sela-sela jari tangan, pergelangan kaki, dan punggung kaki
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Puskesmas II Baturraden dengan keluhan gatal-gatal
pada sela-sela jari tangan, pergelangan kaki, dan punggung kaki 1 bulan
yang lalu sebelum pasien datang ke Puskesmas. Gatal dirasakan semakin
berat ketika malam hari.
Pada awalnya pasien mengeluh gatal dan muncul benjolan-benjolan
kemerahan disela-sela jari tangan kemudian menyebar ke pergelangan kaki,
dan punggung kaki kanan dan kiri. Keluhan gatal dirasakan semakin berat
terutama pada malam hari dan menyebabkan pasien tidak bisa tidur. Untuk
mengurangi keluhan, pasien meberikan bedak salisil pada daerah yang gatal
namun keluhan tidak kunjung berkurang . Pasien mengatakan bahwa cucu
pasien ada yang memiliki penyakit serupa dan belum berobat.
c. Riwayat Penyakit Dahulu : Disangkal
d. Riwayat Alergi : Disangkal
e. Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Kesan Umum : Normal
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Vital Sign :
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36,7 0C
RR : 18 x/menit
d. Status Generalis
1. Kepala : Simetris, mesochepal
2. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokor
3. Hidung : Tidak ada discharge, tidak ada deviasi septum nasi
4. Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor
5. Telinga : Simetris, tidak ada kelainan bentuk
6. Thoraks :
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis terlihat di SIC V LMC sinistra
Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas kiri atas SIC II LPS sinistra
Batas kanan atas SIC II LPS dekstra
Batas kiri bawah SIC V LMC sinistra
Batas kanan bawah SIC IV LPS dekstra
Auskultasi : S1 > S2, reguler, bising jantung tidak ada
Paru
Inspeksi : Dada kanan dan kiri simetris
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan tidak ada
7. Abdomen
Inspeksi : Simetris, venektasi tidak ada, sikatrik tidak ada,
masa tidak ada
Auskultasi : Bising usus normal
Perkusi : Timpani
Palpasi :Defans muskular tidak ada, nyeri tekan
epigastrium tidak ada, tidak teraba massa, hepar
tidak teraba membesar, limpa tidak teraba
8. Ekstrimitas
Superior : akral hangat, edema - /-, sianosis -/-, deformitas -/-
Infeior : akral hangat, edema - /-, sianosis -/-, deformitas -/-

e. Status Dermatologis
Lokasi :sela-sela jari tangan, pergelangan kaki, dan punggung kaki
Regio : Interdigiti Manus dekstra et sinistra, dorsum pedis
Effloresensi :papul eritema multipel disertai erosi terdapat terowongan
kedalam

ga

Gambar 1. Penampang Kulit


D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
E. RESUME
Pasien datang ke Puskesmas II Baturraden dengan keluhan gatal-gatal-
gatal pada sela-sela jari tangan, pergelangan kaki, dan punggung kaki kanan
dan kiri sejak 1 bulan yang lalu sebelum pasien datang ke rumah sakit. Gatal
dirasakan semakin berat ketika malam hari. Pada awalnya pasien mengeluh
gatal dan muncul benjolan-benjolan kemerahan disela-sela jari tangan
kemudian menyebar ke pergelangan kaki, dan punggung kaki kanan dan kiri
sejak 1 bulan yang lalu sebelum pasien datang ke puskesmas. Keluhan gatal
dirasakan semakin berat terutama pada malam hari dan menyebabkan pasien
tidak bisa tidur. Untuk mengurangi keluhan, pasien meberikan bedak salisil
pada daerah yang gatal namun keluhan tidak kunjung berkurang. Pasien
mengatakan bahwa cucu pasien ada yang memiliki penyakit serupa dan
belum berobat.

F. DIAGNOSIS KERJA
Skabies
G. DIAGNOSIS BANDING
Creeping Eruption
H. TERAPI
1. Farmakologis
a. Permetrin (Scabimite ) cream 5%
Penggunaan
Dioleskan pada malam hari seluruh tubuh kecuali muka dan diamkan
selama minimal 10 jam, setelah itu mandi dan bilas dengan air seluruh
tubuh. Pemakaian hanya 1 kali dalam seminggu. Pemakaian diulang
seminggu kemudian dihari dan waktu yang sama apabila keluhan belum
membaik
b. Loratadin 10 mg 2x sehari
c. Desoximetason
d. Fucilex
2. Non Farmakologis
a. Pakaian , handuk dan barang-barang lainnya yang pernah digunakan
oleh penderitadipisah dan harus direndam dengan air panas terlebih
dahulu sebelum dicuci.
b. Bantal, guling dan kasur di jemur
c. Seluruh keluarga diterapi untuk mencegah penularan berulang
d. Teman pasien dianjurkan pergi ke dokter gun mendapatkan terapi

I. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad fungisionam : ad bonam
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi

terhadap Sarcoptes Scabiei var homonis dan produknya (Handoko, 2007).

