Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan
Tutorial Blok Gangguan Saraf dan Psikiatri.

Tujuan pembuatan Laporan Tutorial Blok Gangguan Saraf dan Psikiatri


skenario I adalah untuk mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan yang
diberikan, sekaligus memenuhi tugas Blok DermatoMuskuloskeletal. Kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
laporan ini dapat diselesaikan pada waktunya.

Kami menyadari bahwa dalam pengerjaan laporan ini jauh dari sempurna,
baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, khususnya dari dosen
guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa
yang akan datang.

Jayapura, September 2019

Tim Penyusun

Blok Gangguan Saraf dan Psikiatri i


|
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

SKENARIO ............................................................................................................ 1

STEP I KLARIFIKASI TERMINOLOGI ............................................................. 2

STEP II MENGIDENTIFIKASI MASALAH ....................................................... 3

STEP III ANALISA MASALAH ........................................................................... 4

STEP IV CURAH PENDAPAT KEMUNGKINAN HIPOTESIS ......................... 5

STEP V MEMFORMULASIKAN TUJUAN BELAJAR ...................................... 6

STEP VI & VII BELAJAR MANDIRI .................................................................. 7

KESIMPULAN ..................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24

B l o k G a n g g u a n S a r a f d a n P s i k i a t r i ii
|
SKENARIO

“ Bahagianya jadi Putri Indonesia”

Ny. Marsya 35 tahun, diantar suaminya ke Poli Kesehatan Jiwa karena


mulai mengalami perubahan perilaku sejak 1 minggu terakhir. Dari
heteroanamnesis dari suami pasien, pasien membelanjakan uangnya tanpa tujuan
yang jelas, berdandan berlebihan dan berpakaian dengan pilihan warna yang
mencolok. Pasien terus menerus bercerita dengan tempo yang cepat, menceritakan
bahwa dirinya sangat cantik, dan menurutnya ia bahkan bisa menjadi pemenang
kontes Putri Indonesia bila dia mengikuti kontes tersebut. Pasien merasa sangat
bahagia hingga tak jarang menari-nari, tidak bisa diam, bahkan hanya tidur selama
2 jam per hari. Karena perilakunya ini, pasien tidak lagi mampu mengerjakan tugas
di kantor maupun di rumah, hingga semuanya terbengkalai. Menurut suaminya ini
baru pertama kali terjadi. Hasil pemeriksaan fisik umum dan neurologi dalam batas
normal. Hasil pemeriksaan status psikiatri singkat, tampak penampilan mencolok
dengan dandanan menor, kurang kooperatif, mood mengalami elasi, gagasan terlalu
optimistik tetapi tidak didapatkan delusi, halusinasi maupun ilusi.

Blok Gangguan Saraf dan Psikiatri 1


|
STEP I
KLARIFIKASI TERMINOLOGI

1. Heteroanamnesis
“Hetero”; lainnya atau tidak serupa. “Anamnesis”; mengingat kembali,
atau riwayat penyakit pasien. “Heteroanamnesis” adalah anamnesis atau
riwayat penyakit pasien yang didapat oleh sumber lain (orang tua, kerabat,
atau yang tahu betul tentang riwayat pasien). [1]
2. Elasi
Keadaan kegembiraan emosional yang ditandai dengan meningkatnya
aktivitas mental dan jasmani, disertai kegembiraan dan perilaku optimistik
yang berlebihan[1]
3. Delusi
Keyakinan seseorang yang salah dan idiosinkratik yang terus dipegang
teguh walaupun terdapat bukti/fakta yang tidak dapat dibantah dan jelas-
jelas bertentangan[1]
4. Halusinasi
Persepsi sensorik (penglihatan, sentuhan, pendengaran, penghiduan, atau
pengecapan) tanpa adanya stimulus eksternal [1]
5. Ilusi
Kesan mental akibat kesalahan penafsiran kejadian yang yang
sebenarnya[1]

Blok Gangguan Saraf dan Psikiatri 2


|
STEP II
MENGIDENTIFIKASI MASALAH

1. Bagaimana cara melakukan wawancara psikiatri?


2. Apa penyebab gangguan mood secara umum dan yang terjadi pada skenario
ini?
3. Apa diagnosis kerja dan diagnosis banding pada skenario ini?
4. Bagaimana klasifikasi gangguan jiwa pada skenario ini?
5. Apa terapi yang harus dilakukan pada skenario?
6. Bagaimana mekanisme kerja obat untuk terapi yang diberikan pada
gangguan ini?

