Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

CONGENITAL HEART DISEASE (CHD) /


PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

A. Definisi
Congenital heart disease (CHD) atau penyakit jantung Congenital adalah
kelainan yang sudah ada sejak bayi lahir, jadi kelainan tersebut terjadi sebelum
bayi lahir, tetapi kelainan jantung bawaan ini tidak selalu memberi gejala
segera setelah bayi lahir, tidak jarang kelainan tersebut baru ditemukan setelah
pasien berumur beberapa bulan
bahkan beberapa tahun (Ngastiah).
Penyakit jantung bawaan adalah penyakit struktural jantung dan
pembuluh darah besar yang sudah terdapat sejak lahir. Perlu diingatkan bahwa
tidak semua penyakit jantung bawaan tersebut dapat dideteksi segera setelah lahir,
tidak jarang penyakit jantung bawaaan baru bermanifestasi secara klinis setelah
pasien berusia beberapa minggu, beberapa bulan, bahkan beberapa tahun (
Markum, 1996).
Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi
dan anak-anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal pada waktu
bayi. Oleh karena itu, penyakit jantung bawaan yang ditemukan pada orang
dewasa menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau
telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda. Hal ini pulalah yang
menyebabkan perbedaan pola penyakit jantung bawaan pada anak dan pada orang
dewasa (Panggabean & Harun, 1999).
Penyakit jantung bawaan adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang
ditemukan sejak bayi dilahirkan.Kelainan ini terjadi pada saat janin
berkembang dalam kandungan.Penyakit jantung bawaan yang paling banyak
ditemukan adalah kelainan pada septum bilik jantung atau dikenal dengan
sebutan ventricular septal defect (VSD) dan diikuti oleh kelainan pada septum
serambi jantung atau lebih dikenal dengan namaAtrial Septal Defect (ASD).
Masyarakat awam sering melihat kedua kelainan jantung ini dikenal dengan
sebutan jantung bocor. Jenis kelainan struktur lainnya dapat berupa patent
ductus arteriosus, transposition of great arteries, dan kelaianan katup jantung.
Seringkali penyakit jantung bawaan juga timbul dalam bentuk gabungan
beberapa kelainan, seperti yang terjadi pada tetralogi fallot, yang mencakup 4
kelainan pada jantung. Di antara berbagai kelainan bawaan yang ada, penyakit
jantung bawaan merupakan kelainan yang paling sering ditemukan.
Penyakit jantung bawaan adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir,
di mana kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung terjadi
akibat gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal
perkembangan janin. Penyebab penyakit jantung bawaan sendiri sebagian besar
tidak diketahui, namun beberapa kelainan genetik seperti sindroma Down dan
infeksi Rubella
(campak Jerman) pada trimester pertama kehamilan ibu berhubungan dengan
kejadian penyakit jantung bawaan tertentu.
Secara umum terdapat 2 kelompok besar penyakit jantung bawaan yaitu
penyakit jantung bawaan sianotik dan penyakit jantung bawaan asianotik.
Penyakit jantung bawaan sianotik biasanya memiliki kelainan struktur jantung
yang lebih kompleks dan hanya dapat ditangani dengan tindakan
bedah.Sementara penyakit jantung bawaan asianotik umumnya memiliki lesi
(kelainan) yang sederhana dan tunggal, namun tetap saja lebih dari 90%
diantaranya memerlukan tindakan bedah jantung terbuka untuk
pengobatannya.Pada penyakit jantung bawaan
sianotik, bayi baru lahir terlihat biru oleh karena terjadi percampuran darah
bersih dan darah kotor melalui kelainan pada struktur jantung. Pada kondisi ini
jaringan tubuh bayi tidak mendapatkan cukup oksigen yang sangat berbahaya,
sehingga harus ditangani secara cepat. Sebaliknya pada penyakit jantung
bawaan non sianotik tidak ada gejala yang nyata sehingga seringkali tidak
disadari dan tidak terdiagnosa baik oleh dokter maupun oleh orang tua.Gejala
yang timbul awalnya berupa lelah menyusui atau menyusui sebentar-sebentar
dan gejala selanjutnya berupa keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan.
B. Klasifikasi
Jenis-jenis Kelainan Jantung Bawaan menurut (Madiyono, Bambang,
dkk.2005) :
1. PJB Asianotik, seperti :
a. Duktus Arteriosus Paten (PDA), yaitu duktus arterious tidak menutup
setelah lahir.

