Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ANGINA PECTORIS

A. DEFINISI
Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi
sebagai respon terhadap suplai oksigen yang tidak adequate ke sel-sel
miokardium. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke
rahang, atau ke daerah abdomen (Corwin, 2009)
Angina pectoris ialah suatu sindrom klinis dimana pasien mendapat
serangan dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang
seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada
waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera hilang bila pasien
menghentikan aktivitasnya (Mansjoer dkk, 2007)
Angina pectoris adalah suatu syndrome yang ditandai dengan rasa tidak
enak yang berulang di dada dan daerah lain sekitarnya yang berkaitan yang
disebabkan oleh ischemia miokard tetapi tidak sampai terjadi nekrosis. Rasa
tidak enak tersebut sering kali digambarkan sebagai rasa tertekan, rasa terjerat,
rasa kemeng, rasa penuh, rasa terbakar, rasa bengkak dan rasa seperti sakit gigi.
Rasa tidak enak tersebut biasanya berkisar 1 – 15 menit di daerah retrosternal,
tetapi dapat juga menjalar ke rahang, leher, bahu, punggung dan lengan kiri.
Walaupun jarang, kadang-kadang juga menjalar ke lengan kanan. Kadang-
kadang keluhannya dapat berupa cepat lelah, sesak nafas pada saat aktivitas,
yang disebabkan oleh gangguan fungsi akibat ischemia miokard. Penyakit
angina pektoris ini juga disebut sebagai penyakit kejang jantung. Penyakit ini
timbul karena adanya penyempitan pembuluh koroner pada jantung yang
mengakibatkan jantung kehabisan tenaga pada saat kegiatan jantung dipacu
secara terus-menerus karena aktifitas fisik atau mental.

B. KLASIFIKASI
1. Stable Angina
Juga disebut angina klasik. Terjadi sewaktu arteri koroner yang
aterosklerotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan aliran darah saat
terjadi peningkatan kebutuhan oksigen. Peningkatan kerja jantung dapat
menyertai aktifitas fisik seperti berolah raga, naik tangga, atau bekerja
keras, pajanan dingin, terutama bila disertai bekerja seperti menyekop
salju. Stres mental termasuk stress yang terjadi akibat rasa marah serta
tugas mental seperti berhitung, dapat mencetuskan angina klasik. Nyeri
pada angina jenis ini, biasanya menghilang, apabila individu yang
bersangkutan menghentikan aktivitasnya.
2. Angina Variant (Prinzmetal)
Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada kenyataannya
sering terjadi pada saat istirahat. Pada angina ini, suatu arteri koroner
mengalami spasme yang menyebabkan iskemik jantung. Kadang-kadang
tempat spasme berkaitan dengan aterosklerosis. Ada kemungkinan bahwa
walaupun tidak jelas tampak lesi pada arteri, dapat terjadi kerusakan
lapisan endotel yang samar. Hal ini menyebabkan peptide vasoaktif
memiliki akses langsung ke lapisan otot polos dan menyebabkan kontraksi
arteri koroner. Disritmia sering terjadi pada angina variant
3. Unstable Angina
Merupakan jenis angina yang sangat berbahaya dan membutuhkan
penanganan segera. Dijumpai pada individu dengan penyakit arteri koroner
yang memburuk. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja
jantung. Hal ini tampaknya terjadi akibat aterosklerosis koroner, yang
ditandai perkembangan thrombus yang mudah mengalami spasme. Terjadi
spasme sebagai respon terhadap peptida vasoaktif yang dikeluarkan
trombosit yang tertarik ke area yang mengalami kerusakan. Seiring dengan
pertumbuhan thrombus, frekuensi dan keparahan serangan angina tidak
stabil meningkat dan individu beresiko mengalami kerusakan jantung
irreversible. Unstable angina dapat juga dikarenakan kondisi kurang darah
(anemia) khususnya jika anda telah memiliki penyempitan arteri koroner
sebelumnya Tidak seperti stable angina, angina jenis ini tidak memiliki
pola dan dapat timbul tanpa aktivitas fisik berat sebelumnya serta tidak
menurun dengan minum obat ataupun istirahat. Angina tidak stabil
termasuk gejala infark miokard pada sindrom koroner akut.

