Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Leher Rahim


2.1.1 Pengertian
Kanker leher rahim adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel
epitel skuamosa. Kanker leher rahim merupakan keganasan yang terjadi
pada leher rahim yang merupakan bagian terendah dari rahim yang
menonjol ke puncak liang sanggama (vagina) yang dapat menyebar
(metastase) ke organ – organ lain dan menyebabkan kematian. Kanker leher
)
rahim biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun.(7,8
2.1.2 Perjalanan penyakit
Human Papiloma Virus (HPV) biasa terjadi pada perempuan usia
reproduksi. Infeksi dapat menetap, berkembang menjadi displasia atau
sembuh sempurna. Virus ini ditemukan pada 95% kasus kanker leher rahim.
Proses terjadinya kanker leher rahim sangat erat hubungannya dengan
proses metaplasia. Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang dapat
mengubah perangai sel secara genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat
berubah menjadi sel yang berpotensi ganas. Perubahan ini biasanya terjadi
di daerah transformasi. Sel yang mengalami mutasi disebut sel displatik dan
kelainan epitelnya disebut displasia (Neoplasia Intraepitel Servik/NIS).
Dimulai dari displasia ringan, sedang, berat dan karsinoma in-situ dan
kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Lesi displasia dikenal
juga sebagai lesi prakanker. Perbedaan derajat displasia didasarkan atas
tebal epitel yang mengalami kelainan dan berat ringannya kelainan pada sel.
Pada lesi prakanker derajat ringan dapat mengalami regresi spontan dan
menjadi normal kembali. Tetapi pada lesi derajat sedang dan berat lebih
berpotensi berubah menjadi kanker invasif. Perubahan dari karsinoma in-
situ menjadi kanker leher rahim memerlukan waktu 5-20 tahun, sehingga
jika ditemukan pada tahap prakanker morbiditas dan mortalitas sangat
rendah dengan angka kesembuhan yang dapat mencapai 100%. (8,9,10)
2.1.3 Gejala dan Tanda
Gejala
Pada tahap pra kanker sering tidak menimbulkan gejala, biasanya kalo
timbul gejala mengeluarkan keputihan atau bercak sedikit. Pada tahap
selanjutnya (kanker) dapat timbul gejala berupa : (8)
1) Keputihan / keluar cairan encer yang biasanya berbau
2) Perdarahan di luar siklus haid
3) Perdarahan setelah sanggama yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan yang abnormal terjadi secara spontan walaupun tidak
melakukan hubungan seksual
4) Sakit waktu melakukan hubungan seksual
5) Timbul kembali haid setelah mati haid (menopause)
6) Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah
7) Anemia (kurang darah) karena perdarahan yang sering timbul
8) Gangguan buang air kecil (disuria, hematuria sampai dengan anuria)
Tanda/Pemeriksaan fisik
a. Pada pemeriksaan umum
1. Keadaan umum : status gizi, anemia
2. Pembesaran tumor pada kelenjar getah bening terutama didaerah
supraklavikula
3. Pada stadium lanjut dapat dijumpai udem di tungkai
b. Pada pemeriksaan ginekologi
Pada inspeksi dengan bantuan alat spekulum, akan tampak proses di
leher rahim/porsio/serviks yang umumnya menonjol seperti kembang
kol,yang rapuh dan mudah berdarah, dan kadang-kadang berbau busuk.
Untuk memastikan bahwa kelainan di leher rahim adalah kanker,harus
dilakukan pembuktian secara histopatologi (biopsi).(11)
2.2 Faktor Risiko
Faktor risiko yang menyebabkan perempuan terpapar HPV (sebagai etiologi
dari kanker leher rahim) adalah :
a. Menikah/ memulai aktifitas seksual pada usia muda (kurang dari 20
tahun)
b. Berganti ganti pasangan seksual
c. Berhubungan sek dengan laki-laki yang sering berganti pasangan
d. Riwayat infeksi di daerah kelamin/radang panggul
e. Perempuan yang melahirkan banyak anak
f. Perempuan perokok mempunyai resiko dua setengah kali lebih besar
untuk menderita kanker leher rahim dibanding yang tidak merokok.
g. Perempuan yang perokok pasif (yang tinggal bersama keluarga yang
mempunyai kebiasaan merokok) akan meningkat resikonya 1,4 kali
dibandingkan perempuan yang hidup dengan udara bebas.
h. Perempuan yang pernah melakukan pemeriksaan penapisan (tes Pap
atau IVA/ Inspeksi Visual dengan Asam asetat) akan menurunkan
risiko terkena kanker leher rahim (faktor Protektif). (11)