b. Defek Septum Ventrikel (VSD) Yaitu hubungan antara ventrikel kanan


dan kiri ukurannya bervariasi dapat disertai kelainan yang lain. Menurut
ukurannya VSD dibagi menjadi VSD lubang besar, VSD lubang sedang,
VSD lubang kecil

c. Defek Septum Atrium (ASD), adanya hubungan antara atrium kanan dan
kiri. Klasifikasi ASD ada 3 :
 Ostium Secundum: kerusakan terjadi terletak pada bagian tengah
septum atrial & fossa ovalis
 Ostium primum : Kerusakan pada bagian bawah septum atrial
 Sinus venosus : Kerusakan terjadi pada bagian atas septum atrial

d. Stenosis Pulmonal (SP), Adanya penyempitan muara arteri pulmonal

e. Stenosis Aorta (SA), Adanya penyempitan aorta.

2. PJB Sianotik, penyebab :


a. Peredaran darah janin

b. Aliran darah pulmonal berkurang yaitu pada Tetralogi of Fallot (TOF)


Dan TA (Trikuspid Atresia)

c. Aliran darah pulmonal meningkat yaitu pada TGA (transposition ot the


great arteries)

Terdapat berbagai cara penggolongan penyakit jantung congenital.


Penggolongan yang sangat sederhana adalah penggolongan yang didasarkan
pada adanya sianosis serta
vaskuiarisasi paru, menurut (Mansjoer Arif:1999) :

1. Penyakit Jantung bawaan (PJB) non sianotik dengan vaskularisasi paru


bertambah, misalnya defek septum (DSV), defek septum atrium (DSA), dan
duktus arteriousus persisten (DAP)
2. PJB non sianotik dengan vaskularisasi paru normal. Pada penggolongan ini
termasukstenosis aorta(SA),stenosis pulmonal (SP) dan koarktasio aorta
3. PJB sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang. Pada penggolongan ini
yang paling banyak adalah tetralogi fallot (TF)
4. PJB sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah, misalnya transposisi
arteri besar (TAB).
C. Etiologi
Terjadinya penyakit jantung bawaan belum Penyebab dapat diketahui
secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada
peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :
1. Faktor Prenatal :
· Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
· Ibu alkoholisme.
· Umur ibu lebih dari 40 tahun.
· Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan
insulin.
· Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
2. Faktor Genetik :
· Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
· Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
· Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
· Lahir dengan kelainan bawaan yang lain
D. Patofisiologi
Menurut Madiyono, Bambang, dkk.(2005 ), Kelainan jantung congenital
menyebabkan dua perubahan hemodinamik utama. Shunting atau
percampuran darah arteri dari vena serta perubahan alirandarah pulmonal dan
tekanan darah. Normalnya, tekanan pada jantung kanan lebih besar daripada
sirkulasi pulmonal. Shunting terjadi apabila darah mengalir melalui lubang
abnormal pada jantung sehat dari daerah yang bertekanan lebih tinggi ke
daerah yang bertekanan rendah, menyebabkan darah yang teroksigenisasi
mengalir ke dalam sirkulasi sistemik.
Aliran darah pulmonal dan tekanan darah meningkat bila ada
keterlambatan penipisan normal serabut otot lunak pada arteriola pulmonal
sewaktu lahir.
Penebalan vascular meningkatkan resistensi sirkulasi pulmonal, aliran darah
pulmonal dapat melampaui sirkulasi sistemik dan aliran darah bergerak dari
kanan
ke kiri.
Perubahan pada aliran darah, percampuran darah vena dan arteri, serta
kenaikan tekanan pulmonal akan meningkatkan kerja jantung.
Menifestasi dari penyakit jantug congenital yaitu adanya gagal
jantung,perfusi tidak adekuat dan kongesti pulmonal.
Perkembangan jantung fetus terjadi pada usia kehamilan antara 3 dan 8
minggu. Pembentukan septum yang tidak sempurna menyebabkan defek
septum atrium (ASD) dan defek septum ventrikel (VSD) yang bervariasi.
Kelainan pada proses septasi dari bulbus kordis primitive menyebabkan
trunkus arteriosus dan kelainan lain. Dari 6 cabang arkus aorta, hanya cabang
ke 4 dan ke-6 yang tetap ada. Mereka berturut-turut menjadi arkus aorta dan
duktus arteriosus. Sisa-sisa dari cabang arkus aorta yang lain membentuk
malformasi cincin vaskuler.
VSD (Ventrikular Septal Defect). Secara harfiah VSD berarti terdapat
lubang pada sekat bilik jantung. Merupakan PJB yang paling sering di
jumpai. VSD yang besar menyebabkan lebih banyak darah yang bocor dari
bilik kiri ke kanan sehingga akan meningkatkan aliran serta tekanan pada
sirkulasi paru-paru. Hal ini akan menimbulkan beban kerja pada jantung
sehingga terjadi gejala-gejala gagal jantung pada anak yang menderitanya,
yaitu; nafas cepat, berkeringat banyak dan tidak kuat menghisap susu.
Apabila dibiarkan pertumbuhan anak akan terganggu dan sering menderita
batuk disertai demam. Pembedahan merupakan cara pengobatan yang terbaik,
dan biasanya dilakukan pada usia 3 atau 4 bulan. VSD ukuran sedang dapat
diobati dan diamati sampai beberapa tahun, dengan harapan dapat mengecil
atau menutup spontan. Operasi perlu dilakukan apabila VSD tetap ada,
biasanya pada usia prasekolah yaitu 3-5 tahun.
ASD (Atrial Septal Defect). Ada beberapa macam ASD, namun prinsipnya
adalah adanya lubang pada sekat serambi jantung. Terjadilah kebocoran darah
“bersih” dari serambi kiri ke kanan sehingga bilik kanan membesar dan aliran
darah ke paru paru meningkat. ASD biasanya tidak menimbulkan masalah
pada masa kanak-kanak, tetapi akan terjadi gagal jantung dikemudian hari
pada dekade ke 2 atau 3, terutama bila lubangnya cukup besar. Operasi
biasanya dianjurkan pada usia prasekolah, kecuali apabila lubangnya besar
sehingga menimbulkan gejala gagal jantung lebih dini. Selain operasi ASD
yang kecil dapat ditutup dengan intervensi non bedah dengan menggunakan
ASO (Atrial septal occluder).
E.Patway

