L2) PADA An. M DI RUANG HCU RUMAH SAKIT dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Oleh :
Ronny Iswahyudi
A. DEFINISI
Leukemia berasal dari bahasa yunani leukos-putih dan haima-darah. Mula-mula
dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai darah putih. Leukemia adalah jenis kanker yang
mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan getah bening. Semua kanker bermula di sel, yang membuat darah
dan jaringan lainnya. Biasanya, sel-sel akan tumbuh dan membelah diri untuk membentuk sel-sel baru yang
dibutuhkan tubuh. Saat sel-sel semakin tua, sel-sel tersebut akan mati dan sel-sel baru akan
menggantikannya.Tapi, terkadang proses yang teratur ini berjalan menyimpang. Sel-sel baru
ini terbentuk meski tubuh tidak membutuhkannya, dan sel-sel lama tidak mati seperti
seharusnya. Kejanggalan ini disebut leukemia, di mana sumsum tulang menghasilkan sel-sel
darah putih abnormal yang akhirnya mendesak sel-sel lain. Sel abnormal ini keluar dari sumsum tulang dan
dapat ditemukan di dalam darah perifer/darah tepi.
Leukemia dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, penyakit neoplastik yang
beragam, atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan
jaringan limfoid dan diakhiri dengan kematian. Disamping itu leukimia merupakan penyakit
dengan proliferasi neoplastik dan diferensiasi sel induk hematopoetik yang secara maligna
melakukan transformasi yang menyebabkan penekanan dan penggantian unsur sum-sum yang
normal. Pada sebagian kasus sel neoplastik juga terdapat dalam jumlah yang semakin
meningkat didalam darah tepi. Beberapa pengertian menurut para ahli yaitu sbb:
Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).
Leukemia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-
sum tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002 :248).
Nama penyakit maligna yang dikarakteristikkan oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit
sirkulasi (Jan Tambayong, 2000)
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum
tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).
Leukemia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio patologis
sel hemopoietik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel
darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain.(Arief Mansjoer, dkk, 2002 :
495).
Penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang secara
maligna melakukan trasformasi, yang menyebabkan penekanan dan penggantian sum-sum yang normal
(Sylvia, 2005).
Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan poliferasi sel induk
hematopoietik yang mengalami transfusi dan ganas, menyebabkan supresi dan penggantian elemen
sumsum normal (Baldy, 2006)
Keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan differensiasi pada berbagai
tingkatan sel induk hematopoietik sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok sel ganas tersebut
dalam sumsum tulang kemudian sel leukemia beredar secara sistemik (I.M Bakta, 2007).
Leukemia adalah suatu keganasan organ pembuat darah sehingga sumsum tulang
didominasi oleh klon maligna limfositik dan terjadi penyebaran sel-sel ganas tersebut ke
darah dan semua organ tubuh (Bambang, 2008).
Kanker yang terjadi akibat diferensiasi dan leukosit yang berlebihan (Sayuh Tamher.
2008).
Keganasan hematologis akibat proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada
berbagai tingkatan sel induk hematopoietik (Muttagin, 2009).
Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis sel darah normal dan imunitas penderita. (Yayan, 2010)
Sekelompok anak sel yang abnormal yang menghambat semua sel darah lain di sumsum tulang untuk
berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sum-sum tulang (Corwin, 2009).
Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih
dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi
di hati,limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus
gastrointesinal, ginjal dan kulit. Leukemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
proliferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat
pembentuk darah sehingga mempengaruhi hematopoesis sel darah normal dan imunitas
penderita.
B. ETIOLOGI
Walaupun penyebab dasar leukemia yang pasti belum diketahui dan dijelaskan secara
keseluruhan, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia,
yaitu:
1. Genetik
Adanya penyimpangan kromosom insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan
kongenital, diantaranya pada sindroma Down 20x lebih besar dari orang normal, sindroma
Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis vanCreveld, sindroma
Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis
(Wiernik, 1985; Wilson, 1991). Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya
perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang
tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
a) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana
kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga
pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi (Wiernik,1985).
b) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom
dapatan, misal: radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan
insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL (Wiernik, 1985; Wilson, 1991) .‡
2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan
leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA
dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal
dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada
hewan (Wiernik, 1985). Enzim tersebut dapat menyebabkan virus yang bersangkutan dapat membentuk
bahan genetik yang kemudian bergabung dengan genom yang terifeksi. Virus sebagai penyebab leukemia,
yaitu enzime Reverse Transcriptase yang ditemukan dalam darah manusia. Virus lain yang dapat
menyebabkan leukemia seperti Retovirus tipe C, virus leukemia feline, HTLV-1 pada dewasa.
Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell
Leukemia. Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T-Cell Leukemia . Virus ini ditemukan
oleh Takatsuki dkk ( Kumala, 1990).
3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
Paparan kronis dari bahan kimia (misal:benzen) dihubungkan dengan peningkatan
insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. (Wiernik,1985;
Wilson, 1991) Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain :
produk ± produk minyak, cat, ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik ( Fauci, et. al,
1998 ) .
4. Leukemogenik
Zat-zat kimia yang mempengaruhi frekuensi leukemia:
Racun lingkungan seperti benzene.
Bahan kimia industri seperti insektisida.
Obat-obatan untuk kemoterapi.
5. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol,
fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun
menjadi AML ( Fauci, et. al, 1998 ).‡
6. Radiasi
Radiasi dapat meningkatkan frekuensi Leukemia Mielostik Akut (LMA), namun tidak
berhubungan dengan Leukemia Limfositik Kronis (LLK). Peningkatan resiko leukemia
ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal: pembesaran thymic, para pekerja
yang terekspos radiasi dan para radiologis. Data-data pendukung radiasi sebagai penyebab
leukemia :
Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia
Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia
Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian Bom Atom Hirosima dan Nagasaki
7. Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan
leukemia pada binatang maupun pada manusia. Dibuktikan bahwa penderita yang diobati
dengan sinar radioaktif akan menderita leukemia pada 6% klien, dan baru terjadi sesudah 5
tahun.
8. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut Secondary
Acute Leukemia (SAL) atau treatment related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit
Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara . Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang
digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan
kerusakan DNA . Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih. Penyebab dari
sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui. Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan
bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan pemakaian obat anti kanker, meningkatkan
resiko terjadinya leukemia. Orang yang memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya
sindroma Down dansindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.
9. Faktor Infeksi
Banyak ahli yang menduga bahwa faktor infeksi oleh suatu bahan yang menyebabkan
reaksi sangat berperan dalam etiologi leukemia (Imam Supandiman. 1997; Sylvia
Anderson Price. 1995).
C. FAKTOR RESIKO
1. Usia
Usia seseorang akan berpengaruh terhadap imunitas seseorang. Semakin bertambah
usianya maka akan semakin berkurang imunitas tubuhnya yang akan berpengaruh terhadap
proliferasi sel abnormal ganas yang akan menyerang tubuh.
2. Lingkungan
Faktor lingkungan berpengaruh terhadap keparahan leukemia. Masyarakat yang
dekat/tinggal di area industri dapat terkena racun lingkungan seperti benzena dan insektisida
yang memperburuk kondisi pasien. Orang-orang dengan paparan zat kimia (misal:benzene,
Arsen, pestisida, kloram fenikol, fenil Butazon, dan agen neoplastik) akan berisiko lebih
tinggi untuk terjangkit leukemia. Kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia
(Sylvia Anderson Price. 1995). Paparan pada tingkat-tingkat yang tinggi dari benzene pada
tempat kerja dapat menyebabkan leukemia. Benzene digunakan secara luas di industri kimia
begitu juga dengan Formaldehyde yang beresiko leukemia lebih besar.
3. Genetik
Suatu studi Genetika Hematologi menemukan bahwa anak-anak yang lahir dari beberapa
pasangan yang telah dijadikan sample penelitian terbukti bahwa anak-anak tersebut menderita
leukemia karena membawa faktor genetik dari orang tuanya. Kelaman kongenital dengan
aneuloidi, misalnya Agranulositosis congenital, sindrom Ellis Van Greveld, penyakit seliak,
sindrom Bloom, anemia fanconi, sindrom klenefelter, dan sindrom trisomi D. Menyebabkan
meningkatnya insiden leukemia limfoma. Beberapa penyakit-penyakit yang disebabkan oleh
kromosom-kromosom abnormal mungkin meningkatkan resiko leukemia.
Jarang ditemukan leukemia familial, tetapi terdapat insiden leukemia lebih tinggi dari
saudara kandung anak-anak yang terserang, dengan insiden yang meningkat sampai 20% pada
kembar monozigot/identik (Sylvia Anderson Price. 1995).