C. ETIOLOGI
Angina pektoris dapat terjadi bila otot jantung memerlukan asupan oksigen
yang lebih pada waktu tertentu, misalnya pada saat bekerja, makan, atau saat
sedang mengalami stress. Jika pada jantung mengalami penambahan beban
kerja, tetapi suplai oksigen yang diterima sedikit, maka akan menyebabkan rasa
sakit pada jantung. Oksigen sangat diperlukan oleh sel miokard untuk dapat
mempertahankan fungsinya. Oksigen yang didapat dari proses koroner untuk
sel miokard ini, telah terpakai sebanyak 70 - 80 %, sehingga wajar bila aliran
koroner menjadi meningkat. Aliran darah koroner terutama terjadi sewaktu
diastole pada saat otot ventrikel dalam keadaan istirahat.

 Faktor- faktor yang mempengaruhi pemakaian oksigen pada jantung, adalah :


1. Denyut Jantung
Apabila denyut jantung bertambah cepat, maka kebutuhan oksigen tiap
menitnya akan bertambah.
2. Kontraktilitas
Dengan bekerja, maka akan banyak mengeluarkan katekolamin (adrenalin
dan nor adrenalin) sehingga dapat meningkatkan kontraksi pada jantung.
3. Tekanan Sistolik Ventrikel Kiri
Makin tinggi tekanan, maka akan semakin banyak pemakaian oksigen.
4. Ukuran Jantung
Jantung yang besar, akan memerlukan oksigen yang banyak.

 Faktor-faktor penyebab lainnya, antara lain adalah :


1. Aterosklerosis
2. Denyut jantung yang terlalu cepat
3. Anemia berat
4. Kelainan pada katup jantung, terutama aortic stenosis yang disebabkan oleh
sedikitnya aliran darah ke katup jantung.
5. Penebalan pada di dinding otot jantung - hipertropi- dimana dapat terjadi
pada penderita tekanan darah tinggi sepanjang tahun
6. Spasme arteri koroner
D. PATOFISIOLOGI
Sakit dada pada angina pektoris disebabkan karena timbulnya iskemia
miokard atau karena suplai darah dan oksigen ke miokard berkurang. Aliran
darah berkurang karena penyempitan pembuluh darah koroner (arteri
koronaria). Penyempitan terjadi karena proses ateroskleosis atau spasme
pembuluh koroner atau kombinasi proses aterosklerosis dan spasme.
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri
besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan mengganggu absorbsi
nutrient oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh
darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan ini menonjol ke lumen
pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami
nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin
sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan
berdinding kasar, akan cenderung terjadi pembentukan bekuan darah. Hal ini
menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh
penyakit tromboemboli, yang merupakan komplikasi tersering aterosklerosis.
Pada mulanya, suplai darah tersebut walaupun berkurang masih cukup untuk
memenuhi kebutuhan miokard pada waktu istirahat, tetapi tidak cukup bila
kebutuhan oksigen miokard meningkat seperti pada waktu pasien melakukan
aktivitas fisik yang cukup berat. Pada saat beban kerja suatu jaringan
meningkat, kebutuhan oksigennya juga meningkat. Apabila kebutuhan oksigen
meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan
mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Akan tetapi
apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat
aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan
kebutuhan oksigen, dan terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium
dan sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk
memenuhi kebutuhan energinya. Proses pembentukan energy ini sangat tidak
efisien dan menyebabkan pembentukan asam laktat. Asam laktat menurunkan
pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina
pectoris. Apabila kebutuhan energy sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen
oksigen menjadi adekut dan sel-sel otot kembali keproses fosforilasi oksidatif
untuk membentuk energy. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan
menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri angina pectoris mereda.
E. PATHWAY

Adrenalin Kebutuhan
meningkat jantung
meningkat

Revaskularisasi
(Tindakan
invasive)