B. EPIDEMIOLOGI

Saat ini badan dunia menganggap penyakit Skabies sebagai pengganggu

dan perusak kesehatan, yang tidak dapat dianggap lagi hanya sekedar

penyakitnya orang miskin karena penyakit Skabies masa kini telah merebak

menjadi penyakit kosmopolit yang menyerang semua tingkat sosial (Agoes,

2000).

Penyakit ini telah hampir ditemukan diseluruh negara dunia dengan angka

prevalensi yang bervariasi. Di beberapa negara berkembang, prevalensinya

berkisar antara 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada

anak dan remaja (Sungkar, 2007). Namun penyakit ini dapat mengenai semua

kalangan usia.

Di Indonesia penyakit Skabies yang hampir teratasi, ini cenderung mulai

bangkit dan merebak kembali. Menurut Departemen Kesehatan RI prevaksi

Skabies di Indonesia sebesar 4,60 – 12,95% dan skabies menduduki urutan ke

3 dari 12 penyakit kulit tersering (Notobroto, 2005).

Salah satu faktor pendukung terjadinya penyakit Skabies adalah sanitasi

yang buruk, pada lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah,

usaha penyehatan lingkungan merupakan suatu pencegahan terhadap berbagai

kondisi yang mungkin dapat menimbulkan penyakit dan sanitasi merupakan

faktor utama yang harus diperhatikan (Mukono, 2006).


C. ETIOLOGI

Sarcoptes scabiei termasuk filum arthopoda, kelas aracnida, ordo Ackaria,

superfamili sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var homonis.

Secara morfologik skabies merupakan tungau kecil, berbentuk oval,

punggungya cembung, dan bagian perutnya rata.

Gambar 2. Sarcoptes scabiei var

D. CARA PENULARAN

Penularan skabies pada manusia dapat melalui kontak langsung melalui kulit

penderita dan kontak tidak langsung melalui benda penderita. Kontak langsung

seperti berjabat tangan, tidurbersama dan hubungan seksual, sedangkan kontak

tidak langsung melalui pakaian, handuk, sprai, tempat tidur, alat-alat tidur,

karpet dan barang lainnya. (Handoko, 2007).


Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan

lingkungan, atau apabila banyak orng yang tinggal secara bersama- sama di

satu tempat yang relative sempit (Handoko, 2007).

E. PATOGENESIS

Terjadi perkawinan (kopulasi) antara sarcoptes scabiei jantan dan betina.

sarcoptes scabiei jantan mati setelah kopulasi namun kadang-kadang masih

dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali betina. Setelah

sarcoptes scabiei betina dibuahi, sarcoptes scabiei betina membentuk

terowongan pada kulit sampai perbatasan startm korneum dan startum

granulosum. Dengan panjang 2-3 mm perhari serta bertelur di sepanjang

trowongan sebanyak 40-40 butir. Telur ini akan menetas dalam waktu 3-5 hari

dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva tersebut sebagian ada

yang tetap tinggan di trowongan dan sebagian ada yang keluar di permukaan

kulit. Seetelah 2-3 hari larva akan berubah menjadi nimpa yang memiliki 2

bentuk yaitu jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Waktu yang diperlukan

sarcoptes scabiei dari telur menjadi dewasa sekitar 8-12 hari (Handoko, 2007).

Sarcoptes scabiei memproduksi substansi proteolitik (sekresi dari saliva)

yang berperan dalam pembuatan trowongan, dimana saat itu akan terjadi

aktivitas makan dan perlekatan telur. Kelainan kulit tidak hanya disebabkan

oleh sarcoptes scabiei, tetapi juga disebabkan oleh penderi sendiri akibat

garukan. Gatal yang terjadi akibat sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta

sarcoptes scabiei. Sensitisasi terjadi pada penderita yang terkena infeksi

pertama kali. Pada saat itu timbul kelainan kulit berupa papul, pustul dan
erosi. Dengan garukan dapat timbul kelainan berupa erosi, ekskoriasi, krusta

dan infeksi sekunder (Handoko, 2007).

