Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

CANCER SERVIKS

1. Pengertian Kanker Serviks


Kanker seviks uteri adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel
skuamosa. Sebelum terjadinya kanker, akan didahului oleh keadaan yang disebut
lesi prakanker atau neoplasia intraepitel serviks (NIS) (Darwinian,2009). Kanker
serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks merupakan
sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan berhubungan
dengan vagina melalui ostium uteri eksternum (Andridjono, 2011).

2. Etiologi dan Faktor Predisposisi Kanker Serviks


1) Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human Papilloma
(HPV). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa epitel. HPV dapat
menyebabkan manifestasi klinis baik lesi yang jinak maupun lesi kanker. Tumor
jinak yang disebabkan infeksi HPV yaitu veruka dan kondiloma akuminata
sedangkan tumor ganas anogenital adalah kanker serviks, vulva, vagina, anus dan
penis. Sifat onkogenik HPV dikaitkan dengan protein virus E6 dan E7 yang
menyebabkan peningkatan proliferasi sel sehingga terjadi lesi pre kanker yang
kemudian dapat berkembang menjadi kanker

- Morfologi HPV
Human papilloma virus (HPVs) adalah virus DNA famili papillomaviridae.
HPV virion tidak mempunyai envelope, berdiameter 55 nm, mempunyai kapsid
ikosahedral. Genom HPV berbentuk sirkuler dan panjangnya 8 kb, mempunyai
8 open reading frames (ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E) dan late (L).
Gen E mengsintesis 6 protein E yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang banyak
terkait dalam proses replikasi virus dan onkogen, sedangkan gen L
mengsintesis 2 protein L yaitu L1 dan L2 yang terkait dengan pembentukan
kapsid. Virus ini juga bersifat epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit dan
selaput lendir dengan karakteristik proliferasi epitel pada tempat infeksi.

E Perananya
Protein

E1 Mengontrol pembentukan DNA virus dan mempertahankan efisomal

E2 E Mengontrol pembentukan / transkripsi / transformasi

1
E4 Mengikat sitokeratin

E5 Transformasi melalui reseptor permukaan (epidermal growt factor, platelet


derivat growth factor, p123)

E6 Immortalisasi / berikatan dengan p 53, trans activated / kontrol transkripsi

E7 Immortalitas / berikatan dengan Rb1,p107,p130

L Peranannya
Protein

L1 Protein sruktur / mayor Viral Coat Protein

L2 Protein sruktur / minor Viral Coat Protein

- Klasifikasi
HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan high-risk
(resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.
a. HPV tipe low-risk (resiko rendah).
Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun kadangkala
dapat menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe 6, 11,
42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, dan 81
b. HPV tipe high-risk (resiko tinggi)
Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor ganas. Lebih
dari 30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko tinggi (high-
risk) sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33,
34, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82. HPV tipe 16 paling sering
dijumpai dan sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45,
6
31, 33, 52 dan 58. Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45
sering menyebabkan kanker serviks
2) Faktor predisposisi
- Pola hubungan seksual
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks
meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang
dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun,juga dapat dijadkan sebagai
faktr resko terjadinya kanker servks. Hal ini diuga ada hubungannya dengan
belum matannya daerah transformas pada usia tesebut bila sering terekspos.
Frekuensi hubungnga seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya resiko
pada usia tersebut, tetapi tidak pada kelompok usia lebih tua.

2
- Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan.
Semakin sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker
serviks. Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko
dengan multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV.
- Merokok
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara merokok
dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding
seperti pola hubungan seksual. Penemuan lain memperkuatkan temuan nikotin
pada cairan serviks wanita perokok bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen
dan bersama-sama dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong
pertumbuhan ke arah kanker.
- Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983
(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks
dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga
mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive terdapat pada
pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker
setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna
kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk
menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat
kaitannya dengan hal tersebut.
- Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti
betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungan dengan peningkatan
resiko terhadap displasia ringan dan sedang. Namun sampai saat ini tdak ada
indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan menurunkan resiko.
(Setiawan,2002 & American Cancer Society, 2012).
- Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat
antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah.
Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV
lebih prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah.
Faktor defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga diduga
berhubungan dengan masalah tersebut. (Setiawan, 2002; American Cancer
Society, 2012; Martaadisoebrata,1981).

3
- Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi
bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata
memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya
kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi
pembahasan panjang terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan
ganda selain istri juga merupakan factor resiko yang lain. (Setiawan,2002 &
American Cancer Society, 2012).

3. Klasifikasi kanker serviks


Menurut ( Novel S Sinta,dkk,2010), klasifikasi kanker dapat di bagi menjadi tiga,
yaitu (1) klasifikasi berdasarkan histopatologi, (2) klasifikasi berdasarkan terminologi
dari sitologi serviks, dan (3) klasifikasi berdasarkan stadium stadium klinis menurut
FIGO (The International Federation of Gynekology and Obstetrics) :
a. Klasifikasi berdasarkan histopatologi :
- CIN 1 (Cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel abnormal lebih
kurang setengahnya. berdasarkan pada kehadiran dari dysplasia yang dibatasi
pada dasar ketiga dari lapisan cervix, atau epithelium (dahulu disebut
dysplasia ringan). Ini dipertimbangkan sebagai low-grade lesion (luka derajat
rendah).
- CIN 2, perubahan sel-sel abnormal lebih kurang tiga perempatnya,
dipertimbangkan sebagai luka derajat tinggi (high-grade lesion). Ia merujuk
pada perubahan-perubahan sel dysplastic yang dibatasi pada dasar duapertiga
dari jaringan pelapis (dahulu disebut dysplasia sedang atau moderat).
- CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. adalah luka derajat
tinggi (high grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-perubahan prakanker
pada sel-sel yang mencakup lebih besar dari duapertiga dari ketebalan pelapis
cervix, termasuk luka-luka ketebalan penuh yang dahulunya dirujuk sebagai
dysplasia dan carcinoma yang parah ditempat asal.
b. Klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks :
- ASCUS (Atypical Squamous Cell Changes of Undetermined Significance) Kata
"squamous" menggambarkan sel-sel yang tipis dan rata yang terletak pada
permukaan dari cervix. Satu dari dua pilihan-pilihan ditambahkan pada akhir
dari ASC: ASC-US, yang berarti undetermined significance, atau ASC-H, yang
berarti tidak dapat meniadakan HSIL (lihat bawah).
- LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahan-
perubahan karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel cervical.

