DISUSUN OLEH :
Pratiwi Rahayu
G3A021056
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan
imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu
pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang.
Sel limfosit yang bersifat ganas ini dapat menuju ke berbagai bagian dalam tubuh seperti
limfonodi, limfa, sumsum tulang belakang, darah atau berbagai organ lainnya yang kemudian
dapat membentuk suatu massa yang disebut sebagai tumor. Tubuh memiliki 2 jenis limfosit
utama yang dapat berkembang menjadi limfoma yaitu sel-B limfosit dan sel-T limfosit.
Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari
sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul
istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem limfatik
tersebut justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh.
Secara umum, limfoma dapat dibedakan menjadi limfoma Hodgkin (LH) dan limfoma
non-Hodgkin (LNH). Klasifikasi ini dibuat berdasarkan perbedaan histopatologik dari kedua
penyakit di atas yang mana pada LH terdapat gambaran histopatologik yang khas ditandai
dengan adanya sel Reed-Sternberg. Kasus LH terjadi lebih jarang daripada LNH dengan
sekitar 9.000 kasus baru dapat terjadi di setiap tahunnya serta dapat terjadi baik pada dewasa
maupun anak-anak dan biasanya terdiagnosis pada dewasa muda sekitar usia 20 dan 34 tahun.
Tanda dan gejala umum dari LH dapat berupa pembengkakan limfonodi yang sering kali
dirasakan tidak nyeri, demam, berkeringat di malam hari, penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan dan merasa kekurangan energi. Tanda dan gejala tersebut bisa dikatakan
tidak khas oleh karena sering kali juga ditemukan pada penyakit lain yang bukan LH.
Sebagian besar LH ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan salah satu penyulit
dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal merupakan faktor penting dalam
terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis terapi, baik kemoterapi ataupun radioterapi.
Akhir-akhir ini, angka harapan hidup penderita LH semakin meningkat bahkan sembuh
berkat manajemen penyakit yang tepat.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui “Efektifitas Pemberian Kompres Hangat Terhadap Suhu Tubuh Pada
Pasien Nn.M Hipertermi dengan Lympoma Hodgkin “
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep teori dan konsep keperawatan Lympoma Hodgkin
b. Untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Lympoma Hodgkin
c. Untuk mengetahui “Efektifitas Pemberian Kompres Hangat Terhadap Suhu Tubuh Pada
Pasien Hipertermi dengan Lympoma Hodgkin dalam asuhan keperawatan Nn. M di
ruangan P.Rajawali 6B RSUP Dr. Kariadi Semarang “
BAB II
KONSEP DASAR
40% limfoma pada orang dewasa dilaporkan sebagai LH. Insiden LH tergolong stabil
dengan sekitar 8.490 kasus baru pernah dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun
2010. LH lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita (1,2:1) dan lebih
sering terjadi pada orang berkulit putih dibandingkan dengan orang berkulit hitam.
Distribusi usia pada LH tergolong bimodal dengan usia puncak pertama yaitu sekitar
15 sampai dengan 34 tahun dan usia puncak kedua yaitu sekitar lebih dari atau sama
dengan 50 tahun.
2. Etiologi
Penyebab pasti dari limfoma Hodgkin (LH) hingga saat ini masih belum jelas
diketahui namun beberapa factor:
a. Keturunan
b. system kekebalan tubuh
c. infeksi virus atau bakteri
d. HIV (Virus human t-cell leukemia/lympoma)
e. EBV, atau paparan zat toxic/kimia
3. Manifestasi klinik
Gejala klinis dari penyakit limfoma maligna adalah sebagai berikut :
a. Limfodenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran
kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri dan mudah digerakkan (pada
leher, ketiak atau pangkal paha)
b. Demam
c. Sering keringat malam
d. Penurunan nafsu makan
e. Kehilangan berat badan lebih dari 10 % selama 6 bulan (anorexia)
f. Kelemahan, keletihan
g. Anemia, infeksi, dan pendarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai
sumsum tulang secara difus
4. Patofisologi
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau
penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening
(nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).