2.3 Deteksi Dini Kanker Leher Rahim


Deteksi dini merupakan kunci penaggulangan penyakit kanker.
Kanker leher rahin stadium dini sering tidak menimbulkan gejala atau tanda
yang khas. Namun demikian kanker leher rahim stadium ini dapat dideteksi
dengan suatu pemeriksaan. Ada beberapa metode penapisan yang dikenal
untuk melakukan penapisan kanker leher rahim. Tujuan penapisan untuk
menemukan lesi prakanker. Namun metode yang sekarang sering digunakan
adalah tes Pap dan IVA. Tes pap memiliki sensitivitas 51% dan spesifitas
98% selain itu pemeriksaan pap smear masih memerlukan penunjang
laboratorium sitologi dan dokter ahli patologi yang relatif memerlukan waktu
dan biaya yang besar. Sedangkan IVA memiliki sensitivitas sampai 96% dan
spesifitas 97% untuk program tenaga medis yang terlatih. Hal ini menunjukan
bahwa IVA memiliki sensitivitas yang hampir sama dengan sitologi serviks
sehingga dapat menjadi skrining yang efektif pada negara yang berkembang
seperti di Indonesia.(10)
2.3.1 Inspeksi Visual dengan Aplikasi Asam Asetat (IVA)
Pemeriksaan serviks secara visual menggunakan asam cuka, berarti
melihat langsung serviks dengan mata telanjang untuk mendeteksi
abnormalitas setelah pengolesan asam asetat/asam cuka (3-5%). Daerah
yang tidak normal akan berubah warna dengan batas tegas menjadi putih
(acetiwhite), yang mengindikasikan bahwa serviks mungkin memiliki lesi
prakanker. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada sarana kesehatan yang
sederhana. Dilakukan oleh dokter,perawat,bidan yang telah terlatih.
a. Indikasi Skrining Kanker leher rahim
b. Kontraindikasi
Tidak direkomendasikan pada wanita pasca menopause, karena daerah
zona transisional seringkali terletak di kanalis servikalis dan tidak
tampak dengan pemeriksaan inspekulo.
Manfaat IVA adalah praktik yang dianjurkan untuk fasilitas dengan sumber
daya rendah dibandingkan dengan jenis penapisan lain, karena : (10,11)

a. Aman, tidak mahal dan mudah dilakukan


b. Kinerja tes sama dengan tes lain yang digunakan untuk penapisan
kanker leher rahim (memenuhi kriteria tes skrining yang baik)
c. Penilaian ganda untuk sensitifitas dan spesifitas menunjukan bahwa
tes ini sebanding dengan Papsmear dan HPV atau kolposkopi
d. Dapat dipelajari dan dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan
di semua jenjang sistem kesehatan
e. Memberikan hasil segera sehingga dapat segera diambil keputusan
mengenai penatalaksanaannya (pengobatan atau rujukan)
f. Sebagian besar peralatan dan bahan untuk pelayanan ini mudah
didapat
g. Pengobatan langsung dengan krioterapi berkaitan dengan penapisan
h. Tidak bersifat invasif dan dengan efektif dapat mengidentifikasikan
berbagai lesi prakanker.

