Anda di halaman 1dari 4

Nama : dr.

Miftahul Jannah
Instansi : Puskesmas Bukit Wolio Indah
Asal Kota : Kota Baubau
Materi : KANKER LEHER RAHIM DI INDONESIA
Oleh : dr. Andi Yulia, Sp. OG

A. Strategi Pencegahan (primer, sekunder dan tersier)


Strategi pencegahan kanker leher rahim secara klinis meliputi:

1. Primer
Pencegahan primer bisa dilakukan melalui promosi dan edukasi masyarakat
untuk menghindari terpaparnya infeksi virus Human Papiloma Virus (HPV).
Walaupun telah tersedia vaksinasi HPV, di Indonesia belum bisa dilakukan melalui
program imunisasi nasional, karena harganya masih mahal, dan hanya dilakukan pada
populasi tertentu.

Vaksinasi HPV
Infeksi HPV merupakan infeksi lokal intraepitel. HPV Masuk ke dalam epitel
dan tidak menembus membran basalis sehingga infeksi HPV tidak menimbulkan
keluhan, tidak ada viremia, tidak menyebabkan sel mati, tidak menimbulkan reaksi
radang dan infeksi lokal tersebut disertai produksi protein yang menekan sistem imun
lokal.

Transmisi HPV yang utama adalah melalui hubungan seksual, sedangkan


transmisi non seksual diperkirakan berkisar kurang dari 10%. Infeksi HPV yang
tidak mengalami regresi spontan dapat menimbulkan terjadinya infeksi HPV
persisten yang merupakan awal dari karsinogenesis karena infeksi HPV.

Salah satu upaya pencegahan infeksi HPV yang mendasar adalah menjaga
kebersihan daerah yang memungkinkan sebagai sumber transmisi HPV. Kebersihan
tangan, kebersihan organ genital khususnya akan dapat menurunkan kejadian infeksi
HPV.

Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) – Ikatan Dokter Anak


Indonesia (IDAI) menetapkan bahwa vaksin dapat diberikan pada perempuan
mulai usia 10 sampai 55 tahun dengan pengelompokan:
- 10-12 tahun (usia sekolah dasar).
- 13-15 tahun (usia sekolah menengah pertama).
- 6-25 tahun (usia sekolah menengah atas sampai perguruan tinggi).
- 26- 55 tahun.

2. Sekunder
Pencegahan sekunder adalah pencegahan terjadinya kanker leher rahim dengan
melakukan skrining untuk menemukan kelainan pada tahap prakanker. Dengan
ditemukannya lesi pra kanker yang kemudian dilanjutkan dengan terapi akan dapat
mencegah berkembangnya lesi pra kanker menjadi kanker. Tujuan program skrining
adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas (angka kesakitan dan kematian). Dari
sisi penyakit yang bisa dilakukan skrining, penyakit tersebut harus memenuhi
beberapa kriteria, yaitu:
- Prevalensi penyakit tinggi di populasi dan berakibat fatal.
- Diketahui perjalanan penyakit dan memerlukan waktu yang lama.
- Terdapat metode skrining yang cost effective.
- Jika ditemukan sedini mungkin, lebih mudah diobati dengan tingkat
kesembuhan yang lebih tinggi.

Terdapat beberapa kriteria dimana suatu metode pemeriksaan dapat digunakan


sebagai bagian dari program skrining, diantaranya adalah :
- Faktor biaya : sebaiknya serendah mungkin sehingga mampu dijangkau
berbagai kelompok masyarakat.
- Dapat mencapai golongan tidak mampu; dalam hal ini bukan hanya biaya
murah, tetapi tersedia program dan fasilitas yang bisa diakses kelompok
masyarakat tidak mampu.

3. Tersier
Kegiatan pencegahan tersiermeliputi diagnosis, terapi definitif sampai terapi paliatif.
Pencegahan tersier lebih banyak dilakukan oleh rumah sakit yang mempunyai
sumber daya yang lebih lengkap seperti rumah sakit tipe A dan B.

B. Kanker Leher Rahim

1. Definisi, Penyebab dan Faktor Risiko, Patogenesis, Gejala dan Tanda


(Symptoms and Signs)

Definisi
Kanker leher rahim adalah keganasan primer dari leher rahim (kanalis servikalis
dan atau porsio). Tipe histologi yang sering dijumpai adalah karsinoma sel
skuamosa, adenokarsinoma, dan jenis campuran.

Penyebab
Kanker leher rahim disebabkan oleh infeksi persisten virus Human
Papilloma (HPV onkogenik. Proses karsinogenesis kanker leher rahim terjadi
dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu 3 hingga 17 tahun, bahkan
dapat mencapai 30 tahun lamanya.

Faktor Risiko
Faktor risiko kanker leher rahim dibagi dalam dua katagori :

1. Risiko mayor
Infeksi HPV, terutama tipe 16 dan 18, merupakan penyebab utama (70%)
kanker leher rahim. HPV sendiri utamanya ditransmisikan melalui hubungan
seksual.

2. Risiko minor
- Onset seksual pada usia muda (< 20 tahun)
- Memiliki banyak pasangan seksual (baik perempuan maupun pasangannya)
- IMS (Infeksi Menular Seksual) berulang, antara lain : chlamydia,
gonorrhea dan HIV/AIDS
- Merokok
- Defisiensi berbagai vitamin antioksidan A/C/D/E
- Penyakit atau kondisi yang menyebabkan imunosupresi, antara lain:
HIV/AIDS dan penggunaan kortikosteroid jangka panjang.

