Anda di halaman 1dari 24

Kanker Serviks Uteri

Abstrak
Sejak adanya laporan terakhir dari International Federation of Gynecology and
Obstetrics dimana telah dilakukannya upaya untuk mengurangi beban kanker serviks yang
bekerja sama dengan WHO. Di lebih dari 80 negara, vaksinasi HPV kini telah disertakan dalam
program nasional untuk mencegah kanker serviks. Namun, intervensi tersebut memakan waktu
beberapa tahun, sementara itu, lebih dari setengah juta kasus baru bertambah setiap tahun.
Perkembangan terbaru dalam pencitraan dan peningkatan penggunaan operasi invasif minimal
telah terjadi mengubah paradigma untuk manajemen kasus-kasus ini. Komite Ginekologi
(International Federation of Gynecology and Obstetrics) dan Komite Onkologi telah merevisi
sistem stadium berdasarkan kemajuan ini. Bab ini akan membahas penatalaksanaan kanker
serviks berdasarkan stadium penyakit, termasuk perhatian pada terapi paliatif dan masalah
kualitas hidup.

Kata kunci: Serviks; Laporan International Federation of Gynecology and Obstetrics;


Ginekologi Kanker; vaksinasi HPV; Radiasi; Skrining; Stadium; Operasi

1 | Pendahuluan
Secara global, kanker serviks menjadi salah satu kanker yang paling umum terjadi di
kalangan wanita, setelah kanker payudara, kolorektal, dan kanker paru-paru. Pada tahun 2012
diperkirakan terdapat sekitar 527.600 kasus baru kanker serviks dengan jumlah angka kematian
hingga 265.700 setiap tahunnya. 1
Di negara berpenghasilan rendah dan menengah, kanker
serviks menjadi paling umum terjadi di kalangan wanita dan menjadi penyebab ketiga kematian
yang paling umum terjadi. Mayoritas kasus baru dan kematian (kurang lebih 85% dan 90%)
terjadi di daerah dengan sumber daya rendah atau di antara orang-orang dari kelompok sosial
ekonomi yang rendah.

2 | Pertimbangan Anatomi
Serviks merupakan bagian paling bawah dari rahim, berbentuk silinder yang terdiri dari
stroma dan epitel. Bagian intravaginal, ektoserviks yang menonjol ke dalam vagina dan dilapisi
oleh epitel skuamosa. Kanal endoserviks memanjang dari os internal di persimpangan rahim ke
os eksternal yang membuka ke dalam vagina dan dilapisi oleh epitel kolumnar. Hampir semua
kasus karsinomal serviks berasal dari zona transformasi dari ectoserviks atau mukosa
endoserviks. Zona transformasi merupakan area cervix antara squamocolumnar junction lama
dan baru. Fakta bahwa serviks dapat dengan mudah divisualisasikan dan diambil sampelnya, dan
dapat diobati melalui pembekuan dan pembakaran atau tanpa anestesi untuk memahami
perkembangan dari kanker seiring dengan perkembangan teknik rawat jalan sederhana, skrining
dan pencegahan.

3 | Deteksi Dini Dan Pencegahan Kanker Serviks


Sekarang diketahui bahwa kanker serviks merupakan hasil dari infeksi terus-menerus
pada saluran genital bagian bawah oleh salah satu dari sekitar 15 jenis HPV risiko tinggi, yang
disebut "perlu" penyebab kanker serviks. Diperkirakan sekitar 530.000 terdapat kasus kanker
serviks baru setiap tahunnya, dan pada kasus HPV 16 dan HPV 18 mencapai 71% kasus;
sedangkan kasus HPV tipe 31, 33, 45, 52, dan 58 mencapai 19% dari kasus kanker serviks
lainnya. Telah didokumentasikan dengan baik hampir 90% insiden infeksi HPV tidak terdeteksi
dalam jangka waktu 2 tahun setelah terjadinya infeksi dan hanya sedikit jumlah pasien yang
dapat bertahan. Saat ini, masih diperdebatkan apakah virus HPV benar-benar dapat dihilangkan
atau apakah bersifat tetap laten dalam sel basal dengan potensi mengalami reaktivasi pada
beberapa kasus. Infeksi HPV yang persisten menunjukkan adanya DNA HPV tipe spesifik yang
sama setelah pengambilan sampel berulang setelah 6-12 bulan. Hanya sepersepuluh dari semua
infeksi menjadi persisten, dan wanita dapat mengalami perkembangan lesi prakanker.
Pengetahuan ini telah menghasilkan pengembangan inisiasi baru mengenai upaya
pencegahan dan deteksi dini. Terdapat dua pendekatan utama dari pengendalian kanker serviks
meliputi: (1) pencegahan kanker invasif melalui program vaksinasi HPV; dan (2) skrining untuk
lesi prakanker. Pencegahan dan eliminasi merupakan strategi yang potensial walaupun tingkat
insidensinya masih belum dicegah dalam skala besar karena masih terdapat kekurangan dalam
program intervensi secara efisien dan efektif. WHO baru-baru ini masih berusaha dalam
menindaklanjuti eliminasi kanker serviks dan diramalkan mampu diimplementasikan dalam
program kesehatan masyarakat yang sukses dengan cakupan yang lebih luas.
3.1 | Pencegahan primer kanker serviks melalui vaksinasi HPV
Fakta bahwa lebih dari 80% wanita mengalami resiko tinggi terkena infeksi HPV dan
memiliki resiko menularkan kepada individu lain. Perkiraan prevalensi HPV tersebut terjadi pada
perempuan yang sehat sekitar 11,7% di seluruh dunia dengan prevalensi tertinggi di Sub-Sahar
Afrika mencapai 24%, dan prevalensi spesifik di setiap negara berkisar antara 2% dan 42%
secara global.4 Puncak prevalensi HPV secara spesifik 25% terjadi pada usia kurang dari 25
tahun, dan menunjukkan bahwa infeksi ini sebagian besar ditularkan secara seksual. Dengan
demikian, vaksinasi HPV digunakan sebagai pencegahan strategi yang efektif dan harus
menargetkan wanita sebelum memulai aktivitas seksual yang berfokus pada anak perempuan
berusia 10-14 tahun.
Tiga vaksin HPV profilaksis saat ini tersedia di beberapa negara untuk digunakan pada
wanita dan pria dari usia 9 tahun sebagai pencegahan lesi premaligna dan kanker yang dapat
mempengaruhi serviks, vulva, vagina, dan anus yang disebabkan oleh jenis HPV risiko tinggi.
Jenis vaksin bivalen yang menargetkan HPV16 dan HPV18 dan vaksin yang menargetkan HPV6
dan HPV11 selain HPV16 dan HPV18; vaksin nonavalen yang menargetkan HPV tipe 31, 33,
45, 52, dan 58 2,3
selain HPV 6, 11, 16, dan 18. Dua vaksin terakhir diperuntukkan untuk kutil
anogenital yang disebabkan oleh HPV 6 dan 11, selain itu lesi ganas dan premaligna yang
disebutkan di atas. Semua vaksin tersebut merupakan vaksin rekombinan yang terdiri dari
partikel mirip virus dan bersifat tidak menular karena tidak mengandung DNA virus. Pemberian
pada anak perempuan dan laki-laki berusia 9-14 tahun dapat diberikan sebanyak dua dosis (0,5
mL pada usia 0 dan 5-13 bulan). Jika dosis vaksin kedua diberikan lebih awal dari 5 bulan
setelah dosis pertama, dianjurkan diberikan kembalik pada dosis ketiga. Bagi yang berusia 15
tahun ke atas, dan atau pasien dengan immunocompromised, direkomendasikan diberikan
sebanyak tiga dosis (0,5 mL pada 0, 1, 6 bulan). WHO juga telah meninjau data terbaru dan
menyimpulkan bahwa vaksinasi tersebut masih cenderung aman dilihat dari segi keamanannya.5
Terdapat bukti efektivitas vaksinasi di tingkat populasi terkait penurunan prevalensi HPV
risiko tinggi, pengurangan kutil anogenital dan kelainan serviks yang disebabkan oleh jenis
vaksin di kalangan remaja putri. Pada hasil observasi terbaru studi nasional telah melaporkan
bukti untuk efektivitas dalam pencegahan infeksi HPV risiko tinggi setelah diberikan vaksin
dosis tunggal dan selanjutnya tindak lanjut jangka panjang akan memperjelas peran satu dosis
dalam pencegahan neoplasia serviks.9,10