Blok Gangguan Saraf dan Psikiatri 3


|
STEP III
CURAH PENDAPAT KEMUNGKINAN HIPOTESIS

1. Wawancara merupakan teknik yang ditetapkan oleh dokter terhadap pasien


untuk tujuan diagnostik dan/atau terapeutik, tidak hanya menghasilkan
pengaruh dokter terhadap pasien melainkan juga sebaliknya. Teknik yang
paling penting dalam melakukan wawancara psikiatrik adalah dengan
membiarkan pasien bicara dengan perkataanya sendiri, sesuai dengan urutan
yang dianggapnya penting
2. Gangguan mood disebabkan oleh perubahan neurotransmitter di sistem
limbik. Neurotransmitter yang terdiri dari serotonin, norepinefrin dan
dopamin akan meningkat pada gejala manik dan pada depresi
neurotransmitter ini akan mengalami penurunan. Penyebab lainnya juga
terdiri dari faktor genetik dan psikososial
3. Melalui anamnesis dan pemeriksaan pasien memperlihatkan beberapa tanda
dan gejala yang mengarah kepada gangguan mood diantaranya grandiose
ideas, mood elasi, gagasan terlalu optimistik
4. Gangguan adektif atau mood adalah perubahan suasana perasaan (mood)
atau afek, biasanya ke arah depresi atau kearah elasi (suasana perasaan yang
meningkat. Gangguan afektif dibedakan berdasarkan episode tunggal atau
multiple, tingkat keparahan gejala yaitu mania dengan gejala psikotik
ataupun tanpa psikotik dan depresi ringan maupun berat
5. –
6. -

Blok Gangguan Saraf dan Psikiatri 4


|
STEP IV
ANALISIS MASALAH

Blok Gangguan Saraf dan Psikiatri 5


|
STEP V
MEMFORMULASIKAN TUJUAN BELAJAR

1. Cara melakukan wawancara psikiatri


2. Penyebab gangguan mood secara umum dan yang terjadi pada skenario
3. Diagnosis kerja dan diagnosis banding pada skenario
4. Klasifikasi gangguan jiwa pada skenario
5. Terapi yang harus dilakukan pada skenario
6. Mekanisme kerja obat untuk terapi yang diberikan pada gangguan ini

Blok Gangguan Saraf dan Psikiatri 6


|
STEP VI & VII
BELAJAR MANDIRI

1. Cara melakukan wawancara psikiatri


Wawancara psikiatri digunakan untuk pemeriksaan dan terapi. Bagi
pasien, menceritakan secara terinci dan jujur tentang kehidupan dan
masalahnya dapat berefek terapi. Pewawancara harus membangun suatu
hubungan yang baik dengan pasien dan pada waktu yang sama memeriksa
keadaan pasien. Disamping mengamati setiap perkataan dan tingkah laku
pasien ia juga harus berpartisipasi aktif dalam wawancara tersebut.
Teknisnya bervariasi sesuai kepribadian dokter, dan hanya dapat dipelajari
melalui praktek secara terus-menerus dengan rentang pasien yang luas
digabung dengan penelitian sendiri. Isi wawancara harus mencakup semua
pokok-pokok anamnesa, sehingga mungkin akan memerlukan serangkaian
wawancara. Urutan yang telah ditentukan tidak perlu diturutu srcara kaku
tetapi tetap harus dicatat secara lengkap. Sebaiknya wawancara dimulai dari
keluhan pasien saat ini, jangan tanya tentang keluarga dahulu. Wawanca
dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung, tetapi pada
wawancara yang pertama harus ada keseimbangan antara bertanya langsung
dan membiarkan pasien menceritakan masalahnya dengan caranya sendiri.
Hindari pertanyaan yang mengarah dan selaan. Tetapi wawancara tetap
harus dituntun dengan menanyakan pertanyaan tentang kejadian tertentu,
jangan terlalu banyak mengajukan pertanyaan yang umum daan menyela
atau mengomentari alur cerita yang sedang dibangun.[2]
Data khusus psikiatrik yang dihasilkan dari suatu pemeriksaan
psikiatrik ialah data perihal fungsi kejiwaan, yang diperoleh melalui
observasi penempilan dan perilaku pasien, pengamatan interaksi antara
dokter dan pasien, pengamatan interaksi antara dokter dan pasien,
pengamatan intetaksi antara pasien dan lingkungannya, dan pemahaman
humanistik sang dokter mengenai pasiennya. “Alat pemeriksaan” psikiatrik
adalah kepribadian dokter sendiri. Pemeriksaan ini diarahkan, dan data