Kelebihan
volume cairan
F. Manifetasi klinis
PJB pada umumnya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut (Mansjoer Arif:1999)
1. Peningkatan kerja jantung dengan gejala :
a. Kadiomegali
b. Hipertropi
c. Takikardi
2. Curah jantung rendah dengan gejala :
a. Gangguan pertumbuhan
b. Intoleransi aktivitas
c. Hipertensi Pulmonal
3. Dengan gejala Dispneu dan Tachipneu : Penurunan saturasi oksigen arteri
4. Dengan gejala Polisitemia, asidosis dan sianosis.
Transposisi pembuluh-pembuluh darah ini tergantung pada adanya kelainan atau
stenosis. Stenosis kurang tampak apabila kelainan merupakan PDA atau ASD atau
VSD, tetapi kegagalan jantung akan terjadi.
Anak mungkin sering mengalami kelelahan dan infeksi saluran pernafasan atas.
Mungkin ditemukan adanya murmur jantung. Pada foto rongent ditemukan adanya
pembesaran jantung dan diagnosa dipastikan dengan kateterisasi jantung
Neonatus menunjukan tanda-tanda respiratory distress seperti mendengkur, tacipnea
dan retraksi. Sejalan dengan pertumbuhan anak, maka anak akan mengalami dispnea,
jantung membesar, hipertropi ventrikuler kiri akibat penyesuaian jantung terhadap
penigkatan volume darah, adanya tanda machinery type murmur
Pada pemeriksaan selain didapat pertumbuhan terhambat, anak terlihat pucat, banyak
keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik. Diameter dada bertambah, sering
terlihat pembonjolan dada kiri. Tanda yang menojol adalah nafas pendek dan retraksi
pada jugulum, intrakostal dan region epigastrium. Pada anak yang kurus terlihat
impuls jantung yanghiperdinamik.
G. Penatalaksanaan
1. Non sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah :
a. Defek septum ventrikel (DSV)
Pasien dengan DSV besar perlu ditolong dengan obat-obatan utuk mengatas igagal
jantung. Biasanya diberikan digoksin dan diuretic, misalnya lasix. Bila obat dapat
memperbaiki keadaan, yang dilihat dengan membaiknya pernafasan dan
bertambahnya berat badan, rnaka operasi dapat ditunda sampai usia 2-3
tahun.Tindakan bedah sangat menolong karena tanpa tindakan tersebut harapan
hidup berkurang.
b. ASD tipe sinus venosus
Kelainan tersebut dapat ditutup dengan dijahit atau dipasang suatu graft pembedahan
jantung terbuka, dengan prognosis baik.
c. Duktus Arteriosus Persisten
Karena neonatus tidak toleransi terhadap pembedahan, kelainan biasanya diobati
dengan aspirin atau idomethacin yang menyebabkan kontraksi otot lunak pada
duktus arteriosus. Ketika anak berusia 1-5 tahun, cukup kuat untuk dilakukan
operasi.
2. Penyakit jantung bawaan non sianotik dengan vaskularisasi paru normal
a. Stenosis aorta
Stenosis dikoreksi dengan pembedahan pada katup yang dilakukan pada saat anak
berusia 2-3 tahun.
b. Stenosis pulmonal
Stenosis dikoreksi dengan pembedahan pada katup yang dilakukan pada saat anak
berusia 2-3 tahun.
c.Koarktasio Aorta
Kelainan dapat dikoreksi dengan Balloon Angioplasty, pengangkatan bagian aorta
yang berkontriksi atau anastomi bagian akhir, atau dengan cara memasukkan suatu
graf.
3. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisai paru berkurang :
a. Tetralogi fallot
Pembedahan paliatif dilakukan pada usia awal anak-anak, untuk mernenuhi
peningkatan kebutuhan oksigen dalam masa pertumbuhan. Pembedahan berikutnya
pada masa usia sekolah, bertujuan untuk koreksi secara permanent. Dua
pendekatan paliatif adalah dengan cara Blalock-Tausing, dilakukan pada
ananostomi ujung ke sisi sub ciavikula kanan atau arteri karotis menuju arteri
pulmonalis kanan. Secara Waterson dikerjakan pada sisi ke sisi anastonosis dari
aorta assenden, menuju arteri pulmonalis kanan, tindakan ini meningkatakan darah
yang teroksigenasi dan membebaskan gejala-gejala penyakit jantung sianosis.
4. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah :
Pembedahan paliatif dilakukan agar terjadi percampuran darah. Pada saat prosedur,
suatu kateter balon dimasukan ketika kateterisasi jantung, untuk memperbesar
kelainan septum intra arterial. Pada cara Blalock Halen dibuat suatu kelainan septum
atrium. Pada Edward vena pulmonale kanan. Cara Mustard digunakan untuk koreksi
yang permanent. Septum dihilangkandibuatkan sambungan sehingga darah yang
teroksigenisasi dari vena pulmonale kembali ke ventrikel kanan untuk sirkulasi tubuh
dan darah tidak teroksigenisasi kembali dari vena cava ke arteri pulmonale untuk
keperluan sirkulasi paru-paru. Kemudian akibat kelaianan ini telah berkurang secara
nyata dengan adanya koreksi dan paliatif.
5. Pengertian terapi oksigen
Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan
okasigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian O2adalah
(1) untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, (2)
untuk menurunkan kerjanafas dan meNurunkan kerja miokard.Syarat-syarat
pemberian O2meliputi: (1) KonsentrasiO2udara inspirasi dapat terkontrol, (2) Tidak
terjadipenumpukanCO2, (3) mempunyaitahanan jalan nafas yang rendah, (4) efisien
dan ekonomis, (5) nyaman untuk pasien. Dalam pemberian terapi
O2perludiperhatikan “Humidification”. Hal ini penting diperhatikan oleh karena udara
yang normaldihirup telah mengalamihumidfikasi sedangkan O2yang diperoleh dari
sumber O2(Tabung) merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi,
humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.
6. Indikasi pemberian terapi oksigen
Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2yang telah disebutkan, maka adapun indikasi
utama pemberian O2 ini adalahsebagai berikut : (1)Kliendengan kadar O2 arteri
rendah dari hasil analisa gas darah,(2) Klien dengan peningkatan kerja nafas,dimana
tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya
pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan, (3) Klien dengan
peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasigangguan
O2melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat. Berdasarkan indikasi utama
diatas maka terapi pemberian O2dindikasikan kepada klien dengan gejal : (1) sianosis,
(2) hipovolemi, (3) perdarahan, (4) anemia berat, (5) keracunan CO, (6) asidosis, (7)