Terputusnya
kontinuitas
jaringan

Suplai & demand


oksigen tidak
seimbang

Kelemahan fisik

Intoleransi aktivitas
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Angina pectoris stabil.
a. Muncul ketika melakukan aktifitas berat
b. Biasanya dapat diperkirakan dan rasa nyeri yang muncul biasanya sama
dengan rasa nyeri yang datang sebelumnya
c. Hilang dalam waktu yang pendek sekitar 5 menit atau kurang
d. Hilang dengan segera ketika anda beristirahat atau menggunakan
pengobatan terhadap angina
e. Rasa sakitnya dapat menyebar ke lengan, punggung atau area lain
f. Dapat dipicu oleh tekanan mental atau stres.
2. Angina pectoris tidak stabil.
a. Angina yang baru pertama kali atau angina stabil dengan karakteristik
frekuensi berat dan lamanya meningkat.
b. Timbul waktu istirahat/kerja ringan.
c. Tidak dapat diperkirakan
d. Biasanya lebih parah dan hilang dalam waktu yang lebih lama
e. Dapat tidak akan hilang saat beristirahat ataupun pengobatan angina.
f. EKG: Deviasi segment ST depresi atau elevasi.
3. Angina variant.
a. Angina yang terjadi spontan umumnya waktu istirahat dan pada waktu
aktifitas ringan. Biasanya terjadi karena spasme arteri koroner
b. EKG deviasi segment ST depresi atau elevasi yang timbul pada waktu
serangan yang kemudian normal setelah serangan selesai.

F. DATA PENUNJANG
Setiap penderita dengan gejala yang mengarah pada angina harus dilakukan
EKG 12 lead. Namun hasil EKG akan normal pada 50 % dari penderita dengan
angina pectoris. Depresi atau elevasi segmen ST menguatkan kemungkinan
adanya angina dan menunjukkan suatu ischemia pada beban kerja yang rendah.
Foto thoraks pada penderita angina pectoris biasanya normal. Foto thoraks
lebih sering menunjukkan kelainan pada penderita dengan riwayat infark
miokard atau penderita dengan nyeri dada yang bukan berasal dari jantung.
Manfaat pemeriksaan foto thorak secara rutin pada penderita angina masih
dipertanyakan.
Uji latih beban dengan monitor EKG merupakan prosedur yang sudah baku.
Dari segi biaya, tes ini merupakan termurah bila dibandingkan dengan tes echo.
Untuk mendapatkan informasi yang optimal, protocol harus disesuaikan untuk
masing-masing penderita agar dapat mencapai setidaknya 6 menit. Selama
EKG, frekwensi, tekanan darah harus dimonitor dengan baik dan direkam pada
tiap tingkatan dan juga pada saat abnormalitas segmen ST. metode yang
dipakai pada uji beban yaitu dengan menggunakan treadmill dan sepeda statis.
Interpretasi EKG uji latih beban yang paling penting adalah adanya depresi
dan elevasi segmen ST lebih dari 1 mm. Biasanya uji latih beban dihentikan
bila mencapai 85% dari denyut jantung maksimal berdasarkan umur, namun
perlu diperhatikan adanya variabilitas yang besar dari denyut jantung maksimal
pada tiap individu. Indikasi absolute untuk menghentikan uji beban adalah
penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg dari tekanan darah awal
meskipun beban latihan naik jika diikuti tanda ischemia yang lain : angina
sedang sampai berat, kesadaran menurun, tanda-tanda penurunan perfusi seperti
sianosis.
Tindakan untuk angiografi koroner diagnostic secara langsung pada
penderita dengan nyeri dada yang diduga karena ischemia miokard, dapat
dilakukan jika ada kontra indikasi untuk test non invasive.
Untuk pemeriksaan Laboratorium Yang sering dilakukan adalah
pemeriksaan enzim; CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan meninggi
pada infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnya masih normal.
Pemeriksaan lipid darah seperti kadar kolesterol LDH dan LDL. Trigliserida
perlu dilakukan untuk menemukan faktor resiko seperti hyperlipidemia dan
pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk menemukan diabetes mellitus
yang juga merupakan factor resiko bagi pasien angina pectoris.