Gambar 3. Siklus Hidup Sarcoptes Scabiei

F. GEJALA KLINIS

Ada 4 tanda kardinal (Handoko, 2007):

1. Pruritus nokturnal

Gatal pada malam hari disebabkan aktivitas sarcoptes scabiei lebih tinggi

pada suhu yang lebih lembab dan panas. Gejala ini adalah gejala yang

sangat menonjol dan membuat pasien tidak bisa tidur akibat gatal yang tibul

dominan pada malam hari.

2. Sekelompok orang

Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok yang memiliki

higenisitas diri atau lingkungan yang kurang baik.

3. Terowongan (kanalikuli)
Tempat predileksi ditemukannya terowongan sarcoptes scabiei di lapisan

kulit yang tipis seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian

luar, pinggang, punggung, pusar, dada, daerah sekitar alat kelamin pada pria

dan sekitar perireolar pada wanita. Terowongan pada tempat predileksi akan

berbentu garis lurus atau berkelok-kelok ke bawah dengan panjang sekitar 1

cm dan ujung terowongan berupa papul. Jika timbul infeksi sekunder akan

timbul infeksi sekunder berupa pustul.

4. Ditemukannya tungau

Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan

besar akan ditemukan sarcoptes scabiei dewasa, larva, nimpa.

G. PEMBANTU DIAGNOSIS

Cara menemukan tungau (Handoko, 2007) :

1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat

papul aatu vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan diatas sebuah

kaca objek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan

mikroskop cahaya

2. Dengan cara menyika dengan sikat dan ditampung diatas selembar

kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar.

3. Dengan biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit dengan 2 jari kemudian

dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop

cahaya.

4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa denga pewarnaan H.E.


H. DIFERENSIAL DIAGNOSIS

Ada pendapat yang mengatakan penyakit skabies ini merupakan the great

immitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan

gatal. Sebagai diagnosis banding ialah: prurugo, pedikulosis korporis,

dermatitis (Handoko, 2007).

I. PENATALAKSANAAN

1. Non Farmakologis

Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi eratur setiap

hari. Semua pakain, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci

secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula

dengan anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi

dan anak-anak untuk tidak berkontak lngsung dengan penderita dan dijaga

kebersihannya. Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan

a. Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua anggota keluarga

harus mendapat terapi secara serentak.

b. Hihenisitas perorangan harus mandi bersih, bila perlu gunakan sikat untk

menyikat badan.

c. Semua perlengkapan rumah tangga berupa bangku, sofa, bantal, guling,

kasur, selimut harus dijemur dibawah sinar matahari selama beberapa

jam (Handoko, 2007).

2. Farmakologis

Syarat obat yang ideal ialah

a. Harus efektif terhadap semua stadium tungau

b. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik


c. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian

d. Mudah diperoleh dan harganya murah

Obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain

(Handoko, 2007) :

a. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20 persen dengan

bentuk salep atau krim. Dapat dipakai bayi berumur kurang dari 2 tahun.

b. Emulsi benzil benzoat 20-25%.

Efektif pada semua stadium, diberikan setiap malam hari selma 3 hari.

Obat ini sulit untuk didapatkan dan dapat menyebabkan iritasi serta

terkadang makin gatal bila setelah dipakai.

c. Gama Benzana Heksa Clorida (Gameksan) 1% krim atau losion.

Termasuk obat pilihan karena efektif pada semua stadium, mudah

digunakan, dan jarang memberi iritasi. Pemberiannya cukup sekali,

kecuali jika ada gejala, diulang seminggu kemudian.

d. Krotamion 10% krim atau losio

Merupakan obat pilihan harus dijauhkan dari mata, mulut, urtra.

e. Permetrin 5 %

Kurang toksik dibandingkan dengan gameksan, memiliki efektivitas yang

sama aplikasi hanya dipakai satu kali dan diamkan selama 10 jam.. bila

belum sebum pemakaian diulang seminggu kemudian. Tidak dianjurkan

pada bayi berumur kerang dari 12 bulan (Handoko, 2007).


J. PROGNOSIS

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat

pengobatan dapat menghilangkan faktor predisposisi, maka penyakit ini

memberikan prognosisyang baik (Handoko, 2007).