selama dan sesudah pembedahan, (8) klien dengan keadaan tidak sadar.
7. Metode pemberian oksigen
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu :
Sistem aliran rendahTehnik system aliran rendah diberikan untuk menambah
konsentrasi udara ruangan. Tehnik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi
tergantungpadatipe pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2
sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih
mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume
Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit. Contoh system
aliran rendah ini adalah : (1) kataeter naal, (2) kanula nasal, (3)sungku pmuka
sederhana, (4) sungkup muka dengan kantong rebreathing, (5)sungkup muka dengan
kantongnon rebreathing (6) Jucktion Ress. Keuntungandan kerugian darimasing-
masing system :
a) Kateter nasal Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2secara
kontinu dengan aliran 1 –6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.
- Keuntungan Pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara,
murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
- Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi O2yang lebih dari45%, tehnik
memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal,dapat terjadi distensi
lambung, dapat terjadiiritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6
L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung
kateter mudahtersumbat.
b) Kanula nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2kontinu dengan aliran
1 – 6L/mnt dengan konsentrasi O2sama dengan kateter nasal.
- Keuntungan Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan
teratur, mudah memasukkan kanul disbanding kateter, klien bebas makan,
bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan nyaman.
- Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasiO2lebih dari 44%, suplai
O2berkurang bilaklien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam
kanulhanya 1 cm,mengiritasi selaput lendir.
c) Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian O2kontinu atauselang seling 5 – 8 L/mnt
dengankonsentrasi O2 40 –60%.
- Keuntungan Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggidarikateter atau kanula
nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup
berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
- Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi O2kurang dari 40%, dapat
menyebabkan penumpukanCO2jika aliran rendah.
d) Sungkup muka dengan kantong rebreathing :Suatu tehinik pemberian O2dengan
konsentrasi tinggiyaitu 60 – 80% dengan aliran 8 – 12 L/mnt
- Keuntungan Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir
- Kerugian Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih
rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2bisa terlipat.
e) Sungkup muka dengan kantong non rebreathing Merupakan tehinik pemberian
O2denganKonsentrasi O2mencapai 99% dengan aliran 8 – 12 L/mnt dimana udara
inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi
- Keuntungan: KonsentrasiO2yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak
mengeringkan selaput lendir.
- Kerugian Kantong O2bisa terlipat.
f) Jacktion Rees
Alat ini terdiri dari kantong karet elastis yang dikembangkan dengan aliran oksigen
10 – 12 lpm. Setelah dipijat untuk memberikan gas inhalasi, kantong akan diisi
oleh aliran oksigen lagi. Alat ini mutlak tergantung dari oksigen. Keuntunganya
adalah kada oksigen inspirasi dapat diberikan sampai 100%. Sistem Jucksen ress
tidak menggunakan katub. Jucktion rees berfungsi untuk memonitor nafas spontai
atau memudahkan melakukan nafas kendali. Cara kerja jucktion rees merupakan
modifikasi dari Mapleson E dikernal sebagai jucktion rees ( Mapleson F ). Pada
respirasi spontan, mekanisme bantuan dari kantung dibiarkan terbuka penuh. Agar
respirasi terkendali, lubang pada kantung dapat tertutup oleh pasien selama
inspirasi dan pertukaran O2 dilakukan dengan meremas kantung.
g) Sistem aliran tinggi Suatu tehnik pemberian O2dimana FiO2 lebih stabil dan tidak
dipengaruhi olehtipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan
konsentrasi O2 yang lebih tepat dan teratur. Adapun contoh tehnik system aliran
tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury. Prinsip pemberian O2dengan alat ini
yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju kesungkup yang kemudian
akandihimpit untuk mengatur suplai O2sehingga tercipta tekanan negatif,
akibatnya udara luar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak.
Aliran udara pada alat ini sekitas 4 – 14L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.
- Keuntungan Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk
pada alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan
kelembaban gas dapat dikontrl serta tidak terjadi penumpukan CO2
- Kerugian Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan sungkup
muka yang lainpada aliranrendah.
8. Bahaya - bahaya pemberian oksigen
Pemberian O2 bukan hanya memberiakan efek terapi tetapi juga dapat menimbulkan
efek merugikan, antara lain :
 Kebakaran
O2bukan zat pembakar tetapiO2dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh
karena itu klein dengan terapipemberian O2harus menghindari : Merokok,
membukan alat listrikdalam area sumber O2, menghindaripenggunaan listrik
tanpa “Ground”.
 Depresi Ventilasi
Pemberian O2 yang tidak dimonitor dengan konsentrasidan aliran yang tepat
pada klien dengan retensi CO2dapat menekanventilasi
 Keracunan O2
Dapat terjadibila terapiO2yang diberikan dengan konsentrasi tinggi
dalamwaktu relatif lama. Keadaanini dapatmerusakstruktur jaringan
paruseperti atelektasi dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru
akan terganggu
9. Asuhan keperawatan
Terapi O2bmerupakan salah satu intervensi keperawatan yang bersifat kolaboratif
yang merupakan bagian dari paket intervensi keperawatan yang diberikan kepada
klien berdasarkan diagnosa keperawatan yang dirumuskan. Oleh karena itu maka
langkah ptama yang perawat lakukan adalah melakukan pengkajian. Pengkajian ini