G. KOMPLIKASI
1. Stable Angina Pectoris
Kebutuhan metabolik otot jantung dan energi tak dapat dipenuhi karena
terdapat stenosis menetap arteri koroner yang disebabkan oleh proses
aterosklerosis. Keluhan nyeri dada timbul bila melakukan suatu pekerjaan.
sesuai dengan berat ringannya pencetus dibagi atas beberapa tingkatan :
1. Selalu timbul sesudah latihan berat.
2. Timbul sesudah latihan sedang (jalan cepat 1/2 km)
3. Timbul waktu latihan ringan (jalan 100 m)
4. Angina timbul jika gerak badan ringan (jalan biasa)
Diagnosa
1. Pemeriksaan EKG
2. Uji latihan fisik (Exercise stress testing dengan atau tanpa
pemeriksaan radionuclide)
3. Angiografi koroner.
Terapi
1. Menghilangkan faktor pemberat
2. Mengurangi faktor resiko
3. Sewaktu serangan dapat dipakai
- Penghambat Beta
- Antagonis kalsium
- Kombinasi
2. Unstable Angina Pectoris
Disebabkan : primer oleh kontraksi otot polos pembuluh koroner sehingga
mengakibatkan iskemia miokard. Patogenesis spasme tersebut hingga kini
belum diketahui, kemungkinan tonus alphaadrenergik yang berlebihan
(Histamin, Katekolamin, Prostagglandin). Selain dari spame pembuluh
koroner juga disebut peranan dari agregasi trombosit. Penderita ini
mengalami nyeri dada terutama waktu istirahat, sehingga terbangun pada
waktu menjelang subuh. Manifestasi paling sering dari spasme pembuluh
koroner ialah variant (prinzmental).
Elektrokardiografi tanpa serangan nyeri dada biasanya normal saja. Pada
waktu serangan didapati segmen ST elevasi. Jangan dilakukan uji latihan
fisik pada penderita ini oleh karena dapat mencetuskan aritmia yang
berbahaya. Dengan cara pemeriksaan teknik nuklir kita dapat melihat
adanya iskemia saja ataupun sudah terjadi infark.
Terapi
1. Inhibitor trombosit: Pasien angina yang tidak stabil efektif terhadap aspirin
selama fase akut maupun kronis
2. Antikoagulan: Heparin dapat mencegah miokard infark dan mengurangi
iskemia dan depresi ST segmen.
3. Anti trombotik: preparat yang paling banyak digunakan adalah aspirin
dimana dengan pemberian aspirin angka kematian dapat diturunkan sampai
25%. Disamping itu aspirin dapat juga mencegah re-infark
4. Nitrogliserin: hasilnya masih kontroversi akan tetapi dapat diberikan
intravena pada angina yang tidak stabil disepakati untuk mencegah
timbulnya angina
5. Beta blocker: Mengurangi kecepatan jantung, kontraksi miokard dan
kebutuhan oksigen oleh miokard. Efektif untuk mengurangi nyeri dada.
Sebaiknya diberikan intravenous dilanjutkan dengan beta blocker sampai
dengan denyut jantung 60 x/menit
6. Kalsium Antagonis: Efektif sebagai vasodilatasi. Dalam hal ini yang
banyak digunakan adalah diltiazim juga menyebabkan pengurangan denyut
jantung dan verampamil. Tidak mengurangi infark akan tetapi dapat
mengurangi serangan angina. Yang banyak digaunakan adalah nifedipine,
nikardipin yang biasa dikombinasikan dengan beta blocker.
7. Percutanous Transluminal coronary angioplasty (PTCA) atau coronary by
Pass Graff Surgery (CBGS)

