Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Sampai saat ini kanker mulut Rahim (Kanker Serviks) merupakan masalah kesehatan
perempuan di Indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan angka kematiannya yang tinggi.
Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut,keadaan umum yang lemah, status social ekonomi
yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana dan prasarana, jenis histopatologi
dan derajat pendidikanikut serta dalam menentukan prognosis dari penderita.
Di Negara maju, angka kejadian dan angka kematian kanker mulut Rahim telah menurun
karena suksenya program deteksi dini. Akan tetapi, secara umum kanker mulut Rahim
menempati posisi kedua terbanyak pada keganasan wanita (setelah kanker payudara)
diperkirakan diderita oleh 500.000 wanita tiap tahunnya.
Di Indonesia, diperkirakan 40 ribu kasus baru kanker mulut Rahim ditemukan setiap
tahunnya. Dirumah sakit Dr. Cipto mangunkusumo, frekuensi kanker serviks 76,2% diantara
kanker ginekologik. Dari data 17 rumah sakit di Jakarta tahun 1977 kanker serviks menduduki
urutan pertama yaitu 432 kasus di antara 918 kanker pada perempuan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan Pengertian dari Kanker Serviks?
2. Bagaimana Epidemiologi?
3. Bagaimana Faktor resiko atau cara penularan kanker serviks?
4. Bagaimana Prosedur Penentuan Diagnosis?
5. Bagaimana Pencegahan Kanker Serviks?
6. Bagaimana Test Screnning Kanker serviks?
7. Bagaimana Kriteria Evaluasi kanker serviks?

1
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Pengertian dari Kanker Serviks.
2. Untuk mengetahui Epidemiologi.
3. Untuk mengetahui Faktor resiko atau cara penularan kanker serviks.
4. Untuk mengetahui Prosedur Penentuan Diagnosis.
5. Untuk mengetahui Pencegahan Kanker Serviks.
6. Untuk mengetahui Test Screnning Kanker serviks.
7. Untuk mengetahui Kriteria Evaluasi kanker serviks.

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kanker Serviks

Kanker Serviks (kanker leher rahim) adalah tumbuhnya sel-sel tidak normal pada leher
rahim. Kanker serviks merupakan kanker yang sering dijumpai di Indonesia baik diantara kanker
pada perempuan dan pada semua jenis kanker.

Penyebab kanker leher rahim yaitu virus HPV (Human Papiloma Virus) yang dapat
ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini dapat menyerang semua wanita, khususnya
wanita yang aktif secara seksual. Saat ini sudah terdapat vaksin untuk mencegah infeksi HPV
khususnya tipe 16 an tipe 18 yang diperkirakan menjadi penyebab 70% kasus kanker serviks di
Asia.

2.2 Epidemologi

Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak kedua pada wanita dan menjadi
penyebab lebih dari 250.000 kematian pada tahun 2005. Kurang lebih 80% kematian tersebut
terjadi di negara berkembang. Tanpa penatalaksaaan yang adekuat, diperkirakan kematian akibat
kanker serviks akan meningkat 25% dalam sepuluh tahun mendatang.

2.3 Faktor risiko atau cara penularan Kanker Serviks

 Perilaku Seksual
Dari studi epidemologi, kanker serviks skuamosa berhubungan kuat dengan perilaku seksual,
seperti berganti-ganti mitra seks dan usia melakukan hubungan seks yang pertama. Resiko
meningkat lebih dari sepuluh kali bila mitra seks enam atau lebih, atau bila hubungan seks
pertama dibawah umur 15 tahun. Resiko akan meningkat apabila hubungan dengan pria
berisiko tingi mengidap kandiloma akuminatum. Pria berisiko tinggi adalah pria yang
melakukan hubungan seks dengan banyak mitra seks.
 Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dihisap sebagai rokok maupun
yang dikunyah. Asap rokok menghasikan polycyclic aromatic hydrocarbons heterocyclic

3
amine yang sangat karsinogenik dan mutagen, sedangkan bila dikunyah ia menghasilkan
nitrosamine. Bahan yang berasal dari tembakau yang dihisap terdapat pada getah serviks
wanita perokok dan dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus. Bahkan membuktikan bahwa
bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan kerusakan DNA epitel serviks sehingga
mengakibatkan neoplasma serviks.
 Nutrisi
Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah
kanker. Dan beberapa penelitian, ternyata defisiensi terhadap asam folat, vit. C, E, beta
karotin/retinol dihubungkan dengan peningkatan resiko kanker serviks.
 Perubahan system imun
Perubahan system imun dihubungkan dengan meningkatnya resiko terjadinya karsinoma
serviks invasive. Hal ini dihubungkan dengan penderita yang terinfeksi dengan human
immunodeficiency virus (HIV) meningkatkan angka kejadian kanker serviks prainvasif dan
invasive.

