Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Allah SWT karena berkat dan
rahmat-Nyalah buku konsensus ini dapat kami selesaikan. Dalam buku konsensus ini
kami membahas tentang “Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal
Karena Efek Samping Kontrasepsi.”
Buku ini dibuat sebagai salah satu wujud kegiatan dari Himpunan Endokrinologi
Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI), dalam rangka mendukung program
MDGs serta membantu para sejawat dalam memperdalam pemahaman dan
pengetahuan tentang pendarahan uterus abnormal yang disebabkan oleh pemakaian
kontrasepsi. Buku ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi rekan sejawat dalam
menangani kasus pendarahan uterus abnormal yang disebabkan oleh penggunaan
kontrasepsi.
Kami menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, buku ini
tidak akan terwujud dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami berharap
saran dan kritik demi perbaikan buku ini ke depannya.
Akhirnya, kami berharap buku konsensus ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
Hormat kami
Ketua
HIFERI
I
KONTRIBUTOR
EDITOR UTAMA
EDITOR PEMBANTU
HIFERI Pusat
III
DAFTAR ISI
KONTRIBUTOR........................................................................................................i
KATA PENGANTAR KETUA PB HIFERI-POGI.............................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................iv
DAFTAR TABEL......................................................................................................v
DAFTAR SINGKATAN..........................................................................................vi
BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1. Latar belakang.....................................................................................1
1.2. Permasalahan.......................................................................................2
1.3. Tujuan..................................................................................................3
1.3.1. Tujuan umum..........................................................................3
1.3.2. Tujuan khusus.........................................................................3
1.4. Sasaran.................................................................................................3
1.5. Dokumen terkait lainnya.....................................................................4
LAMPIRAN...............................................................................................................65
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................69
DAFTAR GAMBAR
VI
PG : Prostaglandin
PGE2 : Prostaglandin E2
PGF2a : Prostaglandin F2a
PKK : Pil Kontrasepsi Kombinasi
PKMI : Persatuan Kontrasepsi Mantap Indonesia
PNPK : Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
POCs : Progestogen Only
POP : Progestin Only Pill
PPV : Positive Predictive Value
PPK : Panduan Praktik Klinis
PUA : Pendarahan Uterus Abnormal
PUA-A : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh
Adenomiosis
PUA-C : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh
Coagulopathy
PUA-I : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan
oleh Iatrogenik
PUA-L : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh
Leiomioma
PUA-M : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh
Malignancy dan hyperplasia
PUA-N : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh
penyebab lain yang sulit diklasifikasi (Not yet classified)
PUA-O : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh
gangguan Ovulasi
PUA- P : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh
Polip PUD : Pendarahan Uterus disfungsional
PUS : Pasangan Usia Subur
SDKI : Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
SIS : Saline Infusion Sonography
SOPK : Sindrom Ovarium Polikistik
TIMP : Tissue Inhibitors of Metalloproteinase
TVS : Transvaginal
U : Unit
UKMEC : United Kingdom Medical Eligibility Criteria
USG : Ultrasonografi
VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor
WHO : World Health Organization
BAB I
PENDAHULUAN
Program keluarga berencana hingga saat ini masih jauh dari kata selesai. Hal ini
disebabkan oleh karena masih terdapat lebih dari 120 juta perempuan di seluruh dunia
yang ingin mencegah kehamilan, namun mereka maupun pasangannya tidak
menggunakan kontrasepsi.1 Jika program keluarga berencana di Indonesia tidak
berjalan dengan baik, maka diperkirakan penduduk Indonesia akan mencapai 300 juta
jiwa pada tahun 2025. Hal tersebut tentunya dapat menimbulkan masalah yang cukup
serius dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya, termasuk keamanan, yang
pada akhirnya akan berdampak pula pada masalah kesehatan. 2 Pasangan Usia Subur
(PUS) yang ingin menunda kehamilan atau tidak ingin punya anak lagi namun tidak
menggunakan kontrasepsi (unmet need), diperkirakan dapat mencapai angka 8,6%
bahkan mungkin dapat mencapai angka 9% menurut SDKI 2007 dan PKMI. 2-4 Alasan
untuk tidak menggunakan alat kontrasepsi diantaranya adalah: pelayanan dan alat yang
belum tersedia atau amat terbatas, kekhawatiran akan efek samping, kondisi kesehatan
klien dan kurangnya pengetahuan tentang pilihan dan penggunaan alat kontrasepsi.1
Alat kontrasepsi yang baik, harus dapat menggabungkan aspek keamanan dan
efektifitas dengan kenyamanan penggunaan, dan idealnya dapat pula memberikan
manfaat kesehatan tambahan. Kontrasepsi progestogen only (POCs) telah digunakan
secara luas diseluruh dunia dan terbukti merupakan alat kontrasepsi yang aman dan
efektif. Namun sayangnya efek samping yang tidak diinginkan berupa pendarahan
sela/breakthrough bleeding (BTB) masih merupakan masalah yang sering terjadi pada
semua modalitas POC. Kejadian pendarahan abnormal tersebut sering mengakibatkan
penghentian penggunaan alat kontrasepsi tersebut. 5
Pendarahan uterus abnormal adalah efek samping yang umumnya dapat terjadi
pada penggunaan kontrasepsi hormonal. Meskipun pendarahan ini jarang
membahayakan, tetapi kadang mengkhawatirkan bagi beberapa pengguna, sehingga
mereka menghentikan penggunaan kontrasepsi hormonal.
1
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Sebuah penelitian mendapatkan 32% dari 1.657 perempuan menghentikan
penggunaan PKK, dalam waktu 6 bulan. Empat puluh enam persen diantaranya
menghentikan penggunaan PKK akibat efek samping pendarahan. Kebanyakan
perempuan yang menghentikan menggunakan kontrasepsi hormonal memilih untuk
tidak menggunakan metode kontrasepsi lainnya sehingga berisiko tinggi untuk
terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Saat ini diperkirakan sepertiga dari 3 juta
kehamilan yang tidak diinginkan di Amerika Serikat setiap tahun terkait dengan
penghentian PKK.5 Penelitian Mansour dkk, 2008, mendapatkan 49% klien
menghentikan penggunaan implan yang dikaitkan dengan gangguan pendarahan
sebagai berikut: amenorea (22,2%) infrequent bleeding (33,6%), frequent bleeding
(6,7%), dan pendarahan berkepanjangan (prolonged bleeding) (17,7%). 6
Mekanisme pasti pendarahan yang berhubungan dengan penggunaan
kontrasepsi hormonal belum jelas. Namun bukti yang ada saat ini menunjukkan
terdapatnya kerapuhan di pembuluh darah endometrium. Perubahan lokal lapisan
endometrium sebagai respon terhadap pengaruh hormon steroid, integritas struktural,
perfusi jaringan dan faktor angiogenik lokal dapat berperan sebagai faktor yang
berkontribusi terhadap kejadian pendarahan akibat kontrasepsi hormonal. 5 Pemberian
hormon steroid seks dalam bentuk kontrasepsi hormonal, akan mempengaruhi pola
histologi endometrium. Respon endometrium terhadap kontrasepsi hormonal ditentukan
berdasarkan atas konsentrasi, dosis, formulasi, rute ,waktu dan durasi pemberian. 7
Pendekatan yang efektif untuk mengelola pasien dengan pendarahan saat menggunakan
kontrasepsi sangat diperlukan guna membantu perempuan tersebut tetap merasa puas
dengan metode kontrasepsi yang mereka pilih. Sikap tersebut tentu akan menghindari
terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan akibat penghentian penggunaan alat
kontrasepsi. 8,9
1.2. Permasalahan
1.4. Sasaran
Semua tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kontrasepsi dan terlibat dalam
penanganan kasus pendarahan pada pemakaian kontrasepsi hormonal dan non hormonal
termasuk dokter spesialis, dokter umum, bidan dan perawat. Panduan ini juga
diharapkan dapat diterapkan di rumah sakit maupun di pusat layanan primer, pembuat
kebijakan di lingkungan rumah sakit, institusi pendidikan, serta kelompok profesi
terkait.