2.4 Pencegahan dan Penanggulangan Kanker Leher Rahim


2.4.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer dimaksudkan untuk meneliminasi dan
meminimalisasi pajana penyebab dan faktor risiko kanker, termasuk
mengurangi kerentanan individu terhadap efek dari penyebab kanker. Selain
faktor resiko, ada faktor protektif yang akan mrngurangi kemungkinan
seseorang terserang kanker. Pendekatan pencegahan ini memberikan
peluang paling besar dan sangat cost- efektif dalam pengendalian kanker
tetapi membutuhkan waktu yang lama. Memberikan edukasi tentang
perilaku gaya hidup sehat, mempromosikan anti rokok termasuk
menurunkan risiko terpajan asap rokok, perilaku seksual yang aman, serta
pemberian vaksin HPV, merupakan contoh kegiatan pencegahan. (7,9)
2.4.2 Pencegahan sekunder
Ada dua komponen deteksi dini yaitu penapisan (screening) dan edukasi
tentang penemuan dini (early diagnosis).

a. Penapisan atau skrining, adalah upaya pemeriksaan atau tes yang sederhana
yang mudah dilaksanakan pada populasi masyarakat sehat.

b. Penemuan dini (early diagnosis), adalah upaya pemeriksaan pada


masyarakat yang telah merasakan adanya gejala. Program atau kegiatan
deteksi dini yang dilakukan pada masyarakat hanya akan berhasil apabila
kegiatannya dihubungkan dengan pengobatan yang adekuat, terjangkau,
aman, dan mampu laksana, serta mencakup 80% populasi perempuan yang
berisiko. (7,9)
2.4.3 Pencegahan Tersier
a. Diagnosis dan terapi. Diagnosis kanker leher rahim membutuhkan kombinasi
antara kajian klinis dan investigasi diagnostik. Tujuan dari pengobatan
adalah menyembuhkan, memperpanjang harapan hidup, dan
meningkatkan kualitas hidup. Pengobatan harus terpadu termasuk
pendekatan psikososial, rehabilitasi, dan terkoordinasi dengan pelayanan
paliatif untuk memastikan peningkatan kualitas hidup pasien kanker.
b. Pelayanan Paliatif. Hampir di seluruh dunia, pasien kanker terdiagnosa
pada stadium lanjut dan pengobatan harus terpadu termasuk pendekatan
psikososial, rehabilitasi, dan terkoordinasi dengan pelayanan paliatif untuk
memastikan peningkatan kualitas hidup pasien kanker. (7,9)

2.5 Manajemen Pengendalian Kanker Leher Rahim


2.5.1 Persiapan
Analisis Kebutuhan Pemeriksaan
Penghitungan kebutuhan sumber daya, target cakupan, dan penyiapan
lapangan dilakukan dengan menggunakan data-data yang ada di Puskesmas,
dan Rumah Sakit rujukan.
Data-data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: (9)
a. Data demografi (khususnya perempuan berumur 30-50 tahun) dan
data sosial budaya.
b. Data dasar berupa data kasus kanker leher rahim yang bersumber
rumah sakit kabupaten, Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan
yang ada di wilayah Puskesmas tersebut selama kurun waktu 3
terakhir.
c. Data sumber daya (sarana, prasarana, SDM, dana) di tingkat
Puskesmas dan Rumah Sakit Kabupaten/Kota dan sarana prasarana
pelayanan kesehatan lain.
d. Data lembaga atau yayasan, atau organisasi maupun masyarakat yang
ada di wilayah setempat yang berperan serta dalam upaya
pengendalian penyaki kanker.
Perkiraan kebutuhan pelayanan
Pengobatan Perhitungan kebutuhan pengobatan melalui estimasi jumlah
hasil penapisan yang positif. Perhitungan dilakukan dengan cara sbb:

9
berdasarkan penelitian Dr. Laila N, dan Dr. Dwiyana O, tahun 2006, estimasi
lesi prakanker yang ditemukan dengan metode IVA sebesar 5-10 dari 100 perempuan.
Dari jumlah yang positif tersebut hanya 80-85% - nya yang membutuhkan
pengobatan kreoterapi (ACCP 2004). Berdasarkan estimasi insidens kanker leher
rahim dari WHO (16 per 100.000 perempuan), dapat diperkirakan jumlah
kanker leher rahim yang akan
ditemukan. (9,11)
Pemetaan Klien
Tujuan utama dari pemetaan adalah mempermudah perempuan untuk mencapai
akses penapisan kanker yang berkualitas dan pengobatannya. Banyak perempuan di
berbagai negara terutama di daerah pedesaan yang sulit mencapai tempat pelayanan
kesehatan dikarenakan jarak yang jauh dari tempat tinggalnya, biaya transportasi,
tanggungjawabnya akan keluarga atau pekerjaan yang tidak bisa ditinggal, dan
lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan strategi yang dapat mengurangi kunjungan
perempuan ke klinik dan jaminan untuk mendapatkan pelayanan yang mereka
butuhkan, dan meningkatkan
follow-up.(9,10)
Pelaksanaan Penapisan
Agar penapisan dapat dilaksanakan dengan baik dan mencapai tujuan yang
diinginkan, dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : (8,11)
1. Persiapan tempat, bahan, peralatan, SDM, dan penentuan waktu
pelaksanaan
2. Penetapan jumlah target per hari dan wilayahnya
3. Penginformasian kegiatan kepada masyarakat melalui bidan desa, kader
kesehatan, dan perangkat desa dan penetapan teknis pelaksanaan
Standar pelaksanaan iva test(12, 13,14,15)
Pemeriksaan IVA pada WUS yaitu wanita yang berusia antara 15 sampai 49 tahun.
wanita yang sudah pernah melakukan senggama atau sudah menikah juga menjadi sasaran
pemeriksaan IVA. Penderita kanker servik berumur antara 30 – 60 tahun, terbanyak antara

10
45 – 50 tahun, frekwensinya masih meningkat sampai kira – kira golongan umur 60 tahun
dan selanjutnya frekwensi ini sedikit menurun kembali. Hal tersebut menjadikan alasan
WUS menjadi sasaran deteksi dini kanker serviks.
 Keunggulan Test IVA
a. Hasil segera diketahui saat itu juga
b. Efektif karena tidak membutuhkan banyak waktu dalam pemeriksaan, aman karena
pemeriksaan IVA tidak memiliki efek samping bagi ibu yang memeriksa, dan praktis
c. Teknik pemeriksaan sederhana, karena hanya memerlukan alat-alat kesehatan yang
sederhana, dan dapat dilakukan dimana saja
d. Butuh bahan dan alat yang sederhana dan murah
e. Sensivitas dan spesifikasitas cukup tinggi
f. Dapat dilakukan oleh semua tenaga medis terlatih

1.1.1. Persiapan alat.


Alat dan Bahan
a. Sarung tangan / Handscoen
b. Spekulum vagina
c. Tampon tang
d. Kom kecil
e. Swab- Lidi kapas
f. Asam asetat 3-5% dalam botol
g. Kapas DTT dalam kom
h. Waskom berisi larutan klorin 0,5%
i. Selimut
j. Lampu sorot
k. Tempat sampah medis dan non medis

1.1.2. Prosedur pelaksanaan


Metode IVA tergolong sederhana, nyaman dan praktis. Dengan mengoleskan asam
cuka (asam asetat) pada leher rahim dan melihat reaksi perubahan yang terjadi, prakanker
dapat dideteksi. Biaya yang dikeluarkan pun juga relatif murah. Selain prosedurnya tidak

11
rumit, pendeteksian dini ini tidak memerlukan persiapan khusus dan juga tidak
menimbulkan rasa sakit bagi pasien. Letak kepraktisan penggunaan metode ini yakni dapat
dilakukan di mana saja, dan tidak memerlukan sarana khusus.
Serviks (epitel) abnormal jika diolesi dengan asam asetat 3-5 % akan berwarna
putih (epitel putih). Dalam waktu 1-2 menit setelah diolesi asam asetat efek akan
menghilang sehingga pada hasil ditemukan pada serviks normal tidak ada lesi putih.