4
- HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada fakta bahwa
sel-sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat.
c. Klasifikasi berdasarkan stadium klinis :
- FIGO, 1978 mengklasifikasi Ca Cervix menurut tingkat keganasan klinik:
Tingkat Kriteria
0 KIS (Karsinoma in Situ) atau karsinoma intra epitel, membrana
basalis masih utuh.
I Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus
Ia uteri
Karsinoma mikro invasif: bila membrana basalis sudah rusak dan
tumor sudah memasuki stroma tdk> 3mm dan sel tumor tidak
terdapat dalam pembuluh limfe/pembuluh darah. Kedalaman
Ib occ invasi 3mm sebaiknya diganti dengan tdk> 1mm.
Ib occult = Ib yang tersembunyi, secara klinis tumor belum
tampak sebagai Ca, tetapi pada pemeriksaan histologik, ternyata
Ib sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia.
Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik
II menunjukkan invasi ke dalam stroma serviks uteri.
Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke2/3
IIa bagian atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai
dinding panggul.
IIb Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari
infiltrat tumor.
III Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke
dinding panggul
IIIa Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina / ke
parametrium sampai dinding panggul.
IIIb Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke
parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding
panggul.
Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan
IV daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul
(frozen pelvic)/ proses pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada
IVa gangguan faal ginjal.

Ivb Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan

5
mukosa rektum dan atau kandung kemih.
Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi
mukosa rektum dan atau kandung kemih.
Telah terjadi penyebaran jauh.

Gambar. Perjalanan penyakit dan staging


(Sumber : http://www.cirikankerserviks.com/)
- Klasifikasi tingkat keganasan menurut sistem TNM:
Tingkat Kriteria
T Tidak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma pra invasif (KIS)
T1 Karsinoma terbatas pada serviks
T1a Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat dalam histologik
T1b Secara klinik jelas karsinoma yang invasif
T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai
dinding panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina, tetapi belum
sampai 1/3 bagian distal
T2a Ca belum menginfiltrasi parametrium
T2b Ca telah menginfiltrasi parametrium
T3 Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina / telah mencapai dinding panggul
(tidak ada celah bebas)
T4 Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum, kandung kemih atau meluas
sampai diluar panggul
T4a Ca melibatkan kandung kemih / rektum saja, dibuktikan secara
histologik

6
T4b Ca telah meluas sampai di luar panggul
Nx Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+
ditambahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi mengenai
pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.
N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul,
limfografi)
N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan
celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor
M0 Tidak ada metastasis berjarak jauh
M1 Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas bifurkasio
arrteri iliaka komunis.

4. Patofisiologi kanker serviks (terlampir)

5. Manifestasi Klinis kanker serviks


Menurut Anonim (2008), Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala
atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai
berikut:
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan nekrosis jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama ( post coital bleeding) yang kemudian berlanjt ke
perdarahan yang abnormal.
c. Timbulnya perdarah setelah masa menopause
d. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan
dapat bercampur dengan darah
e. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal
f. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian bawah
bila terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari daerah pinggang
ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu masih mungkin terjadi
nyeri pada tempat-tempat lainnya.
Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi,
edema pada kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar bagian
bawah (rectum), terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau timbul gejala-
gejala lain yang disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker serviks itu sendiri.

7
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Test Pap / Pap Smear
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau
sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian
sel-sel tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan
apakah ada infeksi, radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia,
dengan secara teratur melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah
kematian akibat kanker serviks. Pap smear dapat digunakan sebagai screening
tools karena memiliki sensitivitas: sedang (51-88%) dan spesifisitas: tinggi (95-
98%) Rekomendasi skrining

Gambar. Rekomendasi skrining Pap Smear


Syarat:
- Tidak menstruasi. Waktu terbaik adalah antara hari ke-10 sampai ke-20
setelah hari pertama menstruasi.
- 2 hari sebelum tes, hindari pembilasan vagina, penggunaan tampon,
spermisida foam, krim atau jelly atau obat-obatan pervagina
- Tidak melakukan hubungan seksual paling sedikit 24 jam sebelum dilakukan
tes Pap smear
Indikasi:

8
- Dalam 3 tahun setelah berhubungan seksual pervagina, tidak melebihi umur
21 tahun.
- Setiap tahun dengan sitilogi konvensional atau setiap 2 tahun dengan
peralatan liquid-based.
- Setiap 2-3 tahun pada wanita > 30 tahun jika 3 hasil tes berurutan normal.
- Pada wanita dengan risiko tinggi seperti infeksi HPV, jumlah mitra seksual
yang banyak, suami atau mitra seksual yang berisiko tinggi, imunitas yang
terganggu seperti infeksi HIV, transplantasi organ, kemoterapi atau
pengobatan lama kortikosteroid dan riwayat terpapar Dietilbestrol in utero.

Alat-alat dan Bahan:


- spekulum cocor bebek
- spatula ayre
- cytobrush
- kaca objek
- alcohol 95%
Metode pengambilan Pap smear:
- Beri label nama pada ujung kaca objek
- Masukkan spekulum, dapat diberikan air atau salin jika perlu.
- Lihat adanya abnormalitas serviks
- Identifikasi zone transformasi
- Pilih ujung spatula yang paling cocok dengan mulut serviks dan zona
transformasi.
- Putar spatula 360º disekitar mulut serviks sambil mempertahankan kontak
dengan permukaan epithelial.
- Dengan putaran searah jarum jam diawali dan diakhiri pada jam 9, hasil
yang terkumpul dipertahankan horizontal pada permukaan atasnya ketika
instrument dikeluarkan.
- Jangan memulas sample pada saat ini jika belum akan fiksasi. Pegang
spatula antara jari dari tangan yang tidak mengambil sample, sementara
sample dari cytobrush dikumpulkan.
- Cytobrush mempunyai bulu sikat sirkumferen yang dapat kontak dengan
seluruh permukaan mulut serviks ketika dimasukkan.
- Cytobrush hanya perlu diputar ¼ putaran searah jarum jam.
- Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan halus.
- Kemudian pulas cytobrush tepat diatas sampel sebelumnya dengan
memutar gagangnya berlawanan dengan arah jarum jam.