1.5. Dokumen terkait lainnya
Pedoman ini dimaksudkan untuk melengkapi panduan yang telah ada dan yang
telah diusulkan lainnya, relevansi termasuk :
Panduan tatalaksana pendarahan uterus abnormal
Kriteria kelayakan medis WHO 2009
Kriteria kelayakan medis UKMEC 2009
Management of Unscheduled Bleeding in Women Using Hormonal
Contraception, 2009 Faculty of Sexual & Reproductive Healthcare
Clinical Guidance
BAB II
METODOLOGI
PUA
Klasifikasi PUA
(FIGO)
struktural Non struktural
PALM COEIN
A. Polip E. Coagulopathy
C. Leiomioma G. Endometrial
Keterangan:
A. Polip (PUA-P)
Polip adalah pertumbuhan endometrium berlebih yang bersifat lokal mungkin
tunggal atau ganda, berukuran mulai dari beberapa milimeter sampai sentimeter. Polip
endometrium terdiri dari kelenjar, stroma, dan pembuluh darah endometrium. 14
B. Adenomiosis (PUA-A)
Merupakan invasi endometrium ke dalam lapisan miometrium, menyebabkan
uterus membesar, difus, dan secara mikroskopik tampak sebagai endometrium ektopik,
non neoplastik, kelenjar endometrium, dan stroma yang dikelilingi oleh jaringan
miometrium yang mengalami hipertrofi dan hiperplasia. 13,15
E. Coagulopathy (PUA-C)
Terminologi koagulopati digunakan untuk merujuk kelainan hemostasis
sistemik yang mengakibatkan PUA.13
G. Endometrial (PUA-E)
Pendarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid
teratur akibat gangguan hemostasis lokal endometrium. 13
H. Iatrogenik (PUA-I)
Pendarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan penggunaan obat-obatan
hormonal (estrogen, progestin) ataupun non hormonal (obat-obat antikoagulan) atau
AKDR.13
B. Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi hormonal adalah penggunaan hormon untuk mencegah kehamilan.
Kontrasepsi hormonal secara garis besar terbagi menjadi kontrasepsi kombinasi
(menggunakan kombinasi hormon estrogen dan progestin) dan kontrasepsi progestin
only (hanya menggunakan hormon progestin).1
Implan
Adalah merupakan alat kontrasepsi berupa batang plastik kecil atau kapsul,
masing-masing seukuran batang korek api, yang dapat melepaskan progestin seperti
hormon progesteron alami dalam tubuh perempuan, dan dipasang di bawah kulit pada
bagian dalam lengan atas.1
Macam-macam implan:
- Jadelle®: 2 batang, efektif selama 5 tahun .
- Implanon®
- Sino-Implan (II), juga dikenal sebagai Femplant, Trust Implan, dan Zarin: 2 batang,
efektif selama 4 tahun (dapat diperpanjang sampai 5 tahun).
- Norplant®: 6 kapsul, digunakan selama 5 tahun (beberapa penelitian besar
melaporkan efektifitasnya sampai 7 tahun).
Suntik progestin
Adalah merupakan jenis kontrasepsi dalam bentuk suntikan depot yang
mengandung Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dan norethisterone
enanthate (NET-EN) masing-masing berisi progestin seperti hormon progesteron alami
dalam tubuh perempuan.1 Hormon tersebut akan didepot di dalam otot dan dilepaskan
secara perlahan sehingga akan habis dalam waktu tertentu.
BAB IV
PATOFISIOLOGI PUA-I KARENA
KONTRASEPSI
Pendarahan yang terjadi pada pendarahan sela estrogen adalah pola pendarahan
yang berbeda pada perempuan dengan anovulasi kronik. Jumlah dan durasi pendarahan
sela estrogen dapat bervariasi, tergantung pada jumlah dan lamanya stimulasi estrogen
tidak terlawan (unopposed estrogen) terhadap lapisan endometrium. Paparan estrogen
kronis dosis rendah biasanya menyebabkan bercak/spotting intermiten yang umumnya
ringan, namun berlangsung lama. Sebaliknya, stimulasi estrogen dosis tinggi dalam
jangka waktu yang lama, menyebabkan amenore yang lama yang diselingi episode
pendarahan akut yang lamanya bervariasi.
Unopposed estrogen
2
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Penelitian terbaru melaporkan bahwa pemasangan AKDR menyebabkan
peningkatan ekspresi COX-2 (siklooksigenase isoenzim 2), yang selanjutnya akan
diikuti dengan peningkatan biosintesis prostanoid dan ekspresi faktor pro-angiogenik,
seperti VEGF (vascular endothelial growth factor), bFGF (basic fibroblast growth
factor), PDGF (platelet-derived growth factor), Ang-1(angiopoietin-1) dan Ang-2
(angiopoietin-2) dan sebaliknya akan terjadi down-regulation dari ekspresi gen anti-
angiogenik seperti cathepsin-D. 18,28-30
Meski demikian ternyata produksi prostaglandin pada pengguna AKDR hanya
bersifat sementara. El-Sahwi et al. mengamati terdapatnya kenaikan PGF2a dan PGE2
yang bermakna dari hasil bilasan endometrium 3 bulan pasca insersi AKDR. Akan
tetapi peningkatan konsentrasi prostaglandin tidak ditemukan pada pasien yang telah
menggunakan AKDR selama minimal 2 tahun. Kenaikan konsentrasi prostaglandin
sementara pasca insersi AKDR ternyata bertepatan dengan meningkatnya jumlah
pendarahan dan timbulnya nyeri saat menstruasi 31. Xin dkk, menemukan bahwa
terdapat ekspresi berlebihan mRNA dan protein enzim COX-2 yang menyebabkan
32
produksi berlebihan prostaglandin di endometrium pasca insersi AKDR.
Zat vasoaktif lain yang juga mungkin terlibat adalah nitrit oksida (NO) yang
merupakan vasodilator kuat yang dihasilkan endotel pembuluh darah. NO yang
disintesis sebagai respon terhadap reaksi inflamasi akibat adanya AKDR di
endometrium berhubungan dengan peningkatan sintesis prostaglandin. NO berinteraksi
langsung dengan meningkatkan aktivitas enzim siklooksigenase yang bertanggung
jawab terhadap sintesis prostaglandin. 33-36
Rekomendasi
Pengguna kontrasepsi IUD harus diberikan informasi tentang pendarahan ireguler,
pendarahan ringan, berat, ataupun pendarahan yang berkepanjangan yang umumnya
terjadi pada 3 sampai 6 bulan pertama penggunaan IUD (Rekomendasi C).42
25
Anamnesis pada pendarahan karena kontrasepsi hormonal dapat dilihat pada tabel 5.2. 7
Tabel 5.2. Anamnesis keluhan pendarahan pada penggunaan kontrasepsi
hormonal
ANAMNESIS (Rekomendasi C)
- Metode kontrasepsi apakah yang digunakan sekarang dan sudah berapa lama?
- Bagaimana pola pendarahan sebelum menggunakan kontrasepsi ini? Dan
bagaimana pola pendarahan sejak memulai menggunakan kontrasepsi sampai
sekarang?
- Bagaimana cara pemakaian kontrasepsi tersebut? Apakah ada riwayat tidak
minum pil?
- Bagaimana pola pendarahan yang berlangsung akibat kontrasepsi tersebut?
Berapakah jumlah hari berdarah dalam 1 bulan? Berapa episode pendarahan
dalam 1 bulan? Adakah pendarahan selama atau sesudah hubungan seksual?
Apakah pendarahan berkaitan dengan nyeri abdomen atau keluhan berkemih?
- Bila menggunakan kontrasepsi implan, maka tanyakan kapan implan dipasang,
apakah implan dapat diraba?
- Adakah kemungkinan pasien hamil?
- Apakah terdapat riwayat menggunakan obat-obatan yang mungkin akan
berinteraksi dengan metode kontrasepsi yang digunakan? Adakah penyakit
tertentu yang mungkin akan mempengaruhi penyerapan kontrasepsi peroral?
(contohnya obat antiepilepsi) (level of evidence II)
- Apakah pasien merokok? Bila iya, berapa bungkus perhari?
- Apakah terdapat risiko penyakit menular seksual?
- Kapan pemeriksaan penyaring kanker mulut rahim dilakukan?
- Adakah keluhan lain yang mungkin menjadi sebab pendarahan seperti nyeri
abdomen atau nyeri pelvik, pendarahan setelah berhubungan, dispareunia, atau
adanya pendarahan hebat?
2
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Pola pendarahan karena efek samping kontrasepsi dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3. Pola pendarahan yang dapat terjadi saat mulai menggunakan
kontrasepsi hormonal dan dalam penggunaan jangka panjang.7
Metode Kontrasepsi Pola pendarahan dalam 3 Pola pendarahan jangka panjang
bulan pertama
KONTRASEPSI Hingga 20% pengguna pil Pendarahan biasanya tertangani.