4. Gaya Hidup
Gaya hidup berhubungan dengan aktivitas pasien sehari-hari. Orang yang terlalu sibuk
dengan kegiatannya tanpa memperhatikan waktu istirahatnya serta PHBS juga dapat
membuatnya terkena Leukemia.
5. Asupan Nutrisi
Asupan nutrisi sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam tubuh karena
nutrisi ini juga akan mempengaruhi fungsi organ tubuh untuk bekerja secara normal, terutama
agar tidak terjadi hematopoiesis abnormal. Asupan nutrisi yang kurang baik, seperti sering
mengkonsumsi bahan yang berpengawet dalam jangka lama bisa menyebabkan leukemia.
6. Riwayat Penyakit
Misalnya selain mengalami Leukemia, pasien juga mengalami anemia dan pneumonia
yang berkaitan dengan ikatan oksidasi hemoglobin, apabila tidak mencapai standar normal
yang dibutuhkan tubuh maka akan terjadi hematopoiesis abnormal.
7. Radiasi Ionik
Orang-orang yang selamat dari ledakan bom atom akan berisiko relative keseluruhan
untuk berkembang menjadi leukemia akut.
8. Efek pengobatan
Seseorang dengan radioterapi dan kemoterapi bias meningkatkan resiko terjangkit
leukemia. Setiap keadaan sumsum tulang hipopastik, kelihatannya merupakan predisposisi
terhadap leukemia.
9. Faktor penyakit yang didapat
Penyakit yang didapat dengan resiko terkena leukemia mencakup mielofibrosis,
polisitemia vera, dan anemia refraktori sideroblastik. Mieloma multipel dan penyakit Hodgkin
juga menunjukkan peningkatan resiko terhadap terjadinya penyakit ini (Tambayong, 2000).
10. Infeksi virus
Pada awal 1980, di isolasi virus HTLV-1 dan leukemia sel T manusia pada limfosit
seorang penderita limfoma kulit dan sejak itu diisolasi dan sempel serum penderita leukemia
sel T (Sylvia Anderson Price. 1995).
D. KLASIFIKASI
Berdasarkan klasifikasi French American British (FAB), leukemia akut terbagi
menjadi 2 (dua), Acute Limphocytic Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous Leukemia (AML).
Sedangkan Leukemia Kronis juga dibagi menjadi 2 yaitu Leukemia Mielogenus Kronis
(CML)dan Leukemia Limfositik Kronis (CLL).
1. Klasifikasi secara khususnya:
a. Leukemia Akut (Mansjoer, 2001)
Leukemia akut merupakan proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering
disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal. Jumlahnya berlebihan, serta dapat
menyebabkan anemia, trombositopenia dan diakhiri dengan kematian. (Haribowo,
2008).
Leukemia akut dihubungkan dengan awitan (onset) cepat, jumlah leukosit tidak
matang berlebihan, dengan cepat menjadi anemia, trombositopenia berat, demam
tinggi, lesi infektif pada mulut dan tenggorok, perdarahan dalam area vital, akumulasi
leukosit dalam organ vital dan infeksi berat. (Tambayong, 2000).
Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat,
mematikan dan memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka penderita dapat
meninggal.
Leukemia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe sel asal.
Menurut maturasinya menjadi akut dan kronis, sedang tipe sel asal dibedakan
berdasarkan mielositik dan limfositik.
a) Luekemia Limfositik Akut (ALL)
Dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak
(75-80%), laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia
4tahun, setelah usia 15 ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur
berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu
perkembangan sel normal. Leukemia yang mengenai stem sel hematopoietik yang
kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid: monosit, granulosit (Basofil, Neutrofil,
dan Eusinofil), eritrosit dan trombosit. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang
terutama telah berumur 65 tahun/lebih.
Keganasan klonal dari sel-sel perkusor limfoit. Lebih dari 80% kasus, sel-sel
ganas berasal dari limfoit B dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia jenis
ini adalah leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak. Lebih sering terjadi
pada anak laki-laki (Handayani, 2008).
Gejala klinisnya : gejala tersering yang dapat terjadi adalah rasa lelah, panas tanpa infeksi purpura,
nyeri tulang dan sendi, penurunan berat badan, serta sering ditemukan suatu massa abnormal. Pada
pemeriksaan fisik didapat splenomegali, hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan pada tulang dada,
ekimosis, dan perdarahan retina.