3. Infark miokard acut (IMA)


Gambaran Klinis:
Kebanyakan pasien dengan infark miokard akut mencari pengobatan
karena rasa sakit didada. Namun demikian ,gambaran klinis bisa bervariasi
dari pasien yang datang untuk melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada
pasien yang merasa nyeri di substernal yang hebat dan secara cepat
berkembang menjadi syok dan edema pulmonal, dan ada pula pasien yang
baru saja tampak sehat lalu tiba-tiba meninggal.
Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti
angina,tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa
penekanan yang luar biasa pada dada atau perasaan akan datangnya
kematian. Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka
ia tahu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya
sedang berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark
miokard akut terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada
jam-jam awal dipagi hari. Nitrogliserin tidaklah mengurangkan rasa sakitnya
yang bisa kemudian menghilang berkurang dan bisa pula bertahan berjam-
jam malahan berhari-hari. Nausea dan vomitus merupakan penyerta rasa
sakit tsb dan bisa hebat, terlebih-lebih apabila diberikan morfin untuk rasa
sakitnya.
Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik,
mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia
menyebar kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah
atas (sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus
peptikum akut atau pancreatitis akut).
Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun bila
pasien-pasien ini ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan
adanya gangguan pencernaan atau rasa benjol didada yang samar-samar
yang hanya sedikit menimbulkan rasa tidak enak. Sekali-sekali pasien akan
mengalami rasa napas yang pendek (seperti orang yang kelelahan). Sekali-
sekali bisa pula terjadi cekukan/singultus akibat irritasi diapragma oleh
infark dinding inferior. pasien biasanya tetap sadar, tetapi bisa gelisah,
cemas atau bingung. Syncope adalah jarang, ketidaksadaran akibat iskemi
serebral, sebab cardiac output yang berkurang bisa sekali-sekali terjadi. Bila
pasien-pasien ditanyai secara cermat, mereka sering menyatakan bahwa
untuk masa yang bervariasi sebelum serangan dari hari 1 hingga 2 minggu)
,rasa sakit anginanya menjadi lebih parah serta tidak bereaksi baik tidak
terhadap pemberian nitrogliserin atau mereka mulai merasa distres/rasa tidak
enak substernal yang tersamar atau gangguan pencernaan (gejala -gejala
permulaan /ancaman /pertanda). Bila serangan-serangan angina menghebat
ini bisa merupakan petunjuk bahwa ada angina yang tidak stabil (unstable
angina) dan bahwasanya dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif.
Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu
dengan berkeringat , kulit yang dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari
syok tidak dijumpai. Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan
AV yang komplit atau inkomplit. Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien
mulai membaik, tetapi demam sering berkembang. Suhu meninggi untuk
beberapa hari, sampai 102 derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan
kemudian perlahan-lahan turun ,kembali normal pada akhir dari minggu
pertama.
Pengobatan:
Sasaran pengobatan IMA pertama adalah menghilangkan rasa sakit
dan cemas. Kedua mencegah dan mengobati sedini mungkin komplikasi (30-
40%) yang serius seperti payah jantung, aritmia, thrombo-embolisme,
pericarditis, ruptur m. papillaris, aneurisma ventrikel, infark ventrikel kanan,
iskemia berulang dan kematian mendadak. Untuk sakit diberikan sulfas
morphin 2,5-10 mg IV.
Pethidin kurang efektif dibandingkan Morphin dan dapat
menyebabkan sinus tachycardia. Obat ini banyak dipakai pada infark inferior
dengan sakit dada dan sinus bradycardia. Dosis 25-50 mg dapat diulang
sesudah 2-4 jam dengan perlahan-lahan .
Pada sakit dada dengan lMA terutama infark anterior dengan sinus
tachycardia dan tekanan darah sistolik di atas 100 - 100 mm Hg B-Blocker
dapat dipakai. Dosis kecil B-Blocker mulai dengan 1/2 - 5 mg IV. Dikatakan
bahwa pemberian B-Blocker dalam 5 jam pertama bila tidak ada kontra
indikasi dapat mengurangi luasnya infark. Nitrat baik sublingual maupun
transdermal dapat dipakai bila sakit dada pada hari-hari pertama.
Nifedipin, C-antagonist yang sering dipakai bila diduga penyebabnya
adalah spasme koroner, khusus angina sesudah hari ke-2 dan sebelum pulang.
Istirahat, pemberian 02, diet kalori rendah dan mudah dicernakan dan pasang
infus untuk siap gawat.
Pemberian anti koagulansia hanya pada penderita yang harus
dimobilisasi agak lama seperti gagal jantung, syok dan infark anterior yang
luas. Sekitar 60-70% dari infark tidak terdapat komplikasi dan dianjurkan
penanganan sesudah 2-3 minggu untuk uji latih jantung beban (ULJB) yang
dimodifikasikan.
Kalau normal untuk rehabilitasi biasa tetapi kalau abnormal agar
diperiksa arteriogram koroner untuk mengetahui tepat keadaan pembuluh
darah koronernya agar dapat ditentukan sikap yang optimal.
Pembatasan perluasan Infark:
Seperti telah diterangkan bahwa perfusi miokard dan kebutuhan
metabolik tidak boleh dirugikan oleh pengobatan. Keadaan yang mungkin
memperluas infark harus dicegah atau langsung diperbaiki seperti:
Tachykardia, Hipertensi , Hipotensi, Aritmia dan Hipoxemia.
Menghadapi keadaan tersebut diperlukan strategi pengobatan yaitu :
1. Upaya menurunkan kebutuhan 02 miokard dengan cara :
a. Beta Blocker
b. Menurunkan afterload penderita dengan hipertensi
c. Membantu sirkulasi dengan ABC
2. Mengurangi iskemia miokard dengan memperbaiki perfusi atau aliran
kolateral ditingkat kan sehingga persediaan 02 miokard meningkat. .
a. Pengobatan dengan thrombolitik streptokinase, Tissue
plasminogen activator (Actylase) .
b. Calcium antagonist
c. Peningkatan perfusi koroner dengan ABC
Streptokinase intra vena memberi thrombolyse dalam 50% para penderita
bila diberikan dalam waktu 6 jam sesudah timbul gejala infark. Dosis :
250.000 U dalam 10 Menit, diikuti dengan infus dengan dosis antara 850.000
sampai 1.700.000 U selama 1 jam. Sebaiknya diberikan Hydrocortison IV-l00
mg sebelum streptokinase diberikan. Heparin diberikan 2 jam sesudah
streptokinase infus berakhir.
Kontra indikasi:
1. Adanya diathese hemorrhagis
2. Adanya perdarahan internal baru
3. Perdarahan cerebral.
4. Trauma atau operasi yang baru
5. Hipertensi yang tidak terkontrol
6. Bacterial endocarditis
7. Acute pancreatitis.