HORMONAL kontrasepsi kombinasi Aktivitas ovarium ditekan secara
KOMBINASI memiliki pendarahan yang efektif
ireguler. Tidak ada
perbedaan bermakna antara
(Patch, pil ) penggunaan pil atau patch
KONTRASEPSI Sepertiga perempuan Pendarahan mungkin tidak berhenti
PROGESTOGEN mengalami perubahan pola seiring waktu dan aktivitas ovarium
pendarahan dan 1 tidak sepenuhnya ditekan. Sekitar
dari 10 mengalami 10-15% akan mengalami amenorea,
pendarahan yang sering sampai 50% pendarahan biasa, 30-
Pil (frequent bleeding) 40% pendarahan ireguler
progestin
Gangguan pendarahan Sampai 70% akan mengalami
(spotting, pendarahan amenorea dalam 1 tahun
ringan, berat atau
Suntikan berkepanjangan) sering
progestin terjadi.
Sampai 35% mengalami
amenorea selama 3 bulan.
Gangguan pendarahan Dalam waktu 6 bulan penggunaan,
sering terjadi 30% akan mengalami pendarahan
Implan yang tidak sering, 10-20%
progestin pendarahan lama.
Sering terjadi pendarahan 65 % akan mengalami amenorea
ireguler, ringan atau berat atau pendarahan akan berkurang
LNG-IUS (dalam 6 bulan pertama) dalam 1 tahun
5.2. Pemeriksaan Fisik13
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan
hemodinamik.
Pastikan bahwa pendarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak berhubungan
dengan kehamilan.
Pemeriksaan IMT, tanda hiperandrogen, pembesaran kelenjar tiroid atau
manifestasi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea (hiperprolaktinemia), gangguan
lapang pandang (adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa.
Menyingkirkan kehamilan
Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan Pap
smear dan harus disingkirkan kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia
endometrium atau keganasan.
- Pada pemakaian kontrasepsi yang teratur dan benar, pemeriksaan menggunakan
spekulum harus dilakukan apabila terdapat keluhan pendarahan yang menetap,
atau perubahan pendarahan setelah minimal 3 bulan pemakaian kontrasepsi,
tidak berhasil dengan terapi medikamentosa, atau apabila belum pernah
dilakukan skrining kanker serviks. (GPP)
- Pemakaian kontrasepsi yang benar dan konsisten, disamping pemeriksaan
spekulum, pemeriksaan bimanual harus dilakukan bila keluhan pendarahan
disertai gejala lain (seperti nyeri, dispareunia atau pernarahan berat). (GPP)
5.3. Pemeriksaan laboratorium
5.3.1. Perkiraan kehilangan darah selama menstruasi
Pembalut
Tampon
Bekuan darah
Rekomendasi
Mengukur kehilangan darah menstruasi baik secara langsung (alkaline haematin)
maupun tidak langsung (grafik penilaian kehilangan darah bergambar ) tidak rutin
dianjurkan untuk HMB. Kehilangan darah menstruasi adalah masalah harus
ditentukan bukan dengan mengukur kehilangan darah tetapi oleh wanita itu
sendiri. Good pratice point, Rekomendasi C49
Siklus menstruasi normal terdiri dari tiga fase: fase folikuler, ovulasi, dan fase luteal.
Fase folikuler berlangsung selama 10-14 hari atau panjangnya bervariasi sesuai dengan
panjangnya siklus menstruasi. 18
Haid normal.18
Perekrutan folikel dominan terjadi selama hari 5- 7, akibatnya, kadar estradiol mulai
meningkat secara bermakna pada hari ke 7. Kadar estradiol, berasal dari folikel
dominan, meningkat terus dan melalui efek umpan balik negatif, menekan pelepasan
FSH
Peralihan dari penekanan ke stimulasi pelepasan LH terjadi karena kenaikan kadar
estradiol selama fase midfollikular.
Kadar estradiol yang diperlukan untuk mencapai umpan balik positif lebih dari 200
pg / mL, dan konsentrasi ini harus dipertahankan sekitar 50 jam. Kadar estrogen ini
tidak pernah terjadi sampai folikel dominan mencapai diameter 15 mm.
Peningkatan kadar estrogen akan memicu penurunan FSH, sementara kenaikan
estrogen di fase midfolikular memberikan pengaruh umpan balik positif terhadap
sekresi LH. Penurunan kadar FSH dan peningkatan LH pada fase midfolikular akan
memicu terjadinya program seleksi pada kohort folikel.
Melalui reseptornya, LH memulai luteinisasi dan produksi progesteron dari lapisan
granulosa. Meningkatnya kadar progesteron preovulasi menyebabkan umpan balik
positif estrogen yang mungkin diperlukan untuk memicu puncak FSH pada
pertengahan siklus.
Kadar LH meningkat terus selama fase folikuler akhir, merangsang produksi
androgen di sel teka dan mengoptimalkan pematangan akhir dan fungsi folikel
dominan. Produksi hormon estrogen menjadi cukup untuk mencapai dan
mempertahankan kadar ambang estradiol perifer yang diperlukan untuk mendorong
lonjakan LH.
36 jam pasca lonjakan LH akan memicu terjadinya ovulasi
Selanjutnya di bawah pengaruh hormon FSH dan LH sel-sel lutein akan
menghasilkan hormon estrogen dan terutama progesteron yang akan mencapai
puncaknya di 7 hari pasca ovulasi
Apabila dalam waktu 14 hari tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan
mengalami degenerasi. Kematian korpus luteum menyebabkan penurunan kadar
estradiol, progesteron, dan inhibin sirkulasi.
Sampai 36-48 jam sebelum menstruasi, masih terdapat sekresi gonadotropin ditandai
dengan pulsasi LH yang jarang dan kadar FSH rendah yang merupakan khas akhir
fase luteal. Selama transisi dari fase luteal ke fase folikuler berikutnya, GnRH dan
gonadotropin dilepaskan sebagai efek penghambatan estradiol, progesteron, dan
inhibin.
sel/mm )
33
Rekomendasi
Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan pada semua perempuan dengan HMB.
Pemeriksaan ini harus dilakukan paralel dengan pengobatan HMB yang diberikan.
(Rekomendasi C)
Pemeriksaan gangguan koagulasi harus dipertimbangkan pada perempuan dengan
HMB sejak menarche dan memiliki riwayat pribadi atau keluarga dengan gangguan
koagulasi. (Rekomendasi C)
Pemeriksaan serum feritin tidak harus dilakukan secara rutin pada perempuan
dengan pendarahan uterus abnormal. (Rekomendasi B)
Pemeriksaan hormonal tidak dilakukan pada perempuan dengan HMB.
(Rekomendasi C)
Pemeriksaan hormon tiroid seharusnya hanya dilakukan bila terdapat tanda dan
gejala penyakit tiroid hadir. (Rekomendasi C)49
5.4.Pemeriksaan ultrasonografi
Sebuah systematic review penggunaan USG, sonohysteroscopy dan histeroskopi
pada populasi AUB. Kajian ini menemukan akurasi setiap penelitian memiliki variasi
luas. Untuk USG transvaginal (TVS) (sepuluh penelitian) dengan kisaran sensitivitas
48-100% dan spesifisitas 12-100%, untuk identifikasi setiap patologi intrauterin.
Sonohysteroscopy (11 penelitian) dengan kisaran sensitifitas 85–100% dan spesifisitas
50–100. Hysteroscopy (3 penelitian) dengan kisaran sensitifitas 90–97% dan spesifisitas
62–93%. Systematic review ini menyimpulkan bahwa ketiga metode pemeriksaan
tersebut mempunyai akurasi minimal sedang untuk mengidentifikasi kelainan di uterus
56,57
(level of evidence II)
Penelitian oleh Critchley, dkk 2001 mendapatkan akurasi USG untuk
mengidentifikasi kanker endometrium mempunyai sensitifitas 66.7%, spesifisitas
55.7%, PPV 6.9% dan NPV 97%.58 (level of evidene 1b)
3
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Saline infusion sonography
Penelitian kohort prospektif yang dilakukan di (n = 223) di Turkey membandingkan
TVS, hysteroscopy dan saline infusion sonography, menggunakan biopsi, dan dilatasi
dan kuretase sebagai referensi. Saline infusion sonography untuk mendeteksi mioma
uteri submukosum dibandingkan dengan histologi: sensitivitas = 81.3%, spesitifitas =
98.0%, PPV = 81.3%, NPV = 98.0%, LR+ = 40.35, LR− = 0.19. 59 (Level of evidence
II).