Gejala dan Tanda (Symptoms and Signs)

Pada kanker leher rahim tahap awal kemungkinan belum ada keluhan dan
diagnosis ditemukan secara kebetulan (skrining kesehatan penduduk).
Pada tahap lebih lanjut, dapat timbul keluhan-keluhan sebagai berikut :
- Perdarahan pervaginam diluar menstruasi
- Perdarahan kontak (perdarahan pasca senggama)
- Keputihan yang terus menerus yang dapat disertai perdarahan bercak
- Gangguan berkemih
- Gangguan defekasi
- Nyeri di perut bawah atau menyebar
- Bendungan pada tungkai (limfedema)

Pada stadium lanjut ketika tumor telah menyebar keluar dari leher
rahimdan melibatkan organ lain di rongga pelvis, dapat dijumpai
tanda lain seperti nyeri yang menjalar ke panggul atau kaki. Beberapa
penderita mengeluhkan nyeri berkemih, berkurangnya volume dan atau
frekuensi berkemih, hematuria, BAB berdarah (hematoskezia) sampai sulit
berkemih dan buang air besar dengan derajat yang bervariasi. Hal ini
menandakan keterlibatan ureter hingga obstruksi terhadap ginjal, yang dapat
mengakibatkan uremia bila terjadi penyumbatan pada kedua ureter. Adanya
nyeri panggul menunjukkan keterlibatan dinding panggul dan atau
nervus iskhiadikus. Penyebaran ke kelenjar getah bening tungkai bawah
menimbulkan edema tungkai bawah.

3. Metode Skrining dan Deteksi Dini


Terdapat 3 metode utama dalam program skrining dan deteksi dini kanker leher
rahim, yaitu :
a. Tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat), merupakan metode skrining
yang sangat sederhana, mudah, murah, terjangkau, praktis dan nyaman
b. Pap smear, merupakan pemeriksaan sitologi untuk mendeteksi sel
abnormal leher rahim dengan mikroskop oleh ahli patologi.
c. Tes DNA HPV yang secara prosedur pengambilan spesimennya hampir
sama dengan pap smear, namun ditujukan untuk mengetahui adanya
infeksi HPV. Tes ini lebih akurat dibandingkan dua metode sebelumnya.

Pada pelatihan ini metode skrining lebih difokuskan pada tes IVA.

4. Penegakan Diagnosis Dan Tatalaksana Temuan Abnormal


(Algoritma Tindak Lanjut IVA Positif
Skrining dan deteksi dini kanker leher rahim dapat dilaksanakan dengan
cara atau
metode yang mudah dan dapat dilakukan oleh petugas kesehatan di tingkat
dasar sekalipun dengan tes IVA.
 Sasaran skrining dan deteksi dini adalah perempuan usia 30-50
tahun yang mempunyai riwayat hubungan seksual.
 Pada hasil IVA yang negatif, disarankan untuk pemeriksaan IVA ulang
3-5 tahun kemudian.
 Pada IVA positif dengan lesi tidak luas (acetowhite < 75%), disarankan
tindak lanjut (treat) berupa krioterapi atau TCA (Trichloroacetic Acid). Terapi
ini dapat dilakukan . oleh dokter umum atau bidan terlatih di
Puskesmas/FKTP sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan regulasi yang
berlaku.
 Sedangkan pada IVA positif dengan lesi luas (acetowhite > 75% atau
> 2 mm dari tepi kriotip) atau curiga kanker, dilakukan rujukan ke
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL).
 Dilakukan konseling sebagai bagian dari Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE).
 Jika setuju tindakan krioterapi :
 Kontrol ulang 2-4 minggu pasca terapi dilakukan evaluasi :
- Apakah terdapat tanda-tanda infeksi atau peradangan. Jika
ada, diobati dengan antibiotik dan anti inflamasi yang sesuai
- Apakah proses pemulihan/penyembuhan lesi baik atau tidak.
Jika re- epitelisasi baik, hubungan seksual umumnya dapat
dimulai 4-6 minggu pasca terapi.
 Pemeriksaan IVA ulang untuk mengetahui respon terapi dilakukan
pada 4-6 bulan pasca krioterapi/TCA:
- Apabila hasil IVA positif, maka dianggap respon terapi kurang
baik. Pada kasus ini perlu dirujuk ke FKRTL.
- Apabila hasil IVA negatif, dianjurkan pemeriksaan ulang 1 tahun
kemudian
 Jika pada pemeriksaan IVA ulang 1 tahun kemudian tersebut:
- hasil IVA tetap negatif, dianjurkan pemeriksaan ulang 1 tahun kemudian
- hasil IVA positif, maka dirujuk ke FKRTL.
 Jika menolak krioterapi/ TCA maka anjurkan untuk melakukan
pemeriksaan IVA ulang 4-6 bulan kemudian
 Setelah dilakukan konseling terkait beberapa pilihan terapi IVA
positif, pasien diperkenankan untuk menentukan pilihannya, misalkan
langsung dirujuk ke FKRTL.

Anda mungkin juga menyukai