ditujukan kepada keluhan-keluhan klienserta hasil pemeriksaan baik yang sifatnya
pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang dan pememriksaan diagnostik
yang berkaitan dengan system pernafasan serta system lainyang terlibat. Pengkajian
keperawatan dapat dilakukan dengan metode wawancara yang berkaitan dengan
keluhan klien antara lain batuk dan lendir, sesak nafas, serta keluhan lain yang
berkaitan dengan masalah transportasiO2. metode yang lain adalah metode observasi
dengan melakukan pemeriksaan fisik pernafasan. Data yang didapa dapat berupa
kecepatan, iram dan kedalam pernafasan, usaha nafas, sianosis,k berkeringat,
peningkatan suhu tubuh, abnormalitas sistem pernafasa serta
kardiovaskular.Selanjutnya data-data ini dapat didukung oleh hasil pemeriksaan
penunjang sepertigasa darah asteri serta pememriksaan diagnostik foto torak.Tahap
beikutnya adalah perumusan Diagnosa Keperawatan yang berorientasi kepada pada
yang dirasakan oleh klien. Diagnosa ini dirumuskan berdasarkan hasil pengkajian
yang disebutkan diatas Berdasarkan diagnosa-diagnosa keperawatan yang dirumuskan
maka disusunlah intervensi keperawatan (Rencana Tindakan)yang bertujuan untuk
“Problem Solving” (penyelesaian masalah) klien. Rencana ini selajutnya di tindak
lanjuti atau di”Implementasi” dan pada akhirnya akan di”Evaluasi” sejauh mana
tindakan dapat mencapai tujuan sehingga tindakan dapat dilajutkan, dimodifikasi atau
diganti.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan aliran darah ke pulmonal
2. Penurunan kardiak output b.d sirkulasi yang tidak efektif sekunder dengan adanya
malformasi jantung
3. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan sirkulasi (anoxia kronis, serangan sianotik
akut)
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq selama makan dan
peningkatan kebutuhan kalori, penurunan nafsu makan
5. Penigkatan volume cairan tubuh b.d kongestif vena
6. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
7. Kurang pengetahuan klg tentang diagnosis/ prognosis penyakit b.d kurangnya paparan
informasi
8. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan atau informasi tentang penyakit.
I. Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, Umur, Alamat, Perkerjaan, Tanggal masuk. Status
2. Usia.
Perlu diketahui pada usia berapa gejala mulai muncul.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat masuk. Berapa jam sesak sebelum masuk RS; Onset serangan
b. Riwayat kesehatan saat ini keluhan pasien, seperti: Sesak, Udema, Nyeri dada,
cyanosis
c. Riwayat kesehatan keluarga: tanyakan pada angota keluarganya adakah anggota
keluarganya yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien saat ini
d. Riwayat kesehatan masa lalu: tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami
penyakit yang sama dengan yang dialami saat ini atau penyakit lain
e. Riwayat kesehatan masa lalu: tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami
penyakit yang sama dengan yang dialami saat ini atau penyakit lain
4. Pertumbuhan dan perkembangan .
Terjadi gangguan perkembangan fisik anak, terutama berat badan.
5. Pola aktifitas.
Tidak mampu melakukan banyak aktifitas karena akan menyebabkan sianosis.
6. Pemeriksaan penunjang, berupa :
a. Ultra Sono Grafi ( USG ) untuk menentukan besar jantung, bentuk vaskularisasi
paru, sera untuk mengetahui keadaan thymus, trachea, dan esophagus.
b. Electro Cardiografi ( ECG ), untuk menetahui adanya aritmia atau hipertropi.
c. Echo Cardiografi, untuk mengetahui hemodinamik dan anatomi jantung.
d. Kateterisasi dan Angigrafi, untuk mengetahui gangguan anatomi jantung yang
dilakukan dengan tindakan pembedahan.
f. Pemeriksaan laboratorium, berupa pemeriksaan darah untuk serum elektrolit,
Hb, packet cell volume ( PCV ) dan kadar gula.
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan sama dengan pengkajian fisik yang dilakukan terhadap
pasien yang menderita penyakit jantung pada umumnya. Secara spesifik data yang dapat
ditemukan dari hasil pengkajian fisik pada penyakit jantung congenital ini adalah:
1. Bayi baru lahir berukuran kecil dan berat badan kurang.
2. Anak terlihat pucat, banyak keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik.
3. Diameter dada bertambah, sering terlihat pembonjolan dada kiri.
4.Tanda yang menojol adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, selain trakostal
dan region epigastrium.
5. Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinarnik.
6. Anak mungkin sering mengalami kelelahan dan infeksi saluran pernafasan atas
Neonatus menunjukan tanda-tanda respiratory distress seperti mendengkur, tacipnea
dan retraksi.
Anak pusing, tanda-tanda ini lebih nampak apabila pemenuhan kebutuhan terhadap
O2 tidak terpenuhi ditandai dengan adanyamurmur sistolik yang terdengar pada batas
kiri sternum, Adanya kenaikan tekanan darah. Tekanan darah lebih tinggi pada lengan
daripada kaki. Denyut nadi pada lengan terasa kuat, tetapi lemah pada popliteal dan
temoral.
C. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi
1. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan aliran darah ke pulmonal
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
Gangguan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan NIC : Respiratory
pertukaran keperawatan diharapkan pertukaran Monitoring
gas b.d penuruna gas kembali lancar Intervensi :
n aliran darah ke NOC : Respiratory status : Gas a. Monitor rata-rata,
pulmonal Exchange kedalaman, irama dan
Indikator 1 2 3 4 5 usaha respirasi
RR (12-20x/m) b. Monitor suara napas
PH (7,35-7,45 ) c. Auskultasi suara
pCO2 (35-45 napas, catat area
mmHg) penurunan/tidak
pO2 (80- adanya ventilasi dan
100mmHg) suara tambahan
HCO3 (21-28 d. Tentukan kebutuhan
mmol/l) suction dengan
Kelebihan Basa mengauskultasi
(BE) (-3)-(+3) crakles dan ronkhi
pada jalan napas
e. Monitor kelelahan
otot diafragma
(gerakan paradoksis)
Indicator skala : f. Monitor TTV
1 = Selalu menunjukan
2= Sering menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Jarang menunjukan
5 = tidak pernah menunjukan