Histeroskopi
Tindakan pemeriksaan histeroskopi saat ini dapat dilakukan di poliklinik rawat
jalan, tanpa membutuhkan anestesi umum (office hysteroscopy). Histeroskopi di
poliklinik rawat jalan umumnya dapat ditolera nsi dan diterima sangat baik oleh pasien.
Histeroskopi digunakan sebagai alat diagnostik hanya ketika hasil USG tidak dapat
disimpulkan.60
Rekomendasi
- USG panggul, baik abdomen (suprapubik) dan transvaginal, direkomendasikan
sebagai prosedur lini pertama diagnosis etiologi AUB (Rekomendasi A).
- Doppler ultrasonografi memberikan informasi tambahan yang berguna untuk
mengetahui kelainan endometrium dan miometrium (Rekomendasi B).
- Histeroskopi atau histerosonografi dapat digunakan sebagai prosedur lini kedua
apabila pemeriksaan USG menunjukkan adanya kelainan intrauterin atau jika
perawatan medis gagal setelah 3-6 bulan (Rekomendasi B).
- Pada pasien dengan faktor risiko kanker endometrium (harus kombinasikan
dengan biopsi terarah) (Rekomendasi B).
Fase Proliferasi
Perekrutan folikel dimulai sebelum onset menstruasi. Penumpukan cairan di
antrum folikel menyebabkan folikel bertambah besar dan terlihat pada pemeriksaan
USG. Saat ukuran folikel 1 – 2 mm, dapat dilihat dengan TVS. Pada hari ke-5 sampai 7,
beberapa folikel yang terlihat dalam ovarium. Pada hari ke 8-12, satu atau lebih folikel
dominan akan terlihat. Rerata diameter folikel non dominan biasanya berukuran lebih
kecil dari 14 mm. Pada hari ke 4-5 sebelum ovulasi, tingkat pertumbuhan folikel
dominan 2-3 mm/ hari mencapai rerata diameter maksimum kurang lebih 20 mm
(berkisar 16-30 mm). Kira-kira 24 jam sebelum ovulasi akan tampak gambaran cincin
hipoechoik pada pemeriksaan USG. Kadangkala terlihat kumulus ooforus. 61,62
Gambaran fase proliferasi awal endometrium berupa garis tipis yang ekogenik
dengan tebal 1-4 mm. Dengan progresifnya fase proliferasi, ekogenisitas endometrium
berkurang dbandingkan miometrium sekitarnya. Gambaran endometrium fase
proliferasi akhir berupa gambaran triple layer. Ketebalan endometrium normal 4-8 mm
pada fase proliferasi dan 8-12 mm selama periode periovulasi (Gambar 6A dan 6B).62
A
Fase Sekresi
Pada pemeriksaan USG endometrium tampak sebagai lapisan yang homogen
dan hiperekogenik dengan tebal 8-16 mm dan tidak berubah sampai menstruasi dimulai.
Apabila tidak terjadi kehamilan, ketebalan endometrium mulai berkurang, namun
ekogenisitasnya tidak berubah (Gambar 7.A).62
A
Gambar.7. A. Endometrium fase sekresi, B. USG Doppler Korpus luteum fase luteal. 62
Korpus luteum dapat menahan cairan selama 4 sampai 5 hari berikutnya dan
ukurannya bertambah menjadi 2-3 cm selama fase luteal. Korpus luteum yang terisi
darah disebut ‘korpus hemoragikum’. Pertumbuhan korpus luteum diasosiasikan
dengan peningkatan aliran darah dan kadar progesterone serum fase luteal.
Segera setelah ovulasi, dinding folikel menjadi sangat vaskuler pada 48-72 jam
pertama, terdapat cincin vaskuler yang jelas, yang muncul setelah corpus luteum
matang dan dapat dilihat dengan pemeriksaan Doppler berwarna atau Power Doppler.
Bila tidak terjadi kehamilan, korpus luteum secara bertahap akan mangalami involusi
dan atropi menjadi corpus albikans.62
Fase Menstruasi
Menstruasi dimulai pada saat kadar estrogen dan progesteron menurun pada
akhir siklus ovarium, menyebabkan meluruhnya lapisan fungsional endometrium.
Gambaran USG fase menstruasi bervariasi tergantung pada jumlah darah dan fragmen
endometrium, yang terlihat sebagai debris ekogenik. Lapisan basalis tampak sebagai
garis yang tipis, ireguler, dan hiperekogenik (Gambar 8 ).
Gambar 8: Diagram dan USG menunjukkan fase menstruasi.62
Polip endometrium
Pemeriksaan ultrasonografi TVS polip endometrium tampak sebagai gambaran
hyperechoic dengan penebalan fokal endometrium dalam lumen uterus, dikelilingi oleh
63
halo hyperechoic tipis . Polip mungkin muncul sebagai penebalan endometrium
nonspesifik atau massa fokal dalam rongga endometrium. Gambaran TVS pada fase
proliferasi memberikan hasil yang paling dapat diandalkan.
Rekomendasi
Saline infusion sonography (SIS) bermanfaat dalam penilaian distorsi kavum uteri yang
disebabkan oleh mioma. SIS paling baik dilakukan saat fase proliferasi dari siklus
menstruasi, setelah menstruasi dan sebelum terjadinya ovulasi
PUA Terapi
Nonhormonal hormonal
Kontrasepsi Non Hormonal + +
Kontrasepsi Hormonal:
1. Kombinasi + +
2. Progestin only + +
1. Konseling
Pemahaman dan motivasi yang baik merupakan manajemen jangka panjang
terbaik dalam menangani pendarahan abnormal akibat penggunaan kontrasepsi.
Pendarahan karena kontrasepsi biasanya akan berhenti setelah 3 siklus. Oleh karena itu
konseling yang baik mengenai bentuk pendarahan yang mungkin terjadi pada masing-
masing metode kontrasepsi sangat diperlukan, sehingga dapat diantisipasi bila terjadi
efek samping dari metode yang mereka pilih Tingkat penghentian tergantung pada jenis
atau perubahan pola pendarahan dan keinginan beradaptasi dan mentoleransi perubahan
tersebut.. Konseling yang efektif tentang kemungkinan pendarahan dapat membantu
mengurangi tingkat penghentian penggunaan kontrasepsi.66,67
2. Asam traneksamat
Asam traneksamat merupakan inhibitor kompetitif aktivasi plasminogen,
sehingga bertindak sebagai antifibrinolitik. Asam traneksamat menghambat faktor yang
terkait dengan pembekuan darah, tetapi tidak berpengaruh pada koagulasi pada
pembuluh darah yang sehat. Asam traneksamat tampaknya tidak mempengaruhi jumlah
platelet atau agregasi ptalet tetapi bekerja dengan mengurangi pemecahan fibrin. Dosis
untuk PUA adalah 1 g (2 × 500 mg tablet) 3 sampai 4 kali sehari, yang diberikan pada
awal pendarahan hingga 4 hari 79.
Plasminogen
Plasmin
Fibrin
Fibrinogen Fibrin degradation product
Koagulasi Trombin
Asam traneksamat
Protrombin
phospolopase
Asam arakidonat
X AINS,ASA
Lipooksigenase siklooksigenase
Prostaglandin (PGF2a/PGI2/PGE2/TXA2
leukotriens
4. Doksisiklin
Perdarahan uterus abnormal telah dikaitkan dengan up-regulasi matriks
metalloproteinase (MMP), suatu kelompok zink protease dependent yang mendegradasi
matriks ekstraseluler. Progesteron diketahui dapat mengatur aktivitas MMP dengan
meningkatkan ekspresi MMP-3 dan MMP-9 di endometrium yang berhubungan dengan
penggunaan LNG IUS, subdermal levonorgestrel dan depot medroxyprogesterone
acetate. Kadar MMPs dari sampel endometrium menunjukkan korelasi positif dengan
jumlah perdarahan endometrium pada perempuan yang menggunakan implant
levonorgestrel.12 Meskipun aktivitas MMP endometrium pada perempuan yang
menggunakan OCP belum diteliti secara khusus, efek serupa dapat terjadi pada
penggunaan OCP. Selain dari sifat antimikroba, doksisiklin menyebabkan khelasi atom
mg/ hari) dibandingkan dengan efek antimikroba (100-200 mg/ hari). Dosis
subantimikroba doksisiklin dapat digunakan jangka panjang tanpa resistensi
antimikroba, perubahan flora normal atau meningkatkan efek samping gastrointestinal.
Pendekatan ini berguna untuk mengelola perdarahan pada perempuan yang
menggunakan OCP jangka panjang.65 (level of evidence IB)
secara klinis penting dalam menurunkan MBL pada pasien yang menggunakan
kontrasepsi AKDR dengan keluhan pendarahan. Systematic review dari 7 penelitian
melaporkan adanya penurunan MBL sebesar 46.7% (95% CI 47.9% to 51.6%) pada
penggunaan asam traneksamat (level of evidence 1B)
P
Pendarahan uterus abnormal dapat diterapi dengan AINS dan asam traneksamat
(Rekomendasi B)30
3. Doksisiklin
Systematic review yang dilakukan oleh Godfrey dkk, menyimpulkan AINS dan
antifibrinolitik dapat mencegah pendarahan ireguler pada penggunaan kontrasepsi
AKDR.66 (Level of evidence 1-II)
Rekomendasi
- Informasi mengenai perubahan pola pendarahan pada POP yang umum adalah: 2
dari 10 perempuan tidak mengalami pendarahan, 4 dari 10 mengalami pendarahan
reguler dan 4 dari 10 dengan pendarahan tidak teratur. (Rekomendasi C)
- Pasien yang menggunakan kontrasepsi hormonal dengan keluhan pendarahan
tanpa disertai kelainan organik, sangat disarankan untuk menunggu selama 2-3
bulan sebelum mengganti metode kontrasepsi (Rekomendasi C)11
2.Asam traneksamat
Metode kontrasepsi yang hanya mengandung progestin saja telah diteliti bahkan
lebih luas daripada Cu-IUD. Cochrane 2007, melakukan tinjauan pada 23 penelitian
acak yang meneliti obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan atau pencegahan
pendarahan akibat kontrasepsi progestin. Beberapa intervensi, seperti inhibitor
prostaglandin, estrogen, tamoxifen dan asam traneksamat, diusulkan sebagai obat-
obatan yang dapat membantu menghentikan pendarahan, namun hasil tinjauan tidak
mendukung penggunaan klinis rutin dari salah satu rejimen tersebut, terutama untuk
efek jangka panjang (level of evidence IA). 8
3. Doksisiklin
Penelitian RCT tersamar ganda Kaneshiro, dkk 2012, melaporkan jumlah hari
pendarahan dan pendarahan bercak menurun pada kedua kelompok yang mendapat
terapi doksisiklin ataupun kelompok kontrol selama pengamatan pada empat siklus.
Meskipun yang subyek menerima doksisiklin menunjukkan kecenderungan lebih
sedikit pendarahan dan hari bercak, namun tidak ada perbedaan yang signifikan antara
kelompok dalam jumlah rata-rata hari berdarah dan pendarahan bercak pada 84 hari
pertama dan semua 112 hari penelitian. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya
yang menunjukkan dosis antimikroba doksisiklin yang lebih tinggi (100 mg dua kali
sehari) dimulai pada saat terjadi pendarahan dan pendarahan bercak dan dilanjutkan
selama 5 hari tidak mengurangi pendarahan dan pendarahan bercak. Secara
keseluruhan, kedua penelitian menunjukkan bahwa pemberian doksisiklin dosis rendah
terus menerus dapat mengubah aktivitas MMPs yang menyebabkan pendarahan selama
penggunaan pil kontrasepsi oral. Namun, setelah pendarahan terjadi, bahkan doksisiklin
dosis tinggi tidak dapat menjaga stabilitas endometrium. 65 (level of evidence IB)
4.AINS
Pendarahan uterus abnormal karena efek samping DMPA dapat diterapi baik
dengan estrogen eksogen atau pun AINS selama 1 minggu.71
Pada penggunaan pil kombinasi, pendarahan uterus yang tiba-tiba terjadi pada
lebih dari 30% pada awal penggunaannya, dan menurun menjadi 10% setelah 3 bulan
penggunaan. Penggunaan pil kombinasi ini secara kontinyu dapat menghindari
terjadinya pendarahan. Bila dibandingkan dengan pengunaan secara interval bulanan
maka penggunaan secara kontinyu ini dapat menurunkan jumlah hari pendarahan
menstruasi, akan tetapi akan semakin sering timbul pendarahan yang tiba-tiba dan
spotting. Tatalaksananya adalah sebagai berikut:
- Secara umum tidak direkomendasikan mengganti pil COC dalam waktu 3 bulan
penggunaan karena gangguan pendarahan akan dapat teratasi dalam waktu 3 bulan.
(GPP)83
- Pengguna pil COC , harus menggunakan dosis EE terkecil untuk dapat mengontrol
siklus haid dengan baik. Dosis EE dapat ditingkatkan sampai kadar maksimum
yaitu 35μg.(GPP)
- Data yang ada, tidak mendukung peningkatan dosis EE pada perempuan yang sudah
menggunakan dosis COC 30 µg. Meskipun demikian, meningkatkan dosis EE
sampai 35 µg dapat memperbaiki pola pendarahan pada beberapa perempuan.84
- Systematic review menyatakan bahwa pengobatan dengan estrogen saja, atau
sebagai PKK, akan mengurangi jumlah episode hari pendarahan yang sedang
berlangsung dan efek ini berlangsung selama beberapa bulan setelah pengobatan
jika dibandingkan dengan plasebo pada pengguna implan LNG.
- Bila pendarahan tidak membaik, produk yang lebih estrogenik harus
direkomendasikan (Rekomendasi B). Pemberian lanjutan disarankan pada
perempuan dengan pendarahan yang berat atau berkepanjangan (tapi tidak teratur)
(Kelas B). Apabila telah digunakan beberapa produk yang berbeda, tetapi
pendarahan tetap berlangsung, maka perlu dipikirkan untuk mengganti metode
kontrasepsi (GPP).11
- Meskipun penelitian individual menyatakan bahwa pendarahan dapat mengalami
perbaikan dengan COC yang berisi progesteron tertentu, hal ini belum terbukti pada
review sistematis. Pengunaan COC pada siklus yang memanjang bersifat aman dan
ditoleransi dengan baik serta dapat mengurangi hari pendarahan. Meskipun
demikian, saat ini belum ada data yang cukup untuk mendukung penggunaan
regimen continuous dibandingkan dengan regimen siklik yang berlisensi untuk
memperbaiki pendarahan.
- Review Cochrane menyimpulkan tidak terdapat bukti yang cukup untuk
merekomendasikan penggunaan PKK bifasik dan trifasik untuk memperbaiki pola
pendarahan 85,86
6.5.2. Terapi hormonal pada PUA-I akibat efek samping kontrasepsi hormonal
progestin only
Perubahan siklus menstruasi yang terjadi pada penggunaan DMPA dapat berupa
amenorea (12%) pada penggunaan 3 bulan pertama dan 46 % setelah penggunaan 1
tahun. Apabila terjadi pendarahan, jarang sekali bersifat berat, akan tetapi hal inilah
yang sering kali menyebabkan penggunaan metode ini tidak berlanjut. Penyebab
pendarahan abnormal pada DMPA ini tidak diketahui secara pasti. Berdasarkan
penelitian, diduga penyebabnya ialah endometritis kronis atau atropi. Bahkan dari hasil
biopsy endometrium menunjukan bahwa endometritis yang terjadi adalah akibat dari
atropi endometrium, bukan disebabkan oleh infeksi. Pendarahan yang terjadi akan
menurun dan berkurang seiring waktu pemakaian. Pendarahan ini kemungkinan juga
disebabkan oleh paparan kontinyu progesterone dengan dosis menetap pada
endometrium yang akan menyebabkan endometrium kurang menerima paparan dari
estrogen. Hal ini akan menyebabkan perubahan histopatologi endometrium, yang tidak
mengalami fase sekresi, menjadi tipis. Perubahan pada permukaan endometrium
menyebabkan permukaan endometrium tidak rata karena proses ini tidak terjadi pada
seluruh permukaan. Berikut masing-masing penatalaksanaan PUA akibat kontrasepsi
hormonal progestin only:
Level of evidence: II
Vitamin E Tidak ada bukti yang menunjukkan Tidak ditemukan penelitian terkait Tidak
bermanfaat 76 vitamin E ditemukan
Level of evidence: II penelitian
terkait
vitamin E
Adapun dosis dan macam obat yang digunakan pada PUA-I karena kontrasepsi dapat
dilihat pada table berikut:
Tabel 6.3. Daftar obat PUA I
Jenis terapi Dosis
AINS 800 mg 3 kali/hari 800 mg 3 kali perhari selama 1 - 2 minggu
selama 1 - 2 minggu, contoh
ibuprofen
Supplementasi estrogen EEK 0.625 - 1.25 mg /hari selama 1 - 2 minggu
Terapi Non-Hormonal
1. Konseling + + +
2. AINS + + +
3. Antifibrinolitik + + +
4.Antibiotik + + +
BAB VII ALGORITMA TATALAKSANA PUA-I KARENA EFEK
SAMPING KONTRASEPSI
4.Nilai kepatuhan minum pil,riwayat tidak minum 1 atau beberapa pil 2.Apakah terdapat kelainan
Tidak Ya
5.Konseling dan yakinkan bahwa perdarahan tersebut hal biasa, catat siklus
7.Cek klamidia, gonorrhea (endometritis) 7.AINS (ibuprofen 800 mg 3x
Suplemental estrogen 1−2 minggu/sampai sehari) selama 2 minggu atau
perdarahan berhenti sampai perdarahan berhenti
8. Pendarahan menetap, lakukan TVS, SIS atau histeroskopi untuk menyingkirkan kelainan saluran reproduksi
Kepatuhan/
compliane tidak baik
7b.>4−6
7a.<4−6 bulan penggunaan bulan penggunaan kontrasepsi, Nilai pola pendarahan dengan menstrual diary
kontrasepsi
8.Konseling
POP DMPA
12.Ganti dengan PKK 13.Tambahkan PKK dosis rendah selama 2−3 bulan/suntik DMPA tiap 2 bu
Pendarahan berhenti
14.Pendarahan berlanjut setelah 6 bulan
1. Nyeri pada uterus 2. Doksisiklin 2x100mg /hari selama 10 hari, pertimbangkan pengangkatan
Ya
Tidak
3. Penggunaan 4−6 bulan pertama 4. Lanjutkan penggunaan AKDR, jika perlu dapat ditambahkan AINS
Ya
Tidak
4. Perdarahan abnormal berlanjut setelah 6 bulan , atau pasien ingin diterapi
5. Berikan PKK untuk 1 siklus
erdarahan abnormal menetap, angkat AKDR, Pada pasien berusia>35 tahun, lakukan biopsy endometrium
Keterangan:
1. Jika pada pemeriksaan pelvik dijumpai rasa nyeri, lanjutkan ke 2.
2. Berikan doksisiklin 2x100 mg sehari selama 10 hari karena pendarahan pada
pertimbangkan untuk mengangkat AKDR.
3. Jika tidak dijumpai rasa nyeri dan AKDR digunakan dalam 4-6 bulan
pertama,lanjutkan ke 4. Jika tidak, lanjutkan ke 5
4. Lanjutkan penggunaan AKDR, jika perlu dapat ditambahkan AINS. Jika
setelah 6 bulan pendarahan tetap terjadi dan pasien ingin diobati, lanjutkan
ke 5 (rekomendasi B)
5. Berikan PKK untuk 1 siklus
6. Jika pendarahan abnormal menetap lakukan pengangkatan AKDR. Bila usia
pasien > 35 tahun lakukan biopsi endometrium
LAMPIRAN
Anti Fibrinolitik
500 mg/tablet; 250 mg/kapsul; 50 mg/ml; 100 mg/ml
(Kalnex®)
1 Asam traneksamat
250 mg/kaps; 500 mg/tab film coated; 250 mg/5ml;
500mg/5ml (Transamin®)
Anti Inflamasi Non Steroid
1 Asam mefenamat 500 mg / tab; 500 mg/kaplet (Ponstan®), (Mefinal®)
Tab 200mg, botol 100 tab
2 Ibuprofen
Tablet 400mg, botol 100 tab
Tab 100 mg, kotak10 blister@ 10 tablet
3. Asam asetil salisilat (Asetosal)
Tab 500 mg, kotak 10 blister@ 10 tablet
Estrogen Alamiah
1. 17 þ Estradiol 1 mg & 2 mg/tab
2. Estrogen ekuin konjugasi Tab 0,625 mg, kotak, strip 28 tablet
Estrogen Sintetik
1. Etinil Estradiol 0.05 mg, 1 botol @ 100 tablet (Lynoral®)
Progestin Sintetik
1. Didrogesteron Tablet 10 mg,1 strip 10 tablet
Tablet 0,075 mg, box 1 blister @ 28 tablet, box 3 blister@
2. Desogestrel
28 tablet (Cerazette®)
3. Lynestrenol Tablet 0,5 mg. box 3 blister @ 28 tablet (Exulton®)
Tablet 5 mg. Box 10 strip,@ 10 tablet (Endometril®)
Tab 250 mg, btl 50 tab
4. Medroksi progesterone asetat
Inj 200 mg/ml, kotak 1 vial 2,5 ml
3. Noretisteron Tablet 5 mg, Botol 30 tablet
4. Nomegestrol asetat Kaplet 5 mg, box 3 blister@ 10 tablet
5 Depo medroksi progestero nasetat Injeksi depo 150 mg
Antibiotik
Kapsul 100 mg (sebagai hiklat/HCL) Kotak 10 strip @ 10
1 Doksisiklin
kapsul
Daftar Pustaka
1. World Health Organization. Family Planning A Global Handbook for Providers-
Evidence- Based Guidance Developed. 2011. Whqlibdoc.who.int/publications
/2011/9780978856373 eng.pdf.
2. Biran Affandi. Penduduk Indonesia mencapai 273 juta tahun 2025. Antara . 11-11-2006.
3- 2-2010.
3. Abdul Bari Saifuddin. Konseling dan Persetujuan Tindakan Medis. In: Biran Affandi,
Moh.Baharuddin, Soekaemi Soekir, editors. Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi.
2 ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. p. U1-U7.
4. Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia. Hasil Muktamar IX, Surabaya 5 Agustus
2009. PKMI; 2010.
5. Schrager S. Abnormal Uterine Bleeding Associated with Hormonal
Contraception.AmFam Physician. 2002 May 15;65(10):2073-2081.
6. Mansour D, Korver T, Petrova MM, Frase I. The effects of Implanon on mentrual
bleeding patterns. The european Journal of Contraception and Reproductive Health Care
June 2008;13 (S1):13-28
7. Faculty of Sexual and Reproductive Healthcare in collaboration with the Royal College
of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG). Management of Unscheduled Bleeding in
Women Using Hormonal Contraception. 2009:1-16.
www.fsrh.org/pdfs/unscheduledbleedingmay09.pdf
8. Wiegratz I, Stahlberg S, Manthey T, et al. Effect of extended-cycleregimen with an oral
contraceptive containing 30 mcg ethinylestradioland 2 mg dienogest on bleeding patterns,
safety, acceptance andcontraceptive efficacy. Contraception 2011;84:133–43.
9. Miller L, Hughes JP. Continuous combination oral contraceptive pillsto eliminate
withdrawal bleeding: a randomized trial. Obstet Gynecol2003;101:653–61.
10. Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI). Konsensus
HIFERI, Bogor 24-25 agustus 2013
11. Marret H, Fauconnier A, Chabbert-Buffet N, Cravello L, Golfier F, Gondry J, Agostini A,
Bazot M, Brailly-Tabard S, Brun JL, De Raucourt, Gervaise A. Clinical practice
guidelines on menorrhagia: management of abnormal uterine bleeding before menopause.
European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology 152 (2010)
133–137
12. Munro MG,Critchley H, Fraser IA. The FIGO systems for nomenclature and
classificationof causes of abnormal uterine bleeding in thereproductive years: who needs
them?Am J ObstetGynecol 2012
13. Munro MG, Critchley HOD, Fraser IS. The FIGO classification of causes of abnormal
uterine bleeding in the reproductive years. Fertility and Sterility.2011.( 95) 7.
14. Kim KR, Peng R, Ro JY, Robboy SJ. A diagnostically useful histopathologic feature of
endometrial polyp: the long axis of endometrial glands arranged parallel to surface
epithelium. Am J SurgPathol. 2004;28:1057–1062.
15. Bird C, McElin T, Manalo-Estrella P. The elusive adenomyosis of the uterus revisited.
Am J Obstet Gynecol. 1972;112:583–593.
16. Salman MC, Usubutun A, Boynukalin K, Yuce K. Comparison of WHO and endometrial
intraepithelial neoplasia classifications in predicting the presence of coexistent
malignancy in endometrial hyperplasia. J GynecolOncol. 2010;21:97–101
17. Baak JP, Mutter GL, Robboy S, et al. The molecular genetics and morphometry-based
endometrial intraepithelial neoplasia classification system predicts disease progression in
endometrial hyperplasia more accurately than the 1994 World Health Organization
classification system. Cancer. 2005;103:2304–2312.
18. Frits marc A and Leon Speroff. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Ed.
VIII TH. Lippincott Williams & Wilkins Philadelphia (2011)
19. Stanford JB, Mikolajczyk RT. Mechanisms of action of intrauterine devices: update and
estimation of post fertilization effects. Am J ObstetGynecol2002;187:1699–708.
20. Faculty of Sexual and Reproductive Healthcare. Combine hormonal contraception .2011.
http://www.fsrh.org/pdfs/UnscheduledBleedingMay09.pdf.
21. Ferenczy A. Pathophysiology of endometrial bleeding.Maturitas 45 (2003) 1-14.
22. World Health Organization. Selected Practice Recommendations for Contraceptive Use
(2nd edn). 2005.http://www.who.int/reproductive-health/publications/spr_2/ index.html
23. Faculty of Family Planning and Reproductive Health Care Clinical Effectiveness Unit.
UK Selected Practice Recommendations for Contraceptive Use.
2002.http://www.fsrh.org/admin/uploads/Finalrecommendations1.pdf
24. French RS, Cowan FM, Mansour DJ, Morris S, Procter T, Hughes D, et al. Implantable
contraceptives (subdermal implants and hormonally impregnated intrauterine systems)
versus other forms of reversible contraceptives: two systematic reviews to assess relative
effectiveness, acceptability, tolerability and cost-effectiveness. Health Technol Assess
2000;4(7)i–v:1–107.
25. Jones RJ, Critchley HOD. Morphological and functionalchanges in human endometrium
following intrauterine levonorgestrel delivery. Hum Reprod 2000; 15: 162–172.
26. McGavigan CJ, Dockery P, Metaxa-Mariatou V, Campbell D,Stewart CJR, Cameron IT,
et al. Hormonally mediateddisturbance of angiogenesis in the human endometrium after
exposure to intrauterine levonorgestrel. Hum Reprod 2003;18: 77–84.
27. Department of Reproductive Health and Research includingUDNP/UNFPA/WHO/World
Bank Special Programme ofResearch, Development and Research Training in
HumanReproduction. Annual Technical Report 2002. Geneva,Switzerland: World Health
Organization, 2002.
28. Xin ZM, Xie QZ, Cao LM, Sun YP, Su YC, Guo YH. Effects of intrauterine
contraceptive device on expression of vascular endothelial growth factor, kinase insert
domain-containing receptor and microvessel density in endometrium. Zhonghua Fu Chan
Ke Za Zhi 2004;39(11):771–5.
29. Perchick GB, Jabbour HN. Cyclooxygenase-2 overexpression inhibits cathepsin D-
mediated cleavage of plasminogen to the potent antiangiogenic factor angiostatin.
Endocrinology 2003;144: 5322–88.
30. Smith OP, Jabbour HN, Critchley HO. Cyclooxygenase enzyme expression and E series
prostaglandin receptor signalling are enhanced in heavy menstruation. Hum Reprod
2007;22(5): 1450–6.
31. El-Sahwi S, Toppozada M, Kamel M, Gaweesh S, Riad W, Ibrahim I, et al.
Prostaglandins and cellular reaction in uterine flushings. I. Effect of IUD insertion. Adv
Contracept 1987;3: 291–302.
32. Xin ZM, Cao LM, Xie QZ, Sun Y, Su YC, Guo YH. Effects of the copper intrauterine
device on the expression of cyclooxygen- ase-1 and -2 in the endometrium. Int J
GynaecolObstet 2009;105(2):166–8.
33. Laroux FS, Lefer DJ, Kawachi S, Scalia R, Cockrell AS, Gray L, et al. Role of nitric
oxide in the regulation of acute and chronic inflammation. Antioxid Redox Signal
2000;2(3):391–6.
34. Ortiz ME, Croxatto HB. Copper-T intrauterine device and levonorgestrel intrauterine
system: biological bases of their mechanism of action. Contraception 2007;75(6
Suppl):S16–30.
35. Moilanen E, Moilanen T, Knowles R, Charles I, Kadoya Y, al- Saffar N, et al. Nitric
oxide synthase is expressed in human macrophages during foreign body inflammation.
Am J Pathol 1997;150:881–7.
36. Roberto da Costa RP, Costa AS, Platek R, Siemieniuch M, Galva ˜ o A, Redmer DA, et
al. Actions of a nitric oxide donor on prostaglandin production and angiogenic activity in
the equine endometrium. ReprodFertil Dev 2008;20:674–83.
37. Cevrioglu AS, Degirmenci B, Acar M, et al. Examination of changes caused by tubal
sterilization in ovarian hormone secretion and uterine and ovarian artery blood flow rates.
Contraception 2004;70:467–73.
38. Gentile GP, Kaufman SC, Helbig DW. Is there any evidence for a post-tubal sterilization
syndrome? Fertil Steril 1998;69:179–86.
39. Ozyer S, Moraloglu O, Gulerman C, Engin-Ustun Y, Uzunlar O, Karayalcın R .Tubal
sterilization during cesarean section or as an elective procedure? Effect on the ovarian
reserve.Contraception 86 (2012) 488–493.
40. Peterson HB, Jeng G, Folger SG, HillisSA,MarchbanksPA,Wilcox LS,U.S. Collaborative
Review of Sterilization Working Group. The risk ofmenstrual abnormalities after tubal
sterilization. U.S. CollaborativeReview of Sterilization Working Group. N Engl J Med
2000;343:1681–7.
41. Dede FS, Dilbaz B, Akyuz O, Caliskan E, Kurtaran V, Dilbaz S.Changes in menstrual
pattern and ovarian function following bipolar electrocauterization of the fallopian tubes
for voluntary surgical .contraception. Contraception 2006;73:88–91.
42. Faculty of Sexual and Reproductive Healthcare.Intrauterine contraception. 2007:1-16.
43. Comparato MR, Yabur JA, Bajares M. Contraceptive efficacy and acceptability of a
monophasic oral contraceptive containing 30 microgram ethinyl estradiol and 150
microgram desogestrel in Latin-American women. Adv Contracept1998; 14: 15–26.
44. Bannemerschult R, Hanker JP, Wunsch C, Fox P, Albring M, Brill K. A multicentre,
uncontrolled clinical investigation of the contraceptive efficacy, cycle control and safety
of a new low dose oral contraceptive containing 20 micrograms ethinyl estradiol and 100
micrograms levonorgestrel over six treatment cycles. Contraception 1997; 56: 285–290.
45. Ferenczy A. Pathophysiology of endometrial bleeding. Maturitas 45 (2003) 114
46. Smith OP,Critchley HOD.Progestogen onlycontraceptionand endometrial
breakthrough bleeding. Angiogenesis. 2005 (8): 117-126.
47. National institute for Health and clinical excellence (NICE). Long acting reversible
contraception, Clinical guideline 30 (October 2005). http://www.nice.org.uk/nicemedia
/pdf/cg030niceguideline.pdf .
48. Bitzer J, Tschudin S, Alder J, Swiss contraceptive implants Study Group. Acceptability
and side-effects of contraceptive implants in Switzerland: a retrospective study by the
contraceptive implants Swiss Study Group. Eur J ContraceptReprod Health Care 2004; 9:
278–284.
49. Welsh A. Guidelines for the NHS by NICE Guideline. Clinical Guideline January 2007.
50. Tsai M, Goldstein SR. Office Diagnosis and Management of Abnormal Uterine Bleeding.
Clinical obstetrics and gynecology. 2012.Vol 55(3): 635–650
51. Siegel JE. Abnormalities of hemostasis and abnormal uterine bleeding. Clinical obstetrics
and gynecology.Volume 48( 2), 284–294
52. James A, Matchar DB, Myers ER. Testing for von Willebrand disease in women with
menorrhagia: a systematic review. ObstetGynecol2004; 104:381-388.
53. Lockwood J. Mechanisms of normal and abnormal endometrial bleeding. Menopause:
The Journal of The North American Menopause Society Vol. 18, No. 4, pp. 408/411.
54. ShueyKM.Platelet-Assoeiated Bleeding Disorders. Seminars in OncologyNursing,
Vo112, No 1 (February), 1996: 15-27.
55. Bevan JA, Maloney KW, Hillary CA, Gill JC, Montgomery RR, Scott JP. Bleeding
disorders: A common cause of menorrhagia in adolescents. J Pediatr 2001;138:856–
61
56. Farquhar C, Ekeroma A, Furness S, et al. A systematic review of transvaginal
ultrasonography, sonohysterography and hysteroscopy for the investigation of abnormal
uterine bleeding in premenopausal women. Acta Obstetricia et Gynecologica
Scandinavica2003;82(6):493–504.
57. Dueholm M, Lundorf E, Olesen F. Imaging techniques for evaluation of the uterine
cavity and endometrium in premenopausal patients before minimally invasive surgery.
Obstetrical and Gynecological Survey 2002;57(6):389–403
58. Critchley HO, Warner P, Lee AJ, et al. Evaluation of abnormal uterine
bleeding:comparison of three outpatient procedures withincohorts defined by age and
menopausal status. Health Technology Assessment 2001;8:(34)iii–iv,1–139.
59. Cepni I, Ocal P, Erkan S, et al. Comparison of transvaginal sonography, saline
infusionsonography and hysteroscopy in the evaluation of uterine cavity pathologies.
Australian and New Zealand Journal of Obstetrics and Gynecology 2005;45:30–5
60. Mohan S, Page LM, Higham JM. Diagnosis of abnormal uterine bleeding .Best Practice
& Research Clinical Obstetrics and Gynaecology .2007: Vol. 21, No. 6, pp. 891–903
61. Levi CS, Lyons EA, Holt SC. Normal anatomy of the female pelvis and
transvaginalsonography. In:Callen PW. Ultrasonography in Obstetric and Gynecology,
5th edition. Philadelphia:Saunders-Elsevier, 2008:887-918
62. Kupesic S, Kurjak A, TripaloA.Normal Pelvic Anantomy Assessed by Ultrasound
Methods. In: Kurjak A. ChervenakFA.Donald School Textbook of Ultrasound in
Obstetrics and Gynecology.2003:584-591
63. Munro MG, Critchley H.O.D, Broder MS, Frase IS. FIGO Classification System
(PALM_COEIN) for Causes of Abnormal Uterine Bleeding in Nongravid Women of
Reproductive Age. International Journal of Gynecology and Obstetrics 113 (2011) 3–13.
64. Peri N, Levine D. Sonographic Evaluation of the Endometrium in Patients With a
History or an Appearance of Polycystic Ovarian Syndrome. J Ultrasound Med 2007;
26:55–58
65. National institute for Health and clinical excellence (NICE). Heavy menstrual bleeding
(October 2005). http://www.nice.org.uk/nicemedia /pdf/cg030niceguideline.pdf .
66. Porter C, Rees MC. Bleeding problems and progestogen-only contraception.
J FamPlannReprod Health Care 2002; 28:8–181.
67. Kovacs G. Progestogen-only pills and bleeding disturbances. Hum Reprod 1996; 11: 20–2
68. d’Arcangues C. Management of vaginal bleeding irregularities induced by progestin-only
contraceptives. Hum Reprod. 2000;15 Suppl 3:24–9.
69. French R, Van Vliet H, Cowan F, Mansour D, Morris S, Hughes D, Robinson A, Proctor
T, Summerbell C, Logan S, Helmerhorst F, Guillebaud J. Hormonally impregnated
intrauterine systems (IUSs) versus other forms of reversible contraceptives as effective
methods of preventing pregnancy. Cochrane Database Syst Rev. 2004;3
70. Mansour D, Korver T, Marintcheva-Petrova M, Fraser IS. The effects of Implanon on
menstrual bleeding patterns. Eur J Contracept Reprod Health Care. 2008;13 Suppl 1:13–
28.
71. Speroff L, Fritz MA. Long-acting methods of contraception. In: Speroff L, Fritz MA,
editors. Clinical gynecologic endocrinology and infertility, 7th ed. Philadelphia7
Lippincott Williams & Wilkins, 2005, 2005. p. 949– 69.
72. Witjaksono J, Lau TM, Affandi B et al. Oestrogen treatment for increased bleeding in
Norplant users: preliminary results. Human Reproduction 1996; 11:109–14.
73. Kaewrudee S, Taneepanichskul S, Jalsamruan U. The effect of mefenamic acid on
controlling irregular uterine bleeding secondary to Norspan® use. Contraception 1999;
60:25–30.
74. Diaz S, Croxatto HB, Pavez M et al. Clinical assessment of treatments for prolonged
bleeding in users of Norplant Implants. Contraception 1990; 42:97–109.
75. Tantiwattakaul P, Taneepanciskul S. Effect of mefenamic acid on controlling irregular
uterine bleeding in DMPA users. Contraception 2004; 70:277–9.
76. D’Arcangues C, Piaggio G, Brache V et al. Effectiveness and acceptability of Vitamin E
and low-dose aspirin in combination, on Norplant-induced prolonged bleeding.
Contraception 2004; 70:451–62.
77. Phupong V, Sophonsritsuk A, Taneepanichskul S. The effect of tranexamic acid for
treatment of irregular uterine bleeding secondary to Norplant use. Contraception 2006;
73:253–6.
78. Senthong, AJ, S. Taneepanichskul. The effect of tranexamic acid for treatment
irregular uterine bleeding secondary to DMPA use. J Med Assoc Thai 2009;
92(4):461–5.
79. Ely J, Kennedy CM, Clark EC, Bowdler NC. Abnormal Uterine Bleeding: A
Management Algorithm .JABFM. 2006 (9): 590-599
80. Coulter A, Kelland J, Peto V, et al. Treating menorrhagia in primary care: An overview
of drug trials and a survey of prescribing practice. International Journal of Technology
Assessment in Health Care 1995;11(3):456–71.
81. Lethaby A, Irvine G, Cameron I. Cyclical progestogens for heavy menstrual bleeding.
(Cochrane Review). In: Cochrane Database of Systematic Reviews, Issue 4, 2004.
Oxford: Update Software.
82. Lethaby A, Augood C, Duckitt K. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs for heavy
menstrual bleeding. (Cochrane Review). In: Cochrane Database of Systematic Reviews,
Issue 3, 2004. Oxford: Update Software.
83. Rosenberg MJ LS. Oral contraceptives and cycle control: a critical review of the
literature. Adv Contracept 1992; 8: 35–45.
84. Edelman A KS, Nichols M, Jensen JT, oral C, the cabpdo, 657–665 hgOG. Continuous
oral contraceptives: are bleeding patterns dependent on the hormones given? . Obstet
Gynecol 2006; 107: 657–65.
85. Unit FoFPaRHCE. New Product Review (September 2003): Norelgestromin/ethinyl
oestradiol transdermal contraceptive system (Evra). J Fam Plann Reprod Health
Care 2004; 30: 43–5.
86. Vliet HV, Grimes D, Schulz FHK. Biphasic versus triphasic oral contraceptives for
contraception. Cochrane Database Syst Rev 2006; 3(CD003283).
87. Gemzell-Danielsson K, Killic S, Croxatto H, Bouchard P, Cameron S, et a. Improving
cycle control in progestogen-only contraceptive pill users by intermittent treatment with a
new anti-progestogen. Hum Reprod 2002; 2: 588–93.
88. Said S. Clinical evaluation of the therapeutic effectiveness of ethinyl oestradiol and
oestrone sulphate on prolonged bleeding in women using depot medroxyprogesterone
acetate for contraception. Hum Reprod 1996; 11: 1–13.
89. Jain JK, Nicosia AF, Nucatola DL, Lu JJ, Kuo LJ, Felix JC. Mifepristone for the
prevention of breakthrough bleeding in new starters of depo-medroxyprogesterone
acetate. Steriods 2003; 68: 1115–1119
90. Gallo MF, Nanda K, Grimes D, Schulz KF. Twenty micrograms vs. >20 µg estrogen oral
contraceptives for contraception: systematic review of randomized controlled trials.
Contraception 2005; 71: 162–169.