Blok Gangguan Saraf dan Psikiatri 7


|
diungkapkan dalam pembicaraan antara dokter dan pasien, yang disebut
wawancara psikiatrik.[3]
a. Riwayat psikiatrik
Riwayat psikiatrik adalah catatan tentang riwayat penyakit, riwayat
gangguan jiwa, serta riwayat hidup pasien yang diperlukan untuk
memahami siapa pasien sebenarnya, darimana pasien berasal dan kira-
kira akan ke arah mana pasien selanjutnya pada masa mendatang.
Teknik yang paling penting dalam melakukan wawancara psikiatrik
adalah dengan membiarkan pasien bicara dengan perkataannya sendiri,
Sesuai dengan urutan yang dirasakannya penting. Terapis perlu cukup
sensitif untuk mendeteksi hal-hal bermakna yang ingin disampaikan
pasien. Terapis harus terampil untuk bertanya dan menelusuri lebih
lanjut tentang hal-hal bermakna yang ingin disampaikkan pasien.
Terapis harus terampil untuk bertanya dan menelusuri lebih lanjut
tentang hal-hal bermakna yang diungkapkan pasien baik yang tersurat
maupun yang tersirat dalam menceritakan riwayat psikiatrik dan status
mentalnya. [3]
b. Prosedur pemeriksaan
Pemeriksaan psikiatrik dilakukan untuk memperoleh gambaran
menyeluruh mengenai pasien sebagai pribadi, jiwa dan raga yang tak
terpisahkan, bukan semata- mata untuk menentukan "keadaan jiwanya"
atau "apa penyakit jiwanya". Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh
seorang pemeriksa agar dapat memberikan penatalaksanaan psikiatrik
adalah : [3]
1. Memiliki pengertian yang jelas mengenai data-data yang diperlukan
untuk memahami kasus yang dihadapi
2. Sanggup melaksanakan pemeriksaan secara berkesinambungan dan
berarah tujuan
3. Menghadapi pasien dengan keikhlasan dan minat untuk menolong
4. Kesediaan untuk mencurahkan waktu dan tenaga yang diperlukan
untuk meletakkan hubungan yang baik untuk mengatasi persoalan
yang dihadapi pasien (demi keberhasilan terapi).
Blok Gangguan Saraf dan Psikiatri 8
|
Garis besar riwayat psikiatrik yang perlu didapatkan dalam pemeriksaan
adalah: [3]
a. Data Pribadi
b. Keluhan Utama
c. Riwayat gangguan sekarang:
 Awitan
 Faktot Presipitasi/pencetus
d. Penyakit/ gangguan sebelumnya
 Psikiatrik
 Medik
 Penggunaan zat
e. Riwayat hidup
 Prenatal dan perinatal
 Masa kanak awal (sampai 3 tahun)
 Masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
 Masa remaja
 Masa dewasa
 Riwayat pekerjaan, perkawinan/berpasangan/
pacaran
 Riwayat pendidikan
 Riwayat militer
 Riwayat agama/kehidupan beragama
 Aktivitas sosial dan situasi kehidupan sekarang
 Riwayat psikoseksual
 Riwayat keluarga
 Impian, fantasi, dan nilai-nilai
c. Pemeriksaan status mental
Pemeriksaan status mental merupakan gambaran keseluruhan
tentang pasien yang didapatkan dari hasil observasi pemeriksa dan kesan
yang dimunculkan oleh pasien saat wawancara. Status mental pasien

Blok Gangguan Saraf dan Psikiatri 9


|
dapat berubah-ubah dari hari ke hari bahkan dari jam ke jam. Secara
garis besar gambaran status mental adalah: [3]
1) Deskripsi umum
 Penampilan
 Perilaku dan aktivitas psikomotor
 Sikap terhadap pemeriksa
2) Mood dan afek
 Mood
Mood didefinisikan sebagai suasana perasaan yang bersifat
pervasif dan bertahan lama, yang mewarnai persepsi seorang
terhadap kehidupannya. [3]
 Afek
Afek merupakan respon emosional saat sekarang, yang dapat
dinilai melalui ekspresi wajah, pembicaraan, sikap dan gerak-
gerik tubuh pasien (bahasa tubuh). [3]
 Keserasian afek
3) Pembicaraan
Deskripsikan pembicaraan pasien apakah ia berbicara spontan atau
tidak, gambarkan kuantitas, kecepatan produksi dan kualitas
bicara.[3]
4) Persepsi
Gangguan persepsi seperti halusinasi dan ilusi dapat dihayati pasien
terhadap diri dan lingkungannya. [3]
5) Pikiran
 Proses dan bentuk pikir
Pasien dapat mempunyai ide pikiran yang berlebihan atau
miskin. Dapat pula ditemukan arus pikir yang cepat, yang secara
ekstrim disebut flight of ideas. [3]
 Isi pikir
Gangguan isi pikir termasuk delusi, preokupasi (melibatkan
penyakit pasien, obsesi), kompulsif, fobia, rencana, kehendak,

