PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker serviks merupakan suatu neoplasma ganas primer pada organ serviks uteri.
Sampai saat ini, kanker serviks masih merupakan penyebab kematian terbanyak akibat
penyakit kanker di negara berkembang. Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia
menempati urutan kedua setelah kanker payudara (Samadi, 2011). Di Indonesia diperkirakan
ditemukan 40.000 kasus baru kanker serviks setiap tahun. Menurut data kanker berbasis
patologi di 13 pusat laboratorium patologi, kanker serviks merupakan penyakit kanker yang
memiliki jumlah penderita terbanyak di Indonesia, yaitu kurang lebih 36%. Berdasarkan
estimasi jumlah penderita kanker serviks, Provinsi Jawa Tengah menempati urutan kedua
setelah Jawa Timur, yaitu sebanyak 19.734 penderita (Nurjanah et al., 2016).
Penyebab utama dari kanker serviks adalah infeksi HPV (Human Papilloma Virus) yang
terdeteksi pada 99,7% kanker serviks. Proses terjadinya karsinoma serviks sangat erat
hubungannya dengan proses metaplasia pada sel-sel epitel serviks. Sel kanker berperan
dalam mengeluarkan sitokin yang dapat menyebabkan anoreksia hingga malnutrisi. Penderita
kanker sering mengalami malnutrisi dengan karakteristik kehilangan berat badan (BB) secara
progresif (Ludwig et al., 2015). Malnutrisi yang berkaitan dengan kanker memiliki beberapa
konsekuensi, diantaranya meningkatkan risiko komplikasi, penurunan respon dan toleransi
terhadap pengobatan, penurunan kualitas hidup, dan peningkatan biaya pengobatan. Risiko
malnutrisi juga dipengaruhi tipe tumor, stadium, dan terapi antikanker yang diberikan.
Prevalensi malnutrisi pada pasien kanker berkisar antara 31-87% (Ibeanu, 2011). Kadar Hb
yang rendah atau biasa disebut dengan anemia secara signifikan berhubungan dengan
parameter malnutrisi. Kadar Hb dipengaruhi oleh inflamasi, stadium kanker, terapi
antikanker, penyakit kronis, perdarahan, koreksi Hb, asupan makanan, kebiasaan merokok,
usia, dan jenis kelamin. Anemia pada pasien kanker dapat terjadi baik sebelum maupun
setelah mendapat terapi antikanker (Nurjanah et al., 2016).
CA CERVIX
1. Definisi
Kanker serviks merupakan kanker primer serviks yang tumbuh dan berkembang
pada serviks atau mulut rahim, khususnya berasal dari lapisan epitel atau lapisan
terluar permukaan serviks. Perjalanan penyakit kanker serviks melalui dimulai dari
proses karsinogenesis awal hingga terjadinya perubahan morfologi dan tumbuh
menjadi kanker invasive (Samadi, 2015)
2. Epidemiologi
Kanker serviks merupakan kanker yang menduduki urutan pertama dari kejadian
kanker pada wanita di negara berkembang. Di negara maju, angka kejadian dan angka
kematian kanker serviks telah menurun karena suksesnya program deteksi dini. Akan
tetapi, kanker ini masih menempati posisi kedua terbanyak di seluruh dunia untuk
keganasan pada wanita (setelah kanker payudara) dan diperkirakan diderita oleh
500.000 wanita tiap tahunnya dengan angka kematian 27.000 orang (Samadi, 2015).
Apabila terdeteksi pada stadium awal, kanker serviks merupakan kanker yang
paling berhasil diterapi dengan 5 years survival rate sebesar 92% untuk kanker lokal.
Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status
sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana, dan
prasarana, jenis histopatologi, dan derajat pendidikan ikut serta dalam menentukan
prognosis dari penderita (Samadi, 2015)
3. Etiologi
Hampir seluruh kanker serviks (99,7%) disebabkan oleh infeksi HPV. Virus ini
bersifat spesifik dan hanya tumbuh di dalam sel manusia, terutama pada sel-sel
lapisan permukaan serviks (Samadi, 2015). HPV merupakan virus deoxyribose
nucleic acid (DNA) dengan diameter kurang lebih 55 nm, genomnya terbentuk oleh
dua rantai (double stranded) DNA yang terdiri dari kurang lebih 8000 pasang basa.