Prosedur IVA
1) Memberi penjelasan pada ibu atas tindakan yang akan dilakukan.
2) Menjaga privasi pasien
3) Menyiapkan alat yang diperlukan
4) Menyiapkan ibu dengan posisi lithotomi pada tempat tidur ginekologi
5) Mengatur lampu sorot ke arah vagina ibu
6) Mencuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir dengan cuci tangan tujuh
langkah dan mengeringkan dengan handuk bersih
7) Menggunakan sarung tangan steril
8) Melakukan vulva hygiene dengan kapas DTT
9) Memasukkan spekulum ke dalam vagina
a. Tangan kiri membuka labia minora, spekulum dipegang dengan tangan kanan,
dalam keadaan tertutup kemudian masukkan ujungnya ke dalam introitus
b. Putar kembali spekulum 45º ke bawah sehingga menjadi melintang dalam vagina
kemudian didorong masuk lebih dalam ke arah forniks posterior sampai puncak
vagina
c. Buka spekulum pada tangkainya secara perlahan-lahan dan atur sampai porsio
terlihat dengan jelas
d. Kunci spekulum dengan mengencangkan bautnya kemudian ganti dengan tangan
kiri yang mmemegang spekulum
10) Memasukkan lidi kapas yang telah diberi asam asetat 3-5% ke dalam vagina sampai
menyentuh porsio.
11) Mengoleskan lidi kapas ke seluruh permukaan porsio, lihat hasilnya.
12) Membersihkan porsio dengan kasa steril menggunakan tampon tang.

12
13) Mengeluarkan spekulum dari vagina.
14) Merapikan ibu dan merendam alat dalam larutan klorin 0,5%
15) Mencuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir
16) Beritahu hasilnya dan beritahu rencana selanjutnya dengan jelas dan lengkap.
17) Petugas dan penanggung jawab pemeriksaan iva test adalah bidan atau tenaga
medis terlatih

Kategori Pemeriksaan IVA


Terdapat empat kategori yang dapat diketahui dari hasil pemeriksaan dengan metode IVA
yaitu :
a. Pertama, IVA negatif
artinya tidak ada tanda atau gejala kanker mulut rahim atau serviks normal berbentuk
licin, merah muda, bentuk porsio normal.
b. Kedua, IVA radang
artinya serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya seperti polip
serviks.
c. Ketiga, IVA positif
yaitu ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang menjadi
sasaran temuan screening kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini
mengarah pada diagnosis serviks prakanker.
d. Keempat, IVA kanker serviks, pertumbuhan seperti bunga kol, dan pertumbuhan
mudah berdarah. Ini pun masih memberikan harapan hidup bagi penderitanya jika
masih pada stadium invasive dini.

13
Peran tenaga medis di tahap pre, intra dan post dari masing – masing prosedur
tindakan
A. Pre
- Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien akan mendapat penjelasan mengenai
prosedur yang akan dijalankan. Privasi dan kenyamanan sangat penting dalam
pemeriksaan ini.
- Mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan
- Inform consent
B. Intra
- Membantu memposisikan ibu dengan posisi lithotomi pada tempat tidur.
- Mengatur lampu sorot ke arah vagina ibu
C. Post
- Merapikan peralatan yang sudah digunakan
- Memberikan informasi hasilnya dan beritahu rencana selanjutnya dengan jelas
dan lengkap.
- Dokumentasi tindakan yang telah dilakukan (respon klien, jenis sampel, hasil
dari pemeriksaan)