9
- Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan besar
sebisanya tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat merusak sel,
pindahkan sampel dari kedua instrument ke kaca objek dalam beberapa
detik.
- Fiksasi specimen secepatnya untuk menghindari artefak karena
pengeringan dengan merendam kaca objek dalam tempat tertutup yang
berisi larutan ethanol 95% selama 20 menit.
- Keringkan dan kirimkan ke Bagian Sitologi Patologi Anatomi.
- Hasil pemeriksaan dibaca dengan system Bethesda.
Evaluasi sitologi:
Klasifikasi Papanicolaou.
- Kelas I : sel-sel normal
- Kelas II: sel-sel menunjukkan kelainan ringan yang menunjukkan kelainan
ringan biasanya disebabkan oleh infeksi
- Kelas III : mencurigakan kearah keganasan
- Kelas IV : sangat mencurigakan adanya keganasan
- Kelas V : pasti ganas
Interpretasi Dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sitologi
- Vaginitis atau servisitis yang aktif dapat mengganggu interpretasi sitologi.
Jika reaksi peradangan hebat, pasien harus diobati dulu. Setelah infeksi
diatasi dilakukan pemeriksaan Pap smear ulang 6 minggu kemudian
- Jika hasil pemeriksaan sitologi tidak memuaskan atau tidak dapat
dievaluasi, harus dilakukan Pap smear ulang 6 minggu kemudian
- Jika hasil pemeriksaan sitologi mencurigakan keganasan (kelas III-IV),
selanjutnya dilakukan kolposkopi dan biopsi untuk menegakkan diagnosis
definitif.
- Pasien dengan hasil evaluasi sitologi negative dianjurkan untuk ulang
pemeriksaan Pap smear setahun sekali, sampai usia 40 tahun. Selanjutnya
2-3 tahun sekali sampai usia 65 tahun.

b. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)


IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks
menggunakan asam asetat 3–5% dan kemudian diinspeksi secara kasat mata
oleh tenaga medis yang terlatih. Setelah serviks diulas dengan asam asetat,
akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat diamati secara
langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal.
Program Skrining Oleh WHO :

10
- Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun
- Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun
- Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun
(Nugroho Taufan, dr. 2010:66)
- Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia
25-60 tahun.
- Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup
memiliki dampak yang cukup signifikan.
- Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1
tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun
Syarat:
- Sudah pernah melakukan hubungan seksual
- Tidak sedang datang bulan/haid
- Tidak sedang hamil
- 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
Klasifikasi IVA
Menurut (Sukaca E. Bertiani, 2009) Ada beberapa kategori yang dapat
dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
- IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
- IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak
lainnya (polip serviks).
- IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini
yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA
karena temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia
ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ).
- IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan
stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian
akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini
(stadium IB-IIA).
Pelaksanaan IVA
- Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher
rahim yang telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada
perubahan warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan
dinyatakan negative. Sebaliknya jika leher rahim berubah warna menjadi
merah dan timbul plak putih, maka dinyatakan positif lesi atau kelainan pra
kanker.

11
- Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung
diobati dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan
gas CO2 atau N2 ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan
spesifitasinya sekitar 40% dengan metode diagnosis yang hanya
membutuhkan waktu sekitar dua menit tersebut, lesi prakanker bisa
dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera ditangani dan tidak
berkembang menjadi kanker stadium lanjut.
- Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat dari
adanya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih,
artinya perubahan sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar epitel.
Itu bisa dimatikan atau dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan.
Dengan demikian, penyakit kanker yang disebabkan human papillomavirus
(HPV) itu tidak jadi berkembang dan merusak organ tubuh yang lain.

3) HPV TES
Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-samar dari
tes Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes Papanicolaou menunjukkan
sel skuamosa atipikal signifikansi ditentukan (ascus) dan tes HPV positif,
maka pemeriksaan tambahan dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi.
Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif cara
mendeteksi keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV dapat mengetahui
golongan hr-HPV atau Ir-HPV dengan menggunakan tekhnik HCII atau
dengan metode PCR, uji DNA HPV juga dapat melihat genotipe HPV dengan
metode DNA-HPV Micro Array System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan
Linear Array HPV Genotyping Test.
Meode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan HPV tanpa
mengetahui genotipe secara spesifik
Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui
keberadaan HPV dengan memperkirakan kuantitas / jumlah virus tanpa
mengetahui genotipe HPV-nya. Metode Multiplex HPV Genotyping Kit
digunakan untuk mendeteksi 24 genotipe HPV. Metode DNA-HPV Micro Array
digunakan untuk mendeteksi 21 genotipe HPV. Metode Linear Array HPV
Genotyping Test digunakan untuk mendeteksi 37 genotipe HPV.

12
4) Radiologi
a) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada
saluran pelvik atau peroartik limfe.
b) Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap
lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal.
Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih
dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium,
dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT
abdomen / pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan /
atau terkenanya nodus limpa regional (Gale & charette, 1999).

7. Penatalaksanaan Kanker Serviks


Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang
sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim
onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Tindakan pengobatan atau terapi sangat
bergantung pada stadium kanker serviks saat didiagnosis. Dikenal beberapa
tindakan (modalitas) dalam tata laksana kanker serviks antara lain:
1) Terapi Lesi Prakanker Serviks
Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yng pada umunya tergolong NIS
(Neoplasia Intraepital Serviks) dapat dilakukan dengan observasi saja,
medikamentosa, terapi destruksi dan terapi eksisi.
Tindakan observasi dilakukan pada tes Pap dengan hasil HPV, atipia, NIS 1
yang termasuk dalam lesi intraepitelial skuamosa derajad rendah (LISDR). Terapi
nis dengan destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan LISDT (Lesi intraeoitelial
serviks derajat tinggi). Demikian juga terapi eksisi dapat ditujukan untuk LISDR
dan LISDT. Perbedaan antara terapi destruksi dan terapi eksisi adalah pada terapi
destruksi tidak mengangkat lesi tetapi pada terapi eksisi ada spesimen lesi yang
diangkat.

13
Tabel. Klasifikasi lesi prakanker serviks dan penanganannya

2) Terapi NIS dengan destruksi lokal


Tujuannya metode ini untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih yang
mengandung epitel abnormal yang nkelak akan digantikan dengan epitel
skuamosa yang baru.
Krioterapi adalah suatu cara penyembuhan penyakit dengan cara
mendinginkan bagian yang sakit sampai dengan suhu 00 C. Pada suhu sekurang-
kurangnya 250C sel-sel jaringan termasuk NIS akan mengalami nekrosis. Sebagai
akibat dari pembekuan sel-sel tersebut, terjadi perubahan tingkat seluller dan
vaskular, yaitu: 1. sel-sel mengalami dehidrasi dan mengkerut; 2.konsentrasi
elektrolit dalam sel terganggu; 3. Syok termal dan denaturasi kompleks lipid
protein; dan 4. Status umum sistem mikrovaskular. Pada saat ini hampir semua
alat menggunakan N20.
Elektrokauter memungkinkan untuk pemusnahan jaringan dengan
kedalaman 2-3mm. Lesi NIS 1 yang kecil di lokasi yang keseluruhannya terlihat
pada umumnya dapat disembuhkan dengan efektif.
Diatermi Elektroagulasi Radikal dapat memusnahkan jaringan lebih luas
(sampai kedalaman 1cm) dan efektif dibandingkan elektrokauter tapi harus
dilakukan dengan anestesia umum. Tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi,
dianjurkan hanya terbatas pada NIS1/2 dengan batas lesi yang dapat ditentukan.
CO2 Laser adalah muatan listrik yang berisi campuran gas helium,
nitrogen dan gas CO2 yang menimbulkan sinar laser dengan gelombang 10,6 u.

