Anda di halaman 1dari 21

JUDUL

NAMA KELOMPOK :
NAMA (NPM)
NAMA (NPM)
NAMA (NPM)
NAMA (NPM)
NAMA (NPM)
NAMA (NPM)

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2023
CASE TO PROJECT

1.1 CASE STUDY

Seorang perempuan berusia 40 tahun datang ke TPMB dengan keluhan


keputihan dan nyeri panggul. Hasil anamnesis : keputihan berlendir, agak bau.
Riwayat pernikahan : menikah 2 kali, umur pertama menikah 16 tahun. Riwayat
persalinan : melahirkan 5 kali, anak terkecil usia 12 tahun. Riwayat menstruasi :
selama ini teratur tetapi beberapa bulan perdarahan haid lebih banyak, kadang
perdarahan diluar haid. Riwayat kontrasepsi : menggunakan KB pil 12 tahun. Pola
hubungan seksual : seminggu 2 kali, sejak satu bulan sakit tiap kali melakukan
senggama dan keluar bercak darah setiap selesai senggama. Pola nutrisi : Nafsu
makan turun. Hasil pemeriksaan fisik TD 120/90 mmHg, N 90 x/menit, P 24 x/menit,
S 36,70C. Pemeriksaan inspekulo : bau (+) dan tampak erosi portio.

1.2 CLARIFYING CONCEPTS

1. Usia 40 tahun
2. Keputihan berbau dan berlendir
3. Nyeri panggul
4. Menikah 2 kali, usia pertama menikah 16 tahun
5. Melahirkan 5 kali
6. Perdarahan haid lebih banyak beberapa bulan lalu
7. Perdarahan diluar haid
8. Keluar darah usai senggama
9. Pemeriksaan inspekulo : bau (+) dan erosi portio (+)
10. Nafsu makan menurun
11. KB pil 12 tahun
12. Pola hubungan seks 1 minggu 2 kali.
1.3 IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apakah hubungan antara usia 40 tahun dengan kejadian keputihan?
2. Apa hubungan antara perdarahan di luar haid dengan erosi portio?
3. Apa penyebab keluar darah setelah senggama?
4. Apa penyebab mentruasi lebih banyak dan perdarahan di luar haid?
5. Apa pengaruh KB pil terhadap keputihan dan nyeri panggul?
6. Apakah hubungan paritas dengan keluhan ibu?
7. Apa hubungan menikah usia dini dengan tanda gejala??
8. Apa penyebab keputihan berbau dan berlendir, serta bagaimana
penatalaksanaan bidan?
9. Apa hubungan menikah lebih dari satu kali dengan keluhan ibu?
10. Apa diagnosa kasus tersebut?
11. Apakah penyebab penurunan nafsu makan?
12. Apakan hubungan usia 40 tahun dengan keluhan menstruasi ibu?

1.4 ANALISIS MASALAH


1. Usia 40 tahun, menikah usia dini, riwayat pernikahan 2x, riwayat paritas 5x,
pil KB 12 tahun merupakan faktor resiko terjadinya Ca Cervik.
2. Jawaban nomer 1 : tidak ada hubungan usia dengan keputihan
- Kontrasepsi oral : meningkatkan risiko terpapar virus
- Nafsu makan menurun karena faktor psikologi ibu yang merasa cemas
3. Jawaban nomer 3 : erosi portio menimbulkan lesi dan keluar darah sehingga
seusai senggama terdapat darah yang keluar.
4. Jawaban nomer 6 : nyeri panggul akibat jaringan servik nekrosis sehingga
mengeluarkan mediator nyeri
5. Jawaban nomer 7 : menikah usia dini berisiko karena reproduksi wanita belum
matang dan terpapar sperma sehingga menjadi faktor resiko IMS, Ca Servik,
dan keputihan
6. Jawaban nomer 8 : dirujuk untuk pemeriksaan lanjutan di lab (pap smear /
IVA) dan untuk mendapatkan penanganan lanjutan
7. Jawaban nomer 10 : diagnosa suspect Ca Serviks
8. Jawaban nomer12 : Tidak, usia makin tua seharusnya menstruasi semakin
menurun