Pada 70% atau sepertiga dari kasus LH yang pernah dilaporkan di seluruh dunia
menunjukkan adanya keterlibatan infeksi virus Epstein Barr (EBV) pada sel Reed-
Sternberg. Ekspresi gen dari EBV diduga memicu terjadinya transformasi dan
pemrograman ulang dari sel-B limfosit menuju salah satu fenotif LH. Pada saat
terjadinya infeksi primer, EBV akan masuk dalam fase laten di dalam memori sel-B
limfosit sehingga EBV mampu bertahan sepanjang masa hidup sel-B limfosit. EBV
kemudian mengkode produk gen EBNA-1 dan LMP-1 yang diduga berperan dalam
proses transformasi memori sel-B limfosit. Produk-produk gen ini bekerja pada jalur
sinyal intraseluler di mana EBNA-1 bekerja secara langsung dengan memberikan umpan
negatif pada ekspresi gen penekan tumor dan meningkatkan perkembangan tumor
melalui umpan positif pada CCL22 yang kemudian memromosikan aktivasi sel-B
limfosit. Pada saat yang bersamaan, produk gen LMP-1 meniru sinyal yang dihasilkan
oleh CD40 yang bekerja untuk mengaktifkan jalur sinyal NF-kB, p38, PI3K, AP1 dan
JAK-STAT dalam memromosikan kelangsungan hidup sel-B limfosit. Infeksi EBV juga
diduga menjadi penyebab dari terjadinya mutasi genetik pada gen Ig yang mengkode
reseptor sel-B limfosit di mana EBV kemudian mengkode gen LMP-2 yang mampu
memrogram ulang sel-B limfosit matur menuju salah satu fenotif LH dan mencegah
terjadinya proses apoptosis melalui aktivasi sinyal penyelamatan pada pusat germinal
sel-B limfosit. Akibat dari adanya serangkaian proses tersebut di atas menyebabkan
terjadinya ekspansi klonal yang tidak terkontrol dari sel-B limfosit yang kemudian akan
mensekresikan berbagai sitokin, seperti IL-5 yang akan menarik dan mengakti-vasi
eosinofil dan IL-13 yang dapat menstimulasi sel Reed-Sternberg lebih lanjut untuk
mengekspresikan CD30 (Ki-1) dan CD15 (Leu-M1). CD30 merupakan penanda aktivasi
limfosit yang diekspresikan oleh sel-sel jaringan limfoid yang reaktif dan ganas,
sedangkan CD15 merupakan penanda dari granulosit, monosit dan sel-T limfosit yang
teraktivasi yang dalam keadaan normal tidak diekspresikan oleh sel-B limfosit.
5. Klasifikasi LH
Klasifikasi limfoma Hodgkin (LH) yang umum digunakan hingga saat ini yaitu
klasifikasi histologik menurut REAL (Revised American European Lymphoma) dan
WHO (World Health Organization) yang menglasifikasikan LH ke dalam 5 tipe, yaitu:
a. Nodular sclerosing
LH tipe ini memiliki kecenderungan predileksi pada kelenjar getah bening yang
terletak di supraklavikula, servikal dan mediastinum. Karakteristik histologik dari
LH tipe nodular sclerosing adalah (1) adanya variasi dari sel Reed Stenberg yaitu
sel lakuna yang merupakan sebuah sel besar yang memiliki sebuah inti multilobus,
anak inti yang kecil dan multipel serta sitoplasma yang melimpah dan pucat dan (2)
adanya fibrosis dan sklerosis yang luas dengan pita kolagen yang membagi
jaringan limfoid ke dalam nodul-nodul berbatas dengan infiltrat seluler yang
mengandung limfosit, eosinofil, histiosit dan sel lakuna.
Nodular sclerosing
b. Mixed cellularty
LH tipe mixed cellularity adalah tipe LH yang paling sering terjadi pada anak-anak
dan penderita yang berusia lebih dari atau sama dengan 50 tahun serta mencangkup
25% dari keseluruhan kasus LH yang dilaporkan. Pria lebih dominan untuk
menjadi penderita dibandingkan dengan wanita dan LH tipe ini memiliki
kecenderungan predileksi pada kelenjar getah bening yang terletak di abdomen dan
limpa. Karakteristik histologik dari LH tipe mixed cellularity adalah sel Reed
Sternberg yang berlimpah di dalam infiltrat inflamasi heterogen yang mengandung
limfosit berukuran kecil, eosinofil, sel plasma dan makrofag. LH tipe ini juga yang
paling sering menunjukkan manifestasi sistemik dibandingkan dengan tipe-tipe
lainnya.
Mixed cellularty
c. Lymphocyte depleted
LH tipe lymphocyte depleted merupakan tipe LH yang paling jarang dijumpai dan
hanya mencangkup kurang dari 1% dari keseluruhan kasus LH namun merupakan
tipe LH yang paling agresif dibandingkan dengan tipe LH lainnya. LH tipe ini
paling sering terjadi pada penderita dengan usia yang sudah lanjut dan seringkali
dihubungkan dengan infeksi virus HIV/AIDS. Infiltrat pada LH tipe ini lebih sering
tampak difus dan hiposeluler sedangkan sel Reed Sternberg hadir dalam jumlah
yang besar dan bentuk yang bervariasi. LH tipe lymphocyte depleted dapat dibagi
menjadi subtipe retikuler dengan sel Reed Sternberg yang dominan dan sedikit
limfosit serta subtipe fibrosis difus di mana kelenjar getah bening digantikan oleh
jaringan ikat yang tidak teratur dan dijumpai sedikit sel limfosit dan sel Reed
Sternberg
Lymphocyte depleted
d. Lymphocyte rich
LH tipe lymphocyte rich mencangkup kurang dari 5% dari keseluruhan kasus LH.