2. Penurunan kardiak output b.d sirkulasi yang tidak efektif sekunder dengan adanya
malformasi jantung
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
Penurunan curah Tujuan : Setelah dilakukan tindakan NIC : Regulasi
jantung b.d selama proses keperawatan Hemodinamik
sirkulasi yang diharapkan curah jantung efektif Intervensi :
tidak efektif NOC : Status Sirkulasi a.Pantau denyut perifer,
sekunder dengan Indikator 1 2 3 4 5 waktu pengisian
adanya TD 140/80 kapiler, dan suhu serta
malformasi mmHg warna ekstremitas
jantung Urine output (0,5- b. Pantau dan
1 cc/kgBB/jam) dokumentasikan
Pantau RR denyut jantung, irama
Nadi radialis saat dan nadi.
beraktifitas(60- c. Pantau asupan/
100x/m) haluaran urin, dan
Irama jantung berat badan pasien
dengan tepat
d.Minimalkan/
Indicator skala : hilangkan stressor
1 = Ekstrem lingkungan
2 = Kuat e. Pasang kateter jika
3 = Ringan diperlukan
4 = Sedang
5 = Tidak ada gangguan
3. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan sirkulasi ( anoxia kronis, serangan sianotik
akut)
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
Gangguan perfusi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan NIC : Perawatan
jaringan b.d selama proses keperawatan diharapkan sirkulasi
penurunan perfusi jaringan efektif Intervensi :
sirkulasi ( anoxia Noc: Perfusi jaringan perifer a. Melakukan sirkulasi
kronis, serangan Indikator 1 2 3 4 5 perifer secara
sianotik akut) `CRT ≤`2 detik komprehensif
Turgor kulit b. Kaji tingkat rasa
Nadi radialis saat tidak nyaman/ nyeri
beraktifitas(60- c. Pantau status cairan
100x/m) meliputi asupan dan
Akral (kering haluaran
hangat) d. Rendahkan
ekstremitas untuk
Indicator skala : menigkatkan sirkulasi
1 = Ekstrem arteri yang tepat.
2 = Berat e. Anjurkan latihan
3 = Sedang gerak aktif/pasif
4 = Ringan selama tirah baring
5 = tidak terganggu

