NAMA KELOMPOK :
NAMA (NPM)
NAMA (NPM)
NAMA (NPM)
NAMA (NPM)
NAMA (NPM)
NAMA (NPM)
1. Usia 40 tahun
2. Keputihan berbau dan berlendir
3. Nyeri panggul
4. Menikah 2 kali, usia pertama menikah 16 tahun
5. Melahirkan 5 kali
6. Perdarahan haid lebih banyak beberapa bulan lalu
7. Perdarahan diluar haid
8. Keluar darah usai senggama
9. Pemeriksaan inspekulo : bau (+) dan erosi portio (+)
10. Nafsu makan menurun
11. KB pil 12 tahun
12. Pola hubungan seks 1 minggu 2 kali.
1.3 IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apakah hubungan antara usia 40 tahun dengan kejadian keputihan?
2. Apa hubungan antara perdarahan di luar haid dengan erosi portio?
3. Apa penyebab keluar darah setelah senggama?
4. Apa penyebab mentruasi lebih banyak dan perdarahan di luar haid?
5. Apa pengaruh KB pil terhadap keputihan dan nyeri panggul?
6. Apakah hubungan paritas dengan keluhan ibu?
7. Apa hubungan menikah usia dini dengan tanda gejala??
8. Apa penyebab keputihan berbau dan berlendir, serta bagaimana
penatalaksanaan bidan?
9. Apa hubungan menikah lebih dari satu kali dengan keluhan ibu?
10. Apa diagnosa kasus tersebut?
11. Apakah penyebab penurunan nafsu makan?
12. Apakan hubungan usia 40 tahun dengan keluhan menstruasi ibu?
1.5 L.O
Ca Cervic
2.1 Definisi
Leher rahim adalah bagian terendah dari rahim yang terdapat pada puncak
liang senggama (vagina) (Depkes RI, 2009)
90% berasal dari skuomosa yang melapisi servik dan 10% sisanya berasal
dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servik yang menuju ke
dalam rahim.
2.2 Epidemiologi
Penderita terbanyak di usia 45-50 tahun. Hanya 9% dari wanita berusia <
35 tahun menunjukkan kanker servik yang invasif pada saat didiagnosa.
Dan 53% dari KIS terdapat wanita di bawah usia 35 tahun.
Mempertimbangkan keterbatasan yang ada, deteksi dini secara nasional
setiap wanita sekali saja setelah melewati usia 30 tahun dan menyediakan
sarana penanganannya, untuk berhenti sampai usia 60 tahun. Pap smear
disarankan WHO untuk melihat portio yang mencurigakan. Menurut
Martin dan Dajaoux, dari 1000 servik uterus ternyata hanya 48 yang betul-
betul normal, 950 mengandung kelainan jinak dan 2 tumor ganas
(Sarwono, 2010).
2.3 Etiologi
Penyebab kanker serviks adalah multifaktor, yang dibedakan atas faktor risiko
mayor, faktor risiko minor, dan ko-faktor (Suwiyoga, 2007). Pada faktor
mayor, sekitar 90% terdapatnya virus hPV (Human Papiloma Virus) yang
merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks. Virus ini relatif kecil dan
hanya dapat dilihat dengan alat mikroskop elektron. Dalam perkembangan
kemajuan di bidang biologi molekuler dan epidemiologi tentang hPV, kanker
serviks disebabkan oleh virus hPV. Banyak penelitian dengan studi kasus
kontrol dan kohort didapatkan risiko relatif (RR) hubungan antara hPV dan
kanker serviks antara 20-70. Infeksi hPV meripakan PMS yang utama pada
populasi, dan estimasi terjangkit berkisar 14-20% di negara eropa sampai 70%
di Amerika Serikat atau 95% di populasi Afrika. Lebih dari 70% kanker
serviks disebabkan oleh infeksi hPV tipe 16 dan 18. Infeksi hPV mempunyai
prevalensi yang tinggi pada kelompok usia muda (Sarwono, 2011).