14
Perbedaan patologis dapat dibedakan dalam 2 bagian, yaitu penguapan dan
nekrosis.

3) Terapi NIS dengan eksisi


a. Konisasi (cone biopsy) adalah pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada
serviks dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk
diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker serviks.
b. Punch Biopsi yaitu menggunakan alat yang tajam untuk menjumput sampel
kecil jaringan serviks
c. Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik
yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker
serviks.
d. Trakelektomi radikal (radical trachelectomy) : Dokter bedah mengambil leher
rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getah bening di panggul. Pilihan ini
dilakukan untuk wanita dengan tumor kecil yang ingin mencoba untuk hamil
di kemudian hari.
e. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).
Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).Umur
pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat
juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien jugaharus
bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,ginjal dan
hepar. Ada 2 histerektomi :
1. Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks
2. Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung
telur, tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya
5) Terapi Kanker Serviks Invasif
1. Pembedahan
2. Radioterapi
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel
kanker. Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II
B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan
dengantujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan
kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya
dan atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap
mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar

15
seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan
dosiskuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker
sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang
diberikan secara selektif pada stadium IV A. Ada 2 macam radioterapi, yaitu :
1. Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan
sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
2. Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul
dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3
hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa
diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah :
a. Iritasi rektum dan vagina
b. Kerusakan kandung kemih dan rektum
c. Ovarium berhenti berfungsi.
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan
hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh
sempit dan kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan
hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari untuk
menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air. Pada radioterapi
juga bisa timbul diare dan sering berkemih.
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya
untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan
pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat
didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat
diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal
lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang
kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant.
Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit
dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker
menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif
untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah
digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis
tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan Contoh obat yang
digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide

16
Adremycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain – lain. Cara
pemberian kemoterapi dapat bsecara ditelan, disuntikkan dan diinfus.
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut
2. Terapi adjuvant/tambahan – setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil
pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal
dan mengurangi resiko kekambuhan kanker.
3. Terapi neoadjuvan – sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor
4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan
ketidaknyamanan dan memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut /
kanker yang kambuh)
5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
Efek samping dari kemoterapi adalah :
1. Lemas
Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat
beristirahat, kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan.
2. Mual dan muntah
Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti
mual sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.
3. Gangguan pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang
diare sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi
sembelit.
Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah
dan sayur. Harus minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.
Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan
olahraga.
4. Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga
minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah
didekat kulit kepala. Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi.
5. Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari
tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.
6. Efek pada darah
Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum
tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah

17
sel darah merah menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah
putih (leukosit). Penurunan sel darah terjadi setiap kemoterapi, dan test
darah biasanya dilakukan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan
jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat
menyebabkan:
a. Mudah terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel
darah yang memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat
kemoterapi yang menyebabkan peningkatkan leukosit.
b. Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan
darah, apabila jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan
pendarahan, ruam, dan bercak merah pada kulit.
c. Anemia
Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan
penurunan Hb (Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah
merah. Penurunan sel darah merah dapat menyebabkan lemah, mudah
lelah, tampak pucat.
1. Kulit menjadi kering dan berubah warna
2. Lebih sensitive terhadap sinar matahari.
3. Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang
4. Terapi paliatif (supportive care) yang lebih difokuskan pada peningkatan
kualitas hidup pasien. Contohnya: Makan makanan yang mengandung nutrisi,
pengontrol sakit (pain control). Manajemen Nyeri Kanker Berdasarkan
kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
a. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen,
OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
b. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok
opioid ringan seperti kodein dan tramadol.
c. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat
seperti morfin dan fentanil

18
7. Pencegahan
Karena pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi pra-
kanker, maka tindakan pencegahan terpenting harus segera dilakukan.
a. Pencegahan Primer
- Menghindari faktor-faktor risiko yang sudah diuraikan di atas. Misalnya: Tidak
berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan, penggunaan kondom
(untuk mencegah penularan infkesi HPV), tidak merokok, selalu menjaga
kebersihan, menjalani pola hidup sehat, melindungi tubuh dari paparan bahan
kimia (untuk mencegah faktor-faktor lain yang memperkuat munculnya
penyakit kanker ini).
- Vaksinasi
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling aman
bagi wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan meningkatkan
kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan
virus ketika masuk ke dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi. Vaksin dibuat
dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang
merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat
imunogenik kuat. Dalam hal ini dikembangkan 2 jenis vaksin:
1. Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat
terlindung dari infeksi HPV.
2. Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel
yang terinfeksi HPV dapat dimusnahkan.
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang
kuat, bersifat lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan
bersifat melindungi terhadap infeksi HPV genotif yang sama . Dalam hal ini,
antibodi humoral sangat berperan besar dan antibodi ini adalah suatu virus
neutralising antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV dalam percobaan invitro
maupun invivo. Kadar serum neutralising hanya setelah fase seroconversion
dan kemudian menurun.
Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi dari virus. HPV yang
bersifat intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan virus di darah pada
infeksi ini. Selanjutnya protein L1 diekspresikan selama infeksi produktif dari
virus HPV dan partikel virus tersebut akan terkumpul pada permukaan sel
epitel tanpa ada proses kerusakan sel dan proses radang dan tidak terdeteksi
oleh antigen presenting cell dan makropag. Oleh karena itu partikel virus dan
kapsidnya terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe dan limpa, di
mana kedua organ tersebut adalah organ yang sangat berperan dalam proses

19
kekebalan tubuh. Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut
bersifat protektif terhadap infeksi virus HPV.
Terdapat dua jenis vaksin HPV L1 VLP yang sudah dipasarkan melalui uji
klinis, yakni Cervarik dan Gardasil :
1. Cervarix
Adalah jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang
diproduksi oleh Glaxo Smith Kline Biological, Rixensart, Belgium. Pada
preparat ini, Protein L1 dari HPV diekspresikan oleh recombinant
baculovirus vector dan VLP dari kedua tipe ini diproduksi dan kemudian
dikombinasikan sehingga menghasilkan suatu vaksin yang sangat
merangsang sistem imun . Preparat ini diberikan secara intramuskuler
dalam tiga kali pemberian yaitu pada bulan ke 0, kemudian diteruskan
bulan ke 1 dan ke 6 masing-masing 0,5 ml
2. Gardasil
Adalah vaksin quadrivalent 40 μg protein HPV 11 L1 HPV (
GARDASIL yang diproduksi oleh Merck) Protein L1 dari VLP HPV tipe
6/11/16/18 diekspresikan lewat suatu rekombinant vektor Saccharomyces
cerevisiae (yeast). Tiap 0,5 cc mengandung 20μg protein HPV 6 L1, 40
μgprotein HPV 11 L1, 20 μg protein HPV18 L1. Tiap 0,5 ml mengandung
225 amorph aluminium hidroksiphosphatase sulfat. Formula tersebut juga
mengandung sodium borat. Vaksin ini tidak mengandung timerasol dan
antibiotika. Vaksin ini seharusnya disimpan pada suhu 20 – 80 C