III. PEMBAHASAN

Pasien datang ke Puskesmas II Baturraden dengan keluhan gatal-gatal-


gatal pada sela-sela jari tangan, pergelangan kaki, dan punggung kaki kanan
dan kiri sejak 1 bulan yang lalu sebelum pasien datang ke rumah sakit. Gatal
dirasakan semakin berat ketika malam hari. Pada awalnya pasien mengeluh
gatal dan muncul benjolan-benjolan kemerahan disela-sela jari tangan
kemudian menyebar ke pergelangan tangan, siku tangan bagian luar, ketiak
bagian luar sejak 1 bulan yang lalu sebelum pasien datang puskesmas.
Keluhan gatal dirasakan semakin berat terutama pada malam hari dan
menyebabkan pasien tidak bisa tidur. Untuk mengurangi keluhan, pasien
meberikan bedak salisil pada daerah yang gatal namun keluhan tidak
kunjung berkurang. Pasien mengatakan bahwa teman pasien ada yang
memiliki penyakit serupa dan belum berobat.
Pasien dapat didiagnosis menderita penyakit scabies berdasarkan dasar
diagnosis yaitu terdapat 2 tanda dari 4 tanda dasar. 2 tanda yang terdapat
pada pasien yaitu pruritus nokturnal dan adanya orang sekitar pasien yang
mengalami keluhan yang sama yaitu teman pasien.
Dari status dermatologisnya dapat ditemukan papul eritema multipel
disertai dengan erosi tersebar secara diskret dan terdapat di bagian kulit
yang tipis yaitu disela-sela jari tangan kemudian menyebar ke pergelangan
kaki, punggung kaki kanan dan kiri. Hal ini sesuai dengan predileksi skabies
yaitu pada bagian startum korneum yang tipis seperti sela-sela jari tangan,
pergelangan tanagan, siku bagian luar, ketiak bagian luar, punggung ,
pinggang daerah sekitar periumbilkal, lipat paha bagian dalam dang daerah
genitalia.
Penatalaksanaan pasien ini adalah pemberian obat secara topikal dan
sistemik. Obat topikal yang diberikan berupa permetri cream 5% yang
dioleskan pada malam hari selam 10 jam ke seluruh tubuh kecuali pada
muka dan dibilas dengan mandi pada pagi harinya. Loratadien cream
digunakan setiap hari dioleskan pada daerah yang gatal. Desoksimetason
beruba obat sistemik yang berfungsi untuk anti radang dan obat fucilex
untuk antibiotik yang diberikan bila ada infeksi sekunder.
Prognosis skabies yang diderita pasien pada umumnya baik bila diobati
dengan benar dan juga menghindari faktor pencetus dan predisposisi. Selain
itu perlu diberikan pengobatan pada teman pasien yang mengalami penyakit
serupa dan screening pada keluarga pasien. Bila dalam perjalanannya
sarcoptes scabiei tidak diobati dengan baik dan adekuat maka sarcoptes
scabiei akan tetap hidup dalam tubuh manusia, karena manusia merupakna
host definitive dari sarcoptes scabiei.
BAB IV

KESIMPULAN

1. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan

sensitisasi terhadap sarcoptes scabiei.

2. Penularan skabies pada manusia dapat melalui kontak langsung dengan

penderita (kulit dengan kulit) dankontak tidak langsung.

3. Diagnosis skabies dapat ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4tanda

cardinal yaitu pruritus nokturnal, menyerang berkelompk, terowongan

(kanalikuli) dan ditemukannya tungau.

4. Pengobatan skabies dilakukan secara farmakologis dan non

farmakologis.
Daftar Pustaka

Bruno TF, Grewal P. 2009. Eryhtroderma: a dermatologic emergency. CJEM.


11(3): 244-246.

Byer RL, Bachur RG. 2006. Clinical Deterioration among Patients with Fever and
Erythroderma. International Journal of Dermatology; 53 (8): 369-370.

Djuanda A. 2011. Dermatosis Eritroskuamosa.Dalam Djuanda A, Hamzah M,


Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam Cetakan Kedua.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Handoko, Ronny P. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta: FK:
UI

Hick MI, Elston DM. 2009. Scabies. Dermathologic Therapy. Vol: 22, No: 279-
92

Jih H, Kimyai-Asadi A, Freedberg IM. 2003. Exfoliative Dermatitis. Dalam


Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 6th Edition. New York:
McGraw-Hill Professional.

Prakash BV, Sirisha NL, Satyanarayana VV, Sridevi L, Ramachandra BV. 2009.
Aethiopathological and clinical study of erythroderma. Journal of Indian
Medical Association. 107(2): 100, 102-103.

Sarkar R, Garg VK. 2010. Erythroderma in Children. Indian Journal of


Dermatology and Venereology; 76(4): 341-347.

Sigurdsson V, Toonstra J, Hezemans-Boer M, van Vloten WA. 1996.


Erythroderma A Clinical and Follow Up Study of 102 Patients with
Special Emphasis on Survival. Journal of Academy of Dermatology;
35(1): 53-57.

Siregar RS. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Umar SH, Elston DM. 2015. Erythroderma (Generalized Exfoliative Dermatitis).


Medscape Reference.

Anda mungkin juga menyukai