Karakteristik histologic dari LH tipe ini adalah adanya sel Reed Sternberg dengan
latar belakang infiltrat sel limfosit serta sedikit eosinofil dan sel plasma yang dapat
berpola difus atau noduler
Lymphocyte rich
6. Stadium LH
Staging Limfoma Hodgkin (LH) berdasarkan Kritera Ann Arbor
dengan Revisi Costwold.
Stadium Keterlibatan Jaringan
I Satu daerah kelenjar getah bening atau satu daerah ekstralimfatik.
Dua atau lebih daerah kelenjar getah bening pada sisi diafragma yang
II sama atau perluasan ekstralimfatik yang berdekatan ditambah satu atau
lebih daerah kelenjar getah bening pada sisi diafragma yang sama.
Daerah kelenjar getah bening pada kedua sisi diafragma yang bisa
III
diikuti oleh perluasan ekstralimfatik yang berdekatan.
IV Keterlibatan difus dari satu atau lebih daerah atau organ ekstralimfatik.
Sufix Ciri
A Tanpa gejala pada sufix B.
Terdapat salah satu gejala di bawah ini:
Penurunan berat badan > 10% dalam 6 bulan terakhir.
B
Demam rekuren > 38 derajat Celcius.
Berkeringat di malam hari.
Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm
X atau massa mediastinum dengan ukuran > 1/3 dari diameter transversal
transtorakal maksimum pada foto polos dada Posterior Anterior (PA).
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada kegiatan asuhan keperawatan yang paling penting diperhatikan bagi para
pihak yang terlibat seperti perawat, yakni pengkajian keperawatan. Pengkajian
menurut Gartinah, dkk (2014) adalah mengumpulkan semua data yang dibutuhkan
untuk mengevaluasi keadaan pasien. Pengkajian lanjut Gartinah merupakan langka
pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari sumber yang
berkaitan dengan kondisi pasien, Gartinah, dkk (2014).
a. Identitas
1) Nama
Dikaji untuk mengetahui data demografi klien.
2) Umur
Untuk mengetahui apakah pasien masih dalam masa reproduksi atau sudah
menopause.
3) Agama
Untuk mengetahui pandangan agama klien mengenai gangguan reproduksi.
4) Pendidikan
Dikaji untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya sehingga perawat
dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikanya. Menurut Iyus
(2015), semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah menerima
informasi dan pada akhirnya pengetahuan yang dimiliki semakin banyak.
5) Suku/Bangsa
Dikaji untuk mengetahui adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari pasien.
6) Pekerjaan
Dikaji untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya.
7) Alamat
Dikaji untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien datang kefasilitas
kesehatan. Nyeri dapat disebabkan oleh berbagai stimulus seperti mekanik,
termal, kimia, atau elektrik pada ujung-ujung saraf.Perawat dapat mengetahui
adanya nyeri dari keluhan pasien dan tanda umum atau respon fisiologis tubuh
pasien terhadap nyeri. Sewaktu nyeri biasanya pasien akan tampak meringis,
kesakitan, nadi meningkat, berkeringat, napas lebih cepat, pucat, berteriak,
menangis, dan tekanan darah meningkat
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk mengetahui penyakit yang diderita saat ini, apakah ada riwayat kesehatan
sekarang juga yang perlu dikaji untuk mengetahui adanya penyakit kronis (DM
atau asma) dan adanya keterbatasan fisik (Wahyuningsih. 2014).
c. Riwayat Kesehatan Yang lalu
Dikaji untuk mengetahui apakah ada hubunganya dengan masalah yang dihadapi
oleh klien pada saat ini.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dikaji untuk mengetahui adanya penyakit menurun dalam keluarga seperti asma,
diabetes melitus, hipertensi, jantung dan riwayat penyakit menular lainya
(Jannah. 2011).