Yang sebaiknya dimiliki oleh vaksin HPV pencegah kanker serviks adalah
1. Memberikan perlindungan yang adekuat terhadap infeksi HPV penyebab
kanker serviks.
- Melawan virus tersering dan agresif penyebab kanker
- Memberikan perlindungan tambahan dari tipe virus HPVlain yang juga
menyebabkan kanker.
2. Respon imun tubuh yang baik akan menghasilkan neutralizing antibodies
yang tinggi.
3. Dapat memberikan perlindungan yang jangka panjang.
4. Memberikan perlindungan tinggi hingga ke lokasi infeksi (serviks).
5. Profil keamanan yang baik
6. Affordable (Terjangkau lebih banyak perempuan).
Rekomendasi pemberian vaksin

20
Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan
sebelum individu terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat diberikan pada
wanita usia 10 tahun. Berdasarkan pustaka vaksin dapt diberikan pada wanita
usia 10-26 tahun (rekomendasi FDA-US), penelitian memperlihatkan vaksin
dapat diberikan sampai usia 55 tahun
Dosis dan cara pemberian vaksin:
Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk Cervarix
diberikan bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6
(Dianjurkan pemberian tidak melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster
(vaksin ulangan), respon antibodi pada pemberian vaksin sampai 42 bulan,
untuk menilai efektifitas vaksin diperlukan deteksi respon antibodi. Bila respon
antibodi rendah dan tidak mempunyai efek penangkalan maka diperlukan
pemberian Booster. Vaksin dikocok terlebih dahulu sebelum dipakai dan
diberikan secara muskuler sebanyak 0,5 dan sebaiknya disuntikkan pada
lengan (otot deltoid)
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan
skrining kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker
serviks secara dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan.
Perkembangan kanker serviks memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke
invasive memerlukan waktu sekitar 10 tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi
merupakan metode sederhana dan sensitif untuk mendeteksi karsinoma
prakanker. Bila diobati dengan baik, karsinoma prakanker mempunyai tingkat
penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus pada fase invasif hanya memiliki
tingkat ketahanan sekitar 35%. Program skrining dengan pemeriksaan sitologi
dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negara-negara maju.
Pencegahan dengan pap smear terbuki mampu menurunkan tingkat kematian
akibat kanker serviks 50-60% dalam kurun waktu 20 tahun (WHO,1986).

21
KEMOTERAPI
A. Definisi
Terapi kemoterapi menggunakan obat-obatan dari berbagai kelas berbeda untuk
menghancurkan sel-sel yang berada di stadium S, M, atau G pada awal siklus sel
(Corwin, J Elizabeth 2009). Tujuan penggunaan terapi ini terhadap kanker adalah
untuk mencegah multiplikasi sel kanker dan menghambat invasi dan metastase pada
sel kanker. Jadi terapi ini cenderung diberikan bila sel kanker sudah bermetastase
luas sehingga menimbulkan efek sistemik (Prawirodihardjo, 2006).

B. Syarat kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan jika memenuhi syarat antara lain: keadaan umum
baik skala karnofsky >70), fungsi hati, ginjal dan sistem homeostatik (darah) baik dan
masalah finasial dapat diatasi. Syarat untuk hemostatik yang memenuhi syarat adalah
;
1. HB > 10 gr%
2. Leukosit > 4.000/dl
3. Trombosit > 100.000/dl

C. Prinsip pemilihan obat kemoterapi


1. Obat yang digunakan diketahui aktivitasnya sebagai single agent, terutama obat
yang mempunyai complete remission
2. Obat dengan mekanisme kerja yang berbeda untuk menghindari efek aditif atau
sinergis
3. Obat dengan toksisitas yang berbeda untuk mendapatkan dosis yang maksimal
atau mendekati maksimal
4. Obat harus digunakan pada dosis optimal dan sesuai schedule
5. Obat harus diberikan pada interval yang konsisten
6. Obat mempunyai pola resistensi yang berbeda harus dikombinasi untuk
meminimalkan resistensi silang.

22
D. Tujuan Penggunaan Kemoterapi
Penggunaan kemoterapi menurut Otto pada tahun 2003 dapat melalui empat cara
yaitu antara lain :

1. Terapi adjuvant adalah suatu sesi kemoterapi yang digunakan sebagai modalitas
atau terapi tambahan untuk terapi lainnya misalnya pembedahan dan radiasi yang
bertujuan untuk mengobati mikrometastasis.
2. Kemoterapi neo adjuvan yaitu pemberian kemoterapi yang bertujuan untuk
mengecilkan tumor sebelum dilakukan pengangkatan tumor melalui pembedahan.
3. Terapi primer yaitu terapi pada pasien dengan kanker lokal dikarenakan
alternative terapi lain tidak terlalu efektif.
4. Kemoterapi induksi yaitu terapi primer pada pasien kanker karena tidak memilki
alternative terapi lain.
5. Kemoterapi kombinasi yaitu pemberian dua atau lebih obat kemoterapi dalam
terapi kanker yan obat tersebut bersifat sinergis atau saling memperkuat aksi obat
lainnya.

E. Penggunaan obat kemoterapi


Obat-Obat Anti Proliferasi
Obat untuk menghambat perkembangbiakan sel kanker disebut SITOSTATIKA
Obat Sitostatika
Yang bekerja pada fase M (antimikotik)
1. Vincristin
2. Vinblastin
Yang bekerja pada fase S ( antimetabolit )
1. 5-FU (fluorurasil)
2. Metotreksat (MTX)
3. 6-merkaptopurin
4. Cytocin
Yang bekerja pada molekul DNA ( Alkylating Agent )
1. Cyclofosfamide (endoxan)
2. Chlorambucil
Golongan yang membentuk ikatan kompleks dengan molekul DNA ( antibiotik )
1. Daunorubicin
2. Mytomycin C
3. Adriamycin

23
Yang belum jelas titik tangkapnya kerjanya.
1. Procarbazine
2. Cisplatin
Hormon dapat mempengaruhi pertumbuhan sel kanker yang hormon sensitif yaitu
sel kanker yang mempunyai reseptor hormon yang bersangkutan dengan memblok
reseptor hormon (kompetitif inhibitor)
Misalkan:
1. Tamoxipen
2. Aminoglutitimide
3. Fugerel

Masalah Khusus: EKSTRAVASASI

Kita harus perhatian ketika agen vesicant IV dimasukkan. Vesicant adalah agen
yang apabila terkumpul akan masuk dalam jaringan subcutan (ekstravasasi). Ekstravasasi
menyebabkan nekrosis pada jaringan dan kerusakan tendon, syaraf, dan pembuluh
darah. Diketahui pH dari antineoplastik berhubungan dengan reaksi inflamasi berat, dan
ini seiring dengan kemampuan obat dalam mengikat jaringan DNA. Beberapa obat yang
bisa menyebabkan kerusakan jaringan (ulcer), obat tersebut dinamakan vesicant, yaitu
dactinomycin, daunorubicin, nitrogen mustard, mitomycin, vinblastin, vincristin, dan
vindesine.