4. Aritmia
Adalah suatu kelainan ireguler dari denyut jantung yang disebabkan oleh
pembentukan impuls yang abnormal dan kelainan konduksi impuls atau
keduanya. Depolarisasi terlambat disebabkan oleh meningginya kalsium
intrasel. Kalsium intoksikasi adalah salah satu contoh terjadinya depolarisasi
tipe ini.

5. Kematian Jantung Mendadak (Sudden Cardiac Death)


Didefinisikan sebagai kematian yang terjadi kurang dari 1 jam dari
kesadaran tanpa diketahui terlebih dahulu adanya penyakit jantung primer
atau tidak. Secara umum penyebab dari kematian jantung lebih dari 90%
disebabkan oleh koroner (VT dan VF 60%), infark akut (15%), iskemi akut
(10%), spasme koroner (2-5%)
Terapi
Tindakan darurat yang dilakukan pada pasien yang selamat dari jantung:
1. Langkah pertama, stabilisasi, resusitasi, nilai status neurologi, dan lakukan
ekstubasi
2. Langkah kedua, cari factor penyebab yang pada umumnya adalah infark
akut, hipokalemi, dan obat-obatan
3. Langkah ketiga, ketahui status jantung dengan tes exercise, ekokardiografi
4. Langkah ke empat, ketahui apakah terdapat VT/VF baik melalui holter
monitor maupun tes treadmill
5. Langkah kelima, lakukan salah satu terapi, implantable defibrillator, CABG
dengan atau tidak defibrillator, amiodaron atau mungkin juga pemberian
sotasol

H. PENATALAKSANAAN
Ada dua tujuan utama penatalaksanaan angina pectoris :
1. Mencegah terjadinya infark miokard dan nekrosis, dengan demikian
meningkatkan kuantitas hidup.
2. Mengurangi symptom dan frekwensi serta beratnya ischemia, dengan
demikian meningkatkan kualitas hidup.
Prinsip penatalaksanaan angina pectoris adalah: meningkatkan pemberian
oksigen (dengan meningkatkan aliran darah koroner) dan menurunkan
kebutuhan oksigen (dengan mengurangi kerja jantung).

