Anda di halaman 1dari 47

SUB UNIT HEMATOLOGI

Hematologi merupakan spesialisasi medis yang berkenaan dengan studi


mengenai darah, jaringan yang menghasilkan darah, dan kelainan, penyakit, dan
gangguan yang berkaitan dengan darah.
Pada sub unit hematologi di BLU RSUD Sanjiwani terdapat beberapa
pemeriksaan hematologi yang dilakukan secara otomatis dan semi otomatis terdiri
dari :
a. Mindray ( auto analyzer) untuk pemeriksaan Darah Lengkap
b. Sysmex CA-104 (semi automatic) untuk pemeriksaan PPT dan APTT
Beberapa pemeriksaan hematologi yang dilakukan secara manual, yaitu:
Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED), pemeriksaan bleeding time (BT),
pemeriksaan cloting time (CT) dan pembuatan preparat blood smear.
A.

Pemeriksaan Darah Lengkap (Mindray)

1.

Tujuan Kegiatan
Untuk mengetahui nilai dari komponen-komponen darah seperti: WBC,

RBC, HGB, HCT, PLT, MCHC, MCH, MCV, Diff count, dan lain-lain pada
pasien.
2.

Metode
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan darah lengkap ini adalah

Electronic impedance dengan menggunakan alat Mindray.

3.

Prinsip

148

Darah yang ditampung dalam tabung EDTA dimasukkan kedalam alat


kemudian alat secara automatik akan mengerjakan pemeriksaan. Sel-sel dideteksi
dan dihitung, ketika sel mengalir melalui suatu aliran dimana sinar leser diarahkan
kearah sel-sel tersebut. Sudut sinar laser yang dipendarkan oleh sel
menggambarkan karakteristik sel termasuk ukuran sel, struktur sel bagian dalam,
bentuk organel, dan morfologi permukaan.
4.

Dasar Teori
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali

tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang
dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil
metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri.
Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali dengan kata hemo- atau
hemato- yang berasal dari bahasa Yunani haima yang berarti darah (Goes, -).
Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula darah yaitu :
1.
Sel darah merah atau eritrosit (RBC) (sekitar 99%).
2.
Keping-keping darah atau trombosit (PLT) (0,6 - 1,0%).
3.
Sel darah putih atau leukosit (WBC) (0,2%).
Pemeriksaan Darah Lengkap Complete Blood Count / CBC) (merupakan
pemeriksaaan penyaring yang bertujuan untuk menunjang diagnosa suatu penyakit
dan atau untuk melihat bagaimana respon tubuh terhadap suatu penyakit.
Disamping itu juga pemeriksaan ini sering dilakukan untuk melihat kemajuan atau
respon terapi pada pasien yang menderita suatu penyakit infeksi. Pada
pemeriksaan hematologi rutin (darah lengkap) selalu menggunakan sampel darah
segar. Darah segar ( fresh whole blood ) merupakan kontrol yang ideal untuk
pemeriksaan darah lengkap karena secara fisik dan biologi identik dengan
material yang akan diperiksa (Van Dun, 2007).

149

Pemeriksaan Darah Lengkap terdiri dari beberapa jenis parameter


pemeriksaan, yaitu (Mulyatno,-) :
1.
Hemoglobin
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi
sebagai media transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan
membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru paru. Kandungan zat besi
yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah berwarna merah. Dalam
menentukan normal atau tidaknya kadar hemoglobin seseorang kita harus
memperhatikan faktor umur, walaupun hal ini berbeda-beda di tiap laboratorium
klinik, yaitu :
Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl
Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl
Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl
Anak anak : 11-13 gram/dl
Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl
Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl
Lelaki tua : 12.4-14.9 gram/dl
Perempuan tua : 11.7-13.8 gram/dl
Kadar hemoglobin dalam darah yang rendah dikenal dengan istilah anemia.
Ada banyak penyebab anemia diantaranya yang paling sering adalah perdarahan,
kurang gizi, gangguan sumsum tulang, pengobatan kemoterapi dan penyakit
sistemik (kanker,lupus,dll). Sedangkan kadar hemoglobin yang tinggi dapat
dijumpai pada orang yang tinggal di daerah dataran tinggi dan perokok. Beberapa
penyakit seperti radang paru paru, tumor, preeklampsi, hemokonsentrasi, dll.
2.
Hematokrit
Hematokrit merupakan ukuran yang menentukan banyaknya jumlah sel
darah merah dalam 100 ml darah yang dinyatakan dalam persent (%). Nilai
normal hematokrit untuk pria berkisar 40,7% - 50,3% sedangkan untuk wanita
berkisar 36,1% - 44,3%. Seperti telah ditulis di atas, bahwa kadar hemoglobin

150

berbanding lurus dengan kadar hematokrit, sehingga peningkatan dan penurunan


hematokrit terjadi pada penyakit-penyakit yang sama.
3.
Leukosit (White Blood Cell / WBC)
Leukosit merupakan komponen darah yang berperanan dalam memerangi
infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, ataupun proses metabolik toksin, dll.
Nilai normal leukosit berkisar 4.000 - 10.000 sel/ul darah. Penurunan kadar
leukosit bisa ditemukan pada kasus penyakit akibat infeksi virus, penyakit
sumsum tulang, dll, sedangkan peningkatannya bisa ditemukan pada penyakit
infeksi bakteri, penyakit inflamasi kronis, perdarahan akut, leukemia, gagal ginjal,
dll.
4.

Trombosit (platelet)
Trombosit merupakan bagian dari sel darah yang berfungsi membantu

dalam proses pembekuan darah dan menjaga integritas vaskuler. Beberapa


kelainan dalam morfologi trombosit antara lain giant platelet (trombosit besar)
dan platelet clumping (trombosit bergerombol). Nilai normal trombosit berkisar
antara 150.000 - 400.000 sel/ul darah. Trombosit yang tinggi disebut
trombositosis dan sebagian orang biasanya tidak ada keluhan. Trombosit yang
rendah disebut trombositopenia, ini bisa ditemukan pada kasus demam berdarah
(DBD), Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP), supresi sumsum tulang, dll.
5.
Eritrosit (Red Blood Cell / RBC)
Eritrosit atau sel darah merah merupakan komponen darah yang paling
banyak, dan berfungsi sebagai pengangkut / pembawa oksigen dari paru-paru
untuk diedarkan ke seluruh tubuh dan membawa kardondioksida dari seluruh
tubuh ke paru-paru. Nilai normal eritrosit pada pria berkisar 4,7 juta - 6,1 juta
sel/ul darah, sedangkan pada wanita berkisar 4,2 juta - 5,4 juta sel/ul darah.
Eritrosit yang tinggi bisa ditemukan pada kasus hemokonsentrasi, PPOK
(penyakit paru obstruksif kronik), gagal jantung kongestif, perokok, preeklamsi,

151

dll, sedangkan eritrosit yang rendah bisa ditemukan pada anemia, leukemia,
hipertiroid, penyakit sistemik seperti kanker dan lupus, dll.
6.
Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC)
Biasanya digunakan untuk membantu mendiagnosis penyebab anemia
(Suatu kondisi di mana ada terlalu sedikit sel darah merah). Indeks/nilai yang
biasanya dipakai antara lain :
a. MCV (Mean Corpuscular Volume) atau Volume Eritrosit Rata-rata
(VER), yaitu volume rata-rata sebuah eritrosit yang dinyatakan dengan
femtoliter (fl). Nilai normal = 82-92 fl
b. MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) atau Hemoglobin Eritrosit RataRata (HER), yaitu banyaknya hemoglobin per eritrosit disebut dengan
pikogram (pg). Nilai normal = 27-31 pg
c. MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) atau Konsentrasi
Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER), yaitu kadar hemoglobin yang
didapt per eritrosit, dinyatakan dengan persen (%) (satuan yang lebih
7.

tepat adalah gr/dl). Nilai normal = 32-37 %


Hitung Jenis Leukosit (Diff Count)
Hitung jenis leukosit digunakan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis

leukosit. Terdapat lima jenis leukosit, yang masing-masingnya memiliki fungsi


yang khusus dalam melawan patogen. Sel-sel itu adalah neutrofil, limfosit,
monosit, eosinofil, dan basofil. Hasil hitung jenis leukosit memberikan informasi
yang lebih spesifik mengenai infeksi dan proses penyakit. Hitung jenis leukosit
hanya menunjukkan jumlah relatif dari masing-masing jenis sel. Untuk
mendapatkan jumlah absolut dari masing-masing jenis sel maka nilai relatif (%)
dikalikan jumlah leukosit total dan hasilnya dinyatakan dalam sel/l. Nilai normal
: Eosinofil 1-3%, Netrofil 55-70%, Limfosit 20-40%, Monosit 2-8%
8.
Platelet Disribution Width (PDW)
PDW merupakan koefisien variasi ukuran trombosit. Kadar PDW tinggi
dapat ditemukan pada sickle cell disease dan trombositosis, sedangkan kadar
152

PDW yang rendah dapat menunjukan trombosit yang mempunyai ukuran yang
kecil.
9.
Red Cell Distribution Width (RDW)
RDW merupakan koefisien variasi dari volume eritrosit. RDW yang tinggi
dapat mengindikasikan ukuran eritrosit yang heterogen, dan biasanya ditemukan
pada anemia defisiensi besi, defisiensi asam folat dan defisiensi vitamin B12,
sedangkan jika didapat hasil RDW yang rendah dapat menunjukan eritrosit yang
mempunyai ukuran variasi yang kecil.
Pemeriksaan Darah Lengkap biasanya disarankan kepada setiap pasien yang
datang ke suatu Rumah Sakit yang disertai dengan suatu gejala klinis, dan jika
didapatkan hasil yang diluar nilai normal biasanya dilakukan pemeriksaan
lanjutan yang lebih spesifik terhadap gangguan tersebut, sehingga diagnosa dan
terapi yang tepat bisa segera dilakukan. Lamanya waktu yang dibutuhkan suatu
laboratorium untuk melakukan pemeriksaan ini berkisar maksimal 2 jam.
5.

Alat dan Bahan

a. Alat:
1). Alat Mindray
2). Rotator
3). Alat tulis
b. Bahan:
1.
6.
1).
2).

Darah EDTA
Cara Kerja
Alat analyzer dinyalakan dengan menekan tombol ON/OFF
Sampel yang akan diperiksa disiapkan dan dipastikan sampel ditampung
pada tabung yang sesuai yaitu tabung vacutainer dengan tutup berwarna

3).

ungu.
Sampel dihomogenkan dengan menggunakan alat rotator
153

4).

Alat yang digunakan dipastikan dalam keadaan siap pakai atau ready dan

5).

sudah dilakukan control sebelum digunakan.


Identitas pasien yang berupa nama, jenis kelamin dan asal pasien

6).

dimasukkan pada kolom yang tersedia pada monitor alat lalu tekan confirm
Tutup tabung sampel dibuka dan sampel diarahkan ke probe sambil ditekan
tombol di belakang probe maka secara otomatis sampel pada tabung akan

7).

dihisap.
Tabung sampel ditutup kembali dan diletakkan pada tempat sampel

8).

Ditunggu hingga muncul hasil pada layar monitor alat dan hasil tersebut
secara otomatis akan dikeluarkan melalui printer yang dihubungkan pada
alat pemeriksaan.

7.

Hasil Kegiatan
Hasil kegiatan pemeriksaan darah lengkap (DL) dilaksanakan dari tanggal 7

Maret 2016-13 Mei 2016.


Tabel 11
Jumlah Pemeriksaan DL
Tanggal
7 Maret 2016
8 Maret 2016
9 Maret 2016
10 Maret 2016
11 Maret 2016
12 Maret 2016
13 Maret 2016
14 Maret 2016
15 Maret 2016
16 Maret 2016
17 Maret 2016
18 Maret 2016
19 Maret 2016
20 Maret 2016
21 Maret 2016
22 Maret 2016
23 Maret 2016
24 Maret 2016
25 Maret 2016
26 Maret 2016

Jumlah pemeriksaan
256
276
245
298
276
299
319
239
336
316
338
210
273
284
293
311
288
301
299
308
154

27 Maret 2016
28 Maret 2016
29 Maret 2016
30 Maret 2016
31 Maret 2016
1 April 2016
2 April 2016
3 April 2015
4 April 2016
5 April 2016
6 April 2016
7 April 2016
8 April 2016
9 April 2016
10 April 2016
11 April 2016
12 April 2016
13 April 2016
14 April 2016
15 April 2016
16 April 2016
17 April 2016
18 April 2016
19 April 2016
20 April 2016
21 April 2016
22 April 2016
23 April 2016
24 April 2016
25 April 2016
26 April 2016
27 April 2016
28 April 2016
29 April 2016
30 April 2016
1 Mei 2016
2 Mei 2016
3 Mei 2016
4 Mei 2016
5 Mei 2016
6 Mei 2016
7 Mei 2016
8 Mei 2016
9 Mei 2016
10 Mei 2016
11 Mei 2016

289
255
324
336
314
311
335
241
309
245
293
277
319
337
330
290
228
287
256
331
354
234
295
278
267
233
288
250
230
290
298
300
323
298
287
270
312
334
313

155

12 Mei 2016
13 Mei 2016
8.

Permasalahan yang Ditemui


Pada saat dilakukan pemeriksaan darah lengkap yang dilakukan oleh

mahasiswa selama Praktek Kerja Lapangan (PKL) dari tanggal 7 Maret- 13 Mei
2016 ditemui beberapa masalah antara lain :
a.

Sampel darah yang kurang homogen sehingga menyebabkan hasil


pemeriksaan darah muncul tanda bintang.

b.

Sampel darah dengan volume yang sedikit sehingga pada saat dilakukan
pemeriksaan alat tidak dapat membaca hasil pemeriksaan tersebut.

c.

Adanya bekuan pada sampel darah karena proses pemindahan sampel darah
dari spuit ke tabung EDTA yang terlalu lama sehingga terbentuk bekuan
yang menyebabkan hasil tidak valid.

9.

Pembahasan dan Pemecahan Masalah


Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu

jenis pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau
untuk melihat bagaimana respon tubuh terhadap suatu penyakit. Disamping itu
juga pemeriksaan ini sering dilakukan untuk melihat kemajuan atau respon terapi
pada pasien yang menderita suatu penyakit infeksi.
Pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilakukan pemeriksaan Darah Lengkap
pada setiap pasien yang datang ke Rumah Sakit yang disertai dengan suatu gejala
klinis. Prinsip pemeriksaan darah lengkap ini adalah darah yang ditampung dalam
tabung EDTA dimasukkan kedalam alat kemudian alat secara automatik akan
mengerjakan pemeriksaan. Sel-sel dideteksi dan dihitung, ketika sel mengalir
156

melalui suatu aliran dimana sinar leser diarahkan kearah sel-sel tersebut. Sudut
sinar laser yang dipendarkan oleh sel menggambarkan karakteristik sel termasuk
ukuran sel, struktur sel bagian dalam, bentuk organel, dan morfologi permukaan.
Pemeriksaan Darah Lengkap ini diawali dengan memberikan identitas
pasien pada tabung dengan antikoagulan EDTA yang tutup tabungnya berwarna
ungu, selanjutnya sampel darah pasien ditampung pada tabung dengan
antikoagulan EDTA tersebut. Tujuan ditampungnya sampel darah pada tabung
EDTA adalah agar sampel darah tidak membeku karena bekuan darah dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Selanjutnya sampel dihomogenkan dengan
menggunakan alat rotator agar sampel darah bercampur sempurna dengan
antikoagulan EDTA sehingga didapatkan hasil yang valid. Alat Hematology
Analyzer

dipastikan dalam kondisi ready dan dilanjutkan dengan pengisian

identitas pasien mulai dari nama pasien, jenis kelamin, dan asal pasien yang
tertera pada monitor untuk mencegah hasil pasien yang tertukar. Sampel darah
yang telah homogen dimasukkan ke dalam alat hisap secara tegak lurus dan harus
menyentuh dasar tabung yang tujuannya agar volume sampel darah yang dihisap
sesuai dengan volume yang dibutuhkan oleh alat sehingga hasil yang didapat
valid. Hasil pemeriksaan Darah Lengkap ini akan muncul secara otomatis dalam
layar monitor yang selanjutnya dicatat dalam buku register kemudian hasil
tersebut secara otomatis akan dikeluarkan melalui printer yang dihubungkan pada
alat pemeriksaan. Hasil yang diberikan kepada pasien dalah berupa hasil print out.
Dalam Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang dilakukan selama satu bulan terdapat
3601 permintaan Pemeriksaan Darah Lengkap.
Permasalahan yang dialami selama pemeriksaan Darah Lengkap antara lain:
Pada hasil pemeriksaan darah muncul tanda bintang hal ini disebakan karena

157

kurangnya volume sampel dan kurang homogen. Sampel darah yang akan
diperiksa

harus

dihomogenkan

terlebih

dahulu

menggunakan

rotator.

Terbentuknya bekuan pada sampel darah akibat proses pemindahan sampel darah
dari spuit ke tabung EDTA yang terlalu lama sehingga menyebabkan hasil tidak
valid.

B.

Pemeriksaan Plasma Protrombin Time (PPT) dan Activated Partial


Tromboplastin Time (APTT)

1.

Tujuan Kegiatan
Untuk dapat mengetahui nilai PPT (Plasma Protrombine Time) dan APTT

(Activated Partial Tromboplastine Time) dari sampel darah pasien


2.

Metode
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan PPT dan APTT adalah dengan

menggunakan metode turbodensitometry


3.
a.

Prinsip
PPT
Dengan menilai terbentuknya bekuan bila ke dalam plasma yang telah

diinkubasi ditambahkan campuran tromboplastin jaringan dan ion kalsium.


(CaCl2).
b.

APTT
Menginkubasikan plasma sitrat yang mengandung semua faktor koagulasi

intrinsik kecuali kalsium dan trombosit dengan tromboplastin parsial (fosfolipid)


dengan bahan pengaktif (mis. kaolin, ellagic acid, mikronized silica atau celite
koloidal).

158

4.

Dasar Teori
Hemostasis adalah kemampuan alami untuk menghentikan perdarahan pada

lokasi luka oleh spasme pembuluh darah, adhesi trombosit dan keterlibatan aktif
faktor koagulasi, adanya koordinasi dari endotel pembuluh darah, agregasi
trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Fungsi utama mekanisme koagulasi adalah
menjaga keenceran darah (blood fluidity) sehingga darah dapat mengalir dalam
sirkulasi dengan baik, serta membentuk thrombus sementara atau hemostatic
thrombus pada dinding pembuluh darah yang mengalami kerusakan (vascular
injury) (Ambarsari, 2011).
Pemeriksaan faal hemosatasis adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan
untuk mengetahui faal hemostatis serta kelainan yang terjadi. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mencari riwayat perdarahan abnormal, mencari kelainan yang
mengganggu faal hemostatis, riwayat pemakaian obat, riwayat perdarahan dalam
keluarga. Pemeriksaan faal hemostatis sangat penting dalam mendiagnosis diatesis
hemoragik. Pemeriksaan ini terdiri atas (Anonime, 2012):
a. Tes penyaring meliputi :
1. Percobaan pembendungan
2. Masa perdarahan
3. Hitung trombosit
4. Masa protombin plasma (Prothrombin Time, PT)
5. Masa tromboplastin partial teraktivasi (Activated partial thromboplastin time,
6.
b.
1.
2.
3.
4.
A.

(APTT)
Masa trombin (Thrombin time, TT)
Tes khusus meliputi :
Tes faal trombosit
Tes Ristocetin
Pengukuran faktor spesifik (faktor pembekuan)
Pengukuran alpha-2 antiplasmin
Plasma Protombin Time (PPT/PT)
Prothrombin Time (PPT) merupakan waktu yang diperlukan plasma untuk

membentuk bekuan bekuan setelah penambahan faktor jaringan. Protrombin

159

disintesis oleh hati dan merupakan prekursor tidak aktif dalam proses pembekuan.
Protrombin dikonversi menjadi thrombin oleh tromboplastin yang diperlukan
untuk membentuk bekuan darah. Uji masa protrombin (prothrombin time, PT)
untuk menilai kemampuan faktor koagulasi jalur ekstrinsik dan jalur bersama,
yaitu : faktor I (fibrinogen), faktor II (prothrombin), faktor V (proakselerin),
faktor VII (prokonvertin), dan faktor X (faktor Stuart). Perubahan faktor V dan
VII akan memperpanjang PT selama 2 detik atau 10% dari nilai normal. Pada
penyakit hati PT memanjang karena sel hati tidak dapat mensintesis protrombin
(Anonim,2010).
International Committee for Standardization in Hematology (ICSH)
menganjurkan tromboplastin jaringan yang digunakan harus distandardisasi
dengan tromboplastin rujukan dari WHO untuk mendapatkan International
Sensitivity Index (ISI). International Normalized Ratio (INR) adalah satuan yang
lazim digunakan untuk pemantauan pemakaian antikoagulan oral. INR
didadapatkan dengan membagi nilai PT yang didapat dengan nilai PT normal
kemudian dipangkatkan dengan ISI. INR merupakan rancangan untuk
memperbaiki proses pemantauan terhadap terapi warfarin sehingga INR
digunakan sebagai uji terstandardisasi internasional untuk PT. INR dirancang
untuk pemberian terapi warfarin jangka panjang dan hanya boleh digunakan
setelah respons klien stabil terhadap warfarin. Stabilisasi memerlukan waktu
sedikitnya seminggu. Standar INR tidak boleh digunakan jika klien baru memulai
terapi warfarin guna menghindari hasil yang salah pada uji (Riswanto,2010).
Bahan pemeriksaan untuk uji PT adalah plasma sitrat yang diperoleh dari
sampel darah vena dengan antikoagulan trisodium sitrat 3.2% (0.109M) dengan
perbandingan 9:1. Darah sitrat harus diperiksa dalam waktu selambat-lambatnya 2

160

jam setelah pengambilan. Sampel dipusingkan selama 10 menit dengan kecepatan


2.500 g. Plasma dipisahkan dan disimpan pada suhu 20oC tahan 8 jam.
Penyimpanan sampel plasma pada suhu 2 - 8o C menyebabkan teraktivasinya
faktor VII (prokonvertin) oleh sistem kalikrein (Riswanto,2010).
PT dapat diukur secara manual (visual), fotooptik atau elektromekanik.
Teknik manual memiliki bias individu yang sangat besar sehingga tidak
dianjurkan lagi. Tetapi pada keadaan dimana kadar fibrinogen sangat rendah dan
tidak dapat dideteksi dengan alat otomatis, metode ini masih dapat digunakan.
Metode otomatis dapat memeriksa sampel dalam jumlah besar dengan cepat dan
teliti (Riswanto,2010).
B.

Activated Partial Thromboplastin Time (APTT)


Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) merupakan waktu yang

diperlukan untuk membentuk bekuan yang stabil dalam plasma darah setelah
terpapar dengan komponen dari platelet. Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai
fungsi koagulasi jalur intrinsic dan umum. Nilai normal uji APTT adalah 20 35
detik, namun hasil ini bisa bervariasi untuk tiap laboratorium tergantung pada
peralatan dan reagen yang digunakan (Anonim,2010)
Masa tromboplastin parsial teraktivasi (activated partial thromboplastin
time, APTT) adalah uji laboratorium untuk menilai aktifitas faktor koagulasi jalur
intrinsik dan jalur bersama, yaitu faktor XII (faktor Hagemen), pre-kalikrein,
kininogen, faktor XI (plasma tromboplastin antecendent, PTA), faktor IX (factor
Christmas), faktor VIII (antihemophilic factor, AHF), faktor X (faktor Stuart),
faktor V (proakselerin), faktor II (protrombin) dan faktor I (fibrinogen). Tes ini
untuk monitoring terapi heparin atau adanya circulating anticoagulant. APTT
memanjang karena defisiensi faktor koagulasi instrinsik dan bersama jika

161

kadarnya lebih dari 7 detik dari nilai normal, maka hasil pemeriksaan itu dianggap
abnormal (Ambasari,2011)
Pemeriksaan APTT dapat dilakukan dengan cara manual (visual) atau
dengan alat otomatis (koagulometer), yang menggunakan metode foto-optik dan
elektro-mekanik. Teknik manual memiliki bias individu yang sangat besar
sehingga tidak dianjurkan lagi. Tetapi pada keadaan dimana kadar fibrinogen
sangat rendah dan tidak dapat dideteksi dengan alat otomatis, metode ini masih
dapat digunakan. Metode otomatis dapat memeriksa sampel dalam jumlah besar
dengan cepat dan teliti (Riswanto,2010).
Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah darah vena dengan antikoagulan
trisodium sitrat 3.2% (0.109M) dengan perbandingan 9:1.Gunakan tabung plastik
atau gelas yang dilapisi silikon. Sampel dipusingkan selama 15 menit dengan
kecepatan 2.500 g. Plasma dipisahkan dalam tabung plastik tahan 4 jam pada suhu
205oC. Jika dalam terapi heparin, plasma masih stabil dalam 2 jam pada suhu
205oC kalau sampling dengan antikoagulan citrate dan 4 jam pada suhu 205 oC
kalau sampling dengan tabung CTAD (Riswanto, 2010).
5.

Alat dan Bahan

a.
1).
2).
3).
4).
5).

Alat:
Alat pengukuran PPT dan APTT (Sysmex C-104)
Tabung vacum bertutup biru (dengan antikoagulan Na Sitrat)
Kuvet CA-104
Mikropipet 100 l dan 50 l
Yellow tip

6).

Sentrifuge

b.

Bahan:
Darah vena dengan antikoagulan Na-sitrate
Reagen Dade Innovin
Reagen Dade Actin FS

1).
2).
3).

162

4).

CaCl2

6.
a.
1).

Cara Kerja
Preparasi sampel
Sampel disentrifuge dengan menggunakan sentrifuge dengan kecepatan
3000 rpm selama 5 menit sehingga diperoleh plasma .

2).

Kondisi sampel di cek meliputi lisis atau tidak lisis, adanya klot, sampel
lipemik atau ikterik

b.
1.
2.
3.

Persiapan sebelum melakukan pemeriksaan


Pipet yang akan digunakan dipastikan dalam kondisi baik (rutin dikalibrasi).
Kuvet yang akan digunakan dipstikan memiliki stirrer bar.
Reagen yang akan dipergunakan disiapkan dan dikondisikan pada suhu

c.
1.

ruang.
Menyalakan alat
Kabel analyzer disambungkan ke power supply maka alat akan menyala dan

2.

secara otomatis melakukan proses sebagai berikut:


a) Self test
b) Testing ROM
c) Testing RAM
d) Warming up
Alat membutuhkan waktu sekitar 30 menit pada proses warming up hingga
suhu di heating block stabil pada 370C 0.40C (saat proses ini, kuvet dan

3.

reagen dapat di-loading ke alat).


Setelah suhu di heating block stabil akan muncul pesan Remove cuv ,
pastikan tidak ada cuvet yang masih terletak di measuring channel dan
protection cap ditutup kembali. Kemudian tekan tombol enter untuk

4.

konfirmasi.
Akan muncul pesan Auto blanking , measuring channel akan di-adjust

5.

secara otomatik selama 10 detik.


Setelah Auto blanking selesai tombol Esc ditekan dan layar menu utama
akan muncul yang menandakan alat siap digunakan.
163

d.

Pemeriksaan PPT

1.
2.
3.

Alat dan bahan yang diperlukan dipersiapkan terlebih dahulu


Kuvet diinkubasi di heating block selama 3 menit
Pada tampilan layar utama dipilih parameter PT kemudian tekan enter

4.

sehingga muncul cuv in


Sampel disiapkan dengan memipet plasma sitrat sebanyak 50 L kedalam

5.

cuvet yang telah diinkubasi di heating block


Protection cap pada alat dibuka dan dengan segera kuvet dimasukkan

6.

kedalam measuring channel kemudian protection cap ditutup kembali


Alat akan melakukan penghitungan mundur waktu inkubasi, setelah inkubasi
selesai akan muncul adj-s , reagen Dade innovin dipipet sebanyak 100L

7.

dan ditunggu hingga pada layar alat muncul perintah Go-S


Setelah muncul perintah Go-S , reagen Dade innovin dimasukkan kedalam

8.
9.

measuring channel secara vertical


Ditunggu beberapa saat hingga hasil pengukuran muncul pada layar utama.
Setelah hasil pengukuran muncul dan dicatat, protection cap dibuka dan

10.

kuvet diambil dari measuring channel


Setelah kuvet diambil, tekan tombol reset untuk mengulang pemeriksaan
dengan parameter yang sama, apabila ingin mengganti parameter, tekan

e.
1.
2.
3.

tombol Esc
Pemeriksaan APTT
Alat dan bahan yang diperlukan dipersiapkan terlebih dahulu
Kuvet diinkubasi di heating block selama 3 menit
Pada tampilan layar utama dipilih parameter APTT kemudian tekan enter

4.

sehingga muncul cuv in


Sampel disiapkan dengan memipet plasma sitrat sebanyak 50 L kedalam
cuvet yang telah diinkubasi di heating block kemudian ditambahkan 50 L

5.

reagen Dade Actin FS


Protection cap pada alat dibuka dan dengan segera kuvet dimasukkan
kedalam measuring channel kemudian protection cap ditutup kembali

164

6.

Alat akan melakukan penghitungan mundur waktu inkubasi, setelah inkubasi


selesai akan muncul adj-s , reagen CaCl2 dipipet sebanyak 50L dan

7.

ditunggu hingga pada layar alat muncul perintah Go-S


Setelah muncul perintah Go-S , reagen Dade innovin dimasukkan kedalam

8.
9.

measuring channel secara vertical


Ditunggu beberapa saat hingga hasil pengukuran muncul pada layar utama.
Setelah hasil pengukuran muncul dan dicatat, protection cap dibuka dan

10.

kuvet diambil dari measuring channel


Setelah kuvet diambil, tekan tombol reset untuk mengulang pemeriksaan
dengan parameter yang sama, apabila ingin mengganti parameter, tekan
tombol Esc

7.

Hasil Kegiatan
Hasil kegiatan pemeriksaan PPT (Plasma Protombin Time) dan APTT

(Activated Partial Thromboplastin Time) yang dilaksanakan dari tanggal 7 Maret


13 Mei 2016. Didapatkan hasil Pemeriksaan PPT dan APTT pada :

Tabel 12
Hasil Pemeriksaan PT dan APTT
Tanggal
7 Maret 2016

Jumlah Pemeriksaan
PTT
-

Jumlah Pemeriksaan
APTT
-

8 Maret 2016
9 Maret 2016
10 Maret 2016
11 Maret 2016
12 Maret 2016
13 Maret 2016
14 Maret 2016
15 Maret 2016
16 Maret 2016
17 Maret 2016
18 Maret 2016
19 Maret 2016
20 Maret 2016

4
1
8
1
1
1
1
1
2
3

4
3
-

165

21 Maret 2016
22 Maret 2016
23 Maret 2016
24 Maret 2016
25 Maret 2016
26 Maret 2016
27 Maret 2016
28 Maret 2016
29 Maret 2016
30 Maret 2016
31 Maret 2016
1 April 2016
2 April 2016
3 April 2015
4 April 2016
5 April 2016
6 April 2016
7 April 2016
8 April 2016
9 April 2016
10 April 2016
11 April 2016
12 April 2016
13 April 2016
14 April 2016
15 April 2016
16 April 2016
17 April 2016
18 April 2016
19 April 2016
20 April 2016
21 April 2016
22 April 2016
23 April 2016
24 April 2016
25 April 2016
26 April 2016
27 April 2016
28 April 2016
29 April 2016
30 April 2016
1 Mei 2016
2 Mei 2016
3 Mei 2016
4 Mei 2016
5 Mei 2016

7
1
3
1
3
3
1
3
3
4
2
7
7
4
1
1
1
4
4
2
5
4
2
1
2
3
2
2
1
3
4
1
2
3
1

6
1
1
2
1
4
1
2
3
4
2
1
3
2
1
2
2
3
1

166

6 Mei 2016
7 Mei 2016
8 Mei 2016
9 Mei 2016
10 Mei 2016
11 Mei 2016
12 Mei 2016
13 Mei 2016

8.

Permasalahan yang Ditemui


Dalam pemeriksaan faal hemostasis (PPT/APTT) yang dilakukan oleh

mahasiswa selama Praktek Kerja Lapangan (PKL) dari tanggal 7 Maret - 13 Mei
2016, permasalahan yang ditemukan adalah nilai dari PPT/APTT tidak terbaca
oleh alat.
9.

Pembahasan dan Pemecahan Masalah


Hemostasis adalah kemampuan alami untuk menghentikan perdarahan pada

lokasi luka oleh spasme pembuluh darah, adhesi trombosit dan keterlibatan aktif
faktor koagulasi, adanya koordinasi dari endotel pembuluh darah, agregasi
trombosit dan aktivasi jalur koagulasi.
Pemeriksaan faal hemosatasis adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan
untuk mengetahui faal hemostatis serta kelainan yang terjadi. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mencari riwayat perdarahan abnormal, mencari kelainan yang
mengganggu faal hemostatis, riwayat pemakaian obat, riwayat perdarahan dalam
keluarga.
Pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilakukan pemeriksaan faal hemostasis
yaitu pemeriksaan Pemeriksaan Plasma Protrombin Time (PPT) dan Activated
Partial Tromboplastin Time (APTT). Pemeriksaan faal hemostasis ini dilakukan
dengan dengan menggunakan metode turbodensitometry (Sysmex CA-104).
Sampel yang digunakan pada pemeriksaan adalah sampel plasma Citrat.
167

Penggunaannya adalah 1 bagian citrat + 9 bagian darah. Cara kerja antikoagulan


ini adalah menghambat aktivitas faktor pembekuan dengan mengikat kalsium
menjadi kompleks kalsium sitrat, sehingga menghambat aktifitas fibrinogen
menjadi fribrin (bekuan). Sampel harus segera dicampur segera setelah
pengambilan untuk mencegah aktivasi proses koagulasi dan pembentukan bekuan
darah yang menyebabkan hasil tidak valid. Pencampuran dilakukan dengan
membolak-balikkan tabung sebanyak

4-5 kali secara perlahan, karena

pencampuran yang terlalu kuat dan berkali-kali (lebih dari 5 kali) dapat
mengaktifkan penggumpalan platelet dan mempersingkat waktu pembekuan.
Untuk mendapatkan plasma sitrat, maka darah dalam tabung biru harus segera
dicentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm dan dianalisa maksimal 2
jam setelah sampling. Karena apabila analisa dilakukan lebih dari 2 jam, dapat
mempengaruhi hasil yang disebabkan oleh telah terbentuknya fibrinogen dalam
darah.
Pemeriksaan PPT (Plasma Protombin Time) adalah uji yang dilakukan
untuk menilai kemampuan faktor koagulasi jalur ekstrinsik dan jalur bersama,
yaitu : faktor I (fibrinogen), faktor II (prothrombin), faktor V (proakselerin),
faktor VII (prokonvertin), dan faktor X (faktor Stuart). Prinsip dari pemeriksaan
PPT (Plasma Protombin Time) ini adalah dengan menilai terbentuknya bekuan
bila ke dalam plasma yang telah diinkubasi ditambahkan campuran tromboplastin
jaringan dan ion kalsium (CaCl2). Pemeriksaan Plasma Protrombin Time
dilakukan dengan cara menambahkan campuran kalsium dan tromboplastin pada
plasma.

Reagen

yang

digunakan

adalah

kalsium

tromboplastin,

yaitu

tromboplastin jaringan dalam larutan CaCl2. Fungsi CaCl2 mengaktifkan ion Ca2+
yang mengendap akibat pemusingan.
168

Pemeriksaan APTT (Activated Partial Thromboplastin Time) merupakan uji


laboratorium untuk menilai aktifitas faktor koagulasi jalur intrinsik dan jalur
bersama, yaitu faktor XII (faktor Hagemen), pre-kalikrein, kininogen, faktor XI
(plasma tromboplastin antecendent, PTA), faktor IX (factor Christmas), faktor
VIII (antihemophilic factor, AHF), faktor X (faktor Stuart), faktor V
(proakselerin), faktor II (protrombin) dan faktor I (fibrinogen). Prinsip
pemeriksaan

APTT

(Activated

Partial

Thromboplastin

Time)

adalah

menginkubasikan plasma sitrat yang mengandung semua faktor koagulasi


intrinsik kecuali kalsium dan trombosit dengan tromboplastin parsial (fosfolipid)
dengan bahan pengaktif (mis. kaolin, ellagic acid, mikronized silica atau celite
koloidal). Setelah ditambah kalsium maka akan terjadi bekuan fibrin.
Dalam Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang dilakukan selama satu bulan
terdapat sekitar 1 permintaan pemeriksaan Plasma Protrombin Time (PPT) dan
Activated Partial Tromboplastin Time (APTT). Adapun permasalahan yang
dialami pada pemeriksaan APTT dan PPT ini adalah nilai dari PPT/APTT tidak
terbaca oleh alat. Hal ini disebakan karena penetesan reagen yang kurang tepat.
Penetesan reagen setelah pengikubasian pada waktu tertentu, dilakukan saat pada
layar monitor muncul perintah aktif. Apabila telah dilakukan pengulangan
pengerjaan dengan prosedur yang telah sesuai dan masih menunjukkan hasil yang
sama, maka hal tersebut bisa terjadi karena nilai PPT/APTT dari sampel darah
pasien memang memanjang sehingga tidak dapat diukur oleh alat.

C.

PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH (LED)

169

1.

Tujuan Kegiatan
Untuk dapat mengetahui nilai laju endap darah pasien.

2.

Metode
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan LED adalah metode

Westergreen dengan tabung berskala.


3.

Prinsip
Sampel darah dengan antikoagulan dimasukkan ke dalam tabung khusus

berskala dan diletakkan pada rak khusus, maka eritrosit akan mengendap.
Pengendapan ini diukur setelah satu jam.
4.

Dasar Teori
Di dalam tubuh, suspensi sel-sel darah merah akan merata di seluruh plasma

sebagai akibat pergerakan darah. Akan tetapi jika darah ditempatkan dalam tabung
khusus yang sebelumnya diberi antikoagulan dan dibiarkan 1 jam, sel darah akan
mengendap dibagian bawah tabung karena pengaruh gravitasi. Laju endap darah
(LED) berfungsi untuk mengukur kecepatan pengendapan darah merah di dalam
plasma ( nm/jam) ( Anonim, 2012).
Laju Endap Darah (LED) atau dalam bahasa Inggrisnya Erythrocyte
Sedimentation Rate (ESR) merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah
untuk mengetahui tingkat peradangan dalam tubuh seseorang. Proses pemeriksaan
sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan darah kita ke
dalam tabung khusus LED dalam posisi tegak lurus selama satu jam. Sel darah
merah akan mengendap ke dasar tabung sementara plasma darah akan
mengambang di permukaan. Kecepatan pengendapan sel darah merah inilah yang
disebut LED. Atau dapat dikatakan makin banyak sel darah merah yang

170

mengendap maka makin tinggi Laju Endap Darah (LED)-nya (Hartono Prasetyo,
2011).
Tinggi ringannya nilai pada Laju Endap Darah (LED) memang sangat
dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Namun ternyata
orang yang anemia, dalam kehamilan dan para lansia pun memiliki nilai Laju
Endap Darah yang tinggi. Jadi orang normal pun bisa memiliki Laju Endap Darah
tinggi, dan sebaliknya bila Laju Endap Darah normalpun belum tentu tidak ada
masalah. Jadi pemeriksaan Laju Endap Darah masih termasuk pemeriksaan
penunjang, yang mendukung pemeriksaan fisik dan anamnesis dari sang dokter
(Maria,2012)
Namun biasanya dokter langsung akan melakukan pemeriksaan tambahan
lain, bila nilai Laju Endap Darah di atas normal. Sehinggai mereka tahu apa yang
mengakibatkan nilai Laju Endap Darahnya tinggi. Selain untuk pemeriksaan rutin,
Laju Endap Darah pun bisa dipergunakan untuk mengecek perkembangan dari
suatu penyakit yang dirawat. Bila Laju Endap Darah makin menurun berarti
perawatan berlangsung cukup baik, dalam arti lain pengobatan yang diberikan
bekerja dengan baik (Maria,2012).
Dalam klinik LED bermanfaat antar lain :
1. Untuk menunjang diagnosis.
Infeksi akut
Inflamasi menahun pada fase aktif.
Kerusakan jaringan.
2.
Memantau perjalanan penyakit.
3.
Respon terhadap pengobatan.
Ada dua metode manual yang bisa digunakan untuk pemeriksaan LED,
yaitu : metode Wintrobe dan Westergreen. Metode yang direkomendasikan oleh
International Commitee for Standardization in Hematology (ICSH) adalah
metode Westergreen. Hasil pemeriksaan LED dengan menggunakan kedua metode
tersebut sebenarnya tidak seberapa selisihnya jika nilai LED masih dalam batas

171

normal. Tetapi jika nilai LED meningkat, maka hasil pemeriksaan dengan metode
Wintrobe kurang menyakinkan. Dengan metode Westergreen bisa didapat nilai
yang lebih tinggi, hal itu disebabkan panjang pipet Westergreen yang dua kali
panjang pipet Wintrobe. Untuk itulah kenapa para klinisi lebih menyukai metode
Westergreen daripada metode Wintrobe. Dalam LED ada 3 tahap yang
berlangsung selama 1 jam ( Maria, 2012).
Tiga fase LED meliputi :
1. Fase pertama (fase pembentukan rouleaux)
Pada fase ini terjadi rouleaux formasi yaitu eritrosit mulai saling
menyatukan diri. Waktu yang dibutuhkan adalah dari beberapa menit hingga 30
menit. Adanya makromolekul dengan konsentrasi tinggi di dalam plasma, dapat
mengurangi sifat saling menolak di antara sel eritrosit, dan mengakibatkan
eritrosit lebih mudah melekat satu dengan yang lain, sehingga memudahkan
terbentuknya rouleaux. Rouleaux adalah gumpalan eritrosit yang terjadi bukan
karena antibodi atau ikatan konvalen, tetapi karena saling tarik-menarik di antara
permukaan sel. Bila perbandingan globulin terhadap albumin meningkat atau
kadar fibrinogen sangat tinggi, pembentukan rouleaux dipermudah hingga LED
meningkat.
2. Fase kedua (fase pengendapan cepat)
Fase ini disebut juga fase pengendapan maksimal, karena telah terjadi
agregasi atau pembentukan rouleaux atau dengan kata lain partikel partikel
eritrosit menjadi lebih besar dengan permukaan yang lebih kecil sehingga menjadi
lebih cepat pula pengendapannya. Kecepatan pengendapan pada fase ini adalah
konstan. Waktunya 30 menit sampai 120 menit.
3. Fase ketiga (fase pengendapan lambat/ pemadatan)
Fase ini terjadi pengendapan eritrosit yang sangat lambat. Dalam keadaan
normal dibutuhkan waktu setengah jam hingga satu jam untuk mencapai fase

172

ketiga tersebut. Pengendapan eritrosit ini disebut sebagai laju endap darah dan
dinyatakan dalam mm/1jam.
Dalam keadaan normal nilai LED jarang melebihi 10 nm per jam. LED
ditentukan dengan mengukur tinggi cairan plasma yang kelihatan jernih berada di
atas sel darah merah yang mengendap pada akhir 1 jam ( 60 menit ). Nilai LED
meningkat pada keadaan seperti kehamilan ( 35 mm/jam ), menstruasi, TBC paruparu ( 65 mm/jam ) dan pada keadaan infeksi terutama yang disertai dengan
kerusakan jaringan. Metode yang dianjurkan oleh ICSH ( International Comunitet
for Standardization in Hematology ) adalah cara westergren (Anonim,2012).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Laju Endap Darah (LED) adalah
faktor eritrosit, faktor plasma dan faktor teknik. LED dapat meningkat karena :
1.
Faktor Eritrosit
a. Jumlah eritrosit kurang dari normal
b. Ukuran eritrosit yang lebih besar dari ukuran normal, sehingga lebih
2.

mudah/cepat membentuk rouleaux LED .


Faktor Plasma
a. Peningkatan kadar fibrinogen dalam darah

akan

mempercepat

pembentukan rouleaux LED .


b. Peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih) biasanya terjadi pada
3.

proses infeksi akut maupun kronis


Faktor Teknik Pemeriksaan
a. Tabung pemeriksaan digoyang/bergetar akan mempercepat pengendapan
LED .
b. Suhu saat pemeriksaan lebih tinggi dari suhu ideal (>20 C) akan
mempercepat pengendapan LED .
LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi/peradangan akut, infeksi

akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid,


malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan).
Bila dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai
perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. Laju
Endap Darah (LED) yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan
173

Laju Endap Darah (LED) dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang


meluas, sedangkan Laju Endap Darah (LED) yang menurun dibandingkan
sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan.
Selain pada keadaan patologik, Laju Endap Darah (LED) yang cepat juga
dapat dijumpai pada keadaan-keadaan fisiologik seperti pada waktu haid,
kehamilan setelah bulan ketiga dan pada orang tua ( Hartono Prasetyo,2011).
5.
a.
1).

2).
3).
4).

Alat dan Bahan


Alat:
Pipet Westergreen
Panjang
: 300 mm
Skala
: 0 s.d. 200
Garis Tengah : 2,5 mm
Isi Tabung : 1 ml
Tabung Westergreen
Rak Westergreen
Stopwatch

5).

Ball pipet

b.
1).

Bahan:
Darah vena dengan antikoagulan EDTA

2).

NaCl 0,9 N

6.
a.

Cara Kerja
Sampel yang akan diperiksa disiapkan dan dipastikan sampel ditampung
pada tabung yang sesuai yaitu tabung vacutainer dengan tutup berwarna

b.

ungu.
Alat yang digunakan disiapkan dan dipastikan dalam keadaan bersih dan

c.

kering.
Dipipet NaCl 0,9 % dengan pipet westergreen sampai skala 150, lalu NaCl

d.

0,9% tersebut dimasukkan dalam tabung reaksi


Sampel darah dengan antikoagulan EDTA dihomogenkan lalu dihisap

e.

dengan pipet Westergreen


Sampel darah dan NaCl dicampurkan pada tabung reaksi

174

f.

Campuran larutan kemudian dihisap dengan pipet Westergreen sampai skala


0, kemudian diletakkan pipet Westergreen pada rak Westergreen, dan rak
diletakkan miring.

g.

Tingginya pengendapan dibaca 7 menit dan 3 menit berikutnya.

7.

Hasil Kegiatan
Hasil kegiatan pemeriksaan LED (Laju Endap Darah) yang dilaksanakan

dari tanggal 12 Maret 2015-12 April 2015. Didapatkan hasil pemeriksaan LED
pada:
- Tanggal 10 Maret 2015
- Tanggal 13 Maret 2015
- Tanggal 19 Maret 2015
- Tanggal 20 Maret
- Tanggal 8 April 2015

: 1 sampel
: 1 sampel
: 2 sampel
: 2 sampel
: 1 sampel

: 1 sampel

8.

Tanggal 30 April 2016

Permasalahan yang Ditemui


Adapun permasalahan yang ditemui pada pemeriksaan LED (Laju Endap

Darah) selama Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah pada saat pipet westergreen
diletakkan pada rak westergreen darah yang terdapat pada pipet tidak sesuai pada
skala nol.

9.

Pembahasan dan Pemecahan Masalah


Laju Endap Darah (LED) merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk

darah biasanya digunakan untuk mengukur kecepatan pengendapan eritrosit dari


plasmanya. Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) yang dilakukan di BLUD
Sanjiwani

menggunakan

metode

Westergreen

dengan

tabung

berskala

dimiringkan. Prinsip pemeriksaan ini adalah sampel darah dengan antikoagulan

175

dimasukkan ke dalam tabung khusus berskala dan diletakkan dalam posisi tegak
lurus maka eritrosit akan mengendap. Pengendapan ini diukur setelah satu jam.
Pertama dipipet NaCl 0,9 % dengan pipet westergreen sampai skala 150,
lalu NaCl 0,9% tersebut dimasukkan dalam tabung reaksi. Sampel darah yang
digunakan adalah sampel darah dengan antikoagulan EDTA tujuannya agar darah
yang diperiksa tidak membeku selain itu antikoagulan EDTA tidak berpengaruh
terhadap besar dan bentuk eritrosit dan leukosit. Serta mencegah menggumpalnya
trombosit. Campuran larutan kemudian dihisap dengan pipet Westergreen sampai
skala 0, kemudian diletakkan pipet Westergreen pada rak Westergreen dalam
posisi tegak lurus. Tingginya pengendapan dibaca setelah 1 jam. Sel darah merah
akan mengendap ke dasar tabung sementara plasma darah akan mengambang di
permukaan. Kecepatan pengendapan sel darah merah inilah yang disebut LED
(Laju Endap Darah). Semakin banyak sel darah merah yang mengendap maka
semakin tinggi LED nya.
Permasalahan yang ditemui pada pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
selama Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah pada saat pipet westergreen
diletakkan pada rak westergreen, yang terdapat pada pipet tidak sesuai pada skala
nol. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut maka dapat dilakukan pemipetan
volume sampel yang sesuai dan saat diletakkan pada rak westergreen harus
ditekan agar sampel darah tidak keluar dan mengurangi volume. Selain itu pada
saat pemipetan jangan sampai terdapat gelembung udara karena akan
mempengaruhi hasil pada saat pembacaan. Dalam Praktek Kerja Lapangan (PKL)
yang dilakukan selama satu bulan terdapat sekitar 5 permintaan pemeriksaan LED
(Laju Endap Darah).
176

LED meningkat pada beberapa penyakit karena berhubungan dengan


protein plasma, albumin, globulin dan fibrinogen. LED menurun apabila :
penurunan diameter tabung LED, sampel darah tidak dikerjakan dalam 2 jam,
suhu dibawah 20C.
D.

Pemeriksaan Bleeding Time dan Cloting Time (BT dan CT)

1.

Tujuan Kegiatan
Untuk mengetahui nilai BT dan CT dari pasien yang diperiksa.

2.

Metode
Pemeriksaan Bleeding Time (BT) menggunakan metode duke dan

pemeriksaan Cloting Time (CT) menggunakan metode kapiler.


3.
a.

Prinsip
Bleeding Time (BT)
Prinsip pemeriksaan ini adalah menghitung lamanya perdarahan sejak

terjadi luka kecil pada permukaan kulit sampai berhenti secara spontan.
Perdarahan buatan dibuat pada pembuluh darah lalu tetesan darah diserap dengan
kertas saring setiap 30 detik dan dihitung waktu sampai perdarahan berhenti.
b.

Cloting Time (CT)


Darah vena diambil dan diteteskan pada objek glass kemudian dibiarkan

membeku. Setiap 30 detik diangkat dengan jarum sampai terlihat adanya benang
fibrin selanjutnya dicatat waktu sebagai masa pembekuan.
4.

Dasar Teori
Hemostatis adalah kemampuan alami untuk menghentikan perdarahan pada

lokasi luka oleh spasme pembuluh darah, adhesi trombosit dan keterlibatan aktif
factor koagulasi, adanya kordinasi dari endotel pembuluh darah, agregasi
trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Fungsi utama mekanisme koagulasi adalah
177

menjaga keenceran darah (blood fluidity) sehingga darah dapat mengalir dalam
sirkulasi dengan baik serta membentuk thrombus sementara atau hemostatic
thrombus pada dinding pembuluh darah yang mengalami kerusakan (vascular
injury) (Ambarsari, 2011)..
Hemostatis normal dapat dibagi menjadi dua tahap : yaitu hemostatis primer
dan hemostatis sekunder. Pada hemostatis primer, yang berperan komponen
vascular dan komponen trombosit. Disini terbentuk sumbat trombosit (trombosit
plug) yang berfungsi segera menutup kerusakan pembuluh darah. Sedangkan pada
hemostatis sekunder yang berperan adalah protein pembekuan darah, juga dibantu
oleh trombosit. disini terjadi deposisi fibrin pada sumbat trombosit sehingga
sumbat ini menjadi lebih kuat yang disebut sebagai stable fibrin plug. proses
koagulasi merupakan suatu rangkaian reaksi pada hemostatis sekunder.
Proses koagulasi dapat dimulai melalui dua jalur yaitu jalur intrinsic dan
jalur ekstrinsik. Jalur ekstrinsik dimulai jika terjadi kerusakan vaskuler sehingga
factor jaringan mengalami pemaparan terhadap komponen darah dalam sirkulasi.
Pemeriksaan skrining koagulasi antara lain :
1. Pemeriksaan Rumple Leed
2. Jumlah trombosit
3. Waktu perdarahan
4. Waktu pembekuan
5. Retraksi bekuan dan konsistensi bekuan
6. Lysis bekuan
7. PPT
8. APTT
A.

Bleeding Time (BT)


Bleeding time adalah tes kasar hemostasis (penghentian perdarahan). Hal ini

menunjukkan seberapa baik trombosit berinteraksi dengan dinding pembuluh


darah untuk membentuk bekuan darah (Riswanto,2010).
Bleeding time paling sering digunakan untuk mendeteksi cacat kualitatif
trombosit, seperti penyakit Von Willebrand. Tes ini membantu mengidentifikasi
orang yang memiliki disfungsi trombosit. Ini adalah kemampuan darah untuk
178

membeku setelah luka atau trauma. Biasanya, trombosit berinteraksi dengan


dinding pembuluh darah menyebabkan gumpalan darah. Ada banyak faktor dalam
mekanisme pembekuan, dan hal tersebut diprakarsai oleh trombosit. Uji waktu
perdarahan atau bleeding time biasanya digunakan pada pasien yang memiliki
riwayat perdarahan berkepanjangan setelah terluka, atau yang memiliki riwayat
keturunan gangguan perdarahan. Selain itu, Uji waktu perdarahan kadang-kadang
dilakukan sebagai tes pra operasi untuk menentukan respon perdarahan yang
mungkin terjadi selama dan setelah operasi. Namun, pasien yang tidak memiliki
riwayat masalah perdarahan, atau yang tidak memakai obat anti-inflamasi, uji
waktu perdarahan biasanya tidak diperlukan.
Ada 4 metode untuk melakukan tes perdarahan terdiri dari metode Ivy,
template, template yang dimodifikasi, dan metode Duke.
Metode Duke, sebuah torehan dibuat di cuping telinga atau ujung jari yang
ditusuk sampai menyebabkan perdarahan. Seperti dalam metode Ivy, tes ini
dimulai dari awal sampai perdarahan benar-benar berhenti. Kelemahan Metode
Duke adalah bahwa tekanan pada vena darah di daerah tusukan tidak konstan dan
hasil yang dicapai kurang dapat diandalkan. Keuntungan metode Duke adalah
tidak ada bekas luka setelah pemeriksaan.
Hasil menunjukan abnormal dan harus dihentikan jika pasien tidak
menghentikan perdarahan dengan 20-30 menit. Waktu perdarahan yang lebih lama
bisa terjadi ketika fungsi normal trombosit terganggu, atau jumlah trombosit yang
rendah dalam darah. Sebuah waktu perdarahan lebih lama dari normal dapat
menunjukkan bahwa salah satu dari beberapa kelainan hemostasis, termasuk berat
trombositopenia, disfungsi trombosit, cacat pembuluh darah, penyakit Von
Willebrand, atau kelainan lainnya.
Hasil memendek : Penyakit Hodgkin

179

Hasil memanjang : idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP), abnormalitas


trombosit, abnormalitas vascular, leukemia, penyakit hati serius, disseminated
intravascular coagulation (DIC), anemia aplastik, defisiensi faktor koagulasi (V,
VII, XI). Pengaruh obat : salisilat (aspirin), dekstran, mitramisin, warfarin
(Coumadin), streptokinase (streptodornasi, agens fibrinolitik).
B.

Clotting Time (CT)


Clotting Time adalah waktu yang diperlukan darah untuk membeku secara

invitro yaitu waktu yang diperlukan saat pengambilan darah sampai saat
terjadinya pembekuan. Hal ini menunjukkan seberapa baik platelet berinteraksi
dengan dinding pembuluh darah untuk membentuk bekuan darah. Hasil dari
pemeriksaan clotting dapat dijadikan ukuran untuk aktivitas faktor-faktor yang
membentuk tromboplastin dan factor yang berasal dari trombosit (Yazhid,2013).
5.
a.
1).
2).
3).
4).
5).

Alat dan Bahan


Alat:
Disposible Lanset Steril
Kapas Alkohol
Kertas saring
Stopwacth
Objek glass

6).

Jarum/tusuk gigi

b.
1).
2).

Bahan:
Darah kapiler dari daun telinga
Kapas/tissue

3).

Alkohol swab

6.
a.
1).
2).

Cara Kerja
Bleeding Time (BT):
Alat dan bahan disiapkan.
Cuping daun telinga disesinfeksi dengan kapas alcohol 70% dan ditunggu
hingga kering.

180

3).

Cuping daun telinga sedikit ditekan dan bagian pinggir bawahnya ditusuk

4).

dengan lancet steril sedalam 2 cm.


Stopwatch dihidupkan saat darah mulai keluar dan tekanan pada cuping

5).

daun telinga dilepaskan.


Kemudian, darah yang keluar atau menetes dihisap dengan kertas saring

6).
7).

setiap 30 detik.
Stopwatch dihentikan saat darah berhenti mengalir.
Waktu perdarahan (bleeding time) dicatat.

b.
1).
2).

Cloting Time (CT):


Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan di atas meja kerja
Sampel darah pasien yang sudah diambil menggunakan spuit diteteskan

3).

sebanyak satu tetes pada objek glass


Darah pasien tersebut kemudian diangkat dengan jarum setiap 30 detik
sampai terlihat adanya benang fibrin

4).

Masa pembekuan darah pasien kemudian dicatat.

7.

Hasil Kegiatan
Hasil kegiatan pemeriksaan BT (Bleeding Time) dan CT (Clotting Time)

yang dilaksanakan dari tanggal 7 Maret 2016-13 Mei 2016.


Tabel 13
Jumlah Pemeriksaan BT dan CT
Tanggal
7 Maret 2016
8 Maret 2016
9 Maret 2016
10 Maret 2016
11 Maret 2016
12 Maret 2016
13 Maret 2016
14 Maret 2016
15 Maret 2016

Jumlah pemeriksaan
10
3
2
7
12
8
11
11
181

16 Maret 2016
17 Maret 2016
18 Maret 2016
19 Maret 2016
20 Maret 2016
21 Maret 2016
22 Maret 2016
23 Maret 2016
24 Maret 2016
25 Maret 2016
26 Maret 2016
27 Maret 2016
28 Maret 2016
29 Maret 2016
30 Maret 2016
31 Maret 2016
1 April 2016
2 April 2016
3 April 2015
4 April 2016
5 April 2016
6 April 2016
7 April 2016
8 April 2016
9 April 2016
10 April 2016
11 April 2016
12 April 2016
13 April 2016
14 April 2016
15 April 2016
16 April 2016
17 April 2016
18 April 2016
19 April 2016
20 April 2016
21 April 2016
22 April 2016
23 April 2016
24 April 2016
25 April 2016
26 April 2016
27 April 2016
28 April 2016
29 April 2016
30 April 2016

8
6
7
7
1
19
7
5
1
2
3
17
8
6
10
8
6
1
6
5
8
6
8
5
5
12
5
9
8
5
4
3
8
14
9
3
15
5
2
6
8
3
12
3
7

182

1 Mei 2016
2 Mei 2016
3 Mei 2016
4 Mei 2016
5 Mei 2016
6 Mei 2016
7 Mei 2016
8 Mei 2016
9 Mei 2016
10 Mei 2016
11 Mei 2016
12 Mei 2016
13 Mei 2016
8.

Permasalahan yang Ditemui


Adapun permasalahan yang ditemui dalam pemeriksaan BT (Bleeding Time)

selama Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah tusukan yang tidak konstan pada
cuping telinga sehingga hasil kurang dapat diandalkan. Sedangkan untuk
pemeriksaan CT (Clotting Time) sudah dapat dilakukan dengan baik dan lancar.
9.

Pembahasan dan Pemecahan Masalah


Hemostasis adalah kemampuan alami untuk menghentikan perdarahan pada

lokasi luka oleh spasme pembuluh darah, adhesi trombosit dan keterlibatan aktif
faktor koagulasi, adanya koordinasi dari endotel pembuluh darah, agregasi
trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Fungsi utama mekanisme koagulasi adalah
menjaga keenceran darah (blood fluidity) sehingga darah dapat mengalir dalam
sirkulasi dengan baik, serta membentuk thrombus sementara atau hemostatic
thrombus pada dinding pembuluh darah yang mengalami kerusakan (vascular
injury).
Pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilakukan pemeriksaan skrining
koagulasi yaitu BT (Bleeding Time) dan CT (Clotting Time). BT (Bleeding Time)
adalah tes kasar hemostasis (penghentian perdarahan). Hal ini menunjukkan

183

seberapa baik trombosit berinteraksi dengan dinding pembuluh darah untuk


membentuk bekuan darah. Pemeriksaan BT (Bleeding Time) yang dilakukan di
BLUD Sanjiwani menggunakan metode Duke. Prinsip pemeriksaan BT (Bleeding
Time) adalah menghitung lamanya perdarahan sejak terjadi luka kecil pada
permukaan kulit sampai berhenti secara spontan. Perdarahan buatan dibuat pada
pembuluh darah lalu tetesan darah diserap dengan kertas saring setiap 30 detik
dan dihitung waktu sampai perdarahan berhenti.
Uji waktu perdarahan atau bleeding time biasanya digunakan pada pasien
yang memiliki riwayat perdarahan berkepanjangan setelah terluka, atau yang
memiliki riwayat keturunan gangguan perdarahan. Selain itu, Uji waktu
perdarahan kadang-kadang dilakukan sebagai tes pra operasi untuk menentukan
respon perdarahan yang mungkin terjadi selama dan setelah operasi.
Alat yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah lanset dan prosedurnya
cukup mudah yaitu hanya dengan menusuk bagian cuping telinga. Pertama,
dilakukan desinfeksi pada bagian cuping telinga yang akan ditusuk, jika pasien
menggunakan antin-anting sebaiknya dilepas terlebih dahulu supaya tidak
mengganggu. Kemudian dilakukan penusukan, cuping telinga yang ditusuk adalah
bagian yang paling menonjol dan terletak di bagian paling rendah pada telinga.
Dilakukan penusukan cukup satu kali kemudian dilakukan perhitungan untuk 30
detik pertama. Jika tidak ada darah yang keluar, maka ditunggu hingga 30 detik
kedua, kemudian hasil yang dilaporkan adalah 1 menit. Jika setelah penghitungan
30 detik pertama ada darah yang keluar, darah diusap dengan menggunakan kertas
saring, kemudian dihitung 30 detik kedua dan begitu seterusnya sampai tetesan
darah tidak ada lagi pada kertas saring. Pada tes ini darah yang keluar harus
dihapus secara perlahan lahan sedemikian rupa sehingga tidak merusak trombosit.

184

Setelah trombosit menumpuk pada luka, perdarahan berkurang dan tetesan darah
makin lama makin kecil. Nilai normal untuk bleeding time atau waktu perdarahan
adalah sekitar 1 menit sampai 3 menit
CT (clotting Time) adalah atau masa pembekuan memiliki tujuan untuk
menentukan waktu yang diperlukan darah untuk membeku. Hasil clotting time
menjadi ukuran aktivitas faktor-faktor koagulasi, terutama faktor-faktor yang
membentuk tromboplastin dan faktor-faktor yang berasal dari trombosit, juga
kadar fibrinogen. Prinsip pemeriksaan CT (Clotting Time) adalah darah vena
diambil menggunakan spuit dan diteteskan pada objek glass kemudian dibiarkan
membeku. Setiap 30 detik diangkat dengan jarum sampai terlihat adanya benang
fibrin selanjutnya dicatat waktu sebagai masa pembekuan.Sampel darah yang
digunakan adalah sampel darah segar. Nilai normal untuk Clotting time atau
waktu pembekuan darah adalah sekitar 5 menit sampai 15 menit.
Dalam Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang dilakukan selama satu bulan
terdapat 196 permintaan pemeriksaan BT (Bleeding Time) dan CT (Clotting Time).
Permasalahan yang dihadapi pada pemeriksaan BT (Bleeding Time) adalah
tusukan yang tidak konstan oleh sebab itu dipastikan bagian cuping telinga
ditusuk dengan konstan agar hasil yang didapat akurat, untuk pemeriksaan CT
(Clotting Time) dapat dilakukan dengan baik dan lancar.

E.

Pembuatan SAD (Sediaan Apus Darah) atau Blood Smear

1.

Tujuan Kegiatan
Untuk mengetahui nilai berbagai unsur sel darah seperti eritrosit, leukosit,

dan trombosit pada sediaan apus darah pasien.


185

2.
a.

Metode
Pembuatan SAD (Sediaan Apus Darah)
Metode yang banyak digunakan dalam pembuatan sediaan apus darah ini

adalah metode two slides/wedge, dengan menggunakan 2 buah kaca objek.


b.
Pewarnaan SAD (Sediaan Apus Darah)
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan sediaan apus darah tepi ini
adalah metode Giemsa.
3.
Prinsip
Prinsip pemeriksaan sediaan apus darah adalah sediaan apus darah yang
telah diwarnai dihitung presentase eritrosit, leukosit, dan trombosit yang ada
dalam sediaan apus darah tersebut.
4.
Dasar Teori
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah
dan sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan
trombosit. Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan
atau kira-kira lima liter. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedang 45% sisanya
terdiri dari sel darah ( Evelyn C. Pearce dalam Arista,2006).
Fungsi utama darah dalam sirkulasi adalah sebagai media transportasi,
pengaturan suhu, pemeliharaan keseimbangan cairan, serta keseimbangan basa
eritrosit selama hidupnya tetap berada dalam tubuh. Sel darah merah mampu
mengangkut secara efektif tanpa meninggalkan fungsinya di dalam jaringan,
sedang keberadaannya dalam darah, hanya melintas saja. Darah berwarna merah,
antara merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan
oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein
pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang
merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.

186

Sediaan apus darah adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai
berbagai unsur sel darah tepi, seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Selain itu
dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria,
mikrofilaria, dan lain-lain. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik
merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang terbaik
merupaka syarat mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik.
Guna pemeriksaan apusan darah:
1. Evaluasi morfologi dari sel darah tepi (eritrosit,trombosit,dan leukosit)
2. Memperkirakan jumlah leukosit dan trombosit
3. Identifikasi parasit(misal : malaria. Microfilaria, dan Trypanosoma)
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari
kapiler atau vena dengan atau tanpa EDTA. Sediaan yang disimpan tanpa difiksasi
terlebih dulu tidak dapat dipulas sebaik sediaan segar. Kebanyakan cara memulas
sediaan darah menggunakan prinsip Romanowski, seperti Wright, Giemsa, MayGrunwald-Biemsa atau Wright-Giemsa (Murtiati dkk, 2010).
5.

Alat dan Bahan


a. Alat:
1. Objek glass
2. Pipet tetes
3. Rak pengecatan
4. Stopwatch
5. Mikroskop
b.
1.
2.
3.
4.

6.

Bahan:
Sampel darah EDTA
Giemsa 3 %
Metanol
Tissue

Cara Kerja
a.
Pembuatan SAD (Sediaan Apus Darah)
1.
Diletakkan satu tetes darah di objek glass
2.
Dibuat hapusan dengan objek glass yang lain menggunakan sudut 45o
3.
Didorong dengan kecepatan yang konstan hingga membentuk lidah api
4.
Ditunggu hingga kering lalu dilakukan pewarnaan pada sediaan apus
darah
187

b. Pewarnaan SAD (Sediaan Apus Darah)


1. SAD (Sediaan Apus Darah) yang telah kering difiksasi dengan Metanol
2-3 menit
2. Kemudian diteteskan Larutan Giemsa 3 % selama 20-30 menit pada
SAD (Sediaan Apus Darah), diangkat dan selanjutnya ditiriskan
3. Ditunggu hingga kering dan diperiksa pada mikroskop dengan
perbesaran 100x
7.

Hasil Kegiatan
Hasil kegiatan pembuatan Sediaan Apus Darah (SAD) yang dilaksanakan

dari tanggal 12 Maret 2015-12 April 2015. Didapatkan hasil pemeriksaan Sediaan
Hapus Darah pada:
- Tanggal 18 Maret 2015 : 1 sampel
- Tanggal 26 Maret 2015 : 1 sampel
- Tanggal 2 April 2015
: 1 sampel
8.

Tanggal 30 April 2016


Tanggal 5 Mei 2016
Tanggal 6 Mei 2016

: 3 sampel
: 1 sampel
: 2 sampel

Permasalahan yang Ditemui


Adapun permasalahan yang ditemui pada pembuatan SAD (Sediaan Apus

Darah) selama Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah pada saat pembuatan
sediaan apus darah terdapat bercak lemak atau kotor pada sediaan apus darah yang
dapat mempengaruhi pembacaan hasil sediaan apus darah, bentuk sediaan apus
darah yang tidak seperti lidah kucing, dan hasi pengecatan yang tidak baik.
9.

Pembahasan dan Pemecahan Masalah


Sediaan apus darah adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai

berbagai unsur sel darah tepi, seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Selain itu
dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria,
mikrofilaria, dan lain-lain. Pada pemebuatan SAD (Sediaan Apus Darah)
menggunakan metode two slides/wedge, dengan menggunakan 2 buah kaca objek.
188

Sedangkan untuk pewarnaan SAD (Sediaan Apus Darah) mengguankan metode


Giemsa. Prinsip pemeriksaan SAD (Sediaan Apus Darah) adalah sediaan apus
darah yang telah diwarnai dihitung presentase eritrosit, leukosit, dan trombosit
yang ada dalam sediaan apus darah tersebut.
Pembuatan sediaan apus darah dengan menggunakan sampel darah
kapiler/EDTA. Setetes darah dipaparkan di atas sebuah objek glass menggunakan
objek glass kedua, dengan cara menggesekkan objek glass tersebut di atas objek
glass pertama dengan membentuk sudut 300-450 kemudian didorong dengan
kecepatan konstan hingga terbentuk apusan darah yang semakin menipis ke
bagian ujung (berbentuk seperti lidah kucing). Bahan pemeriksaan yang terbaik
adalah darah segar yang berasal dari kapiler atau vena yang dihapuskan pada kaca
obyek. Pada keadaan tertentu dapat pula digunakan darah EDTA.
Setelah dilakukan pembuatan apusan darah, apusan darah harus segera
dikeringkan pada suhu kamar untuk mencegah distorsi eritrosit. Jika sediaan tidak
kering dengan sempurna, partikel air akan terlihat setelah pewarnaan yang dapat
disalah interpretasikan dengan keadaan hipokrom, selain itu benda inklusi
(misalnya Howel-Jolly) atau parasit (malaria) dapat hilang. Segera setelah kering,
sediaan apus harus segera difiksasi. Bila apusan dibiarkan tanpa difiksasi lebih
dari 1 hari, maka plasma akan menyebabkan latar belakang berwarna kebiruan.
Pastikan sediaan apus benar-benar kering sebelum memasukkannya ke dalam
larutan fiksasi. Fiksasi dilakukan dengan merendam sediaan dalam methanol
selama 10-20 menit.
Setelah dilakukan fiksasi kemudian dilakukan pewarnaan, pewarnaan yang
banyak dipakai secara rutin untuk mewarnai SAD adalah pewarnaan dengan
prinsip Romanowsky seperti Wright, Giemsa, May Grunwald Giemsa, atau
Wright Giemsa. Pada PKL (Praktek Kerja Lapangan) pewarnaan Sediaan Apus
189

Darah menggunakan metode pewarnaan Giemsa. Pewarnaan ini bertujuan untuk


memudahkan pengamatan sel sel maupun morfologi sel darah. Sediaan Apus
Darah yang sudah diwarnai maka akan dibaca oleh dokter PK (Patologi Klinik).
Dalam Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang dilakukan selama satu bulan
terdapat 3 permintaan pemeriksaan SAD (Sediaan Apus Darah). Adapun
permasalahan yang ditemui pada pembuatan SAD (Sediaan Apus Darah) selama
Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah pada saat pembuatan sediaan apus darah
terdapat bercak lemak atau kotor pada sediaan apus darah yang dapat
mempengaruhi pembacaan hasil sediaan apus darah. Oleh sebab itu sebelum
dilakukan pembuatan sediaan apus darah dipastikan objek glass dalam keadaan
yang bersih. Selain itu bentuk sediaan apus darah yang tidak seperti lidah kucing
hal ini disebabkan karena gerakan yang pelan atau sudut yang lebih kecil dari 30
akan menghasilkan lapisan darah yang tipis dan sebaliknya menghapus dengan
terlalu cepat atau menggunakan sudut yang lebih besar dari 30 akan
menghasilkan lapisan darah yang tebal. Maka dari itu dalam pembuatan sediaan
apus darah yang dibuat harus dengan kecepatan konstan dan harus sesuai dengan
sudut 30. Proses pengecatan yang kurang sempurna menyebabkan cat tidak
terserap dengan baik pada sediaan, sehingga sel sel darah tidak dapat terbaca
dibawah mikroskop.

F.

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH ABO DAN RHESUS

1. Tujuan Kegiatan
Untuk mengetahui golongan darah ABO dan Rhesus dari sampel pasien.

190

2. Metode
Pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus menggunakan metode slide
test
3.
4.

Dasar Teori
Golongan darah adalah pengklasifikasian darah dari suatu individu

berdasarkan ada atau tidak adanya zat antigen warisan pada permukaan membran
sel darah merah. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jenis karbohidrat
dan protein pada permukaan membran sel darah merah tersebut. Sistem
penggolongan darah besar yang dikenal adalah sistem ABO (golongan darah A, B,
AB, dan O) serta sistem penggolongan darah Rhesus (Rh+ dan Rh-).
Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jeni antigen dan antibody
yang terkandung dalam darahnya, sebagai berikut :
a. Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A
di permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B
dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif
hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau
O-negatif.
b. Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel
darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum
darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat
menerima darah dari orang dengan golongan darah B-negatif atau O-negatif

191

c. Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen
A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B.
Sehingga, orang dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari
orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut resipien universal.
Namun, orang dengan golongan darah AB-positif tidak dapat mendonorkan
darah kecuali pada sesama AB-positif.
d. Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi
memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan
golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan
golongan darah ABO apapun dan disebut donor universal. Namun, orang
dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama Onegatif. Secara umum, golongan darah O adalah yang paling umum dijumpai
di dunia, meskipun di beberapa negara seperti Swedia dan Norwegia,
golongan darah A lebih dominan. Antigen A lebih umum dijumpai dibanding
antigen B. Karena golongan darah AB memerlukan keberadaan dua antigen, A
dan B, golongan darah ini adalah jenis yang paling jarang dijumpai di dunia.
Rhesus adalah sistem penggolongan darah berdasarkan ada atau tidaknya
antigen D di permukaan sel darah merah, nama lainnya adalah faktor Rhesus atau
faktor Rh. Nama ini diperoleh dari monyet jenis Rhesus yang diketahui memiliki
faktor ini pada tahun 1940 oleh Karl Landsteiner.
Seseorang yang tidak memiliki faktor Rh di permukaan sel darah
merahnya memiliki golongan darah Rh- (Rhesus Negatif). Mereka yang memiliki
faktor Rh pada permukaan sel darah merahnya disebut memiliki golongan darah
Rh+ (Rhesus Positif). Jenis penggolongan ini seringkali digabungkan dengan
penggolongan ABO dengan menambahkan + bagi pemilik faktor rhesus atau -

192

bagi yang tidak memiliki faktor rhesus dalam darahnya, sehingga kita mengenal
golongan darah A+ atau A-, B+ atau B-, AB+ atau AB-, dan O+ atau O.
5. Alat dan Bahan
a. Alat :
1) Disposible dropper
2) Slide Test
3) Tusuk Gigi
b. Bahan :
1) Sampel darah EDTA
2) Reagen Anti-A
3) Reagen Anti-B
4) Reagen Anti-AB
5) Reagen Anti-D

6. Cara Kerja
1) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk pemeriksaan.
2) Diteteskan 1 tetes darah sebanyak 4 bagian pada slide test
3) Diteteskan 1 satu tetes Anti-A pada tetesan darah pertama pada slide test,
pada tetesan darah kedua diteteskan 1 tetes Anti-B, pada tetesan darah ketiga
diteteskan 1 tetes Anti-AB, dan pada tetesan darah keempat diteteskan 1 tetes
Anti-D.
4) Dihomogenkan dengan lidi/tusuk gigi secara perlahan, kemudian slide test
digoyangkan selama 2 menit.
5) Diamati secara makroskopis ada atau tidaknya aglutinasi
193

6) Dilaporkan hasil pemeriksaan


7. Hasil Kegiatan
Hasil kegiatan pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus yang
dilaksanakan dari tanggal 7 Maret 2016-13 Mei 2016 didapatkan hasil sebanyak 2
sampel.
-

Tanggal 18 April 2016

: 1 sampel

Tanggal 28 April 2016

: 1 sampel

8. Permasalahan yang didapat


Pada pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus yang dilakukan
permasalahan yang didapat adalah hasil aglutinasi yang kurang terlihat jelas
karena menggunakan darah dalam tabung EDTA. Penggunaan darah dalam
tabung EDTA menyebabkan terhambatnya pembentukan aglutinasi.
9. Pembahasan dan pemecahan masalah

194

Anda mungkin juga menyukai