3.2 | Pencegahan sekunder kanker serviks dengan deteksi dini dan pengobatan lesi
prakanker
Bahkan dengan munculnya vaksin yang efektif, program skrining akan tetap menjadi
prioritas pencegahan kanker serviks selama beberapa dekade. Skrining kanker serviks telah
berhasil mencegah kanker melalui deteksi dan pengobatan lesi prekursor, yang dinamakan
neoplasia intraepitel serviks (CIN 2 dan 3) dan adenokarsinoma in-situ (AIS).
Beberapa strategi skrining serviks telah ditemukan efektif dalam berbagai pengaturan.
Tes yang digunakan secara luas termasuk sitologi konvensional nasional (Pap smear), dalam
beberapa tahun terakhir juga menggunakan sitologi berbasis cairan dan tes HPV, dan inspeksi
visual melalui asam asetat (VIA).11 Sementara Pap smear masih merupakan skrining utama dan
dikaitkan dengan penurunan substansial dalam risiko kanker serviks di negara-negara
berpenghasilan tinggi, dan merupakan tantangan sumber daya teknologi dan sumber daya yang
masih rendah11 di mana cakupan yang masih sempit, dan kurangnya hasil penjaminan mutu pada
hasil yang optimal. Dalam konteks penurunan infeksi HPV setelah diadakannya program vaksin
HPV satu dekade yang lalu, banyak sistem kesehatan sedang mempertimbangkan untuk beralih
ke skrining HPV primer, dengan tingkat sensitivitas yang lebih tinggi dan nilai prediksi negatif,
serta memungkinkan interval skrining yang dapat diperpanjang atau bahkan skrining seumur
hidup.12,13 Inspeksi visual asam asetat dapat melibatkan deteksi lesi acetowhite pada serviks
dalam waktu 1 menit. Mengingat kelayakannya, skrining inspeksi visual asam asetat telah
dilakukan secara luas di berbagai negara berpenghasilan rendah terutama di Sub-Sahara Afrika.
Pendekatan kunjungan tunggal (SVA) untuk skrining dengan diagnosis dan pengobatan yang
cepat dapat meningkatkan cakupan, menghilangkan kunjungan tindak lanjut, dan meningkatkan
efisiensi biaya dan waktu dalam skrining yang lebih tepat.14–16 Skrining inspeksi visual asam
asetat sangat cocok untuk pendekatan kunjungan tunggal dan WHO telah mengeluarkan
pedoman penerapan pendekatan kunjungan tunggal dalam pengaturan kesehatan.
Modalitas skrining tunggal tidak akan pernah berlaku secara universal, namun dapat
meminimalisir biaya yang dikeluarkan pada skrining kanker serviks. Strategi skrining yang
dipilih harus layak, sederhana, aman, akurat, dapat diterima, dan mudah diakses wanita dengan
risiko tertinggi. Kombinasi bijaksana antara vaksinasi dan skrining HPV memiliki potensi yang
sangat besar untuk mengeliminasi kanker serviks di Indonesia di masa depan yang akan datang.

4 | Stadium FIGO
Kanker serviks dapat menyebar secara langsung melalui parametrium, vagina, rahim dan
organ yang berdekatan, yaitu kandung kemih dan rektum dan juga dapat menyebar di sepanjang
saluran limfatik yaitu, limfo nodus obturator, iliaka eksternal, iliaka internal, dan kemudian ke
nodus iliaka dan paraaorta. Kanker serviks juga dapat bermetastasis jauh hingga ke paru-paru,
hati, dan tulang dengan rute hematogen.
Sampai saat ini, stadium FIGO dapat didasarkan pada pemeriksaan klinis dengan
penambahan prosedur tertentu yang diizinkan oleh FIGO. Pada tahun 2018, pemeriksaan klinis
telah direvisi oleh FIGO Komite Onkologi Ginekologi untuk mengizinkan pemeriksaan
pencitraan dan temuan patologi, jika tersedia.

4.1 | Diagnosis dan evaluasi kanker serviks


4.1.1 | Penyakit mikroinvasif
Diagnosis Stadium IA1 dan IA2 dibuat berdasarkan pada pemeriksaan mikroskopis dari
LEEP (loop electrosurgical excision procedure) yang mencakup seluruh lesi. Selain itu dapat
juga melalui spesimen trakelektomi atau histerektomi. Kedalaman invasi masing-masing tidak
boleh lebih besar dari 3 mm atau 5 mm dari dasar epitel, baik skuamosa atau kelenjar. Dimensi
horizontal tidak lagi dipertimbangkan di tahun 2018 karena memiliki banyak kesalahan secara
artefaktual. Selain itu, diagnosis juga harus dibuat berdasarkan keterlibatan ruang limfovaskular
sehingga dapat mempengaruhi rencana pengobatan yang akan dilakukan. Perluasan hingga ke
korpus uteri dapat diabaikan agar tidak mengubah prognosis atau penatalaksanaan. Jika hasil
biopsi kerucut positif kanker, maka pasien dapat dialokasikan ke stadium IB1.18
Lesi yang terlihat secara klinis, dan yang memiliki dimensi yang lebih besar,
dikelompokkan pada stadium IB yang dibagi lagi menjadi stadium IB1, IB2, dan IB3
berdasarkan diameter maksimum lesi.