2.4 Prosedur Penentuan Diagnosis

 Anamnesa, yaitu untuk mencari faktor predisposisi dan keluhan penderita. Keputihan dan
pendarahan abnormal pervaginam merupakan keluhan utama pasien yang dicurigai menderita
kanker serviks invasive.
 Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan ginekologis dan pemeriksaan kelenjar inguinal.
 Pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks, BNO-IVP, sitoskopi, retroskopi, CT-scan
optional, MRI, serta bone survey, terutama jika menentukan jauhnya metaphase.
 Biopsy serviks untuk menentukan jenis histopatolohis
 Untuk deteksi kanker serviks stadium dini dapat dilakukan beberapa cara mulai dari uji pap
konvensional, IVA, papnet, thin prep, servikografi, uji HPV, dan kolposkopi.

4
Memperhatikan permasalahan dalam penanggulagan kanker serviks Indonesia, inspeksi
visual asam asetat (IVA) dapat menjadi metode alternative untuk skrinning. Pertimbangan ini
dibuat dengan alasan :
 Mudah dan praktis dilaksanakan
 Dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan non dokter ginekologi. Bahkan oleh bidan praktik
swasta, maupun di tempat-tempat terpencil.
 Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana hanya untuk pemeriksaan ginekologi dasar.
 Biaya murah, sesuai untuk pusat pelayanan sederhana
 Hasil langsug diketahui
 Dapat segera diterapi (see and treat)

2.5 Pencegahan Kanker Serviks

Pencegahan kanker serviks terdiri dari beberapa tahap, yaitu :

1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya dalam mengurangi atau menghilangkan kontak
individu dengan karsinogen untuk mencegah terjadinya proses karsinogenesis. Pencegahan
primer juga dapat dilakukan dengan menghindari berbagai faktor resiko, seperti dengan
menunda aktivitas seksual usia 20 tahun, berhubungan secara monogamy, serta penggunaan
vaksi HPV.
a. Vaksin
Dua vaksin HPV yang tersedia untuk melindungi perempuan, terhadap jenis HPV yang
menyebabkan kanker serviks yang paling, vagina, dan vulva. Kedua vaksin yang
direkomendasikan untuk remaja perempuan usia 11-12 tahun, dan untuk wanita 13
sampai 26 tahun yang tidak mendapatkan salah satu atau semua dari vaksin ketika
mereka masih muda. Vaksin ini juga dapat diberikan pada remaja perempuan usia 9
tahun. Disarankan bahwa wanita mendapatkan merek vaksin yang sama untuk tiga dosis
keseluruhan, bila memungkinkan. Penting untuk dicatat bahwa bahkan wanita yang
divaksinasi terhadap HPV perlu memiliki Pap Smear secara teratur untuk krining kanker
serviks. Vaksin melindungi terhadap infeksi dengan jenis HPV selama 6 sampai 8 tahun.

5
b. Menghindari faktor resiko dan meningkatkan faktor produksi
Memghindari faktor resiko kanker dapat membantu mencegah kanker tersebut. Faktor
resiko meliputi merokok, kelebihan berat badan, dan tidak cukup berolahraga.
Meningkatkan faktor produksi seperti berhenti merokok, makan makanan yang sehat, dan
berolahraga juga dapat membantu mencegah beberapa jenis kanker.

2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan Sekunder bertujuan untuk menemukan kasus-kasus diri kanker serviks, sehingga
kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Pencegahan sekunder termasuk skrining dan
deteksi dini seperti Pap Smear, Kolposkopi, servikografi, Pap net dan inspeksi visual dengan
asam asetat (IVA).
a. Test Pap (Pap smear atau) mencari prekanker, perubahan sel pada leher rahim yang dapat
menjadi kanker serviks jika tidak diobati dengan tepat. Mulai dilakukan pada usia 21.
b. Papillomavirus test (HPV) manusia mencari virus yang dapat menyebabkan perubahan
sel. Yang paling penting yang dapat dilakukan untuk membantu mencegah kanker serviks
adalah dengan melakukan tes skrining rutin.

3. Pencegahan Tersier
Pencegahan Tersier merupakan pencegahan komplikasi klinik dan kematian. Pencegahan
dapat dilakukan dengan memberikan pengobatan yang tepat beruba opersai, kemotrapi, atau
radioterapi.

2.6 Test Screening

Sensitivitas dan Spesifisitas

Sensitivitas adalah kemampuan suatu uji untuk mengidentifikasi dengan benar mereka
yang terkena pnyakit. Sesitivitas memperlihatkan proporsi orang-orang yang benar-benar sakit
dalam suatu populasi yang menjalani skrining dan teridentifikasi secara tepat terkena penyakit
melalui tes skrining.

positif benar positif benar


Sensitivitas = =
positif benar +negatif palsu semua orang berpenyakit

6
Spesifisitas adalah kemampuan suatu uji untuk mengidentifikasi dengan benar presentase
mereka yang tidak terkena penyakit. Orang yang tidak terkena penyakit dan terbukti tidak
terkena penyakit seperti yang ditunjukkan melalui suatu uji. Spesifitas menunjukkan proporsi
orang yang tidak terkena penyakit dalam populasi yang menjalani skiring dan mereka yang
diidentifikasi dengan benar sebagai orang yang tidak terkena penyakit melalui uji skrining.

negatif benar positif benar


Spesifisitas = = x 100
negatif benar + positif palsu semua orang berpenyakit

Sensitivitas dan spesifisitas bukan nilai yang mutlak, setiap uji perorangan akan menghasilkan
respons yang berbeda. Sensitivitas dan spesifisitas terbentukuntuk setiap tes melalui penggunaan
tes yang berulang kali dalam satu rentang waktu.