1.5 L.O

Mampu menjelaskan tentang definisi, epidemiologi, klasifikasi, faktor risiko,


etiologi, patofisiologi, diagnosa pasti dan banding, tanda dan gejala, penatalaksanaan
umum dan sesuai wewenang bidan pada Ca Serviks.
HASIL CASE TO PROJECT

Ca Cervic

2.1 Definisi

 Kanker serviks merupakan pertumbuhan dari suatu kelompok sel yang


tidak normal pada serviks (leher rahim).
 Perubahan ini biasanya memakan waktu beberapa tahun sebelum
berkembang menjadi kanker. Oleh sebab itu sebenarnya terdapat
kesempatan yang cukup lama untuk mendeteksi apabila terjadi perubahan
pada sel serviks melalui skrining (papsmear atau IVA) dan menanganinya
sebelum menjadi kanker serviks
 Kanker serviks adalah kanker leher rahim / kanker mulut rahim yang
disebabkan oleh virus Human Papiloma Virus (HPV)
 Kanker leher rahim adalah keganasan yang terjadi berasal dari sel leher
rahim.

 Leher rahim adalah bagian terendah dari rahim yang terdapat pada puncak
liang senggama (vagina) (Depkes RI, 2009)
 90% berasal dari skuomosa yang melapisi servik dan 10% sisanya berasal
dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servik yang menuju ke
dalam rahim.

2.2 Epidemiologi

 Kanker servik merupakan penyakit kanker perempuan yang menimbulkan


kematian terbanyak akibat penyakit kanker terutama di negara
berkembang. Diperkirakan dijumpai kanker servik baru sebanyak 500.000
orang di seluruh dunia dan sebagian besar di negara berkembang (WHO,
2010). Kejadian kanker servik di Indonesia dilaporkan sebesar 20-24
kasus kanker servik baru setiap harinya (Sarwono, 2011).

 Penderita terbanyak di usia 45-50 tahun. Hanya 9% dari wanita berusia <
35 tahun menunjukkan kanker servik yang invasif pada saat didiagnosa.
Dan 53% dari KIS terdapat wanita di bawah usia 35 tahun.
Mempertimbangkan keterbatasan yang ada, deteksi dini secara nasional
setiap wanita sekali saja setelah melewati usia 30 tahun dan menyediakan
sarana penanganannya, untuk berhenti sampai usia 60 tahun. Pap smear
disarankan WHO untuk melihat portio yang mencurigakan. Menurut
Martin dan Dajaoux, dari 1000 servik uterus ternyata hanya 48 yang betul-
betul normal, 950 mengandung kelainan jinak dan 2 tumor ganas
(Sarwono, 2010).

2.3 Etiologi

 Penyebab kanker serviks adalah multifaktor, yang dibedakan atas faktor risiko
mayor, faktor risiko minor, dan ko-faktor (Suwiyoga, 2007). Pada faktor
mayor, sekitar 90% terdapatnya virus hPV (Human Papiloma Virus) yang
merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks. Virus ini relatif kecil dan
hanya dapat dilihat dengan alat mikroskop elektron. Dalam perkembangan
kemajuan di bidang biologi molekuler dan epidemiologi tentang hPV, kanker
serviks disebabkan oleh virus hPV. Banyak penelitian dengan studi kasus
kontrol dan kohort didapatkan risiko relatif (RR) hubungan antara hPV dan
kanker serviks antara 20-70. Infeksi hPV meripakan PMS yang utama pada
populasi, dan estimasi terjangkit berkisar 14-20% di negara eropa sampai 70%
di Amerika Serikat atau 95% di populasi Afrika. Lebih dari 70% kanker
serviks disebabkan oleh infeksi hPV tipe 16 dan 18. Infeksi hPV mempunyai
prevalensi yang tinggi pada kelompok usia muda (Sarwono, 2011).
Penelitian meta analisis yang meliputi 10.000 kasus, didapatkan 8 tipe
hPV yang banyak ditemukan, yaitu tipe 16, 18, 45, 31, 32, 52, 58 dan 35. Dari
berbagai penelitian dapat disimpulkan bahwa hanya 3 golongan hPV yang
berhubungan dengan kanker serviks yaitu :
1. hPV risiko rendah : hPV 6 dan 11
2. hPV risiko sedang : hPV 33, 35, 39, 40, 43,
45, 51, 56, dan 58
3. hPV risiko tinggi : hPV 16, 18, 31
 Suwiyoga (2010) mengatakan bahwa faktor risiko minor kanker serviks
adalah paritas tinggi dengan jarak persalinan pendek, hubungan seksual dini
dibawah umur 17 tahun, multipartner seksual, merokok aktif dan pasif, status
ekonomi rendah. Jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya yang
disunat (sirkumsisi), insidensi tinggi pada wanita yang pernah menikah
(Sarwono, 2010). Ko-faktor terdiri dari infeksi klamidia trakomatis, Hsv-2,
HIV/AIDS, infeksi kronis, dll.