14
BENTUK PELAKSANAAN KEGIATAN(12,15)
A. Pasif

Deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara dilaksanakan di fasilitas kesehatan
yang telah mempunyai tenaga kesehatan terlatih seperti :
1. Puskesmas Dilaksanakan secara rutin oleh petugas kesehatan terlatih (dokter dan bidan)
2. Klinik Swasta Dilaksanakan secara mandiri oleh dokter dan bidan terlatih
3. Integrasi dengan program lain yaitu Infeksi Saluran Reproduksi/Infeksi Menular Seksual
(ISR/IMS), KB (BKKBN). Langkah-langkah deteksi dini sebagai berikut :
 Persiapan tempat, bahan, peralatan, SDM, dan penentuan waktu pelaksanaan
 Penetapan jumlah target per hari dan wilayahnya
 Penginformasian kegiatan kepada masyarakat melalui bidan desa, kader kesehatan, dan
perangkat desa.
 Penetapan teknis pelaksanaan :
1. Pendaftaran dengan pembagian nomor urut
2. Pembuatan kartu status
3. Pemanggilan klien dan suaminya
4. Pemberian konseling dan informed consent (meminta kesediaan klien dan suaminya untuk
dilakukan tindakan).
5. Pemeriksaan payudara dengan cara SADANIS oleh bidan dengan dikonfirmasi oleh dokter
puskesmas bila ditemukan benjolan.
6. Pelaksanaan IVA oleh Bidan dengan dikonfirmasi oleh dokter puskesmas.
7. Pelaksanaan Krioterapi oleh dokter/bidan puskesmas untuk IVA positif.
8. Penjelasan rencana tindak lanjut/follow-up baik pada kasus positif maupun negatif.
9. Pencatatan dan pelaporan pada form yang telah tersedia.
10.Pemulangan klien.
Kemitraan/Integrasi yang dapat dilaksanakan :
1. Integrasi Infeksi Saluran Reproduksi (ISR)/Infeksi Menular Seksual (IMS), Deteksi Dini
Kanker Leher Rahim dengan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) dan Deteksi Dini Kanker
Payudara.
2. Integrasi dengan Keluarga Berencana (KB) Semua perempuan yang datang untuk melakukan
KB disarankan untuk pemeriksaan SADANIS dan IVA

15
B. Aktif

Deteksi dini dilaksanakan pada acara-acara tertentu dengan berkoordinasi dan bekerja
sama dengan lintas program dan lintas sektor seperti peringatan hari besar, percepatan deteksi dini
dan tempat pelaksanaan tidak hanya di fasilitas kesehatan namun bisa di kantor, pusat keramaian
yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan IVA dibawah koordinasi FKTP setempat.
Kader kesehatan dapat terdiri dari kader PKK, Dharma Wanita, Anggota Persit, Bhayangkari,
Organisasi wanita, organisasi keagamaan dan organisasi masyarakat lainnya yang mempunyai
peranan sebagai berikut :
1. Melakukan sosialisasi tentang deteksi dini
Pentingnya deteksi dini untuk pencegahan kanker
Manfaatmelakukan deteksi dini kanker
Kerugian akibat kanker yang harus ditanggung oleh pasien dan keluarganya baik secara
moril dan materiil
Meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah tersebut melalui pola hidup sehat bebas
dari kanker
Menyampaikan informasi fasilitas kesehatan yang dapat melakukan pelayanan deteksi dini.
2. Mendorong masyarakat untuk melakukan deteksi dini
Identifikasi sasaran yang akan dilakukan deteksi dini
Mengedukasi sasaran untuk bersedia melakukan deteksi dini
Peran pusat daerah(13,14)
1 Kementerian Kesehatan
Sebagai penanggungjawab dan koordinator pelaksanaan kegiatan deteksi dini
Melakukan sosialisasi program
Pembinaan dan pengawasan program
Koordinator data melalui surveilans
Monitoring dan evaluasi
2. Kementerian Dalam Negeri
Menggerakkan Pemerintah Daerah dan jajarannya
Menggerakkan peran serta aktif masyarakat
Advokasi program
3 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