4.1.2 | Penyakit invasif


Dalam kasus lesi yang terlihat, pemeriksaan biopsi umumnya cukup, namun jika hasil
yang didapat tidak memuaskan, maka diperlukan biopsi loop kecil atau kerucut. Penilaian klinis
merupakan langkah pertama dalam alokasi stadium.
Saat ini, evaluasi pencitraan dapat digunakan seperti ultrasound, CT, MRI, tomografi
emisi positron (PET), untuk menilai ukuran tumor, status nodal, dan penyebaran lokal atau
sistemik. Keakuratan berbagai metode tergantung pada keterampilan operator. MRI merupakan
metode terbaik untuk melakukan penilaian radiologis tumor primer yang berukuran lebih besar
dari 10 mm.19–23 Namun, USG juga telah terbukti memiliki akurasi diagnostik yang baik di
tangan para ahli.24 Modalitas yang digunakan dalam menetapkan staging harus dicatat untuk
dilakukan evaluasi pada masa yang akan datang. Metode pencitraan memiliki keuntungan yakni
memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi faktor prognostik tambahan, yang dapat memandu
dalam menentukan pilihan modalitas pengobatan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi
metode yang paling tepat dan untuk menghindari terapi ganda dengan operasi dan radiasi karena
memiliki potensi dapat meningkatkan morbiditas.
Untuk mendeteksi metastasis nodal lebih besar dari 10 mm, penggunaan PET-CT lebih
akurat dibandingkan CT dan MRI, dengan hasil negatif palsu pada 4%–15% kasus. 20,25–28 Di
daerah dengan prevalensi tuberkulosis tinggi, terutama daerah endemik HIV, pembesaran
kelenjar getah bening belum tentu termasuk ke dalam kanker yang bersifat metastatik. Sehingga,
dokter dapat membuat keputusan tentang pencitraan atau, jika memungkinkan, dapat
menggunakan teknik aspirasi jarum halus atau biopsi untuk menegakkan diagnosis
metastasis.27,29,30 Hal ini terutama berlaku pada kanker stadium lanjut, di mana penilaian bedah
kelenjar getah bening para-aorta dapat digunakan untuk menyesuaikan pengobatan.31–33 Selain itu,
pengobatan dapat dilakukan melalui operasi laparotomi, pengecualian pada pembedahan dengan
keterlibatan kelenjar getah bening para-aorta yang telah dilaporkan memiliki prognosis yang
lebih baik dibandingkan dengan prosedur eksklusi radiografi saja.34
Sebuah tinjauan terhadap 22 artikel yang menilai keamanan dan dampak dari pengobatan
stadium bedah kelenjar getah bening para-aorta (PALNS) menemukan bahwa sekitar 18% (8%–
42%) pasien dengan kanker serviks Stadium IB-IVA memiliki metastasis kelenjar getah bening
para-aorta. 35
Angka ini juga memiliki rata-rata tingkat komplikasi sebesar 9% (kisaran 4%–
24%), dengan pembentukan limfosit yang paling umum. Dalam penelitian lain, hingga 35%
dinilai secara klinis Stadium IIB dan 20% tumor Stadium III dilaporkan memiliki nodus para-
aorta secara aktif.36 Dalam penentuan stadium, kasus tersebut dapat dialihkan pada stadium IIIC
karena keterlibatan hingga ke kelenjar getah bening yang memberikan prognosis yang lebih
buruk.37 Jika hanya melibatkan nodus pelvis yang positif, maka termasuk ke dalam Stadium
IIIC1, sedangkan apabila melibatkan nodus para aorta maka masuk kedalam stadium IIIC2.
Sehingga, notasi lebih lanjut harus ditambahkan untuk menunjukkan apakah alokasi ini hanya
didasarkan pada penilaian pencitraan atau apakah terdapat konfirmasi patologis.
FIGO tidak lagi melakukan investigasi secara biokimia, namun, pada pasien dengan
karsinoma invasif, dapat dilakukan pemeriksaan rontgen dada, dan penilaian hidronefrosis
(dengan USG ginjal, pielografi intravena, CT, atau MRI). Selain itu, juga dipelrukan evalusi
kandung kemih dan rektum dengan sistoskopi dan sigmoidoskopi jika pasien menunjukkan
gejala klinis. Sistoskopi juga direkomendasikan dalam kasus pertumbuhan endoserviks
berbentuk tong dan dalam kasus di mana pertumbuhan telah meluas hingga ke dinding vagina
anterior. Jika terdapat keterlibatan kandung kemih atau rektal, maka perlu dilakukan konfirmasi
diagnosis melalui pemeriksaan biopsi dan histopatologi. Hal ini dikarenakan, edema bulosa saja
tidak dapat menjamin suatu kasus dialokasikan ke stadium IV.

4.2 | Stadium patologis


Jika tersedia spesimen bedah atau di mana telah dilakukannya biopsy sitology, maka
diperlukan laporan patologis untuk penilaian yang akurat dari luasnya penyakit. Metode
patologis juga harus dicatat untuk dilakukan evaluasi di masa mendatang. Penentuan stadium
penyakit harus dialokasikan setelah dilakukannya semua metode pencitraan dan laporan patologi,
sehingga hasilnya tidak dapat diubah, apabila terjadi kekambuhan. Penentuan staging oleh FIGO
2018 melibatkan keterlibatan limfo nodus sehingga dapat menentukan pemilihan serta evaluasi
terapi, juga sebagai perkiraan prognosis. Klasifikasi FIGO dan TNM hampir identik dalam
menggambarkan tingkat anatomi penyakit. Nomenklatur TNM sampai sekarang telah digunakan
untuk tujuan mendokumentasikan nodal dan status penyakit yang bersifat metastatik.38
Klasifikasi FIGO yang direvisi sekarang lebih selaras dengan klasifikasi TNM dalam hal
penentuan staging penyakit. Dalam beberapa kasus, histerektomi dapat dilakukan pada kasus
karsinoma serviks invasif yang tidak terduga yang didiagnosis melalui pemeriksaan
histopatologi. Hal tersebut dikarenakan, kasus-kasus seperti itu tidak dapat dikategorikan dalam
staging penyakit sehingga diperlukan terapi secara klinis yang tepat.

4.3 | Histopatologi
Sangat penting bahwa semua kanker harus dikonfirmasi melalui pemeriksaan secara
mikroskopis. Kasus karsinoma serviks dapat diklasifikasikan sebagai karsinoma serviks jika
tumbuh di serviks. Jenis histopatologi, seperti yang dijelaskan dalam WHO 2014 mengenai
Tumor Organ Reproduksi Wanita 39 adalah sebagai berikut :
1. Karsinoma sel skuamosa (keratinisasi; non-keratinisasi; papillary, basaloid, kutil, verrucous,
squamotransitional, dan lymphoepithelioma)
2. Adenocarcinoma (endocervical; mucinous, villoglandular, endometrioid).
3. Adenokarsinoma clear cell
4. Karsinoma serosa
5. Karsinoma adenosquamous
6. Karsinoma glassy cell
7. Karsinoma kistik adenoid
8. Karsinoma basal adenoid
9. Small cell carcinoma small
10. Karsinoma tidak berdiferensiasi

Penilaian dengan salah satu dari beberapa metode dianjurkan, namun bukan dasar untuk
memodifikasi pengelompokan stadium pada karsinoma serviks. Penilaian histopatologis dapat
melalui penilaian sebagai berikut:
1. GX: Nilai tidak dapat dinilai
2. G1: Terdiferensiasi dengan baik
3. G2: Berdiferensiasi sedang
4. G3: Buruk atau tidak berdiferensiasi

5 | Penanganan Kanker Serviks


Penatalaksanaan kanker serviks terutama dapat dilakukan melalui pembedahan atau
terapi radiasi, dan kemoterapi tambahan.
5.1 | Terapi pembedahan
Terapi pembedahan cocok dilakukan pada kanker tahap awal, dimana dapat dilakukan
konisasi serviks, total histerektomi sederhana, atau histerektomi radikal yang dapat dipilih sesuai
dengan stadium penyakit dan luasnya penyebaran kanker serviks. Tabel 2 menunjukkan jenis
histerektomi radikal. Di Tahap IVA, ada terdapat lokasi eksenterasi panggul pada kasus tertentu.

5.1.1 | Karsinoma serviks mikroinvasif: FIGO Stadium IA


5.1.1.1 | Stadium IA1
Perawatan pembedahan dapat diakhiri dengan konisasi serviks kecuali jika terdapat invasi
ruang limfovaskular (LVSI) atau sel tumor muncul pada margin bedah. Pada wanita yang telah
mengalami proses persalinan atau wanita lanjut usia, pilihan pembedahan sangat
direkomendasikan dilakukannya histerektomi ekstrafasial total.40 Setiap rute dapat dipilih, yaitu
dapat melalui abdomen, vagina, atau laparoskopi. Ketika adanya invasi ruang limfovaskular,
maka diperlukan pertimbangan untuk dilakukannya enektomi pada kelenjar getah bening
panggul, bersama dengan terapi radikalis yang dimodifikasi.41,42 Jika pasien masih ingin
mempertimbangkan fertilitas, maka dapat dilakukan melalui konisasi serviks.

5.1.1.2 | Stadium IA2


Karena adanya risiko kecil metastasis kelenjar getah bening dalam kasus pada stadium
IA2,42-45 maka diperlukan limfadenektomi panggul selain pembedahan histerektomi.46,47 Dalam
kasus risiko rendah, dapat dilakukan pembedahan histerektomi atau trakelektomi sederhana,
dengan limfadenektomi pelvis.48,49 Ketika pasien masih menginginkan kesuburan, maka pasien
dapat memilih terapi yang akan dilakukan seperti : (1) konisasi serviks dengan laparakoskopik
limfadenektomi panggul (atau ekstraperitoneal); atau (2) pembedahan trakelektomi laparoskopi
dengan limfadenektomi panggul. 50,51

5.1.1.3 | Tindak lanjut pasca perawatan


Tindak lanjut pasca perawatan dapat dilakukan melalui pemeriksaan Pap smear tiap 3
bulan selama 2 tahun, kemudian tiap 6 bulan selama 3 tahun ke depan setelah pengobatan
karsinoma secara mikroinvasif. Dengan tindak lanjut normal pada 5 tahun, pasien dapat kembali
ke jadwal pemeriksaan rutin sesuai dengan pedoman nasional.40

5.1.2 | Karsinoma serviks invasif: Stadium IB1, IB2, IIA1


Perawatan bedah merupakan modalitas pilihan untuk pengobatan pada lesi stadium IB1,
IB2, dan IIA1 yang biasanya terdiri dari histerektromi radikal tipe C dengan limfadenektomi
panggul. 52–54
Rute dari operasi mungkin dapat dilakukan dengan pembedahan terbuka atau
invasif minimal, yaitu laparoskopi atau robotic.

5.1.2.1 | FIGO Stadium IB1


FIGO stadium IB1 dianggap memiliki resiko rendah dengan kriteria sebagai berikut:
diameter tumor terbesar kurang dari 2 cm, invasi stroma serviks kurang dari 50%, dan tidak ada
kecurigaan terhadap kelenjar getah bening. Manajemen standar yang dapat dilakukan yaitu
histerektomi radikal tipe C, namun histerektomi radikal yang dimodifikasi juga dapat
dipertimbangkan dalam kasus ini. Limfadenektomy panggul harus selalu dimasukkan karena
tingginya frekuensi keterlibatan kelenjar getah bening.46,47 Prosedur bedah saraf panggul
direkomendasikan pada pasien yang menjalani histerektomi radikal dan apabila pasien
mengalami cedera intrapelvic pada saraf otonom (yaitu saraf hipogastrik, saraf splanknikus, dan
pleksus panggul) yang sering menyebabkan gangguan buang air kecil, buang air besar, dan
fungsi seksual, sehingga menyebabkan penurunan kualitas hidup pasca operasi.55,56
Pada wanita muda yang menginginkan kesuburan, maka apat dianjurkan dilakukannya
trakelektomi radikal untuk mengukur tumor Stadium IA2-IB1 yang kurang dari atau sama
dengan 2 cm. 57
Selain itu, dapat dilakukannya pengangakatan serviks bersama dengan
parametrium diikuti anastomosis uterus dengan ujung vagina. Pembedahan trakelektomi dapat
dilakukan dengan membuka abdomen, vagina, atau dengan rute invasif minimal. Ketika
dilakukan pembedahan vagina, maka pertama-tama perlu mengangkat kelenjar panggul secara
laparoskopi dan kemudian melanjutkan trakelektomi radikal pervaginam.

5.1.2.2 | FIGO Stadium IB2 dan IIA1


Pada kanker serviks FIGO Stadium IB2 dan IIA1, pembedahan atau radioterapi dapat
dipilih sebagai pengobatan utama tergantung pada faktor pasien faktor dan sumber daya, karena
keduanya memiliki hasil yang serupa. Kemajuan dari tanda-tanda perawatan bedah adalah: (1)
layak untuk menentukan tahap pasca operasi secara tepat berdasarkan temuan histopatologi,
sehingga memungkinkan perawatan individualisasi pasca operasi pada setiap pasien; (2) dapat
digunakan untuk mengobati kanker yang resisten terhadap radioterapi; dan (3) untuk
melestarikan fungsi ovarium. Pelestarian ovarium dan fungsi seksual dapat menjadikan operasi
sebagai mode pilihan di wanita dengan usia muda. Histerektomi radikal tipe C merupakan
prosedur dasar untuk pengobatan kanker serviks, yang terdiri dari pengangkatan rahim,
parametrium, vagina bagian atas, dan bagian dari paracolpium, bersama dengan limfadenektomi
panggul. Adapun jaringan ikat yang berdekatan, yani ligamen vesicouterine anterior, ligamen
kardinal lateral, sacrouterine posterior dan ligamen rektovaginal dapat dipotong dari rahim pada
jarak yang cukup. Limfadenektomi merupakan salah satu dasar prosedur pembedahan ini dan
luasnya eksisi kelenjar getah bening regional termasuk nodus parametrial, nodus obturator,
eksternal, internal, dan nodus iliaka.
Peran pemetaan kelenjar getah bening sentinel pada kanker serviks masih eksperimental
dan membutuhkan lebih banyak bukti untuk dimasukkan ke dalam rutinitas praktik. Dan
mungkin memiliki beberapa peran dalam kanker serviks stadium awal, yaitu FIGO Tahap IA,
IB1, dan IB2.58–60 Pelabelan ganda menggunakan pewarna biru dan radiokoloid akan
meningkatkan akurasi kelenjar getah bening sentinel. 61,62 Pewarna hijau indosianin dengan teknik
infra merah telah digunakan dalam bedah robotik dan laparoskopi. Limfadenektomi panggul
perlu dipertimbangkan jika terdapat LVSI. Rute operasi yang dapat dilakukan yakni laparotomi
atau oeprasi invasive minimal, baik laparoskopi atau robotik. Percobaan LACC (Laparoskopi
Approach to Cervical Cancer) dapat membandingkan kelangsungan hidup secara keseluruhan
dengan operasi terbuka versus laparoskopi atau operasi robotik pada tahap awal kanker serviks
dan menunjukkan penurunan kelangsungan hidup secara keseluruhan (3 dari 312 vs 19 dari 319,
HR 6.00, 95% CI, 1.48–20.3, P=0.004). Kelangsungan hidup pasien menunjukkan peningkatan
tiga kali lipat pada kelompok bedah invasif minimal (7 dari 312 vs 27 dari 319, HR 3,74, 95%
CI, 1,63–8,58; P=0,002). Komplikasi intraoperatif tidak berbeda dengan pengobatan yang
diterima (11% di keduanya). Mereka menyimpulkan bahwa histerektomi dengan rute invasif
minimal dapat dikaitkan dengan tingkat kekambuhan yang lebih tinggi daripada yang melalui
pendekatan terbuka pada pasien kanker serviks stadium awal. 63 Studi lebih lanjut mungkin
diperlukan untuk mengkonfirmasi lebih lanjut temuan ini.

5.1.3 | FIGO Stadium IB3 dan IIA2


Pada Stadium IB3 dan IIA2, tumor lebih besar dan kemungkinan memiliki faktor risiko
tinggi seperti kelenjar getah bening positif, parametria positif, atau margin bedah positif yang
meningkatkan risiko kekambuhan dan membutuhkan radiasi adjuvant setelah dilakukan operasi.
Faktor risiko lainnya yang meningkatkan risiko kekambuhan panggul bahkan ketika kelenjar
tidak terlibat meliputi: diameter tumor terbesar lebih besar dari 4 cm, adanya LVSI, dan
menginvasi sepertiga bagian luar stroma serviks.64,65 Dalam kasus seperti itu, dapat dilakukan
iradiasi seluruh panggul untuk mengurangi tingkat kegagalan lokal dan meningkatkan
kelangsungan hidup pasien dibandingkan dengan pasien yang diobati melalui prosedur
pembedahan saja.65 Namun, pengobatan modalitas ganda dapat meningkatkan risiko morbiditas
bagi pasien. Oleh karena itu, modalitas pengobatan harus ditentukan berdasarkan ketersediaan
sumber daya, faktor daya tumor dan pasien. Kemoradiasi berbasis platinum bersamaan (CCRT)
lebih disukai sebagai pilihan pengobatan pada lesi Stadium IB3 hingga IIA2. Telah diketahui
bahwa prognosis lebih menguntungkan dilakukan melalui prosedur CCRT, daripada radioterapi
saja, sebagai terapi adjuvant pasca operasi juga dalam hal kelangsungan hidup pasien secara
keseluruhan dan angka kekambuhan.52,66,67 Di daerah di mana fasilitas radioterapi masih terbatas,
kemoterapi neoadjuvant motherapy (NACT) telah digunakan dengan tujuan untuk: (1)
menurunkan stadium tumor untuk meningkatkan kesembuhan radikal dan keamanan operasi; dan
(2) menghambat mikrometastasis dan metastasis jauh.68,69 Tingkat operasi setelah NACT tetap
sama, yaitu radikal histerektomi dan limfadenektomi panggul. Kesulitan yang lebih besar adalah
dalam menentukan indikasi untuk terapi adjuvant yang tetap sama seperti setelah dilakukan
operasi primer.66,67 Namun, harus diingat bahwa NACT dapat memberikan rasa aman yang salah
dengan menutupi temuan patologis dan dengan demikian dapat mempengaruhi evaluasi indikasi
untuk radioterapi adjuvan/CCRT. Operasi NACT paling baik disediakan untuk pengaturan
penelitian atau daerah di mana radioterapi tidak tersedia. Hal ini terutama berlaku pada pasien
dengan tumor yang sangat besar atau adenocarcinoma, yang memiliki tingkat respons yang lebih
rendah.70
5.1.4 | FIGO Stadium IVA
Pasien dengan penyakit Stadium IVA mungkin hanya memiliki penyakit sentral tanpa
keterlibatan dinding samping panggul atau penyebaran jauh. Seperti kasus, atau dalam kasus
kekambuhan seperti itu, eksenterasi panggul dapat dilakukan namun biasanya memiliki
prognosis yang buruk. 71–75

5.2 | Manajemen radiasi


Sebagian besar pasien yang mengalami penyakit lain,76 di mana operasi memainkan peran
yang terbatas, dan radioterapi memiliki peran penting. Selama dua dekade terakhir, kecanggihan
perkembangan teknik perencanaan dan pengenalan teknologi komputer dan pencitraan telah
menggembleng praktik radioterapi, sehingga menghasilkan hasil klinis yang lebih baik dan
toksisitas yang berkurang. 77,78
Selain berperan sebagai terapi kuratif, radioterapi juga dapat
digunakan sebagai terapi tambahan. Terapi tambahan untuk pasien yang dioperasi dapat
mencegah kekambuhan lokoregional, dan sebagai terapi paliatif untuk mengurangi gejala yang
pada pasien dengan penyakit penyerta yang tidak dapat disembuhkan.

5.2.1 | Terapi radiasi untuk penyakit tahap awal (FIGO Stadium IA, IB1, IB2, dan IIA1)

Meskipun pembedahan lebih disukai pada penyakit tahap awal, pada kasus dengan
kontraindikasi untuk operasi atau anestesi, radioterapi dapat menghasilkan output yang sama
baiknya dalam hal kontrol lokal serta kelangsungan hidup pasien. Perlakuan keputusan harus
dibuat atas dasar klinis, anatomi, dan faktor sosial faktor. Pasien dengan penyakit mikroinvasif
yang telah dirawat oleh terapi radiasi intracavitary (ICRT) saja dengan hasil yang baik, maka
pilihan terapi operasi dapat dikontraindikasikan karena masalah medis tertentu. Pasien dengan
penyakit stadium IB1 juga dapat diobati dengan ICRT saja, terutama jika terdapat kontraindikasi
relatif terhadap terapi radiasi sinar eksternal (EBRT).79 Dosis setara 60-65 Gy biasanya
diresepkan untuk Point A. Kombinasi EBRT dan ICRT juga merupakan pilihan untuk pasien
tersebut. Baik pembedahan dan radioterapi tetap menjadi pilihan yang layak pada penyakit
dengan stadium tertentu. Radioterapi definitif atau kemoradiasi bersamaan (CCRT) lebih disukai
pada pasien yang cenderung memerlukan radioterapi pasca operasi untuk menghindari
pengobatan yang dapat menyebabkan meningkatnya morbiditas. Terdapat percobaan acak
tunggal yang membandingkan pembedahan dan radioterapi 52
namun tidak ada yang
membandingkan pembedahan dengan CCRT, yang merupakan standar pengobatan pasien yang
diobati dengan radioterapi definitif. Landoni et al.52 menyebutkan bahwa pada percobaan secara
acak pasien dengan kanker serviks IB atau IIA untuk operasi dengan atau tanpa radioterapi pasca
operasi (PORT) versus radioterapi definitif, bahwa terapi radioterapi pasca operasi diberikan
kepada 64% pasien pada kelompok operasi. Dari hasil tersebut, bahwa kedua kelompok
pengobatan menghasilkan kelangsungan hidup keseluruhan yang serupa (sekitar 83%) dan
kelangsungan hidup bebas penyakit (hingga 74%), namun angka morbiditas lebih tinggi dalam
operasi lengan (28% vs 12%), kemungkinan karena kontribusi dari kedua pengobatan tersebut.
Pembaruan uji coba yang sama menunjukkan hasil yang sedikit lebih baik dengan radioterapi
dibandingkan dengan pembedahan (77% vs 72%, P=0,280).80 Dari hasil analisis multivariat
menunjukkan bahwa faktor risiko kelangsungan hidup termasuk ke dalam tipe histopatologis
(P=0,020), diameter tumor (P=0,008), dan status kelenjar getah bening (P<0,001).80

5.2.2 | Radioterapi adjuvan


Setelah dilakukannya histerektomi radikal, terapi radioterapi pasca operasi dengan atau
tanpa kemoterapi diindikasikan untuk pasien dengan faktor patologis yang merugikan seperti
kelenjar panggul yang positif, infiltrasi parametrium, batas positif, invasi stroma, dll. Menurut
berbagai faktor prognostik, pasien dapat dikategorikan ke dalam penyakit dengan risiko tinggi,
risiko menengah, atau berisiko rendah. Penyakit dengan risiko tinggi termasuk pasien dengan
bedah positif margin atau metastasis kelenjar getah bening atau penyebaran parametrium, dan
semacamnya pasien harus ditawarkan terapi radioterapi pasca operasi dengan kemoterapi.109 Pada
uji coba telah menunjukkan bahwa terdapat keuntungan pasien yang dapat bertahan hidup secara
keseluruhan.67 Pada pasien dengan penyakit risiko menengah yang memiliki dua dari tiga faktor
(ukuran tumor lebih dari 4 cm, invasi limfovaskular, invasi stroma dalam) membutuhkan terapi
radioterapi pasca operasi 64,81
dan tidak ada kemoterapi yang harus diberikan kepada pasien
tersebut. Semua pasien lainnya yang telah dilakukan histerektomi radikal disebut sebagai pasien
dengan risiko rendah dan tidak memerlukan terapi tambahan. Ukuran tumor yang lebih dari 4 cm
dikenal sebagai faktor risiko. Sejak 2009 yang tergabung dalam sistem staging FIGO yakni
stadium IB2 dan kini dalam revisi staging tahun 2018 sebagai satdium IB3. Literatur terkini,
terutama dengan munculnya operasi yang berorientasi dengan kesuburan yang semakin banyak
menunjukkan ukuran tumor lebih dari 2 cm termasuk ke dalam faktor risiko82-91. Studi baru-baru
ini, Gemer et al.91 telah mengevaluasi berbagai faktor risiko klinis dan patologis yang dapat
mengurangi tingkat pengobatan multimodalitas dini dari kanker serviks. Para penulis mengamati
bahwa 89% pasien dengan tumor 2 cm atau lebih dan LVSI diperlukan radioterapi dan 76%
pasien dengan tumor 2 cm atau lebih dan kedalaman invasi lebih dari 10 mm diperlukan
pemberian radioterapi. Mereka menyarankan bahwa pada pasien dengan kanker serviks dini,
evaluasi ukuran tumor dan LVSI harus dilakukan sebelum melakukan histerektomi radikal untuk
menyesuaikan pengobatan dan mengurangi tingkat pengulangan operasi kedua dari histerektomi
radikal dan kemoradiasi.
Terapi radioterapi pasca operasi terdiri dari seluruh EBRT panggul untuk menutupi lokasi
tumor dan mengeringkan area kelenjar getah bening dan biasanya diresepkan dosis 45-50 Gy.
Terapi radiasi modulasi intensitas (IMRT), telah dieksplorasi dalam pengaturan pasca operasi
untuk mengurangi toksisitas.92,93 Sebuah percobaan Fase III baru-baru ini 93
terungkap bahwa
jumlah pasien mengalami peningkatan pada minggu kelima dengan IMRT, tanpa perbedaan
setelah pengobatan selesai. Oleh karena itu, pasca operasi panggul IMRT tetap dalam
penyelidikan sampai menunggu data lebih lanjut yang akan dipublikasikan. Peran brakiterapi
vagina setelah EBRT dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan positif margin, tumor besar
atau sangat invasif, keterlibatan parametrium atau vagina, dan LVSI yang ekstensif.94 Brakiterapi
vagina biasanya dilakukan dengan ovoids atau silinder ke sepertiga atas dari vagina dan harus
mencakup dua fraksi mingguan dari tingkat dosis tinggi brakiterapi 6 Gy yang diresepkan
masing-masing hingga 5 mm dari permukaan silinder vagina.

5.2.3 | Terapi radiasi untuk Stadium FIGO IB3 dan IIA2


Meskipun pembedahan layak digunakan sebagai pengobatan awal namun tidak
dianjurkan untuk pasien dengan penyakit Stadium IB3 dan IIA2 karena 80% dari mereka
membutuhkan terapi radioterapi pasca operasi atau CCRT.52 Diketahui bahwa penambahan
radioterapi adjuvan pada operasi dapat meningkatkan morbiditas dan dengan demikian apat
membahayakan kualitas hidup pasien.95,96 Selain itu, pengobatan modalitas gabungan tidak perlu
menggunakan pembedahan dan radiasi. Oleh karena itu, CCRT merupakan standar perawatan
yang dilakukan untuk penyakit Stadium IB3 dan IIA2. CCRT termasuk radiasi eksternal dan
brachytherapy intracavitary.65,66

5.2.4 | Terapi radiasi untuk FIGO Stadium IIB-IVA


Kemoradiasi bersamaan dianggap sebagai pengobatan standar untuk pasien dengan
kanker serviks stadium local lanjut (LACC). Rejimen kemoterapi dapat diberikan mingguan
secara iv menggunakan cisplatin selama jalannya EBRT. Berdasarkan hasil dari lima percobaan
acak besar 67,97–100
yang menguji penambahan kemoterapi pada radiasi panggul, National Cancer
Center mengeluarkan peringatan pada tahun 1999 bahwa semua pasien lokal kanker serviks
stadium lanjut harus menerima prosedur terapi CCRT.67 Studi ini 67,97– 100
menunjukkan bahwa
CCRT memiliki keuntungan kelangsungan hidup yang signifikan 10%–15% pada 5 tahun setelah
pengobatan dibandingkan dengan radioterapi saja. Sebuah meta-analisis selanjutnya
menunjukkan manfaat kemoradiasi sebesar 6% pada stadium IB2 (sekarang disebut stadium IB3)
dan hanya 3% manfaat yang dicapai pada pasien stadium IIIB.101 Bersamaan terapi
kemoradioterapi juga dapat mengurangi kekambuhan lokal dan metastatic jauh. Pemberian infus
cisplatin (40 mg/m2 mingguan dengan sesuai hidrasi) dapat diberikan semimggu sekali selama 5-
6 siklus selama dilakukan terapi sinar eksternal.99,102 Untuk pasien yang tidak dapat menerima
kemoterapi platinum yang berbasis regimen 5-fluorouracil merupakan alternatif yang dapat
diterima.102–104 Data mengenai toksisitas yang terkait dengan kemoterapi bersamaan dan
perluasan lapangan iradiasi terbatas.105,106 Kemoterapi ajuvan tambahan dapat diberikan setelah
kemoradioterapi bersamaan dengan eksplorasi dalam percobaan kontrol acak internasional
(OUTBACK Trial).107
Kombinasi EBRT dan ICRT dapat memaksimalkan kemungkinan kontrol lokoregional
diiringi meminimalkan risiko komplikasi pengobatan. Tujuan utama EBRT adalah untuk
mensterilkan penyakit lokal dan untuk mengecilkan tumor sehingga dapat dilakukan terapi ICRT
selanjutnya. EBRT standar seharusnya dapat diberikan dosis 45–50 Gy ke seluruh panggul
meliputi 2 atau 4 area lapangan teknik yakni uterus, serviks, struktur adneksa, parametria, dan
kelenjar getah bening panggul. Meskipun EBRT umumnya digunakan menggunakan mesin
Cobalt-60 teleterapi di beberapa Negara dengan sumber daya yang rendah, penggunaan
akselerator linier lebih disukai saat ini karena mereka menyediakan energi yang lebih tinggi
sehingga menghasilkan pengiriman dosis yang lebih homogen ke jaringan dalam dengan capaian
jaringan superfisial yang lebih sedikit. Baru-baru ini, konformal teknik radioterapi seperti 3D-
CRT dan IMRT semakin meningkat digunakan dengan hasil yang baik dalam hal pengurangan
toksisitas. Meskipun EBRT memainkan peran penting dalam pengobatan kanker serviks, ICRT
juga merupakan komponen kuratif yang sangat penting dalam pengobatan kanker serviks karena
dapat memberikan dosis sentral yang tinggi ke tumor primer dan mengurangi dosis ke organ
normal yang berdekatan. Standar ICRT biasanya dilakukan dengan menggunakan tandem dan
cincin. Salah satu sistem laju dosis, yaitu dosis kecepatan rendah, dosis kecepatan tinggi, atau
dosis-kecepatan berdenyut- yang dapat dipraktikkan karena ketiganya menghasilkan tingkat
kelangsungan hidup yang sebanding.108 Dosis biasanya diresepkan untuk Point A atau pasien
dengan berisiko tinggi. Dengan sistem dosis kecepatan rendah, dosis 30-40 Gy diresepkan dalam
satu atau dua sesi. Dengan dosis kecepatan tinggi, dapat digunakan berbagai jadwal fraksi dosis,
menggunakan dosis 5,5–8 Gy dengan fraksi 3–5 mingguan. Karena terdapat kendala pada
sumber daya dan jarak tempuh yang jauh pada sebagian Negara, maka digunakan tiga fraksi
karena lebih realistis dan memungkinkan untuk pengobatan jumlah pasien yang lebih tinggi.
Penggunaan dosis total gabungan dengan EBRT dan ICRT harus dalam kisaran 80–90 Gi.
Meskipun penggunaan dosis-kecepatan berdenyut jarang digunakan, namun waktu perawatan
keseluruhan relatif hampir sama dengan penggunaan dosis rendah kecuali perlakuannya
diberikan dalam beberapa pulsatik per jam yang berlangsung selama beberapa menit. Jika ICRT
tidak dapat digunakan karena adanya distorsi anatomi, maka dapat dilakukan brachytherapy
interstitial. Brachytherapy interstitial terdiri dari penyisipan beberapa jarum / kateter ke tumor
primer dan parametria melalui perineum dengan bantuan cetakan. Karena resiko trauma pada
struktur normal seperti usus dan kandung kemih, penggunaan pencitraan ultrasound (terutama
transrektal) disarankan selama prosedur implan. 109 Pelaksanaan protokol radioterapi dalam waktu
yang ditentukan merupakan tujuan penting karena memiliki korelasi langsung pada hasil. Di
dalam analisis retrospektif, pasien yang menjalani waktu pengobatan radioterapi melebihi 9-10
minggu memiliki tingkat kegagalan panggul yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan
wanita yang pengobatannya selesai dalam waktu kurang dari 6–7 minggu.110,111 Saat ini
rekomendasi yang dianjurkan untuk prosedur protokol EBRT dan brakiterapi adalah dalam
waktu 8 minggu.

5.2.5 | FIGO Stadium IVB/metastasis jauh


Manifestasi klinis dengan penyakit metastasis jauh jarang terjadi dan dilaporkan hanya
terjadi sekitar 2% kasus. Pengelolaan rencana harus mempertimbangkan durasi rata-rata bertahan
hidup dengan penyakit metastasis jauh sekitar 7 bulan. Terapi kemoradiasi memiliki respon yang
lebih baik daripada kemoterapi sistemik dan mencapai angka kelangsungan hidup mencapai 69%
dan 57% yang dilaporkan pada pasien dengan para-aorta positif dan supraklavikula kelenjar
getah bening.112 Saat ini tidak terdapat peran radioterapi lapangan profilaksis yang diperpanjang
(EFRT) pada kanker serviks stadium lanjut. Saat adanya keterlibatan nodus para-aorta,
kombinasi terapi EFRT dengan kemoterapi harus digunakan. IMRT dapat digunakan pada pasien
tersebut untuk mengurangi toksisitas. Meskipun tingkat respons terbatas, cisplatin telah menjadi
standar kemoterapi digunakan pada penyakit dengan metastatik jauh.113 Mengingat tingkat
respons yang rendah terhadap penggunaan cisplatin saja setelah bersamaan dengan penggunaan
kemoradiasi, bukti terbaru mendukung penggunaan doublet platinum cisplatin saja, meskipun
tingkat respons yang diperoleh dengan manfaat yang sangat sederhana. Cisplatin dapat
dikombinasikan dengan taxanes, topotecan, 5-fluorouracil, gemcitabine, atau vinorelbine.114
Kombinasi Carboplatin-paclitaxel juga dapat berhasil dalam kasus ini. Pasien dengan ECOG
memiliki kinerja status 0-2 yang dapat dipertimbangkan untuk kemoterapi paliatif sistemik dan
jika memungkinkan, pasien ini dapat ditawarkan untuk menjalani uji klinis, terutama ketika
mengalami interval kekambuhan kurang dari 12 bulan. GOG 240 telah mempelajari kemanjuran
terapi antiangiogenik dengan bevacizumab, anti-VEGF/antibodi monoklonal. Dalam pengobatan
kanker serviks berulang dan metastatik, hal tersebut ternyata menunjukkan peningkatan
kelangsungan hidup secara keseluruhan (17,0 bulan vs 13,3 bulan, HR untuk kematian 0,71, 98%
CI 0,54-0,95, P=0,004 dalam satu sisi tes).115 Perawatan saat ini bersifat mahal dan diperlukan
konseling pada pasien dan keluarga pasien. Efek samping yang dapat didapat termasuk
peningkatan insiden hipertensi, kejadian tromboemboli, dan fistula gastrointestinal.

5.2.6 | Terapi radiasi setelah pembedahan tidak disengaja yang tidak lengkap
Kanker serviks invasif dapat ditemukan selama dilakukan evaluasi pada spesimen
patologis dari histerektomi sederhana. Histerektomi sederhana yang tidak disengaja dianggap
bukan merupakan operasi yang diindikasikan untuk karsinoma serviks invasif. Dalam situasi
seperti itu, luasnya penyakit harus dinilai menggunakan teknik prosedur PET/CT scan atau CT
scan panggul dan CT scan perut atau MRI, serta pencitraan thoraks. Rencana perawatan
selanjutnya dapat digunakan berdasarkan temuan histologis dan radiologis. Meskipun terapi
radioterapi pasca operasi dapat digunakan untuk pasien setelah menjalani pembedahan
histerektomi sederhana116.117 hasilnya menunjukkan bahwa setelah pasien menjalankan terapi
radioterapi pasca operasi maka ternyata 5 tahun mendatang dapat meningkatkan angka
kelangsungan hidup dan bebas kekambuhan hingga 49%,33 dan oleh karena itu umumnya
diperlukan prosedur CCRT. Di sebuah studi dari India yang dilakukan oleh Sharma et al.116
melaporkan hasil dari 83 pasien yang telah diobati dengan terapi radioterapi pasca operasi
setelah histerektomi sederhana (33 pasien) atau histerektomi radikal (50 pasien) bahwa 5 tahun
mendatang pasien memiliki angka harapan hidup dan bebas kekambuhan yang lebih rendah pada
pasien yang menjalani terapi radioterapi pasca operasi setelah histerektomi sederhana (masing-
masing 49% vs 72%; P=0,04). Oleh karena itu, terapi radioterapi pasca operasi tidak dapat
memberikan kompensasi karena kurangnya operasi yang memadai. Selain itu, diketahui juga
bahwa beberapa pasien cocok untuk dilakukan prosedur pembedahan laparatomi ulang dengan
parametrektomi dan limfadenektomi panggul. Prosedur ini akan sangat menantang karena telah
memiliki jaringan parut sebelumnya serta adhesi dan distorsi anatomi, namun memang memiliki
potensi yang dapat digunakan sebagai operasi kuratif118 adjuvant.

5.3 | Peninjauan kembali pasca perawatan


Dalam tinjauan sistematis terhadap 17 studi retrospektif yang ditindaklanjuti pada wanita
yang dirawat karena kanker serviks, memiliki waktu rata-rata kambuh berkisar antara 7 sampai
36 bulan setelah menjalankan pengobatan primer.119 Oleh karena itu, penting dilakukan tindak
lanjut klinis yang lebih singkat dalam waktu 2-3 tahun setelah pengobatan. Kunjungan tindak
lanjut dianjurkan setiap 3-4 bulan selama 2–3 tahun pertama, kemudian dapat dilanjutkan pada 6
bulan sampai 5 tahun, dan kemudian setiap tahun. Pada setiap kunjungan, dapat dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan klinis untuk mendeteksi komplikasi pengobatan dan morbiditas
psikoseksual, seperti menilai penyakit yang dapat kambuh secara berulang. Pada kondisi khusus,
seperti apabila penyakit melibatkan kelenjar getah bening panggul yang cukup tinggi, maka
dapat dilakukan teknik pencitraan medis dari abdomen untuk menilai perkembangan penyakit
yang berpotensi dapat disembuhkan. Di dalam tinjauan sistematis, sekitar 29-71% penyakit
berulang tanpa gejala dapat terdeteksi melalui pemeriksaan fisik, 29-47% dapat terdeteksi
melalui rontgen thoraks, 0-34% melalui CT scan, dan 0-17% melalui pemeriksaan sitologi
vagina. Sitologi vagina tidak dapat mendeteksi penyakit secara dini dan kemungkinan
kekambuhan dari penyakit. Sehingga diperlukan skrining setelah 5 tahun pada pasien untuk
menentukan keberhasilan pengobatan dan klaim bebas penyakit.119 Wanita di bawah usia 50
tahun yang kehilangan fungsi ovarium harus dipertimbangkan untuk terapi hormon pasca
menopause. Selain itu, diperlukan pemeriksaan tiroid dan status ginjal pada wanita lanjut usia
untuk memastikan kualitas hidup yang baik.

5.4 | Penyakit berulang


Kekambuhan dapat terjadi secara lokal di panggul atau para-aorta dan pasien dapat
mengalami penyakit yang bersifat metastasis jauh, atau mungkin kombinasi keduanya. Selain itu,
juga dapat mengalami risiko kegagalan panggul dan dapat meningkat secara proporsional
menjadi tumor.120,121 Kebanyakan kekambuhan akan terlihat dalam waktu 3 tahun disertai
prognosis yang buruk, karena sebagian besar pasien dapat meninggal karena progresifitas
penyakit disertai uremia yang menjadi komplikasi yang paling umum.119,122 Rencana perawatan
dapat tergantung pada status kinerja pasien, lokasi dan luasnya kekambuhan dan/atau metastasis,
serta riwayat pengobatan sebelumnya.123 Jika terdapat penyakit lokal yang meluas atau bersifat
metastasis jauh, pasien dapat disarankan untuk mendapatkan terapi paliatif, melalui perawatan
suportif terbaik dan kontrol manajemen gejala yang tepat. Namun, jika status kinerja baik dan
hanya terdapat penyakit dengan metastatik yang terbatas, maka pasien dapat menjalani
kemoterapi doublet platinum, konseling pasien dan keluarganya sehubungan dengan tingkat
respons dan angka kelangsungan hidup.113 Kekambuhan lokal yang tidak dapat diselamatkan
melalui prosedur pembedahan atau radioterapi memiliki respon yang sangat buruk terhadap
kemoterapi sistemik.