2.4 Faktor Risiko


2.4.1 Pola hubungan seksual dan seksual dengan pria yang mempunyai
pasangan seksual lebih dari satu
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
lesi pra kanker dan kanker serviks dengan aktivitas seksual pada usia dini, khususnya
< 17 tahun. Hal ini diduga ada hubungan dengan belum matangnya daerah
transformasi pada usia tersebut bila sering terekspos. Frekuensi hubungan seksual
berpengaruh terhadap tingginya risiko pada usia, tetapi tidak ada kelompok usia lebih
tua. Jumlah pasangan seksual menimbulkan konsep pria beresiko tinggi sebagai
vektor yang dapat menimbulkan infeksi penyakit hubungan seksual (Suwiyoga,
2007). Sedangkan terjadinya perubahan sel serviks pada wanita sering yang sering
barganti pasangan, penyebabnya adalah sering terendamnya sperma dengan kadar Ph
yang berbeda-beda sehingga dapat mengakibatkan perubahan dari displasia menjadi
kanker (Nugraha, 2003).
2.4.2 Paritas

Paritas dapat meningkatkan insiden kanker serviks, lebih banyak merupakan


refleksi dari aktivitas seksual dan saat mulai kontak seksual pertama kali akibat
trauma persalinan. Pada wanita dengna paritas 5/ lebih mempunyai risiko terjadinya
kanker serviks 2,5x lebih besar dibandingkan wanita dengan paritas 3x/kurang
(Suwiyoga, 2007).

2.4.3 Merokok

Dari segi epidemiologi, perokok aktif dan pasif berkontribusi pada


perkembangan kanker serviks yaitu 2 sampai 5 kali lebih besar dibandingkan dengan
yang tidak perokok. Pada wanita yang merokok terdapat nikotin yang bersifat ko-
karsinogen di cairan serviksnya sehingga dapat mendorong terjadinya pertumbuhan
kanker (Suwiyoga, 2007).

2.4.4 Kontrasepsi Oral

Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun
dapat meningkatkan RR 1,53 kali. WHO melaporkan RR pada kontrasepsi oral
sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian (Sjamsuddin,
2001).

2.4.5 Defisiensi gizi

Peningkatan displasia ringan dan sedang yang berhubungan dengan defisiensi


zat gizi seperti beta karotin, vit A dan asam folat. Banyak mengonsumsi sayuran dan
buah-buahan yang mengandung bahan antioksidan seperti alpukat, brokoli, kol,
wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, dan tomat berkhasiat untuk mencegah kanker
(Aziz, 1995).

2.4.6 sosial ekonomi

Infeksi hPV lebih prevalen pada wanita dengan tingkat pendidikan dan
pendapatan rendah . adanya kaitan erat antara status ekonomi dengan status gizi
karena status gizi berhubungan dengan daya tahan tubuh. Selain itu, pola hygiene
yang buruh lebih besar pada wanita yang status sosio ekonominya rendah (Suwiyoga,
2007).