B l o k G a n g g u a n S a r a f d a n P s i k i a t r i 10
|
ide recurrent tentang bunuh diri dan pembunuhan, gejala
hipokondriakal, dorongan antisosial. [3]
6) Sensorium dan kognisi
 Kesadaran
 Orientasi dan daya ingat
 Konsentrasi dan perhatian
 Kemampuan membaca dan menulis
 Kemampuan visuospasial
 Pikiran abstrak
 Intelegensi dan kemampuan informasi
 Bakat kreatif
 Kemampuan menolong diri sendiri
7) Pengendalian impuls
8) Daya nilai dan tilikan
9) Taraf dapat dipercaya
2. Penyebab gangguan mood secara umum dan yang terjadi pada
skenario
Secara umum perubahan mood terjadi karena 3 faktor yaitu:[4,5]
a. Faktor Biologi
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan
yang penting dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat
substansi biokimiawi yaitu neurotransmitter yang berfungsi sebagai
pembawa pesan komunikasi antara neuron otak. Jika neurotransmiter ini
berada pada tingkat yang normal otak akan bekerja secara harmonis.
Berdasarkan riset, kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin
dan dopamin dapat menyebabkan depresi. Di satu sisi, jika
neurotransmiter ini berlebih dapat menjadi penyebab gangguan manik.
Selain itu antidepresantrisiklik dapat memicu mania.
Serotonin adalah neurotransmiter aminergic yang paling sering
dihubungkan dengan depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan
depresi. Pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki metabolit

B l o k G a n g g u a n S a r a f d a n P s i k i a t r i 11
|
serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya. Pada penggunaan
antidepresan jangka panjang terjadi penurunan jumlah tempat ambilan
kembali serotonin. [5]
Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan
depresi. Data menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada
depresidan meningkat pada mania. [4]
b. Faktor Genetika
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di
dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola
penurunan genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks;
bukan saja tidak mungkin menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor
non genetik memungkinkan memainkan peranan kausatif dalam
perkembangan gangguan mood sekurangnya pada beberapa orang.[4]
Gangguan mood cenderung terdapat dalam suatu keluarga tertentu.
Bila suatu keluarga salah satu orang tuanya menderita depresi, maka
anaknya berisiko dua kali lipat dan apabila kedua orang tuanya
menderita depresi maka risiko untuk mendapat gangguan mood sebelum
usia 18 tahun menjadi empat kali lipat. [5]
Pada studi keluarga berulang kali menemukan misalnya keluarga
derajat pertama proban (orang di dalam keluarga yang pertama kali
diidentifikasi sakit) gangguan bipolar I, keluarga derajat kedua,
misalnya sepupu, lebih kecil kemungkinannya terkena daripada
keluarga derajat pertama, misalnya saudara laki-laki. Pewarisan
gangguan bipolar I juga tampak dalam fakta bahwa sekitar 50% pasien
bipolar I setidaknya memiliki satu orang tua dengan gangguan mood
paling sering gangguan depresif berat. Jika salah satu orang tua memiliki
gangguan bipolar I, terdapat 25% kemungkinan bahwa setiap anaknya
juga memiliki gangguan mood, jika kedua orang tua memiliki gangguan
bipolar I, terdapat 50 sampai 75% kemungkinan anaknya memiliki
gangguan mood. [4]

B l o k G a n g g u a n S a r a f d a n P s i k i a t r i 12
|
c. Faktor Psikososial
Satu pengamatan klinis lama yang telah direplikasi adalah bahwa
peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului
episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya. Satu
teori yang diajukan untuk menjelaskan pengamatan tersebut adalah
bahwa stres yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan
biologi otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan lama tersebut
dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai
neurotransmiter dan sistem pemberi signal intraneuronal. Hasil akhirnya
dari perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada
resiko yang lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood
selanjutnya, bahkan tanpa adanya stresor eksternal.[4]
Pada skenario ini, mania disebabkan oleh tingginya kadar serotonin
dalam celah sinaps neuron, khusunya pada sistem limbik, yang berdampak
terhadap “dopamine receptor supersensitivy”. [6]
Ada anggapan bahwa sistem norepinefrin dan serotonin normalnya
menimbulkan dorongan bagi area limbik dalam otak untuk memperkuat rasa
nyaman seseorang, menciptakan rasa bahagia, rasa puas, nafsu makan yang
baik, dorongan seksual yang sesuai, dan keseimbangan psikomotor
walaupun terlalu banyak hal baik dapat menyebabkan mania. Kenyataan
yang mendukung konsep ini adalah bahwa pusat-pusat ganjaran dan
kepuasan di hipotalamus dan daerah sekitarnya menerima sejumlah besar
ujung saraf dari sistem norepinefrin dan serotonin. Dopamin disekresi oleh
neuron-neuron yang berasal dari substansia nigra. Neuron-neuron ini
terutama berakhir pada regio striata ganglia basalis. Pengaruh dopamin
biasanya bersifat inhibisi. Serotonin disekresi oleh nukleus yang berasal
dari rafe median batang otak dan berproyeksi ke berbagai daerah otak dan
medula spinalis, khususnya yang menuju radiks dorsalis medula spinalis
dan menuju hipotalamus. Serotonin bekerja sebagai penghambat jaras rasa
sakit dalam medula spinalis, dan kerjanya sebagai penghambat di daerah
sistem saraf yang lebih tinggi diduga untuk membantu pengaturan suasana
hati seseorang, bahkan mungkin juga menyebabkan tidur.[7]
B l o k G a n g g u a n S a r a f d a n P s i k i a t r i 13
|
3. Diagnosis kerja dan diagnosis banding pada skenario
Proses diagnosis gangguan jiwa mengikuti prosedur klinis yang
lazim dilakukan dalam praktek kedoktean klinis, yaitu meliputi anamnesis,
pemeriksaan, diagnosis, terapi, dan tindak lanjut. Dengan rumusan
matematis, dapat disimpulkan bahwa diagnosis dapat ditegakkan melalui
dua komponen yakni anamnesis (data subjektif) dan pemeriksaan (data
objektif). [8]
a. Anamnesis
 Ny Marsya
 35 tahun
 Mengalami perubahan perilaku sejak 1 minggu terakhir
 Membelanjakan uang tanpa tujuan
 Berdandan berlebihan
 Bercerita dengan tempo yang cepat
 Pasien menceritakan bahwa dirinya sangat cantik dan bahkan bisa
menjadi pemenang kontes kecantikan putri Indonesia.
 Merasa sangat bahagia
 Tidak bisa diam
 Tidur hanya 2 jam/hari
 Pekerjaan terbengkalai
b. Pemeriksaan
 Fisik : normal
 Neurologi : normal
 Status psikiatri
1. Gambaran umum : penampilan mencolok dan dandanan menor
2. Emosi : mood elasi
3. Gagasan terlalu optimistik
4. Persepsi : halusinasi (-) ilusi (-)
5. Pikiran : delusi (-)

B l o k G a n g g u a n S a r a f d a n P s i k i a t r i 14
|
c. Diagnosis kerja
Sesuai anamnesis dan pemeriksaan dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami F30.1 Mania Tanpa Gejala Psikotik hal ini sesuai dengan
diagnosis kerja pada F30.1 yakni episode harus berlangsung sekurang-
kurangnya 1 minggu, dan cukup berat sampai mengacaukan seluruh/
hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga
terjadi aktivitas berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara,
kebutuhan tidur yang berkurang, ide-ide perihal kebesaran/ “grandiose
ideas” dan terlalu optimistik. [8]
d. Diagnosis banding
1. F30.0 Hipomania
Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania (F30.1) afek
yang meninggi atau berubah disertai peningkatan aktivitas, menetap
selama sekurang-kurangnya beberapa hari berturut-turut, pada suatu
derajat intensitas dan yang bertahan melebihi apa yang digambarkan
bagi siklotimia (F30.4), dan tidak disertai halusinasi atau waham.
Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial
memang sesuai dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila
kekacauan itu berat atau menyeluruh, maka diagnosis mania (F30.1
atau F30.2) harus ditegakkan. [8]
2. F30.2 Mania dengan Gejala Psikotik
Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat
dari F30.1 (mania tanpa gejala psikotik). Harga diri yang
membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang menjadi
waham kebesaran (delusion of grandeur), iritabilitas dan kecurigaan
menjadi waham kejar (delusion of persecution). Waham dan
halusinasi “sesuai” dengan kedaan afek tersebut (mood-congruent).
[8]

4. Klasifikasi gangguan jiwa pada skenario


Gangguan suasana perasaan (Gangguan Afektif/”Mood) Kelainan
fundamental dari kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana
B l o k G a n g g u a n S a r a f d a n P s i k i a t r i 15
|
perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa
anxietas yang menyertainya), atau kearah elasi (suasana perasaan yang
meningkat). Perubahan afek ini biasanya disertai dengan suatu perubahan
pada keseluruhan tingkat aktifitas, dan kebanyakan gejala lainnya adalah
sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami hubungannya
dengan perubahan tersebut. [8]
Gangguan afektif dibedakan menurut : [8]
1. Episode tunggal atau multiple;
2. Tingkat keparahan gejala ;
 psikotik--> mania tanpa gejala psikotik --> hipomania;
 depresi ringan, sedang, berat tanpa gejala psikotik --> berat dengan
gejala psikotik;
3. dengan atau tanpa gejala somatik;
F30.1 Mania Tanpa Gejala Psikotik
 Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu, dan cukup
berat sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan
aktivitas sosial yang biasa dilakukan. [8]
 Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga
terjadi aktivitas berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara,
kebutuhan tidur yang berkurang, ide-ide perihal kebesaran/ “grandiose
ideas” dan terlalu optimistik. [8]
5. Terapi yang harus dilakukan pada skenario
a. Obat Anti-Mania : [6]

B l o k G a n g g u a n S a r a f d a n P s i k i a t r i 16
|
b. Penggolongan : [6]
 Mania Akut : Haloperidol (Haldol, Serenace, dll).
Carbamazepine (Tegretol, dll)
Valproic Acid (Depakene)
Divalproex (Depakote).
 Profilaksis Mania : Lithium Carbonate (Frimania)

c. Indikasi Penggunaan: [6]


Gejala Sasaran (Target Syndrome): Sindrom Mania
Butir-butir diagnosik Sindrom Mania
 Dalam jangka waktu paling sedikit 1 minggu hampir setiap hari
terdapat keadaan afek (Mood, Suasana perasaan) yang meningkat,
ekspresif atau iritabel. [6]
 Keadaan tersebut disertai paling sedikit 4 gejala berikut : [6]
1. Peningkatan aktivitas (ditempat kerja, dalam hubungan sosial
atau seksual), atau ketidak-tenangan fisik.
2. Lebih banyak berbicara dari lazimnya atau adanya dorongan
untuk berbicara untuk terus menerus.
3. Lompat gagasan (Flight of Ideas) atau penghayalan subjektif
bahwa pikirannya sedang berlomba.
4. Rasa harga diri yang melambung (Grandiositas, yang dapat
bertaraf sampai waham atau delusi).
5. Berkurangnya kebutuhan tidur.
6. Mudah teralih perhatian, yaitu perhatiannya terlalu cepat tertarik
kepada stimulus luar yang penting atau yang tak berarti.
7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas-aktivitas yang
mengandung kemungkinan risiko tinggi dengan akibat yang
merugikan apabila tidak di perhitungkan secara bijaksana,
misalnya berbelanja berlebihan, tingkah laku seksual secara
terbuka, penanaman modal secara bodoh, mengemudi kendaraan
(mengebut) secara tidak bertanggung jawab dan tanpa
perhitungan.
B l o k G a n g g u a n S a r a f d a n P s i k i a t r i 17
|
 Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam
gejala: penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan
kegiatan rutin. [6]
6. Mekanisme kerja obat untuk terapi yang diberikan pada gangguan ini
Hipotesis: Sindrom Mania disebabkan oleh tingginya kadar serotonin
dalam celh sinaps neuron, khususnya pada sistem limbik, yang berdampak
terhadap “Dopamin Receptor Supersensitivity”. Lithium Carbonate
merupakan obat pilihan utama untuk meredahkan Sindrom Mania Akut atau
Profilaksi terhadap serangan Sindrom Mania yang kambugan pada
Gangguan Afektif Bipolar. Mengurangi “Dopamin Receptor
Supersensitivty”, dengan meningkatkan “Cholinergic-muscarinic activity”,
dan menghambat “Cyclic AMP (Adenosine Monophosphate) &
Phosphoinositides”. [6]
a. Profil efek samping: [6]
 Efek samping Lithium berhubungan erat dengan dosis kondisi fisik
pasien.
 Gejala efek samping yang dini (kadar serum Lithium 0,8-1,2 mEg/L) :
─ Mulut kering, haus, gastrointestinal distress (mual, muntah, diare,
feces lunak), kelemahan otot, poli-uria, tremor halus (fine tremor,
lebih nyta pada pasien usia lanjut dan penggunaan bersamaan
dengan neuroleptika dan anti depresan).
─ Tidak ada efek sedasi dan gangguan ekstrapiramidal.
 Efek samping lain: Hipotyroidism, peningkatan berat badan, berubahan
fungsi thyroid (penurunan kadar thyroxine dan penigkatan kadar TSH),
Oedema pada tungkai, “Metalic Taste”, Lekositosis, gangguan daya
ingat dan konsentrasi pikiran.
 Gejala intoksitasi : (kadar serum Lithium lebih >1,5mEq/L)
─ Gejala dini: muntah, diare, tremor kasar, mengantuk, kosentrasi,
pikiran menurun, bicara sulit, pengucapan kata tidak jelas, dan gaya
berjalan tidak stabil.

B l o k G a n g g u a n S a r a f d a n P s i k i a t r i 18
|
─ Dengan semakin beratnya intoksikasi terdapat gejala: kesadaran
menurun (confusional state) dapat sampai coma dengan hipertoni
otot dan kedutan, oliguria, kejang-kejang.
─ Penting sekali monitoring kadar lithium dalam darah (mEq/L).
 Faktor predisposisi terjadinya intoksikasi Lithium :
─ Dema (berkeringat berelebihan)
─ Diet rendah garam (pasien dengan hipertensi)
─ Diare dan muntah-muntah
─ Diet untuk menurunkan berat badan
─ Pemakaian bersama deuretica, antirematica, NSAID.
 Tindakan mengatasi intoksikasi Lithium :
─ Mengurangi faktor predisposisi
─ Forced diuresis dengan garam fisiologis (NaCl 0.9%) diberikan i.v
sebanyak 10 cc (1 ampul), bila perlu hemodialisis.
 Tindakan pencegahan Intoksikasi Lithium dengan edukasi tentang
faktor predisposisi, minum secukupnya (sekitar 2500 cc perhari), bila
berkeringat dan diuresis banyak harus dimmbangi minum lebih banyak,
mengenal gejala dini intoksikasi, kontrol rutin kadar serum Lithium.
b. Interaksi Obat: [6]
 Lithium + diuretika Thiazide = dapat meningkatkan konsentrasi
serum Lithium sebanyak 50% → risiko intoksikasi menjadi besar,
sehingga dosis Lithium harus dikurangi 50% agar tidak terjadi
intoksikasi. Sedangkan “loop diuretics”, seperti Furosemide, kurang
mempengaruhi konsentrasi Lithium.
 Ace Inhibitors + Lithium = dapat meningkatkan konsentrasi serum
Lithium sehingga menimbulkan gejala intoksikasi.
 Haloperidol + Lithium = efek neurotoksi bertambah (dyskinesia,
ataxia), tetapi efek neurotoksik tidak tampak pada penggunaan
kombinasi Lithium dengan Haloperidol dosis rendah (kurang dari
20 mg/h). Keadaan yang sama untuk Lithium + Carbamezapine.

B l o k G a n g g u a n S a r a f d a n P s i k i a t r i 19
|
 NSAID (e.g. Indomethacin, Ibuprofen) + Lithium = dapat
meningkatkan konsentrasi serum Lithium, sehingga risiko
intoksikasi menjadi besar.
 Aspirin dan Paracetamol (analgesics) tidak ada interaksi dengan
Lithium.
c. Cara Penggunaan: [6]
Pemilihan Obat: [6]
Pada Mania akut diberikan : Haloperidol (im) + Tab. Lithium
Carbonate, Haloperidol (im) untuk mengatasi hiperaktivitas,
impulsivitas, iritabilitas, dengan onset of action yang cepat (kalau perlu
dengan “rapid neuroleptization”)
 Lithium Carbonate  efek anti-mania baru muncul setelah
penggunaan 7-10 hari.
 Pada Gangguan Afektif Bipolar (manic-depressive disorder) dengan
serangan-serangan episodik mania/depresi : Lithium Carbonate
sebagai obat profilaksis terhadap serangan sindrom mania/depresi,
dapat mengurangi frekuensi, berat dan lamanya suatu kekambuhan.
 Bila oleh karena sesuatu hal (efek samping yang tidak mampu
ditolelir dengan baik, atau kondisi fisik yang kontra indikatif) tidak
memungkinkan penggunaan obat Lithium Carbonate, dapat
menggunakan obat alternatif : CARBAMEZEPINE, VALPROIC
ACID DIVALPROEX Na, yang terbuktu juga ampuh untuk
meredakan “Sindrom Mania Akut” dan profilaksis serangan
Sindrom Mania/Depresi pada “Gangguan Afektif Bipolar”.
 Pada gangguan afektif Unipolar (recurrent unipolar depression),
pencegahan kekambuhan dapat juga dengan Obat Anti Depresi SSRI
(e.g. Fluoxetine, Sertraline) yang lebih ampuh dari Lithium
Carbonate.
d. Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan : [6]
 Onset efek primer (efek klinis) : 7-10 hari (1-2 minggu)

B l o k G a n g g u a n S a r a f d a n P s i k i a t r i 20
|
 Rentang kadar serum terapeutik = 0,8-1,2 mEq/L (dicapai
dengan dosis sekitar 2 atau 3 x 500 mEq/L
 Kadar serum toksik = diatas 1,5 mEq/L
Biasanya preparat Lithium yang digunakan adalah “Lithium
Carbonate” mulai dengan dosis 250-500 mg/h, diberikan 1-2 kali
sehari dinaikkan 250 mg/h setiap minggu, diukur Serum Lithium
berefek klinis terapeutik (0,8-1,2 mEg/L). Dipertahankan seitar 2-3
bulan, kemudian diturunkan menjadi “dosis maintenance”,
kosentrasi Serum Lithium yang dianjurkan untuk mencegah
kekambuhan (profilaksis) berkisar antara 0,5-0,8 mEq/L, ini sama
efektifnya bahakan lebih efektif dari kadar 0,8-1,2 mEq/L, dan juga
untuk mengurangi insidensi dari efek samping dan risiko intoksikasi.
[6]

Dosis awal harus lebih rendah pada pasien usia lanjut atau
pasien dengan gangguan fisik, yang mempengaruhi fungsi ginjal. [6]
Pengukuran serum dilakukan dengan mengambil sampel
darah pada pagi hari, yaitu: sebelum makan obat dosis pagi dan
sekitar 12 jam setelah dosis petang (hari sebelumnya). [6]
e. Lama Pemberian
 Pada penggunaan untuk “Sindrom Mania Akut”, setelah gejala-
gejala mereda, Lithium Carbonate harus diteruskan sampai lebih
dari 6 bulan, dihentikan secara gradual (tapering off) bila memang
tidak ada indikasi lagi. [6]
 Pada “Gangguan Afektif Bipolar dan Unipolar”, penggunaaan harus
diteruskan sampai beberapa tahun, sesuai dengan indikasi
profilaksis serangan Sindrom Mania/Depresi. Penggnaan jangka
panjang ini sebaiknya dalam “dosis minimum” dengan kadar Serum
Lithium “terendah” yang masih efektif untuk terapi profilaksis
(kadar serum Lithium diukur setiap hari). [6]

B l o k G a n g g u a n S a r a f d a n P s i k i a t r i 21
|
f. Perhatian Khusus
 Sebelum dan selama penggunaan Obat Anti-mania Lithium
Carbonate perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium secara
periodik : [6]
─ Kadar serum Na dan K (Li dan Na saling mempengaruhi di
tubulus proximalis renalis). Kadar ini merendah pada pasien diet
garam dan menggunakan deuretika.
─ Tes fungsi ginjal (serum creatinine). Hampir semua kadar
Lithium dalam darah diekskreasi melalui ginjal.
─ Tes fungsi kelenjar tiroid (serum T3 dan T4). Lithium
merendahkan kadar serum yodium.
─ Pemeriksaan EKG (Lithium mempengaruhi “Cardiac
Repolarization).
 Wanita hamil adalah kontraindikasi penggunaan Lithium oleh
karena bersifat teratogenik. Lithium dapat melalui placenta dan
masuk ke peredaran darah janin, khususnya mempengaruhi kelenjar
tiroid. [6]

B l o k G a n g g u a n S a r a f d a n P s i k i a t r i 22
|
KESIMPULAN

Dari skenario ini, kami menyimpulkan pasien mengalami gangguan jiwa


afektif/mood tipe F30.1 Mania tanpa Gejala Psikotik karena dari skenario yang
diberikan gejala-gejala yang dialami merujuk kepada tipe tersebut, adapun gejala
yang dialami adalah mengalami perubahan perilaku sejak 1 minggu terakhir,
membelanjakan uang tanpa tujuan, berdandan berlebihan, bercerita dengan tempo
yang cepat, pasien menceritakan bahwa dirinya sangat cantik dan bahkan bisa
menjadi pemenang kontes kecantikan putri Indonesia, tidur hanya 2 jam/hari,
pekerjaan terbengkalai dan tidak terdapat delusi, ilusi, maupun halusinasi. Sindrom
Mania disebabkan oleh 3 faktor yaitu biologis (yaitu meningkatnya kadar serotonin,
norepinefrin dan dopamin), genetik dan psikososial. Diagnosis banding dari tipe ini
adalah F30.0 Hipomania dan F30.2 Mania dengan Gejala Psikotik. Terapi
farmakologis yang diberikan adalah Lithium Carbonate yang berfungsi sebagai
mood stabilizers yang akan mengurangi “dopamine receptor supersensitivity”.

B l o k G a n g g u a n S a r a f d a n P s i k i a t r i 23
|
DAFTAR PUSTAKA

[1]
Dorland, W.N. 2015. Kamus Saku Kedokteran Dorland, ed. 29. Jakarta:
Elsevier

[2]
Ingram, I.M; Timbury, G.C; Mowbray, R.M. 1993. Catatan Kuliah Psikiatri,
edisi 6. Jakarta: EGC

[3]
Elvira, S. D; Hadisukanto, G. 2018. Buku Ajar Psikiatri, edisi ke-3. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

[4]
Sadock, Benjamin J. & Sadock V. A., 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar
Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC.

[5]
Infrando, D; Sofyani, S & Widiastuty. 2014. Gangguan Mood Pada Remaja.
Majalah Kedokteran Nusantara, Vol 47, No.1. Medan: Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

[6]
Maslim, R. 2014. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya

[7]
Guyton, A.C, dan Hall, J.E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed. 12.
Penerjemah: ErmitaI, Ibrahim I. Singapura: Elsevier

[8]
Maslim, R. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III
dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya

B l o k G a n g g u a n S a r a f d a n P s i k i a t r i 24
|

Anda mungkin juga menyukai