5.4.1 | Kekambuhan lokal


Pelvis merupakan lokasi kekambuhan yang paling umum terjadi dan pasien yang hanya
memiliki penyakit berulang secara lokal setelah dilakukan terapi definitif, baik operasi atau
radioterapi, dan termasuk ke dalam penyakit yang berpotensi dapat disembuhkan. Faktor
prognostik yang baik adalah adanya kekambuhan panggul sentral terisolasi tanpa keterlibatan
dinding samping panggul, dengan interval bebas penyakit yang cukup panjang dari terapi
sebelumnya, serta diameter terbesar dari tumor kurang dari 3 cm.74,124 Ketika terjadi kekambuhan
panggul maka pasien dapat mengikuti operasi primer, yang dapat diobati melalui terapi
kemoradiasi radikal atau eksenterasi panggul. Konfirmasi kekambuhan dapat melalui
pemeriksaan spesimen patologis yang diperoleh dengan teknik biopsi sebelum melanjutkan pada
salah satu prosedur terapi yang akan dilakukan. Teknik iradiasi radikal dengan atau tanpa
kemoterapi bersamaan dapat mengakibatkan tingkat kelangsungan hidup bebas penyakit hingga
5 tahun atau skeitar 45% -74% dengan kegagalan panggul terisolasi setelah dilakukan operasi
primer.125,126 Luasnya kekambuhan penyakit dan keterlibatan kelenjar getah bening panggul
merupakan faktor prognostik dari kelangsungan hidup pasien.127 Prosedur kemoterapi bersamaan
dengan pemberian cisplatin dan/atau 5-fluorourasil dapat meningkatkan hasil prognosis yang
baik.128 Sedangkan, IMRT dilaporkan memiliki keunggulan jika dikombinasikan dengan
kemoradiasi yang akan menghasilkan dosis yang lebih baik serta secara signifikan dapat
meningkatkan kelangsungan hidup lebih tinggi 5 tahun. Eksenterasi panggul dapat dilakukan
pada beberapa pasien jika tidak adanya bukti penyebaran intraperitoneal atau ekstrapelvik, dan
adanya riwayat bebas tumor ruang yang jelas.71–75 Karena morbiditasnya yang cukup tinggi,
maka disediakan potensi kuratif yang diharapkan dan dapat digunakan dalam pemilihan pasien
secara hati-hati karena dapat berdampak pada efek fisik dan psikologis. Pada prosedur CT
scan/PET scan merupakan prosedur non-invasif yang paling sensitif untuk menentukan lokasi
penyakit yang cukup jauh, dan harus dilakukan sebelum prosedur eksenterasi.129–136 Selain itu,
diperlukan penilaian dan konseling pasien mengenai implikasi sebelum dilakukan
pembedahan.137 Telah dilaporkan bahwa ekstrensi panggul dapat meningkatkan kelangsungan
hidup keseluruhan mencapai 10% dan minimnya angka mortalitas mencapai 10% namun tetap
diperlukan seleksi pasien secara hati-hati.138

5.4.2 | Kekambuhan nodus para-aorta


Lokasi kekambuhan kedua yang paling umum terjadi yaitu pada kelenjar getah bening
para-aorta. Di mana, prosedur terapi radiasi atau kemoradiasi dapat mempengaruhi kelangsungan
hidup pasien hingga 30%.139 Hasil yang lebih baik juga dapat terlihat pada pasien tanpa gejala
dengan angka kejadian kekambuhan lebih dari 24 bulan dari pengobatan awal.
5.5 | Perawatan paliatif komprehensif
Kontrol gejala merupakan inti dari perawatan paliatif dan memainkan peran utama dalam
menjaga kualitas hidup pasien. Seiring perkembangan penyakit, pasien mungkin dapat
mengalami berbagai gejala yang perlu dikelola secara saksama. Gejala umum dari kanker serviks
antara lain yaitu adanya nyeri, sumbatan ureter yang dapat menyebabkan gagal ginjal,
perdarahan, keputihan yang berbau busuk, lymphedema, dan fistula. Sehingga pasien
memerlukan dukungan dari layanan klinis yang sesuai sebagai perawatan dan dukungan
psikososial untuk keluarga pasien dan pasien itu sendiri. Saat ini, pemberian morfin secara oral
merupakan aspek dari terapi secara paliatif. Ketersediaan tim home care di banyak daerah dan
keterlibatan lembaga swadaya masyarakat dalam upaya ini dapat membantu meminimalkan
kebutuhan untuk membawa pasien ke rumah sakit dan dapat menghemat biaya perawatan di
rumah sakit. Walaupun dalam kasus terminal, beberapa pasien mungkin memerlukan layanan
dari fasilitas rumah sakit yang sudah tersedia.

5.5.1 | Radioterapi paliatif


Gejala umum pada pasien dengan penyakit lanjut yang tidak dapat disembuhkan
termasuk perdarahan vagina, nyeri panggul, urin berbau busuk, dan gejala terkait dengan
penyakit metastatik. Radioterapi jangka pendek sangat efektif digunakan dalam terapi paliatif
yang memiliki gejala tersebut. Meskipun tidak terdapat jadwal fraksi dosis standar yakni dosis 20
Gy dalam lima fraksi selama 1 minggu atau 30 Gy dalam 10 fraksi lebih dari 2 minggu. 140 Pada
pasien dengan vagina berdarah, dapat dilakukan EBRT jangka pendek dan, jika gagal, ICRT
merupakan alternative yang sangat efektif dalam mengendalikan perdarahan yang sulit diatasi.141
Pengendalian perdarahan biasanya dapat tercapai setelah 12-48 jam pasca radioterapi. Pada
pasien dengan nyeri yang timbul akibat pembesaran kelenjar getah bening para-aorta atau
supraklavikula, metastasis tulang, 142
dan gejala yang terkait dengan metastasis serebral, maka
pasien dapat diberikan radioterapi paliatif dalam waktu yang lebih singkat. Jadwal yang biasa
digunakan termasuk fraksi tunggal besar, 20 Gy dalam lima fraksi, dan 30 Gy dalam 10 fraksi.

6 | Situasi Khusus
6.1 | Kanker serviks selama kehamilan
Manajemen yang memadai dari pasien kanker serviks membutuhkan tim multidisiplin.
Rencana tersebut harus didiskusikan dengan pasien dan, sebaiknya, perlu dipertimbangkan juga
pada pasangan pasien.
Secara garis besar, penatalaksanaan kanker serviks pada kehamilan memiliki prinsip yang
sama seperti pada keadaan tidak hamil. Pada sebelum 16-20 minggu kehamilan, pasien harus
dirawat tanpa penundaan dan pemberian terapi dapat berupa operasi atau kemoradiasi tergantung
pada stadium penyakit. Namun, penggunaan terapi radiasi harus hati-hati karena sering
mengakibatkan aborsi spontan. Pada kehamilan trimester akhir, pasien dapat diberikan operasi
dan kemoterapi yang dapat digunakan dalam kasus-kasus tertentu bersamaan dengan
mempertahankan kehamilan.143 Saat diagnosis ditegakkan setelah 20 minggu, pengobatan
definitif dapat ditunda karena merupakan pilihan yang valid untuk dilakukan pada kanker
stadium IA2, IB1 dan 1B2, dan belum terbukti memiliki dampak negatif terkait prognosis yang
buruk. 144–146
Ibu hamil disarankan untuk menjalani persalinan secara sesae dan histerektomi
radikan pada saat yang sama selambat-lambatnya 34 minggu kehamilan. Untuk penyakit yang
lebih lanjut, dampak dari penundaan pengobatan terhadap kelangsungan hidup belum diketahui
secara pasti. Kemoterapi neoajuvan dapat diberikan untuk mencegah perkembangan penyakit
pada wanita dengan kanker serviks stadium lanjut secara lokal ketika diperlukan penundaan
pengobatan yang telah direncanakan.147,148

Daftar Pustaka

Bhatla, N., Aoki, D., Sharma, D. N., Sankaranarayanan, R. Cancer of the cervix uteri. Int J
Gynecol Obstet 2018; 143 (Suppl. 2): 22–36

Anda mungkin juga menyukai