Penelitian meta analisis yang meliputi 10.000 kasus, didapatkan 8 tipe
hPV yang banyak ditemukan, yaitu tipe 16, 18, 45, 31, 32, 52, 58 dan 35. Dari
berbagai penelitian dapat disimpulkan bahwa hanya 3 golongan hPV yang
berhubungan dengan kanker serviks yaitu :
1. hPV risiko rendah : hPV 6 dan 11
2. hPV risiko sedang : hPV 33, 35, 39, 40, 43,
45, 51, 56, dan 58
3. hPV risiko tinggi : hPV 16, 18, 31
Suwiyoga (2010) mengatakan bahwa faktor risiko minor kanker serviks
adalah paritas tinggi dengan jarak persalinan pendek, hubungan seksual dini
dibawah umur 17 tahun, multipartner seksual, merokok aktif dan pasif, status
ekonomi rendah. Jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya yang
disunat (sirkumsisi), insidensi tinggi pada wanita yang pernah menikah
(Sarwono, 2010). Ko-faktor terdiri dari infeksi klamidia trakomatis, Hsv-2,
HIV/AIDS, infeksi kronis, dll.
2.4.3 Merokok
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun
dapat meningkatkan RR 1,53 kali. WHO melaporkan RR pada kontrasepsi oral
sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian (Sjamsuddin,
2001).
Infeksi hPV lebih prevalen pada wanita dengan tingkat pendidikan dan
pendapatan rendah . adanya kaitan erat antara status ekonomi dengan status gizi
karena status gizi berhubungan dengan daya tahan tubuh. Selain itu, pola hygiene
yang buruh lebih besar pada wanita yang status sosio ekonominya rendah (Suwiyoga,
2007).
2.4.8 Ibu atau saudara kandung yang menderit kanker serviks (Depkes)
2.5 Patofisiologi
Periode laten (dari NIS I - KIS) tergantung dari daya tahan tubuh
penderita. Umumnya fase prainvasif berkisar 3-20 thaun (rata-rata 5-10
tahun). Perubahan epitel displastik servik secara kontinu masih menungkin
terjadinya regresi spontan dengan/tanpa pengobatan dikenal dengan unitarian
conceph dari Richart.
Penyebaran
Kebanyakan infeksi hPV dan kanker serviks stadium dini berlangsung tanpa
gejala. Namun jika dilakukan pemeriksaan deteksi dini, ditemukan sel serviks
tidak normal yang disebut lesi prakanker.
Tanda dini yang tidak spesifik seperti secret vagina yang agak berlebihan dan
kadang disertai bercak darah. Gejala umum : perdarahan pervaginam (pasca
senggama, perdarahan di luar haid) dan keputihan. Pada penyakit lanjut
keluhan berupa cairan pervaginam yang berbau busuk, nyeri panggul, nyeri
pinggang dan pinggul, sring berkemih, BAK/BAB sakit. Gejala penyakit
yang residif : nyeri pinggang, edema kaki unilateral, dan obstruksi ureter.
2.7 Diagnosis
Sitologi
Pemeriksaan ini dikenal pap smear yang bermanfaat untuk mendeteksi
sel serviks yang tidak menunjukkan gejala dengan tingkat ketelitian
90%. Setelah 3x pemeriksaan Pap tiap tahun, interval pemeriksaan
dapat lebih lama (3th sekali). Bagi yang beresiko tinggi, dianjurkan
pemeriksaan Pap tiap tahun.
Kolposkopi
Merupakan pemeriksaan servik dengan menggunakan alat kolposkopi
yaitu alat yang disamakan mikroskop bertenaga rendah pembesaran
antara 6-40 kali dan terdapat sumber cahaya di dalamnya. Kolposkopi
dapat meningkatkan ketepatan sitologi menjadi 90%, untuk
memperbesar gambaran portio sehingga pembuluh darah lebih jelas
dilihat. Pemeriksaan ini dilakukan untuk konfirmasi apabila hasil test
pap smear abnormal dan juga sebagai penuntun biopsi pada lesi
serviks yang dicurigai.
Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika sambungan skuamosa-
kolumnar terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Biopsi harus
dilakukan tepat dan alat tajam serta diawetkan dalam larutan formalin
10%, sehingga tidak merusak epitel.
Konisasi
Adalah pengeluaran sebagian jaringan serviks sehingga bagian yang
dikeluarkan bebrbentuk kerucut. Konisasi dilakukan apabila :
1. Proses dicurigai berada di endoserviks
2. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan kolposkopi
3. Ada kesenjanagan antara hasil sitologik dengan histopatologik
1. Eversi
2. Polip
3. Endoservisitis papiler / papiloma
4. (Tuberkulosis)
5. ( Chancre)
6. (granuloma inguinale)
7. Tumor Servik
8. Penyakit Radang Panggul
9. Vaginitis
10. Karsinoma Endometrium
2.8 Klasifikasi
Displasia
Displasia adalah pertumbuhan aktif disertai gangguan proses pematangan
epitel skuamosa yang dimulai pada bagian basal sampai ke lapisan superfisial.