1. Terapi Farmakologis untuk anti angina dan anti iskhemia


a. Penyekat Beta
Obat ini merupakan terapi utama pada angina. Penyekat beta dapat
menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan cara menurunkan
frekwensi denyut jantung, kontraktilitas, tekanan di arteri dan peregangan
pada dinding ventrikel kiri. Efek samping biasanya muncul bradikardi dan
timbul blok atrioventrikuler. Obat penyekat beta antara lain: atenolol,
metoprolol, propranolol, nadolol.
b. Nitrat dan Nitrit
Merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk
mengurangi symptom angina pectoris, disamping juga mempunyai efek
antitrombotik dan antiplatelet. Nitrat menurunkan kebutuhan oksigen
miokard melalui pengurangan preload sehingga terjadi pengurangan volume
ventrikel dan tekanan arterial. Salah satu masalah penggunaan nitrat jangka
panjang adalah terjadinya toleransi terhadap nitrat. Untuk mencegah
terjadinya toleransi dianjurkan memakai nitrat dengan periode bebas nitrat
yang cukup yaitu 8 – 12 jam. Obat golongan nitrat dan nitrit adalah : amil
nitrit, ISDN, isosorbid mononitrat, nitrogliserin.
c. Kalsium Antagonis
Obat ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium melalui
saluran kalsium, yang akan menyebabkan relaksasi otot polos pembuluh
darah sehingga terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah epikardial dan
sistemik. Kalsium antagonis juga menurunkan kebutuhan oksigen miokard
dengan cara menurunkan resistensi vaskuler sistemik. Golongan obat
kalsium antagonis adalah amlodipin, bepridil, diltiazem, felodipin, isradipin,
nikardipin, nifedipin, nimodipin, verapamil.
d. Terapi Farmakologis untuk mencegah Infark miokard akut
 Terapi antiplatelet, obatnya adalah aspirin diberikan pada penderita
PJK baik akut atau kronik, kecuali ada kontra indikasi, maka
penderita dapat diberikan ticlopidin atau clopidogrel.
 Terapi Antitrombolitik, obatnya adalah heparin dan warfarin.
Penggunaan antitrombolitik dosis rendah akan menurunkan resiko
terjadinya ischemia pada penderita dengan factor resiko .
 Terapi penurunan kolesterol, simvastatin akan menurunkan LDL
(low density lipoprotein) sehingga memperbaiki fungsi endotel pada
daerah atheroskelerosis maka aliran darah di arteria koronaria lebih
baik.
2. Revaskularisasi Miokard
Angina pectoris dapat menetap sampai bertahun-tahun dalam bentuk
serangan ringan yang stabil. Namun bila menjadi tidak stabil maka dianggap
serius, episode nyeri dada menjadi lebih sering dan berat, terjadi tanpa
penyebab yang jelas. Bila gejala tidak dapat dikontrol dengan terapi
farmakologis yang memadai, maka tindakan invasive seperti PTCA
(angioplasty coroner transluminal percutan) harus dipikirkan untuk
memperbaiki sirkulasi koronaria.
3. Terapi Non Farmakologis
Ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan
oksigen jantung antara lain : pasien harus berhenti merokok, karena
merokok mengakibatkan takikardia dan naiknya tekanan darah, sehingga
memaksa jantung bekerja keras. Orang obesitas dianjurkan menurunkan
berat badan untuk mengurangi kerja jantung. Mengurangi stress untuk
menurunkan kadar adrenalin yang dapat menimbulkan vasokontriksi
pembuluh darah. Pengontrolan gula darah. Penggunaan kontrasepsi dan
kepribadian seperti sangat kompetitif, agresif atau ambisius