E. MANIFESTASI KLINIS
Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur/akumulasi sel darah putih dalam
sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga proliferasi di hati, limfa,
dan nodus limfatikus, serta invasi organ nonhematologis, seperti meningitis, traktus
gastrointestinal, ginjal dan kulit.
1. Leukemia Akut (National Cancer Institute , 2008)
Limfosit imatur berproliferasi di sumsum tulang & jaringan perifer, serta terakumulasi
elisana. Hal diatas mengakibatkan adanya gangguan pada perkembangan sel normal.
Leukemia akut juga memperlihatkan gejala klinis yang mencolok. Gejala leukemia
akut dapat digolongkan menjadi 3 besar, yaitu:
a) Gejala kegagalan sumsum tulang:
Anemia menimbulkan gejala pucat, lemah, letargi(kesadaran menurun), pusing,
sesak, nyeri dada.
Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam, infeksi rongga
mulut, tenggorok, kulit, saluran nafas, dan sepsis sampai syok septik. Pasien
sering menunjukkan gejala infeksi/perdarahan/keduanya pada waktu diagnosis.
Trombositopenia menimbulkan easy bruisisng, perdarahan mukosa, seperti
perdarahan gusi, epistaksis, ekimusis, (perdarahan dalam kulit), serta
perdarahan saluran cerna dan sistem saluran kandung kemih.
Anoreksia adalah tidak adanya/hilangnya selera makan.
Pasien dengan jumlah sel darah putih meningkat secara nyata dalam sirkulasi
(jumlahnya melebihi 200.000/mm³) dapat menunjukkan gejala hiperviskositas.
Gejala ini mencakup nyeri kepala, perubahan penglihatan, kebingungan dan
dispenia yang memerlukan leukoforensis segera (pembuangan leukosit melalui
pemisah sel).
d) Perdarahan kulit :
Atraumatic ecchymosis: Bercak perdarahan yang kecil pada kulit/membran
mukosa, lebih besar dari petekia, yang membentuk bercak biru/ungu yang
bundar/tidak teratur serta tanpa elevasi.
Petechiae
Purpura: Perdarahan kecil didalam kulit, membrane mukosa/ permukaan
serosa.
e) Perdarahan gusi
Hepatomegali : pembesaran Hati
Splenomegali : pembesaran Limpa
Limfadenopati : ppnyakit Kelenjar Limfe
Massa di Medias tinum : sering pada LLA sel T
Leukemia sistem saraf pusat : nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi
intrakranial), perubahan pada status mental, kelumpuhan saraf otak terutama
saraf VI % VII, kelainan neurologik fokai.
Keterlibatan organ lain: teksis, retina, kulit, pleura, pericardium, tonsil.
(Kumala. 1998)
ALL merupakan hasil dari injuri genetik pada DNA sel di sumsum tulang. penyakit
ini biasanya berhubungan dengan akut limfoblastik leukemia karena sel leukemia
berpindah ke sumsum tulang yang normal. Sebagian besar pasien kehilangan berat
badan. Mereka biasanya merasa sulit bernafas selama aktifitas fisik. Mereka
Nampak pucat karena anemia. ini kemungkinan merupakan tanda dari rendahnya
jumlah trombosit. Hal ini disertai tanda kebiruan dan hitam yang terjadi tanpa
alasan yang terbukti atau karena injuri minor. Bintik-bintik merah dibawah kulit
disebut petekie atau perdarahan yang diperpanjang dari minor cots.
Ketidaknyamanan pada tulang dan sendi mungkin terjadi. Demam juga umum
terjadi. Selain itu, leukemia limfoblas mungkin berkumpul di limfa sehingga
terjadi pembengkakan. Sel leukemia dapat tersimpan dalam otak atau spinalcord
dan menyebabkan sakit kepala atau vomiting.