Hanya dokter atau perawat yang telah mendapatkan pelatihan khusus yang bisa
memasukkan vesicant. Pemilihan vena perifer yang perlu diperhatikan, ketrampilan
venipuncture, dan perhatian khusus saat memasukkan obat. Indikasi ekstravasasi selama
pemasukan agen vesicant meliputi:

a. Darah dapat kembali dari IV kateter


b. Resistance to flow of IV fluid
c. Bengkak, nyeri, atau kemerahan pada sisi bagian yang diinfus.
Jika terjadi ekstravasasi, segera hentikan pemasukan obat dan segera berikan es pada
bagian yang mengalami ekstravasasi (kecuali pada ekstravasasi yang disebabkan karena
agen vinca alkaloid). Dokter akan mengaspirasi obat infiltrate dari jaringan dan
menyuntikkan cairan penetralisir ke area yang mengalami ekstravasasi, hal ini digunakan
untuk mengurangi kerusakan jaringan. Pemilihan cairan penetralisir tergantung pada agen
vincant yang menyebabkan ekstravasasi. Contohnya cairan penetralisir yaitu sodium
thiosulfate, hyaluronidase, dan sodium bicarbonate. Rekomendasi dan petunjuk mengenai
management vesicant ekstravasasi harus dibahas lebih lanjut.

24
F. Efek samping pemberian kemoterapi
1. Efek samping pada saluran gastrointestinal
Efek samping pada saluran gastrointestinal yang sering diderita oleh
pasien adalah mual dan muntah yang dapat menetap hingga 1 hari setelah
pemberian obat kemoterapi. Sel-sel epitelium yang melapisi rongga mulut dapat
dengan cepat memperbaharui diri sehingga membuatnya rentan terhadap efek
obat kemoterapi. Akibat yang umum terjadi pada pasien adalah diare. Mual,
muntah, dan diare yang berat dapat mengakibatkan pasien mengalami dehidrasi.
Berbagai keluhan yang menjadi tanda dehidrasi pada pasien adalah kekeringan
pada membran mukosa (mulut kering), merasa haus, dan urin yang keluar sedikit
2. Efek samping pada sistem Hematopoitic
Myelosupresi ditandai dengan menurunnya jumlah sel-sel darah merah
(anemia), sel darah putih (leukopenia), dan trombosit (trombositopenia). Berbagai
keluhan yang berhubungan dengan anemia, yaitu pasien mudah mengalami
kelemahan atau lelah, peningkatan denyut jantung, merasa pusing jika melakukan
perubahan posisi dengan cepat. Bila bertambah parah maka kulitnya akan
sering tampak pucat. Leukopenia dapat menyebabkan pasien mengalami infeksi.
Beberapa tanda infeksi diantaranya adalah adanya kemerahan pada kulit. Infeksi
harus segera ditangani bila didapati berbagai keluhan, yaitu: demam, menggigil,
sakit pada tenggorokan, luka pada mulut, adanya infeksi pada saluran kemih yang
ditandai dengan merasa panas ketika berkemih atau adanya darah dalam urin.
Tanda jika pasien megalami trombositopenia adalah mudah memar, adanya
petekie (bintik-bintik merah dibawah kulit), mudah berdarah biasanya dari hidung,
gusi, atau rektum
3. Efek samping pada sistem neurologis
Golongan obat kemoterapi yang sering menyebabkan gangguan pada
sistem neurologis adalah alkaloid tumbuhan, terutama vinkristin. Efek samping ini
biasanya reversibel dan dapat menghilang setelah selesainya kemoterapi.
Beberapa gejala dari neuropati perifer yaitu numbness dan tingling (merasa
seperti tertusuk peniti atau kesemutan) pada tangan dan kaki, nyeri pada
ekstremitas, mati rasa, dan bisa juga menyebabkan ileus paralitik seperti kesulitan
dalam menelan.
4. Efek samping pada sistem Kardiopulmonal
Beberapa obat kemoterapi seperti daunorubicin dan doxorubicin diketahui
dapat menyebabkan penumpukan cardiac toxicity yang bersifat irreversible,
terutama ketika total dosis mencapai 550mg/m2. Cardiac ejection fraction (volume
darah yang dikeluarkan oleh jantung setiap satu detakan) dan tanda dari CHF

25
harus diobservasi secara mendalam. Bleomycin, carmustin (BCNU) dan busulfan
diketahui dapat berefek racun pada paru-paru jika terakumulasi. Pulmonary
fibrosis dapat terjadi karena efek jangka panjang dari agen ini. Oleh karena itu
pasien harus dimonitor perubahan fungsi paru-paru, termasuk hasil fungsi paru-
paru. Total kumulatif dosis dari bleomycin tidak lebih dari 400 unit.
5. Efek samping lainnya
Obat kemoterapi juga berpengaruh terhadap sistem reproduksi, yaitu
fungsi testiskular dan ovarium yang berakibat kemungkinan terjadi sterilitas. Pada
pasien wanita akan mengalami menopause dini, sedangkan pada pasien pria akan
mengalami azoosperma (tidak adanya spermatozoa) terjadi secara temporer atau
permanen. Obat kemoterapi juga dapat merusak ginjal karena mempunyai efek
langsung terhadap sistem ekskresi. Oleh sebab itu, diperlukan pemeriksaan
fungsi ginjal secara rutin untuk menghindari adanya kerusakan pada ginjal.

G. PERAWATAN PASIEN DENGAN POST KEMOTERAPI :


1. ANOREKSIA
Penanganan yang bisa dilakukan adalah dengan mengajarkan kepada pasien cara
mengatur makanan:
Kebutuhan karbohidrat, sebagai sumber energi harus dikonsumsi secara teratur,
bisa diperoleh dari tepung, sereal, pasta dan roti, tetapi hindari yang terlalu manis
seperti permen dan kue-kue basah.
Kebutuhan protein, penting karena banyak mengandung vitamin dan mineral. Bisa
dengan mengkonsumsi suplemen nutrisi seperti ensure, sustacal, resource, bisa juga
dengan osmolit, isocal, isosource.
Untuk menambah masukan protein bisa juga dengan makan telur rebus, daging,
yoghurt.