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Untuk mengetahui keadaan pasien apakah baik, cukup atau kurang.
b. Kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu mulai dari keadaan composmentis,
apatis, sampai dengan koma.
c. Tekanan darah
Untuk mengetahui faktor resiko hipertensi atau hipotensi dengan nilai satuanya
mmHg. Keadaan ini sebaiknya antara 90/60-130/90 mmHg atau peningkatan
sistolik tidak lebih dari 30 mmHg dan peningkatan diastolik tidak lebih dari 15
mmHg dari keadaan normal pasien atau paling sedikit pada pengukuran 2 kali
berturut-turut pada selisih 1 jam.
d. Suhu
Untuk mengetahui suhu badan klien kemungkinan demam atau febris merupakan
gejala adanya infeksi.
e. Nadi
Untuk mengetahui denyut nadi pasien yang dihitung dalam satu menit, denyut
nadi normal 60-86 x/menit (Ambarwati dan Wulandari. 2010).
f. Respirasi
Untuk mengetahui prekuensi pernapasan yang dihitung dalam satu menit,
respirasi normal, yaitu 20-30 x/menit (Ambrawati dan Wulandari. 2010).
g. Rambut
Untuk mengetahui apakah rambut rontok atau tidak, menilai warnanya, kelebatan
dan karakteristik rambut.
h. Wajah
Untuk mengetahui apakah oedema atau tidak (Jannah. 2011).
i. Mata
Untuk mengetahui keadaan conjungtiva pucat atau merah mudah, warna sklera
putih atau kuning.
j. Hidung
Untuk mengetahui keadaan hidung dari kebersihan, alergi debu atau tidak dan ada
polip atau tidak (Sulistyawati. 2013).
k. Telinga
Untuk mengetahui keadaan telinga apakah ada gangguan pendengaran atau tidak,
ada serumen atau tidak (Sulistyawati. 2013).
l. Mulut
Untuk mengetahui keadaan mulut apakah karies, bersih atau tidak, keadaan bibir
kering atau tidak, lidah kering dan kotor atau tidak (Sulistyawati. 2013).
m. Leher
Untuk mengetahui apakah ada pembengkakan kelenjar limfe atau kelenjar tiroid.
n. Payudara
Untuk mengetahui keadaan payudara membesar atau tidak, simestris atau tidak,
puting susu menonjol atau tidak, ada tidaknya benjolan dan nyeri tekan
(Andriyani, A. 2013).
4. Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi
Merupakan proses observasi yang dilaksanakan secara sistematik yang dilakukan
dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran, penciuman sebagai alat
untuk mengumpulkan data (Nursalam. 2014).
b. Palpasi
Merupakan tekhnik pemeriksaan yang menggunakan idera peraba.Untuk meraba
apakah ada nyeri tekan pada bagian perut (Nursalam. 2014).
c. Perkusi
Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengetuk-ngetukan jari ketubuh klien
yang akan dikaji untuk membandingkan bagian kanan dan kiri yang bertujuan
untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan (Jannah.
2011).
d. Auskultasi
Merupakan tehnik pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop untuk
membenarkan bunyi yang dihasilkan oleh tubuh (Sulistyawati.2013).
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya bising usus atau tidak.
e. Ekstremitas
Untuk mengetahui adanya oedema atau tidak, adanya varises atau tidak, adanya
kelainan atau tidak, replek patella positif atau negatif. Apakah terdapat adanya
luka, pengakajian luka jika ada luka pada pasien.
f. Data Sosial
Hal yang perlu dikaji, yaitu kondisi ekonomi pasien serta kebudayaan yang dianut
pasien saat ini.
g. Data Spritual
Klien menjalankan kegiatan keagamaanya sesuai dengan kepercayaanya.
h. Data psikologis
Hal yang perlu dikaji, yaitu perasaan pasien setelah mengetahui penyakit yang
diderita saat ini.
i. Pola kebiasaan sehari-hari
Biasanya klien dengan kista ovarium mengalami gangguan dalam aktivitas, dan
tidur karena merasa nyeri.
j. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan gula darah, foto polos kaki, CT Scan Ektermitas, dopler,
arteriografi
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif
yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakan diagnosis keperawatan.
Diagnosis keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang
dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik, dan pemberi pelayanan kesehatan
yang lain (Ambarwati dan Wulandari. 2010). Diagnosis keperawatan dapat dibedakan
menjadi lima kategori, antara lain :
1. Aktual
Menjelaskan masalah yang sedang terjadi saat ini dan harus sesuai dengan data-
data klinik yang diperoleh.
2. Resiko
Menjelaskan masalah kesehatan yang akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi
keperawatan.
3. Potensial
Data tambahan diperlukan untuk memastikan masalah keperawatan yang
potensial.Pada keadaan ini data penunjang dan masalah belum ditemukan tetapi
sudah ada faktor yang dapat menimbulkan masalah.
4. Wellness
Diagnosis keperawatan sejahtera (wellness) adalah kemampuan klinik tentang
kemampuan individu, keluarga dan atau masyarakat dalam transisi dari tingkat
sejahtera tertentu ketingkat sejahtera yang lebih tinggi.
5. Sindrom
Diagnosis keperawatan sindrom adalah diagnosis yang terdiri dari kelompok
diagnosis aktual dan resiko tinggi yang diperkirakan akan muncul karena suatu
kejadian atau situasi tertentu.