F. PATOFISIOLOGI
Penyakit leukemia ditandai oleh adanya proliferasi tak terkendali dari satu atau
beberapa jenis sel darah. Hal ini terjadi karena adanya perubahan pada kromosom sel induk
sistem hemopoetik. Sel sistem hemopoetik adalah sel yang terus menerus berproliferasi,
karena itu sel ini lebih potensial untuk bcrtransformasi menjadi sel ganas dan lebih peka
terhadap obat toksik seperti sitostatika dan radiasi. Penelitian morfologik menunjukkan bahwa
pada Leukemia Limfositik Akut (LLA) terjadi hambatan diferensiasi dan sel limfoblas yang
neoplastik memperlihatkan waktu generasi yang memanjang, bukan memendek. Oleh karena
itu, akumulasi sel blas terjadi akibat ekspansi klonal dan kegagalan pematangan progeni
menjadi sel matur fungsional. Akibat penumpukan sel blas di sumsum tulang, sel bakal
hemopoetik mengalami tekanan.
Kelainan paling mendasar dalam proses terjadinya keganasan adalah kelainan genetik
sel. Proses transformasi menjadi sel ganas dimulai saat DNA gen suatu sel mengalami
perubahan. Akibat proliferasi sel yang tidak terkendali ini tcrjadi kenaikan kadar satu atau
beberapa jenis sel darah dan penghambatan pembentukan sel darah lainnya dengan akibat
terjadinya anemia, trombositopenia dan granulositopenia.
Perubahan kromosom yang terjadi merupakan tahap awal onkogenesis dan prosesnya
sangat kompleks, melibatkan faktor intrinsik (host) dan ekstrinsik (lingkungan).
Sel masenkim stem cell
Proliferasi SDP
imatur
Resiko infeksi
Produksi SDM Trombositopenia
Infiltrasi
teganggu
Pembekuan
Anemia terganggu
Hati Tulang SSP Limpa
Ketidaknyama Intoleransi
nan pd perut Aktivitas
Mual
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Farmakologis
Ada banyak cara penanganan yang dapat dilakukan pada penderita leukemia dan setiap
penanganan mempunyai keunggulan masing-masing. Tujuan pengobatan pasien leukemia
adalah meneapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemia. Untuk itu,
penderita leukemia harus menjalani kemoterapi dan harus dirawat di rumah sakit.Sebelum
sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan transfusi sel darah
merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik
untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan
dosisnya diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Secara umum penanganan pada
penderita leukemia sebagai berikut:
1. Kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini
menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis
leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau
lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
Melalui mulut
Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah (atau intravena)
Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam
pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas - Perawat akan
menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang
berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera
pada pembuluh darah/kulit.
Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal - jika ahli patologi
menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan
sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal.
Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal.
Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau
diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang
belakang.
Terapi
Umumnya pengobatan ditujukan terhadap penegahan kambuh dan mendapatkan masa
remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut , pada prinsipnya dipakai pola
dasar pengobatan sebagai berikut :
1. Induksi.Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberianberbagi obat
tersebut diatas, baik secara sistematik maupun intratekal sampai sel blas dalam
sumsum tulang kurang dari 5%.
2. Konsolidasi. Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri.
3. Rumat (maintenance). Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu
masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian titostatika separuh
dosis biasa.
4. Reinduksi. Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap
3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat. Untuk hal ini diberikan MTX
intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial
sebanyak 2.400-2.500 rad. Untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia
serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
6. Pengobatan imunotologik. Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang
sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
Imunoterapi
Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan
yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae
bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan
tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah
diradiasi. Dengancara ini diharapakan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel
leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita
leukemia dapat embuh sempurna.BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada
reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing-masing 0,2
ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini,
obat-obat rumit diteruskan.
Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui
suntikan di dalam pembuluh darah balik (vena).
Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan
adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini
memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan
sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang
digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-
sel leukemia.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan penunjang pada Leukemia secara umum :
Tes darah – laboratorium akan memeriksa jumlah sel – sel darah. Leukimia
menyebabkan jumlah sel–sel darah putih meningkat sangat tinggi, dan jumlah
trombosit dan hemoglobin dalam sel–sel darah merah menurun. Pemeriksaan
laboratorium juga akan meneliti darah untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda
kelainan pada hati atau ginjal.
Digunakan untuk mengetahui kadar Hb-Eritrosit, leukosit dan trombosit.