2. PERUBAHAN INDRA PENGECAP


1) Hindari makanan yang pahit
2) Makanan lunak berprotein ( susu, ikan,ayam )
3) Pertahankan rasa manis
4) Konsumsi makanan tambahan
5) Lakukan tes pengecapan
6) Karbohidrat pada pasien yang tidak suka manis
7) Gunakan tambahan bumbu

26
3. STOMATITIS DAN ESOFAGITIS
Untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya stomatitis dan esofagitis :
a) Melakukan pemeriksaan gigi 14 hari sebelum kemoterapi pertama
b) Gosok gigi 30 menit setelah makan dan sebelum tidur, gunakan sikat gigi
yang lembut, gunakan air hangat untuk kumuran pertama kemudian bilas
dengan air dingin. Kemudian letakkan sikat gigi di tempat yang kering.
c) Gunakan pasta gigi berflouride atau yang mengandung baking soda.
d) Jaga bibir tidak kering
e) Minum air 3 l perhari, kecuali merupakan kontra indikasi.
f) Hindari rokok dan alcohol
g) Hindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin, terlalu banyak
mengandung zat kimia.
h) Kontrol gigi setelah selesai semua sesi kemoterapi.

4. MUAL DAN MUNTAH


Untuk mencegah atau meminimalkan mual dan muntah :
a) Makan makanan yang dingin atau yang disajikan dengan suhu ruangan
karena makanan panas meningkatkan sensasi mual.
b) Minum segelas jus apel, lemon, gelatin, teh atau cola untuk meredakan
mual.
c) Hindari makanan yang terlalu manis, berlemak dan telalu pedas.
d) Hindari makan dan minum 1-2 jam sebelum dan setelah kemoterapi.
e) Gunakan teknik distraksi ( musik,radio,televisi )
f) Gunakan untuk tidur saat terasa mual

5. KONSTIPASI
a) Sediakan waktu untuk BAB secara teratur
b) Minum jus buah atau makan buah setelah waktu makan
c) Minum air hangat
d) Minum 3l air kecuali merupakan kontraindikasi
e) Usahakan agar diet yang dikonsumsi mengandung serat
f) Hindari produk yang banyak mengandung tepung
g) Tingkatkan aktivitas fisik

27
6. DIARE
a) Hindari makanan yang mengiritasi lambung, seperti : sereal, roti dari
tepung, kacang, biji-bijian, coklat, buah segar atau yang dikeringkan, jus
buah (pisang, avocado, apel dan anggur diperbolehkan), sayur mentah,
makanan yang banyak mengandung gas, makanan dan minuman yang
mengandung kafein.
b) Gunakan untuk beristirahat.
c) Minum 3 l perhari kecuali merupakan kontraindikasi.
d) Makan sedikit tapi sering.
e) Hindari makanan yang terlalu panas atau dingin.
f) Hindari susu atau produk susu

7. ALOPECIA
Penanganan untuk meminimalkan alopecia adalah :
a) Gunakan sampho bubuk atau yang lembut, sampho dengan bahan dasar
protein, diikuti dengan penggunaan minyak rambut atau kondisioner setiap
3-5 hari.
b) Minimalkan penggunaan hair dryer, jika memang diperlukan gunakan
dengan panas rendah.
c) Hentikan penggunaan mesin dengan listrik seperti alat pelurus rambut.
Selain itu hentikan pula penggunaan roll rambut, bandana yang menekan
rambut, hair spray, semir rambut karena akan menyebabkan kerapuhan
rambut.
d) Hindari menggosok rambut dan menyisir rambut terlalu keras.
e) Hindari manipulasi rambut yang berlebihan seperti mengikatnya ekor kuda.
f) Gunakan bantal yang lembut

28
ANEMIA

1. PENGERTIAN
Anemia menurut Tarwoto (2008 : 31) adalah kondisi dimana bekuranganya
sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga
tidak memenuhi fungsinya sebagai pemabawa oksigen keseluruh jaringan.

2. KlASIFIKASI
Menurut nursalam (2005 : 125-127) adalah:
a. Anemia yang megaloblastik
Kekurangan dari vitamin B12 dan asam folic (atau kedua-duanya) tidak cukup
atau penyerapan yang tidak cukup
b. Anemia pernisiosa
Suatu kondisi autoimune yang melawan sel parietal dari perut. Sel pariental
menghasilkan faktor intrisik, yang diperlukan dalam menyerap Vitamin B12 dari
makanan.
c. Anemia pascaperdarahan terjadi sebagai akibat dari perdarahan yang masif
(perdarahan terus menerus dan dalam umlah banyak), seperti pada
kecelakaan, oprasi,dan persalinan perdarahan hebat yang dapat terjadi secara
mendadak maupun menahun.
d. Anemia hemolitik Anemi yang terjadi karena umur eritrosit yang lebih pendek
atau prematur. Secara normal, eritrosit berumur antara 100-120 hari.
e. Anemia aplastik anemia yang di tandai dengan penurunan jumlah semua sel
darah, darah tepi dan menurunnya seluralitas sum-sum tulang.
f. Anemia sickle cell anemia yang terjadi karena sintesa HB abnormal dan
mudah rusak, serta merupakan penyakit keturunan

3. PENYEBAB
Menurut Ngastiyah (1997 : 358) dan Arief Mansjoer (1999 : 234) penyebabnya
anemia dibagi dalam beberapa jenis, yaitu :
1) Anemia pasca perdarahan
Terjadi sebagai akibat perdarahan yang masiv seperti kecelakaan, operasi
dan persalinan dengan perdarahan atau perdarahan yang menahun seperti
penyakit cacingan.
2) Anemia defisiensi adalah terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel
darah

29
3) Anemia hemolitik adalah terjadi penghancuran (hemolisis) eritrosit yang
berlebihan karena :
a) Faktor intrasel
Misalnya talasemia, hemoglobinopatia (talasemia HbE, Sickle sell anemia)
sferositas kongenital, defiensi enzim eritrosit (piruvat, kinase glutation
reduktase)
b) Faktor ekstrasel
Karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompatifilitas golongan
darah, reaksi hemolitik pada tranfusi darah)
4) Anemia aplastik
Disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sum-sum tulang (kerusakan
sum-sum tulang)

4. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan Gejala yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari
berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan
neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia
(badan kurus), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak.
Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan
berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L,
yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan
seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat
pada bagian kelopak mata bawah). Anemia bisa menyebabkan kelelahan,
kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah
berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung.(Price ,2000:256-264).
AREA MANIFESTASI KLINIS
Keadaan umum Pucat , penurunan kesadaran, keletihan berat , kelemahan,
nyeri kepala, demam,
dipsnea, vertigo, sensitive terhadap
dingin, BB turun.
Kulit Jaundice (anemia hemolitik), warna kulit
pucat, sianosis, kulit kering, kuku rapuh,
koylonychia, clubbing finger, CRT > 2
detik, elastisitas kulit munurun,
perdarahan kulit atau mukosa (anemia aplastik)
Mata Penglihatan kabur, jaundice sclera,
konjungtiva pucat.