Diagnosa Keperawatan :
a. Nyeri Akut b.d agen injuri biologi.
b. Hyperthermia b.d tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi.
c. Ketidakseimbangan nutrisi : lebih sedikit dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia/
penurunan nafsu makan .
d. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif b.d pembesaran nodus
medinal/edema jalan nafas.
e. Kurang pengetahuan b.d kurang terpajan informasi.
D. Intervensi Keperawatan
Tujuan dan kriteria
No No. Dx Intervensi Rasional
hasil
1 Dx 1 Setelah diberikan 1. Kaji skala nyeri 1. Untuk mengetahui
asuhan keperawatan dengan PQRST. skala nyeri klien dan
selama (...x...) untuk mempermudah
diharapkan nyeri dalam menentukan
klien berkurang/ intervensi selanjutnya.
hilang dengan KH : 2. Ajarkan klien 2. Teknik relaksasi
a. Skala nyeri 0-3 teknik relaksasi dan dan distraksi yang
b. Wajah klien distraksi. diajarkan kepada klien,
tidak meringis . dapat membantu dalam
c. Klien tidak mengurangi persepsi
memegang daerah klien terhadap nyeri yang
nyeri. dideritanya.
3. Kolaborasi 3. Obat analgetik
dalam pemberian dapat mengurangi atau
obat analgetik. menghilangkan nyeri
yang diderita oleh klien
2 Dx 2 Setelah diberikan 1. Observasi suhu 1. Dengan memantau
asuhan keperawatan tubuh klien. suhu tubuh klien dapat
selama (...x...) mengetahui keadaan
diharapkan suhu klien dan juga dapat
tubuh klien turun / mengambil tindakan
dalam keadaan dengan tepat.
normal dengan 2. Berikan 2. Kompres dapat
kriteria hasil : suhu kompres hangat pada menurunkan suhu tubuh
tubuh dalam batas dahi, aksila, perut klien.
normal (35,9-37,5 dan lipatan paha.
derajat celcius). 3. Anjurkan dan 3. Dengan banyak
berikan minum yang minum diharapkan dapat
banyak kepada klien membantu menjaga
(sesuai dengan keseimbangan cairan
kebutuhan cairan dalam tubuh klien.
tubuh klien).
4. Antipiretik dapat
4. Kolaborasi menurunkan suhu tubuh.
dalam pemberian
antipiretik.
3 Dx 3 Setelah diberikan 1. Kaji riwayat 1. Mengidentifikasi
asuhan keperawatan nutrisi, termasuk defisiensi nutrisi dan
selam (...x...) jam makanan yang juga untuk intervensi
diharapkan kebutuhan disukai. selanjutnya.
nutrisi klien dapat
terpenuhi dengan 2. Observasi dan 2. Mengawasi
criteria hasil : catat masukan masukan kalori.
a. Menunjukkan makanan klien.
peningkatan BB/ BB 3. Timbang berat 3. Mengawasi
stabil. badan klien tiap hari. penurunan berat badan
b. Nafsu makan dan efektivitas intervensi
klien meningkat nutrisi.
c. Klien 4. Berikan makan
menunjukkan sedikit namun
perilaku perubahan frekuensinya sering. 4. Meningkatkan
pola hidup untuk pemasukan kalori secara
mempertahankan total dan juga untuk
berat badan yang 5. Kolaborasi mencegah distensi gaster.
sesuai. dalam pemberian 5. Meningkatkan
suplemen nutrisi. masukan protein dan
kalori.
4 Dx 4 Setelah diberikan 1. Kaji frekuensi 1. Perubahan dapat
asuhan keperawatan pernafasan, mengindikasikan
selama (...x...) jam kedalaman, irama. berlanjutnya
diharapkan bersihan keterlibatan/pengaruh
jalan nafas klien pernafasn yang
efektif/normal dengan membutuhkan upaya
criteria hasil : intervensi.
a. Klien dapat 2. Tempatkan 2. Pemaksimalkan
bernafas dengan pasien pada posisi ekspansi paru,
normal/efektif. nyaman, biasanya menurunkan kerja
b. Klien bebas dari dengan kepala pernafasan, dan
dispnea, sianosis. tempat tidur menurunkan resiko
c. Tidak terjadi tinggi/atau duduk aspirasi.
tanda distress tegak ke depan kaki
pernafasan. digantung.
3. Bantu dengan
teknik nafas dalam
dan atau pernafasan 3. Membantu
bibir /diafragma. meningkatkan difusi gas
Abdomen bila dan ekspansi jalan nafas
diindikasikan. kecil, memberikan klien
beberapa kontrol
terhadap pernafasan,
membantu menurunkan
ansietas.
4. Kaji respon
pernafasan terhadap
aktivitas. 4. Penurunan
oksigenasi selular
menurunkan toleransi
aktivitas.