- Hb rendah < 10 g/100 ml
(N: dewasa: Pria 13,5-18 g/dl, wanita 12-16 g/dl; anak: 6 bln-1 th 10-15 g/dl, 5-14
th 11-16 g/dl)
- Trombositopenia < 50.000/mm
- Leukosit meningkat dapat lebih dari 200.000/mm3, normal atau menurun, kurang
dari 1000/mm³
Apusan Darah Tepi
Digunakan untuk mengetahui morfologi sel darah berupa bentuk, ukuran, maupun
warna sel-sel darah, yang dapat menunjukkan kelainan hematologi.
Sumsum Tulang
Merupakan tes diagnostik yang sangat penting untuk mendiagnostik dan menetapkan
sel maligna. Adanya hiperseluler, sel sumsum tulang diganti sel leukosit.
Perbedaan pada pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang
Test LMA LLA LMK LLK
Darah -sel darah putih -sel darah putih -sel darah putih -meningkatkan
Tepi
normal meningkat disertai meningkat limfosit dewasa
kurang/meningkat limfositosis terutama yang kecil
-hitung sel darah -trombositopenia
bisa disertai granulosit
-anemia
putih dapat -trombositopenia
mieloblas
-anemia
-trombositopenia normal/berkurang
-anemia -trombositopenia
-anemia
Sum Hiperseluler 50% Hiperseluler Jiperseluler 2% 30% limfosit
sum Mieloblas
disertai infiltrasi blas megakariosit
tulang
limfoblas
Biopsi – dokter akan mengangkat sumsum tulang dari tulang pinggul atau tulang besar
lainnya. Ahli patologi kemudian akan memeriksa sampel di bawah mikroskop, untuk
mencari sel – sel kanker. Cara ini disebut biopsi, yang merupakan cara terbaik untuk
mengetahui pakah ada sel – sel leukemia di dalam sumsum tulang.
Sitogenetik – Laboratorium akan memeriksa kromosom sel dari sampel darah tepi,
sumsum tulang atau kelenjar getah bening.
Processus Spinosus – dengan meggunakan jarum yang panjang dan tipis, dokter
perlahan – lahan akan mengambil cairan cerebrospinal (cairan yang mengisi ruang di
sekitar otak dan sumsum tulang belakang). Prosedur ini berlangsung sekitar 30 menit
dan dilakukan dengan anastesi local. Pasien harus berbaring selama beberapa jam
setelahnya, agar tidak pusing. Laboratorium akan memeriksa cairan apakah ada sel –
sel Leukimia atau tanda – tanda penyakit lainnya.
Sinar X pada dada – sinar X ini dapat mengetahui tanda–tanda penyakit di dada.
Tranfusi dan Kemoterapi Leukimia
o Definisi, jenis, peran perawat: pra, intra, post, komponen darah, efek samping, dan
cara mengatasi
o Kemoterapi: efek samping, peran perawat dalam cara mengatasi
Mual Muntah
Terdapat dua cara untuk mengatasi efek samping ini. Yaitu secara farmako dan non
farmako
Farmako
Obat paling efektif untuk mual muntah adalah antagonis reseptor serotonin
(SRA). Karena agen kemoterapi menginisiasi aktivitas reseptor serotonin dalam
menimbulkan mual dan muntah. SRA yang sering digunakan yaitu ondansetron
(Zofran), granisetron (Kytril) dan dolasetron (Anzemet).
Pengkombinasian:
Dexamethasone dan Prochlorperazine direkomendasikan untuk agen
kemoterapi yang mempunyai potensi emetik ringan hingga sedang.
Dexamethasone dan metoclorpramide meski kurang efektif juga dapat
menjadi pilihan
Dexamethasone merupakan obat pilihan untuk mual muntah lambat.
Pemberiannya dilakukan bersamaan dengan SRA sebelum kemoterapi.
Non Farmako
Makan makanan yang kering.
Porsi makanan kecil dengan frekuensi 6-8 kali/hari, diantaranya 3 kali makan
besar.
Hindari makanan yang berbau merangsang.
Hindari makanan yang berlemak tinggi karena akan merangsang rasa mual.
Makan dan minum perlahan-lahan.
Hindari makanan dan minuman terlalu manis.
Batasi cairan pada saat makan.
Tidk tiduran setelah makan lebih kurang 1 jam setelah makan.
Apabila muntah, minumlah banyak air untuk menghindari trjadinya
dehidrasi.
c. Efek Samping
Reaksi transfusi cepat reaksi hemolitik kuat, reaksi demam dan alergi,
hipervolemia, edema paru non kardiogenik, hemolisis non imun serta sepsis
bakterial.