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq selama makan dan
peningkatan `kebutuhan kalori, penurunan nafsu makan
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
Ke tidak Tujuan : Setelah dilakukan tindakan NIC I : Nutrition
seimbangan keperawatan selama proses keperawatan Management
nutrisi kurang dari diharapkan BB stabil, pasien bebas dari a.Kaji BB
kebutuhan tubuh tanda -tanda malnutrisi dan pasien dapat b. Berikan makanan
b.d fatiq selama mengumpulkan energi untuk beraktivitas tinggi kalori untuk
makan dan kembali. peningkatan energi.
peningkatan Noc : Nutritional status:food and c. Berikan makanan
kebutuhan kalori, fluid intake. tinggi Na.
penurunan nafsu Indikator 1 2 3 4 5 d. Tingkatkan makanan
makan TD (140/80 yang mengandung
mmHg) protein,vitamin dan
Asupan makanan besi
dan cairan apabila dianjurkan.
BB meningkat NIC II : Nutrition terapi
Kekuatan otot a. Berikan lingkungan
Urine output (0,5- nyaman pada saat
1 cc/kgBB/jam) pasien makan.
b. Lakukan perawatan
Indicator skala : mulut sebelum pasien
1 = Tidak pernah menujukkan makan.
a= Jarang menunjukkan c. Sediakan makanan
b = Kadang menunjukkan yang menarik untuk
4 = Sering menunjukkan pasien agar pasien
5 = Selalu menunjukan merasa tertarik.
d. Ajari pasien dan
keluarga tentang diet.