5 Dx 5 Setelah diberikan 1. Berikan 1. Memudahkan
asuhan keperawatan komunikasi dalam melakukan
selama (...x...) jam terapiutik kepada prosedur terapiutik
diharapkan klien dan klien dan keluarga kepada klien.
keluarganya dapat klien.
mengetahui tentang 2. Berikan KIE 2. Klien dan keluarga
penyakit yang mengenai proses klien dapat mengetahui
diderita oleh klien penyakitnya kepada proses penyakit yang
dengan KH : klien dan keluarga diderita oleh klien.
a. Klien dan klien.
keluarga klien dapat
memahami proses
penyakit klien.
b. Klien dan
keluarga klien
mendapatkan
informasi yang jelas
tentang penyakit yang
diderita oleh klien.
c. Klien dan
keluarga klien dapat
mematuhi proses
terapiutik yang akan
dilaksanakan.
BAB III
RESUME ASKEP
A. IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Pengkajian dilakukan tanggal 13 Desember 2021
Nama : Nn. M (P)
Tempat & Tgl lahir : Pati, 19 April 1999
Pendidikan Terakhir : SMTA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Pati, Jawa Tengah
Diagnosa Medik : Lympoma Hodgkin
2. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn.S
Umur : 46 thn
Jenis Kelamin :L
Agama : Islam
Suku : Jawa
Hubungan dengan pasien : Bapak
Pendidikan Terakhir : Tamat SMTA
Pekerjaan : Pegawai swasta
Alamat : Pati, Jawa Tengah
B. STATUS KESEHATAN
1. Status Kesehatan Saat ini.
Alasan masuk Rumah Sakit/Keluhan utama : Pasien mengatakan awalnya mau control
ulang saja ke rsdk, namun diberitahu bahwa hasil PA sudah keluar dan pasien di
sarankan untuk rawat inap. Pasien mengeluh batuk, sputum (+), badan lemas, demam.
2. Status Kesehatan Masa Lalu
a. Penyakit yang pernah dialami (kaitkan dg penyakit skrg):
Pasien mengatakan 1,5 tahun lalu batuk tak kunjung sembuh. Kadang sembuh,
lalu kambuh lagi, sembuh, kambuh lagi. Akhirnya 1 bulan yang lalu pasien
berobat ke BP4 di pati, lalu dirujuk ke KSR, dari KSR dirujuk ke RSDK. Bulan
lalu, pasien telah dirawat selama 21 hari di RSDK. 1 bulan yang lalu pasien di
operasi, diambil cairan di selaput jantung untuk di biopsy. Dan pulang dengan
control rawat jalan sampai menunggu hasil PA keluar.
b. Kecelakaan : tidak pernah
c. Pernah dirawat :
1) Penyakit : batuk tak kunjung sembuh.
2) Waktu : 1 bulan lalu
d. Riwayat Operasi : Pernah. Biopsi di RSDK bulan lalu.
5. ISTIRAHAT
a. Gejala (Subyektif):
1) Kebisaaan tidur: sebelum sakit pasien tidur 7-8 jam sehari, setelah sakit pasien
tidur 5-6 jam sehari.
2) Masalah berhubugan dengan tidur:
a). Insomnia: Tidak ada
b). Kurang puas/ segar setelah bangun tidur : Tidak ada
b. Tanda (obyektif):
1) Tampak mengantuk/ mata sayu: Ada, karena lemas
2) Mata merah: Tidak ada
3) Sering menguap: Tidak ada
4) Kurang konsentrasi: Tidak ada
6. SIRKULASI
a. Gejala (Subyektif):
1). Riwayat Hipertensi atau masalah jantung: tidak ada
2). Riwayat edema kaki: tidak ada,
4). Rasa kesemutan: tidak ada
5). Palpitasi : tidak ada. Nyeri dada: tidak ada
b. Tanda (obyektif):
1) Tekanan Darah (TD): 110/68 mmHg
2) Nadi/Pulsasi:
Karotis: kuat Radialis: kuat
Femoralis: kuat Jugularis : kuat
Popliteal: kuat Dorsal Pedis: kuat
3) Friksi Gesek: tdk ada. Murmur: tdk ada
4) Ekstremitas: Suhu: 37.5 C
Warna: normal skin
Tanda Homan: t idak ada
5) Pengisian Kapiler: kuat,
Varises: tidak ada
Plebitis: tidak ada
6) Warna membran mukosa: merah muda
Bibir: tidak pucat, Konjungtiva: tidak anemis
7) Punggung kuku: bersih
7. ELIMINASI
a. Gejala (subyektif):
1). Pola BAB : frekwensi.1 kali perhari, konsistensi: lembek
2). Perubahan dalam kebiasaan BAB (penggunaan alat tertentu misal:
terpasang kolostomy/ileostomy) tidak ada
3). Kesulitan BAB: Konstipasi : tidak ada, Diare: tidak ada
4). Penggunaan laksatif: tidak ada,
5). Waktu BAB terakhir: tanggal 12 desember 2021
6). Riwayat perdarahan: tidak ada, Hemoroid tidak ada
7). Riwayat inkontinensia alvi : tidak ada
8). Penggunaan alat-alat: misalnya pemasangan kateter: tidak ada
9). Riwayat penggunaan diuretik: tidak ada
10). Rasa nyeri/rasa terbakar saat BAK: tidak ada
11). Kesulitan BAK: tidak
12). Keluhan BAK lain: tidak ada
b. Tanda (obyektif):
1). Abdomen:
a). Inspeksi: Abdomen membuncit: tidak ada
b). Auskultasi : Bising usus: 16 kali per menit, Bunyi abnormal tidak ada c).