2.7 Kriteria Evaluasi


Suatu alat (test) skrining yang baik adalah mempunyai tingkat validitas dan reliabilitas yang
tinggi, yaitu menedekati 100%. Selain Kedua nilai tersebut, dalam memilih tes untuk skrining
dibutuhkan juga nilai prediktif.
1. Validitas
Validitas adalah kemampuan dari tes penyaringan untuk memisahkan mereka yang benar-
benar sakit terhadap yang sehat. Validitas merupakan petunujuk tentang kemampuan suatu alat
ukur (test) dapat mengukur secara benar dan tepat apa yang akan diukur. Validitas mempunyai 2
komponen yaitu :
- Sensivitas : Kemampuan untuk menentukan orang sakit
- Spektifitas : Kemampuan untuk menentukan orang yang tidak sakit
Kedua nilai tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, yakni bila sensitivitas
meningkat, maka spektifitas akan menurun, begitu pula sebaliknya. Untuk menentukan batas
standar yang digunakan pada tes penyaringan., harus ditentukan tujuan penyaringan, apakah
mengutamakan semua penderita terjaring termasuk yang tidak menderita, ataukah
mengutamakan semua penderita terjaring termasuk yang tidak menderita, ataukah mengarah
pada mereka yang betul-betul sehat.

7
Disamping nilai sensitivitas dan nilai spesifisitas, dapat pula diketahui beberapa nilai lainnya
seperti :
a. True positive, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang benar-benar menderita penyakit
dengan hasil tes positif pula.
b. False positive, yang menunjukkan pada banyaknya kasus yang sebenarnya tidak sakit tetapi
test menunjukkan hasil yang positif
c. True negative, menunjukkan pada banyaknya kasus yang tidak sakit dengan hasil test yang
negative pula
d. False negative, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang sebenarnya menderita penyakit
tetapi hasil test negatif

Tabel 1
Sakit Tidak Sakit Jumlah
Positif A B a+b
(True +) (False +)
Negatif C D c+d
(False - ) (True -)
Jumlah a+c b+d a+b+c

8
Kasus :
Bidan N di Puskesmas Sukaramai melakukan program pemeriksaan IVA dalam rangka
menemukan secara dini Ca Serviks pada kelompok wanita di lokalisasi tuna susila. Dari 500
orang yang diperiksa, didapatkan 30 orang terdeteksi positif test IVA. Sampel yang terkumpul
juga diperiksa dengan PAP Smear ternyata dari positif test IVA hanya 6 orang dinyatakan sakit
kanker serviks, dan yang test IVA negative ternyata ada 3 orang yang dinyatakan sakit kanker
serviks

Tabel 2
Kanker Serviks Jumlah
+ -
TES + 6 24 30
IVA (True +) (False +)
- 3 467 470
(False -) (True -)
Jumlah 9 491 500

A 6
a. Sensitivitas = x 100% = x 100 % = 66,67 %
A +C 6+3
D 467
b. Spesifisitas = x 100% = x 100% = 95,11 %
B+ D 24+ 467
True positive 6
c. Positive predictive value = x 100% = x 100% = 20 %
True positive+ false positive 6+24
True negative 467
d. Negative predictive value = x 100% = x 100% = 99,4
True negative +false negative 467+3
%

2. Reliabilitas
Kemampuan suatu tes memberikan hasil yang sama atau konsisten bila tes dilakukan lebih
dari satu kali sasaran (objek) sama dan pada kondisi yang sama pula.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Skrining adalah strategi yang digunakan dalam suatau polulasi untuk mendeteksi suatu
penyakit individu tanpa tanda-tanda atau gejala penyakit itu. Tes Pap smear merupakan pilihan
utama metode skrining kanker serviks. Namun dalam penerapan di pelayanan primer yang lebih
luas, metode IVA direkomendasikan menjadi metode alternative pada kondisi yang tidak
memungkinkan dilakukan untuk pemeriksaan sitologi.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.Dalam pembuatan
makalah ini kami tidak luput dari kesalahan.Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca

10
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, 2008 Skrining kanker Rahim dengan metode inspeksi visual dengan
asam asetat (IVA). Jakarta: Departeman Kesehatan RI.
Kompono N, 2005. Kanker Servik. Dalam: Anwar M, Baziad A, Prabowo P. Ilmu kandungan.
Edisi ke-3. Jakarta : Bina pustaka sarwono prawirohardjo.
Rajab, Wahyudin, 2009. Buku ajar epidemiologi untuk mahasiswa kebidanan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokeran ECG.
Rasjidin I, 2008. Manual Prankanker Serviks. Jakarta : CV sagung seto.

11

Anda mungkin juga menyukai