Ukuran HPV sangat kecil, virus ini bisa menular melalui mikro lesi atau sel abnormal
di vagina (Ibeano, 2011).
Human papilloma virus dibagi menurut risikonya dalam menimbulkan kanker
serviks, yaitu risiko tinggi dan risiko rendah, yang tergolong risiko rendah yaitu tipe
6,11, 42, 43, 44, 54, 61, 72, 81 disebut tipe non-onkogen. Jika terinfeksi, hanya
menimbulkan lesi jinak, misalnya kutil dan jengger ayam, sedangkan untuk risiko
tinggi yaitu tipe 16, 18, 31, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 82 disebut tipe
onkogenik. Jika terinfeksi dan tidak diketahui ataupun tidak diobati, bisa menjadi
kanker. Virus tipe ini ditemukan pada hampir semua kasus kanker serviks (99%)
(Ibeano, 2011).
4. Faktor Risiko
Faktor risiko dibagi menjadi dua yaitu faktor risiko yang telah dibuktikan dapat
menyebabkan kanker serviks dan faktor risiko yang masih diperkirakan. Faktor risiko
yang telah dibuktikan diantaranya hubungan seksual. Beberapa bukti menunjukkan
adanya keterkaitan antara riwayat hubungan seksual dan risiko terkena penyakit ini.
Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita dengan pasangan seksual yang banyak dan
wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda akan meningkatkan risiko
terkena kanker serviks. Sel kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasia selama
usia dewasa, maka wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan
berisiko terkena kanker serviks lima kali lipat (Rasjidi, 2009)
Karakteristik pasangan juga termasuk faktor risiko, dimana studi kasus kontrol
menunjukkan bahwa pasien dengan kanker serviks lebih sering berhubungan seks
dengan pasangan pria yang sebelumnya telah memiliki pasangan seksual yang
berganti-ganti. Sedangkan untuk riwayat ginekologis, telah dibuktikan bahwa hamil
di usia muda dan jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yang tidak tepat dapat
meningkatkan risiko (Samadi, 2011).
Penggunaan obat yang merupakan faktor risiko adalah Dietilstilbestrol (DES) dan
telah terbukti ada keterkaitan antara clear cell adenocarcinoma serviks dengan
paparan DES. Agen infeksius yang juga merupakan faktor risiko adalah HPV, herpes
simpleks virus (HSV), serta infeksi bakteri (Samadi, 2011).
Merokok juga merupakan penyebab kanker serviks dan hubungan antara merokok
dengan kanker sel skuamosa pada serviks telah terbukti dari berbagai penelitian.
Mekanisme kerjanya dapat langsung (aktivitas mutasi mukus serviks telah
ditunjukkan pada perokok) atau melalui efek imunosupresif dari rokok (Cunningham,
2016).
Faktor risiko yang masih diperkirakan yaitu kontrasepsi hormonal. Lamanya
penggunaan kontrasepsi hormonal akan meningkatkan risiko menderita kanker
serviks, kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan penelitian metaanalisis.
Penggunaan sampai dengan 10 tahun kontrasepsi oral, meningkatkan risiko sampai
dua kali. Paparan bahan tertentu dari suatu pekerjaan seperti debu, logam, bahan
kimia, tar, oli mesin diperkirakan dapat menjadi risiko terkena kanker serviks,
sedangkan dari segi etnis dan faktor sosial didapatkan bahwa wanita kelas
sosioekonomi yang paling rendah memiliki faktor risiko lima kali lebih besar terkena
kanker serviks daripada wanita di kelas sosioekonomi yang paling tinggi
(Cunningham, 2016)
5. Klasifikasi
Tabel 1. Klasifikasi Stadium Menurut FIGO (Cunningham, 2016)