Perkusi :
1. Bunyi tympani: ada,
Kembung : tidak ada
2. Bunyi abnormal lain tidak ada
d). Palpasi:
1. Nyeri tekan : tidak ada . Nyeri lepas: tidak ada
2. Distensi kandung kemih: tidak ada
2) Pola eliminasi
a) Konsistensi Lunak/keras: lembek, Massa: tidak ada
b) Pola BAB : Konsistensi: lembek warna abnormal: tidak ada
c) Pola BAK: Inkontinensia tidak ada
d) Karakteristik urine: Warna: jernih, Jumlah : 1000ml/hari, Bau: tak berbau
e) Bila terpasang urostomy, colostomy atau ileustomy: tidak terpasang
B. DATA PENUNJANG
1. Laboratorium
15 Desember 2021
Haemoglobin 10.3 g/dl
Hematokrit 32.2 %
Eritrosit 3,88 10^6/uL
MCH 26.5 pg
MCV 26.5 fL
MCHC 32 g/dl
Leukosit 14.5 10^3/uL
Trombosit 220 10^3/uL
RDW 17.9 %
MPV 11.1 fL
Albumin 3.1
4. Obat-obatan
RL 500ml/8jam (IV)
Kodein 10mg/12jam (PO)
Vit B complex/24jam (PO)
5. Diit
30 kkal/gram protein/kgbb/hari = 1110 kkal/gram protein/hari dalam bentuk Tim Lauk
Lunak (pantang ayam) 1300 kkal/40 gp (asumsi 50%)
Snack : Sonde RS 2x200 ml + MPT1x
6. Program
Rencana kemoterapi ABVD
Tunggu pemeriksaan IHK
USG Abd (Tunggu hasil) 15/12/21
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Analisa data
DATA SUBYEKTIF (S) & OBYEKTIF (O) MASALAH (P) ETIOLOGI (E)
B. PATHWAY
Hipertermi
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERENCANAAN
NO WAKTU TUJUAN & KH (SLKI) RENCANA (SIKI)
DP.1 13/12/21 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas
keperawatan dalam 3 x 24 jam Observasi
bersihan jalan nafas efektif. Monitor pola nafas.
Dengan kriteria hasil: Monitor bunyi nafas
Batuk efektif meningkat Monitor sputum (warna)
Produksi sputum menurun Terapeutik
Frekuensi nafas normal 18- Posisikan
20x/m semifowler/fowler
Pola nafas teratur Berikan minum hangat
Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Ajarkan tehnik batuk
efektif
DP.2 13/12/21 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia
keperawatan dalam 2 x 24 jam Tindakan:
termoregulasi menurun. Dengan Observasi
kriteria hasil: Monitor suhu tubuh
Pucat menurun Terapeutik
Takikardi menurun Sediakan lingkungan yang
Suhu tubuh membaik dingin
Suhu kulit membaik Longgarkan pakaian
Bahasi/kipasi permukaan
tubuh
Lakukan pendinginan
eksternal (selimut
hipotermia/ kompres hangat
pada leher, dahi)
Berikan Oksigen, jika perlu
Edukasi
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena
DP.3 13/12/21 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
keperawatan dalam 3 x 24 jam Tindakan :
status nutrisi terpenuhi. Dengan Observasi
kriteria hasil: Identifikasi makanan yang
Porsi makan yang dihabiskan disukai
meningkat Monitor asupan makanan
Frekuensi makan membaik Monitor alergi dan
Nafsu makan membaik intoleransi makanan
Membran mukosa membaik Terapeutik
Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
Edukasi
Anjurkan posisi duduk jika
mampu
Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan
Memposisikan semi S:
fowler O:
Memberikan oksigen - Tampak terpasang posisi
bila perlu semi fowler
Memberikan minum - Tampak terpasang O2
air hangat nasal canul 3lpm
- Ibu pasien tampak
memberikan air hangat
- Pasien tampak mau
minum air hangat tersebut
S:-
Anjurkan tirah O :
baring - Pasien tampak tiduran
Kolaborasi - Pasien tampak
pemberian cairan menggunakan selimut
dan elektrolit hipotermia
intravena - Pasien tampak
terpasang infus Ringer
Laktat 500ml/8jam
3. 13/12/21 Identifikasi S : Pasien mengatakan suka
17:30 makanan yang makan ikan nila
disukai O :-
21:25
Melonggarkan S :-
pakaian O:
Membahasi/kipasi - Pakaian tampak longgar
permukaan tubuh - Ibu klien tampak
mengipasi tubuh klien
S:-
Anjurkan tirah O :
baring - Pasien tampak tiduran
Kolaborasi - Pasien tampak
pemberian cairan menggunakan selimut
dan elektrolit hipotermia
intravena - Pasien tampak
terpasang infus Ringer
Laktat 500ml/8jam
3. 15/12/21 Monitor asupan S : Pasien mengatakan makan
06:15 makanan makanan dari rs
O:
- Pasien tampak habis ½
porsi makanan
06:20
Berikan makanan S: Pasien mengatakan mau
tinggi kalori dan makan diit dari rs
tinggi protein O:
06:25
Anjurkan posisi - Pasien tampak mau
duduk jika mampu makan
Ajarkan diet yang - Pasien tampak makan
06:30
diprogramkan disuap ibunya dengan
posisi duduk
- Pasien tampak makan
makanan dari rumah
sakit
F. EVALUASI
A : Masalah teratas
P : Intervensi dihentikan
Defisit nutrisi bd factor 16/12/21 S : Pasien mengatakan habis 1 porsi makan
psikologis (keengganan 14:00 dari RS siang ini
untuk makan) O:
- Diit dari rs tampak habis
- Pasien tampak nafsu makan
A: Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDANCE BASED NURSING RISED
A. IDENTITAS KLIEN :
Nama : Nn.M
Umur : 22 tahun
Diagnosa Medis : Lymphoma Hodgkin
B. DATA FOKUS
DS: Pasien mengatakan badan lemah, batuk tak kunjung sembuh, demam
DO: pasien tampak lemas, berbaring ditempat tidur, batuk, sputum (+), badan tampak panas,
suhu : 37.5.
Gangguan termoregulasi
Hipertermi
Dilatasi pembuluh Berkeringat
Pemberian kompres hangat darah perifer
C. EVALUASI HASIL
Pasien Nn M dengan Lymphoma Hodgkin mengalami hipertermi (demam) dengan suhu
37.5’C. Setelah dilakukan kompres hangat selama 15-20 menit, lalu dilakukan pengkajian
ulang dengan mengecek suhu tubuh pasien di aksila (ketiak) dan didapatkan suhu tubuh
menjadi 36.7’C
A. Kesimpulan
Pasien dengan diagnosa Lymphoma Hodgkin sering terjadi ketidakstabilan suhu tubuh
sehingga membuat pasien bisa mengalami demam yang tidak menentu. Beberapa penderita
mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi selama beberapa hari yang
diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa
minggu. Gejala lainnya timbul berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma.
Penelitian yang dilakukan Esti Sorena, Samwilson Slamet & Benny Sihombing (2018)
dengan judul “Efektifitas Pemberian Kompres Hangat Terhadap Suhu Tubuh Pada Anak
Dengan Peningkatan Suhu Tubuh Di Ruang Edelweis Rsud Dr. M. Yunus
Bengkulu”didapatkan hasil bahwa ada penuruan suhu tubuh sebelum kompres dengan suhu
tubuh setelah kompres sebesar 0,7526 bernilai positif, artinya terdapat kecenderungan
penurunan suhu setelah dilakukan kompres hangat dengan rata-rata penurunan 0,7526’C.
B. Saran
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Memberikan asuhan keperawatan pada pasien Lympoma Hodgkin yang
mengalami hipertermi dalam menurunkan suhu tubuhnya dengan memberikan
intervensi “Pemberian Kompres Hangat Untuk Menurunkan Suhu Tubuh” pasien
selama perawatan di Rumah Sakit.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan untuk melakukan penelitian terkait dengan “Pemberian Kompres
Hangat Untuk Menurunkan Suhu Tubuh” pada masalah keperawatan lain sesuai
masalah keperawatan yang dialami oleh pasien dengan berbagai latar belakang budaya
dan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Sorena, Esti, dkk. 2018. Efektifitas Pemberian Kompres Hangat Terhadap Suhu
Tubuh Pada Anak Dengan Peningkatan Suhu Tubuh Di Ruang Edelweis
Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu. (10469-23744-1-SM.pdf)