Reaksi transfusi lambat reaksi hemolitik lambat, penyakit infeksi (Hepatitis B, C,
HIV, Malaria, toksoplasmosis).
2. Intra Transfusi.
Cuci tangan dan kenakan sarung tangan.
Buka set pemberian darah.
Tusukkan kantong IV normal salin 0,9%.
Ketika unit ini selesai, pertahankan kepatenan vena dengan menginfuskan normal
salin.
Buka klem pengatur bawah dan biarkan selang infus terisi salin.
Tutup klem pengatur bawah setelah selang terisi salin.
Balik kantong darah 1-2 kali dengan perlahan untuk mendistribusikan sel secara
seksama, tusuk wadah darah, buka klem pada selang masuk dan selang bawah,
kemudian isi selang secara seksama dengan mengisi filter dengan darah.
Sambungan selang transfusi darah ke kateter IV dengan mempertahankan
sterilitas. Buka klem bawah.
Pantau TTV klien.
Atur infus sesuai pesanan dokter (PRC biasanya diberikan 1,5-2 jam, WBC
diberikan 1-3 jam).
Setelah darah diinfuskan, bersihkan selang dengan normal salin 0,9%.
Buang semua bahan dengan tepat. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
3. Post Transfusi.
Catat golongan dan jumlah komponen darah yang diberikan serta respon klien
terhadap terapi darah.
Laporkan jika terjadi komplikasi.
Beri pendidikan klien cara merawat.
e. Cara Mengatasi.
Bila pemberian transfusi darah menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan, maka
dapat dilakukan upaya alternatif farmakologis pemberian transfusi, dg. pemberian:
1. Eritropoetin (epoetin alfa) merupakan penanganan alternative yang efektif pada
klien anemia kronis akibat penyakit nginjal kronis. Efek utama obat ini adalah
merangsang eritropoesis. Obat ini dapat diberikan secara intravena/subkutan.
2. DDAVP merupakan bentuk sintetis vasopcesn L-arginin, yaitu suatu anti diuretik
yang dihasilkan secara alamiah oleh tubuh. Obat ini efektif untuk menangani
kelainan perdarahan sehubungan dengan disfungsi trombosit/trombositopenia.
Obat ini hanya dipakai pada klien dengan hemofilia A, penyakit Van Wellbrand,
serta gagal ginjal akut-kronis. Obat ini diberikan secara IV, SC dan intranasal.
ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian pada leukemia meliputi :
a.Riwayat penyakit
b.Kaji adanya tanda-tanda anemia :
1).Pucat
2).Kelemahan
3).Sesak
4).Nafas cepat
c.Kaji adanya tanda-tanda leucopenia
1).Demam
2).Infeksi
d.Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
1).Ptechiae
2).Purpura
3).Perdarahan membran mukosa
e.Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
1).Limfadenopati
2).Hepatomegali
3).Splenomegali
f.Kaji adanya pembesaran testis
g.Kaji adanya :
1).Hematuria
2).Hipertensi
3).Gagal ginjal
4).Inflamasi disekitar rektal
5).Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 178)
2) Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan dan kekurangan
volume cairan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam kebutuhan cairan terpenuhi
dengan kriteria hasil klien :
-Klien menunjukkan volume cairan adekuat dibuktikan dengan TTV stabil dan haluaran urine
(berat jens dan pH dalam batas normal)
Intervensi :
a) Awasi intake dan output cairan
Rasional: Mengukur keadekuatan penggantian cairan sesuai fungsi ginjal
b) Timbang BB tap hari
Rasional: Perubahan dapat menunjukkan efek hipolevemia (perdarahan/ dehidrasi)
c)Awasi TD dan frekuensi jantung
Rasional: Mempengaruhi pemasukan, kebutuhan cairandan rute penggantian
d) Perhatikan adanya mual, demam
Rasional: Dapat meningkatkan pemasukan dengan menurunkan mual
e) Dorong cairan sampai 3-4 L/ hari bia masukan oral dimulai
Rasional: Mempertahankan keseimbangan cairan/ elektrolit pada tak adanya pemasukan
melalui oral ; menurunkan resiko komplikasi ginjal
f)Kolaborasi pemberian cairan IV sesuai indikasi
Rasional: Meningkatkan aliran urin, mencegah pencetus asam urat dan menungkatkan
pembersihan obat antineoplastik