30
Telinga Vertigo, tinnitus
Mulut Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis,
perdarahan gusi, atrofi papil lidah,
glossitis, lidah merah (anemia deficiency
asam folat)
Paru-paru Dipsneu, takipnea, dan orthopnea
Kardiovaskuler Takikardia, lesu, cepat lelah, palpitasi,
sesak waktu kerja, angina pectoris dan
bunyi jantung murmur, hipotensi,
kardiomegali, gagal jantung
Gastointestinal Anoreksia, mual-muntah, hepatospleenomegali (pada
anemia hemolitik)
Muskuloskeletal Nyeri pinggang, sendi
System persarafan Sakit kepala, pusing, tinnitus, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot,
irritable, lesu perasaan dingin pada
ekstremitas.
(Bakta, 2003:15)

5. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang
atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik,
invasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi)
pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah
merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau
akibat beberapa faktor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi
sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam
sistem fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati
dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang
terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan
meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang

31
; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera. (Smeltzer & Bare.
2002 : 935).

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium pada pasien anemia menurut (Doenges, 1999 :572)
a. Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (volume
korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan
mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia
(aplastik). Nilai normal eritrosit (juta/mikro lt) : 3,9 juta per mikro liter pada
wanita dan 4,1 -6 juta per mikro liter pada pria.
b. Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
c. Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons
sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
d. Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengindikasikan tipe khusus anemia).
e. LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan
kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
f. Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia,
misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup
lebih pendek.
g. Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
h. SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin
meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik) Nilai normal Leokosit (per
mikro lt) : 6000–10.000 permokro liter
i. Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi
(hemolitik)
j. Nilai normal Trombosit (per mikro lt) : 200.000–400.000 per mikro liter darah
k. Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin
l. Nilai normal Hb (gr/dl) : Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP,
hemolitik).
m. Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan
dengan defisiensi masukan/absorpsi
n. Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
o. TBC serum : meningkat (DB)
p. Feritin serum : meningkat (DB)
q. Masa perdarahan : memanjang (aplastik)

32
r. LDH serum : menurun (DB)
s. Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
t. Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster,
menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB).
u. Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan :
perdarahan GI
v. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya
asam hidroklorik bebas (AP).
w. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah
dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia,
misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel
darah (aplastik).

7. KOMPLIKASI
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya,
penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu,
atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah,
karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia,
jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan
berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga
mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak. Anemia berat,
gagal jantung kongesti dapat terjadi karena otot jantung yang anoksik tidak dapat
beradaptasi terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Selain itu dispnea,
nafas pendek dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan
manifestasi berkurangnya pengurangan oksigen (Price &Wilson, 2006).

8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah
yang hilang:
a. Anemia aplastik:
- Transplantasi sumsum tulang
- Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
b. Anemia pada penyakit ginjal
- Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
- Ketersediaan eritropoetin rekombinan

33
c. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan
untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya,
besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
d. Anemia pada defisiensi besi
- Dicari penyebab defisiensi besi
- Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat
ferosus.
e. Anemia megaloblastik
- Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi
disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat
diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
- Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan
selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang
tidak dapat dikoreksi.
- Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan
asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.

TRANSFUSI PACKED RED CELL


PRC berasal dari darah lengkap yang disedimentasikan selama
penyimpanan, atau dengan sentrifugasi putaran tinggi. Sebagian besar (2/3)
dari plasma dibuang. Satu unit PRC dari 500 ml darah lengkap volumenya
200-250 ml dengan kadar hematokrit 70-80%, volume plasma 15-25 ml, dan
volume antikoagulan 10-15 ml. Mempunyai daya pembawa oksigen dua kali
lebih besar dari satu unit darah lengkap. Waktu penyimpanan sama dengan
darah lengkap.
Secara umum pemakaian PRC ini dipakai pada pasien anemia yang tidak
disertai penurunan volume darah, misalnya pasien dengan anemia hemolitik,
anemia hipoplastik kronik, leukemia akut, leukemia kronik, penyakit
keganasan, talasemia, gagal ginjal kronis, dan perdarahan-perdarahan kronis
yang ada tanda “oksigen need” (rasa sesak, mata berkunang, palpitasi,
pusing, dan gelisah). PRC diberikan sampai tanda oksigen need hilang.
Biasanya pada Hb 8-10 gr/dl. Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl
diperlukan PRC 4 ml/kgBB atau 1 unit dapat menaikkan kadar hematokrit 3-5
%.

34
Keuntungan transfusi PRC dibanding darah lengkap :
a. Kemungkinan overload sirkulasi menjadi minimal
b. Reaksi transfusi akibat komponen plasma menjadi minimal
c. Reaksi transfusi akibat antibodi donor menjadi minimal
d. Reaksi efek samping akibat volume antikoagulan yang berlebihan menjadi
minimal
e. Meningkatnya daya guna pemakaian darah karena sisa plasma dapat
dibuat menjadi komponen-komponen yang lain.
Kerugian PRC adalah masih cukup banyak plasma, lekosit, dan trombosit
yang tertinggal sehingga masih bisa terjadi sensitisasi yang dapat memicu
timbulnya pembentukan antibodi terhadap darah donor. Sehingga pada
pasien yang memerlukan transfusi berulang, misalnya pasien talasemia,
paroksismal nocturnal hemoglobinuria, anemia hemolitik karena proses
imunologik, dsb serta pasien yang pernah mengalami reaksi febrile
sebelumnya (reaksi terhadap lekosit donor) Untuk mengurangi efek samping
komponen non eritrosit maka dibuat PRC yang dicuci (washed PRC). Dibuat
dari darah utuh yang dicuci dengan normal saline sebanyak tiga kali untuk
menghilangkan antibodi. Washed PRC hanya dapat disimpan selama 4 jam
pada suhu 40C, karena itu harus segera diberikan.

35
TROMBOSITOPENIA

1. PENGERTIAN
2. KLASIFIKASI
3. ETIOLOGI
4. PATOFISIOLOGI
5. MANIFESTASI KLINIS
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
7. KOMPLIKASI
8. PENATALAKSANAAN

36

Anda mungkin juga menyukai