Berdasarkan derajat perubahan sel epitel yang jelas mengalami perubahan.
Displasia dibagi dalam 3 derajat :
1. Displasia ringan : perubahan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis
2. Displasia sedang : bila perubahan terjadi pada separuh epidermis
3. Displasia berat : hampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma in situ
Deteksi Dini
a. Tes HPV
Menggunakan teknik pemeriksaan molekuler, DNA yang terkait dengan HPV
diuji dari sebuah contoh sel yang diambil dari leher rahim atau liang
senggama.
b. Tes Pap smear
Definisi
Dasar pemeriksaan ini adalah mempelajari sel-sel yang terlepas dari
selaput lendir leher rahim. Papsmear mudah dilakukan dan tidak menimbulkan
rasa sakit. Tingkat Keberhasilan Papsmear dalam mendeteksi dini kanker
rahim yaitu 65-95 %.
Sasaran
Pap Smear dapat dilakukan pada WUS
yang sudah menikah atau yang sudah
melakukan senggama. Sasarannya ditujukan
kepada WUS dan wanita dengan faktor risiko.
c. Tes IVA
Definisi
IVA adalah salah satu deteksi dini kanker serviks dengan
menggunakan asam asetat 3 - 5 % secara inspekulo dan dilihat dengan
pengamatan mata langsung (mata telanjang). Pemeriksaan ini tidak
menimbulkan rasa sakit, mudah , murah dan informasi hasilnya langsung.
Tingkat keberhasilan metode IVA dalam mendeteksi dini kanker servik yaitu
60-92%.
d. Servikografi
Kamera khusus digunakan untuk memfoto leher rahim. Film dicetak
dan foto diinterpretasikan oleh petugas terlatih. Pemeriksaan ini terutama
digunakan sebagai tambahan dari deteksi dini menggunakan IVA, tetapi dapat
juga sebagai penapisan primer.
e. Kolposkopi
Pemeriksaan visual bertenaga tinggi untuk melihat leher rahim, bagian luar
dan kanaal bagian dalam serviks disertai biopsi jaringan ikat yang tampak
abnormal. Terutama digunakan untuk mendiagnosa (Depkes RI, 2009).
Pembedahan
Dapat dilakukan pada kanker serviks sampai stadium IIA dan dengan hasil
pengobatan seefektif radiasi, akan tetapi mempunyai keunggulan dapat meninggalkan
ovarium pada pasien usia pramenopause. Kanker serviks dengan diameter lebih dari 4
cm lebih baik diobati dengan kemoradiasi daripada operasi.
Radioterapi
Dapat diberikan pada semua stadium terutama mulai stadium IIB sampai IV
atau bagi pasien stadium lebih kecil tetapi tidak merupakan kandidat untuk
pembedahan. Penambahan Clispatin selama radioterapi whole pelvic dapat
memperbaiki kesintasan hidup 30%-50%.
Komplikasi radiasi antara lain gangguan gastrointestinal seperti proktitis,
kolitis, dan traktus urinarius seperti sistitis, dan stenosis vagina.
Teleterapi dengan radioterapi whole pelvic selama 5 minggu sebagai awal
pengobatan. Tujuannya memberikan radiasi seluruh rongga panggul,
parametrium, kelenjar getah bening iliaka, dan para-aorta.
Lalu dilanjutkan brakiterapi. Tujuannya untuk memberikan radiasi dosis
tinggi ke uterus, serviks, vagina, dan parametrium.
Radioterapi ajuvan dapat diberikan pada pasien pascabedah dengan risiko
tinggi.
Kemoterapi
Diberikan sebagai gabungan radio-kemoterapi ajuvan atau untuk terapi paliatif pada
kasus residif. Kemoterapi yang paling aktif adalah Cisplatin, Carboplatin juga
mempunyai aktivitas yang sama. Jenis kemoterapi lainnya yang mempunyai aktivitas
yang dimanfaatkan dalam terapi adalah Ifosfamid dan paclitaxel (Sarwono, 2011).
Pengamatan Lanjutan
DAFTAR PUSTAKA
Referensi :
Buku minimal 10 tahun terakhir
Jurnal 5 tahun terakhir