2.4.7 Menderita HIV /IMS/ mendapat penyakit immunosupressive yang


bersamaan dengan infeksi hPV

2.4.8 Ibu atau saudara kandung yang menderit kanker serviks (Depkes)

2.5 Patofisiologi

 Hampir setiap 1 dari 10 perempuan yang terinfeksi hPV akan mengalami


perubahan menjadi lesi prakanker atau displasia pada jaringan epitel serviks.
Lesi prakanker dapat terjadi dalam waktu 2-3 tahun setelah lesi. Apabila lesi
tidak diketahui dan tidak diobati, dalam waktu 3-17 tahun dapat berkembang
menjdai kanker serviks (Depkes).
 Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks
(portio) dan endoserviks kanalis serviks disebut squamo-columnar junction
(SCJ) . pada wanita muda SCJ ini berada di OUE, pada wanita > 35 tahun SCJ
berada di dalam kanalis serviks. Maka untuk pap smear efektif, dapat
mengusap zona transformasi, harus dikerjakan sengan skraper dari Ayre atau
cytobrush sikat khusus. Pada awal perkembangan kanker, tidak memberi
tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan dengan spekulum, tampak sebagai
portio yang erosif (metaplasi skuamosa) fisiologik atau patologik.
Tumor dapat tumbuh :
1. Eksolitik, SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa proliferatif yang
mengalami infeksi sekunder dan nekrosis
2. Endofitik, SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung
untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus
3. Ulseratif, mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan
serviks dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi
ulkus yang luas
Servik normal mengalami proses erosio akibat saling desak kedua
jenis epitel yang melaipisi. Dengan masuknya mutagen, portio yang erosif
yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui tingkatan
NIS-I, II, II, KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi
mikro invasif/invasif, proses keganasan berjalan terus.

Periode laten (dari NIS I - KIS) tergantung dari daya tahan tubuh
penderita. Umumnya fase prainvasif berkisar 3-20 thaun (rata-rata 5-10
tahun). Perubahan epitel displastik servik secara kontinu masih menungkin
terjadinya regresi spontan dengan/tanpa pengobatan dikenal dengan unitarian
conceph dari Richart.

Tingkatan pra maligna

Portio yang erosif dengan ektropion bukanlah termasuk lesi


pramaligna, selama tidak ada bukti adanya perubahan displastik dari SCJ.
Penting untuk dapat menggaet sel SCJ untuk pemeriksaan eksfoliatik sitologi,
meskipun pada pemeriksan ini ada kemungkinan terjadi false negatif / false
positif.

Penyebaran

Perluasan kanker serviks dapat secara langsung, melalui aliran getah


bening sehingga bermetastasis ke kelenjar getah bening iliaka interna/
eksterna, obturator, para aorta, ductus thoracicus, sampai ke skalen kiri;
penyebaran ke kelenjar getah bening inguinal melalui ligamentum rotundum,
melalui pembuluh darah/hematogen.

2.6 Tanda dan Gejala

 Kebanyakan infeksi hPV dan kanker serviks stadium dini berlangsung tanpa
gejala. Namun jika dilakukan pemeriksaan deteksi dini, ditemukan sel serviks
tidak normal yang disebut lesi prakanker.
 Tanda dini yang tidak spesifik seperti secret vagina yang agak berlebihan dan
kadang disertai bercak darah. Gejala umum : perdarahan pervaginam (pasca
senggama, perdarahan di luar haid) dan keputihan. Pada penyakit lanjut
keluhan berupa cairan pervaginam yang berbau busuk, nyeri panggul, nyeri
pinggang dan pinggul, sring berkemih, BAK/BAB sakit. Gejala penyakit
yang residif : nyeri pinggang, edema kaki unilateral, dan obstruksi ureter.

2.7 Diagnosis

2.7.1 diagnosis umum

 Sitologi
Pemeriksaan ini dikenal pap smear yang bermanfaat untuk mendeteksi
sel serviks yang tidak menunjukkan gejala dengan tingkat ketelitian
90%. Setelah 3x pemeriksaan Pap tiap tahun, interval pemeriksaan
dapat lebih lama (3th sekali). Bagi yang beresiko tinggi, dianjurkan
pemeriksaan Pap tiap tahun.
 Kolposkopi
Merupakan pemeriksaan servik dengan menggunakan alat kolposkopi
yaitu alat yang disamakan mikroskop bertenaga rendah pembesaran
antara 6-40 kali dan terdapat sumber cahaya di dalamnya. Kolposkopi
dapat meningkatkan ketepatan sitologi menjadi 90%, untuk
memperbesar gambaran portio sehingga pembuluh darah lebih jelas
dilihat. Pemeriksaan ini dilakukan untuk konfirmasi apabila hasil test
pap smear abnormal dan juga sebagai penuntun biopsi pada lesi
serviks yang dicurigai.
 Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika sambungan skuamosa-
kolumnar terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Biopsi harus
dilakukan tepat dan alat tajam serta diawetkan dalam larutan formalin
10%, sehingga tidak merusak epitel.
 Konisasi
Adalah pengeluaran sebagian jaringan serviks sehingga bagian yang
dikeluarkan bebrbentuk kerucut. Konisasi dilakukan apabila :
1. Proses dicurigai berada di endoserviks
2. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan kolposkopi
3. Ada kesenjanagan antara hasil sitologik dengan histopatologik

2.7.2 Diagnosis Banding

1. Eversi
2. Polip
3. Endoservisitis papiler / papiloma
4. (Tuberkulosis)
5. ( Chancre)
6. (granuloma inguinale)
7. Tumor Servik
8. Penyakit Radang Panggul
9. Vaginitis
10. Karsinoma Endometrium

2.8 Klasifikasi

Histopologik aknker serviks dibagi 4 klasifikasi (Ynatiningsih, 2000) :

 Displasia
Displasia adalah pertumbuhan aktif disertai gangguan proses pematangan
epitel skuamosa yang dimulai pada bagian basal sampai ke lapisan superfisial.
Berdasarkan derajat perubahan sel epitel yang jelas mengalami perubahan.
Displasia dibagi dalam 3 derajat :
1. Displasia ringan : perubahan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis
2. Displasia sedang : bila perubahan terjadi pada separuh epidermis
3. Displasia berat : hampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma in situ

Perkembangan displasia serviks menjadi kanker serviks terjadi secara


bertahap yaitu :

1. Transisi dari displasia sedang menjadi displasi berat yang irreversibel


2. Pertumbuhan invasif
3. Transformasi dari mikro invasif menjadi lebih luas
 Karsinoma in situ (KIS)
Perubahan sel epitel yang terdapat di karsinoma in situ terjadi di seluruh
lapisan epidermis menjadi karsinoma skuamosa namun membran basalis
masih utuh.
 Karsinoma Mikroinfasif
Lingkup displasia hingga neoplasia. Terjadi perubahan derajat sel
meningkatkan tumor menembus membran batalis. Biasanya tumor
asimtomatik dan hanya ditemukan pada penyaringan kanker / bertepatan dg
pemeriksaan penyakit lain di serviks. Pada pemfis, tidak terlihat perubahan
pada portio, tetapi dengan pemeriksaan kolposkopi dpt diprediksi
prakarsinoma.
 Karsinoma invasif
Derajat pertumbuhan sel menonjol, besar dan bentuk sel variasi, inti gelap,
khromatin berkelompok tidak merata, dan susunan sel semakin tidak teratur.
Sekelompok . lebih sel tumor menginvasi membran basalis dan tumbuh
infiltratif ke dalam stroma. Karsinoma invasif dibagi 3 : karsinoma sel
skuamosa dengan kreatin, karsinoma sel skuamosa tanpa kreatin, dan
karsinoma kecil. Telah menyebar luas sehingga penyembuhan sulit.
2.9 Penanganan

2.9.1 Penanganan Umum

Deteksi Dini

a. Tes HPV
Menggunakan teknik pemeriksaan molekuler, DNA yang terkait dengan HPV
diuji dari sebuah contoh sel yang diambil dari leher rahim atau liang
senggama.
b. Tes Pap smear
Definisi
Dasar pemeriksaan ini adalah mempelajari sel-sel yang terlepas dari
selaput lendir leher rahim. Papsmear mudah dilakukan dan tidak menimbulkan
rasa sakit. Tingkat Keberhasilan Papsmear dalam mendeteksi dini kanker
rahim yaitu 65-95 %.

Sasaran
Pap Smear dapat dilakukan pada WUS
yang sudah menikah atau yang sudah
melakukan senggama. Sasarannya ditujukan
kepada WUS dan wanita dengan faktor risiko.

Waktu pelaksanaan Pap Smear


Pap Smear dilakukan sekali setahun.
Bila tiga kali hasil pemeriksaan normal,
pemeriksaan dapat dijarangkan, misalnya setiap
dua tahun. Pada perempuan kelompok risiko
tinggi, pemeriksaan harus dilakukan sekali
setahun atau sesuai petunjuk dokter

c. Tes IVA
Definisi
IVA adalah salah satu deteksi dini kanker serviks dengan
menggunakan asam asetat 3 - 5 % secara inspekulo dan dilihat dengan
pengamatan mata langsung (mata telanjang). Pemeriksaan ini tidak
menimbulkan rasa sakit, mudah , murah dan informasi hasilnya langsung.
Tingkat keberhasilan metode IVA dalam mendeteksi dini kanker servik yaitu
60-92%.

Keunggulan Test IVA


 Hasil segera diketahui saat itu juga
 Efektif karena tidak membutuhkan banyak waktu dalam pemeriksaan, aman
karena pemeriksaan IVA tidak memiliki efek samping bagi ibu yang
memeriksa, dan praktis
 Teknik pemeriksaan sederhana, karena hanya memerlukan alat-alat
kesehatan yang sederhana, dan dapat dilakukan dimana saja
 Butuh bahan dan alat yang sederhana dan murah
 Sensivitas dan spesifikasitas cukup tinggi
 Dapat dilakukan oleh semua tenaga medis terlatih
Sasaran
Pemeriksaan IVA pada WUS yaitu wanita yang berusia antara 15
sampai 49 tahun. wanita yang sudah pernah melakukan senggama atau sudah
menikah juga menjadi sasaran pemeriksaan
IVA. Penderita kanker servik berumur
antara 30 – 60 tahun, terbanyak antara 45 –
50 tahun, frekwensinya masih meningkat
sampai kira – kira golongan umur 60 tahun
dan selanjutnya frekwensi ini sedikit
menurun kembali. Hal tersebut menjadikan
alasan WUS menjadi sasaran deteksi dini
kanker serviks

Waktu pelaksanaan pemeriksaan IVA


Untuk masyarakat luas,
diprogramkan pemeriksaannya 1 kali dalam
1 tahun, kecuali ada kecurigaan lain.
Pemeriksaan IVA dapat dilakukan setiap
saat, tidak dalam kedaan haid, dua hari
sebelum pemeriksaan IVA sebaiknya tidak
menggunakan obat-obatan yang dimasukan
ke dalam vagina serta diketahui oleh suami.
Jika hasil yang di dapat IVA (+) maka akan langsung diobati, jika
pemeriksaan dilakukan di Rumah Sakit maka akan langsung dilakukan
kryoterapi, serta diberikannya obat antibiotik serta analgesik, jika
pemeriksaan di praktek swasta maka akan langsung diberikan antibiotik dan
analgesik serta rujukan ke Rumah Sakit untuk melakukan kryoterapi

d. Servikografi
Kamera khusus digunakan untuk memfoto leher rahim. Film dicetak
dan foto diinterpretasikan oleh petugas terlatih. Pemeriksaan ini terutama
digunakan sebagai tambahan dari deteksi dini menggunakan IVA, tetapi dapat
juga sebagai penapisan primer.
e. Kolposkopi
Pemeriksaan visual bertenaga tinggi untuk melihat leher rahim, bagian luar
dan kanaal bagian dalam serviks disertai biopsi jaringan ikat yang tampak
abnormal. Terutama digunakan untuk mendiagnosa (Depkes RI, 2009).
Pembedahan

Dapat dilakukan pada kanker serviks sampai stadium IIA dan dengan hasil
pengobatan seefektif radiasi, akan tetapi mempunyai keunggulan dapat meninggalkan
ovarium pada pasien usia pramenopause. Kanker serviks dengan diameter lebih dari 4
cm lebih baik diobati dengan kemoradiasi daripada operasi.

 Stadium I A1 tanpa invasi limfo vaskuler. Konisasi serviks atau histerektomi


totalis simpel. Risiko metastasis ke kelenjar getah bening/residif 1%
 Stadium I A1 dengan invasi limfo vaskuler , stadium IA2. Modifikasi
histerektomia radikal (tipe II) dan limfadenektomia pelvik. Stadium I A1
dengan invasi limfo vaskuler didapati 5% risiko metastasis kelenjar getah
bening.
 Stadium IA1 berkaitan dengan 4% sampai 10% risiko metastasis kelenjar
getah bening.
 Stadium IB sampai stadium IIA: Histerektomia radikal (tipe III) dan
limfodenoktemia pelvik dan para-aorta.
 Radiasi ajuvan diberikan pascabedah pada kasus dengan risiko tinggi (lesi
besar, invasi limfo-vaskuler atau invasi stroma yang dalam). Radiasi
pascabedah dapat mengurangi residif sampai 50%.

Radioterapi

 Dapat diberikan pada semua stadium terutama mulai stadium IIB sampai IV
atau bagi pasien stadium lebih kecil tetapi tidak merupakan kandidat untuk
pembedahan. Penambahan Clispatin selama radioterapi whole pelvic dapat
memperbaiki kesintasan hidup 30%-50%.
 Komplikasi radiasi antara lain gangguan gastrointestinal seperti proktitis,
kolitis, dan traktus urinarius seperti sistitis, dan stenosis vagina.
 Teleterapi dengan radioterapi whole pelvic selama 5 minggu sebagai awal
pengobatan. Tujuannya memberikan radiasi seluruh rongga panggul,
parametrium, kelenjar getah bening iliaka, dan para-aorta.
 Lalu dilanjutkan brakiterapi. Tujuannya untuk memberikan radiasi dosis
tinggi ke uterus, serviks, vagina, dan parametrium.
 Radioterapi ajuvan dapat diberikan pada pasien pascabedah dengan risiko
tinggi.

Kemoterapi

Diberikan sebagai gabungan radio-kemoterapi ajuvan atau untuk terapi paliatif pada
kasus residif. Kemoterapi yang paling aktif adalah Cisplatin, Carboplatin juga
mempunyai aktivitas yang sama. Jenis kemoterapi lainnya yang mempunyai aktivitas
yang dimanfaatkan dalam terapi adalah Ifosfamid dan paclitaxel (Sarwono, 2011).

Pengamatan Lanjutan

Dalam 2 tahun pertama setelah didiagnosis, pasien dianjurkan melakukan


pemeriksaan setiap 3 bulan. Pada tahun ketiga sampai tahun kelima, pemeriksaan
dianjurkan setiap 6 bulan, dan selanjtnya setiap 1 tahun. Pemeriksaan meliputi
pemeriksaan kelenjar getah bening, pelvis, rektal dan tes PAP. Pemeriksaan foto
paru-paru atau CT-scan hanya jika ada indikasi.

2.9.2 Penatalaksaan Bidan

 Menjelaskan hasil pemeriksaan tanda vital, pemfis, dan pemeriksaan spekulo.


 Menjelaskan ada tanda Ca cerviks dan keluhan merupakan faktor risiko Ca
serviks tetapi ibu tetap tenang karena ini masih praduga, diagnosa pasti harus
dilakukan pemerikaan lanjutan.
 Meminta persetujuan ibu dan keluarga untuk melakukan tes IVA. Apabila
hasil tes IVA (+), bidan memberikan analgesik dan antibiotik.
 Menyarankan untuk merujuk ibu ke dokter spesialis dan uji lab untuk
menetapkan diagnosa pasti.
 Memberitahukan ibu bahwa penanganan harus dilakukan setelah diagnosa
ditegakkan dengan pasti.
 Menyarankan ke ibu untuk tetap memperhatikan pola nutrisi dan pola hygiene
yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
Referensi :
Buku minimal 10 tahun terakhir
Jurnal 5 tahun terakhir

Anda mungkin juga menyukai