I. DAFTAR PUSTAKA
1. M Szkutnik, dkk. Use of The Amplatzer Muscular Ventricular Septal Defect Occluder
for Closure of Perimembranous VentricularSeptal Defects. Heart 2007;93;355-358.
2. Zhou Aiqing.The Present and Future of International Catheterization fo congenital heart
disease.
3. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan. (1993). Proses
Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC.
4. Http://webcache.googleusercontent.com/-
search?q=cache%3AAZYB6GQjcSgJ%3Ainherent.brawijaya.ac.id%2Fvlm%2Ffile.ph
p%2F35%2Fchd.pdf+askep+penyakit+jantung+bawaan+pada+anak&hl=id&gl=id.
(akses tanggal 6 April 2010).
Tyo. (2010). Askep Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan. http://www.kuliah-
keperawatan.co.cc/2010/04/askep-anak-dengan-penyakit-jantung.html. (akses tanggal 6
April 2010).
Yahya. Fauzi. (2009). Penyakit Jantung bawaan.
http://joenurse.blog.friendster.com/2009/05/penyakit-jantung-bawaan/. (akses tanggal 6
April 2010).
5. Engram.B. 1994. Rencana Asuhan KeperawatanMedikal Bedah. 1th. Ed. Editor Monica
ester, S.Kp. Jaka
6. Mansjoer Arif : 1999 : Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid I :
7. MediaAesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai