ISRA FIRMANSYAH
BATASAN
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.
PRINSIP DASAR
Asfiksia merupakan penyebab kematian paling tinggi. Menurut SKRT 2001, 27% kematian neonatal diakibatkan oleh Asfiksia dan sekitar kematian 41.94% terjadi di RS pusat rujukan propinsi. Asfiksia perinatal dapat terjadi selama antepartum, intrapartum maupun postpartum Asfiksia selain dapat menyebabkan kematian juga dapat mengakibatkan kecacatan
O2 sangat penting Sebelum dan sesudah persalinan. Dalam rahim,: melalui mekanisme difusi melalui plasenta yang berasal dari ibu diberikan kepada darah janin. Sebelum lahir, alveoli paru bayi menguncup dan terisi oleh cairan . Paru janin tidak tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan CO2 ( karbon dioksida) sehingga paru tidak perlu diperfusi atau dialiri darah dalam jumlah besar.
lahir, beberapa saat sesudah lahir paru harus segera terisi oksigen dan pembuluih darah paru harus berelaksasi untuk memberikan perfusi pada alveoli dan menyerap oksigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh.
Biasanya BBL menghirup udara ke dalam paru nya Mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan interstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteri pulmonal dan menyebabkan arteriol berrelaksasi Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap konstriksi dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen sehingga tidak dapat memberikan perfusi ke organ organ tubuh yang penting seperti otak, jantung , ginjal dan lain lain.
Bila keadaan ini berlangsung lama maka akan menyebabkan kerusakan jaringan otak dan organ lain yang dapat menyebabkan kematian atau kecacatan
Napas pertama
Napas kedua
Napas selanjutnya
Patofisiologi
PATOFISIOLOGI
Pernapasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika BBL kekurangan oksigen. Pada periode awal BBL mengalami napas cepat (rapid breathing) yang disebut dengan gasping primer Setelah periode awal ini akan diikuti dengan keadaan bayi tidak bernapas (apnu) yang disebut apnu primer. Frekuensi jantung mulai menurun, namun tekanan darah masih tetap bertahan
RAPID BREATHING APNEU PRIMER HEART RATE BLOOD PRESSURE
PATOFISIOLOGI Lanjutan
Bila berlangsung lama dan tidak dilakukan pertolongan, maka BBL akan melakukan usaha napas megap-megap yang disebut gasping sekunder dan kemudian masuk ke dalam periode apnu sekunder. Frekuensi jantung semakin menurun dan tekanan darah semakin menurun dan bisa menyebabkan kematian. Setiap kasus dengan apnu, harus dianggap sebagai apnu sekunder dan segera dilakukan resusitasi
Penyebab Asfiksia
Faktor
Faktor ibu :
Kurangnya aliran darah ibu melalui plasenta---hipoksia janin ----- Gawat Janin ----- Asfiksia : Preeklampsia dan eklampsia Perdarahan antepartum abnormal ( plasenta previa atau solusio plasenta) Partus lama atau partus macet Demam sebelum dan selama persalinan Infeksi berat ( Malaria, Sifilis, TBC, HIV) Kehamilan lebih bulan ( lebih 42 minggu kehamilan
Faktor bayi
Keadaan bayi yang dapat mengalami asfiksia walaupun kadang kadang tanpa didahului tanda gawat janin:
Bayi kurang bulan/prematur ( kurang 37 minggu kehamilan) Air ketuban bercampur mekonium Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernapasan bayi
DIAGNOSTIK
Anamnesis : Gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan tali pusat, sungsang, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, dll). Lahir tidak bernafas/menangis. Air ketuban bercampur mekonium. Pemeriksaan fisis :
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap. Denyut jantung < 100X/menit Kulit sianosis, pucat. Tonus otot menurun. Untuk diagnosis asfiksia tidak perlu menunggu nilai Skor Apgar
No.
1 2. 3 4 5
Tanda Vital
Denyut Jantung Usaha bernafas Tonus otot Refleks Warna Kulit
Nilai-0
Tak ada Tak ada Lumpuh Tak ada Pucat atau Biru seluruh tbh
Nilai-1
< 100 per-menit Lemah/Tak teratur Ekstremitas fleksi sedikit Sedikit gerakan Tubuh kemerahan, Ekstremitas biru
Nilai-2
> 100 permenit Menangis kuat Gerakan aktif Gerakan aktif Seluruh tubuh kemerahan
NILAI : 03 46 7 10 FUNGSI :
-UNTUK
Lahir Perkiraan waktu Ketuban bersih tdk ada mekoneum ? Bernafas/Menangis ? Tonus otot baik? Masa Gestasi cukup? Tidak Hangatkan bayi Posisikan, bebaskan jalan nafas (bila perlu ) Keringkan, rangsang taktil, reposisi Beri O2 (bila perlu)
Perawatan selanjutnya
Cek respirasi,denyut jantung dan warna kulit Apnu Beri Ventilasi tekanan positip DJ> 100 & Kemerahan Atau D J < 100
D J < 60
D J > 60
D J < 60
Uji kembali efektifitas : Ventilasi Kompresi dada Intubasi Endotrakeal Pemberian epinefrin Pertimbangkan kemungkinan : Hipovolemia Asidosis metabolik berat
1. MEMBERIKAN KEHANGATAN
POSISI KEPALA
B E R S I H K A N J A L A N N A P A S
Rangsangan taktil
Isap Lendir
Air Ketuban bersih : Dari mulut ----- hidung Sekitar orofaring , jangan terlalu dalam Dengan penghisap lendir : kateter masuk : maksimal 5 cm Air Ketuban bercampur mekonium : Begitu kepala lahir sebelum melahirkan bahu Isap mulut dan hidung Setelah kepala lahir : Bugar : lanjutkan langjkah awal Tidak bugar : pasang pipa ET
Bila bayi tidak bernapas lakukan ventilasi tekanan positip (VTP) dengan memakai balon dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40 -60 kali per menit Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denyut jantung Bila belum bernapas dan denyut jantung 60 x/menit lanjutkan VTP dengan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denyut jantung
Bila denyut jantung < 60 x/menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan kompresi dada Bila denyut jantung > 60 x/menit kompresi dada dihentikan, VTP dilanjutkan
Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi (lihat Penuntun Belajar / Langkah Klinik di Buku Panduan Peserta dan Buku Pegangan Pelatih )
Kompresi dada - Indikasi : Dj < 60 x/mnt setelah VTP 30 dtk - Dilakukan bersama VTP & terkoordinasi - KD : VTP = 3: 1 ( 90 KD, 30VTP / mnt) - Dilakukan selama 30 detik Nilai bayi usaha napas , warna kulit & denyut jantung
Terapi medikamentosa
Epinefrin : Indikasi:
Denyut jantung bayi <60x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada belum ada respons. Asistolik. Dosis: 0.1-0.3 ml/kg BB dalam larutan 1:10.000 (0.01 mg-0.03 mg/kg BB) Cara: IV atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
Indikasi:
Bayi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi. Hipovolemia : akibat perdarahan atau syok.( Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah ) Jenis cairan : Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0.9%, Ringer Laktat) Transfusi darah gol.O negatif jika diduga kehilangan darah banyak dan bila fasilitas tersedia Dosis: Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
Bikarbonat :
Indikasi:
Asidosis metabolik secara klinis ( napas cepat dan dalam, sianosis) Prasyarat: Bayi telah dilakukan ventilasi dengan efektip Dosis: 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/KgBB (4.2%) atau 1 ml /kgbb (7.4%) Cara: Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit. Efek samping: Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.
Pemantauan Pasca Resusitasi Dekontaminasi, mencuci dan mensterilkan alat Membuat Catatan Tindakan Resusitasi Konseling pada Keluarga
Bukan dirawat secara Rawat gabung Pantau tanda vital: napas, jantung, kesadaran dan produksi urin Jaga bayi agar senantiasa hangat (Lihat cara menghangatkan ) Bila tersedia fasilitas, periksa kadar gula darah Perhatian khusus diberikan pada waktu malam hari
Berikan imunisasi Hepatitis B pada saat bayi masih dirawat dan Polio pada saat pulang.
Rujuk bila bayi tidak memberi respons terhadap tindakan resusitasi selama 2- 3 menit Rujuk bila telah dilakukan resusitasi secara lengkap, bayi tidak memberi respons
Bila oleh karena satu dan lain hal bayi tidak dapat dirujuk, lakukan tindakan paling optimal dan berikan dukungan emosional kepada ibu dan keluarga Bila sampai dengan 10 menit bayi tidak dapat dirujuk :
jelaskan kepada orang tua tentang prognosis bayi yang kurang baik dan pertimbangan manfaat rujukan untuk bayi ini kurang bila terlalu lama tidak segera dirujuk