PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel abnormal atau proliferasi sel-sel yang
tidak dapat diatur. Tingkat poliferasi antara sel kanker berbeda beda antara satu dengan
yang lainnya. Perbedaan sel kanker dengan sel normal terletak pada sifat sel kanker
yang tidak pernah berhenti membelah. Penyebab perubahan genom ini adalah mutasi
(perubahan) salah satu gen atau lebih; atau mutasi sebagian besar segmen utas DNA
yang mengandung banyak gen; atau pada beberapa keadaan penambahan atau
pengurangan sebagian besar segmen kromosom.
Kanker serviks (mulut rahim) adalah penyakit pembunuh wanita nomor satu di dunia.
Di seluruh dunia, kasus kanker serviks ini sudah dialami oleh 1,4 juta wanita. Data yang
didapat dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) diketahui terdapat 493.243 jiwa per-tahun
penderita kanker serviks baru dengan angka kematian sebanyak 273.505 jiwa per-
tahun. Sampai saat ini kanker serviks masih merupakan masalah kesehatan perempuan
di Indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan angka kematian akibat kanker
serviks yang tinggi. Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang
lemah, status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan
sarana dan prasarana, jenis histopatologi dan derajat pendidikan ikut serta dalam
menentukan prognosis dari penderita.
Merujuk data yang dipaparkan Kemenkes per 31 Januari 2019, terdapat angka
kanker payudara 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000
penduduk dan kanker serviks sebesar 23,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata
kematian 13,9 per 100.000 penduduk (Moeloek: 2019).
Kejadian kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup dari penderitanya dan
keluarganya serta juga akan sangat mempengaruhi sektor pembiayaan kesehatan oleh
pemerintah. Oleh sebab itu peningkatan upaya penanganan kanker serviks, terutama
dalam bidang pencegahan dan deteksi dini sangat diperlukan oleh setiap pihak yang
terlibat.
Hal inilah yang menyebabkan penulis tertarik untuk menyusun makalah dengan judul
“Skrining Kanker Serviks”.
B. Rumusan Masalah
1
Berdasarkan latar belakang di atas maka kami merumuskan masalah sebagai berikut,
yaitu bagaimana Skrining Kanker Serviks?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Skrining Kanker Serviks.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa itu kanker serviks.
b. Untuk mengetahui pencegahan kanker serviks.
c. Untuk mengetahui skrining kanker serviks.
D. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat memberikan masukan atau saran mengenai sejauh mana pemahaman
mahasiswa tentang skrining kanker serviks.
2. Bagi Mahasiswa
Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan mahasiswa tentang skrining kanker
serviks.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2
A. Kanker Serviks
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim atau serviks
yang terdapat pada bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina.
Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan kelompok
penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya untuk mengontrol proliferasi dan
maturasi sel pada jaringan serviks. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia
35 - 55 tahun, 90% dari kanker serviks berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada
saluran servikal yang menuju kedalam rahim. Dari beberapa pendapat yang
dikemukakan oleh para ahli penulis dapat menyimpulkan bahwa kanker serviks adalah
pertumbuhan sel yang abnormal yang terdapat pada organ reproduksi wanita yaitu
serviks atau bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina.
3
c. Pencegahan sekunder atau akan mengalami hambatan pada sumber daya
manusia dan alat yang berkembang.
3. Pencegahan Tersier
Tujuan dari pencegahan tersier adalah untuk mencegah komplikasi penyakit dan
pengobatan, sesudah gejala klinis berkembang dan diagnosis sudah ditegakkan.
Terdapat dua pengobatan pada pencegahan tersier yaitu:
a. Pencegahan pada Prakanker
1) Kauterisasi yaitu membakar serviks secara elektris.
2) Kriosurgeri yaitu serviks dibuat beku sampai minus 80 – 180 derajat celcius
dengan menggunakan gas CO2 atau N2O.
3) Konisasi yaitu memotong sebagian dari serviks yang cukup representative
dengan pisau biasa atau pisau elektris.
4) Operasi (histerektomi) bila penderita tidak ingin punya anak lagi.
5) Sinar laser yang digunakan dibawah pengawasan kalposkop, radiasi
dengan pemanasan jarum radium yang digunakan bila penderita yang
sudah tua takut dioperasi.
b. Pengobatan pada Kanker Invasif
Tindakan pengobatan pada kanker invasive berupa radiasi, operasi atau
gabungan antara operasi dan radiasi
4
Pencegahan Kanker Serviks
Pencegahan
Primer
Lesi Prakanker
Pencegahan
Sekunder
Kalposkopi
Kanker Serviks
Terapi
Tes Pap
+ +/- +/- +/-
Smear
IVA + + + +
Servikografi +/- + - -
Dari berbagai metode alternatif untuk skrining kanker serviks, metode pemeriksaan
yang paling utama dan dianjurkan untuk deteksi dini kanker serviks adalah pemeriksaan
6
papaniculou smear atau yang dikenal dengan pap smear. Pap smear tidak hanya perlu
dilakukan sekali seumur hidup tetapi perlu dilakukan secara berkala setelah wanita
berusia 40 tahun. World Health Organization (WHO) menyarankan skrining pap smear
minimal satu kali selama hidup pada umur 35 – 40 tahun. Apabila fasilitas terbatas,
skirining setiap 10 tahun pada umur 35 – 50 tahun, fasilitas tersedia mencukupi setiap 5
tahun pada umur 35 – 55 tahun, dan fasilitas ideal setiap 3 tahun pada umur 25 – 60
tahun. Hal tersebut didasarkan atas pertimbangan berupa cost and effectiveness.
Manfaat skrining di Negara maju terbukti mampu menurunkan angka kematian akibat
kanker serviks 50% sampai 60% dalam kurun waktu 20 tahun. Sayangnya, program
skrining di Indonesia masih belum memasyarakat. Kebijakan pemerintah dalam
penanggulangan kanker di arahkan pada peningkatan cakupan dan mutu pelayanan
fasilitas kesehatan dan menurunkan angka kesakitan serta kematian akibat kanker.
1. Pap Smear
a. Perkembangan Pap Smear
Pada tahun 1924, George N. Papinocolou mempelajari perubahan hormon
dengan memeriksa eksfoliasi sel vagina. Secara tidak sengaja diamati
tingginya sel – sel abnormal pada sediaan dari pasien dengan kanker serviks.
Penemuan ini merupakan awal dari digunakannya pap smear untuk skrining
kanker serviks, penggunaan papsmear untuk skrining secara masal baru
dimulai pada tahun 1949di British Columbia dan kemudian secara luas
digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1950. Sedangkan di Indonesia,
perkembangan pap smear di mulai pada tahun 1970 dan dipopulerkan di
beberapa kota besar seperti Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Medan,
Palembang, Padang, Denpasar, Ujungpandang dan Manado.
b. Test Pap Smear
Diagnosis penyakit kanker serviks pada stadium lanjut didasarkan atas
adanya keluhan pendarahan atau keputihan yang terus – menerus. Pada
pemeriksaan dalam terlihat perubahan bentuk pada daerah mulut rahim yang
berbenjol tidak teratur serta sangat rapuh sifatnya. Pada stadium dini
7
gambaran semacam ini belum nampak, sehingga diperlukan pemeriksaan
khusus. Pemeriksaan yang sederhana, aman namun memiliki kepekaan yang
tinggi adalah dengan pap smear.
Pap smear adalah pemeriksaan sitologik epitel porsio (vagina) dan serviks
untuk menentukan adanya perubahan keganasan di porsio atau serviks dan
digunakan dalam penemuan dini kanker serviks. Atau pap smear merupakan
skrining yang paling sederhana, praktis, akurat, ekonomis, dapat dikerjakan
dengan cepat, tidak sakit dan tidak merusak jaringan serta mudah diulang jika
diperlukan. Cara untuk pemeriksaan lendir serviks yang diambil dengan
menggunakan spatula (gabungan spatula dan sikat kecil) yang dinamakan
cytobrush.
Pemeriksaan pap smear bertujuan untuk mengetahui adanya sel – sel
abnormal di leher rahim sehingga dapat mencegah terjadinya kanker serviks.
Pemeriksaan pap smear terbukti dapat menurunkan mortalitas kanker serviks.
Adapun prinsip dasar pap smear antara lain:
a) Epitel permukaan selalu mengelupas (eksfoliasi) dan diganti lapisan epitel
bawah
b) Epitel permukaan merupakan gambaran keadaan jaringan di bawahnya
juga. Sel yang berasal dari eksfoliasi serviks diambil dan diwarnai secara
khusus, sel – sel yang abnormal dapat terlihat dibawah mikroskop.
Salah satu cara untuk mengurangi angka negatif palsu dari test pap smear
adalah dengan melakukan pemeriksaan kolposkopi selain melakukan
pemeriksaan test pap smear. Adapun anjuran untuk melakukan pemeriksaan
pap smear adalah sebagai berikut:
a) Setiap tahun untuk perempuan yang berusia diatas 35 tahun
b) Setiap tahun untuk perempuan yang berganti – ganti pasangan seksual
atau pernah menderita infeksi HPV atau kutil kelamin
c) Setiap tahun untuk perempuan yang memakai pil KB
d) Setiap 2 – 3 tahun untuk perempuan berusia diatas 35 tahun jika 3 kali pap
smear berturut – turut menunjukkan hasil negatif atau untuk perempuan
yang telah menjalani histerektomi bukan karena kanker
e) Sesering mungkin jika hasil pap smear menunjukkan abnormal
f) Sesering mungkin setelah penilaian dan pengobatan prakanker maupun
kanker serviks
c. Alat – alat yang diperlukan untuk pengambilan test Pap Smear
Alat yang digunakan pada pemeriksaan pap smear sebagai berikut :
8
a) Formulir konsultasi sitologi
b) Spatula ayre yang dimodifikasikan dan cytobrush
c) Kaca benda yang satu sisinya telah diberikan tanda atau tabel
d) Spekulum cocor bebek (grave’s) kering
e) Tabung berisi larutan fiksasi alkohol 96%
d. Cara pemeriksaan Pap Smear
Pemriksaan skrining dengan pap smear sangat aman karena hanya diambil
getah lendir di mulut rahim menggunakan alat (spatula) yang tidak merusak.
Getah lendir dioleskan pada kaca objek dan sudah diwarnai akan diperiksa
dibawah mikroskop. Gambaran sel yang terdapat dalam getah lendir tersebut
dapat menunjukkan apakah sudah terkena penyakit keganasan ini pada
stadium ini. Untuk memastikan diagnosa harus dilakukan biopsi jaringan
mukosa dinding rahim dan selanjutnya diperiksa dibawah mikroskop. Untuk
pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakit yaitu dapat berupa
penyinaran radium sampai harus dilakukan operasi pengangkatan rahim.
e. Hasil pemeriksaan test Pap Smear
1) Infeksi
Infeksi paling sering bersarang dimulut rahim, sebagian besar tanpa
adanya gejala, namun sebagian dikenali dengan adanya keluhan berupa
keputihan untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan ulang pap smear 6 bulan
kemudian untuk melihat dan mengevaluasi apakah radang di mulut rahim
sudah sembuh. Selang infeksi servisitis, hasil pap smear dapat juga
trikomoniasis dan kandidasi yang disebabkan oleh infeksi menular seksual
(IMS) dengan keluhan yang sama yaitu keputihan yang disertai bau
dengan rasa gatal.
2) Atytical Squamous Cells of Undetermined Significance (ASCUS)
Merupakan sedikit kelainan di sel – sel leher rahim yang belum jelas, maka
diperlukan pemeriksaan pap smear setiap 6 bulan selama 2 tahun untuk
memastikan dilanjutkan dengan pemeriksaan HPV dan DNA. Apabila
ASCUS disertai oleh infeksi HPV dan faktor resiko maka dilakukan
kalposkopi biopsi untuk histopatologi. ASCUS dengan diplansia ringan,
dilakukan test HPV. Apabila HPV negative atau positif diulangi 6 bulan.
Apabila HPV positif pada lesi resiko tinggi maka dilakukan konfirmasi
kalposkopi dan histopologis.
3) Karsinoma Intra Epitelia atau Lesi Intraepitelial dan Sel bersisik
(esqiuamous intrae pithelial lesion)
9
Istilah ini digunakan untuk mengindikasi bahwa sel yangdiperoleh dari pap
smear mungkin sel prakanker. Jika perubahan masih tingkat rendah,
ukuran, bentuk, dan karakteristik lain dari sel memperlihatkan adanya lesi
prakanker yang dalam beberapa tahun akan menjadi kanker. Jika
perubahan termasuk tingkat tinggi, ada kemungkinan lebih besar lesi akan
menjadi kanker lebih cepat dilakukan tes diagnostik.
4) Karsinoma Invasive
Pada tahap ini kanker sudah menyebar lebih luas sehingga
penyembuhannya menjadi sulit.
2. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) dan Inspeksi Visual Lugol Iodin
a. Pengertian IVA
IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) merupakan cara sederhana
untuk mendeteksi kanker leher rahim sedini mungkin (Sukaca E. Bertiani,
2009).
IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara melihat
langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah memulas leher rahim
dengan larutan asam asetat 3-5% (Wijaya Delia, 2010).
Pada pemeriksaan ini, pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat serviks
yang telah diberi asam asetat 3-5% secara inspekulo. Setelah serviks diulas
dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat
diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal.
Dibutuhkan waktu satu sampai dua menit untuk dapat melihat perubahan-
perubahan pada jaringan epitel.
Serviks yang diberi larutan asam asetat 5% akan merespon lebih cepat
daripada larutan 3%. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga
dengan pemberian asam asetat akan didapat hasil gambaran serviks yang
normal (merah homogen) dan bercak putih (displasia) (Novel S Sinta,dkk,
2010).
b. Tujuan IVA
Untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan
pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan. Untuk mengetahui
kelainan yang terjadi pada leher rahim.
c. Keuntungan IVA
Menurut (Nugroho. 2010:65) keuntungan IVA dibandingkan tes-tes
diagnosa lainnya adalah:
1) Mudah, praktis, mampu laksana
10
2) Dapat dilaksanakan oleh seluruh tenaga kesehatan
d. Jadwal IVA
Program Skrining Oleh WHO Skrining pada setiap wanita minimal 1 kali
pada usia 35-40 tahun. Kalau fasilitas memungkinkan dilakukan tiap 10 tahun
pada usia 35-55 tahun dan jika fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun
pada usia 35-55 tahun (Nugroho Taufan, dr. 2010). Di Indonesia, anjuran untuk
melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1 tahun dan, bila hasil negatif (-)
adalah 5 tahun
4) Spekulum vagina
6) Swab-lidi berkapas
7) Sarung tangan
12
i. Penatalaksanaan IVA
Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher
rahim yang telah dipulas dengan larutan asam asetat 3- 5%, jika ada
perubahan warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan
dinyatakan negative. Sebaliknya jika leher rahim berubah warna menjadi
merah dan timbul plak putih, maka dinyatakan positif lesi atau kelainan pra
kanker.
Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung
diobati dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas
CO2 atau N2 ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya
sekitar 40% dengan metode diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar
dua menit tersebut, lesi prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian,
bisa segera ditangani dan tidak berkembang menjadi kanker stadium lanjut.
Metode krioterapi adalah membekukan serviks yang terdapat lesi
prakanker pada suhu yang amat dingin (dengan gas CO2) sehingga sel-sel
pada area tersebut mati dan luruh, dan selanjutnya akan tumbuh sel-sel baru
yang sehat (Samadi Priyanto. H, 2010).
Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat dari
adanya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih, artinya
perubahan sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa
dimatikan atau dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian,
penyakit kanker yang disebabkan human papillomavirus (HPV) itu tidak jadi
berkembang dan merusak organ tubuh yang lain.
13
Kelebihan metode ini adalah:
a. Bisa mengetahui jenis HPV.
b. Wanita maupun pria bisa dites karena sampel yang diambil tak harus
apusan vagina maupun serviks.
c. Bisa mengurangi rasa risih dan takut deteksi dini karena pemeriksaan tak
melalui organ genital.
d. Pemeriksaan ini bisa dilakukan ke segala umur bahkan untuk yang belum
menikah karena bisa dilakukan tanpa apusan vagina maupun serviks.
4. Kalposkopi
Kalposkopi merupakan pemeriksaan seviks dengan menggunakan alat
kalposkopi yaitu alat yang disamakan dengan mikroskop bertenaga rendah
pembesarannya antara 6 – 40 kali dan terdapat sumber cahaya didalamnya.
Kalposkopi dapat meningkatkan ketepatan sitologi menjadi 95%. Alat ini
pertamakali diperkenalkan di Jerman pada tahun 1925 oleh Hans Hinselmann
untuk memperbesar gambaran permukaan porsio sehingga pembuluh darah lebih
jelas dilihat. Pada alat ini juga dilengkapi dengan filter hijau untuk memberikan
kontras yang baik pada pembuluh darah dan jaringan. Pemeriksaan kalposkopi
dilakukan untuk konfirmasi apabila hasil test pap smear abnormal dan juga
sebagai penuntun biopsy pada lesi serviks yang dicurigai.
5. Biopsi
Biopsi dilakukan didaerah yang abnormal jika sambungan skuamosa
kolumnar (SSK) yang terlihat seluruhnya dengan menggunakan kalposkopi. Biopsi
harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsy harus tajam dan harus diawetkan
dalam larutan formalin 10% sehingga tidak merusak epitel.
6. Konisasi
Konisasi serviks adalah pengeluaran sebagian jaringan serviks sehingga
bagian yang dikeluarkan berbentuk kerucut. Konisasi dilakukan apabila:
a. Proses dicurigai berada di endoserviks
b. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kalposkopi
c. Ada kesenjangan antara hasil sitologik dengan histopatologi.
BAB III
PENUTUP
14
A. Kesimpulan
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim atau serviks
yang terdapat pada bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina.
Kanker serviks terjadi jika sel - sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara
tidak terkendali, jika sel - sel serviks terus membelah, maka akan terbentuk suatu masa
jaringan yang disebut tumor yang bisa bersifat jinak atau ganas, jika tumor tersebut
ganas maka keadaannya disebut kanker serviks. Mencegah kanker serviks dapat
dilakukan dengan mendeteksi secara dini, tujuannya adalah untuk menemukan lesi pra
kanker dan kanker stadium awal. Saat ini terdapat beberapa cara alternatif untuk
skrining kanker serviks yaitu kalposkopi, biopsy, servikografi, Pap net (dengan
komputerisasi), Tes molecular HPV – DNA, Inspeksi visual dengan asam asetat ( IVA).
B. Saran
Diharapkan setelah membaca makalah ini, mahasiswa dapat memahami lebih dalam
lagi tentang skrining kanker serviks.
DAFTAR PUSTAKA
15
Dalimarta, S.2010. Deteksi Dini Kanker dan implisia Antikanker.Cetakan III. Jakarta.
Penebar Swadaya
Depkes. RI. Skrining Kanker Leher Rahim dengan Metode Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat (IVA). Jakarta. 2008
Diananda, Rama. (2009). Mengenal Seluk-Beluk Kanker. Jogjakarta: Katahati.
Ety Handayaningsih S. (2018). CerVIX, Metode Deteksi Dini Kanker Serviks:
Sebuah Harapan Baru(https://etyabdoel.com/2018/08/08/deteksi-dini- kanker-serviks-
berbasis-dna-cervik/ )
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indinesia (KMK RI) Nomor
HK.01.07/MENKES/349/2018: 2018. Pedoman Nasional Pelayananan Kedokteran
Tata Laksana Kanker Serviks. Kementerian Kesehatan RI
Moeloek Nila. 2019. Deteksi Dini Cegah Kanker.
(http://www.depkes.go.id/article/view/19020500001/deteksi-dini-cegah-
kanker.html.)
Novel S.Sinta dkk.2010. Kanker Serviks dan Infeksi Human Pappilomavirus (HPV).Jakarta:
Javamedia Network
Nugroho, C., & S, A. A. (2011). Hubungan Pengetahuan Tentang Kanker Serviks Dengan
Perilaku Pemeriksaan Pap Smear Pada Wanita Usia Antara 30- 45 Tahun, (3),
55–62.
Rasjidi, I. (2009). "Epidemiologi kanker serviks." Indonesian Journal of cancer 3(3).
Samadi Priyanto .H. 2010. Yes, I Know Everything Abaut KANKER SERVIK. Yogyakarta :
Tiga Kelana
Sukaca E. Bertiani. 2009. Cara Cerdas Menghadapi KANKER SERVIK (Leher Rahim).
Yogyakarta: Genius Printika
World Health Organization.Comprehensive Cervical Cancer Control.A Guide to Essential
Practice. Geneva. WHO. 2006
16