16
Melakukan sosialisasi program deteksi dini
Berkoordinasi dengan kementerian lainnya
4. Kementerian Komunikasi dan Informatika
Menyebarluaskan informasi terkait program kepada masyarakat
Fasilitasi jaringan internet
5 Badan KependudukandanKeluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Melakukan sosialisasi program deteksi dini
Berkoordinasi dengan kementerian lainnya
6 Organisasi Profesi
Berpartisipasi dalam program pelatihan, pelayanan, pembinaan dan pelaporan.
7 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan)
Memfasilitasi kegiatan terkait pembiayaan DAERAH
8 Pemerintah Daerah
Mendorong pelaksanaan program deteksi dini
Menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan
9. Dinas KesehatanProvinsi
Sosialisasi dan Advokasi
Meningkatkan kapasiatas SDM
Menyediakan dan melengkapi sarana dan prasarana
Menerima, mengolah dan menganalisa data deteksi dini dan mengirimkan laporan ke pusat
Bimbiingan teknis
Melakukan monitoring dan evaluasi
10. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Sosialisasi dan Advokasi


Meningkatkan kapasiatas SDM
Menyediakan dan melengkapi sarana dan prasarana
Menerima, mengolah dan menganalisa data deteksi dini dan mengirimkan laporan ke pusat
Bimbiingan teknis
Melakukan monitoring dan evaluasi

17
11. Rumah Sakit

Menerima rujukan berjenjang


12 Puskesmas
Melaksanakan deteksi dini

18
Daftar pustaka
1. Nadia. Inssiden Kejadian Ca Cerviks di Indonesia, Jurnal. Jakarta:FKUI, 2009
2. WHO. Prevention of Cervical Cancer Through Screening Using Visual Inspection
With Acetic Acid (VIA) and Treadment with Crytherapy. A Demonstration Project in
Six African Countries: Malawi, Madagascar, Nigeria, Uganda, The United Republic of
Tanzania, and Zambia. WHO Library,2010 Diakses 29 Nopember 2015
3. Depkes RI. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Dinkes RI,2013
4. Setiati, E.Waspadai 4 kanker Ganas Pembunuh Wanita. Yogyakarta: ANDI,2009
5. Rahatgaonkar, Veena. VIA in cervical cancer screening. Assocoate Professor & In
Charge of cancer detection center. Bharati Vidyapeeth University Medical College,
Sangli. OSR Journal of Dental and Medical Sciences (IOSRJMDMS) ISSN,2012 :
2279-08961. Diakses 10 Januari 2016
6. World Health Organization. Comprehensive Cervical Cancer Control. A Guide to
Essential Practice. Geneva : WHO, 2006
7. Departemen Kesehatan RI, (2007) Pedoman Pengendalian Faktor Resiko Penyakit
Kanker, Jakarta.
8. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013.
9. Departemen Kesehatan RI,(2010)Pedoman Teknis Pengendalian Kanker Payudara dan
Kanker Leher Rahim, Jakarta
10. Dallimarta. S, 2004 Deteksi Dini Kanker. Jakarta : Penebar Swadaya Departemen
Kesehatan RI,(2000), Totak Quality Management
11. Departemen Kesehatan RI, (2007) Pedoman Pengendalian Faktor Resiko Penyakit
Kanker, Jakarta.
12. Desmiwarti, & Ermawati. (2012). Seri Keterampilan Anamnesis Dan Pemeriksaan
Obstetri. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang.
13. Rahayu, S. (2010). Peran Kader Paguyupan Perempuan Waspada Kanker (PPWK)
Dalam Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Untuk Deteksi Dini Knker Cerviks.
Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
14. Suririnah. 2008. Buku Pintar Kehamilan dan Persalinan. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
15. Depkes RI 2015, Paduan Program Gerakan Pencegahan Dan Deteksi Dini Kanker
Leher Rahim Dan Kanker Payudara, Jakarta.

19
20

Anda mungkin juga menyukai