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian Primer
Anamnese
Diagnosa angina pectoris terutama didapatkan dari anamnese mengenai
riwayat penyakit, karena diagnosa pada angina sering kali berdasarkan
adanya keluhan sakit dada yang mempunyai ciri khas sebagai berikut :
 Letak
Seringkali pasien merasakan adanya sakit dada di daerah sternum atau
di bawah sternum (substernal), atau dada sebelah kiri dan kadang-
kadang menjalar ke lengan kiri, ke punggung, rahang atau leher. Sakit
dada juga dapat timbul di tempat lain seperti di daerah epigartrium, gigi
dan bahu
 Kualitas sakit dada
Pada angina, sakit dada biasanya seperti tertekan benda berat (pressure
like), diperas (squeezing), terasa panas (burning), kadang-kadang hanya
perasaan tidak enak di dada (chest discomfort) karena pasien tidak dapat
menjelaskan sakit dada tersebut dengan baik, lebih-lebih bila
pendidikan pasien rendah.
 Hubungan dengan aktivitas
Sakit dada pada angina pektoris biasanya timbul pada waktu melakukan
aktivitas, misalnya sedang berjalan cepat, tergesa-gesa, atau sedang
menaiki tangga. Aktivitas ringan seperti mandi, menggosok gigi, makan
terlalu kenyang atau emosi juga dapat menimbulkan angina pektoris.
Sakit dada tersebut segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya.
Serangan angina pektoris dapat timbul pada waktu istirahat atau pada
waktu tidur malam.
 Lamanya serangan sakit dada
Serangan sakit dada biasanya berlangsung 1 sampai 5 menit, walaupun
perasaan tidak enak di dada masih dapat dirasakan setelah sakit dada
hilang. Bila sakit dada berlangsung lebih dari 20 menit, kemungkinan
pasien mendapat serangan infark miokard akut dan bukan disebabkan
angina pektoris biasa.

Pada pasien angina pektoris, dapat pula timbul keluhan lain seperti sesak
napas, perasaan lelah, kadang-kadang sakit dada disertai keringat dingin.
Dengan anamnese yang baik dan teliti sudah dapat disimpulkan mengenai
tinggi rendahnya kemungkinan penderita tersebut menderita angina
pectoris stabil atau kemungkinan suatu angina pectoris tidak stabil. Setelah
semua deskriptif nyeri dada tersebut didapat, pemeriksa membuat
kesimpulan dari gabungan berbagai komponen tersebut. Kesimpulan yang
didapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu angina yang tipikal,
angina yang atipikal atau nyeri dada bukan karena jantung.

Angina termasuk tipikal bila :


1. Rasa tidak enak atau nyeri dirasakan dibelakang sternum dengan
kualitas dan lamanya yang khas
2. Dipicu oleh aktivitas atau stress emosional
3. mereda bila istirahat atau diberi nitrogliserin.

Angina dikatakan atipikal bila hanya memenuhi 2 dari 3 kreteria diatas.


Nyeri dada dikatakan bukan berasal dari jantung bila tidak memenuhi atau
hanya memenuhi 1 dari tiga kreteria tersebut.
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
Airway
1) Lidah jatuh kebelakang
2) Benda asing/ darah pada rongga mulut
3) Adanya sekret
Breathing
1) Pasien sesak nafas dan cepat letih
2) Pernafasan Kusmaul
Circulation
1) TD meningkat
2) Nadi kuat
3) Disritmia
4) Adanya peningkatan JVP
5) Capillary refill > 2 detik
6) Akral dingin

Disability : pemeriksaan neurologis  GCS menurun


 A : Allert : Sadar penuh, respon bagus
 V : Voice Respon : Kesadaran menurun, berespon thd suara
 P : Pain Respons : Kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,
berespon thd rangsangan nyeri
 U : Unresponsive : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,
tdk bersespon thd nyeri
b. Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau
penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya normal pada penderita angina pectoris. Tetapi
pemeriksaan fisik yang dilakukan saat serangan angina dapat memberikan informasi
tambahan yang berguna. Adanya gallop, mur-mur regurgitasi mitral, split S2 atau
ronkhi basah basal yang kemudian menghilang bila nyerinya mereda dapat
menguatkan diagnosa PJK. Hal-hal lain yangn bisa didapat dari pemeriksaan fisik
adalah tanda-tanda adanya factor resiko, misalnya tekanan darah tinggi.

J. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Nyeri akut b.d. Iskemia miokardium
2. Penurunan curah jantung b.d. Gangguan kontraksi
3. Cemas b.d. Rasa takut akan kematian
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit b.d. Keterbatasan pengetahuan
penyakitnya, tindakan yang dilakukan, obat obatan yang diberikan,
komplikasi yang mungkin muncul dan perubahan gaya hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Jakarta : EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Finarga. 2010. Angina. Dimuat dalam http://finarga.blogspot.com/ (diakses pada 11
Maret 2012)
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Judith M. Wilkinson. 2005. Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC
Interventions and NOC Outcome. New Jersey : Horrisonburg.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT
Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/11/angina-pectoris./

Anda mungkin juga menyukai